Diajukan untuk memenuhi tugas kepaniteraan klinik dan melengkapi salah satu syarat
Disusun oleh :
30101507462
Pembimbing :
Mengetahui
Pembimbing Klinik
Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat rahmat dan karunia-Nya, yang
memungkinkan laporan kasus berjudul “Rhinitis Akut dengan Tonsilofaringitis Kronik”
ini dapat diselesaikan tepat waktu.
Laporan kasus ini disusun pada saat melaksanakan kepaniteraan klinik Ilmu
Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok – Kepala Leher RSI Sultan Agung Semarang,
dengan berbekalkan pengetahuan, bimbingan, serta pengarahan yang diperoleh baik selama
kepaniteraan maupun pada saat kuliah pra-klinik.
Banyak pihak yang turut membantu penulis dalam penyusunan laporan kasus ini, dan
untuk itu penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada:
- dr. Renny Swasti, Sp.THT-KL selaku pembimbing laporan kasus
- Pimpinan dan staff RSI Sultan Agung Semarang
- Rekan Co-asisten selama kepaniteraan Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok
– Kepala Leher RSI Sultan Agung Semarang
Walau telah berusaha menyelesaikan laporan kasus ini dengan sebaik-baiknya, penulis
menyadari bahwa laporan kasus ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, segala saran
dan kritik yang membangun akan diterima dengan senang hati untuk perbaikan di masa
mendatang, sehingga dapat bermanfaat bagi kita semua.
LAPORAN KASUS
A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Nn. Z
Usia : 20 tahun
Pekerjaan : Mahasiswa
No. RM : 013896xx
B. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara alloanamnesis pada tanggal 02 Oktober 2019, pukul 11.00
Keluhan Utama:
Hidung tersumbat
Keluhan utama:
Hidung tersumbat
Pasien datang ke poli klinik THT RSISA Semarang pada tanggal 02 Oktober 2019. Pasien
datang ke poli THT. Pasien mengeluh hidung tersumbat sejak 4 hari yang lalu hilang timbul.
2 hari yang lalu pasien mengeluh hidung sedikit berdarah. Pasien juga mengeluhkan susah
menelan, perasaan tidak enak di tenggorokan, mengganjal dan terasa kering. Pasien juga
mengeluhkan adanya demam dan benjolan di leher depan. Mual (+) muntah (-). Tidak ada
C. PEMERIKSAAN FISIK
11.00 WIB di poli THT Rumah Sakit Islam Sultan Agung Semarang.
Status Generalisata
Status Generalis
Vital Sign :
Nadi : 64 x/menit
RR : 20 x/menit
Suhu : 37,9°C
Kepala : Normocephal
Wajah :
Palpasi : (-) nyeri tekan pada daerah hidung dan pipi kiri
Perkusi : (-) nyeri ketuk pada daerah hidung dan pipi kiri
Status Lokalisata
Telinga
Telinga Luar
Telinga AD AS
CAE
Canalis Akustikus
AD AS
Eksternus
Membran Timpani
Membran Timpani AD AS
Warna N N
Reflek cahaya (+) (+)
Hidung Luar
Bentuk Normal
Massa (-)
Deformitas (-)
Rinoskopi Anterior
Sinus Paranasal
Tenggorokan
Tonsil
Ukuran T2 T2
B. RESUME
Anamnesis : Pasien datang ke poli klinik THT RSISA Semarang pada tanggal 02 Oktober
2019. Pasien datang ke poli THT. Pasien mengeluh hidung tersumbat sejak 4 hari yang lalu
hilang timbul. 2 hari yang lalu pasien mengeluh hidung sedikit berdarah. Pasien juga
mengeluhkan susah menelan, perasaan tidak enak di tenggorokan, mengganjal dan terasa
kering. Pasien juga mengeluhkan adanya demam dan benjolan di leher depan. Mual (+)
muntah (-). Tidak ada batuk dan keluhan pada telinga dan hidung.
Pemeriksaan Fisik:
C. DIAGNOSIS BANDING
D. DIAGNOSIS KERJA
S2dd tab I
S2dd tab I
S3dd tab I
S.u.c
F. EDUKASI
Jelaskan kepada pasien tentang penyakit yang dideritanya dan perjalanan Meminta pasien
untuk meminum obat secara teratur, istirahat yang cukup dan menghindari makanan yang
G. PROGNOSIS
AS : ad bonam
ND : ad bonam
NS : ad bonam
AS : ad bonam
ND : ad bonam
NS : ad bonam
AS : ad bonam
ND : ad bonam
NS : ad bonam
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1.2 Epidemiologi
1. Rinitis virus
• Rinitis Influenza
Virus influenza A,B atau C berperan dalam penyakit ini. Tanda dan
gejalanya mirip denagn common cold. Komplikasi sehubungan
dengan infeksi bakteri sering terjadi.
• Rinitis Eksantematous
2. Rinitis Bakteri
• Infeksi Non-spesifik
Rinitis bakteri primer. Tampak pada anak dan biasanya akibat dari
infeksi pneumococcus, streptococcus atau staphylococcus.
Membrane putih keabu-abuan yang lengket dapat terbentuk di
rongga hidung, yang apabila diangkat dapat menyebabkan
pendarahan.
Rinitis bakteri sekunder. Merupakan akibat dari infeksi bakteri pada rinitis
viral akut.
• Rinitis difteri
3. Rinitis Iritan
Tipe rinitis akut ini disebabkan oleh paparan debu, asap atau gas
yang bersifat iritatifseperti ammonia, formalin, gas asam dan lain-lain.
Atau bisa juga disebabkan oleh trauma yang mengenai mukosa hidung
selama masa manipulasi intranasal,contohnya pada pengangkatan corpus
alienum. Pada rinitis iritan terdapat reaksi yang terjadi segera yang disebut
dengan “immediate catarrhal reaction” bersamaan dengan bersin, rinore,
dan hidung tersumbat. Gejalanya dapat sembuh cepat dengan
menghilangkan faktor penyebab atau dapat menetap selama beberapa hari
jika epitel hidung telah rusak. Pemulihan akan bergantung pada kerusakan
epitel dan infeksi yang terjadi karenanya.
1.4 Tanda dan Gejala
Rinitis akut pada dasarnya memiliki tanda dan gejala yang sulit
dibedakan antara tipe yang satu dengan tipe yang lainnya. Rasa panas,
kering dan gatal di dalam hidung, bersin, hidung tersumbat, dan terdapatnya
ingus yang encer hingga mukopurulen. Mukosa hidung dan konka berubah
warna menjadi hiperemis dan edema. Biasanya diikuti juga dengan gejala
sistemik seperti demam, malaise dan sakit kepala d Pada rinitis influenza,
gejala sistemik umumnya lebih berat disertai sakit pada otot. Pada rinitis
eksantematous, gejala terjadi sebelum tanda karekteristik atau ruam
muncul. Ingus yang sangat banyak dan bersin dapat dijumpai pada rinitis
iritan.
1.5 Diagnosis
Gambar Tonsil.
Massa nodul limfoid pada tiga lokasi terdiri atas tonsila faringea, tonsila palatina,
dan tonsila lingualis (Mescher.2013)
Gambar (a)tonsila palatina. Limfonoduli (LN), Kripte( C), jaringan ikat (CT). (b) epitel
(E), kripte (C)
Tonsila Palatina
Tonsila palatine adalah dua massa jaringan limfoid berbentuk ovoid terlatak pada
dinding lateral orofaring dalam fossa tonsilaris dan dubatasi oleh pilar anterior dan pilar
posterior. terletak posterior pada langit-langit lunak, ditutupi oleh epitel skuamosa
bertingkat. Setiap tonsil memiliki 10-20 invaginasi epitel yang mempenetrasi tonsil ke
dalam sehingga membentuk kripte. Bagian superior adalah ruang kosong yang disebut fossa
supratonsilar. Permukaan lateral tonsil ditutupi jaringan fibrosa yang disebut capsula tonsil
palatine terletak berdekatan dengan tonsil lingualis. Jaringan linfoid di tonsil tersebut
membentuk suatu pita yang mengandung limfosit bebas dan nodul limfoid, biasanya dengan
centrum germinale. Epitel yang melapisi tonsila palatina dapat menjadi terinfiltrasi
sedemikian penuh oleh sel dendritik dan limfosit sehingga dapat sulit dikenali. Suatu pita
jaringan ikat padat yang bertindak sebagai simpai atau sawar (kapsul) dari penjalaran infeksi
tonsil memisahkan jaringan limfoid dari struktur yang berdekatan.
Batas batas tonsil palatine:
lateral : m. kontriktor faring superior
anterior : m. palatoglossus
posterior : m. palatofaringeus
Permukaan tonsil palatine ditutupi oleh epitel berlapis gepeng yang juga melapisu
invaginasi atau kripte tonsil. Epitel yang melapisi permukaan tonsil palatine mempunyai
daya tahan lebih baik daripada jenis epitel yang lain dimana mukosa tonsil palatine selalu
bergesekan dalam tubuh.
Vaskularisasi tonsil diperoleh dari arteri terutama polus caudalis. Melalui polus
caudalis : rr. Tonsilaris a. dorsalis linguae, a. paltina ascendens dan a. facialis. Melalui polus
cranialis : rr. Tonsilaris a. pharyngica ascendens dan a. palatine minor. Semua cabang
tersebut merupakan cabang dari a. carotis eksterna. Darah venous dari tonsil terutama dibawa
oleh r. tonsilaris v. lingualis dan disekitar kapsula tonsilaris membentuk pleksus venosus
yang mempunyai hubungan dengan pleksus pharyngealis
Cairan limfe dialirkan ke Inn. Submaxillaris, Inn. Cervicalis supervicialis dan
sebagian besar ke Inn. Cervicalis profundus superior, terutama pada lifonodi yang terdapat
di dorsal angulus mandibular. Nodus paling penting pada kelompok ini adalah nodus
jugulodigastricus yang terletak di bawah dan belakang angulus mandibulae.
Persarafan tonsil berasal dari cabang serabut saraf ke IX (nervus glossofaringeal) dan juga
cabang desenden lesser palatine nerves.
Tonsila lingualis
Tonsila lingualis terletak di sepanjang pangkal lidah, juga ditutupi oleh epitel
skuamos bertingkat dengan kripte dan memiliki banyak fitur yang sama seperti tonsil
palatina tetapi perbedaannya tidak memiliki kapsul. Semua epitel tersebut mengandung
limfosit dan sel dendiritik intraepitel. Secara anatomi tonsil lingua terletak didasar lidah
dibagi menjadi dua oleh ligamentum glossoepiglotika. Digaris tengah sebelah anterior massa
ini terdapat foramen sekum di apeks, yaitu sudut terbentuk oleh papilla sirkumvalata. Tempat
ini kadang menunjukkan penjalaran duktus tiroglosus dan secara klinis merupakan tempat
penting bila ada massa tiroid lingual atau kista duktus tiroglossus.
Tonsil pharyngeal (adenoid)
Tonsil pharyngeal (adenoid) terletak di posterior dinding nasofaring berbatas dengan
kavum nasi dan sinus paranasalis pada bagian anterior, serta komplek tuba eustachius-
telinga tengah, kavum mastoid pada bagian lateral. Jaringan adenoid dapat meluas ke fossa
rosenmulleri dan orifisium tuba eustachii. Mukosa adenoid ditutupi oleh epitel kolumnar
pseudostratified bersilia, dan memiliki lapisan kapsul tipis sehngga area epitel berlapis dapat
diamati. Mukosa dengan jaringan limfoid difus dan nodul limfoid adalah invaginasi dengan
lipatan dangkal tetapi tidak memiliki kripte (Mangunkusumo, Endang dan Rifki, 2001).
Fungsi adenoid adalah bagian dari imunitas tubuh yang memiliki ajringan limfoid bersama
dengan struktur cincin waldayer/ adenoid memproduksi IgA sebagai sistem pertahanan lini
terdepan dalam memproteksi tubuh dair invaginasi mikroorganisme dan molekul asing.
Vaskularisasi adenoid diperoleh melalui cabang faringeal a. carotis eskternal, beberapa
cabang minor berasal dari a. maxilaris interna dan a. fasialis. Innervasi sensible merupakan
cabang dari n. glossopharyngeus dan n. vagus.
2.1.2 Tonsillitis
Tonsillitis adalah peradangan tonsil palatine yang merupakan bagian dari cincin
waldayer. Cincin waldayer terdiri atas susunan kelenjar limfa yang terdapat dalam rongga
mulut yaitu tonsil faringeal (adenoid), tonsil palatine (tonsil faucial), tonsil lingual (tonsil
pangkal lidah), tonsil tuba eustachii (lateral band dinding faring/Gerlachs tonsil).
Penyebaran infeksi melalui udara (air bone droplets), tangan dan ciuman. Dapat terjadi pada
semua umur, terutama pada anak (Mangunkusumo, Endang dan Rifki, 2001)
2.1.2.1Tonsilitis kronik
Tonsilitis kronik adalah peradangan tonsil yang terjadi lebih dari 3 minggu. Faktor
predisposisi timbulnya tonsillitis kronik ialah inflamasi yang menahun dari rokok, beberapa
jenis makanan, hygiene mulut yang buruk, pengaruh cuaca, kelelahan fisik dan pengobatan
tonsillitis akut yang tidak adekuat. Bakteri penyebabnya sama dengan tonsillitis akut tetapi
terkadang dapat disebabkan oleh bakteri gram negative.
Tejadinya tonsillitis kronik dikarenakan proses radang berulang yang timbul maka selain
epitel mukosa juga jaringan limfoid terkikis, sehingga pada proses penyembuhan jaringan
limfoid diganti oleh jaringan parut yang akan mengalami sehingga kripte melebar. Secara
klinik kripte ini tampak diisi oleh detritus apabila mengalami eksaserbasi akut. Proses
berjalan terus sehingga menmbus kapsul tonsil dan akhirnya menimbulkan perlekatan
dengan jairngan diskeitar fosa tonsilaris. Pada anak proses ini disertai dengan pembesaran
kelenjar limfa submandibular.
2.1.2.1.1 Dasar Diagnosis
Dasar diagnosis didapatkan dari anamnesis dan pemeriksaan fisik
Anamnesis
Pada umumnya penderita sering mengeluh oleh karena serangan tonsilitis akut yang
berulang ulang, adanya rasa sakit (nyeri) yang terus-menerus pada tenggorokan
(odinofagi), nyeri waktu menelan atau ada sesuatu yang mengganjal di kerongkongan bila
menelan, terasa kering, mengorok saat tidur atau bahkan terbangun tiba-tiba saat tidur dan
pernafasan berbau.
Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan pada tonsil akan didapati tonsil hipertrofi, tetapi kadang-kadang
atrofi, hiperemi dan odema yang tidak jelas. Didapatkan detritus atau detritus baru tampak
jika tonsil ditekan dengan spatula lidah namun juga bisa tanpa detritus. Kelenjar leher dapat
membesar tetapi tidak terdapat nyeri tekan. Ukuran tonsil pada tonsilitis kronik dapat
membesar (hipertrofi) atau atrofi.
Pembesaran tonsil dapat dinyatakan dalam ukuran T0– T4 membagi pembesaran tonsil
dalam ukuran berikut :
T0: tonsil dalam fosa tonsil atau telah diangkat
T1 = batas medial tonsil melewati pilar anterior sampai ¼ jarak pilar anterior
uvula
T2 = batas medial tonsil melewati ¼ jarak pilar anterior-uvula sampai ½ jarak
pilar anterior-uvula
T3 = batas medial tonsil melewati ½ jarak pilar anterior-uvula sampai ¾ jarak
pilar anterior-uvula
T4 = batas medial tonsil melewati ¾ jarak pilar anterior-uvula atau lebih.
2.1.2.1.2 Terapi
Tonsillectomy. Tetapi apabila tidak terdapat pembesaran yang memenuhi kriteria
untuk dilakukan tonsillectomy dapat diberikan obat kumur atau tablet hisap untuk menjaga
oral hygiene.
2.1.2.1.2.1 Indikasi, kontraindikasi dan komplikasi tonsilektomi
Indikasi tonsilektomi. Menurut HTA 2004 :
Indikasi absolut tonsilektomi
1. Hipertrofi tonsil yang menyebabkan: obstruksi saluran pernafasan, gangguan tidur,
mendnegkur, dan disfagia berat
4. Tonsillitis kronik atau berulang sebagai fokal infeksi untuk penyakit-penyakit lain
Indikasi relative tonsilektomi
1. Terjadi 7 episode atau lebih infeksi tonsil pada tahun sebelumnya, atau 5 episode
atau lebih infeksi tonsil tiap tahun oada 2 tahun sebelunya atau 3 episode atau lebih
infeksi tonsil tiap tahun pada 3 tahun sebelumnya dnegan terapi antibiotic yang
adekuat
3. Halitosis akibat tonsillitis kronik yang tidak membaik dengan pemberia terapi medis
4. Tonsillitis kronik atau berulang pada karier streptokokkus beta hemolitikus yang
tidak membaik dengan pemberian antibiotic resisten beta laktam.
2. penyakit-penyakit perdarahan :
- leukemia
- hemophilia
- anemia
- hemoragia diastesa
3. KU : jelek
4. Epidemic polio
6. Status asmatiku
Komplikasi Bedah
1. Perdarahan
Merupakan komplikasi tersering
2. Nyeri
Karena kerusakan mukosa dan serabut saraf glosofaringeus atau vagal, inflamasi,
dan spasme otot faringeus yang menyebabkan iskemia
Komplikasi lain:
Dehidrasi, demam, kesulitan bernafas, gangguan terhadap suara, aspirasi, otalgia,
pembengkakan uvula, insufisiensi velofaringeal, stenosis faring, lesi di bibir, lidah, gigi,
dan pneumonia.
2.1.2.1.3 Komplikasi
Radang kronik tonsil dapat menimbulkan komplikasi daerah sektarnya berupa
rhinitis kronik, sinusitis atau otitis media secara perkontinuitatum. Komplikasi jauh terjadi
secara hematogen atau lomfogen dan dapat timbul endocarditis, artritis, myositis, nefritis,
uvitis, iridosiklitis, dermatitis, pruritus, urtikaria dan furunkulosis.
2.2 Faring
2.2.1 Anatomis dan Fisiologi Faring
Faring adalah suatu kantong fibromuskular yang bentuknya seprti corong, yang besar
dibagian atas dan sempit dibagian bawah. Kantong ini mulai dari dasar tengkorak terus
menyambung ke esophagus setinggi vertebra servikal ke-6. Ke atas, faring berhubungan
dengan hidung melalui koana, ke depan berhubungan dengan rongga mulut melalui ismus
orofaring, sedangkan dengan laring dan ke bawah berhubungan melalui aditus laring dan ke
bawah berhubungan dengan esophagus. Panjang dinidng [osterior faring pada orang dewasa
kurang lebih 14 cm, bagian ini merupakan bagian dinding faring yang terpanjang. Dinidng
faring dibentuk oleh (dari dalam keluar) selaput lender, fasia faringobasilier, pembungkus
otot dan sebagian fasia bukofaringeal. Faring terbagi atas nasofaring, orofaring, dan
laringofaring (hipofaring). Unsur-unsur faring meliputi mukosa, palut lender (mucous
blanket) dan otot.
Mukosa
Bentuk mukosa faring bervariasi, tergantung pada letaknya. Pada nasofaring karena
fungsinya untuk saluran respirasi, maka mukosanya bersilia, sedangkan epitelnya torak
berlapis yang mengandung sel goblet. Di bagian bawahnya, yaitu orofaring dan
laringofaring, karena fungsinya untuk saluran cerna, epitelnya gepeng berlapis dan tidak
bersilia.
Disepanjang faring dapat ditemukan banyak sel jaringan limfoid yang terletak dalam
rangkaian jaringan ikat yang termasuk dalam system retikuloendotelial. Oleh karena itu
faring dapat disebut juga daerah pertahanan tubuh terdepan.
Gambar 3. Epitel Mukosa Faring
Pendarahan
Faring mendapat darah dari beberapa sumber dan kadang-kadang tidak beraturan.
Yang utama berasal dari cabang a.karotis eksterna (cabang faring asendens dan cabang
fasial) serta dari cabang a.maksila interna yakni cabang palatine superior..
2. Orofaing
Orofaring disebut juga mesofaring, dengan batas atanya palatum mole, batas bawah
adalah tepi atas epiglottis, ke depan adalah rongga mulut, sedangkan ke belakang
adalah vertebra servikal.
Struktur yang terdapat di rongga orofaring adalah dinding posterior faring, tonsil
palatine, fosa tonsil serta arkus faring anterior dan posterior, uvula, tonsil lingual dan
foramen sekum.
Diding posterior faring
Secara klinik dinding posterior faring penting karena ikut terlibat pada radang akut
atau radang kronik faring, abses retrofaring, serta gangguan otot-otot di bagian
tersebut. Gangguan otot posterior faring bersama-sama dengan otot palaum mole
berhubungan dengan gangguan n.vagus.
3. Laringofaring (Hipofaring)
Batas laringofaring disebelah superior adalah tepi atas epiglottis, batas anterior ialah
laring, batas inferior ialah esophagus serta batas posterior ialah vertebra servikal. Bila
laringofaing diperiksa laring tidak langusng atau dengan laringoskop pada
pemeriksaan laring langusng, maka struktur pertama yang tampak dibawah dasar
lidah ialah valekula. Bagian ini merupakan dua buah cekungan yang dibentuk oleh
ligamentum glosoepiglotika medial dan lagamentum glosoepiglotika lateral pada tiap
sisi. Valekula disebut juga “kantong pil” (pill pockets), sebab pada beberapa orang,
kadang-kadang bila menelan pil akan tersangkut dibagian tersebut.
Dibawah valekula terdapat epiglottis. Pada bayi epiglottis ini berbentuk omega dan
pada perkembangannya akan lebih melebar, meskipun kadang-kadang bentuk
infantile (bentuk omega) ini tetap sampai dewasa. Dalam perkembangannya,
epiglotis ini dapat menjadi demikian lebar dan tipisnya sehingga pada pemeriksaan
laringoskopi tidak langsung tampat menutupi pita suara. Epiglotis berfungsi juga
untuk melindungi (proteksi) glottis ketika menelan minuman atau bolus makanan,
pada saat bolus tersebut menuju ke sinus piriformis dan ke esophagus.
Nervus laring superior berjalan di bawah dasar sinus piriformis pada tiap sisi
laringofaring. Hal ini penting untuk diketahui pada pemberian analgesia local di
faring dan laring pada tindakan laringoskopi langsung.
Ruang Faringal
Ada dua ruang yang berhubungan dengan faring yang secara klinik mempunyai arti
penting, yaitu ruang retrofaring dan ruang parafaring.
1. Ruang retrofaring
Dinding anterior ruang ini adalah dinding belakang faring yang terdiri dari mukosa
faring, fasia faringobasilaris dan otot-otot faring. Ruang ini berisi jaringan ikat dan
fasia prevertebralis. Ruang ini mulai dari dasar tengkorak di bagian atas sampai batas
paling bawah dari fasia servikalis. Serat-serat jaringan ikat di garis tengah
mengikatnya pada vertebra. Disebelah lateral ruang ini berbatasan dengan fosa
faringomaksila. Abses retrofaring sering ditemukan pada bayi atau anak.
Kejadiannya ialah karena di ruang retrofaring terdapat kelenjar-kelenjar limfa. Pada
peradangan kelenjar limfa itu, dapat terjadi supurasi, yang bilamana pecah, nanahnya
akan tertumpah du dalam ruang retrofaring. Kelenjar limfa di ruang retrofaring ini
akan banyak menghilang pada pertumbuhan anak.
2. Ruang Parafaring
Ruang ini berbentuk kerucut dengan dasarnya yang terletak pada dasar tengkorak
dekat foramen jugularis dan puncaknya pada kornu mayus os hyoid. Ruang ini
dibatasi dibagian dalam oleh m.konstriktor faring superior, batas luarnya adalah
ramus asenden mandibular yang melekat dengan m.pterigoid interna dan bagian
posterior kelenjar parotis.
Fosa ini dibagi menjadi dua bagian yang tidak sama besarnya oleh os stiloid dengan
otot yang melekat padanya. Bagian anterior (presteloid) adalah bagian yang lebih
luas dan dapat mengalami proses supuratif sebagai akibat tonsil yang meradang,
beberapa bentuk mastoiditis atau petrositis, atau dari karies dentis.
Bagian yang lebih sempit di bagian posterior (post stiloid) berisi a.karotis interna,
v.jugularis interna, n.vagus, yang dibungkus dalam suatu sarung yang disebut
selubung karotis (carotid sheath). Bagian ini dipisahkan dari ruang retrofaring oleh
suatu lapisan fasia yang tipis.
Fungsi Faring
Fungsi faring yang terutama ialah untuk respirasi, pada waktu menelan, resonansi
suara dan untuk attikulasi.
Pada fungsi menelan terdapat 3 fase dalam proses menelan yaitu fase oral, fase
faringal, fase esofagal. Fase oral, bolus makanan dari mulut menuju ke faring. Gerekan disini
disengaja (voluntary). Fase faringal yaitu pada waktu transport bolus makanan melalui
faring. Gerakan disini tidak sengaja (involuntary). Fase esofagal, disini gerakannya tidak
disengaja, yaitu pada waktu bolus makanan bergerak secara peristaltic di esophagus menuju
lambung.
2.2.2 Faringitis
Faringitis merupakan peradangan dinding faring yang dapat disebabkan oleh virus
(40-60%), bakteri (5-40%), alergi, trauma, toksin, dan lain-lain. Virus dan bakeri melakuakn
invasi ke faring dan menimbulkan reaksi inflamasi lokal, infeksi bakteri grup A
streptococcus β hemoliticus dapat menyebabkan kerusakan jaringan yang hebat, karena
bakteri ini melepaskan toksi ekstrasekukar yang dapat menimbulkan demam reumatik,
kerusakan katup jantung, glomerulonephritis akut karena fungsi glomerulus terganggu akibat
terbentuknya kompleks antigen-antibodi. Bakteri ini banyak menyerang anak usia sekolah,
orang dawasa dan jarang pada anak umur kurang dari 3 tahun. Penularan infeksi melalui
secret hidung dan ludah (droplet infection).
Etiologi dan patologi. Penyebab faringitis dapat bervariasi dari oraganisme yang
menghasilkan eksudat saja atau perubahan kataral samapi menyebabkan edema dan bahkan
ulserasi. Pada stadium awal, terdapat hyperemia, kemudian edema dan sekresi yang
meningkat. Eksudat mula-mula serosa tapi menjadi menebal atau berbentuk mucus dan
kemudian cenderung menjadi kering dan dapat melekat pada dinding faring. Dehan
hyperemia, pembuluh darah faring menjadi melebar.
Gejala dan tanda. Pada awitan penyakit, penderita mengeluh rasa kering atau gatal
pada tenggorokan. Malaise dan sakit kepala adalah keluhan biasa. Bisanya terdapat suhu
yang sedikit meningkat. Eksudat pada faring menebal. Eksudat ini sulit untuk dikeluarkan,
dengan suara parau, usaha mengeluarkan dahak dari kerongkongan dan batuk. Keparauan
terjadi jika peradangan mengenai laring.
Anamnesis
Keluhan kelainan di daerah faring dan rongga mulut umumnya adalah 1) nyeri
tenggorok, 2) nyeri menelan (odinofagia), 3) rasa banyak dahak di tenggorokan, 4) sulit
menelan (disfagia), 5) rasa ada yang menyumbat atau mengganjal.1,2,3
Nyeri tenggorok. Keluhan ini dapat hilang timbul atau menetap. Apakah nyeri
tenggorok ini disertai dengan demam, batuk, serak, dan tenggorok terasa kering.
Apakah pasien merokok dan berapa jumlahnya per hari.
Nyeri menelan (odinofagia) merupakan rasa nyeri di tenggorok waktu gerakan
menelan. Apakah rasa nyeri ini dirasakan sampai ke telinga.
Dahak di tenggorok merupakan keluhan yang sering timbul akibat adanya inflamasi
di hidung dan faring. Apakah dahak ini berupa lendir saja, pus, atau bercampur darah.
Dahak ini dapat turun, keluar bila dibatukkan atau terasa turun di tenggorok.
Sulit menelan (disfagia) sudah berapa lama dan untuk jenis makanan cair atau padat.
Apakah juga disertai muntah dan berat badan menurun dengan cepat, apakah makin
lama makin betambah berat.
Rasa sumbatan di leher (sense of lump in the neck) sudah berapa lama, tempatnya
dimana.
Keluhan pasien pada hipofaring dan Laring dapat berupa : 1) suara serak, 2) batuk,
3) rasa ada sesuatu di leher. 1,2,3
Suara serak (disfoni) atau tidak keluarnya suara sama sekali (afoni) sudah berapa
lama dan apakah sebelumnya menderita peradangan di hidung atau tenggorokan.
Apakah keluhan ini disertai dengan batuk, rasa nyeri dan penurunan berat badan.
Batuk yang diderita pasien sudah berapa lama, dan apakah ada factor sebagai
pencetus batuk tersebut seperti rokok, udara yang kotor serta kelelahan. Apa yang
dibatukkan, dahak kental, bercampur darah dan jumlahnya. Apakah pasien seorang
perokok.
Rasa ada sesuatu di leher merupakan keluhan yang sering dijumpai dan perlu
ditanyakan sudah berapa lama diderita, adakah keluhan lain yang menyertainya serta
hubungannya dengan keletihan mental dan fisik.
Dari keluhan utama yang ada, kita harus mengurutkan kronologi mengenai keadaan
pasien sejak sebelum terdapat keluhan sampai dibawa ke dokter. Setelah keluhan utama
disampaikan kita perlu tahu sudah sejak kapan keluhan itu berlangsung dan sudah berapa
lama sejak keluhan terjadi sampai saat datang ke dokter. Dari situ, kita harus tahu apakah
keluhan terjadi mendadak atau perlahan atau mungkin hilang timbul.3
Riwayat penyakit sebelumnya juga penting untuk ditanya seperti apakah pernah
mengalami keluhan seperti ini sebelumnya atau baru pertama kali, riwayat pengobatan
bagaimana? Apakah ada perbaikan setelah pengobatan yang diterima? Bagaimana dengan
riwayat imunisasinya?3
Riwayat keluarga pasien, apakah ada yang mengalami keluhan yang sama seperti ini
sebelumnya. Dan ditanya juga mengenai riwayat social, antara lain mengenai tempat tinggal
pasien, apakah ada penyakit menular disekitar tempat tinggal?3
Rusmarjono, Kartoesoediro S. Tonsilitis kronik. In: Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga
Hidung Tenggorok Kepala & Leher ed Keenam. FKUI Jakarta: 2007. p212-25.
Christopher MD, David HD, Peter JK. Infectious Indications for Tonsillectomy. In: The
Richard SS. Pharinx. In: Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran. Edisi 6. Jakarta: ECG,
2006. p795-801.
Boies AH. Rongga Mulut dan Faring. In: Boies Buku Ajar Penyakit THT. Jakarta: ECG,
1997. p263-340
Amalia, Nina. Karakteristik Penderita Tonsilitis Kronis D RSUP H. Adam Malik Medan
Bailey BJ, Johnson JT, Newlands SD. Tonsillitis, Tonsillectomy, and Adenoidectomy. In:
Indo Sakka, Raden Sedjawidada, Linda Kodrat, Sutji Pratiwi Rahardjo. Lapran Penelitian :
Setelah Tonsilektomi.
Nelson WE, Behrman RE, Kliegman R, Arvin AM. Tonsil dan Adenoid. In: Ilmu
Hassan R, Alatas H. Penyakit Tenggorokan. In: Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak jilid 2.
Surgery. p158-165
Andrews BT, Hoffman HT, Trask DK. Pharyngitis/Tonsillitis. In: Head and Neck
Harrison SE, Osborne E, Lee S. Home Care After Tonsillectomy and Adenoidectomy. In:
Acute and Chronic Rhinitis. Dalam Dhingra P.L. Disease of Ear, Nose and Throat. Edisi 4. New
Adam G.L. Boeis L.R. Hingler P.A. Rinitis. Dalam Buku Ajar Penyakit THT. Edisi 6. Jakarta.
Soepardi E.A. Iskandar N.I. Bashiruddin J. dkk. Infeksi hidung. Dalam Buku Ajar Ilmu Kesehatan