Anda di halaman 1dari 54

CASE REPORT SESSION (CRS)

* Kepaniteraan Klinik Senior / G1A221118 / Desember 2022


** Pembimbing / dr. Andy Hutariyus, Sp.An

GENERAL ANESTESIA DAN EPIDURAL PADA TINDAKAN


LAPAROTOMI EKSPLORASI ATAS INDIKASI TUMOR CAPUT
PANKREAS

Gumaya Indriana Utami, S.Ked *

dr. Andy Hutariyus, Sp.An **

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR


BAGIAN ILMU ANESTESI
RSUD RADEN MATTAHER PROVINSI JAMBI
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JAMBI
2022
HALAMAN PENGESAHAN

CASE REPORT SESSION (CRS)

GENERAL ANESTESIA DAN EPIDURAL PADA TINDAKAN


LAPAROTOMI EKSPLORASI ATAS INDIKASI TUMOR CAPUT
PANKREAS

Disusun Oleh :
Gumaya Indriana Utami, S.Ked
G1A221118

Kepaniteraan Klinik Senior

Bagian Ilmu Anestesi

RSUD Raden Mattaher Prov. Jambi

Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Universitas Jambi

Laporan ini telah diterima dan dipresentasikan


Pada Desember 2022

Pembimbing

dr. Andy Hutariyus, Sp.An

i
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur kepada Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah Case Report Session
(CRS) yang berjudul “General Anestesia dan Epidural pada Tindakan Lapatomi
Eksplorasi atas Indikasi Tumor Caput Pankreas” sebagai salah satu syarat
menyelesaikan Kepaniteraan Klinik Senior Bagian Ilmu Anestesi di Rumah Sakit
Umum Daerah Raden Mattaher Provinsi Jambi.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Andy Hutariyus, Sp.An yang
telah bersedia meluangkan waktu dan pikirannya untuk membimbing penulis
selama menjalani Kepaniteraan Klinik Senior Bagian Ilmu Anestesi di Rumah
Sakit Umum Daerah Raden Mattaher Provinsi Jambi.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan pada makalah Case
Report Session ini, sehingga penulis mengharapkan kritik dan saran untuk
menyempurnakan makalah ini. Penulis mengharapkan semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi penulis sendiri dan pembaca.

Jambi, Desember 2022

Gumaya Indriana Utami, S.Ked

ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL.............................................................................i
HALAMAN PENGESAHAN...............................................................ii
KATA PENGANTAR...........................................................................iii
DAFTAR ISI..........................................................................................iv
BAB I PENDAHULUAN......................................................................1
BAB II LAPORAN KASUS.................................................................2
BAB III TINJAUAN PUSTAKA.........................................................16
BAB IV ANALISA KASUS..................................................................42
BAB V KESIMPULAN.........................................................................45
DAFTAR PUSTAKA............................................................................46

iv
BAB 1
PENDAHULUAN

Tumor eksokrin pankreas pada umumnya berasal dari sel duktus dan sel
asiner. Sekitar 90% merupakan tumor ganas jenis adenokarsinoma duktus
pankreas, dan sebagian besar kasus (70%) lokasi kanker adalah pada kaput
pankreas. Kanker pankreas merupakan neoplasma ganas yang berasal dari
perubahan sel pada jaringan pankreas. Insiden karsinoma pankreas 7,6 per 100
ribu pertahun di Eropa Barat,kira-kira 2,5% dari semua kasus baru yang
terdiagnosa tumor dan 5% dari semua kanker. Kanker pankreas merupakan
penyebab nomor empat yang menyebabkan kematian di Amerika dan ke delapan
diseluruh dunia.11

Anestesi umum adalah tindakan meniadakan nyeri secara sentral disertai


hilangnya kesadaran dan bersifat reversible. Anestesi epidural berkelanjutan
adalah teknik neuraksial yang dapat diaplikasikan luas dibanding anestesi spinal
dosis tunggal. Teknik epidural banyak digunakan untuk anestesi operasi,
analgesikobstetrik, kontrol nyeri pasca operasi, dan manajemen nyeri kronis.2

Tujuan dari penggunaan anestesi epidural yang dikombinasikan dengan


anestesi umum tidak semata untuk menghalangi rangsangan nyeri melalui
serabut saraf afferent luka operasi tetapi juga simpatektomi yang selektif pada
daerah thorakal. Kombinasi dengan teknik anestesi umum akan mengurangi
kedalaman anestesi, kondisi hemodinamik yang lebih stabil dan pemulihan lebih
cepat.3

1
BAB II
LAPORAN KASUS
2.1 Laporan Pra Anestesi
a. Identitas Pasien
Nama : Tn. S
Jenis kelamin : Laki-Laki
Umur : 56 tahun
NO RM : 1017949
Alamat : Tanjung Jabung
Ruangan : Bangsal Bedah
Diagnosis : Tumor caput pankreas
Tindakan : Laparotomi eksplorasi
Masuk RS : 14 November 2022

b. Anamnesis
Keluhan utama : nyeri perut kanan atas yang memberat ± 1 miggu SMRS

Riwayat penyakit sekarang :


± 1 minggu SMRS, pasien mengeluh nyeri perut sebelah kanan atas
yang memberat ± 1 miggu SMRS. Nyeri dirasakan terus menerus dan
dirasakan seperti tertusuk-tusuk.

+ 1 bulan SMRS. Os mengeluhkan nyeri pada perut bagian kanan atas yang
dirasakan terus menerus. Os juga mengeluhkan mata berwarna kuning yang
diikuti oleh seluruh badan. Os juga mengeluhkan perut yang semakin
membesar, terasa kembung, mual, dan teraba benjolan pada perut bagian
kanan atas. Keluhan disertai demam dan menggigil. Os mengaku jarang
BAB meskipun sudah mengonsumsi serat yang cukup, BAB berjumlah
sedikit dengan konsistensi keras.
Anamnesis Pre-Operasi:
 A (Alergy) : tidak ada riwayat alergi terhadap obat-obatan, makanan,
maupun riwayat asma.

2
 M (Medication) : saat ini pasien tidak sedang mengkonsumsi dan
menjalani pengobatan apapun.
 P (Post Medical History) : pasien belum pernah berobat sebelumnya,
riwayat hipertensi (-), diabetes mellitus (-), mengorok saat tidur (-), kejang
(+), nyeri dada (-),merokok (-), alkohol (-), gigi palsu (-), keadaan psikis
tenang.
 L (Last Meal) : Pasien diminta puasa 6 jam sebelum operasi yaitu pukul
02.00 wib.
 E (Elicity history) : Pasien mengeluh nyeri perut kanan atas dan membesar
sejak 1 bulan SMRS, pasien datang ke IGD RSUD Raden Mattaher karena
keluhan nyeri perut kanan atas dan membesar.

Riwayat penyakit dahulu:


- Riwayat Asma : (-)
- Riwayat alergi makanan/obat : (-)
- Riwayat Operasi : (-)
- Riwayat hipertensi : (-)
- Riwayat DM : (-)
- Riwayat Tuberkulosis : (+) selesai pengobatan dan dinyatakan
negatif
- Riwayat penyakit lain : (-)

Riwayat penyakit keluarga:


- Riwayat keluhan yang sama (-)
- Riwayat asma (-)
- Riwayat alergi (-)
- Riwayat keganasan (-)
- Riwayat hipertensi : (-)
- Riwayat DM : (-)

3
Riwayat Sosial dan Ekonomi :

Riwayat Merokok (+) 2-3 bungkus sehari selama ± 46 tahun

c. Pemeriksaan Fisik
 Keadaan umum : Tampak sakit sedang
 Kesadaran : Compos mentis
 GCS : E4V5M6
 Vital Sign :
Tekanan darah : 120/90 mmHg
Nadi : 90 x/menit
RR : 20 x/menit
Suhu : 36,6 ºC
 Kepala : Normocephal,
 Mata : Konjungtiva anemis (+/+), sklera ikterik (-/-),
reflek
cahaya (+/+), pupil isokor
 THT : Perdarahan (-), gigi komplit, mallampati I
 Leher : Pembesaran KGB (-), nyeri tekan (-). Mallapati 3
 Thorax
Paru-paru
 Inspeksi : Pergerakan dinding dada simetris, barrel chest (+)
skar (-)
 Palpasi : Nyeri tekan (-), krepitasi (-)
 Perkusi : Sonor dikedua lapang paru
 Auskultasi : Vesikuler (+), ronkhi (-), wheezing (+) pada apeks
kanan
Jantung
 Inspeksi : Ictus cordis teraba di ICS V linea midclavicularis
sinistra

4
 Palpasi : Ictus cordis teraba di ICS V linea midclavicula
sinistra
 Perkusi : Batas jantung dalam batas normal
 Auskultasi : BJ I dan II reguler, murmur (-), gallop (-)

Abdomen
 Inspeksi : Distensi (+), sikatrik (-),
 Auskultasi : Bising usus menurun (+) 5 kali
 Palpasi : perut papan (+), nyeri tekan (+) pada kuadran
kanan atas, kanan bawah dan kiri atas, teraba massa pada 5 jari
dibawah arcus costae dengan batas tegas diameter ± 8cm dan
permukaan rata.
 Perkusi : Redup pada kuadran kanan atas, timpani pada
kuadran lain

 Ekstremitas Superior : Akral hangat, CRT<2 detik, edema (-/-)


 Ekstremitas Inferior : Akral hangat, CRT<2 detik, edema (+/+)

d. Pemeriksaan Penunjang
A. Pemeriksaan Laboratorium (14/11/2022)
Darah Rutin
WBC : 19,6x 103/L (H)
RBC : 3,62 x106/mm3 (L)
HGB : 11,6 gr/dL
HCT : 31,2 % (L)
PLT : 452 x 103/mm3 (H)
Masa Pendarahan (BT) : 2 menit
Masa Pembekuan (CT) : 3 menit
Faal Ginjal
Ureum : 27 mg/Dl (H)
Kreatinin : 0.73 mg/Dl (H)
Elektrolit

5
Natrium : 138.5 mmol/L
Kalium : 3.88 mmol/L
Clorida : 103.0 mmol/L

Faal Hati
SGOT : 86 u/l (H)
SGPT : 99 u/l (H)
Total Protein : 5,2 g/dl (L)
Albumin : 2,6 g/dl (L)
Globulin : 2,6 g/dl
Pencitraan
1. Foto Rontgen Thoraks PA (08/11/22)

Hasil:
Hasil :
• Cor : CTR <50 %. Kontur baik.
• Aorta normal.
• Mediastinum superior tidak melebar. Hilus kanan baik, kiri tertarik
ke kranial

6
• Tampak fibroinfiltrat dengan bronkiektasis sekitarnya di lapangan
atas-tengah kedua paru.
• Kedua hemidiafragma licin
• Kedua sudut kostofrenikus lancip
• Tulang-tulang costae bilateral kesan intak
Kesan:
Dapat sesuai gambaran TB paru bilateral
2. USG Abdomen (31/8/22)

Hasil:
Hasil Pemeriksaan USG Abdomen :
• Hepar: normal
• Lien: normal
• Ginjal dan sytem pelviocalyceal: normal
• Gallbladder, pancreas: area soft tissue intralumen CBD terminal
yang mengakibatkan dilatasi CBD dan distensi GB nyata. Dinding
GB tampak menebal difus. Namun tampak juga area patchy
hipoechoici di caput pancreas dengan dilatasi ductus pankreatikus
ringan
• Bowel: tidak ada temuan signifikan
• Nodul: tidak ada
• Buli: normal
• Prostat: normal
• cairan bebas: tidak ada

7
Kesan:
Gambaran diatas dapat merupakan 1. Neoplasma ampulla atau 2.
Neoplasma caput pankreas dengan obstructive biliopathy dan
cholecystitis. Evaluasi lanjutan dengan CT Scan abdomen dan pelvis
kontras disarankan

3. CT Scan Abdomen (31/8/22)

8
e. Diagnosis : Tumor caput pankreas
f. Penentuan Status Fisik ASA : I / II / III / IV / V
g. Persiapan Pra Anestesi :
- Siapkan Informed Consent dan SIO
- Puasa 6 jam sebelum operasi

2.2 Laporan Tindakan Anestesi (22/11/2020)

- Metode : Anestesi umum dan epidural

b. Anestesi Regional :

9
1. Teknik : Epidural anestesi
2. Lokasi Tusukan : T7
3. Obat Anestesi Lokal : Buvipacaine0,5% 10 mL
4. Adjuvant : Morphin 2mg
c. Anestesi Umum
1. Induksi : Propofol 80 mg
2. Analgetik : Fentanyl 80 mcg
3. Relaksasi : Atrakurium 20 mg + 5 mg + 10 mg +
10 mg

4. Intubasi : Insersi ETT No.7,0

5. Maintenance : Sevoflurans 1vol% + N2O + O2


6. Respirasi : Nafas kendali dengan ventilator.
Persiapan alat :
STATICS
Scope : Stetoskop dan Laringoskop
Tube : ETT
Airway : Goodle
Tape : Plaster Panjang 2 buah dan pendek 2 buah
Intorducer : Mandrain
Connector : Penyambung Pipa
Suction : Suction
- Intubasi : LMA no 7,0
- Maintenance : Sevoflurans + N2O : O2

Terapi cairan perioperatif


 Maintenance (M)
= 2 cc/KgBB/jam
= 2cc x 60 kg/jam
= 120 cc/jam
 Pengganti Puasa (PP)
Puasa x maintenance = 6 jam x 120 cc/jam = 720 cc

10
 Stres operasi (O)
= 8 cc/KgBB/jam (operasi berat)
= 8 cc x 60 kg/jam
= 480 cc/jam
 EBV : 75 x BB
EBV : 75 x 60  4500 cc
 ABL : 20% x EBV
ABL : 20% x 4500  900 cc

Kebutuhan cairan selama operasi (1 jam) :


 Jam I : ½ PP + O + M = cc

½ (720 cc) + 480 cc + 120 cc = 960 cc

 Jam II : ¼ PP + O + M
¼ (720 cc) + 480 cc + 120 cc = 780 cc
Total : 960 cc + 780 cc = 1.740 cc

Tabel 2.2 Monitoring Pasien

Jam TD Nadi RR SpO2 Keterangan


(mmHg) (x/i) (x/i) (%)

11.30 100/60 80 12 100 ∙ Pasien masuk ke kamar operasi dan


dipindahkan ke meja operasi

∙ Pemasangan alat monitoring ,


tekanan darah, saturasi, nadi

∙ Diberikan cairan RL dan obat


premedikasi (Ondansentron 4 mg
dan dexametasone 10 mg)

∙ Pasien dipersiapkan untuk anastesi

11
epidural

∙ Diberikan bupivacaine 0,5 % 10mg


dengan adjuvant morfin 2mg
yang ditusukkan setinggi L1-L2

11.45 90/60 70 12 100 ∙ Pasien dipersiapkan untuk induksi ∙


Dilakukan preoksigenasi
menggunakan sungkup 3 menit

∙ Pasien diberikan analgetik


Fenthanyl 80mcg, induksi degan
propofol 80mg. cek reflek bulu
mata. Kemudian pasien
dipasangkan sungkup dan mulai
di bagging, lalu diberikan
relaksan yaitu

atracurium 20 mg.

12.00 80/50 70 12 100 ∙ Setelah di bagging selama


5 menit pasien di
intubasi dengan ETT
no. 7,0

∙ Dilakukan auskultasi
dikedua lapang paru
untuk mengetahui ETT
terpasang dengan
benar.

∙ ETT dihubungkan
dengan ventilator ∙

12
ETT difiksasikan
dengan plaster

∙ Diberikan maintenance
yaitu sevofluran 1% +
N2O O2 2L.

12.30 80/50 70 12 100 ∙ Operasi dimulai


∙ Pasien diinjeksikan
meropenem 1gr

13.00 80/50 60 12 100 ∙ Kondisi terkontrol

13.30 70/50 50 12 100 ∙ Kondisi terkontrol

14.00 65/50 60 12 100 ∙ Pasien diberikan infus


metroidazole 100cc
COR

∙ Pasien diberikan Nacl 0,9


% 500cc, pasien
diberikan PRC 1kolf

14.30 80/60 60 12 100 ∙ Kondisi terkontrol

14.45 85/60 60 12 100 ∙ Dilakukan penutupan


luka bekas insisi ∙
Operasi selesai

15.00 90/70 70 14 100 ∙ Pasien nafas spontan


∙ Dilakukan suction
∙ Reflek batuk ada
∙ Diberikan oksigen
kemudian cek saturasi ∙
Pasien sadar

13
∙ Pasien dipindahkan
keruang pemulihan

2.3 Keadaan Intra Anestesi


- Letak penderita : Supine
- Airway : single lumen ETT no 7
- Lama anestesi : 2 jam
- Lama operasi : 1 jam 30 menit
- Total asupan cairan :
- Kristaloid : 1000 ml
- Koloid :-
- Darah :-
- Komponen darah : -
- Total keluaran cairan
- Perdarahan : ± 100 cc
- Diuresis : ± 100 cc
- Perubahan teknik anestesi selama operasi : Tidak ada

2.4 Keadaan Pasca Anestesi di Ruang Pemulihan


Masuk jam : 15.00 WIB
Kesadaran : Compos mentis
GCS : E4V5M6
Vital sign : TD : 110/70 mmHg
Nadi : 88 x/menit
RR : 20 x/menit
SpO2 : 100 %

Tabel 2.3 Monitoring Pasca Operasi (Ruangan Resusitasi)

14
Jam TD Nadi RR SpO2 Keterangan
 Pasien masuk ruang pemulihan
 Dilakukan pemasangan
110/7
15.15 88 20 100% monitoring dan dilakukan skoring
0
dengan menggunakan skor
alderete
 Pasien menunggu di ruang
110/7
15.30 88 20 99 % pemulihan dan pasin keluar ruang
0
pemulihan

15
Tabel 2.4 Penilaian Alderete Score
Penilaian Skor Nilai
Aktivitas
- Dapat Menggerakkan 4 ekstremitas 2
- Dapat menggerakkan 2 ekstremitas 1 2

- Tidak dapt menggerakkan ekstremitas 0


PERNAFASAN
- Dapat nafas dalam dan batuk 2
- Dyspnoe atau nafas terbatas 1 2
- Apnoe 0
Sirkulasi
- TD < 20% dari pre anestesi 2
- TD 20%-50% dari pre anestesi 1 2

- TD >50% dari preanestesi 0


KESADARAN
- Sadar Penuh 2
- Dapat dibangunkan bila dipanggil 1 2

- Tidak Besespon 0
Warna
- Merah Muda 2
- Pucat 1 2

- Sianosis 0

Total skor Alderete pasien : 10 ( pasien dapat dipindahkan ke bangsal


bedah)
Jam keluar ruang pemulihan : 15.45 WIB

2.5 Instruksi Pasca Anestesi


1. Awasi tanda - tanda vital dan perdarahan tiap 15 menit
2. Posisi tidur tanpa bantal sampai sadar penuh
3. Diet makan / minum bertahap
4. Pasien dibawa ke ruang perawatan ICU

16
5. Terapi lainnya sesuai dokter operator : dr. Rizal, Sp.B KBD

17
BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Anestesi Umum

3.1.1 Definisi

Anestesi umum adalah tindakan meniadakan nyeri secara sentral disertai


hilangnya kesadaran dan bersifat reversible. Anestesi umum memiliki
karakteristik menyebabkan amnesia bagi pasien yang bersifat anterogardyaitu
hilang ingatan kedepandimana pasien tidak akan bisa ingat apa yang telah terjadi
saat dia dianestesi/operasi, Karakteristik selanjutnya adalah reversibleyang berarti
anestesi umum akan menyebabkan pasien bangun kembali tanpa efek samping.1,2

3.1.2 Komponen dalam Anestesi Umum

Dahulu dikenal istilah “Trias Anetesia” yaitu hipnosi, analgesia, dan


arefleksia. Namun, sekarang anestesi umum tidak hanya mempunyai tiga
komponen itu saja. Secara umum komponen yang ada dalam anestesi umum
yaitu:3

1. Hipnosis (hilangnya kesadaran)

2. Analgesia (hilangnya nyeri)

3. Arefleksia (hilangnya refleks-refleks motorik tubuh, memungkinkan imobilisasi


pasien)
4. Relaksasi otot, memudahkan prosedur pembedahan dan memfasilitasi
intubasitrakeal
5. Amnesia (hilangnya memori pasien selama menjalani prosedur)

3.1.3 Keuntungan dan Kerugian Anestesia Umum

Tidak semua pasien atau prosedur medis ideal untuk dijalani di bawah
anestisia umum. Semua teknik anastesia harus dapat sewaktu-waktu
dikonversikan menjadi anestesia umum.3

18
Keuntungan anestesia umum

a. Pasien tidak sadar, mencegah ansietas pasien selama prosedur medis berlangsung.
b. Efek amnesia meniadakan memori buruk pasien yang didapat akibat ansietas dan
berbagai kejadian intraoperatif yang mungkin memberikan trauma psikologis.
c. Memungkinkan dilakukannya prosedur yang memakan waktu lama.

d. Memudahkan kontrol penuh ventilasi pasien. 1,2

Kerugian anestesia umum

a. Sangat mempengaruhi fisiologi. Hampir semua regulasi tubuh menjadi tumpul


dibawah anestesia umum.
b. Memerlukan pemantauan yang lebih holostik dan rumit.

c. Tidak dapat mendeteksi gangguan SSP, misalnya perubahan kesadaran.

d. Risiko komplikasi pascabedah lebih besar.

e. Memerlukan persiapan pasien yang lebih lama. 1,2

3.1.4 Persiapan pra anestesi

Pasien yang akan menjalani operasi harus disiapkan dengan baik.


Kunjungan pra anestesi pada bedah elektif dilakukan 2-1 hari sebelumnya,
sedangkan pada bedah darurat sesingkat mungkin. Tujuan dari kunjungan pra
anestesi ini yakni mempersiapkan baik fisik maupun mental pasien, serta
merencanakan teknik dan obat-obatan apa saja yang digunakan.4

Anamnesis

Riwayat tentang apakah pasien pernah mendapat anestesia sebelumnya


sangatlah penting untuk mengetahui apakah ada hal-hal yang perlu mendapat
perhatian khusus, misalnya alergi, muntah, nyeri otot, gatal-gatal atau sesak pasca
bedah, sehingga kita dapat merancang anestesia selanjutnya. Beberapa peneliti
menganjurkan obat yang kiranya menimbulkan masalah dimasa lampau sebaiknya
janga digunakan ulang, misalnya halotan jangan digunakan ulang dalam waktu 3

19
bulan, suksinilkolin yang menimbulkan apnoe berkepanjangan juga jangan
diulang.Kebiasaan merokok sebaiknya dihentikan 1-2 hari sebelumnya untuk
eliminasi nikotin yang mempengaruhi sistem kardiosirkulasi, dihentikan beberapa
hari untuk mengaktifkan kerja silia jalan nafas dan 1-2 minggu untuk mengurangi
produksi sputum. Kebiasaan minum alkohol juga patut dicurigai akan adanya
penyakit hepar.4

Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan keadaan gigi-geligi, tindakan buka mulut, lidah relatif besar


sangat penting untuk diketahui apakah akan menyulitkan tindakan
laringoskopiintubasi. Leher pendek dan kaku juga akan menyulitkan
laringoskopiintubasi. Pemeriksaan rutin lain secara sistematik tentang keadaan
umum tentu tidak boleh dilewatkan seperti inspeksi, palpasi, perkusi, dan
auskultasi semua sistem organ tubuh pasien.4

Pemeriksaan Laboratorium

Sebaiknya tepat indikasi, sesuai dengan dugaan penyakit yang sedang


dicurigai. Pada usia pasien diatas 50 tahun dianjurkan pemeriksaan EKG dan foto
thoraks.4

Kebugaran untuk Anestesia

Pembedahan elektif boleh ditunda tanpa batas waktu untuk menyiapkan


agar pasien dalam keadaaan bugar, sebaliknya pada operasi sito penundaan yang
tidak perlu harus dihindari.4

Klasifikasi Status Fisik

Untuk menilai kebugaran seseorang sesuai The American


SocietyofAnesthesiologists (ASA) yaitu:4

Kelas I : Pasien sehat organik, fisiologik, psikiatrik, biokimia

Kelas II : Pasien dengan penyakit sistemik ringan atas sedang, tanpa


pembatasan aktivitas.

20
Kelas III : Pasien dengan penyakit sistemik berat, sehingga aktivitas
rutinterbatas.

Kelas IV :Pasien dengan penyakit sistemik berat tak dapat melakukan


aktivitas rutin dan penyakitnya merupakan ancaman kehidupannya setiap saat.

Kelas V : Pasien sekarat yang diperkirakan dengan atau tanpa


pembedahan hidupnya tidak akan lebih dari 24 jam.

Kelas VI : Pasien MBO untuk dilakukan donor organ.

Masukan Oral

Refleks laring mengalami penurunan selama anestesia. Regurgitasi isi


lambung dan kotoran yang terdapat dalam jalan nafas merupakan risiko utama
pada pasien-pasien yang menjalani anestesia. Untuk meminimalkan risiko
tersebut, semua pasien yang dijadwalkan untuk operasi elektif dengan anestesia
harus dipantangkan dari masukan oral selama periode tertentu sebelum induksi
anestesi.Pada pasien dewasa umumnya puasa 6-8 jam, anak kecil 4-6 jam dan bayi
3-4 jam. Makanan tak berlemak diperbolehkan 5 jam sebelum induksi anestesia.
Minuman bening, air putih, teh manis sampai 3 jam dan untuk keperluan minum
obat air putih dalam jumlah terbatas boleh 1 jam sebelum induksi anestesi.5

Premedikasi

Merupakan pemberian obat 1-2 jam sebelum induksi anestesi dengan


tujuan untuk melancarkan induksi, rumatan dan bangun dari anestesia,
diantaranya: 4

a. Meredakan kecemasan

b. Memperlancar induksi anestesi

c. Mengurangi seksresi kelenjar ludah dan bronkus

d. Meminimalkan jumlah obat-obat anestetik

e. Mengurangi mual-muntah pasca bedah

f. Menciptakan amnesia

21
g. Mengurangi isi cairan lambung

h. Mengurangi refleks yang berlebihan

3.1.5 Induksi anestesi

Induksi anesthesia adalah tindakan yang bertujuan membuat pasien dari


sadar menjadi tidak sadar, sehinggga memungkinkan dimulainya anesthesia dan
pembedahan.4,5

Persiapan pada anestesi meliputi kata STATICS

 Scope : laryngoscope dan stethoscope

 Tube : pipa trakea disesuaikan dengan ukuran pasien sesuai umur

 Airway : orothrachealairway, untuk menahan lidah pasien disaat

pasien tidak sadar, untuk menjaga agar lidah tidak menutupi jalan napas

 Tape : plaster untuk memfiksasiorothrakealairway

 Introducer : mandarin atau silet dari kawat untuk memandu agar pipa
trakea mudah untuk di masukkan
 Conector : penyambung antara pipa dan alat anesthesia

 Suction : penyedot lender

Induksi Intravena

Induksi intravena paling banyak dikerjakan dan digemari, apalagi sudah


terpasang jalur vena, karena cepat dan menyenangkan. Induksi intravena
hendaknya dikerjakan dengan hati-hati, perlahan-lahan, lembut dan terkendali.
Obat induksi bolus disuntikkan dalam kecepatan antara 30-60 detik. Selama
induksi anestesia, pernapasan pasien, nadi, dan tekanan darah harus diawasi dan
selalu diberikan oksigen. Induksi cara ini dikerjakan pada pasien yang
kooperatif.Anestesi intravena selain untuk induksi juga dapat digunakan untuk

22
rumatan anestesi, tambahan pada analgesia regional atau untuk membantu
prosedur diagnostik misalnya tiopental, ketamin dan profopol. Untuk anestesia
intravena total biasanya menggunakan profopol.4

Anestetik Inhalasi

Obat anestetik inhalasi yang pertama kali dikenal dan digunakan untuk
membantu pembedahan ialah N2O. Kemudian menyusul eter, kloroform, etil-
klorida, etilen, divinil-eter, siklosporin, triklor-etilen, iso-propenil-vinil-eter,
propenil-metil-eter, fluoroksan, etil-vinil-eter, halotan, metoksi-fluran, enfluran,
isofluran, desfluran dan sevofluran.Dalam dunia modern, anestetik inhalasi yang
umum digunakan untuk praktek klinik ialah N2O, halotan, enfluran, isofluran,
desfluran, dan sevofluran. Obat-obat lain ditinggalkan karena efek samping yang
tidak dikehendaki.Ambilan alveolus gas atau uap anestetik inhalasi ditetukan oleh
sifat fisiknya:4

1. Ambilan oleh paru

2. Difusi gas dari paru ke darah

3. Distribusi oleh darah ke otak dan organ lainnya

Hiperventilasi akan menaikkan ambilan alveolus dan hipoventilasi akan


menurunkan ambilan alveolus. Dalam praktek kelarutan zat inhalasi dalam darah
adalahfaktor utama yang penting dalam menentukan kecepatan induksi dan
pemulihannya.Induksi dan pemulihan berlangsung cepat pada zat yang tidak larut
dan lambat padayanglarut.Kadar alveolus minimal ( KAM ) atau MAC (minimum
alveolar concentration) ialah kadar minimal zat tersebut dalam alveolus pada
tekanan satu atmosfiryangdiperlukan untuk mencegah gerakan pada 50 % pasien
yang dilakukan insisi standar.Pada umumnya immobilisasi tercapai pada 95 %
pasien, jika kadarnya dinaikkan diatas30 % nilai KAM. Dalam keadaan seimbang,
tekanan parsial zat anestetik dalam alveolisama dengan tekanan zat dalam darah
dan otak tempat kerja obat.4

Konsentrasi uap anestetik dalam alveoli selama induksi ditentukan oleh:

23
1. Konsentrasi inspirasi. Teoritis kalau saturasi uap anestetik di dalam jaringan
sudah penuh, makaambilan paru berhenti dan konsentrasi uap inpirasi sama
dengan alveoli. Halini dalam praktek tak pernah terjadi. Induksi makin cepat
kalau konsentrasi makin tinggi, asalkan tak terjadi depresi napas atau kejang
laring. Induksimakin cepat jika disertai oleh N2O (efek gas kedua).
2. Ventilasi alveolar. Ventilasi alveolar meningkat, konsentrasi alveolar makin tinggi
dan sebaliknya.
3. Koefisien darah/gas. Makin tinggi angkanya, makin cepat larut dalam darah,
makin rendah konsentrasi dalam alveoli dan sebaliknya.
4. Curah jantung atau aliran darah paru

Makin tinggi curah jantung makin cepat uap diambil

5. Hubungan ventilasi perfusi

Gangguan hubungan ini memperlambat ambilan gas anestetik. Jumlah uapdalam


mesin anestesi bukan merupakan gambaran yang sebenarnya, karenasebagian
uap tersebut hilang dalam tabung sirkuit anestesi atau ke atmosfir sekitar sebelum
mencapai pernafasan.4

Sebagian besar gas anestesi dikeluarkan lagi oleh badan lewat paru.
Sebagianlagidimetabolisir oleh hepar dengan sistem oksidasi sitokrom P450. Sisa
metabolismeyang larut dalam air dikeluarkan melalui ginjal.4

N2O

N2O (gas gelak,laughing gas, nitrousoxide, dinitrogenmonooksida)


diperolehdengan memanaskan amonium nitrat sampai 240ºC. NH4NO3 --240 ºC -

--- 2H2O + N2O. N2O dalam ruangan berbentuk gas tak berwarna, bau manis, tak
iritasi, tak terbakar dan beratnya 1,5 kali berat udara. Zat ini dikemas dalam
bentuk cair dalamsilinder warna biru 9000 liter atau 1800 liter dengan tekanan
750 psi atau 50 atm.Pemberian anestesi dengan N2O harus disertai O2 minimal
25%. Gas ini bersifat anestetik lemah, tetapi analgesianya kuat, sehingga sering
digunakan untuk menguranginyeri menjelang persalinan. Pada anestesi inhalasi

24
jarang digunakan sendirian, tetapidikombinasi dengan salah satu cairan anestesi
lain seperti halotan dan sebagainya. Pada akhir anestesi setelah N2O dihentikan,
maka N2O akan cepat keluar mengisi alveoli,sehingga terjadi pengenceran O2
dan terjadilah hipoksia difusi. Untuk menghindariterjadinyahipoksia difusi,
berikan O2 100% selama 5-10 menit.4

Halotan

Halotan (fluotan) bukan turunan eter, melainkan turunan etan. Baunya


yang enak dan tidak merangsang jalan napas, maka sering digunakan sebagai
induksi anestesi kombinasi dengan N2O. Halotan harus disimpan dalam botol
gelap (coklat tua) supayatidak dirusak oleh cahaya dan diawetkan oleh timol
0,01%.Selain untuk induksi dapat juga untuk laringoskopiintubasi, asalkan
anestesinya cukup dalam, stabil dan sebelum tindakan dierikananalgesi semprot
lidokain 4% atau10% sekitar faring laring. Setelah beberapa menit lidokain kerja,
umumnya laringoskop intubasi dapat dikerjakan dengan mudah, karena relaksasi
otot cukup baik.Pada napas spontan rumatan anestesi sekitar 1-2 vol% dan pada
napas kendalisektar 0,5-1 vol% yang tentunya disesuaikan dengan respon klinis
pasien. Halotanmenyebabkanvasodilatasi serebral, meninggikan aliran darah otak
yang sulitdikendalikan dengan teknik anestesia hiperventilasi, sehingga tidak
disukai untuk bedah otak. Kelebihan dosis menyebabkan depresi napas,
menurunnya tonus simpatis,depresimiokard dan inhibisi refleks baroreseptor.
Kebalikan dari N2O, halotananalgesinya lemah, anestesinya kuat, sehingga
kombinasi keduanya ideal sepanjangtidak ada indikasi kontra. Kombinasi dengan
adrenalin sering menyebabkan disritmia, sehingga penggunaan adrenalin harus
dibatasi. Adrenalin dianjurkan dengan pengenceran1:200.000 (5 µg/kg).Pada
bedah sesar, halotan dibatasi maksimal 1 vol%, karena relaksasi uterusakan
menimbulkan perdarahan. Halotan menghambat pelepasan insulin, meninggikan
kadar gula darah.Kira-kira 20% halotan dimetabolisir terutama di hepar secara
oksidatif menjadikomponen bromin, klorin, dan asam trikloro asetat. Secara
reduktif menjadi komponenfluorida dan produk non-volatil yang dikeluarkan
lewat urin. Metabolisme reduktif inimenyebabkan hepar kerja keras, sehingga

25
merupakan indikasi kontra pada penderita gangguan hepar, pernah dapat halotan
dalam waktu kurang tiga bulan atau pasienkegemukan. Pasca pemberian halotan
sering menyebabkan pasien menggigil.4

Enfluran

Enfluran (etran, aliran) merupakan halogenisasi eter dan cepat populer


setelahadakecuriagan gangguan fungsi hepar oleh halotan pada pengguanan
berulang. Pada EEG menunjukkan tanda-tanda epileptik, apalagi disertai
hipokapnia, karena itu hindari penggunaannya pada pasien dengan riwayat
epilepsi, walaupun ada yang beranggapan bukan indikasi kontra untuk dpakai
pada kasus dengan riwayat epilepsi. Kombinas idengan adrenalin lebih aman 3
kali dibanding halotan.Enfluran yang dimetabolisme hanya 2-8% oleh hepar
menjadi produk non-volatil yang dikeluarkan lewat urin. Ssisanya dikeluarkan
lewat paru dalam bentuk asli.Induksi dan pulih dari anestesia lebih cepat
dibanding halotan. Vasodlatasiserebralantara halotan dan isofluran.Efek depresi
napas lebih kuat dibanding halotan dan enfluran lebih iritatif dibanding halotan.
Depresi terhadap sirkulasi lebih kuat dibanding halotan, depresilebih jarang
menimbulkan aritmia. Efek relaksasi terhadap otot lurik lebih baik dibanding
halotan.

Isofluran

Isofluran (foran, aeran) merupakan halogenasi eter yang pada dosis


anestetik atau subanestetik menurunkan laju metabolisme otak terhadap oksigen,
tetapimeninggikan aliran darah otak dan tekanan intrakranial. Peninggian aliran
darah otak dan tekanan intrakranial ini dapat dikurangi dengan teknik anestesi
hiperventilasi,sehinggaisofluran banyak digunakan untuk bedah otak. Efek
terhadap depresi jantung dan curah jantung minimal, sehingga digemariuntuk
anestesi teknik hipotensi dan banyak digunakan pada pasien dengan
gangguankoroner. Isofluran dengan konsentrasi > 1% terhadap uterus hamil
menyebabkanrelaksasi dan kurang responsif jika diantisipasi dengan oksitosin,

26
sehingga dapatmenyebabkan perdarahan pasca persalinan. Dosis pelumpuh otot
dapat dikurangisampai 1/3 dosis biasa jika menggunakan isofluran.4

Desfluran

Desfluran (suprane) merupakan halogenasi eter yang rumus bangun dan


efek klinisnya mirip isofluran. Desfluran sangat mudah menguap dibandingkan
dengananestetik volatil lainnya, sehingga perlu menggunakan vaporizer khusus
(TEC-6). Titik didihnya mendekati suhu ruangan (23.5ºC). potensinya rendah
(MAC 6.0%). Ia bersifatsimpatomimetik menyebabkan takikardia dan hipertensi.
Efek depres napasnya sepertiisofluran dan etran. Desfluran merangsang jalan
napas atas, sehingga tidak digunakanuntuk induksi anestesia.4

Sevofluran

Sevofluran (ultane) merupakan halogenasi eter. Induksi dan pulih dari


anestesi lebih cepat dibandingkan dengan isofluran. Baunya tidak menyengat dan
tidak merangsang jalan napas, sehingga digemari untuk induksi anestesi inhalasi
disampinghalotan.Efek terhadap kardiovaskuler cukup stabil, jarang mnyebabkan
aritmia. Efek terhadap sistem saraf pusat seperti isofluran dan belum ada laporan
toksik terhadap hepar. Setelah pemberian dihentikan sevofluran cepat dikeluarkan
oleh badan.Walaupun dirusak oleh kapur soda (soda lime, baralime), tetapi belum
ada laporan membahayakan terhadap tubuh manusia.4

3.1.6 Rumatan anestesi

Rumatananastesia dapat dikerjakan secara intravena atau dengan inhalasi


atau dengan campuran intravena inhalasi. Rumatananastesia biasanya mengacu
pada trias anastesia yaitu hipnosis, analgesia cukup, dan selama dibedah pasien
tidak menimbulkna nyeri, dan relaksasi otot lurik yang cukup.Rumatan inhalasi
biasanya menggunakan campuran N2O dan O2 3:1 ditambah halotan 0,5-2 vol%
atau enfluran 2-4 vol%, atau isofluran 2-4 vol%, atau sevofluran 2-4 vol%

27
bergantung apakah pasien bernapas spontan, dibantu (assisted), atau dikendalikan
(controlled).4

3.1.7 Pengakhiran Anestesi Umum

Pemulihan dari anestesi umum ataupun regional adalah saat terjadinya


stress fisiologis yang besar bagi banyak pasien. Pengakhiran anestesi umum
idealnya haruslah mulus dan bangun secara bertahap dalam suasana yang
terkendalli. Sayangnya, seringkali bermula di kamar operasi atau selama
perjalanan ke ruang pemulihan dan sering ditandai oleh obstruksi jalan nafas,
menggigil, agitasi, delirium, nyeri, mual dan muntah, hipotermia, dan labilitas
otonom. Bahkan pasien yang mendapat anestesi spinal atau epidural dapat
menunjukkkan penurunan tekanan darah yang nyata selama perjalanan atau
pemulihan; efek simpatolitik blok regional mencegah refleks vasokonstriksi
kompensasi saat pasien dipindahkan atau saat duduk.3 Setelah anestesi berbasis
inhalasi, kecepatan pengakhiran berbanding lurus terhaddap ventilasi alveolus
tetapi berbanding terbalik terhadap kelarutan gas dalam darah. Bila durasi
anesthesia meningkat, pengakhiran juga semakin bergantung kepada ambilan
jaringan total, yakni fungsi kelarutan gas, rata-rata konsentrasi yang dipakai, dan
lamanya terpapar anestesi. Pemulihan lebih cepat dengan desflurane dan nitro
oksida dan lebih lambat bila anestesi dalam dengan halothane dan enflurane.
Hipoventilasi memperlambat pengakhiran anestesi inhalasi.3 Pengakhiran anestesi
intravena bergantung pada farmakokinetiknya. Pemulihan dari kebanyakan obat
anestesi intravena lebih bergantung pada redistribusi daripada waktu paruh
eliminasinya. Bila total dosis yang diberikan meningkat, efek kumulatif tampak
dalam akhir anestesi yang berkepanjangan; akhir kerja menjadi lebih bergantung
pada eliminasi atau waktu paruh metabolik. Dalam kondisi seperti ini, usia tua
atau penyakit renal atau hati dapat memperpanjang pengakhiran. Penggunaan
obat-obat anestetik kerja singkat dan sangat singkat seperti propofol dan
remifentanil secara nyata memperpendek pengakhiran, waktu untuk bangun, dan
pengeluaran pasien. Terlebih lagi, penggunaan Bispectral Index Scale(BIS) (dan

28
mungkin juga patientstateindex [PSI]) mengurangi dosis obat total dan
memperpendek pemulihan dan waktu untuk memindahkan pasien. Penggunaan
LMA dapat juga membolehkan level anesthesia yang lebih dangkal yang dapat
mempercepat pengakhiran.3 Kecepatan pengakhiran juga dipengaruhi oleh obat-
obat pra bedah. Premedikasi dengan obat-obat yang waktu kerjanya lebih lama
daripada prosedur mungkin menyebabkan pengakhiran yang berkepanjangan.
Durasi pendek midazolam membuatnya cocok untuk obat premedikasi untuk
prosedur yang singkat. Efek obat tidur pra bedah atau minum obat (alkohol,
sedatif) dapat menambah efek zat-zat anestetik dan memperpanjang pengakhiran.3

3.2 Anestesi Epidural

3.2.1 Definisi

Anestesi epidural berkelanjutan adalah teknik neuraksial yang dapat


diaplikasikan luas dibanding anestesi spinal dosis tunggal.Anestesi epidural dapat
dilakukan pada tingkat lumbar, toraks, atau servikal. Anestesi epidural sakral
disebut sebagai anestesi kaudal.6

Teknik epidural banyak digunakan untuk anestesi operasi,


analgesikobstetrik, kontrol nyeri pasca operasi, dan manajemen nyeri kronis.
Epidural dapat digunakan sebagai teknik suntikan tunggal atau dengan kateter
yang memungkinkan bolusintermiten atau infus kontinu, atau keduanya. Pada
anestesi epidural dapat dilakukan blok motor maupun tidak. Semua aspek ini
dikendalikan oleh pilihan obat, konsentrasi, dosis, dan tingkat injeksi. 6

Ruang epidural mengelilingi duramater secara posterior, lateral, dan


anterior. Akar saraf berjalan di ruang ini saat mereka keluar secara lateral melalui
foramen dan berjalan keluar menjadi saraf perifer. Isi lain dari ruang epidural
lumbal termasuk jaringan ikat lemak, limfatik, dan pleksus vena (Batson). Studi
fluoroscopic telah menunjukkan adanya septa atau pita jaringan ikat dalam ruang
epidural, mungkin menjelaskan blok epidural satu sisi. Anestesi epidural lebih
lambat dalam onset (10-20 menit) dan mungkin tidak sepadat anestesi spinal, fitur

29
yang dapat berguna secara klinis. Misalnya, dengan menggunakan konsentrasi
yang relatif encer dari anestesi lokal yang dikombinasikan dengan opioid, epidural
memberikan analgesia tanpa blok motorik. Ini biasanya digunakan untuk
analgesia persalinan dan pasca operasi.Selain itu, blok segmental dimungkinkan
karena anestesi dapat dibatasi dengan tingkat di mana ia disuntikkan. Blok
segmental ditandai dengan pita anestesi yang jelas pada akar saraf tertentu; tanpa
blokade akar saraf di atas dan di bawah. Hal ini dapat dilihat dengan epidural
toraks yang memberikan anestesi perut bagian atas hingga akar saraf serviks dan
lumbar. 6

Anestesi epidural paling sering dilakukan di daerah lumbar. Garis tengah


atau pendekatan paramediandapat digunakan.Anestesi epidural lumbal dapat
digunakan untuk semua prosedur di bawah diafragma.Karena sumsum tulang
belakang biasanya berakhir pada tingkat L1, yang memungkinkan keamanan
ekstra dalam melakukan blok di sela lumbal bawah, terutama jika tusukan dural
yang tidak disengaja terjadi. 6

Blok epidural toraks secara teknis lebih sulit dilakukan daripada blok
lumbal karena angulasi yang lebih besar dan tumpang tindih prosesusspinosus
pada tingkat vertebra. Selain itu, potensi risiko cedera tulang belakang dengan
pungsi dural yang tidak disengaja, meskipun sangat kecil dengan teknik yang
baik, mungkin lebih besar daripada di tingkat lumbar. Blok epidural toraks dapat
dilakukan dengan pendekatan garis tengah atau paramedian. Teknik epidural
toraks lebih umum digunakan untuk analgesia pascaoperasi daripada sebagai
anestesi primer. Teknik tembakan tunggal atau kateter digunakan untuk
manajemen nyeri kronis. Infus melalui kateter epidural berguna untuk
memberikan durasi analgesia yang berkepanjangan dan dapat meniadakan atau

memperpendek ventilasi pasca operasi pada pasien dengan penyakit paru yang
mendasari dan setelah operasi dada. 9

30
Gambar 3.1 Lokasi injeksi epidural9

Blok servikal biasanya dilakukan dengan pasien duduk, dengan leher


tertekuk, menggunakan pendekatan garis tengah. Blok ini paling sering digunakan
untuk manajemen nyeri akut dan kronis. 6

3.2.2 Indikasi dan Kontraindikasi

3.2.2.1 Indikasi

Anestesi epidural berguna untuk bedah toraks, bedah intra-abdomen


mayor, atau bedah tulang belakang, asalkan relaksasi otot tidak diperlukan.
Teknik ini mungkin juga untuk manajemen nyeri intra-op atau pasca-op.Anestesi
ini dapat menurunkan risiko bedah dan morbiditas populasi pasien tertentu,
misalnya, pasien dengan penyakit jantung iskemik. Ini juga telah terbukti
mengurangi komplikasi paru-paru pasca operasi dan meningkatkan kembalinya
fungsi usus setelah operasi perut.7

31
3.2.2.2 Kontraindikasi

Kontraindikasi mutlak berupa penolakan pasien, bakteremia, infeksi lokal


di tempat tusukan, diatesis hemoragik atau antikoagulasi terapeutik, dan
peningkatan tekanan intrakranial. Sedangkan kontraindikasi relatif berupa stenosis
aorta yang signifikan, pirau kanan ke kiri dan hipertensi pulmonal, dan deformitas
anatomi tulang belakang.7

3.2.3 Komponen dalam Anestesi Epidural Jarum Epidural


Jarum epidural standar biasanya berukuran 17 hingga 18, panjang 3 atau
3,5 inci, dan memiliki bevel tumpul dengan kurva 15° hingga 30° di ujungnya.
Jarum Tuohy paling sering digunakan. Ujung tumpul dan melengkung secara
teoritis membantu mendorong dura setelah melewati ligamentumflavum. Jarum
lurus tanpa ujung melengkung (jarum Crawford) mungkin memiliki insiden
tusukan dural yang lebih besar. Modifikasi jarum termasuk ujung bersayap dan
perangkat pengantar yang dipasang ke dalam hub yang dirancang untuk memandu
penempatan kateter.6

32
Gambar 3.2. Jarum epidural6

Kateter Epidural

Menempatkan kateter ke dalam ruang epidural memungkinkan untuk infus


kontinu atau teknik bolusintermiten. Selain memperpanjang durasi blok, teknik
kateter memungkinkan dosis total anestesi yang lebih rendah untuk digunakan.6

Kateter epidural berguna untuk anestesi epidural intraoperatif dan


analgesia pascaoperasi. Biasanya, kateter ukuran 19 atau 20 dimasukkan melalui
jarum epidural ukuran 17 atau 18. Saat menggunakan jarum berujung
melengkung, bukaan bevel diarahkan ke cephalad atau caudal, dan kateter
dimajukan 2 sampai 6 cm ke dalam ruang epidural. Semakin pendek jarak kateter
dimajukan, semakin besar kemungkinannya untuk copot. Sebaliknya, semakin
jauh kateter dimajukan, semakin besar kemungkinan blok unilateral (karena ujung
kateter keluar dari ruang epidural melalui foramen intervertebralis atau mengalir

33
ke relung anterolateral dari ruang epidural) dan semakin besar peluang penetrasi
kateter ke vena epidural. Setelah memasukkan kateter ke kedalaman yang
diinginkan, jarum dilepas, meninggalkan kateter di tempatnya. Kateter dapat
direkatkan atau diamankan di sepanjang bagian belakang. Kateter yang akan tetap
terpasang untuk waktu yang lama (misalnya, >1 minggu) dapat dipasang di bawah
kulit. Kateter memiliki salah satu port tunggal di ujung distal atau beberapa port
samping dekat dengan ujung tertutup. Beberapa memiliki stilet untuk penyisipan
yang lebih mudah atau untuk membantu mengarahkan jalur kateter di ruang
epidural dengan panduan fluoroskopi. Kateter yang diperkuat kawat spiral sangat
tahan terhadap kinking. Ujung spiral dikaitkan dengan parestesia yang lebih
sedikit dan kurang intens dan mungkin terkait dengan insiden yang lebih rendah
dari insersi intravaskular yang tidak disengaja. 6

3.2.4 Teknik Melakukan Anestesi Epidural

Menggunakan pendekatan garis tengah atau paramedian, jarum epidural


dilewatkan melalui kulit dan ligamentumflavum. Jarum harus berhenti menusuk
dura. Dua teknik memungkinkan untuk menentukan kapan ujung jarum telah
memasuki ruang potensial (epidural): teknik "lossofresistance" dan "hanging
drop". 6

Teknik hilangnya resistensi lebih disukai oleh sebagian besar klinisi.


Jarum dimajukan melalui jaringan subkutan dengan stilet di tempatnya sampai
ligamen interspinosa dimasukkan, seperti yang dicatat oleh peningkatan resistensi
jaringan. Stylet atau pengantar dilepas, dan spuit kaca yang diisi dengan garam
atau udara dipasang ke hub jarum. Jika ujung jarum berada di dalam ligamen,
upaya injeksi yang lembut akan menemui hambatan, dan injeksi tidak mungkin
dilakukan.Jarum kemudian perlahan-lahan maju, milimeter demi milimeter,
dengan upaya injeksi terus menerus atau berulang dengan cepat. Saat ujung jarum
baru saja memasuki ruang epidural, tiba-tiba terjadi kehilangan resistensi, dan
injeksi mudah dilakukan.6

34
Setelah ligamen interspinous dimasukkan dan stilet telah dilepas, teknik
hanging drop mengharuskan hub jarum diisi dengan larutan sehingga drop
menggantung dari bukaan luarnya. Jarum kemudian perlahan-lahan maju lebih
dalam. Selama ujung jarum tetap berada di dalam struktur ligamen, tetesan tetap
"menggantung." Namun, saat ujung jarum memasuki ruang epidural, itu
menciptakan tekanan negatif, dan setetes cairan tersedot ke dalam jarum. Jika
jarum tersumbat, tetesan tidak akan ditarik ke dalam hub jarum, dan tusukan dural
yang tidak disengaja dapat terjadi.6

Beberapa dokter lebih suka menggunakan teknik ini untuk pendekatan


paramedian dan untuk epidural servikal. Ahli "epiduralis" yang terampil
bergantung pada hilangnya resistensi atau penurunan gantung sebagai konfirmasi
(bukan sebagai tes utama) bahwa jarum telah memasuki ruang epidural. Para
"epiduralists" yang sukses umumnya akan merasakan di tangan mereka saat ujung
jarum epidural melewati ligamentumflavum.6

Kuantitas (volume dan konsentrasi) anestesi lokal yang dibutuhkan untuk


anestesi epidural lebih besar daripada yang dibutuhkan untuk anestesi spinal. Efek
samping toksik hampir tidak ada jika "dosis epidural penuh" disuntikkan secara
intratekal atau intravaskular. Keamanan terhadap efek samping epidural toksik
termasuk dosis awal dan dosis tambahan. Keamanan ini berlaku baik injeksi
melalui jarum atau melalui kateter epidural.6

Dosis awal/uji dirancang untuk mendeteksi injeksi subarachnoid dan


intravaskular. Dosis uji menggabungkan anestesi lokal dan epinefrin, biasanya 3
mL lidokain 1,5% dengan epinefrin 1:200,000 (0,005 mg/mL). Lidokain 45 mg,
jika disuntikkan secara intratekal, akan menghasilkan anestesi spinal yang harus
segera terlihat. Beberapa dokter telah menyarankan penggunaan anestesi lokal
dosis rendah, karena injeksi lidokainintratekal 45 mg yang tidak disengaja, dapat
sulit melakukan manajemen area seperti ruang persalinan. 15 mcg dosis epinefrin,
jika disuntikkan secara intravaskular, akan menghasilkan peningkatan denyut
jantung yang nyata (20% atau lebih), dengan atau tanpa hipertensi. Sayangnya,
epinefrin sebagai penanda injeksi intravena tidak ideal. Positif palsu (kontraksi

35
rahim yang menyebabkan rasa sakit atau peningkatan denyut jantung bersamaan
dengan pengujian dosis) dan negatif palsu (bradikardia dan hipertensi berlebihan
sebagai respons terhadap epinefrin pada pasien yang memakai beta blocker) dapat
terjadi. Cukup aspirasi sebelum injeksi tidak cukup untuk menghindari injeksi
intravena yang tidak disengaja; praktisi yang paling berpengalaman telah
menemukan aspirasi negatif palsu melalui jarum dan kateter. Dosis tambahan
adalah metode yang sangat efektif untuk menghindari masalah komplikasi serius
("setiap dosis adalah dosis uji"). Jika aspirasi negatif, sebagian kecil dari total
dosis anestesi lokal yang dimaksudkan disuntikkan, biasanya 5 mL. Dosis ini
cukup besar untuk gejala ringan (tinnitus atau rasa logam) atau tanda-tanda injeksi
intravaskular terjadi (bicara cadel, perubahan mental), tetapi cukup kecil untuk
menghindari kejang atau gangguan kardiovaskular. Ini sangat penting untuk kerja
epidural yang akan digunakan untuk persalinan sesar. Jika bolus epidural awal
diberikan melalui jarum, dan kemudian kateter dimasukkan, mungkin keliru
diasumsikan bahwa posisi kateter sudah baik karena pasien masih nyaman dari
bolus awal. Jika kateter dimasukkan ke dalam pembuluh darah atau sebelumnya
telah berhasilmemposisikan, jika bermigrasi ke intravaskular, toksisitas sistemik
kemungkinan akan terjadi jika dosis anestesi penuh disuntikkan. Kateter dapat
bermigrasi ke intratekal atau intravaskular dari posisi yang awalnya benar
setiapsaat setelah penempatan, tetapi migrasi kemungkinan besar terjadi dengan
pergerakan pasien.6

Jika seorang dokter menggunakan dosis uji awal, rajin melakukan aspirasi
sebelum setiap injeksi, dan selalu menggunakan dosis tambahan, efek samping
toksik sistemik utama dan anestesi spinal total dari injeksi intratekal yang tidak
disengaja akan jarang terjadi. Emulsi lipid penyelamat (20% Intralipid 1,5 mL/kg)
harus tersedia setiap kali blok epidural dilakukan, jika terjadi toksisitas sistemik
anestesi lokal.6

36
3.2.5 Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Anestesi Epidural

Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat anestesi epidural mungkin tidak


dapat diprediksi seperti halnya anestesi spinal. Pada orang dewasa, 1 sampai 2 mL
anestesi lokal per segmen yang akan diblokir adalah pedoman yang diterima
secara umum. Misalnya, untuk mencapai tingkat sensorik T4 dari injeksi L4-L5
akan membutuhkan sekitar 12 hingga 24 mL. Untuk blok segmental atau
analgesik, volume yang dibutuhkan lebih sedikit.6

Dosis yang diperlukan untuk mencapai tingkat anestesi yang sama,


menurun seiring bertambahnya usia. Ini mungkin akibat dari penurunan ukuran
atau kepatuhan ruang epidural. Meskipun ada sedikit korelasi antara berat badan
dan kebutuhan dosis epidural, tinggi pasien mempengaruhi tingkat penyebaran
cephalad. Dengan demikian, pasien yang lebih pendek mungkin hanya
memerlukan 1 mL anestesi lokal per segmen untuk diblokir, sedangkan pasien
yang lebih tinggi umumnya membutuhkan 2 mL per segmen. Meskipun kurang
dramatis dibandingkan dengan anestesi spinal hiperbarik atau hipobarik,
penyebaran anestesi lokal epidural cenderung sebagian dipengaruhi oleh gravitasi.
Posisi lateral decubitus, Trendelenburg, dan ReverseTrendelenburg dapat
digunakan untuk membantu mencapai blokade pada dermatom yang diinginkan.6

Aditif pada anestesi lokal, terutama opioid, cenderung memiliki efek yang
lebih besar pada kualitas anestesi epidural daripada durasi blok.Epinefrin dalam
konsentrasi 5 mcg/mL memperpanjang efek lidokain epidural, mepivacaine, dan
chloroprocaine lebih dari bupivacaine, levobupivacaine, atau ropivacaine. Selain
memperpanjang durasi dan meningkatkan kualitas blok, epinefrin menunda
penyerapan vaskular dan mengurangi tingkat puncak darah sistemik dari semua
anestesi lokal yang diberikan secara epidural.6

3.2.6 Obat Yang Digunakan Dalam Anestesi Epidural

Agen epidural dipilih berdasarkan efek klinis yang diinginkan, apakah


akan digunakan sebagai anestesi primer, suplementasi anestesi umum, atau
analgesia. Antisipasi durasi prosedur apakah memerlukan anestesi boluskerja

37
pendek atau panjang atau penyisipan kateter. Agen kerja pendek hingga
menengah yang umum digunakan untuk anestesi bedah termasuk kloroprokain,
lidokain, dan mepivakain. Agen yang bekerja lebih lama termasuk bupivacaine,
levobupivacaine, dan ropivacaine.6

Gambar 3.3. Agen anestesi epidural6

3.2.7 Komplikasi

Komplikasi yang dapat timbul pada pasien yang dilakukan anestesi


epidural berupa hipotensi, nausea, vomitus, bronkokostriksi, nyeri kepala,
sindrom neurologis transien, kerusakan neuron seperti neuropati-paresis, hematom
epidural, abses epidural, meningitis, dan osteomielitis.7

3.3 Kanker Caput Pancreas

3.3.1. Definisi dan Epidemiologi


Kanker pankreas merupakan neoplasma ganas yang berasal dari perubahan
sel pada jaringan pankreas. Tipe yang paling sering (95%) adalah adenokarsinoma
yang berasal dari komponen eksokrin pankreas. Minoritas berasal dari sel islet dan
diklasifikasikan sebagai tumor neuroendokrin. Neoplasma dari kelenjar eksokrin
seperti pankreas biasanya ganas.8, 9

38
Insiden karsinoma pankreas 7,6 per 100 ribu pertahun di Eropa Barat,kira-
kira 2,5% dari semua kasus baru yang terdiagnosa tumor dan 5% dari semua
kanker. Kanker pankreas merupakan penyebab nomor empat yang menyebabkan
kematian di Amerika dan ke delapan diseluruh dunia. Mayoritas berasal dari
duktus (85%) dimana pria dibanding wanita 1,5 : 1 dengan usia antara 60-70
tahun. The American Cancer Society mengestimasi tahun 2010 kira-kira 43.140
kasus baru dari kanker pankreas (21.370 pria dan 21.770 wanita) terdiagnosa dan
36.800 orang meninggal karena kanker pankreas. Insiden Internasional di dunia
menempati urutan ke-13 dan menempati urutan ke-8 yang menyebabkan
kematian. Negara lain 8-12 kasus per 100.000 orang pertahun. Insiden
karsinoma pankreas 7,6 per 100.000 pertahun di Eropa Barat, kira-kira 2,5% dari
semua kasus tumor baru yang terdiagnosa dan 5% dari semua kanker. Lebih
sering terjadi pada laki-laki (1,5: 1) dengan usia antara 60-70 tahun.10, 11

3.3.2. Etiologi
Penyebab sebenarnya dari kanker pankreas masih belum jelas. Penelitian
epidemiologik menunjukkan adanya hubungan kanker pankreas dengan beberapa
faktor eksogen (lingkungan) dan faktor endogen pasien. Etiologi kanker faktor
eksogen contohnya kebiasaan merokok, diet tinggi lemak, alkohol, kopi, dan zat
karsinogen industri. Faktor endogen pasien seperti usia, penyakit pankreas
(pankreatitis kronis dan diabetes mellitus) dan mutasi genetik. Insiden kanker
meningkat pada usia lanjut.12,9

3.3.3. Patofisiologi
Sesuai dengan model patogenetik, normal duktal epitelium dapat
berkembang sampai tahap subsekuen kedalam kanker invasif. Normal sel kuboid
berkembang ke dalam flat hiperplasia (PIN IA) kemudian duktal hiperplasia
dengan pseudostratified arsitektur (PIN IB), hiperplasia dengan atipia (PIN 2)
dan berakhir menjadi karsinoma insitu, (PIN 3). PIN 3 berhubungan dengan suatu
resiko tinggi dari perkembangan suatu karsinoma invasif. Onkogen yang berbeda
dapat teraktivasi. Berhubungan dengan suatu reaksi desmoplastik intense dan
meluas mengobstruksi duktus pankreatikus yang berikut ke hulu terjadi dilatasi

39
duktus dan atrophy parenkim. Jika berasal dari kaput biasanya duktus biliaris
dapat mengalami stenosis, dengan dilatasi biliari tree. Kanker pankreas
mempunyai profil imunohistologi kimia yang mirip dengan kanker hepatobilier
(yaitu cholangiocarcinoma) dan beberapa kanker lambung, jadi mungkin tidak
selalu dapat dipastikan bahwa tumor yang ditemukan di pankreas muncul dari
pankreas itu sendiri. Lesi pencetus yang berkaitan dengan tumor pankreas ,
tumbuh dari epitel duktal pankreas. Bentuk morfologi utama adalah pankreatik
intraepitelial neoplasia (PIN). Lesi ini timbul dari mutasi genetik spesifik dan
perubahan seluler yang semuanya berkontribusi terhadap berkembangnya
karsinoma duktal invasif. Perubahan awal berkaitan dengan mutasi gen KRAS 2
dan pemendekan telomere. Kemudian P 16/CDKN 2A diinaktifkan, sehingga
terjadi inaktivasi TP53 dan MAD4. Mutasi ini berhubungan dengan
perkembangan displasia dan berkembangnya duktal karsinoma eksokrin
pankreas.8,11

3.3.4. Gambaran Klinis


Gejala awal kanker pankreas tidak spesifik dan samar sehingga sering
terlambat didiagnosis, akibatnya penyakit menjadi lanjut, penanganan sulit dan
angka kematian tinggi. Gejala awal dapat berupa rasa penuh, kembung di ulu hati,
anoreksia, mual, muntah, diare dan badan lemah. Keluhan ini tidak khas, karena
dapat dijumpai juga pada pankreatitis dan tumor intraabdominal lainnya. Keluhan
awal biasanya lebih dari 2 bulan sebelum didiagnosa sebagai kanker.12

Gejala klinis awal mulai terlihat pada massa yang berasal dari kaput
pankreas dengan ukuran diameter lebih kecil dari 2-3 cm pada saat didiagnosis,
pada korpus dan tail diameter 5-7 cm. Obstruksi jaundice, dengan pasase atau
aliran urine yang gelap, dan kotoran yang pucat merupakan gambaran klinis yang
sering terjadi pada karsinoma kaput pankreas, biasanya progresif, pruritus yang
mengganggu, kandung empedu biasanya palpabel, pada pasien dengan dengan
obstruktive jaundice, berhubungan dengan kanker pankreas. Penurunan berat
badan bervariasi, bisa sampai sekitar 44 kg, karena intake yang inadekuat dan
malabsorpsi serta penurunan fungsi liver. Nyeri abdomen kira-kira 70% pada

40
saat terdiagnosis, infiltrasi dari neoplasma dapat menyebabkan back pain
menunjukkan prognosis yang buruk. Diabetes mellitus atau kelainan glukosa
toleran terdapat pada sepertiga pasien. Terdapat steatore dan kegagalan absorpsi
lemak menyebabkan koagulopathy.9

Tanda klinis sangat tergantung pada letak tumor dan perluasan atau
stadium kanker. Pasien umumnya gizi kurang, anemik, ikterik, teraba tumor
massa padat pada epigastrium, sulit digerakkan karena letak tumor di
retroperitoneum. Dapat dijumpai ikterus dan massa yang dapat dipalpasi di
sekitar kandung empedu pada pasien dengan jaundice diduga sebagai obstruksi
neoplastik pada banyak duktus (Courvoisier Sign) yang disebabkan oleh kanker
pankreas, ditemukan pada separuh kasus, hepatomegali, splenomegali, ascites.
Kelainan lain terdapat nodul periumbilikus (Sister Mary Joseph’s nodule),
trombosis vena dan migratory thrombophlebitis (Trousseau’s syndrome),
perdarahan gastrointestinal dan edema tungkai.12

3.3.5. Diagnosis
Diagnosis kanker pankreas dengan gejala klinis, laboratorium seperti
kenaikan bilirubin serum dan transaminase, ditambah dengan penunjang diagnosis
berupa penanda tumor CEA (Carcinoembrionic antigen) dan Ca 19-9,
gastroduodenografi, ultrasonografi, CT-Scan, skintigrafi pankreas, MRI dan
ERCP, endoskopik ultrasonografi, angiografi, PET, bedah dan biopsi.12, 13

Pada pasien dengan jaundice, karena terdapat sifat dasar obstruktif dapat
dilakukan pemeriksaan urine, darah dan feses. Ultrasonografi dapat mendeteksi
dilatasi dari biliari tree, memperlihatkan lesi massa dari pankreas atau metastasis
liver. MRCP lebih baik dibanding ERCP karena kurang invasif dan dapat
memperlihatkan duktus pankreatikus dan duktus biliaris, dan menentukan
kebutuhan terapeutik intervensi. Suatu penemuan yang sering pada kanker
pankreas adalah double duct sign. Dimana kedua duktus pankreas dan duktus
biliaris komunis menyempit dan dilewati oleh tumor. Tumor marker seperti CA
19-9 kurang sensitif dan spesifik tetapi dapat digunakan untuk follow-up dari dari

41
pasien yang diterapi dan dapat mendeteksi rekurensi diikuti reseksi. Dapat
dilakukan pemeriksaan sitologi, histologi dan konfirmasi dari suatu keganasan.13

Ultrasonografi transabdominal, endoscopic dan ERCP/MRCP mempunyai


peranan masing-masing dalam mendiagnosis adenokarsinoma duktal pankreas.
Ultrasonografi Transbdominal merupakan pencitraan awal untuk investigasi
pasien dengan karsinoma pankreas khususnya dengan gejala nyeri abdomen
nonspesifik atau jaundice, akurasinya tinggi untuk membedakan obstruktif dari
non-obstruktif. CT menggunakan IV kontras digunakan secara luas untuk
diagnosis dan menentukan staging. MRI merupakan pemeriksaan yang lebih
tinggi dibanding CT-Scan namun biayanya mahal. ERCP masih digunakan dalam
beberapa kasus karena kemampuannya untuk visualisasi secara langsung
duodenum dan Ampulla Vateri dan dapat dilakukan sekaligus untuk sampling
sitologi dan sebagai akses untuk insersi stent. FDG PET mempunyai peranan yang
terbatas dalam mendiagnosis kanker pankreas, karena ketidakmampuan dalam
membedakan inflamasi atau massa pankreas tetapi dilaporkan mempunyai akurasi
yang tinggi dalam mendeteksi lokal rekuren.13

3.3.6. Klasifikasi
Lebih dari 90% adenokarsinoma pankreas adalah adenokarsinoma sel saluran
dengan jenis lain adalah kistadenokarsinoma dan karsinoma sel asinar. Dua
pertiga muncul di kepala pankreas; sepertiga muncul di sisanya (badan dan ekor
pankreas). Beberapa artikel penelitian telah mengevaluasi sifat genetik dari
berbagai subtipe kanker pankreas, memberikan susunan genetik kanker pankreas
secara keseluruhan. Pola genetik ini nantinya dapat digunakan untuk membuat
terapi bertarget, yang berpotensi meningkatkan kelangsungan hidup pasien kanker
pankreas.14

3.4 Anestesi Umum dan Epidural pada Pembedahan Abdomen

Penanganan nyeri pasca operasi yang tidak adekuat merupakan masalah


yang paling sering timbul pada penanganan nyeri pada pasien pediatrik sehingga
meningkatkan morbiditas pasca operasi, antara lain komplikasi pulmonal,
penyembuhan yang lebih lama, bahkan dapat menimbulkan nyeri kronik.

42
Penatalaksanaan nyeri yang adekuat memerlukan perhatian terhadap beberapa
aspek penting, antara lain evaluasi nyeri, pemilihan jenis obat, serta rute
pemberian obat.
Penilaian nyeri yang akurat membutuhkan metode penilaian yang akurat,
sesuai dengan usia anak tersebut. Pada anak yang lebih besar atau pada anak usia
sekolah, intensitas, lokasi, dan kualitas nyeri dapat diungkapkan secara verbal,
namun pada bayi serta anak-anak yang belum dapat berbicara, maka metode
evaluasi nyeri ini harus disesuaikan dengan keadaan tersebut.
Blok caudal secara kontinyu adalah teknik yang berguna untuk anestesi
selama operasi dan manajemen nyeri pasca operasi untuk pasien pediatri, yang
menjalani operasi abdomen bawah.
Anestesi epidural caudal adalah teknik anestesi regional yang paling
popular digunakan pada anak-anak, umumnya digunakan bersamaan dengan
anestesi umum intra operasi,dan digunakan untuk manajemen nyeri pasca operasi.
Tidak seperti caudal blokinjeksi tunggal, blok caudal kontinyuakan menghasilkan
durasi analgesiyang adekuat. Bila digunakan bersamaan dengan anestesi umum
dapat mengurangi kebutuhan agen anestesi.
Anestesi epidural saat ini mulai banyak di lakukan dalam praktekpediatrik
anestesi dan popularitasnya terus berkembang.Kombinasi menghilangkan nyeri
yangsangat baik dan dengan efek samping yang minimal memberikan kepuasan
yang tinggi pada pasien bila dibandingkan dengan metode analgesia lainnya.
Epidural analgesia juga memiliki banyak efek yang menguntungkan pada pasien
pediatrik.Dalam praktek klinis, biasanya digunakan untuk suplement anestesi
umum dan untuk penanganan nyeri pasca operasi. Penanganan nyeri pasca bedah
dari epidural analgesia memiliki banyak manfaat diantaranya adalah weaning
ventilator yang cepat dan menurunkan tingkat sirkulasi stres hormon.

Blok epidural pada anak-anakjuga memberikan lebih sedikit instabilitas


hemodinamik dibandingkan pada orang dewasa.
Penempatan jarum dan kateterepidural secara single-shot dan continus
membuat anestesi epidural mempunyai blok selektif sesuai dengan dermatom
terlibat dalam prosedur pembedahan,hal ini memungkinkan untuk menurunkan

43
dan menguragi dosis obat anestesi lokal serta tidak diperlukannya blokade pada
daerah yang tidak diinginkan.15

44
BAB IV
ANALISIS KASUS

Pasien Tn. Surung berusia 56 tahun datang dengan keluhan nyeri perut
kanan atas ± 1bulan SMRS. Pasien mengeluhkan nyeri pada perut bagian kanan
atas yang semakin memberat sejak + 1 minggu SMRS. Pasien mengeluhkan nyeri
pada perut bagian kanan atas yang dirasakan terus menerus. Pasien juga
mengeluhkan mata berwarna kuning yang diikuti oleh seluruh badan. Pasien juga
mengeluhkan perut yang semakin membesar, terasa kembung, mual, dan teraba
benjolan pada perut bagian kanan atas. Keluhan disertai demam dan menggigil.
Pasien mengaku jarang BAB meskipun sudah mengonsumsi serat yang cukup,
BAB berjumlah sedikit dengan konsistensi keras.

Pada pemeriksaan fisik ditemukkan adanya massa pada perut kanan atas
dengan diameter ± 8cm konsistensi keras immobile, permukaan rata dan batas
tegas.

Setelah dilakukkan pemeriksaan fisik pasien dilakukkan pemeriksaan


darah rutin, kimia darah, USG dan rontgen thoraks. Dari pemeriksaan darah
ditemukkan adanya leukositas yang merupakan kemungkinan terjadunya suatu
mekanisme inflamasi. Dari pemeriksaan USG ditemukan pada gallbladder dan
pancreas area soft tissue intralumen CBD terminal yang mengakibatkan dilatasi
CBD dan distensi GB nyata. Dinding GB tampak menebal difus. Namun tampak
juga area patchy hipoechoici di caput pancreas dengan dilatasi ductus
pankreatikus ringan.

Berdasarkan teori, gejala klinis penegakkan diagnose pada pasien ini


sudah sesuai. Anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang pada pasien ini mengarah pada tumor caput pancreas.

Pada pasien dilakukkan tindakan laparatomi eksplorasi. Tindakan ini


berfungsi sebagai terapi defenitif untuk tumor caput pancreas.

45
Pada saat kunjungan pra anastesi ( anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang), didapatkan pada pemeriksaan fisik thoraks saat inspeksi
barrel chest (+) dan auskultasi wheezing (+) pada apeks kanan. Berdasarkan hal
tersebut status fisik pada pasien ini adalah ASA II.

Sebagai obat premedikasi pada pasien ini yaitu: Asam traneksamat 200
mg, ondansentron 4 mg, dan dexametason 10 mg. Pada pasien ini diberikan obat
premedikasi sekitar 40 menit sebelum dilakukan operasi. Pemberian asam
traneksamat sebagai premedikasi bertujuan untuk mengurangi perdarahan akibat
operasi radikal. Ondasentron ialah antagonis 5 HT3 selektif yang dapat menekan
mual dan muntah. Dexametason merupakan obat kortikosteroid yang bekerja
dengan menghambat pengeluaran zat kimia tertentu didalam tubuh yang biasa
memicu peradangan.

Tindakan anestesia pada kasus ini adalah dengan menggunakan general


anestesi dan anestesi epidural. General anestesi menggunakan teknik anestesia
secara induksi intravena dan rumatan inhalasi. Induksi pada pasien ini dengan
injeksi Propofol 80 mg dan Atrakurium 20 mg, serta pemasangan ETT no 7.0
dengan dosis pemeliharaan menggunakan anestesi inhalasi: sevoflurans + N2O:
O2 .

Berdasarkan teori, induksi anestesi merupakan tindakan untuk membuat


pasien dari sadar menjadi tidak sadar, sehingga memungkinkan dimulainya
anestesi. Obat-obatan yang sering digunakan untuk induksi antar lain tiopental,
propofol dan ketamin.

Pada pasien ini diberikan musclerelaxanAtrakurium 20 mg IV, yang


merupakan obat pelumpuh otot golongan non-depolarisasi turunan aminosteroid,
dengan efek utamanya pada post-junctionaldan selektifitas yang tinggi pada
reseptor sambungan saraf-otot. Paralisis otot dihasilkan oleh karena terjadinya
antagonis kompetitif pada reseptor kolinergiknikotinik otot rangka. Atrakurium
tidak menghasilkan blok pada ganglia otonom, mempunyai onset kerja cepat,

46
masa kerja sedang, pemulihan cepat dan akumulasi minimal, juga mempunyai
tendensi yang rendah untuk melepaskan histamin. Pada pasien ini dosis
atracurium yang diberikan sudah tepat sebanyak 20 mg, dengan dosis intubasi 0,5
mg/KgBBiv, jadi dosis yang di butuhkan sebanyak 20 mg.

Pada pasien ini diberikan maintenance O2 + N2O + sevoflurans. Oksigen


diberikan untuk mencukupi oksigen jaringan. Pemberian anestesi dengan N2O
harus disertai O2 minimal 25%, gas ini bersifat sebagai anestetik lemah tetapi
analgetiknya kuat. Sevoflurane merupakan halogenasi eter. Induksi dan pulih
anestesi lebih cepat dibandingkan isoflurane. Efek terhadap kardiovaskular cukup
stabil, jarang menyebabkan aritmia. Setelah pemberian dihentikan, sevoflurane
cepat dikeluarkan oleh tubuh.

Pada pasien ini juga dilakukan anestesi epidural yang menggunakan


regimen Bupivacaine 0,5% 10 mL. Pemberian regimen bupivacaine 0,5%
memberikan efek blok sensori yang kuat dan blok motorik ringan sedang.

Pemberian anestesi epidural ini bertujuan untuk suplemen selama pasien


dilakukan operasi dan manajemen nyeri pasca operasi.

Kebutuhan total cairan pada pasien ini, yaitu 1.740 mL selama operasi,
terdiri dari jumlah cairan pengganti puasa 720 mL, maintenance 120 mL, stress
operasi 480 mL. Pada jam I dibutuhkan 960 mL, jam II dan III dibutuhkan 780
mL. Saat intraoperatif pasien tidak mengalami syok, sehingga tidak diberikan
transfusi PRC.

Setelah operasi selesai pasien dibawa ke Recovery Room (RR). Pada saat
di RR, dilakukan monitoring seperti di ruang operasi, yaitu meliputi tekanan
darah, saturasi oksigen, EKG, denyut nadi hingga kondisi stabil. Bila pasien
gelisah harus diteliti apakah karena kesakitan atau karena hipoksia (TD turun,
nadi cepat, misalnya karena hipovolemik). Oksigen selalu diberikan sebelum
pasien sadar penuh. Pasien hendaknya jangan dikirim ke ruangan sebelum sadar,
tenang, reflek jalan nafas sudah aktif, tekanan darah, nadi dalam batas normal.
Pasien dapat keluar dari RR apabila sudah mencapai skor Aldrete lebih dari 8.

47
Namun jika aldretescore < 8 setelah dilakukan perawatan di recoveryroom selama
2 jam, pasien selanjutnya dilakukkan perawatan di ruangan ICU.

BAB V
KESIMPULAN

Pasien Tn. Surung berusia 56 tahun datang dengan keluhan nyeri perut kanan atas
± 1bulan SMRS. Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
penunjang pasien didiagnosa dengan tumor caput pancreas. Setelah itu pasien
dilakukan manajemen operatif berupa laparatomi eksploratif dengan anestesi
umum dan epidural.

Pemeriksaan pra anestesi memegang peranan penting pada setiap operasi


yang melibatkan anestesi. Pemeriksaan yang teliti memungkinkan kita mengetahui
kondisi pasien dan memperkirakan masalah yang mungkin timbul sehingga dapat
mengantisipasinya.
Dalam kasus ini selama operasi berlangsung, tidak ada hambatan yang
berarti baik dari segi anestesi maupun dari tindakan operasinya. Selama di ruang
pemulihan juga tidak terjadi hal yang memerlukan penanganan serius. Secara
umum pelaksanaan operasi dan penanganan anestesi berlangsung dengan baik.

48
DAFTAR PUSTAKA

1. Varon AJ SC. Essential Of Trauma Anesthesia Second Edition. UK


CambridgeUniversity Press. 2017;
2. Crowder MS etal. MechanismofAnesthesiaandConsciousness. Dalam
ClinicalAnesthesia 7thEdition,. (editor) PGB, editor. USA: Lipincott
Williams andWilkins.; 2014.
3. Garden OJ etal. PrinciplesandPracticeofSurgery: WithStudentConsult.
USA: ElsevierHealthSciences; 2012. 75 p.
4. Jenkins K dan BA. ConsentandAneaestheticRisk. OriginalArticle.
Anaesthesia (10). 2003;(962-984.).
5. Latief, S.A., Suryadi, K.A. & Dachlan MRE. Petunjuk Praktis
Anestesiologi. 2nd ed. Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif FKUI.
Jakarta; 2009.
6. Dkk. BJ. Morgan &Mikhail’sClinicalanesthesiology. 6th ed. New York:
McGraw Hill Education; 2018.
7. Hernandez AN dkk. Epidural anesthesia. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK542219/.
8. OJ G. The pancreas and spleen. fifth. Garden OJ, Bradubury AW, Forsythe
JL PR, editor. Churchill Livingstone.Elsevier,; 2007. 269–79 p.
9. Karison BM, Ekborn A, Kaliskog V RJ. Abdominal US for diagnosis of
pancreatic tumor: prospective cohort analysisNo Title. Radiology.
1999;213:107-11.
10. Darmawan Guntur MS. The Indonesian Journal of Gastroenterology,
Hepatology, and Digestive Endoscopy. In: Darmawan Guntur MS, editor.
Jakarta: Faculty of Medicine, University of Indonesia; 2011.
11. J. M. Textbook of Radiology and Imaging. In: D S, editor. 7th ed.
ed.Churchill livingstone; 2003. p. 787–99.
12. Adam A, Dixon AK, Grainger RG AD. Diagnostic radiology. In: Adam J
MR, editor. fifth. Churchll Livingstone; 2001. p. 789–809.
13. SudoyoW SMS. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. In: Padmomartono SF,
editor. Edisi keli. Jakarta: Interna Publishing; 2010. p. 739–45.
14. Puckett Y, Garfield K. Pancreatic cancer. In: StatPearls [Internet].
StatPearls Publishing; 2021.

49
15. wiranto E, Sunarso S SC. Kaudal epidural kontinyu pada pasien pediatri
yang menjalani pembedahan abdomen dan rectum. JAI (Jurnal Anestesiol
Indones [Online]. VII(1):41–7.

50

Anda mungkin juga menyukai