Anda di halaman 1dari 26

Bagian Ilmu Bedah Reflekasi Kasus

Fakultas Kedokteran Universitas Alkhairaat Januari 2020


RSU AnutapuraPalu

APPENDISITIS AKUT

Oleh:

Nini Inriani Lukman,S.Ked


(1217777 14 178)

Pembimbing:

dr. Alfreth Langitan,Sp.B.,FInaCS.,FICS

DISUSUN UNTUK MEMENUHI TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN ILMU BEDAH
DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT BEDAH
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS AL-KHAIRAAT
PALU
2020

1
HALAMAN PENGESAHAN

Yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa:

Nama : Nini Inriani Lukman, S.Ked


No. Stambuk : 12 17 777 14 178
Fakultas : Kedokteran
Program Studi : Pendidikan Dokter
Universitas : Alkhairaat Palu

Judul Referat : Appendisitis Akut


Bagian : Bagian Ilmu Bedah

Bagian Ilmu Bedah


RSU ANUTAPURA PALU
Program Studi Pendidikan Dokter
Fakultas Kedokteran Universitas Alkhairaat

Palu, Januari 2020

Pembimbing Mahasiswa

dr. Alfreth Langitan,Sp.B.,FInaCS.,FICS Nini Inriani Lukman,S.Ked

2
BAB I

PENDAHULUAN

Appendisitis adalah peradangan yang terjadi pada Appendiks vermicularis.


Appendiks merupakan organ tubular yang terletak pada pangkal usus besar yang
berada di perut kanan bawah. Organ ini mensekresikan IgA namun seringkali
menimbulkan masalah bagi kesehatan. Appendisitis akut merupakan keadaan darurat
abdomen paling umum yang membutuhkan perawatan bedah dan menunjukkan resiko
seumur hidup sebesar 7%. Insiden keseluruhannya adalah sekitar 11 kasus per 10.000
individu per tahun, dan dapat terjadi pada usia berapapun antara 15 dan 30 tahun usia
ada peningkatan 23 kasus per 10.000 penduduk/tahun, dan kemudian mengalami
penurunan.1,2
Appendisitis akut merupakan salah satu penyebab nyeri abdomen akut yang
paling sering ditemukan. Hipotesis penyebab paling umum adalah adanya obstruksi
lumen yang berlanjut menjadi kerusakan dinding appendiks dan pembentukan abses.
Berbagai hal berperan sebagai faktor pencetus appendisitis, namun sumbatan lumen
appendiks merupakan faktor yang diajukan sebagai pencetus disamping hyperplasia
jaringan limfoid, tumor appendiks, dan cacing askaris dapat menyebabkan sumbatan.
Penyebab yang lain yang diduga dapat menimbulkan appendisitis adalah erosi
mukosa appendix karena parasite seperti E.histolytica.1
Penelitian epidemiologi menunjukkan peranan kebiasaan konsumsi makanan
rendah serat dan pengaruh konstipasi terhadap timbulnya apendisitis. Konstipasi akan
menaikkan tekanan intrasekal, yang berakibat timbulnya sumbatan fungsional
apendiks dan meningkatnya pertumbuhan kuman flora kolon. Semua ini akan
mempermudah timbulnya appendisitis akut. Semua kasus apendisitis memerlukan
tindakan pengangkatan apendiks yang terinflamasi, baik dengan laparatomi maupun
dengan apendektomi.1,2

3
Berikut ini akan dibahas refleksi kasus Nn.N dengan diagnosis susp.
Appendisitis yang dirawat di ruangan garuda bawah RS Anutapura Palu Desember
2019.

4
BAB II

LAPORAN KASUS

1. IDENTITAS PASIEN
Nama : Nn. NA
Umur : 19 Tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : Jln. Uwenumpu
Pekerjaan : Pelajar
Tanggal pemeriksaan : 17 Desember 2019

2. ANAMNESIS (Autoanamnesis)
a. Keluhan utama:
Nyeri perut bagian kanan bawah

b. Riwayat penyakit sekarang :


Pasien masuk Rumah Sakit dengan keluhan nyeri perut bagian kanan
bawah yang dirasakan sejak tadi malam sebelum ke Rumah Sakit sekitar
pukul 18.00 malam (6 jam sebelum masuk masuk RS), nyeri perut dirasakan
secara tiba-tiba, terus menerus, dan seperti tertusuk-tusuk. Awalnya 2 hari
sebelumnya pasien mengeluhkan nyeri ulu hati tetapi membaik dengan
istirahat dan konsumsi promag, tetapi pada malam hari nyeri berpindah ke
bagian perut kanan bawah dan dirasakan semakin memberat terutama pada
saat pasien bergerak. Nyeri ulu hati (+), mual(+), muntah(+) sejak tadi pagi
sebanyak kurang lebih 7 kali, muntah berupa makanan dan minuman yang
dikonsumsi, penurunan nafsu makan (-), demam (+) sejak malam hari,
pusing(+), sakit kepala (-), BAB (+) terakhir 2 hari yang lalu, kosistensi biasa,
bercampur darah(-), lendir(-), riwayat BAB tidak lancar (+), dan BAK lancar.

5
Riwayat menarche umur 11 tahun, menstruasi teratur tiap bulan, siklus 30
hari. Riwayat keputihan tidak ada.

c. Riwayat penyakit terdahulu :


Riwayat Hipertensi (-)
Riwayat DM (-)
Riwayat Maag (+)

d. Riwayat penyakit keluarga: Tidak ada yang mengalami keluhan yang sama
dengan yang dialami oleh pasien.

e. Riwayat pengobatan : Pasien mengkonsumsi promag di rumah.

3. PEMERIKSAAN FISIK
Status generalisata
Keadaan umum : Sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis, GCS : E4M6V5
Tanda-tanda vital
Tekanan darah : 120/80 mmHg
Nadi : 123 kali/menit
Pernafasan : 24 kali/menit
Suhu aksilla : 37,6 oC
VAS : 4-5
Kepala : Bentuk: Normochepal
Mata : Konjungtiva : Anemis (-/-)
Sclera : Ikterik (-/-)
Pupil : Isokor (+/+), ukuran ( 2,5 mm/2,5 mm)
Leher : Pembesaran kelenjar getah bening (-)
Pembesaran kelenjar tiroid : (-)

6
Thorax
Inspeksi : Simetris bilateral
Palpasi : Vocal fremitus kanan (=) kiri, nyeri tekan (-)
Perkusi : Sonor (+/+)
Auskultasi : Vesikuler (+/+), rhonki (-/-), whezzing (-/-)

Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak (+)
Palpasi : Ictus cordis teraba pada SIC V linea midclavivula sinistra (+)
Perkusi : Batas jantung normal (+)
Auskultasi : Bunyi jantung I/II murni regular (+), gallop (-), murmur (-)

Abdomen
Inspeksi : Kesan datar (+) normal, distensi (-), jejas (-)
Auskultasi : Peristaltik usus (+) kesan normal
Perkusi : Tymphani (+)
Palpasi : Nyeri tekan (+) epigastrium dan Mc Burney (+)
Rovsing sign (+) Blumberg sign (-)

Ekstremitas
- Superior : Akral hangat (+/+), Edema (-/-)
- Inferior : Akral hangat (+/+), Edema (-/-)

Pemeriksaan tambahan :
Psoas sign (-), Obturator sign (-)

7
Alvarado Score :
- Migration of pain :1
- Anorexia :0
- Nausea :1
- Tenderness :2
- Rebound pain :0
- Elevated temperature : 1
- Leucocytosis :2
- Shift to the left :1
- Total :8

Status lokalis
Regio : Abdomen (Inguinal dextra)
Inspeksi : Tampak datar, kesan normal (+). Distensi (-). Sikatriks (-). Jejas (-).
Auskultasi : Peristaltik (+) kesan normal
Perkusi : Thympani (+)
Palpasi : Nyeri tekan (+) pada region epigastrium dan regio Mc Burney (+),
defans muscular (-). Rovsing sign (+). Blumberg sign (-)

Rectal toucher : Pasien menolak untuk dilakukan pemeriksaan

4. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium ( 17 Desember 2019 )
a. Hematologi rutin
Parameter Nilai Satuan Nilai Rujukan
WBC 17,4 103/uL 4,0 – 9,0
RBC 4.89 106/uL 3,80 – 5,30
HGB 12,6 g/dL 12,0 18,0
HCT 39,3 % 36,0 – 56,0
PLT 452 103/uL 120 - 380
MCV 80.4 fL 80 – 100

8
MCH 25.8 pg 27 – 32
MCHC 32,1 g/dL 32 -36
Neut% 92,4 % 40 – 74
Neut # 21,6 103/uL 1.9-1.2
Ly% 6,6 % 20.0 – 40.0
Ly# 1.6 103/uL 1.0-4.3

GDS 97 mg/dl

5. RESUME
Pasien perempuan umur 19 tahun, masuk Rumah Sakit dengan
keluhan nyeri abdomen regio kuadran kanan bawah yang dirasakan sejak tadi
malam, sekitar pukul 18.00 malam (6 jam sebelum masuk RS), nyeri abdomen
dirasakan secara tiba-tiba, terus menerus, dan seperti tertusuk-tusuk. 1 hari
sebelumnya pasien mengeluhkan nyeri epigastrium yang membaik dengan
istirahat dan konsumsi promag, pada malam hari nyeri dirasakan berpindah ke
regio kanan bawah dan dirasakan semakin memberat terutama pada saat
pasien bergerak. Nyeri epigastrium(+), nausea(+), vomitus(+) dengan
frekuensi lebih dari 7 kali, vomitus berupa makanan dan minuman yang
dikonsumsi, febris(+) sejak malam hari, vertigo(+), BAB(+) terakhir 2 hari
yang lalu, kosistensi biasa, bercampur darah(-), lendir(-), riwayat konstipasi
(+), dan BAK lancar. Riwayat menarche umur 11 tahun, menstruasi teratur
tiap bulan, siklus 30 hari. Riwayat keputihan tidak ada.
Berdasarkan pemeriksaan fisik yang dilakukan didapatkan : Keadaan
umum sakit sedang dengan kesadaran compos mentis E4 M6 V5, tanda vital
didapatkan tekanan darah : 120/80 mmHg, nadi : 123 x/menit, pernapasan : 24
x/menit. Suhu axilla : 37,6°C. Pada pemeriksaan fisik didapatkan nyeri tekan
pada epigastrium dan regio Mc Burney. Status lokalis: pada regio inguinal
dextra didapatkan, inspeksi: tampak abdomen datar kesan normal, distensi
abdomen (-), sikatriks (-), jejas (-). Auskultasi: peristaltic (+) kesan normal.

9
Palpasi: Nyeri tekan pada regio epigastrium dan regio Mc Burney. Rovsing
sign (+). Alvarado score total 8 dengan interpretasi kemungkinan besar
appendicitis. Pada pemeriksaan penunjang hasil laboratorium didapatan
WBC : 17,4. PLT ; 4,52 dan Neut% : 92,4%.

6. DIAGNOSA KERJA
- Colic Abdomen ec. Susp Appendicitis

7. DIAGNOSIS DIFFERENSIAL
- Pelvic Inflamatory Disease
- Kehamilan Ectopik Terganggu (KET)
- Torsio Kista

8. PENATALAKSANAAN
- IVFD RL 20 tetes/menit
- Inj. Ceftriaxone 1 gr/12jam/IV (Skin test)
- Inj. Ranitidin 50 mg/8 jam/IV
- Drips Paracetamol 500 mg/8 jam/IV
- Cek β Hcg
- Cek HbsAg, Anti HCV
- USG Abdomen

9. FOLLOW UP

Hari/ Tanggal Follow Up


18 Desember 2019 S : Nyeri perut kanan bawah (+), nyeri uluhati (+), mual

10
PH 1 (+), muntah (-) demam (-), BAB biasa, BAK lancar.
O : KU: sakit sedang, compos mentis (E4V5M6)
TD: 120/70 mmHg, N: 98 x/menit, RR: 20 x/menit,
S: 37,4 oC. VAS 4-5
A : Colic abdomen ec. Susp. Appendicitis
P : - IVFD RL 20 tetes/menit
- Inj. Ceftriaxone 1gr/12jam/IV
- Inj. Rantidin 50 mg/8jam/IV
- Drips paracetamol 500 mg/8jam/ IV
- Cek HbsAg dan Anti HCV
- Rencana operasi cito hari ini bila pasien dan
keluarga setuju

Laboratorium ( 18 Desember 2019)

a. urinalisis
Pemeriksaan Urine Nilai
Hcg Negatif

b. Pemeriksaan darah
Pemeriksaan Nilai Nilai Rujukan
HbsAg Non reaktif ICT/Rapid
Anti HCV Non reaktif ICT/Rapid
CT 8.00 1-4
BT 3.00 4-12
Radiologi (Ultrasonography) :

Area Mc.Burney : Tampak target sign yang uncompresible

Kesan : Appendisitis akut

11
Laporan Operasi

Tanggal Operasi : 18 Desember 2019 Jam mulai Operasi : 11.20 wita


Jam selesai operasi : 12.20 wita
Ahli Bedah : Ahli anastesi :

12
dr. Muh. Ikhlas.m.Kes.,Sp.B.,FICS dr. Adjutor Donny Tandiarrang.Sp.An
Asisten 1 : dr. Dzaky Mubharak Penata Anatesi: Mtr. Sofyan

Diagnosis Pre Operatif : Appendiitis Akut


Nama Operasi Appendectomy
Golongan Operasi Cito
Diagnosis Post Operasi Appendicitis Acute

1. Pasien dibaringkan dengan posisi supine di atas meja operasi dibawah


pengaruh spinal anesthesia
2. Disinfeksi dengan draping procedure
3. Dilakukan insisi gridiron, diperdalam lapis demi lapis hingga mencapai
peritoneum parietalis dan dibuka hingga cavum peritoneum
4. Identifikasi caecum dan appendix vermiformis, kesan appendix vermiformis
meradang akut, hiperemis.
5. Mesoappendiks diligasi dan dipotong. Control perdarahan.
6. Dilakukan appendectomy, stump appendix double ligasi
7. Kontrol perdarahan dan bersihkan daerah operasi
8. Jahit peritoneum parietalis-otot tranversus abdominalis- obliqus abdominis
internus- aponeurosis otot obliquus abdominis externus- subcutis- kulit lapis
demi lapis
9. Luka operasi diverban
10. Operasi selesai

Lampiran foto operasi:

13
Instruksi Post Operasi :
- Inj. Ceftriaxon 1 gr/12 jam/ IV

14
- Inj. Ketorolac 30 mg/ 8 jam/IV
- Inj. Ranitidin 50 mg/ 8 jam/IV
- Inj. Asam Tranexamat 500 mg/ 8 jam/ IV

Follow up
19 Desember 2019 S : Nyeri luka post operasi(+) berkurang, demam(-),
PH 2/ POH 1 pusing(-), sakit kepala(-),nyeri uluhati(-),mual(-),
muntah(-), BAB(-), flatus(+), BAK lancar.
O : KU: sakit sedang, compos mentis (E4V5M6)
TD: 110/70 mmHg, N: 92 x/menit, R:20x/menit,
S: 36.8 oC
Status lokalis :
I : Tampak luka operasi yang tertutup kasa,
rembesan darah(-), pus(-).
A : Appendicitis akut post appendectomy
P: - Inj Ceftriaxon 1 gr/12jam/IV
- Inj Ketorolac 30 mg /8jam/IV
- Inj Ranitidin 5mg/8jam/IV
- Inj Asam traneksamat 500 mg/12jam/IV
- Mobilisasi

20 Desember 2019 S : Nyeri luka post operasi(+) berkurang, demam(-),


PH 3/ POH 2 pusing(-), sakit kepala(-), nyeri uluhati(-),mual(-),
muntah(-), BAB(+), BAK lancar.

15
O : KU: sakit sedang, compos mentis (E4V5M6)
TD:130/80 mmHg, N: 90 x/menit, R: 20 x/menit,
S: 36.6 oC
Status lokalis :
I : Tampak luka operasi yang tertutup kasa,
rembesan darah(-), pus(-).
A : Appendicitis akut post appendectomy
P: - Inj Ceftriaxon 1 gr/12jam/IV
- Inj Ketorolac 30 mg /8jam/IV
- Inj Ranitidin 5mg/8jam/IV
- Inj Asam traneksamat 500 mg/12jam/IV
- Mobilisasi
- Besok GV

21 Desember 2019 S : Nyeri luka post operasi(+) berkurang, demam(-),


PH 4/ POH 3 pusing(-), sakit kepala(-), nyeri uluhati(-), mual(-),
muntah(-), BAB(+), flatus(+), BAK lancar.
O : KU: sakit sedang, compos mentis (E4V5M6)
TD: 120/80 mmHg, N: 82 x/menit,R:20x/menit,
S: 36.4 oC
Status lokalis :
I : Tampak luka bekas operasi kering, rembesan
darah (-), pus(-)
A : Appendicitis akut post appendectomy
P: - Inj Ceftriaxon 1 gr/12jam/IV
- Inj Ketorolac 30 mg /8jam/IV
- Inj Ranitidin 5mg/8jam/IV
- Inj Asam traneksamat 500 mg/12jam/IV
- Mobilisasi

16
- Pasien boleh pulang

22 Desember 2019 S : Nyeri luka post operasi(-), demam(-), pusing(-),


PH 5/ POH 4 sakit kepala(-),nyeri uluhati(-),mual(-),muntah(-),
BAB(+), BAK lancar.
O : KU: sakit sedang, compos mentis (E4V5M6)
TD:130/80 mmHg, N: 90 x/menit, R: 20 x/menit,
S: 36.6 oC
Status lokalis :
I : Tampak luka operasi yang tertutup kasa,
rembesan darah(-), pus(-).
A : Appendicitis akut post appendectomy
P: - Cefadroxyl 2x500 mg
- Meloxicam 2x7,5 mg
- Pasien dipulangkan

10. DIAGNOSIS AKHIR


- Appendisitis Akut

11. PROGNOSIS
- Qua ad vitam: bonam
- Qua ad fungsionam: bonam
- Qua ad sanationam: bonam

BAB III

PEMBAHASAN

17
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang
pasien didiagnosis Colic abdomen susp. Appendisitis akut. Berdasarkan teori,
appendisitis merupakan salah satu penyakit akut abdomen dimana terjadi inflamasi
pada appendiks vermiformis. Appendisitis akut adalah peradangan appendiks yang
disebabkan oleh bakteri akibat tersumbatnya lumen karena fekalit, hiperplasia
jaringan limfoid dan cacing usus. Obstruksi lumen merupakan penyebab utama
apendisitis. Obstruksi lumen mengakibatkan terjadinya sumbatan pada bagian
proksimal dan sekresi normal mukosa appendiks segera menyebabkan distensi. Pada
pasien ini didapatkan beberapa hasil pemeriksaan yang mengarahkan pada
appendisitis akut.1,2.3.4
Pada anamnesis didapatkan gejala berupa nyeri pada epigastrium.
Berdasarkan teori nyeri disebabkan oleh adanya obstruksi pada lumen appendiks
yang akan menyebabkan peningkatan tekanan intralumen. Tekanan yang meningkat
akan menyebabkan appendiks mengalami hipoksia, menghambat aliran limfe dan
memudahkan invasi bakteri. Infeksi menyebabkan appendiks edema sehingga
merangsang serabut saraf aferen viseral yang masuk ke sumsum tulang belakang di
T8-T10. Pada saat inilah terjadi appendisitis akut fokal yang ditandai oleh nyeri
epigastrium.2.3.4
Pasien juga mengeluhkan nyeri perut kanan bawah yang bersifat
kontinu. Berdasarkan teori nyeri tersebut merupakan nyeri visceral yang berubah
menjadi nyeri somatis. Nyeri ini disebabkan oleh sekresi mukus yang terus berlanjut,
tekanan akan terus meningkat. Kemudian hal tersebut akan menyebabkan obstruksi
vena, edema bertambah, dan bakteri akan menembus dinding. Eksudat inflamasi yang
berasal dari dinding apendiks berhubungan dengan peritoneum parietale, serabut saraf
somatik akan teraktivasi dan nyeri akan dirasakan lokal pada apendiks, khususnya di
titik Mc Burney. Keadaan ini disebut dengan appendisitis supuratif akut.1.2
Gejala lain pada pasien ini didapatkan adanya mual yang disertai
muntah. Berdasarkan teori gejala gastrointestinal yang terjadi akibat adanya distensi
yang semakin bertambah sehingga pusat muntah akan diaktifkan dari saluran

18
pencernaan melalui aferen nervus vagus dan menyebabkan mual dan muntah dalam
beberapa jam setelah timbul nyeri perut. Jika mual muntah timbul mendahului nyeri
perut, dapat dipikirkan diagnosis lain. 1.2
Pada pemeriksaan fisik didapatkan suhu axilla : 37,6°C, hal tersebut
sejalan dengan teori yang mengatakan bahwa pengukuran suhu tubuh merupakan
salah satu pemeriksaan yang dilakukan pada kasus-kasus dengan kecurigaan
appendisitis. Kenaikan suhu tubuh melebihi suhu normal terjadi sebagai tanda adanya
infeksi seperti pada appendisitis.8 Pada appendisitis akut demam biasanya ringan,
dengan suhu sekitar 37,5-38,50C. Bila suhu lebih tinggi, mungkin sudah terjadi
perforasi. Bisa terdapat perbedaan suhu aksilar dan rektal sampai 1 0C.1 Namun pada
kasus ini pasien menolak untuk dilakukan pemeriksaan suhu rectal sehinggal sulit
untuk menilai perbedaan antara suhu axilla dan suhu rektal.
Pemeriksaan tambahan didapatkan nyeri tekan pada Mc Burney (+) dan
rovsing sign (+). Berdasarkan teori, pemeriksaan fisik pada palpasi dilakukan
penekanan perut kiri bawah akan dirasakan nyeri di perut kanan bawah yang disebut
tanda Rovsing. Pemeriksaan colok dubur menyebabkan nyeri bila daerah infeksi bisa
dicapai dengan jari telunjuk. Colok dubur pada anak tidak dianjurkan. Pemeriksaan
uji psoas dan uji obturator merupakan pemeriksaan yang lebih ditujukan untuk
mengetahui letak appendiks. Uji psoas dilakukan dengan rangsangan otot psoas lewat
hiperekstensi sendi panggul kanan atau fleksi aktif sendi panggul kanan, kemudian
paha kanan ditahan. Bila apendiks yang meradang menempel di otot psoas mayor,
tindakan tersebut akan menimbulkan nyeri. Uji obturator digunakan untuk
memeriksa apakah apendiks yang meradang bersentuhan dengan otot obturator
internus yang merupakan dinding panggul kecil. Gerakan fleksi dan endorotasi sendi
panggul pada posisi terlentang akan menimbulkan nyeri pada apendisitis pelvika.1
Pada pasien ini, pada uji psoas dan uji obturator didapatkan hasil negatif, dan
pemeriksaan rectal toucher tidak dilakukan karena pasien menolak untuk
dilakukan pemeriksaan.

19
Berdasarkan teori jumlah leukosit umumnya meningkat pada appendisitis akut
yakni sekitar 10.000-18.000 sel/mm3. Jumlah leukosit yang kurang dari 18.000
sel/mm3 umumnya terjadi pada apendisitis simpel dan leukosit yang lebih dari18.000
sel/mm3 menunjukkan adanya perforasi.6 Pada pemeriksaan penunjang pasien
didapatkan leukosit 17,4 103/uL atau <18.000 sel/mm3 berdasarkan teori diatas
leukosit <18.000 sel/mm3 tidak terjadi perforasi dan kemungkinan terjadi
Appendisitis simpel.6,8
Berbagai sistem penilaian telah dikembangkan untuk membantu diagnosis
apendisitis akut, dan sistem penilaian Alvarado adalah salah satunya. Berdasarkan
Konsensus umum penelitian, Alvarado skor adalah metode non-invasif, metode
diagnostik aman, sederhana, dan dapat digunakan kembali secara berulang dengan
tepat untuk membantu dalam menegakkan diagnosis appendisitis. Alvarado skor
memiliki enam variabel klinis dan dua laboratorium kuantifikasi dengan total poin
sepuluh, skor mencakup unsur-unsur dari riwayat pasien, pemeriksaan fisik dan dari
tes laboratorium.9
Sebuah mnemonic populer digunakan untuk mengingat Alvarado yang
dimodifikasi, yaitu MANTRELS. Dimana poin-poin tersebut mencakup 1. Migration
of pain: 2. Anorexia, 3. Nausea/ Vomitus, 4. Tenderness, 5. Rebound pain, 6.
Elevated temperature, 7.Leucocytosis, 8.Shift to the left. Leukositosis adalah dua
faktor yang paling penting ditetapkan masing-masing dua poin dan enam faktor
lainnya masing-masing satu poin, sehingga mencapai total skor 10 poin. Skor 1-4
menunjukkan sangat tidak mungkin untuk appendisitis, 5-7 kemungkinan appendisitis
dan 8-10 sangat mungkin appendisitis. Pada pasien didapatkan Alvarado skor.9
Berdasarkan hasil anamnesis dan pemeriksaan fisis pada pasien
didapatkan mantrels skor Migration of pain : 1, Anorexia : 0, Nausea : 1,
Tenderness : 2, Rebound pain : 0, Elevated temperature : 1, Leucocytosis : 2,
Shift to the left: 1, total: 8 dengan interpretasi sangat mungkin appendisitis.
Sehingga berdasarkan teori di atas pasien didiagnosis Appendisitis.

20
Pada keadaan tertentu beberapa penyakit perlu dipertimbangkan sebagai
diagnosis banding.1 Seperti pada kasus pasien berjenis kelamin perempuan
sehingga perlu untuk disingkirkan kemungkinan-kemungkinan penyakit lain
yang dapat menimbulkan gejala nyeri perut kanan bawah. Menurut teori terdapat
beberapa penyakit yang dapat memberikan gejala nyeri perut kanan bawah seperti:
Infeksi Radang Panggul (Pelvic nflamatory Disease), Kehamilan Ektopik, dan Torsio
Kista.
Diagosis banding pertama pada kasus adalah Infeksi radang panggul (Pelvic
Inflamatory Disease), Salpingitis akut kanan sering dikacaukan dengan appendisitis
akut. Dimana biasanya suhu lebih tinggi daripada appendisitis dan nyeri perut bagian
bawah lebih difus. Infeksi panggul pada wanita biasanya disertai keputihan dan
infeksi urin vagina , akan timbul nyeri hebat di panggul jika uterus digoyangkan.
Pada perempuan yang belum menikah dapat dilakukan colok dubur jika perlu untuk
diagnosis banding (PID). Pada pasien nyeri terlokalisir pada regio abdomen
kanan bawah dan pada anamnesis pasien tidak mempunyai riwayat keputihan,
tetapi pasien menolak dilakukan rectal toucher sehingga sulit untuk menilai ada
nyeri goyang portio atau tidak.
Diagnosis banding yang ke- 2 adalah Kehamilan ektopik. Pada kehamilan
ektopik hampir selalu ada riwayat terlambat haid dengan keluhan yang tidak
menentu. Jika ada ruptur tuba atau abortus kehamilan di luar kandungan dengan
perdarahan, maka akan timbul nyeri yang mendadak dan difus pada daerah pelvis dan
mungkin terjadi syok hipovolemik. Pada pemeriksaan vagina, didapatkan nyeri,
penonjolan rongga douglas dan pada kuldosintesis didapatkan darah.1 Pada kasus,
berdasarkan anmnesis diketahui bahwa pasien memiliki riwayat menstruasi
teratur tiap bulan, dan nyeri yang dialami terlokalisir disatu titik pada region
kanan bawah, serta dilakukan pemeriksaan urin β-Hcg dengan hasil negatif.
Hal tersebut bertujuan untuk memasitkan tidak ada kehamilan. Sehingga
diagnosis banding KET dapat disingkirkan.

21
Diagnosis banding ke 3 adalah Tosio kista. Pada torsio kista terdapat nyeri
mendadak dengan intensitas tinggi dan teraba massa dalam rongga pelvis saat
pemeriksaan palpasi abdomen, pada pemeriksaan vaginal toucher atau rectal toucher.
Serta tidak terdapat demam. Pemeriksaan ultrasonografi dapat menentukan
diagnosis.1 Pada kasus, nyeri abdomen timbul secara mendadak, terdapat
peningkatan suhu 37,6 C
̊ (demam), pada palpasi abdomen tidak didapatkan
massa pada regio abdomen kanan bawah, sedangkan rectal toucher tidak
dilakukan karena pasien menolak untuk dilakukan pemeriksaan.
Meskipun pemeriksaan klinis dilakukan dengan cermat dan teliti, diagnosis
klinis appendisitis akut masih mungkin salah pada sekitar 15-20%. Kesalahan
diagnosis lebih sering terjadi pada perempuan dibandingkan dengan laki-laki. Hal
tersebut didasari mengingat perempuan, terutama pada perempuan yang masih muda,
sering timbul gejala-gejala yang menyerupai appendisitis akut, seperti yang telah
dijelaskan diatas. Ultrasonografi abdomen perlu dilakukan bila diagnosis diragukan
terutama pada pasien wanita untuk menyingkirkan penyebab ginekologi. 1,9 Pada
pasien dilakukan ultrasonografi dengan hasil didapatkan pada Area
Mc.Burney: Tampak target sign yang uncompressible. Kesan : Appendisitis
akut. Sehingga ketiga diagnosis banding yang diajukan diatas dapat
disingkirkan, dan memperkuat diagnosis Appendisitis berdasarkan kriteria
Alvarado skor.
Bila diagnosis klinis sudah jelas, tindakan paling tepat dan merupakan satu-
satunya pilihan yang terbaik adalah Appendectomy. Penundaan tindak bedah sambil
memberikan antibotik dapat mengakibatkan abses atau perforasi.1 Pada kasus,
pasien dilakukan operasi cito Appendectomy.
Komplikasi yang paling membahayakan dari Appendisitis akut adalah
perforasi, baik berupa perforasi bebas maupun perforasi pada Appendiks yang telah
mengalami pendindingan sehingga menjadi massa yang terdiri atas kumpulan
appendiks, caecum, omentum, usus halus atau adneksa sehingga terbentuk massa
periapendikuler. Didalamnya dapat terjadi nekrosis jaringan berupa abses yang dapat

22
mengalami perforasi. Massa apendiks terbentuk sebagai upaya pertahanan tubuh
untuk membatasi proses radang, seperti pada apendisitis gangrenosa atau
mikroperforasi ditutupi atau dibungkus oleh omentum dan atau lekuk usus halus
sehingga terbentuk massa periapendikuler. Pada massa periapendikuler yang
pembentukan dindingnya belum sempurna, dapat terjadi penyebaran pus ke seluruh
rongga peritoneum. Perforasi apendiks akan mengakibatkan peritonitis purulenta
yang ditandai dengan adanya demam tinggi, nyeri semakin hebat yang meliputi
seluruh abdomen, perut menjadi kembung dan tegang. Nyeri tekan dan defans
muskuler terjadi diseluruh perut.1 Pada pasien tidak ditemukan tanda-tanda
komplikasi baik itu massa periappendicular ataupun tanda-tanda perforasi.
Dimana pada palpasi abdomen tidak ditemukan massa pada regio kanan bawah
yang mengindikasikan adanya massa periappendicular. Kemudian terdapat
peningkatan suhu yang tidak lebih dari 38,5 ̊C, nyeri terlokalisir pada
epigastrium dan regio kanan bawah, tidak ditemukan adanya defans muscular.
Pada Apendisitis tanpa komplikasi. Setelah diagnosis apendisitis akut dibuat,
pasien tidak boleh diberi intake oral. Pemberian cairan berupa Ringer laktat harus
dimulai. Penggunaan antibiotik pasca operasi dianjurkan untuk mengurangi resiko
infeksi luka. Appendectomy harus dilakukan tanpa penundaan. Pada Apendisitis
dengan komplikasi pemberian antibiotik intravena harus dimulai segera dan
dilanjutkan sampai pasien berhenti demam dan leukositosis terkoreksi. 10 Pada pasien
diberikan antibiotik golongan sefalosforin Ceftriaxon 1 gr/12 jam/IV, analgetik
golongan Anti inflamasi non steroid Ketorolac 30mg/8 jam/IV, H2 reseptor
blocker untuk mencegah regurgitasi asam lambung Ranitidin 50mg/8 jam/IV,
dan anti perdarahan Asam Traneksamat 500 mg/ 8 jam/IV.
Pada pasien tidak didapatkan komplikasi ataupun penyulit sehingga prognosis
pada pasien adalah bonam.

BAB IV

23
KESIMPULAN

Berdasarkan pembahasan mengenai kasus ini, dapat ditarik kesimpulan sebagai


berikut.
1. Apendisitis akut adalah salah satu penyebab nyeri abdomen akut yang paling
sering ditemukan. Hipotesis penyebab paling umum adalah adanya obstruksi
lumen yang berlanjut kerusakan dinding apendiks.
2. Diagnosis apendisitis ditegakkan berdarkan anamnesis, pemeriksaan fisik,
pemeriksaan laboratorium, dan ultrasonography (USG). Ultrasonografi abdomen
perlu dilakukan bila diagnosis diragukan terutama pada pasien wanita untuk
menyingkirkan penyebab ginekologi.
3. Gejala klinis meliputi nyeri epigastrium yang lama kelamaan menjalar keperut
kanan bawah tepatnya di titik Mc Burney, dapat pula nyeri di seluruh perut pada
fase tertentu. Dapat dijumpai mual, muntah, anoreksia, dan demam. Manuver
Rovsing’s sign, Blumberg sign, dan Psoas sign dapat dilakukan dalam membantu
penegakan diagnosis.
4. Penegakan diagnosis Appendisitis dapat ditegakkan menggunakan Alvarado
skor. Dimana total Skor 1-4 menunjukkan sangat tidak mungkin untuk
appendisitis, 5-7 kemungkinan appendisitis dan 8-10 sangat mungkin
appendisitis.
5. Komplikasi appendisitis akut dapat berupa massa periappendikuler,
appendisitis supurativ a, appendisitis gangrenosa, sampai perforasi yang dapat
berakibat peritonitis.

24
DAFTAR PUSTAKA

1. R. Sjamsuhidajat, Wim de Jong. 2017. Buku Ajar Ilmu Bedah : Apendiks


Vermivormis.Jakarta: EGC.page 755-764.
2. Warsiningsih. Appendisitis Akut. Diakses dari https://med.unhas.ac.id, pada 24
Desember 2019.
3. Frederick Thurston Drake, Anee Bangu, et all. 2015. Acute Appendicitis : Modern
Understanding Of Phatogenesis, Diagnosis And Management. Emergency Surgery
1. Vol 386 september 26, 2015.https://www.researchgate.net. 24 Desember 2019.
4. Petroainu Andi and Vinicius Thiago. 2016. Review article Pathophysiology of
Acute Appensicitis. Department of Surgery, School of Medicine of the Federal
University of Minas Gerais, Brazil. Diakses dari https://www.jscimedcentral.com,
pada 20 Desember 2019.
5. Raikwar, Dhakad Varsha, et all. 2017. A Comparitive Study of Alvarado Score and
Ripasa Score in the Diagnosis of Acute Appendicitis. Department of Surgery,
MGM Medical College And M.Y. Hospital. Diakses dari
https://pdfs.semanticscholar.org, pada 21 Desember 2019
6. Yusmaidi. 2016. Hubungan Peningkatan Laju Edap Darah (LED) Dengan Jumlah
Leukosit pada Pasien Appendisitis Infiltrate di RSUD Dr.H. Abdul Moelek Bandar
Lampung Tahun 2010-2014. Diakses dari http://www.ejurnal.malahayati.ac.id,
pada 20 September 2019
7. Mos Calin, Ile Teodor, et all. 2009. Ultrasonographic Diagnosis of Acute
Appendicitis. Faculty of Medicine and Pharmacy Oradea University and County
Hospital, Beius, Romania. Diakses dari http://www.medultrason.ro, pada 20
September 2019
8. Windy C.S, 2016 Perbandingan Antara Suhu Tubuh, Kadar Leukosit, dan Platelet
Distribution Width pada Appendisitis Akut dan Appendisitis Perforasi di Rumah
Sakit Umum Anutapura Palu tahun 2014.

25
9. Jade S Raja, M Muddebihal Uday, N Naveen. 2016. Modified Alvarado Score and
its Aplication in the Diagnosis of Acute Appendicitis. EJCMR. Vol 3. Diakses dari
https://www.researchgate.net/publication pada tanggal 28 Desember 2020
10. Lobo N Dileep. Davis M John. 2018. BMJ Best Practice topic is based on the
web version that was last updated. BMJ Publishing Group Ltd 2020. Diakses dari
https://Bestpractice.bmj.com pada tanggal 28 Desember 2020

26

Anda mungkin juga menyukai