MARET 2020
FAKULTAS KEDOKTERAN
HEPATITIS
Disusun Oleh :
10542 0635 15
Pembimbing :
Pembimbing
Puji syukur atas kehadirat Allah SWT karena segala limpahan rahmat dan
hidayah-Nya serta segala kemudahan yang diberikan dalam setiap kesulitan
hamba-Nya sehingga penulis bisa menyelesaikan Laporan Kasus dengan judul
Hepatitis. Tugas ini ditulis sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan
Kepaniteraan Klinik di Bagian Ilmu Kesehatan Anak.
Penulis menyadari bahwa Laporan Kasus ini masih jauh dari yang
diharapkan oleh karena itu dengan kerendahan hati penulis akan senang menerima
kritik dan saran demi perbaikan dan kesempurnaan tugas ini. Semoga Laporan
Kasus ini dapat bermanfaat bagi pembaca umumnya dan penulis secara khusus.
LEMBAR PENGESAHAN.............................................................................. i
KATA PENGANTAR......................................................................................ii
DAFTAR ISI....................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................
BAB IV PEMBAHASAN................................................................................
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
Penyakit hepatitis adalah suatu penyakit yang menyerang hepar atau liver.
Penyakit ini dapat disebabkan oleh bermacam sebab antara lain obat-obatan,
perlemakan hati, alkohol, parasit, virus lain selain virus hepatitis C, dan virus lain
(dengue, herpes).1
Hepatitis yang disebabkan oleh virus cara penularannya melalui oral vekal
adalah hepatitis A dan hepatitis E, sedangkan yang melalui cairan tubuh adalah
virus hepatitis B, C, dan D. Cara penularan hepatitis C atau B dapat melalui
hubungan seksual yang tidak aman, transfusi darah, penggunaan jarum suntik
yang tidak steril, dan kontak dengan darah yang terkontaminasi. Tahapan penyakit
hepatitis dimulai dengan tanpa gejala, jika tidak diobati akan menjadi hepatitis
kronik dan jika berlanjut akan menjadi sirosis dan kemudian akan menjadi
hepatoseluler karsinoma (HCC) yang berakibat fatal.1
Hepatitis merupakan penyakit yang banyak ditemukan didunia dan
dianggap sebagai persoalan kesehatan masyarakat yang harus diselesaikan. Hal ini
karena selain prevalensinya tinggi, virus hepatitis dapat menimbulkan problema
pasca akut bahkan dapat terjadi cirroshis hepatitis dan karsinoma hepatoseluler
primer. Sepuluh persen dari infeksi virus hepatitis akan menjadi kronik dan 20 %
penderita hepatitis kronik ini dalam waktu 25 tahun sejak tertular akan mengalami
cirroshis hepatis dan karsinoma hepatoselluler (hepatoma). Kemungkinan akan
menjadi kronik lebih tinggi bila infeksi terjadi pada usia balita dimana respon
imun belum berkembang secara sempurna. 2
Pada saat ini didunia diperkirakan terdapat kira-kira 350 juta orang
pengidap (carier) HbsAg dan 220 juta (78 %) diantaranya terdapat di Asia
termasuk Indonesia. Berdasarkan pemeriksaan HBsAg pada kelompok donor
darah di Indonesia prevalensi Hepatitis berkisar antara 2,50-36,17 %.2
Penyakit hepatitis merupakan penyakit menular yang menjadi masalah
kesehatan yang besar di masyarakat, karena penularannya yang relative mudah
baik secara horizontal maupun vertical.Berdasarkan data WHO (World Health
5
Organization) sekitar 257 juta orang hidup dengan infeksi ini dan setiap bulan
menyumbang 500.000-1.200.000 kematian penduduk dunia. Hepatitis virus akut
inflamasi hati akibat infeksi virus hepatitis yang berlangsung selama < 6 bulan.
Hepatitis virus akut merupakan urutan pertama dari berbagai penyakit hati di
seluruh dunia. Banyak episode hepatitis dengan klinis anikterik, tidak nyata atau
subklinis. Secara global virus hepatitis merupakan penyebab utama viremia yang
persisten.3
Akhir–akhir ini lebih dari 95% inveksi hepatitis B akut akan sembuh
sempurna. Imunitas yang dimiliki akan melindungi seseorang terhadap suatu
infeksi virus hepatitis B yang akan datang. Sebaliknya, kebanyakan bayi dan anak
– anak yang terinfeksi virus hepatitis B akut akan menjadi kronis.
6
BAB II
LAPORAN KASUS
A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Muh. Sardiansyah
Tangga Lahir : 12-07-2003
Umur : 16 tahun 6 bulan
Jenis Kelamin : Laki - laki
Agama : Islam
Jaminan : JKN
Alamat : jl. sabutung
Status : Perawatan Dahlia Ruang IID
Anamnesis Terpimpin :
Pasien masuk Rumah Sakit dengan keluhan mata kuning yang dialami
kurang lebih 5 hari yang lalu, nyeri perut (+) nyeri ulu hati (+) nyeri tekan
epigastrium (+) kanan, lemas (+) mual (-) muntah (-) batuk (-) nyeri kepala (-)
Nafsu makan : Menurun
Nafsu minum : Menurun
7
Buang Air Besar : frekuensi 1x, ampas (+)
Buang Air Kecil : seperti teh
Riwayat alergi :-
Riwayat Persalinan
Anak Laki-laki lahir secara spontan di Rumah Sakit,
anak lahir langsung menangis, warna kulit kemerahan, berat badan lahir
3500 gram. Tidak terdapat riwayat kebiruan, sesak, kejang, dan pucat pada saat
lahir. Kesan : Bayi Tunggal,Cukup Bulan, Sesuai Masa Kehamilan, Riwayat IMD
(+) dan Vit K (+).
Riwayat Imunisasi
BOOSTER
Status Belum
1 2 3 4 18 BLN – 2 BIAS
Imunisasi Pernah
TAHUN
BCG √
Hep B √ √ √ √
Polio √ √ √ √
DPT √ √ √ √
HPV
Campak √ √
HiB √ √ √ √
PCV
Influenza
MMR
Tifoid
Hep. A
8
Varisela
Lain-lain
D. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum :Sakit Sedang
Kesadaran :Compos Mentis
Umur : 16 Tahun 6 Bulan
BB : 43 kg
TB : 165 cm
Tanda Vital
Tekanan Darah : 110/70 mmHg
Nadi : 76 x/menit
Pernapasan :26 x/menit
Suhu :36,5 oC
Rumplee Leede :(-)
E. STATUS GIZI
BB : 43 kg
TB : 165 cm
Status Gizi : Gizi
F. STATUS GENERALIS
9
Rambut : Hitam halus, tidak mudah Kulit : Tidak ada kelainan
dicabut Tenggorok : Hiperemis (-)
Ubun ubun besar: Menutup (-) Tonsil : Tidak dievaluasi
Thorax Jantung
Inspeksi Inspeksi:
Simetris kiri dan kanan Ictus cordis tidak tampak
Retraksi dinding dada (-) Palpasi :
Perkusi: Ictus cordistidak teraba
Sonor kiri dan kanan Perkusi :
Auskultasi : Batas kiri :
Bunyi Pernapasan : bronkovesikuler Linea midclavicularis sinistra
Bunyi tambahan: Rh -/- Wh -/- Batas kanan :
Linea parasternalis dextra
Batas atas :ICS III sinistra
Auskultasi :
Bunyi Jantung I dan II regular,
bising jantung (-)
Abdomen
Inspeksi : Alat kelamin :
Perut datar, ikut gerak napas Dalam batas normal
Massa tumor (-) Anggota gerak :
Palpasi : Dalam batas normal
Limpa : tidak teraba Tasbeh (-)
Hati : Hepatomegali (+) Col. Vertebralis : Skoliosis (-)
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium
10
Hasil Lab DR ( 09-01-2020 )
-LED : 33 mm (meningkat)
Feces rutin
Makroskopis
- Warna : kuning-hijau
- Bau : khas
- Konsistensi : padat
- Darah : negative
- Lendir : negatif
Mikroskopis
- Eritrosit : 2-4
- Lekosit : 4-5
- Epitel : 5-6
- Amoeba : negative
- Kristal : negative
- Bakteri : negative
Telur cacing
- Ascaris sp : negative
- Trichiuris sp : negative
11
- Ancylostoma sp : negative
Pemeriksaan kimia :
H. DIAGNOSA KERJA
Berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisis, dan pemeriksaan penunjang,
pasien mengalami :
Diagnosis Masuk : icterus ec susp. Hepatitis B virus dan kolik abdomen
Diagnosis Sekunder :
I. TERAPI
Non-farmakologis:
1. Istirahat yang cukup
2. Memperbaiki hygiene
3. Jaga pola makan
Farmakologis:
- IVFD RL 18 tpm
- Zinkids 1x20 mg
- Curcuma 3x1
- Cotrimoxazole 2x1
12
DATA FOLLOWUP
-PLT ; 347x103/ul
O : KU : lemah/ Compos mentis
( Normal )
TD : 110/90 mmHg -
Nadi: 76 x/menit LED:33mm(meningk
Pernapasan : 24 x/menit
at)
Suhu : 36,8 oC
Feces rutin
A : ikterus ec susp hepatitis b virus dan kolik
Makroskopis
abdomen Warna : kuning-
hijau
P: Bau : khas
Konsistensi : padat
IVFD RL 18 tpm Darah : negative
Lendir : negatif
Zinc 1x20 mg Mikroskopis
Eritrosit : 2-4
Curcuma 3x1 Lekosit : 4-5
Epitel : 5-6
Amoeba : negative
Kristal : negative
Bakteri : negative
Telur cacing
Ascaris sp :
negative
Trichiuris sp :
negative
Ancylostoma sp :
13
negative
perut (+)
O : KU : Compos mentis
TD :110/70 mmHg
Nadi : 80 x/menit
Pernapasan : 25 x/menit
Suhu :36,6 oC
Mata : anemis (-) icterus (+)
hipocondrium dextra
A : hepatitis + diare
14
P:
IVFD RL 18 tpm
Zinc 1x20 mg
Curcuma 3x1
Istirahat mutlak
10/01/20 S : Demam (-), Nyeri saat menelan (-), nyeri
O : KU : Compos mentis
TD :110/70 mmHg
Nadi : 70 x/menit
Pernapasan : 26 x/menit
Suhu :36,5 oC
Mata : anemis (-) icterus (+)
hipocondrium dextra
A : hepatitis + diare
P:
15
IVFD RL 18 tpm
Zinc 1x20 mg
Curcuma 3x1
Istirahat mutlak
perut (-)
BAK : Normal
O : KU : Compos mentis
TD :110/70 mmHg
Nadi : 69 x/menit
Pernapasan : 24 x/menit
Suhu :36,3 oC
Mata : anemis (-) icterus (+)
hipocondrium dextra
A : hepatitis + diare
P:
16
IVFD RL 18 tpm
Zinc 1x20 mg
Curcuma 3x1
Istirahat mutlak
RESUME
Anak laki-laki, berusia 16 tahun, masuk rumah sakit dengan keluhan mata
kuning . Hal ini dialami pasien sejak ±5 hari sebelum masuk rumah sakit, nyeri
perut (+) sebelah kanan, nyeri ulu hati (+) nyeri tekan epigastrium (+) lemas (+)
mual (-), muntah (-), nyeri menelan (-), batuk (-) nyeri kepala (-).
Nafsu makan menurun, nafsu minum menurun, BAB encer (+) ampas (+)
lender (-) darah(-), BAK kesan kuning seperti teh. Tidak ada anggota keluarga
pasien yang menderita hal yang serupa seperti pasien. Riwayat lingkungan, pasien
sering jajan sembarang tempat dan ada anggota keluarga yang merokok.
composmentis. Tekanan darah 110/70 mmHg, nadi 76x/menit dan regular, suhu
36,5 0C, pernapasan 26 x/menit. Pada pasien ini didapatkan lemas (+), icterus (+),
bibir kering (+), bau mulut (-), lidah kotor (-), Sariawan (-), rumple leed test (-).
17
negative ,Telur cacing Ascaris sp : negative, Trichiuris sp : negative, Ancylostoma
379 U/L.
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI
18
1. Virus hepatitis A(HAV)
Masa inkubasi 15-50 hari (rata-rata 30 hari)
Distribusi diseluruh dunia, endemisitas tinggi didaerah berkembang
HAV diekskresi di tinja oleh orang yang terinfeksi selama 1-2 minggu
sebelum dan 1minggu setelah awitan penyakit
Viremia muncul secara singkat (tidak lebih dari 3minggu),kadang-kadang
sampai 90 hari pada infeksi yang kambuh
Ekskresi feses yang memanjang(bulanan)dilaporkan pada neonatus yang
terinfeksi
Transmisi enterik(fekal oral)predominan diantara anggota keluarga.
Dihubungkan dengan sumber umum yang digunakan bersama, makanan
terkontaminasi dan air.
2. Virus hepatitis E (HEV)
Masa inkubasi rata-rata 40 hari
Distribusi luas dalam bentuk endemi dan pandemi
HEV RNA terdapat di serum dan tinja selama fase akut
Penyakit epidemi dengan penularan melalui air
Adanya transmisi maternal-neonatal
Zoonosis: babi
3. Virus hepatitis B (HBV)
Masa inkubasi 15-180 hari(rata-rata 60-90 hari)
virem0-90 hari)
viremia berlangsung selama beberapa minggu samapi bulan setelah infeksi
akut
sebanyak 1-5% dewasa,90% neonatus dan 50% bayi akan berkembang
menjadi hepatitis kronik dan viremia yang persisten
infeksi persisten dihubungkan dengan hepatitis kronik, sirosis dan kanker
hati
HBV ditemukan di darah,semen,sekret servikovaginal,saliva,ciran tubuh
lainnya.
19
4. Hepatitis virus D (HDV)
Masa inkubasi 4-7 minggu
Insidensi berkurang dengan adanya peningkatan pemakaian vaksin
Endemis dimediterania,semenanjung balkan, bagian eropa bekas rusia
Viremia singkat(infeksi akut)viremia memanjang 9infeksi kronik)
Infeksi HDV hanya terjadi pada individu dengan resiko infeksi HBV
( koinfeksi atau superinfeksi: IVDU, homoseksual atau biseksual, resipien
donor darah, pasangan seksual
Cara penularan: melalui darah, transmisi seksual, penyebaran maternal-
neonatal.
5. Hepatitis virus C(HCV)
Masa inkubasi 15-160hari(puncak sekitar 50 hari)
Infeksi yang menetap dihubungkan dengan hepatitis kronik, sirosis, dan
kanker hati
Cara transmisi: darah (predominan) IVDU dan penetrasi jaringan dan
resepien produk darah, transmisi seksual,maternal-neonatal, tak terdapat
transmisi fekal oral.
C. PATOFISIOLOGI
1. Hepatitis A
Secara umum hepatitis diakibatkan karena adanya reaksi imun dari tubuh
terhadap virus yang dipacu oleh replikasi virus di hati. Replikasi virus
hepatitis A termasuk ke dalam jalur lisis. Pertama-tama virus akan menempel
di reseptor permukaan sitoplasma, RNA virus masuk, pada saat yang sama
kapsid yang tertinggal di luar sel akan hilang, di dalam sel RNA virus akan
melakukan translasi, hasil dari translasi terbagi dua yaitu kapsid baru dan
protein prekusor untuk replikasi DNA inang, DNA sel inang yang sudah
dilekati oleh protein prekusor virus melakukan replikasi membentuk DNA
sesuai dengan keinginan virus, DNA virus baru terbentuk, kapsid yang sudah
20
terbentuk dirakit dengan DNA virus menjadi sebuah virion baru, virus baru
yang sudah matang keluar dan mengakibatkan sel lisis oleh sel-sel fagosit.
2. Hepatitis B
Virus hepatitis B merupakan virus nonsitopatik dan menyebabkan
kerusakan jaringan melalui reaksi imunologis. Beratnya kerusakan jaringan
hati menggambarkan derajat respons imunologis. Langkah pertama dalam
proses hepatitis akut adalah infeksi hepatosit oleh HBV, menyebabkan
munculnya antigen virus pada permukaan sel. Yang paling penting dari
antigen virus ini adalah antigen nukleokapsid, HBcAg dan HBeAg, pecahan
produk HBcAg. Antigen-antigen ini, bersama dengan Protein
histokompatibilitas (MHC) mayor kelas I, membuat sel suatu sasaran untuk
melisis sel-T sitotoksis.3
Antigen tersebut akan bergabung dengan class I major histocompatibility
complex (MHC I) dan menjadi target dari sel T sitotoksik (CTL) untuk
terjadinya proses lisis. Partikel virus yang tidak utuh dan berasal dari sel yang
lisis tidak menimbulkan infeksi, sedangkan virus utuh yang keluar akan
dinetralisir oleh antibodi penetral. Untuk memungkinkan hepatosit terus
terinfeksi, protein core atau protein MHC kelas I tidak dapat dikenali, limfosit
sitotoksik tidak dapat diaktifkan, atau beberapa mekanisme lain yang belum
diketahui dapat mengganggu penghancuran hepatosit. Agar infeksi dari sel ke
sel berlanjut, beberapa hepatosit yang sedang mengandung virus harus
bertahan hidup. Mekanisme imunologis juga berperan pada manifestasi
ekstrahepatik. Kompleks imun yang mengandung HbsAg dapat menimbulkan
poliarteritis nodosa, glomerulonefritis membranosa, polimialgia, vaskulitis,
dan sindroma Guillain-Barre. 3
Mekanisme timbulnya infeksi kronis mungkin disebabkan oleh gangguan
imunologis yang menyebabkan gangguan produksi anti-HBs karena pada
pasien Hepatitis B kronik antiHBs tidak lagi terdeteksi; sehingga HbcAg dan
MCH I tidak dapat dieksposisi pada permukaan sel, atau sel T sitotoksik tidak
teraktivasi. Anak laki-laki lebih mudah mengalami infeksi kronis daripada
anak perempuan. Selain itu umur timbulnya infeksi sangat berpengaruh
21
terhadap kejadian infeksi kronis. Infeksi HBV < 3 tahun lebih sering
menimbulkan hepatitis kronis daripada infeksi >umur 3 tahun. 3
Mutasi HBV lebih sering daripada untuk virus DNA biasa, dan sederatan
strain mutan telah dikenali. Yang paling penting adalah mutan yang
menyebabkan kegagalan mengekspresikan HBeAg dan telah dihubungkan
dengan perkembangan hepatitis berat dan mungkin eksaserbasi infeksi HBV
kronis yang lebih berat. 3
3. Hepatitis C
Virus ini biasanya ditularkan melalui pajanan berulang secara perkutan,
seperti darah dari transfuse, transplantasi organ terinfeksi, serta penggunaan
suntikan intervena. Virus ini memasuki hepatosit karena memiliki reseptor
yang kompatibel dengan stuktur virus hepatitis C. mekanisme imunologis
kemudian menyebabkan kerusakan hepatosit. Diketahui bahwa sel CD4+ , T
dan yang dihasilkannya berperan dalam pathogenesis kekronikan infeksi ini.
Reaksi inflamasi akibat kerusakan hepatosit dapat membuat sel stelata di
celah disse hepatosit menjadi aktif, bertransformasi menjadi miofibroblas
yang menghasilkan matriks kolagen dan mendukung terjadinya fibrosis dan
apabila berlanjut akan menimbulkan kerusakan hati dan sirosis hati.
4. Hepatitis D
Oleh karena dibungkus HbsAg maka cara masuknya HDV ke dalam sel
hati kemungkinan besar juga menggunakan reseptor untuk HBV. HDV
merupakan virus sitopatik menyebabkan kerusakan langsung pada sel hati.
Tidak ditemukan adanya gambaran spesifik pada pemeriksaan histopatologi
hati kecuali tingkat kerusakan yang lebih berat.3
Mekanisme bagaimana infeksi HDV menyebabkan kerusakan hati masih
belum jelas. Pada binatang percobaan tidak terbukti adanya efek sitopatik,
namun pada penderita dengan infeksi HDV kronis terjadi replikasi
intraselular yang hebat dimana pada kondisi ini beban replikasi virus yang
tinggi dapat memberi efek langsung berupa kerusakan sel hati (sitopatik).
22
Peran sistem imun pada infeksi HDV tidak jelas. Terjadi infiltrasi sel radang
kronis pada portal trek yang menandakan peranan sistem imun, namun
pengobatan kortikosteroid tidak memberikan efek yang menguntungkan,
terdapat beberapa auto-antibodi pada serum penderita dan infeksi kronis HDV
namun peranannya pada terjadinya kerusakan sel hati tidak jelas.
23
Immune complex mediated,serum sickness like syndrome dapat ditemukan
pada kurang dari 10% pasien dengan infeksi HBV,
Gejala prodromal menghilang pada saat timbul kuning, tetapi gejala
anoreksia, malaise, dan kelemahan dapat menetap.
Ikterus didahului dengan kemunculan urine berwarna gelap, pruritus
( biasanya ringan dan sementara) dapat timbul ketika ikterus meningkat
Pemeriksaan fisik menunjukkan pembesaran dan sedikit nyeri tekan pada
hati
Splenomegali ringan dan limfadenopati pada 15%-20% pasien.
Anak atau dewasa yang terkena infeksi biasanya tidak menunjukkan gejala
dan apabila ada gejalanya tidak spesifik yaitu rasa lelah, lemah, anoreksia,
dan penurunan BB, sehingga dikatakan diagnosis akut sangat jarang untuk
hepatitis C
E. DIAGNOSIS3
24
a. HAV
IgM anti HAV dapat dideteksi selama fase akut dan 3-6 bulan
setelahnya.
Anti HAV yang positif tanpa igM anti HAV mengindikasikan infeksi
lampau.
b. HEV
Belum tersedia pemeriksaan serologi komersial yang telah disetujui
FDA.
IgM dan igG anti HEV baru dapat dideteksi oleh pemeriksaan untuk
riset.
IgM anti HEV dapat bertahan selama 6 minggu setelah puncak dari
penyakit.
IgG anti HEV dapat tetap terdeteksi selama 20 bulan.
2. Infeksi melalui darah.
a. HBV
Diagnosis serologis telah tersedia dengan mendeteksi keberadaan dari
igM antibody terhadap antigen core hepatitis (IgM anti HBc dan
HBsAg).
Keduannya ada saat gejala muncul
HBsAg mendahului IgM anti HBc
HBsAg merupakan petanda yang pertama kali diperiksa secara
rutin
HBsAg dapat menghilang biasanya dalam beberapa minggu sampai
bulan setelah kemunculannya, sebelum hilangnya IgM anti HBc
HbeAg dan HBV DNA
HBV DNA di serum merupakan petanda yang pertama muncul,
akan tetapi tidak rutin diperiksa.
HbeAg biasanya terdeteksi setelah kemunculan HbsAg
Kedua petanda menghilang dalam beberapa minggu atau bulan
pada infeksi yang sembuh sendiri. Selanjutnya akan muncul anti
HBs dan anti Hbe menetap.
25
Tidak diperlukan untuk diagnosis rutin.
IgG anti HBc
Menggantikan IgM anti HBc pada infeksi yang sembuh.
Membedakan infeksi lampau atau infeksi yang berlanjut.
Tidak muncul pada pemberian vaksin HBV.
Antibodi terhadap HbsAg (anti HBs)
Antibodi terakhir yang muncul
Merupakan antibody penetral
Secara umum mengindikasikan kesembuhan dan kekebalan
terhadap reinfeksi
Dimunculkan dengan vaksinasi HBV
b. HDV
Pasien HBsAg positif dengan:
Anti HDV dan atau HDV RNA sirkulasi (pemeriksaan belum
mendapatkan persetujuan)
IgM anti HDV dapat muncul sementara.
Koinfeksi HBV/HDV
HBsAg positif
IgM anti HBc positif
Anti HDV dan atau HDV RNA
Superinfeksi HDV
HBsAg positif
IgG anti HBc positif
Anti HDV dan atau HDV RNA
Titer anti HDV akan menurun sampai tak terdeteksi dengan adanya
perbaikan infeksi.
c. HCV
Diagnosis serologi
Deteksi anti HCV
26
Anti HCV dapat dideteksi pada 60% pasien selama fase akut dari
penyakit, 35% sisanya akan terdeteksi pada beberapa minggu atau
bulan kemudian.
Anti HCV tidak muncul pada <5% pasien yang terinfeksi (pada
pasien HIV, anti HCV tidak muncul dalam persentase yang lebih
besar).
Pemeriksaan igM anti HCV dalam pengembangan. (belum disetujui
FDA)
Secara umum anti HCV akan tetap terdeteksi untuk periode yang
panjang, baik pada pasien yang mengalami kesembuhan spontan
maupun yang berlanjut menjadi kronik.
HCV RNA
Merupakan petanda yang paling awal muncul pada infeksi akut
hepatitis C.
Muncul setelah beberapa minggu infeksi.
Pemeriksaan yang mahal. Untuk mendiagnosis penyakit tidak rutin
dilakukan, kecuali pada keadaan dimana dicurigai adanya infeksi
pada pasien dengan anti HCV negatif.
Ditemukan pada infeksi kronik HCV
Diagnosis banding :
F. PENGOBATAN
Rawat jalan, kecuali pasien dengan mual atau anoreksia berat yang akan
menyebabkan dehidrasi
27
Mempertahankan asupan kalori dan cairan yang adekuat
o Tidak ada rekomendasi diet khusus.
o Makan pagi dengan porsi yang cukup besar merupakan makanan yang
paling baik ditoleransi.
o Menghindari konsumsi alcohol selama fase akut
Aktivitas fisis yang berlebihan dan berkepanjangan harus dihindari
Pembatasan aktivitas sehari-hari tergantung dari derajat kelelahan dan malaise.
Tidak ada pengobatan spesifik untuk hepatitis A, E, D. pemberian interferon-
alfa pada hepatitis C akut dapat menurunkan resiko kejadian infeksi kronik.
Peran lamivudin adefovir pada hepatitis B akut masih belum jelas.
Kortikosteroid tidak bermanfaat.
Obat-obat yang tidak perlu harus dihentikan.
G. PENCEGAHAN4
28
Homoseksual dan biseksual
IVDU
Anak dan dewasa muda pada daerah yang pernah mengalami
kejadian luar biasa
Anak oada daerah dimana angka kejadian HAV lebih tinggi dari
angka nasional
Pasien yang rentan dengan penyakit hati kronik
Pekerja laboratorium yang menangani HAV
Pramusaji
Pekerjaan pada bagian pembuangan air
2. Imunoprofilaksis pasca paparan
Keberhasilan vaksin HAV pada pasca paparan belum jelas
Keberhasilan immunoglobulin sudah nyata akan tetapi tidak
sempurna
Dosis dan jadwal pemberian immunoglobulin :
Dosis 0,02ml/kg, suntikan pada daerah deltoid sesegera mungkin
setelah paparan
Toleransi baik, nyeri pada daerah suntikan
Indikasi : kontak erat dan kontak dalam rumah tangga dengan
infeksi HAV akut
B. HEV
Kemunculan IgG anti HEV pada kontak dengan pasien hepatitis E dapat
bersifat proteksi, akan tetapi efektifitas dari immunoglobulin yang mengandung
anti HEV masih belum jelas.
Pengembangan immunoglobulin titer tinggi sedang dilakukan
Vaksin HEV sedang dalam penelitian klinik pada daerah endemik.
C. HBV
Pencegahan pada infeksi yang ditularkan melalui darah
Dasar utama imunoprofilaksis adalah pemberian vaksin hepatitis B sebelum
paparan.
29
1. Imunoprofilaksis vaksin hepatitis B sebelum paparan
a. Vaksin rekombinan ragi
Mengandung HBsAg sebagai imunogen
Sangat imunogenik, menginduksi konsentrasi proteksi anti HBsAg pada >95%
pasien dewasa muda sehat setelah pemberian komplit 3 dosis.
Efektifitas sebesar 85-95% dalam mencegah infeksi HBV.
Efek samping utama
a. Nyeri sementara pada tempat suntikan pada 10-25%
b. Demam ringan dan singkat pada <3%
Booster tidak direkomendasikan walaupun setelah 15 tahun imunisasi awal
Booster hanya untuk individu dengan imunokompremais jika titer dibawah
10mU/ml
Peran imunoterapi untuk pasien hepatitis B kronik sedang dalam penelitian
b. Dosis dan jadwal vaksinasi HBV, pemberian IM (deltoid) dosis dewasa untuk
dewasa, untuk bayi, anak sampai umur 19 tahun dengan dosis anak (1/2 dosis
dewasa), diulang pada 1 dan 6 bulan kemudian
c. Indikasi
Imunisasi universal untuk bayi baru lahir
Vaksinasi catch up untuk anak sampai umur 19 tahun (bila belum divaksinasi)
Grup resiko tinggi: 1. Pasangan dan anggota keluarga yang kontak dengan karier
hepatitis B, 2. Pekerja kesehatan dan pekerja yang terpapar darah, 3. IVDU, 4.
Homoseksual dan biseksual pria, 5. Individu dengan banyak pasangan seksual, 6.
Resipien transfuse darah, 7. Pasien hemodialisis, 8. Sesama narapidana, 9.
Individu dengan penyakit hati yang sudah ada ( missal hepatitis C kronik).
2. Imunoprofilaksis pasca paparan dengan vaksin hepatitis B dan immunoglobulin
hepatitis B (HBIG)
Indikasi:
a. Kontak seksual dengan individu yang terinfeksi hepatitis akut:
Dosis 0,04-0,07mL/kg HBIG sesegera mungkin stelah paparan
Vaksin HBV pertama diberikan saat atau hari yang sama pada deltoid sisi lain
30
Vaksin kedua dan ketiga diberikan 1 dan 6 bulan kemudian
b. Neonates dari ibu yang diketahui mengidap HBsAg positif:
Setengah mili liter HBIG diberikan dalam waktu 12 jam setelah lahir dibagian
anterolateral otot paha atas
Vaksin HBV dengan dosis 5-10 ug, diberikan dalam waktu 12 jam pada sisi lain,
diulang pada 1 dan 6 bulan.
Efektifitas perlindungan melampaui 95%
REKOMENDASI UMUM
Pasien dapat dirawat jalan selama terjamin hidrasi dan intek kalori yang cukup
Tirah baring tidak lagi disarankan kecuali bila pasien mengalami kelelahan yang
berat
Tidak ada diet yag spesifik atau suplemen yang memberikan hasil efektif
Protein dibatasi hanya pada pasien yang mengalami ensefalopati hepatik
Selama fase rekonvalesen diet tinggi protein dibutuhkan untuk proses
penyembuhan
Alkohol harus dihindari dan pemakaian obat-obatan dibatasi
Obat-obat yang dimetabolisme di hati harus dihindari akan tetapi bila sangat
diperlukan dapat diberikan dengan penyesuaian dosis
Pasien diperiksa tiap minggu selama fase awal penyakit dan terus evaluasi sampai
sembuh
Harus terus dimonitor terhadap kejadian ensefalopati seperti kesadaran somnolen,
mengantuk dan asterisk
Masa protombin serum merupakan petanda yang baik untuk menilai
dekompensasi hati dan menentukan saat yang tepat untuk dikirim ke pusat
transplantasi
Memonitoring konsentrasi transaminase serum tidak membantu dalam hal menilai
fungsi hati pada keadaan hepatitis fulminal karena konsentrasinya akan turun
setelah ada kerusakan sel hati massif
Anti mual muntah dapat membantu keluah mual dan muntah
31
Pasien yang menunjukan gejala hepatitis fluminal harus segera dikirim ke pusat
transplantasi
Transplantasi hati bisa merupakan prosedur penyelamtan hidup untuk pasien yang
mengalami dekompensasi setelah serangan akut hepatitis
Pasien dengan hepatitis akut tidak memerlukan perawatan isolasi
Orang yang merawat pasien hepatitis virus akut A dan E harus selalu mencuci
tangan dengan sabun dan air
Orang yang kontak erat dengan pasien hepatitis B akut seharusnya menerima
vaksin hepatitis B
H. DISKUSI
Pasien masuk Rumah Sakit dengan keluhan mata kuning yang
dialami kurang lebih 5 hari yang lalu, nyeri perut (+) nyeri ulu hati (+)
nyeri tekan epigastrium (+) kanan, lemas (+) mual (-) muntah (-) batuk (-)
nyeri kepala (-) ,Nafsu makan Menurun, Nafsu minum Menurun,
Buang Air Besar frekuensi 1x, ampas (+) , Buang Air Kecil seperti teh.
Pada pemeriksaan fisis pasien didapatkan icterus pada mata kanan dan
kiri,nyeri tekan epigastrium (+), Warna kencing seperti air teh, Tekanan darah
110/70 mmhg, Nadi 76x/menit, Pernapasan 26x/menit, suhu 36,5 C.
Selanjutnya untuk menegakkan diagnosis pada pasien ini dilakukan
pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan laboratorium yaitu didapatkan WBC
5,75 , HGB 14,2 , HCT 40,6%, PLT 347 , LED 33 mm, SGOT 137 U/L, SGPT
379 U/L, Eritrosit 2-4, Lekosit 4-5, Epitel 5-6.
Dari hasil pemeriksaan yang di lakukan baik itu pemeriksaan fisis dan
pemeriksaan laboratoruim, yang telah di cocokkan dari teori yang ada di mana
terdapat tanda tanda berupa icterus pada kedua mata, peningkatan SGOT dan
SGPT, pemeriksaan mikroskopik eritrosit (+), maka pasien ini di diagnosa dengan
Hepatitis.
32
BAB IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Hepatitis disebabkan oleh infeksi dan non infeksi. Infeksi yang disebabkan
virus, bakteri, maupun parasit merupakan penyebab terbanyak hepatitis akut.
33
Virus hepatitis merupakan penyebab terbanyak dari infeksi tersebut. Terdapat
sedikitnya 6 jenis virus hepatotropik penyebab utama infeksi akut, yaitu virus
hepatitis A, B, C, D, E, dan G. Semuanya memberi gejala klinis hampir sama;
bervariasi mulai dari asimtomatis, bentuk klasik, sampai hepatitis fulminan yang
dapat menyebabkan kematian.
Faktor risiko penting lain untuk infeksi HBV pada anak adalah pemberian
obat-obat atau produk-produk darah secara intravena, kontak seksual, perawatan
institusi dan kontak dengan pengidap. Pada pemeriksaan fisik, kulit dan
membrana mukosa adalah ikterik, terutama sklera dan mukosa dibawah lidah.
Hati biasanya membesar dan nyeri pada palpasi. Skrining untuk hepatitis B rutin
memerlukan assay sekurang- kurangnya dua pertanda serologis. Pencegahan
merupakan upaya terpenting karena paling efisien. Secara garis besar, upaya
pencegahan terdiri dari preventif umum dan khusus yaitu imunisasi VHB pasif
maupun aktif.
DAFTAR PUSTAKA
34
Dengan Antibodi Anti Hepatitis C ( Titer Anti – HCV) Di Indonesia. Pusat
Penelitian Dan Pengembangan Upaya Pelayanan Kesehatan Masyarakat.
Jakarta:2018.Hal-290.
2. Halilintar R, Rochana S, Ramadhan RS. Perancangan Sistem Diagnosa Penyakit
Hepatitis Menggunakan Metode KKN. Jurnal Ilmiah ILKOM. Kediri: 2017.Hal-
145.Vol 9.
3. Juffrie M, Soenarto SS, Oswari H, Arief S, Rosalina I, Mulyani NS. Buku Ajar
Gastroenterohepatologi IDAI. Jilid I. Jakarta: IDAI; 2011. 287-326 p.
4. Muljono DH, Kandun N, Rino, Dkk. Pedoman Pengendalian Hepatitis Virus.
Direktor Jendral PP Dan PL Kementrian Kesehatan RI. Jakarta. 2012.
5. Jurnalis YD, Sayoeti Y, Russelly A. Tinjauan Pustaka Hepatitis C pada Anak.
2014;3(2):257–61.
35