Disusun Oleh :
Gumaya Indriana Utami, S.Ked
G1A221118
Universitas Jambi
Pembimbing
i
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur kepada Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah Case Report Session
(CRS) yang berjudul “General Anestesia dan Epidural pada Tindakan Lapatomi
Eksplorasi atas Indikasi Tumor Caput Pankreas” sebagai salah satu syarat
menyelesaikan Kepaniteraan Klinik Senior Bagian Ilmu Anestesi di Rumah Sakit
Umum Daerah Raden Mattaher Provinsi Jambi.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Andy Hutariyus, Sp.An yang
telah bersedia meluangkan waktu dan pikirannya untuk membimbing penulis
selama menjalani Kepaniteraan Klinik Senior Bagian Ilmu Anestesi di Rumah
Sakit Umum Daerah Raden Mattaher Provinsi Jambi.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan pada makalah Case
Report Session ini, sehingga penulis mengharapkan kritik dan saran untuk
menyempurnakan makalah ini. Penulis mengharapkan semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi penulis sendiri dan pembaca.
ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL.............................................................................i
HALAMAN PENGESAHAN...............................................................ii
KATA PENGANTAR...........................................................................iii
DAFTAR ISI..........................................................................................iv
BAB I PENDAHULUAN......................................................................1
BAB II LAPORAN KASUS.................................................................2
BAB III TINJAUAN PUSTAKA.........................................................16
BAB IV ANALISA KASUS..................................................................42
BAB V KESIMPULAN.........................................................................45
DAFTAR PUSTAKA............................................................................46
iv
BAB 1
PENDAHULUAN
Tumor eksokrin pankreas pada umumnya berasal dari sel duktus dan sel
asiner. Sekitar 90% merupakan tumor ganas jenis adenokarsinoma duktus
pankreas, dan sebagian besar kasus (70%) lokasi kanker adalah pada kaput
pankreas. Kanker pankreas merupakan neoplasma ganas yang berasal dari
perubahan sel pada jaringan pankreas. Insiden karsinoma pankreas 7,6 per 100
ribu pertahun di Eropa Barat,kira-kira 2,5% dari semua kasus baru yang
terdiagnosa tumor dan 5% dari semua kanker. Kanker pankreas merupakan
penyebab nomor empat yang menyebabkan kematian di Amerika dan ke delapan
diseluruh dunia.11
1
BAB II
LAPORAN KASUS
2.1 Laporan Pra Anestesi
a. Identitas Pasien
Nama : Tn. S
Jenis kelamin : Laki-Laki
Umur : 56 tahun
NO RM : 1017949
Alamat : Tanjung Jabung
Ruangan : Bangsal Bedah
Diagnosis : Tumor caput pankreas
Tindakan : Laparotomi eksplorasi
Masuk RS : 14 November 2022
b. Anamnesis
Keluhan utama : nyeri perut kanan atas yang memberat ± 1 miggu SMRS
+ 1 bulan SMRS. Os mengeluhkan nyeri pada perut bagian kanan atas yang
dirasakan terus menerus. Os juga mengeluhkan mata berwarna kuning yang
diikuti oleh seluruh badan. Os juga mengeluhkan perut yang semakin
membesar, terasa kembung, mual, dan teraba benjolan pada perut bagian
kanan atas. Keluhan disertai demam dan menggigil. Os mengaku jarang
BAB meskipun sudah mengonsumsi serat yang cukup, BAB berjumlah
sedikit dengan konsistensi keras.
Anamnesis Pre-Operasi:
A (Alergy) : tidak ada riwayat alergi terhadap obat-obatan, makanan,
maupun riwayat asma.
2
M (Medication) : saat ini pasien tidak sedang mengkonsumsi dan
menjalani pengobatan apapun.
P (Post Medical History) : pasien belum pernah berobat sebelumnya,
riwayat hipertensi (-), diabetes mellitus (-), mengorok saat tidur (-), kejang
(+), nyeri dada (-),merokok (-), alkohol (-), gigi palsu (-), keadaan psikis
tenang.
L (Last Meal) : Pasien diminta puasa 6 jam sebelum operasi yaitu pukul
02.00 wib.
E (Elicity history) : Pasien mengeluh nyeri perut kanan atas dan membesar
sejak 1 bulan SMRS, pasien datang ke IGD RSUD Raden Mattaher karena
keluhan nyeri perut kanan atas dan membesar.
3
Riwayat Sosial dan Ekonomi :
c. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
GCS : E4V5M6
Vital Sign :
Tekanan darah : 120/90 mmHg
Nadi : 90 x/menit
RR : 20 x/menit
Suhu : 36,6 ºC
Kepala : Normocephal,
Mata : Konjungtiva anemis (+/+), sklera ikterik (-/-),
reflek
cahaya (+/+), pupil isokor
THT : Perdarahan (-), gigi komplit, mallampati I
Leher : Pembesaran KGB (-), nyeri tekan (-). Mallapati 3
Thorax
Paru-paru
Inspeksi : Pergerakan dinding dada simetris, barrel chest (+)
skar (-)
Palpasi : Nyeri tekan (-), krepitasi (-)
Perkusi : Sonor dikedua lapang paru
Auskultasi : Vesikuler (+), ronkhi (-), wheezing (+) pada apeks
kanan
Jantung
Inspeksi : Ictus cordis teraba di ICS V linea midclavicularis
sinistra
4
Palpasi : Ictus cordis teraba di ICS V linea midclavicula
sinistra
Perkusi : Batas jantung dalam batas normal
Auskultasi : BJ I dan II reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen
Inspeksi : Distensi (+), sikatrik (-),
Auskultasi : Bising usus menurun (+) 5 kali
Palpasi : perut papan (+), nyeri tekan (+) pada kuadran
kanan atas, kanan bawah dan kiri atas, teraba massa pada 5 jari
dibawah arcus costae dengan batas tegas diameter ± 8cm dan
permukaan rata.
Perkusi : Redup pada kuadran kanan atas, timpani pada
kuadran lain
d. Pemeriksaan Penunjang
A. Pemeriksaan Laboratorium (14/11/2022)
Darah Rutin
WBC : 19,6x 103/L (H)
RBC : 3,62 x106/mm3 (L)
HGB : 11,6 gr/dL
HCT : 31,2 % (L)
PLT : 452 x 103/mm3 (H)
Masa Pendarahan (BT) : 2 menit
Masa Pembekuan (CT) : 3 menit
Faal Ginjal
Ureum : 27 mg/Dl (H)
Kreatinin : 0.73 mg/Dl (H)
Elektrolit
5
Natrium : 138.5 mmol/L
Kalium : 3.88 mmol/L
Clorida : 103.0 mmol/L
Faal Hati
SGOT : 86 u/l (H)
SGPT : 99 u/l (H)
Total Protein : 5,2 g/dl (L)
Albumin : 2,6 g/dl (L)
Globulin : 2,6 g/dl
Pencitraan
1. Foto Rontgen Thoraks PA (08/11/22)
Hasil:
Hasil :
• Cor : CTR <50 %. Kontur baik.
• Aorta normal.
• Mediastinum superior tidak melebar. Hilus kanan baik, kiri tertarik
ke kranial
6
• Tampak fibroinfiltrat dengan bronkiektasis sekitarnya di lapangan
atas-tengah kedua paru.
• Kedua hemidiafragma licin
• Kedua sudut kostofrenikus lancip
• Tulang-tulang costae bilateral kesan intak
Kesan:
Dapat sesuai gambaran TB paru bilateral
2. USG Abdomen (31/8/22)
Hasil:
Hasil Pemeriksaan USG Abdomen :
• Hepar: normal
• Lien: normal
• Ginjal dan sytem pelviocalyceal: normal
• Gallbladder, pancreas: area soft tissue intralumen CBD terminal
yang mengakibatkan dilatasi CBD dan distensi GB nyata. Dinding
GB tampak menebal difus. Namun tampak juga area patchy
hipoechoici di caput pancreas dengan dilatasi ductus pankreatikus
ringan
• Bowel: tidak ada temuan signifikan
• Nodul: tidak ada
• Buli: normal
• Prostat: normal
• cairan bebas: tidak ada
7
Kesan:
Gambaran diatas dapat merupakan 1. Neoplasma ampulla atau 2.
Neoplasma caput pankreas dengan obstructive biliopathy dan
cholecystitis. Evaluasi lanjutan dengan CT Scan abdomen dan pelvis
kontras disarankan
8
e. Diagnosis : Tumor caput pankreas
f. Penentuan Status Fisik ASA : I / II / III / IV / V
g. Persiapan Pra Anestesi :
- Siapkan Informed Consent dan SIO
- Puasa 6 jam sebelum operasi
b. Anestesi Regional :
9
1. Teknik : Epidural anestesi
2. Lokasi Tusukan : T7
3. Obat Anestesi Lokal : Buvipacaine0,5% 10 mL
4. Adjuvant : Morphin 2mg
c. Anestesi Umum
1. Induksi : Propofol 80 mg
2. Analgetik : Fentanyl 80 mcg
3. Relaksasi : Atrakurium 20 mg + 5 mg + 10 mg +
10 mg
10
Stres operasi (O)
= 8 cc/KgBB/jam (operasi berat)
= 8 cc x 60 kg/jam
= 480 cc/jam
EBV : 75 x BB
EBV : 75 x 60 4500 cc
ABL : 20% x EBV
ABL : 20% x 4500 900 cc
Jam II : ¼ PP + O + M
¼ (720 cc) + 480 cc + 120 cc = 780 cc
Total : 960 cc + 780 cc = 1.740 cc
11
epidural
atracurium 20 mg.
∙ Dilakukan auskultasi
dikedua lapang paru
untuk mengetahui ETT
terpasang dengan
benar.
∙ ETT dihubungkan
dengan ventilator ∙
12
ETT difiksasikan
dengan plaster
∙ Diberikan maintenance
yaitu sevofluran 1% +
N2O O2 2L.
13
∙ Pasien dipindahkan
keruang pemulihan
14
Jam TD Nadi RR SpO2 Keterangan
Pasien masuk ruang pemulihan
Dilakukan pemasangan
110/7
15.15 88 20 100% monitoring dan dilakukan skoring
0
dengan menggunakan skor
alderete
Pasien menunggu di ruang
110/7
15.30 88 20 99 % pemulihan dan pasin keluar ruang
0
pemulihan
15
Tabel 2.4 Penilaian Alderete Score
Penilaian Skor Nilai
Aktivitas
- Dapat Menggerakkan 4 ekstremitas 2
- Dapat menggerakkan 2 ekstremitas 1 2
- Tidak Besespon 0
Warna
- Merah Muda 2
- Pucat 1 2
- Sianosis 0
16
5. Terapi lainnya sesuai dokter operator : dr. Rizal, Sp.B KBD
17
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1.1 Definisi
Tidak semua pasien atau prosedur medis ideal untuk dijalani di bawah
anestisia umum. Semua teknik anastesia harus dapat sewaktu-waktu
dikonversikan menjadi anestesia umum.3
18
Keuntungan anestesia umum
a. Pasien tidak sadar, mencegah ansietas pasien selama prosedur medis berlangsung.
b. Efek amnesia meniadakan memori buruk pasien yang didapat akibat ansietas dan
berbagai kejadian intraoperatif yang mungkin memberikan trauma psikologis.
c. Memungkinkan dilakukannya prosedur yang memakan waktu lama.
Anamnesis
19
bulan, suksinilkolin yang menimbulkan apnoe berkepanjangan juga jangan
diulang.Kebiasaan merokok sebaiknya dihentikan 1-2 hari sebelumnya untuk
eliminasi nikotin yang mempengaruhi sistem kardiosirkulasi, dihentikan beberapa
hari untuk mengaktifkan kerja silia jalan nafas dan 1-2 minggu untuk mengurangi
produksi sputum. Kebiasaan minum alkohol juga patut dicurigai akan adanya
penyakit hepar.4
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan Laboratorium
20
Kelas III : Pasien dengan penyakit sistemik berat, sehingga aktivitas
rutinterbatas.
Masukan Oral
Premedikasi
a. Meredakan kecemasan
f. Menciptakan amnesia
21
g. Mengurangi isi cairan lambung
pasien tidak sadar, untuk menjaga agar lidah tidak menutupi jalan napas
Introducer : mandarin atau silet dari kawat untuk memandu agar pipa
trakea mudah untuk di masukkan
Conector : penyambung antara pipa dan alat anesthesia
Induksi Intravena
22
rumatan anestesi, tambahan pada analgesia regional atau untuk membantu
prosedur diagnostik misalnya tiopental, ketamin dan profopol. Untuk anestesia
intravena total biasanya menggunakan profopol.4
Anestetik Inhalasi
Obat anestetik inhalasi yang pertama kali dikenal dan digunakan untuk
membantu pembedahan ialah N2O. Kemudian menyusul eter, kloroform, etil-
klorida, etilen, divinil-eter, siklosporin, triklor-etilen, iso-propenil-vinil-eter,
propenil-metil-eter, fluoroksan, etil-vinil-eter, halotan, metoksi-fluran, enfluran,
isofluran, desfluran dan sevofluran.Dalam dunia modern, anestetik inhalasi yang
umum digunakan untuk praktek klinik ialah N2O, halotan, enfluran, isofluran,
desfluran, dan sevofluran. Obat-obat lain ditinggalkan karena efek samping yang
tidak dikehendaki.Ambilan alveolus gas atau uap anestetik inhalasi ditetukan oleh
sifat fisiknya:4
23
1. Konsentrasi inspirasi. Teoritis kalau saturasi uap anestetik di dalam jaringan
sudah penuh, makaambilan paru berhenti dan konsentrasi uap inpirasi sama
dengan alveoli. Halini dalam praktek tak pernah terjadi. Induksi makin cepat
kalau konsentrasi makin tinggi, asalkan tak terjadi depresi napas atau kejang
laring. Induksimakin cepat jika disertai oleh N2O (efek gas kedua).
2. Ventilasi alveolar. Ventilasi alveolar meningkat, konsentrasi alveolar makin tinggi
dan sebaliknya.
3. Koefisien darah/gas. Makin tinggi angkanya, makin cepat larut dalam darah,
makin rendah konsentrasi dalam alveoli dan sebaliknya.
4. Curah jantung atau aliran darah paru
Sebagian besar gas anestesi dikeluarkan lagi oleh badan lewat paru.
Sebagianlagidimetabolisir oleh hepar dengan sistem oksidasi sitokrom P450. Sisa
metabolismeyang larut dalam air dikeluarkan melalui ginjal.4
N2O
--- 2H2O + N2O. N2O dalam ruangan berbentuk gas tak berwarna, bau manis, tak
iritasi, tak terbakar dan beratnya 1,5 kali berat udara. Zat ini dikemas dalam
bentuk cair dalamsilinder warna biru 9000 liter atau 1800 liter dengan tekanan
750 psi atau 50 atm.Pemberian anestesi dengan N2O harus disertai O2 minimal
25%. Gas ini bersifat anestetik lemah, tetapi analgesianya kuat, sehingga sering
digunakan untuk menguranginyeri menjelang persalinan. Pada anestesi inhalasi
24
jarang digunakan sendirian, tetapidikombinasi dengan salah satu cairan anestesi
lain seperti halotan dan sebagainya. Pada akhir anestesi setelah N2O dihentikan,
maka N2O akan cepat keluar mengisi alveoli,sehingga terjadi pengenceran O2
dan terjadilah hipoksia difusi. Untuk menghindariterjadinyahipoksia difusi,
berikan O2 100% selama 5-10 menit.4
Halotan
25
merupakan indikasi kontra pada penderita gangguan hepar, pernah dapat halotan
dalam waktu kurang tiga bulan atau pasienkegemukan. Pasca pemberian halotan
sering menyebabkan pasien menggigil.4
Enfluran
Isofluran
26
sehingga dapatmenyebabkan perdarahan pasca persalinan. Dosis pelumpuh otot
dapat dikurangisampai 1/3 dosis biasa jika menggunakan isofluran.4
Desfluran
Sevofluran
27
bergantung apakah pasien bernapas spontan, dibantu (assisted), atau dikendalikan
(controlled).4
28
mungkin juga patientstateindex [PSI]) mengurangi dosis obat total dan
memperpendek pemulihan dan waktu untuk memindahkan pasien. Penggunaan
LMA dapat juga membolehkan level anesthesia yang lebih dangkal yang dapat
mempercepat pengakhiran.3 Kecepatan pengakhiran juga dipengaruhi oleh obat-
obat pra bedah. Premedikasi dengan obat-obat yang waktu kerjanya lebih lama
daripada prosedur mungkin menyebabkan pengakhiran yang berkepanjangan.
Durasi pendek midazolam membuatnya cocok untuk obat premedikasi untuk
prosedur yang singkat. Efek obat tidur pra bedah atau minum obat (alkohol,
sedatif) dapat menambah efek zat-zat anestetik dan memperpanjang pengakhiran.3
3.2.1 Definisi
29
yang dapat berguna secara klinis. Misalnya, dengan menggunakan konsentrasi
yang relatif encer dari anestesi lokal yang dikombinasikan dengan opioid, epidural
memberikan analgesia tanpa blok motorik. Ini biasanya digunakan untuk
analgesia persalinan dan pasca operasi.Selain itu, blok segmental dimungkinkan
karena anestesi dapat dibatasi dengan tingkat di mana ia disuntikkan. Blok
segmental ditandai dengan pita anestesi yang jelas pada akar saraf tertentu; tanpa
blokade akar saraf di atas dan di bawah. Hal ini dapat dilihat dengan epidural
toraks yang memberikan anestesi perut bagian atas hingga akar saraf serviks dan
lumbar. 6
Blok epidural toraks secara teknis lebih sulit dilakukan daripada blok
lumbal karena angulasi yang lebih besar dan tumpang tindih prosesusspinosus
pada tingkat vertebra. Selain itu, potensi risiko cedera tulang belakang dengan
pungsi dural yang tidak disengaja, meskipun sangat kecil dengan teknik yang
baik, mungkin lebih besar daripada di tingkat lumbar. Blok epidural toraks dapat
dilakukan dengan pendekatan garis tengah atau paramedian. Teknik epidural
toraks lebih umum digunakan untuk analgesia pascaoperasi daripada sebagai
anestesi primer. Teknik tembakan tunggal atau kateter digunakan untuk
manajemen nyeri kronis. Infus melalui kateter epidural berguna untuk
memberikan durasi analgesia yang berkepanjangan dan dapat meniadakan atau
memperpendek ventilasi pasca operasi pada pasien dengan penyakit paru yang
mendasari dan setelah operasi dada. 9
30
Gambar 3.1 Lokasi injeksi epidural9
3.2.2.1 Indikasi
31
3.2.2.2 Kontraindikasi
32
Gambar 3.2. Jarum epidural6
Kateter Epidural
33
ke relung anterolateral dari ruang epidural) dan semakin besar peluang penetrasi
kateter ke vena epidural. Setelah memasukkan kateter ke kedalaman yang
diinginkan, jarum dilepas, meninggalkan kateter di tempatnya. Kateter dapat
direkatkan atau diamankan di sepanjang bagian belakang. Kateter yang akan tetap
terpasang untuk waktu yang lama (misalnya, >1 minggu) dapat dipasang di bawah
kulit. Kateter memiliki salah satu port tunggal di ujung distal atau beberapa port
samping dekat dengan ujung tertutup. Beberapa memiliki stilet untuk penyisipan
yang lebih mudah atau untuk membantu mengarahkan jalur kateter di ruang
epidural dengan panduan fluoroskopi. Kateter yang diperkuat kawat spiral sangat
tahan terhadap kinking. Ujung spiral dikaitkan dengan parestesia yang lebih
sedikit dan kurang intens dan mungkin terkait dengan insiden yang lebih rendah
dari insersi intravaskular yang tidak disengaja. 6
34
Setelah ligamen interspinous dimasukkan dan stilet telah dilepas, teknik
hanging drop mengharuskan hub jarum diisi dengan larutan sehingga drop
menggantung dari bukaan luarnya. Jarum kemudian perlahan-lahan maju lebih
dalam. Selama ujung jarum tetap berada di dalam struktur ligamen, tetesan tetap
"menggantung." Namun, saat ujung jarum memasuki ruang epidural, itu
menciptakan tekanan negatif, dan setetes cairan tersedot ke dalam jarum. Jika
jarum tersumbat, tetesan tidak akan ditarik ke dalam hub jarum, dan tusukan dural
yang tidak disengaja dapat terjadi.6
35
rahim yang menyebabkan rasa sakit atau peningkatan denyut jantung bersamaan
dengan pengujian dosis) dan negatif palsu (bradikardia dan hipertensi berlebihan
sebagai respons terhadap epinefrin pada pasien yang memakai beta blocker) dapat
terjadi. Cukup aspirasi sebelum injeksi tidak cukup untuk menghindari injeksi
intravena yang tidak disengaja; praktisi yang paling berpengalaman telah
menemukan aspirasi negatif palsu melalui jarum dan kateter. Dosis tambahan
adalah metode yang sangat efektif untuk menghindari masalah komplikasi serius
("setiap dosis adalah dosis uji"). Jika aspirasi negatif, sebagian kecil dari total
dosis anestesi lokal yang dimaksudkan disuntikkan, biasanya 5 mL. Dosis ini
cukup besar untuk gejala ringan (tinnitus atau rasa logam) atau tanda-tanda injeksi
intravaskular terjadi (bicara cadel, perubahan mental), tetapi cukup kecil untuk
menghindari kejang atau gangguan kardiovaskular. Ini sangat penting untuk kerja
epidural yang akan digunakan untuk persalinan sesar. Jika bolus epidural awal
diberikan melalui jarum, dan kemudian kateter dimasukkan, mungkin keliru
diasumsikan bahwa posisi kateter sudah baik karena pasien masih nyaman dari
bolus awal. Jika kateter dimasukkan ke dalam pembuluh darah atau sebelumnya
telah berhasilmemposisikan, jika bermigrasi ke intravaskular, toksisitas sistemik
kemungkinan akan terjadi jika dosis anestesi penuh disuntikkan. Kateter dapat
bermigrasi ke intratekal atau intravaskular dari posisi yang awalnya benar
setiapsaat setelah penempatan, tetapi migrasi kemungkinan besar terjadi dengan
pergerakan pasien.6
Jika seorang dokter menggunakan dosis uji awal, rajin melakukan aspirasi
sebelum setiap injeksi, dan selalu menggunakan dosis tambahan, efek samping
toksik sistemik utama dan anestesi spinal total dari injeksi intratekal yang tidak
disengaja akan jarang terjadi. Emulsi lipid penyelamat (20% Intralipid 1,5 mL/kg)
harus tersedia setiap kali blok epidural dilakukan, jika terjadi toksisitas sistemik
anestesi lokal.6
36
3.2.5 Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Anestesi Epidural
Aditif pada anestesi lokal, terutama opioid, cenderung memiliki efek yang
lebih besar pada kualitas anestesi epidural daripada durasi blok.Epinefrin dalam
konsentrasi 5 mcg/mL memperpanjang efek lidokain epidural, mepivacaine, dan
chloroprocaine lebih dari bupivacaine, levobupivacaine, atau ropivacaine. Selain
memperpanjang durasi dan meningkatkan kualitas blok, epinefrin menunda
penyerapan vaskular dan mengurangi tingkat puncak darah sistemik dari semua
anestesi lokal yang diberikan secara epidural.6
37
pendek atau panjang atau penyisipan kateter. Agen kerja pendek hingga
menengah yang umum digunakan untuk anestesi bedah termasuk kloroprokain,
lidokain, dan mepivakain. Agen yang bekerja lebih lama termasuk bupivacaine,
levobupivacaine, dan ropivacaine.6
3.2.7 Komplikasi
38
Insiden karsinoma pankreas 7,6 per 100 ribu pertahun di Eropa Barat,kira-
kira 2,5% dari semua kasus baru yang terdiagnosa tumor dan 5% dari semua
kanker. Kanker pankreas merupakan penyebab nomor empat yang menyebabkan
kematian di Amerika dan ke delapan diseluruh dunia. Mayoritas berasal dari
duktus (85%) dimana pria dibanding wanita 1,5 : 1 dengan usia antara 60-70
tahun. The American Cancer Society mengestimasi tahun 2010 kira-kira 43.140
kasus baru dari kanker pankreas (21.370 pria dan 21.770 wanita) terdiagnosa dan
36.800 orang meninggal karena kanker pankreas. Insiden Internasional di dunia
menempati urutan ke-13 dan menempati urutan ke-8 yang menyebabkan
kematian. Negara lain 8-12 kasus per 100.000 orang pertahun. Insiden
karsinoma pankreas 7,6 per 100.000 pertahun di Eropa Barat, kira-kira 2,5% dari
semua kasus tumor baru yang terdiagnosa dan 5% dari semua kanker. Lebih
sering terjadi pada laki-laki (1,5: 1) dengan usia antara 60-70 tahun.10, 11
3.3.2. Etiologi
Penyebab sebenarnya dari kanker pankreas masih belum jelas. Penelitian
epidemiologik menunjukkan adanya hubungan kanker pankreas dengan beberapa
faktor eksogen (lingkungan) dan faktor endogen pasien. Etiologi kanker faktor
eksogen contohnya kebiasaan merokok, diet tinggi lemak, alkohol, kopi, dan zat
karsinogen industri. Faktor endogen pasien seperti usia, penyakit pankreas
(pankreatitis kronis dan diabetes mellitus) dan mutasi genetik. Insiden kanker
meningkat pada usia lanjut.12,9
3.3.3. Patofisiologi
Sesuai dengan model patogenetik, normal duktal epitelium dapat
berkembang sampai tahap subsekuen kedalam kanker invasif. Normal sel kuboid
berkembang ke dalam flat hiperplasia (PIN IA) kemudian duktal hiperplasia
dengan pseudostratified arsitektur (PIN IB), hiperplasia dengan atipia (PIN 2)
dan berakhir menjadi karsinoma insitu, (PIN 3). PIN 3 berhubungan dengan suatu
resiko tinggi dari perkembangan suatu karsinoma invasif. Onkogen yang berbeda
dapat teraktivasi. Berhubungan dengan suatu reaksi desmoplastik intense dan
meluas mengobstruksi duktus pankreatikus yang berikut ke hulu terjadi dilatasi
39
duktus dan atrophy parenkim. Jika berasal dari kaput biasanya duktus biliaris
dapat mengalami stenosis, dengan dilatasi biliari tree. Kanker pankreas
mempunyai profil imunohistologi kimia yang mirip dengan kanker hepatobilier
(yaitu cholangiocarcinoma) dan beberapa kanker lambung, jadi mungkin tidak
selalu dapat dipastikan bahwa tumor yang ditemukan di pankreas muncul dari
pankreas itu sendiri. Lesi pencetus yang berkaitan dengan tumor pankreas ,
tumbuh dari epitel duktal pankreas. Bentuk morfologi utama adalah pankreatik
intraepitelial neoplasia (PIN). Lesi ini timbul dari mutasi genetik spesifik dan
perubahan seluler yang semuanya berkontribusi terhadap berkembangnya
karsinoma duktal invasif. Perubahan awal berkaitan dengan mutasi gen KRAS 2
dan pemendekan telomere. Kemudian P 16/CDKN 2A diinaktifkan, sehingga
terjadi inaktivasi TP53 dan MAD4. Mutasi ini berhubungan dengan
perkembangan displasia dan berkembangnya duktal karsinoma eksokrin
pankreas.8,11
Gejala klinis awal mulai terlihat pada massa yang berasal dari kaput
pankreas dengan ukuran diameter lebih kecil dari 2-3 cm pada saat didiagnosis,
pada korpus dan tail diameter 5-7 cm. Obstruksi jaundice, dengan pasase atau
aliran urine yang gelap, dan kotoran yang pucat merupakan gambaran klinis yang
sering terjadi pada karsinoma kaput pankreas, biasanya progresif, pruritus yang
mengganggu, kandung empedu biasanya palpabel, pada pasien dengan dengan
obstruktive jaundice, berhubungan dengan kanker pankreas. Penurunan berat
badan bervariasi, bisa sampai sekitar 44 kg, karena intake yang inadekuat dan
malabsorpsi serta penurunan fungsi liver. Nyeri abdomen kira-kira 70% pada
40
saat terdiagnosis, infiltrasi dari neoplasma dapat menyebabkan back pain
menunjukkan prognosis yang buruk. Diabetes mellitus atau kelainan glukosa
toleran terdapat pada sepertiga pasien. Terdapat steatore dan kegagalan absorpsi
lemak menyebabkan koagulopathy.9
Tanda klinis sangat tergantung pada letak tumor dan perluasan atau
stadium kanker. Pasien umumnya gizi kurang, anemik, ikterik, teraba tumor
massa padat pada epigastrium, sulit digerakkan karena letak tumor di
retroperitoneum. Dapat dijumpai ikterus dan massa yang dapat dipalpasi di
sekitar kandung empedu pada pasien dengan jaundice diduga sebagai obstruksi
neoplastik pada banyak duktus (Courvoisier Sign) yang disebabkan oleh kanker
pankreas, ditemukan pada separuh kasus, hepatomegali, splenomegali, ascites.
Kelainan lain terdapat nodul periumbilikus (Sister Mary Joseph’s nodule),
trombosis vena dan migratory thrombophlebitis (Trousseau’s syndrome),
perdarahan gastrointestinal dan edema tungkai.12
3.3.5. Diagnosis
Diagnosis kanker pankreas dengan gejala klinis, laboratorium seperti
kenaikan bilirubin serum dan transaminase, ditambah dengan penunjang diagnosis
berupa penanda tumor CEA (Carcinoembrionic antigen) dan Ca 19-9,
gastroduodenografi, ultrasonografi, CT-Scan, skintigrafi pankreas, MRI dan
ERCP, endoskopik ultrasonografi, angiografi, PET, bedah dan biopsi.12, 13
Pada pasien dengan jaundice, karena terdapat sifat dasar obstruktif dapat
dilakukan pemeriksaan urine, darah dan feses. Ultrasonografi dapat mendeteksi
dilatasi dari biliari tree, memperlihatkan lesi massa dari pankreas atau metastasis
liver. MRCP lebih baik dibanding ERCP karena kurang invasif dan dapat
memperlihatkan duktus pankreatikus dan duktus biliaris, dan menentukan
kebutuhan terapeutik intervensi. Suatu penemuan yang sering pada kanker
pankreas adalah double duct sign. Dimana kedua duktus pankreas dan duktus
biliaris komunis menyempit dan dilewati oleh tumor. Tumor marker seperti CA
19-9 kurang sensitif dan spesifik tetapi dapat digunakan untuk follow-up dari dari
41
pasien yang diterapi dan dapat mendeteksi rekurensi diikuti reseksi. Dapat
dilakukan pemeriksaan sitologi, histologi dan konfirmasi dari suatu keganasan.13
3.3.6. Klasifikasi
Lebih dari 90% adenokarsinoma pankreas adalah adenokarsinoma sel saluran
dengan jenis lain adalah kistadenokarsinoma dan karsinoma sel asinar. Dua
pertiga muncul di kepala pankreas; sepertiga muncul di sisanya (badan dan ekor
pankreas). Beberapa artikel penelitian telah mengevaluasi sifat genetik dari
berbagai subtipe kanker pankreas, memberikan susunan genetik kanker pankreas
secara keseluruhan. Pola genetik ini nantinya dapat digunakan untuk membuat
terapi bertarget, yang berpotensi meningkatkan kelangsungan hidup pasien kanker
pankreas.14
42
Penatalaksanaan nyeri yang adekuat memerlukan perhatian terhadap beberapa
aspek penting, antara lain evaluasi nyeri, pemilihan jenis obat, serta rute
pemberian obat.
Penilaian nyeri yang akurat membutuhkan metode penilaian yang akurat,
sesuai dengan usia anak tersebut. Pada anak yang lebih besar atau pada anak usia
sekolah, intensitas, lokasi, dan kualitas nyeri dapat diungkapkan secara verbal,
namun pada bayi serta anak-anak yang belum dapat berbicara, maka metode
evaluasi nyeri ini harus disesuaikan dengan keadaan tersebut.
Blok caudal secara kontinyu adalah teknik yang berguna untuk anestesi
selama operasi dan manajemen nyeri pasca operasi untuk pasien pediatri, yang
menjalani operasi abdomen bawah.
Anestesi epidural caudal adalah teknik anestesi regional yang paling
popular digunakan pada anak-anak, umumnya digunakan bersamaan dengan
anestesi umum intra operasi,dan digunakan untuk manajemen nyeri pasca operasi.
Tidak seperti caudal blokinjeksi tunggal, blok caudal kontinyuakan menghasilkan
durasi analgesiyang adekuat. Bila digunakan bersamaan dengan anestesi umum
dapat mengurangi kebutuhan agen anestesi.
Anestesi epidural saat ini mulai banyak di lakukan dalam praktekpediatrik
anestesi dan popularitasnya terus berkembang.Kombinasi menghilangkan nyeri
yangsangat baik dan dengan efek samping yang minimal memberikan kepuasan
yang tinggi pada pasien bila dibandingkan dengan metode analgesia lainnya.
Epidural analgesia juga memiliki banyak efek yang menguntungkan pada pasien
pediatrik.Dalam praktek klinis, biasanya digunakan untuk suplement anestesi
umum dan untuk penanganan nyeri pasca operasi. Penanganan nyeri pasca bedah
dari epidural analgesia memiliki banyak manfaat diantaranya adalah weaning
ventilator yang cepat dan menurunkan tingkat sirkulasi stres hormon.
43
dan menguragi dosis obat anestesi lokal serta tidak diperlukannya blokade pada
daerah yang tidak diinginkan.15
44
BAB IV
ANALISIS KASUS
Pasien Tn. Surung berusia 56 tahun datang dengan keluhan nyeri perut
kanan atas ± 1bulan SMRS. Pasien mengeluhkan nyeri pada perut bagian kanan
atas yang semakin memberat sejak + 1 minggu SMRS. Pasien mengeluhkan nyeri
pada perut bagian kanan atas yang dirasakan terus menerus. Pasien juga
mengeluhkan mata berwarna kuning yang diikuti oleh seluruh badan. Pasien juga
mengeluhkan perut yang semakin membesar, terasa kembung, mual, dan teraba
benjolan pada perut bagian kanan atas. Keluhan disertai demam dan menggigil.
Pasien mengaku jarang BAB meskipun sudah mengonsumsi serat yang cukup,
BAB berjumlah sedikit dengan konsistensi keras.
Pada pemeriksaan fisik ditemukkan adanya massa pada perut kanan atas
dengan diameter ± 8cm konsistensi keras immobile, permukaan rata dan batas
tegas.
45
Pada saat kunjungan pra anastesi ( anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang), didapatkan pada pemeriksaan fisik thoraks saat inspeksi
barrel chest (+) dan auskultasi wheezing (+) pada apeks kanan. Berdasarkan hal
tersebut status fisik pada pasien ini adalah ASA II.
Sebagai obat premedikasi pada pasien ini yaitu: Asam traneksamat 200
mg, ondansentron 4 mg, dan dexametason 10 mg. Pada pasien ini diberikan obat
premedikasi sekitar 40 menit sebelum dilakukan operasi. Pemberian asam
traneksamat sebagai premedikasi bertujuan untuk mengurangi perdarahan akibat
operasi radikal. Ondasentron ialah antagonis 5 HT3 selektif yang dapat menekan
mual dan muntah. Dexametason merupakan obat kortikosteroid yang bekerja
dengan menghambat pengeluaran zat kimia tertentu didalam tubuh yang biasa
memicu peradangan.
46
masa kerja sedang, pemulihan cepat dan akumulasi minimal, juga mempunyai
tendensi yang rendah untuk melepaskan histamin. Pada pasien ini dosis
atracurium yang diberikan sudah tepat sebanyak 20 mg, dengan dosis intubasi 0,5
mg/KgBBiv, jadi dosis yang di butuhkan sebanyak 20 mg.
Kebutuhan total cairan pada pasien ini, yaitu 1.740 mL selama operasi,
terdiri dari jumlah cairan pengganti puasa 720 mL, maintenance 120 mL, stress
operasi 480 mL. Pada jam I dibutuhkan 960 mL, jam II dan III dibutuhkan 780
mL. Saat intraoperatif pasien tidak mengalami syok, sehingga tidak diberikan
transfusi PRC.
Setelah operasi selesai pasien dibawa ke Recovery Room (RR). Pada saat
di RR, dilakukan monitoring seperti di ruang operasi, yaitu meliputi tekanan
darah, saturasi oksigen, EKG, denyut nadi hingga kondisi stabil. Bila pasien
gelisah harus diteliti apakah karena kesakitan atau karena hipoksia (TD turun,
nadi cepat, misalnya karena hipovolemik). Oksigen selalu diberikan sebelum
pasien sadar penuh. Pasien hendaknya jangan dikirim ke ruangan sebelum sadar,
tenang, reflek jalan nafas sudah aktif, tekanan darah, nadi dalam batas normal.
Pasien dapat keluar dari RR apabila sudah mencapai skor Aldrete lebih dari 8.
47
Namun jika aldretescore < 8 setelah dilakukan perawatan di recoveryroom selama
2 jam, pasien selanjutnya dilakukkan perawatan di ruangan ICU.
BAB V
KESIMPULAN
Pasien Tn. Surung berusia 56 tahun datang dengan keluhan nyeri perut kanan atas
± 1bulan SMRS. Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
penunjang pasien didiagnosa dengan tumor caput pancreas. Setelah itu pasien
dilakukan manajemen operatif berupa laparatomi eksploratif dengan anestesi
umum dan epidural.
48
DAFTAR PUSTAKA
49
15. wiranto E, Sunarso S SC. Kaudal epidural kontinyu pada pasien pediatri
yang menjalani pembedahan abdomen dan rectum. JAI (Jurnal Anestesiol
Indones [Online]. VII(1):41–7.
50