Anda di halaman 1dari 15

BAGIAN PSIKIATRI REFERAT

SEPTEMBER 2020
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

SKIZOAFEKTIF

Oleh :

Nilang Pabisiang, S.Ked

Pembimbing :
dr. Hawaidah, Sp.KJ (K)
(Dibawakan dalam rangka tugas kepaniteraan klinik bagian Psikiatri)

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2020
BAB I
PENDAHULUAN
Gangguan skizoafektif adalah penyakit dengan gejala psikotik yang persisten,
seperti halusinasi atau delusi, terjadi bersama-sama dengan masalah suasana (mood
disorder) seperti depresi, manik, atau episode campuran. Statistik umum gangguan ini
yaitu kira-kira 0,2% di Amerika Serikat dari populasi umum dan sampai sebanyak 9%
orang dirawat dirumah sakit karena gangguan ini. Gangguan skizoafektif
diperkirakan terjadi lebih sering dari pada gangguan bipolar.1
Prevalensi pada pria lebih rendah dari pada wanita. Onset umur pada wanita
lebih besar dari pada pria, pada usia tua gangguan skizoafektif tipe depresif lebih
sering sedangkan untuk usia muda lebih sering gangguan skizoafektif tipe bipolar.
Laki-laki dengan gangguan skizoafektif kemungkinan menunjukkan perilaku anti
sosial.1
Diagnosis gangguan skizoafektif hanya dibuat apabila gejala-gejala definitif
adanya skizofrenia dan gangguan afektif bersama-sama menonjol pada saat yang
bersamaan atau dalam beberapa hari sesudah yang lain, dalam episode yang sama.
Sebagian diantara pasien gangguan skizoafektif mengalami episode skizoafektif
berulang, baik yang tipe manik, depresif atau campuran keduanya.2
Suatu gangguan psikotik dengan gejala-gejala skizofrenia dan manik yang
sama-sama menonjol dalam satu episode penyakit yang sama. Gejala-gejala afektif di
antaranya yaitu elasi dan ide-ide kebesaran, tetapi kadang-kadang kegelisahan atau
iritabilitas disertai oleh perilaku agresif serta ide-ide kejaran. Terdapat peningkatan
enersi, aktivitas yang berlebihan konsentrasi yang terganggu, dan hilangnya hambatan
norma sosial. Waham kebesaran, waham kejaran mungkin ada. Gejala skizofrenia
juga harus ada, antara lain merasa pikirannya disiarkan atau diganggu, ada kekuatan-
kekuatan yang sedang berusaha mengendalikannya, mendengar suara-suara yang
beraneka beragam atau menyatakan ide-ide yang bizarre. Onset biasanya akut,
perilaku sangat terganggu, namun penyembuhan secara sempurna dalam beberapa
minggu.3
Beberapa data menunjukkan bahwa gangguan skizofrenia dan gangguan
afektif mungkin berhubungan secara genetik Ada peningkatan resiko terjadinya
gangguan skizofrenia di antara keluarga dengan gangguan skizoafektif.4
Pengobatan untuk dengan gangguan skizoafektif merespon baik terhadapat
pengobatan dengan obat antipsikotik yang dikombinasikan dengan obat
moodstabilizer atau pengobatan dengan antipsikotik saja. Untuk orang gangguan
skizoafektif dengan tipe manik, menggabungkan obat antipsikotik dengan mood
stabilizer cenderung bekerja dengan baik. Karena pengobatan yang konsisten penting
untuk hasil terbaik, psiko-edukasi pada penderita dan keluarga, serta menggunakan
obat long acting bisa menjadi bagian penting dari pengobatan pada gangguan
skizoafektif.1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI
Gangguan skizoafektif adalah penyakit dengan gejala psikotik yang
persisten, seperti halusinasi atau delusi, terjadi bersama-sama dengan
masalah suasana (mood disorder) seperti depresi, manik, atau episode
campuran. Gangguan skizoafektif diperkirakan terjadi lebih sering
daripada gangguan bipolar. Gangguan skizoafektif terbagi dua yaitu, tipe
manik dan tipe depresif.5
Prevalensi seumur hidup gangguan skizoafektif kurang dari 1%,
mungkin berkisar antara mungkin berkisar antara 0,5%-0,8%. Tetapi
gambaran tersebut masih merupakan perkiraan. Gangguan skizoafektif
tipe depresif mungkin lebih sering terjadi pada orang tua dari pada orang
muda, prevalensi gangguan tersebut dilaporkan lebih rendah pada laki-laki
dibanding perempuan, terutama perempuan menikah. Usia awitan
perempuan lebih lanjut dari pada laki-laki, seperti pada skizofrenia. Laki-
laki dengan gangguan skizoafektif mungkin memperlihatkan perilaku
antisosial dan mempunyai afek tumpul yang nyata atau tidak sesuai.
National comorbidity study: 66 orang yang di diagnosa skizofrenia, 81%
pernah di diagnosa gangguan afektif yang terdiri dari 59% depresi dan 22
% gangguan bipolar.5

B. ETIOLOGI
Sulit untuk menemukan penyebab penyakit yang telah berubah begitu
banyak dari waktu ke waktu. Dugaan saat ini bahwa penyebab gangguan
skizoafektif mungkin mirip dengan etiologi skizofrenia. Oleh karena itu
teori etiologi mengenai gangguan skizoafektif juga mencakup kausa
genetic dan lingkungan.
Penyebab gangguan skizoafektif adalah tidak diketahui, tetapi empat
model konseptual telah diajukan.6
 Gangguan skizoafektif mungkin merupakan suatu tipe skizofrenia
atau suatu tipe gangguan mood
 Gangguan skizoafektif mungkin merupakan ekspresi bersama-
sama dari skizofrenia dan gangguan mood
 Gangguan skizoafektif mungkin merupakan suatu tipe psikolosis
ketiga yang berbeda, tipe yang tidak berhubungan dengan
skizofrenia maupun suatu gangguan mood
 Kemungkinan terbesar adalah bahwa gangguan skizoafektif
adalah kelompok gangguan yang heterogen yang meliputi semua
tiga kemungkinan pertama. Sebagian besar penelitian telah
menganggap pasien dengan gangguan skizoafektif sebagai suatu
kelompok heterogen.
C. TANDA DAN GEJALA
Pada gangguan Skizoafektif gejala klinis berupa gangguan episodic
gejala gangguan mood maupun gejala skizofreniknya menonjol dalam
episode penyakit yang sama, baik secara simultan atau secara bergantian
dalam beberapa hari. Bila gejala skizofrenik dan manik menonjol pada
episode penyakit yang sama, gangguan disebut gangguan skizoafektif tipe
manik. Dan pada gangguan skizoafektif tipe depresif, gejala depresif yang
menonjol.
Gejala yang khas pada pasien skizofrenik berupa waham, halusinasi,
perubahan dalam dalam berpikir, perubahan dalam persepsi disertai dengan
gejala gangguan suasana perasaan baik itu manik maupun depresif.
Suatu gangguan psikotik dengan gejala-gejala skizofrenia dan manik yang
sama-sama menonjol dalam satu episode penyakit yang sama. Gejala-gejala
afektif diantaranya yaitu elasi dan ide-ide kebesaran, tetapi kadang-kadang
kegelisahan atau iritabilitas disertai oleh perilaku agresif serta ide-ide kejaran.
Terdapat peningkatan enersi, aktivitas yang berlebihan, konsentrasi yang
terganggu, dan hilangnya hambatan normo social. Waham kebesaran, waham
kejaran mungkin ada. Gejala skizofrenia juga harus ada, antara lain merasa
pikirannya disiarkan atau diganggu, ada kekuatan-kekuatan yang sedang
berusaha mengeendalikannya, mendengar suara-suara yang beraneka beragam
atau menyatakan ide-ide yang bizarre. Onset biasanya akut, perilaku sangat
terganggu, namun penyembuhan secara sempurna dalam beberapa minggu. 7
Gejala klinis berdasarkan pedoman penggolongan dan didiagnosis
gangguan jiwa (PPDGJ-III). Harus ada sedikitnya satu gejala berikut ini yang
amat jelas (dan biasanya dua gejala atau lebih bila gejala-gejala itu kurang tajam
atau kurang jelas)
 “thought echo” = isi pikiran dirinya sendiri yang berulang atau
bergema dalam kepalanya ( tidak keras ), da nisi pikiran ulangan,
walaupun isinya sama, namun kualitasnya berbeda atau “ thought
insertion or withdrawal” = isi yang asing dan luar masuk ke dalam
pikirannya (insertion) atau isi pikirannya diambil keluar oleh
sesuatu dari luar dirinya (withdrawal); dan “thought broadcasting”
= isi pikirannya tersiar keluar sehingga orang lain atau namun
mengetahuinya;
 “delusion of control” = waham tentang dirinya dikendalikan oleh
suatu kekuatan tertentu dari luar; atau “delusion of passivity”
=waham tentang dirinya tidak berdaya dan pasrah terhadap suatu
kekuatan dari luar; (tentang “dirinya”= secara jelas merujuk
kepergerakan tubuh/anggota gerak atau ke pikiran, tindakan atau
penginderaan khusus).
“delutional perception” = pengalaman indrawi yang tidak wajar,
yang bermakna sangat khas bagi dirinya, biasanya bersifat mistik
atau mukjizat.
 Halusinasi Auditorik : Suara halusinasi yang berkomentar secara
terus menerus terhadap perilaku pasien, atau mendiskusikan perihal
pasien-pasien diantara mereka sendiri (diantara berbagai suara yang
berbicara), atau jenis suara halusinasi lain yang berasal dari salah
satu bagian tubuh.
 Waham-waham menetap jenis lainnya, yang menurut budaya
setempat dianggap tidak wajar dan sesuatu yang mustahil, misalnya
perihal keyakinan agama atau politik tertentu atau mengendalikan
cuaca, atau berkomunikasi dengan makhluk asing dan dunia lain).
 Halusinasi yang menetap dan panca-indera apa saja, apabila disertai
baik oleh waham yang mengambang maupun yang setengah
berbentuk tanpa kandungan afektif yang jelas, ataupun disertai oleh
ide-ide berlebihan (over-valued ideas) yang menetap atau apabila
terjadi setiap hari selama berminggu minggu atau berbulan-bulan
terus menerus
 Arus pikiran yang terputus (break) atau mengalami sisipan
(interpolation), yang berakibat inkoherensi atau pembicaraan yang
tidak relevan, atau neologisme.
 Perilaku katatonik, seperti keadaan gaduh gelisah (axcitement),
posisi tubuh tertentu (posturing), atau fleksibilitas cerea,
negativism, mutisme, dan stupor.
 Gejala-gejala negative, seperti sikap sangat apatis, bicara yang
jarang, respon emosional yang menumpul atau tidak wajar,
biasanya yang mengakibatkan penarikan diri dari pergaulan social
dan menurunnya kinerja social, tetapi harus jelas bahwa semua hal
tersebut tidak disebabkan oleh depresi atau medikasi neuroleptika.

Adanya gejala-gejala khas tersebut diatas telah berlangsung selama kurun


waktu satu bulan atau lebih (tidak berlaku untuk setiap fase nonpsikotik). Harus
ada suatu perubahan yang konsisten dan bermakna dalam mutu keseluruhan
(overall quality) dan beberapa aspek perilaku pribadi (personan behavior),
bermanifestasi sebagai hilangnya minat, hidup tak bertujuan, tidak berbuat
sesuatu sikap larut dalam diri sendiri (self-absorbed attitude) dan penarikan diri
secara social.8
D. MANIFESTASI KLINIS
Anamnesis
Adanya perasaan sedih dan hilangnya minat, berlangsung paling
sedikit dua minggu atau rasa senang berlebihan yang berlangsung paling
sedikit satu minggu. Gejala-gejala tersebut muncul bersamaan dengan
pembicaraan kacau, waham, halusinasi, perilaku kacau, atau gejala
negative
Pemeriksaan
Terdapat tanda-tanda gangguan mood depresi (misalnya, mood
hipotim dan isolasi social) atau tanda-tanda mania (misalnya mood
hipertim, iritabel, banyak bicara, meningkatnya aktivitas motorik) atau
campuran.
Kriteria Diagnosis (DSM-IV-TR)
1. Selama periode penyakit (tidak terputus-putus), pada suatu saat,
episode depresi mayor atau episode manik atau episode campuran
terdapat bersamaan dengan gejala-gejala yang memenuhi kriteria
A skizofrenia,
2. Selama periode penyakit, terdapat waham atau halusinasi paling
sedikit dua minggu tanpa adanya symptom mood yang menonjol.
3. Dari total durasi periode aktif dan residual penyakit, gejala yang
memenuhi kriteria episode mood mempunyai porsi durasi yang
relative cukup lama atau “a substantial portion of time “
4. Gangguan bukan akibat langsung pengaruh fisiologik zat
(penyalahgunaan zat atau medikasi) atau kondisi medik umum.
Subtype :
Ada dua subtype gangguan skizoafektif yaitu :
Tipe bipolar yaitu bila terdapat episode manik, atau campuran. Selain itu
juga ditemui episode depresi mayor. Tipe depresi yaitu bila hanya episode
depresi mayor. 9
E. PENATALAKSANAAN
a) Skizoafektif, episode manik atau campuran (fase akut)
Kriteria akut yaitu:10
1. Total skor Positive And Negative symptom Scale Excited
Component (PANSSEC) yaitu P4 = gaduh gelisah; P7 =
permusuhan ; G4 = ketegangan ; G8= ketidakkooperatifan;
G14= buruknya pengendalian impuls, minimal satu butir skor
nya 4 atau lebih.
2. Kategori Nilai the Agitation-Calmness Evaluation Scale
(ACES) adalah 1 atau 2 (1= Agitasi berat yaitu meningkatnya
aktivitas fisik, banyaknya pembicaraan, dapat terjadi
kekerasan fisik, bila diminta diam, pasien tidak bisa
mengontrol tanda-tanda agitasi bila diminta, memerlukan
supervise atau perawatan standar).
3. Nilai Young Mania Rating Scale (YMRS) adalah 20 dan dua
butir skornya 4 yaitu iribilitas, pembicaraan, isi, dan perilaku
agresif.
4. Nilai 4 pada clinical Global Impression Severity Of Illness
(CGI-SI)
Psikofarmako
Injeksi :
Olanzapin 2 x 5-10 mg/hari dengan diazepam 2x10 mg/hari
Oral :
Terapi kombinasi:
1. Olanzapine 1 x 10-30 mg/hari atau risperidone 2 x 1-3
mg/hari atau quetiapine hari I (200 mg), hari II (400 mg), hari
III (600 mg) dan seterusnya atau aripirazol 1 x 10-30 mg/hari
2. Litium Karbonat 2 x 400 mg, dinaikkan sampai kisaran
terapeutik 0,8-1,2 mEq/L (biasanya dicapai dengan dosis
Litium Karbonat 1200-1800 mg/hari, pada fungsi ginjal
normal) atau divalproat dengan dosis 3 x 250 mg/hari ( atau
konsentrasi plasma 50-125 mg/L)
3. Lorazepam 3 x 1-2 mg/hari kalau perlu
ECT : 3 x per minggu (untuk pasien refrakter)
Psikoterapi : 2 x per minggu
Edukasi keluarga : 1 x per minggu

b) Skizoafektif Episode depresi mayor (fase akut)


Evaluasi risiko bunuh diri yaitu:
1. Adanya ide-ide, keinginan yang kuat, atau rencana bunuh diri
2. Aksesnya ke sarana-sarana bunuh diri tersebut atau
letalitasnya
3. Adanya halusinasi komando, gekala psikotik lain atau
anxietas yang berat
4. Adanya penyalahgunaan zat atau alcohol
5. Riwayat atau pernah melakukan usaha-usaha bunuh diri
sebelumnya
6. Riwayat bunuh diri dalam keluarga
Psikofarmako
Injeksi :
Olanzapin 2 x 5-10 mg/hari dengan diazepam 2x10 mg/hari
Oral :
Terapi kombinasi :
1. Litium Karbonat 2 x 400 mg, dinaikkan sampai kisaran
terapeutik 0,8-1,2 mEq/L (biasanya dicapai dengan dosis
Litium Karbonat 1200-1800 mg/hari, pada fungsi ginjal
normal) atau divalproat dengan dosis 3 x 250 mg/hari dan
dinaikkan setiap beberapa hari hingga kadar plasma mencapai
50-100 mg/L atau karbamazepin dengan dosis awal 300-800
mg/hari dan dosis dapat dinaikkan 200 mg setiap dua sampai
empat hari hingga mencapai kadar plasma 4-12 mg/mL sesuai
dengan karbamazepin 800-1600 mg/hari atau lamotrigine
dengan dosis 200-400 mg/hari
2. Antidepresan, SSRI, misalnya fluoksetin 1 x 10-20 mg/hari
3. Antipsikotika generasi kedua olanzapine 1 x 10-30 mg/hari
atau risperidone 2 x 1-3 mg/hari atau quetiapine hari I (200
mg), hari II (400 mg), hari III (600 mg) dan seterusnya atau
aripirazol 1 x 10-30 mg/hari
ECT : 3 x per minggu (untuk pasien refrakter)
Psikoterapi : 3 x per minggu
Edukasi keluarga : 1 x per minggu

c) Skizoafektif (fase lanjutan)


Pasien dikatakan remisi bila :
1. Total skor YMRS L 8 disertai satu skor L 2 pada butir
iribilitas, pembicaraan isi dan perilaku agresi.
2. Total skor MADRS < 10
3. Total skor PANNS adalah < 40
4. Skor masing-masing butir PANSS EC adalah 3 menit
5. Skor ACES adalah tidak ada aktivitas verbal dan fisik dan
dapat tidur nyanyak
6. CGI-SI adah <2 tahun
Psikofarmako
Monoterapi :
Litium karbonat 0,6-1 mEq/L biasanya dicapai dengan dosis 900-
1200 mg/hari sekali sehari semalam.
Divalproat dengan dosis 500 mg/hari
Olanzapine 1 x 10 mg/hari
Quetiapin dengan dosis 450-600 mg/hari
Risperidone dengan 1-4 mg/hari
Aripirazol dengan dosis 10-20 mg/hari
Klozapin dosis 300-750 mg/hari (bagi pasien refrakter)
Terapi kombinasi :
Kombinasi obat-obat diatas. Penggunaan antidepressant jangka
panjang untuk skizoafektif tipe episode depresi mayor tidak
dianjurkan karena dapat menginduksi terjadinya episode manik.
Psikoterapi:
Dapat diberikan psikoterapi individual, jarang dilakukan terapi
kelompok, karena biasanya mereka sering tidak nyaman atau
kurang mapu bertoleransi dalam terapi kelompok terutama bila
dengan pasien yang beraneka ragam diagnosisnya. Bila akan
dilakukan, lebih baik pada saat pasien dirawat inap, bukan saat
rawat jalan.
Psikoterapi individual yang dapat diberikan berupa psikoterapi
suportif, client-centered therapy, atau terapi perilaku. Psikoterapi
suportifnya sebaiknya yang relative konkrit, berfokus pada
aktivitas sehari-hari. Dapat juga dibahas tentang relasi pasien
dengan orang-orang terdekatnya. Keterampilan social dan
okupasional juga banyak membantu agar pasien dapat beradaptasi
kembali dalam kehidupan sehari-harinya.

F. PROGNOSIS
Sebagai suatu kelompok, pasien dengan gangguan skizoafektif
mempunyai prognosis dipertengahan antara prognosis pasien dengan
skizofrenia dan prognosis pasien dengan gangguan mood. Sebagai suatu
kelompok, pasien dengan gangguan skizoafektif memiliki prognosis yang
jauh lebih buruk dari pada pasien dengan gangguan depresif, memiliki
prognosis yang lebih buruk dari pada pasien dengan gangguan bipolar,
dan memiliki prognosis yang lebih baik dari pada pasien dengan
skizofrenia.8

G. EDUKASI KELUARGA
Penting dilakukan agar keluarga siap menghadapi deteriorasi yang
mungkin dapat terjadi. Diskusi dapat tentang problem sehari-hari,
hubungan dalam keluarga, dan hal-hal khusus lainnya, misalnya tentang
rencana pendidikan, atau pekerjaan pasien.9
BAB III
KESIMPULAN

Gangguan skizoafektif merupakan suatu gangguan jiwa yang memiliki gejala


skizofrenia dan gejala afektif yang terjadi bersamaan dan sama-sama menonjol.
Prevalensi gangguan telah dilaporkan lebih rendah pada laki-laki dibandingkan para
wanita, khususnya wanita yang menikah. Usia onset untuk wanita adalah lebih lanjut
dari pada usia untuk laki-laki seperti juga pada skizofrenia. Teori etiologi mengenai
gangguan skizoafektif mencakup kausa genetik dan lingkungan. Tanda dan gejala
klinis gangguan skizoafektif adalah termasuk semua tanda dan gejala skizofrenia,
episode manik, dan gangguan depresif.
Diagnosis gangguan skizoafektif hanya dibuat apabila gejala-gejala definitif
adanya skizofrenia dan gangguan afektif bersama-sama menonjol pada saat yang
bersamaan, atau dalam beberapa hari sesudah yang lain, dalam episode yang sama.
Sebagian diantara pasien gangguan skizoafektif mengalami episode skizoafektif
berulang, baik yang tipe manik, depresif atau campuran keduanya.
Terapi dilakukan dengan melibatkan keluarga, pengembangan skill sosial dan
berfokus pada rehabilitasi kognitif. Pada farmakoterapi, digunakan kombinasi anti
psikotik dengan antidepresan bila memenuhi kriteria diagnostik gangguan
skizoafektif tipe depresif. Sedangkan apabila gangguan skizoafektif tipe manik terapi
kombinasi yang diberikan adalah antara anti psikotik dengan mood stabilizer.
Prognosis bisa diperkirakan dengan melihat seberapa jauh menonjolnya gejala
skizofrenianya, atau gejala gangguan afektifnya. Semakin menonjol dan persisten
gejala skizofrenianya maka pronosisnya buruk. Dan sebaliknya semakin persisten
gejala gangguan afektifnya, prognosis diperkirakan akan lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA
1. Melissa Conrad stopper.2013. schizoaffective disorder.
http://www.medicinenet.com.
2. Ken Duckworth, M.D, and Jacob L.Freedman, MD 2012. Schizoaffective
disorder.
3. Rusdi Maslim. 2013. Diagnosis gangguan Jiwa, Rujukan Ringkas PPDGJ III.
Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK Unika Atma Jaya
4. Jibson MD. 2011. Schizophrenia Clinical Presentation, epidemiology, and
pathophysiology. http://www.update.com
5. Sadock BJ, Sadock VA Comprehensive Textbook of Psychiatry, edit, Seventh
Ed, Lippncott Williams & Wilkins, A Woltres Kluwer Company,
Philadelphia, 2000 : hal. 1169-1189
6. Direktorat Jendral Bina Kesehatan Masyarakat, Buku Pedoman Kesehatan
Jiwa, Departemen Kesehatan Jiwa Masyarakat, 2003
7. American psychiatric Association. Diagnosis and Statissical Manual of
Mental Disorder, Fourth Ed, Text revision, 1400 K Street, N.W, Washington,
DC 2005,2000: hal.298-306.
8. Pedoman penggolongan Diagnosis Gangguan Jiwa Di Indonesia III.
Departemen Kesehatan RI, Hal 103-118
9. Perlis RH. Use treatment guidelines in clinical decision making in bipolar
disorder : a pilot survey of clinicians. Curr Med Res Opin 2007:23: 467-475
10. Schizoaffective treatment diunduh dari,
http://psychcentral.com/disorders/sx4t.htm

Anda mungkin juga menyukai