Peritonitis Generalisata
ec Perforasi Appendiks
Oleh :
Lista Yul Zamrul
NIP : 10119210030
2023
BAB I
IDENTIFIKASI KASUS
A. Identitas Pasien
Nama : An.A.M
Usia : 10 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Alamat : Bacan
Pekerjaan : Pelajar
Tanggal Masuk : 28 November 2022
Ruangan : IRDA-B
No. RM 537823
B. ANAMNESIS
Keluhan Utama : Nyeri perut
Riwayat Alergi :
Pasien tidak memiliki alergi makanan maupun obat-obatan.
C. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum : Tampak Sakit Sedang (VAS 6)
Kesadaran : Compos Mentis
GCS : E4M5V6
Tekanan Darah : 110/70 mmHg
Nadi : 115 x/menit
Pernapasan : 24 x/menut
Suhu : 37,0 C
SpO2 : 99%
Status Generalis
Kepala : Normocephal, tidak ada massa, tidak ada deformitas
Mata : Pupil isokor, konjungtiva tidak anemis, sclera tidak
ikterik exopthalmus (-/-), nistagmus (-/-)
Telinga : Tidak ada sekret, deformitas (-)
Hidung : Tidak ada sekret, deformitas (-)
Mulut : Tidak ada kelainan, bibir kering (+)
Leher : Trakea di tengah, tidak ada pembesaran kelenjar tiroid
Thoraks
- Inspeksi : Simetris kiri dan kanan, pergerakan dinding dada simetris
dan iktus kordis tidak tampak
- Palpasi : Fremitus taktil kanan kiri sama, iktus kordis teraba di ICS
V linea midclavicula sinistra
- Perkusi : Sonor di kedua lapang paru
Batas jantung dalam batas normal
- Auskultasi : Jantung = S1S2 murni regular, murmur (-), gallop (-)
Paru = Vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -/-
Abdomen
- Inspeksi : Tampak datar mengikuti gerak napas, massa (-)
Ekstremitas : Akral hangat, tidak ada edema, tidak ada fraktur, CRT < 3
detik
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
USG Abdomen (28 November 2022)
Laboratorium
Hematologi
Darah lengkap (28 November 2022)
Leukosit : 14.50 103/ul
Eritrosit : 5.32 106/ul
Hemoglobin : 13.1 g/dl
Hematokrit : 36.7 %
MCV : 69.0 fL
MCH : 24.6 pg
MCHC : 35.7 g/dl
Trombosit : 320 103/ul
F. PLANNING
Rencana Laparotomi Eksplorasi + Apendektomi pada tanggal 29
November 2022
Persiapan
Informed consent
Lapor OK
Konsul anastesi
Puasa pre-operasi 8 jam
Siapkan darah PRC 2 kantong
Pasang infus Ringer Laktat 20 tpm
Inj. Ceftriaxone 1 gr sebelum Operasi (I.V)
Konservatif
Operatif : Laparotomi Eksplorasi dan Appendektomi
G. LAPORAN OPERASI
Tanggal operasi : 29 November 2022
Jenis operasi : Laparotomi Eksplorasi dan Apendektomi
Langkah-langkah :
- Pasien dalam posisi supine dibawah general anestesi
- Dilakukan Aseptik dan Antiseptik di daerah operasi dan sekitarnya
- Dilakukan pemasangan doek steril
- Insisi midline dan grid, diperdalam lapis demi lapis hingga
peritoneum dan dibuka
- Identifikasi caecum dan apendiks →kesan apendiks meradang
- Mesoapendiks diligasi dan dipotong
- Dilakukan apendektomi, stump apendiks diligasi dan inversi ke
caecum dengan purse string suture
- Cuci rongga abdomen dengan NaCl 0,9%, kontrol perdarahan
- Pasang 1 buah draine
- Jahit luka mulai dari peritoneum – otot – aponeurosis otot – jaringan
subkutis – kulit
- Luka operasi ditutup
- Operasi selesai
I. PROGNOSIS
1. Quo ad vitam : Dubia ad bonam
2. Quo ad fungsionam : Dubia ad bonam
3. Quo ad sanationam : Dubia ad bonam
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. ANATOMI APENDIKS
Apendiks disebut juga umbai cacing. Apendiks merupakan suatu organ
berbentuk tabung, panjangnya kira-kira 10 cm (kisaran 3-15 cm) dengan
diameter 0,5-1 cm dan berpangkal di sekum. Lumennya sempit di bagian
proksimal dan melebar dibagian distal. Pada bayi, apendiks berbentuk
kerucut, lebar pada pangkal dan menyempit ke arah ujung, keadaan ini
menjadi sebab rendahnya kejadian apendisitis pada usia tersebut.1
Apendiks disebut juga apendiks vermiformis merupakan organ yang
sempit dan berbentuk tabung yang mempunyai otot serta terdapat jaringan
limfoid pada dindingnya. Letak apendiks sekitar satu inci (2,5 cm) di bawah
junctura ileocaecalis dan melekat pada permukaan posteromedial caecum.
Apendiks terletak di fossa iliaca dextra, dan dalam hubungannya dengan
dinding anterior abdomen, pangkalnya terletak sepertiga ke atas di garis yang
menghubungkan spina iliaka anterior superior dan umbilikus. Apendiks berisi
makanan dan mengosongkan diri secara teratur ke dalam sekum. Karena
pengosongannya tidak efektif, dan lumennya kecil, apendiks cenderung
menjadi tersumbat dan terutama rentan terhadap infeksi yang biasa disebut
apendisitis.2
D. EPIDEMIOLOGI
Terdapat sekitar 250.000 kasus appendicitis yang terjadi di Amerika Serikat
setiap tahunnya dan terutama terjadi pada anak usia 6-10 tahun. Appendicitis
lebih banyak terjadi pada laki-laki dibandingkan perempuan dengan
perbandingan 3:2.
Bangsa Caucasia lebih sering terkena dibandingkan dengan kelompok ras
lainnya. Appendicitis akut lebih sering terjadi selama musim panas. Insidensi
Appendicitis acuta di negara maju lebih tinggi daripada di negara berkembang,
tetapi beberapa tahun terakhir angka kejadiannya menurun secara bermakna. Hal
ini disebabkan oleh meningkatnya penggunaan makanan berserat dalam menu
sehari-hari. Appendicitis dapat ditemukan pada semua umur, hanya pada anak
kurang dari satu tahun jarang dilaporkan. Insidensi tertinggi pada kelompok umur
20-30 tahun, setelah itu menurun. Insidensi pada laki-laki dan perempuan
umumnya sebanding, kecuali pada umur 20-30 tahun, insidensi lelaki lebih
tinggi.6
E. ETIOLOGI
G. GEJALA KLINIS
Appendicitis dapat mengenai semua kelompok usia. Meskipun sangat
jarang pada neonatus dan bayi, appendicitis akut kadang-kadang dapat terjadi
dan diagnosis appendicitis jauh lebih sulit dan kadang tertunda. Nyeri
merupakan gejala yang pertama kali muncul. Seringkali dirasakan sebagai
nyeri tumpul, nyeri di periumbilikal yang samar-samar, tapi seiring dengan
waktu akan berlokasi di abdomen kanan bawah. Terjadi peningkatan nyeri
yang gradual seiring dengan perkembangan penyakit. Variasi lokasi anatomis
appendiks dapat mengubah gejala nyeri yang terjadi. Pada anak-anak, dengan
letak appendiks yang retrocecal atau pelvis, nyeri dapat mulai terjadi di
kuadran kanan bawah tanpa diawali nyeri pada periumbilikus. Nyeri pada
flank, nyeri punggung, dan nyeri alih pada testis juga merupakan gejala yang
umum pada anak dengan appendicitis retrocecal arau pelvis1. Jika inflamasi
dari appendiks terjadi di dekat ureter atau bladder, gejal dapat berupa nyeri
saat kencing atau perasaan tidak nyaman pada saat menahan kencing dan
distensi kandung kemih. Anorexia, mual, dan muntah biasanya terjadi dalam
beberapa jam setelah onset terjadinya nyeri. Muntah biasanya ringan. Diare
dapat terjadi akibat infeksi sekunder dan iritasi pada ileum terminal atau
caecum. Gejala gastrointestinal yang berat yang terjadi sebelum onset nyeri
biasanya mengindikasikan diagnosis selain appendicitis.
Meskipun demikian, keluhan GIT ringan seperti indigesti atau perubahan
bowel habit dapat terjadi pada anak dengan appendicitis. Pada appendicitis
tanpa komplikasi biasanya demam ringan (37,5 -38,5 0 C). Jika suhu tubuh
diatas 38,6 0 C, menandakan terjadi perforasi. Anak dengan appendicitis
kadang-kadang berjalan pincang pada kaki kanan. Karena saat menekan
dengan paha kanan akan menekan Caecum hingga isi Caecum berkurang atau
kosong. Bising usus meskipun bukan tanda yang dapat dipercaya dapat
menurun atau menghilang. Anak dengan appendicitis biasanya menghindari
diri untuk bergerak dan cenderung untuk berbaring di tempat tidur dengan
kadang-kadang lutut diflexikan 1. Anak yang menggeliat dan berteriak-teriak
jarang menderita appendicitis, kecuali pada anak dengan appendicitis
retrocaecal, nyeri seperti kolik renal akibat perangsangan ureter.
H. DIAGNOSIS
Untuk melakukan diagnosis Apendisitis perlu dilakukan beberapa
pemeriksaan:
a. Anamnesis
Pasien dengan appendicitis biasanya datang dengan keluhan utama
nyeri akut abdomen. Keluhan dimulai dengan nyeri kolik-umbilikal
yang biasanya akan bertahan selama 24 jam pertama. Nyeri lalu
menjalar ke iliaca kanan abdomen dan berubah menjadi nyeri yang
konstan dan tajam. Keluhan mual, muntah, serta penurunan nafsu
makan juga ditemukan pada kasus appendicitis.12
b. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik appendicitis akut, dengan pengamatan akan
tampak dinding perut yang mengencang (distensi), pada palpasi di
daerah perut kanan bawah seringkali bila ditekan akan terasa nyeri dan
bila dilepas juga akan terasa nyeri, ini merupakan kunci dari diagnosis
appendicitis akut. Kemudahan atau kesulitan dalam gerakan mencapai
posisi terlentang biasa digunakan sebagai tanda dan atau tidaknya
iritasi peritoneum lokalisata. Palpasi dilakukan dengan lembut dari sisi
kiri ke sisi kanan abdomen untuk menilai rigiditasnya, tujuannya untuk
mengetahui apakah pasien mengalami iritasi peritoneum atau tidak,
tapi palpasi tidak bisa dijadikan pedoman dikarenakan rasa nyeri yang
dirasakan berdasarkan lokasi apendiks, serta apabila dilakukan
pemeriksaan colok dubur akan didapatkan nyeri pada angka 9-12. 10,11
Berikut merupakan pemeriksaan status lokalis abdomen kuadran kanan
bawah :10
Nyeri tekan McBurney positif apabila didapatkan nyeri tekan
pada kuadran kanan bawah atau titik McBurney dan nyeri
menetap.
Rebound tenderness (nyeri lepas tekan) merupakan nyeri hebat
di abdomen kanan bawah saat tekanan secara tiba-tiba
dilepaskan setelah sebelumnya dilakukan penekanan perlahan
dan dalam titik McBurney.
Defence Muscular merupakan nyeri tekan seluruh lapang
abdomen yang menunjukkan adanya rangsangan peritoneum
parietal.
Rovsing sign merupakan nyeri abdomen di kuadran kanan
bawah apabila dilakukan penekanan pada abdomen bagian kiri
bawah, hal ini diakibatkan oleh adanya nyeri yang dijalarkan
karena iritasi peritoneal pada sisi yang berlawanan.
Obturator sign digunakan untuk melihat apakah apendiks yang
meradang bersinggungan dengan M.Obturator internus atau
tidak. Dengan gerakan fleksi dan endorotasi sendi panggul
pada posisi terlentang, pada appendicitis pelvika akan
menimbulkan nyeri.
Psoas sign dilakukan dengan merangsang m.Psoas melalui
hiperekstensi atau fleksi aktif. Bila menimbulkan nyeri, maka
itu berarti apendiks yang meradang menempel di m.Psoas.
Untuk membantu diagnosis apendisitis akut, Alvarado (1986)
mempublikasikan sistem skoring yang saat ini digunakan secara luas
di seluruh dunia. Dalam skoring ini, terdapat delapan parameter yang
digunakan. Interpretasi dari Skor Alvarado yaitu : pasien dengan skor
≥7 berisiko tinggi mengalami apendisitis akut, sedangkan pasien
dengan skor <5 memiliki risiko sangat rendah.6
Tabel 1. Skor Alvarado
c. Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium Jumlah leukosit diatas 10.000 ditemukan pada lebih
dari 90% anak dengan appendicitis akuta. Jumlah leukosit pada penderita
appendicitis berkisar antara 12.000-18.000/mm3. Peningkatan persentase
jumlah neutrofil (shift to the left) dengan jumlah normal leukosit
menunjang diagnosis klinis appendicitis. Jumlah leukosit yang normal
jarang ditemukan pada pasien dengan appendicitis1. Pemeriksaan
urinalisis membantu untuk membedakan appendicitis dengan
pyelonephritis atau batu ginjal. Meskipun demikian, hematuria ringan dan
pyuria dapat terjadi jika inflamasi appendiks terjadi di dekat ureter.
Ultrasonografi sering dipakai sebagai salah satu pemeriksaan untuk
menunjang diagnosis pada kebanyakan pasien dengan gejala appendicitis.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa sensitifitas USG lebih dari 85%
dan spesifitasnya lebih dari 90%. Gambaran USG yang merupakan kriteria
diagnosis appendicitis acuta adalah appendix dengan diameter
anteroposterior 7 mm atau lebih, didapatkan suatu appendicolith, adanya
cairan atau massa periappendix1.
False positif dapat muncul dikarenakan infeksi sekunder appendix
sebagai hasil dari salphingitis atau inflammatory bowel disease. False
negatif juga dapat muncul karena letak appendix yang retrocaecal atau
rongga usus yang terisi banyak udara yang menghalangi appendix1. CT-
Scan CT scan merupakan pemeriksaan yang dapat digunakan untuk
mendiagnosis appendicitis akut jika diagnosisnya tidak jelas.sensitifitas
dan spesifisitasnya kira-kira 95-98%. Pasien-pasien yang obesitas,
presentasi klinis tidak jelas, dan curiga adanya abscess, maka CT-scan
dapat digunakan sebagai pilihan test diagnostik1. Diagnosis appendicitis
dengan CT-scan ditegakkan jika appendix dilatasi lebih dari 5-7 mm pada
diameternya. Dinding pada appendix yang terinfeksi akan mengecil
sehingga memberi gambaran “halo”
I. DIAGNOSA BANDING
Diagnosis banding dari Appendicitis dapat bervariasi tergantung dari usia
dan jenis kelamin Pada anak-anak balita àntara lain intususepsi, divertikulitis,
dan gastroenteritis akut. Intususepsi paling sering didapatkan pada anak-anak
berusia dibawah 3 tahun. Divertikulitis jarang terjadi jika dibandingkan
Appendicitis. Nyeri divertikulitis hampir sama dengan Appendicitis, tetapi
lokasinya berbeda, yaitu pada daerah periumbilikal. Pada pencitraan dapat
diketahui adanya inflammatory mass di daerah abdomen tengah. Diagnosis
banding yang agak sukar ditegakkan adalah gastroenteritis akut, karena
memiliki gejala-gejala yang mirip dengan appendicitis, yakni diare, mual,
muntah, dan ditemukan leukosit pada feses. · Pada anak-anak usia sekolah
gastroenteritis, konstipasi, infark omentum. Pada gastroenteritis, didapatkan
gejala-gejala yang mirip dengan appendicitis, tetapi tidak dijumpai adanya
leukositosis. Konstipasi, merupakan salah satu penyebab nyeri abdomen pada
anak-anak, tetapi tidak ditemukan adanya demam. Infark omentum juga dapat
dijumpai pada anak-anak dan gejala-gejalanya dapat menyerupai
appendicitis. Pada infark omentum, dapat terraba massa pada abdomen dan
nyerinya tidak berpindah · Pada pria dewasa muda Diagnosis banding yang
sering pada pria dewasa muda adalah Crohn’s disease, klitis ulserativa, dan
epididimitis.
Pemeriksaan fisik pada skrotum dapat membantu menyingkirkan
diagnosis epididimitis. Pada epididimitis, pasien merasa sakit pada
skrotumnya. · Pada wanita usia muda Diagnosis banding appendicitis pada
wanita usia muda lebih banyak berhubungan dengan kondisi-kondisi
ginekologik, seperti pelvic inflammatory disease (PID), kista ovarium, dan
infeksi saluran kencing. Pada PID, nyerinya bilateral dan dirasakan pada
abdomen bawah. Pada kista ovarium, nyeri dapat dirasakan bila terjadi ruptur
ataupun torsi. · Pada usia lanjut Appendicitis pada usia lanjut sering sukar
untuk didiagnosis. Diagnosis banding yang sering terjadi pada kelompok usia
ini adalah keganasan dari traktus gastrointestinal dan saluran reproduksi,
divertikulitis, perforasi ulkus, dan kolesistitis. Keganasan dapat terlihat pada
CT Scan dan gejalanya muncul lebih lambat daripada appendicitis. Pada
orang tua, divertikulitis sering sukar untuk dibedakan dengan appendicitis,
karena lokasinya yang berada pada abdomen kanan. Perforasi ulkus dapat
diketahui dari onsetnya yang akut dan nyerinya tidak berpindah. Pada orang
tua, pemeriksaan dengan CT Scan lebih berarti dibandingkan dengan
pemeriksaan laboratorium.
J. TATALAKSANA
Pasien yang telah terdiagnosis apendisitis akut harus segera dirujuk ke
layanan sekunder untuk dilakukan operasi cito. Penatalaksanaan di fasilitas
pelayanan kesehatan tingkat pertama sebelum dirujuk:13
Bed rest total posisi fowler (anti Trandelenburg).
Pasien dengan dugaan apendisitis sebaiknya tidak diberikan apapun
melalui mulut.
Pasien perlu cairan intravena untuk mengoreksi jika ada dehidrasi.
Pipa nasogastrik dipasang untuk mengosongkan lambung agar mengurangi
distensi abdomen dan mencegah muntah.
Bila diagnosis klinis sudah jelas, tindakan paling tepat dan merupakan
satu-satunya pilihan yang baik adalah apendektomi. Pada apendisitis tanpa
komplikasi, biasanya tidak perlu diberikan antibiotik, kecuali pada apendisitis
gangrenosa atau apendisitis perforata. Penundaan tindakan bedah sambil
memberikan antibiotik dapat mengakibatkan abses atau perforasi.
Apendektomi dapat dilakukan secara terbuka atau dengan laparaskopi.
Dalam apendektomi terbuka, insisi McBurney paling banyak dipilih oleh ahli
bedah. Pada penderita dengan diagnosisnya tidak jelas, sebaiknya dilakukan
observasi terlebih dahulu. Pemeriksaan laboratorium dan ultrasonografi dapat
dilakukan bila dalam observasi masih terdapat keraguan. Bila tersedia
laparaskopi diagnostik pada kasus meragukan dapat segera menentukan akan
melakukan operasi atau tidak.1
K. KOMPLIKASI
Komplikasi yang terjadi pada apendisitis, yaitu : 8
1) Perforasi berupa massa yang terdiri dari kumpulan apendiks, sekum, dan
letak usus halus. Perforasi terjadi 70% pada kasus dengan peningkatan
suhu 39,50C tampak toksik, nyeri tekan seluruh perut dan leukositosis
meningkat akibat perforasi dan pembentukan abses.
2) Peritonitis yaitu infeksi pada sistem vena porta ditandai dengan panas
tinggi 390C–400C menggigil dan ikterus merupakan gejala yang jarang.
L. PROGNOSIS
Apendisitis akut adalah alasan paling umum untuk operasi perut yang
darurat. Apendektomi membawa tingkat komplikasi 4-15%, serta biaya
terkait dan ketidaknyamanan rawat inap dan pembedahan. Oleh karena itu,
tujuan ahli bedah adalah membuat diagnosis yang akurat sedini mungkin.
Diagnosis dan pengobatan yang tertunda menyebabkan sebagian besar
mortalitas dan morbiditas yang terkait dengan apendisitis. Risiko kematian
apendisitis akut tetapi tidak gangren kurang dari 0,1%, tetapi risiko
meningkat menjadi 0,6% pada apendisitis gangren. Tingkat perforasi
bervariasi dari 16% sampai 40%, dengan frekuensi yang lebih tinggi terjadi
pada kelompok usia yang lebih muda (40-57%) dan pada pasien yang lebih
tua dari 50 tahun (55-70%), dimana kesalahan diagnosis dan keterlambatan
diagnosis sering terjadi. Komplikasi terjadi pada 1-5% pasien dengan
apendisitis, dan infeksi luka pasca operasi merupakan hampir sepertiga dari
morbiditas terkait.9
BAB III
PEMBAHASAN