Anda di halaman 1dari 36

REFERAT

BAGIAN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI


NOVEMBER 2020
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

PROFESIONALISME PERFORMANCE DI BAGIAN OBGIN

Oleh:
Nilang pabisiang, S.Ked
(10542063515)

Pembimbing:
Dr. dr. H. Nasruddin A.M,Sp.OG(K)., MARS

(Dibawakan dalam rangka tugas kepaniteraan klinik bagian Obstetri dan


Ginekologi)

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2020
LEMBAR PENGESAHAN

Yang bertanda tangan di bawah ini menerangkan, bahwa:


Nama : Nilang Pabisiang, S.Ked
Judul Referat : Profesionalisme Performance di bagian Obgin

Telah menyelesaikan referat dalam rangka Kepanitraan Klinik di Bagian


Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah
Makassar.

Makassar, November 2020


Pembimbing,

Dr. dr. H. Nasruddin A.M, Sp.OG(K),. MARS

i
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum wr.wb
Dengan mengucapkan puji syukur atas kehadirat Allah SWT karena atas
rahmat, hidayah, kesehatan dan kesempatan-Nya sehingga referat dengan judul
“profesionalisme performance di bagian obgin”, ini dapat terselesaikan. Salam
dan shalawat senantiasa tercurah kepada baginda Rasulullah SAW, sang
pembelajar sejati yang memberikan pedoman hidup yang sesungguhnya.
Pada kesempatan ini, secara khusus penulis mengucapkan terima kasih dan
penghargaan yang setinggi-tingginya kepada dosen pembimbing Dr. dr. H.
Nasruddin A.M,Sp.OG(K),. MARS, yang telah memberikan petunjuk, arahan dan
nasehat yang sangat berharga dalam penyusunan sampai dengan selesainya referat
ini.
Penulis menyadari sepenuhnya masih banyak terdapat kelemahan dan
kekurangan dalam penyusunan referat ini, baik dari isi maupun penulisannya.
Untuk itu kritik dan saran dari semua pihak senantiasa penulis harapkan demi
penyempurnaan referat ini.
Demikian, semoga referat ini bermanfaat bagi pembaca secara umum dan
penulis secara khususnya.

Wassalamu’alaikum wr.wb

Makassar, November 2020

Penulis

ii
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN........................................................................................................i
KATA PENGANTAR..............................................................................................................ii
DAFTAR ISI.........................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................................1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.................................................................................................3
B. Karakter Seoramg Dokter Islami...........................................................................13
BAB III PENUTUP..............................................................................................................26
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................28

iii
BAB I

PENDAHULUAN

Kedokteran merupakan profesi yang membutuhkan penguasaan sejumlah

besar pengetahuan dan keterampilan klinis, termasuk di dalamnya adalah standar

yang tinggi akan kebiasaan dan perilaku yang tepat. Profesi kedokteran dan kesehatan

telah menjalin kontrak kesepakatan tentang profesionalisme, namun sebagian besar

dari komponen profesionalisme merupakan kesepahaman yang tidak tertulis. Perilaku

profesional menjadi bagian kompetensi yang wajib di kuasai seorang dokter. Oleh

karena itu, usaha pembelajaran sangat tepat jika dimulai sejak dini.1

Profesionalisme dalam kedokteran juga dibentuk dari beberapa komponen

perilaku, antara lain: altruisme, kompeten, kejujuran danintegritas, performa,

manajemen, serta menghormati orang lain dan humanis.1

Profesionalisme dalam kedokteran dapat diperoleh melalui internalisasi nilai

dan tanggung jawab kepada pasien yang prosesnya dimulai sejak pertama kali masuk

sekolah kedokteran.1

Dokter merupakan satu profesi yang pekerjaan dan kegiatannya berhubungan

langsung dengan manusia sebagai lawan interaksinya. Seorang dokter yang

professional dituntut untuk mengenal dan mengetahui segala hal yang berkaitan

dengan manusia, baik manusia sebagai individu maupun manusia sebagai makhluk

sosial.

1
Dengan demikian, seorang calon dokter atau dokter memerlukan pengetahuan

tentang cara menangani manusia tersebut dari segala sudut pandang, sejak mulai

konsepsi, sampai pada masa tua bahkan sampai akhir dari hidupnya.2

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Profesional Performance
Profesionalisme berasal dari akar kata “profesi”. Menurut Kamus Besar
Bahasa Indonesia (2008), profesionalisme adalah “tindak tanduk yang
merupakan ciri suatu profesi”. Profesi memiliki kekuasaan tersendiri dan karena
itu mempunyai tanggung jawab khusus. Profesi memiliki keahlian yang tertutup
dari orang lain dan disatukan oleh latar belakang pendidikan yang sama serta.
Orang yang bergabung dengan kelompok profesi memiliki pengetahuan dan
keahlian khusus atau yang tidak dimiliki kebanyakan orang lain. Anggota profesi
menyatakan komitmen terhadap kemampuan, integritas dan moral, altruism, dan
dukungan demi kesejahteraan masyarakat, Anggota profesi ini diatur oleh kode
etik.3

3
Gambar 1. Definisi Profesionalisme
Dari bawah ke atas, terlihat bahwa clinical competence (kompetensi klinis),
communication skills (kemampuan berkomunikasi), dan ethical and legal
understanding (pemahaman hukum dan etik) menjadi sebuah dasar
profesionalisme. Sedangkan excellence (keunggulan), humanism (humanisme),
accountability (akuntabilitas), dan altruism (altruisme) merupakan tonggak
profesionalisme.3
Dari beberapa definisi diatas, maka dapat disimpulkan bahwa
profesionalisme merupakan suatu penentu kualitas hubungan dokter yang
digambarkan melalaui seperangkat perilaku dan sangat bergantung dengan
kepercayaan. Hubungan ini tidak terbatas pada dokter dan pasien sebagai

4
individu, tetapi juga hubungan dokter sebagai sebuah kelompok profesi dengan
dengan masyarakat luas.3
Kedokteran merupakan profesi yang membutuhkan penguasaan sejumlah
besar pengetahuan dan keterampilan klinis, termasuk di dalamnya adalah standar
yang tinggi akan kebiasaan dan perilaku yang tepat. Profesi kedokteran dan
kesehatan telah menjalin kontrak kesepakatan tentang profesionalisme, namun
sebagian besar dari komponen profesionalisme merupakan kesepahaman yang
tidak tertulis. Perilaku profesional menjadi bagian kompetensi yang wajib
dikuasai seorang dokter.4
Professionalisme dalam kedokteran merupakan kemampuan seorang dokter
untuk melakukan pertimbangan spesifik serta memiliki sikap perilaku yang
bertanggung jawab dan bertindak berdasarkan kemampuan clinical reasoning.
Profesionalisme dalam kedokteran juga dibentuk dari beberapa komponen
perilaku, antara lain:4
 Altruism
 Respect, responsibility, accountability
 Honor, honesty, integryti
 Excellence
 Duty
 Life long learning and limit of knowledge
 Effective communication
 Leadership and management

5
Gambar 2. Pembagian Profesionalisme

Profesionalisme dalam kedokteran dapat diperoleh melalui internalisasi


nilai dan tanggung jawab kepada pasien yang prosesnya dimulai sejak pertama
kali masuk sekolah kedokteran. Oleh karena itu, usaha pembelajaran terhadap
penguasaan perilaku profesional perlu dimulai sejak awal pembelajaran dengan
mengkolaborasikan perilaku profesional ke dalam prosedur dan metode yang
terstruktur.

a. Prinsip- prinsip Profesionalisme


Profesionalisme memiliki beberapa prinsip dalam pelaksanaannya.
Berdasarkan definisi yang dikemukakan oleh Stern, terdapat empat prinsip
utama, yaitu:5

6
 Excellence (Keunggulan)
Dokter senantiasa terus belajar untuk meningkatkan kemampuan dan
pengetahuan.
 Accountability (akuntabilitas)
Dokter hendaknya dapat mempertanggungjawabkan tindakan yang telah

dibuat, serta menerima konsekuensinya.

 Altruism (altruisme)
Dokter hendaknya mendahulukan kepentingan pasien di atas
kepentingan pribadi. Komunikasi yang baik dengan pasien dan
menghormati kebutuhan pasien dari merupakan bagian dari aspek ini.
 Humanism (humanisme)
Humanisme merupakan rasa perikemanusiaan yang meliputi rasa hormat
(respect), rasa kasih (compassion), empati, serta kehormatan dan
integritas (honor and integrity).
Sedikit berbeda dengan prinsip yang disebutkan sebelumnya, Physician
Charter mencantumkan tiga prinsip dasar dan sepuluh tanggung jawab
profesional. Prinsip-prinsip ini dapat dikatakan sebuah penjabaran dari empat
prinsip yang dikenalkan oleh Stern. Prinsip-prinsip dasar profesionalisme
berdasarkan Physician Charter adalah sebagai berikut:6
1. Principle of primary of patient welfare
Prinsip ini didasarkan pada dedikasi melayani apa yang menjadi
kebutuhan pasien. Mementingkan kepentingan pasien dapat
mempengaruhi kepercayaan yang menjadi kunci hubungan dokter-
pasien.

2. Principle of patient autonomy


Dokter harus menghormati otonomi pasien. Dokter harus jujur dan
memberikan kuasa kepada pasien untuk ikut memutuskan terapi.

7
Keputusan pasien merupakan hal yang penting selama masih tetap
sesuai dengan etik dan prosedur.
3. Principle of social justice
Profesi kedokteran harus memajukan keadilan dalam pelayanan
kesehatan, termasuk persebaran sumber daya kesehatan. Dokter harus
bekerja aktif untuk menghilangkan diskriminasi dalam pelayanan
kesehatan, baik itu ras, jenis kelamin, status sosioekonomi, etnik,
agama, atau kategori sosial lainnya.
Untuk melaksanakan ketiga prinsip tersebut, terdapat sepuluh tanggung
6
jawab profesional berdasarkan Physician Charter yaitu:

a. Commitment to professional competence (komitmen pada kompetensi


profesional)
Dokter harus berkomitmen untuk belajar sepanjang hayat dan
bertanggung jawab menjaga ilmu pengetahuan kekdokteran yang
berguna dalam peningkatan kualitas pelayanan.
b. Commitment to honesty with patient (komitmen untuk jujur dengan
pasien)
Dokter harus memastikan bahwa pasien telah diberitahukan secara jelas
dan jujur tentang terapi yang diberikan sebelum dan setelah terapi
dilaksanakan. Dokter harus mengerti bahwa pada pelayanan kesehatan,
kesalahan bisa saja terjadi. Jika pasien terluka akibat kesalahan yang
dilakukan, pasien seharusnya diberitahu karena hal tersebut dapat
mempengaruhi kepercayaan pasien dan masyarakat.
c. Commitment to patient confidentiality (komitmen pada kepercayaan
pasien)
Dokter harus berkomitmen untuk menjaga informasi rahasia pasien atas
dasar kepercayaan yang telah diberikan pasien. Akan tetapi, komitmen

8
ini bisa dilanggar pada keadaan tertentu misalnya ketika pasien menjadi
ancaman bagi orang banyak.
d. Commitment to mantain apropriate relations (komitmen untuk menjaga
hubungan yang pantas)
Dokter selayaknya tidak memiliki hubungan dengan pasien hanya untuk
maksud tertentu, seperti memanfaatkan pasien untuk kepentingan
seksual dan memanfaatkan pasien hanya untuk mendapat kepuasan
finansial pribadi.
e. Commitment to improving quality of care (komitmen untuk
meningkatkan kualitas pelayanan)
Dokter harus berdedikasi untuk terus meningkatkan kualitas pelayanan.
Kompetensi ini tidak hanya menjaga kompetensi klinis, tetapi juga
bekerja sama untuk mengurangi kesalahan medis, menjaga keamanan
pasien, mengurangi penggunaan tenaga kesehatan berlebihan, dan
mengoptimalkan pelayanan.
f. Commitment to improving access to care (komitmen memperbaiki akses
pelayanan)
Profesionalisme kedokteran menuntut pelayanan kesehatan yang

obyektif tersedia dengan standar yang seragam dan adekuat.

g. Commitment to a just distribution of finite resources (komitmen pada


sumber daya terbatas)
Dokter dituntut untuk memberikan pelayanan bijaksana sesuai dengan
pengaturan biaya yang efektif dan sumber daya klinis terbatas.
h. Commitment to scientific knowledge (komitmen kepada ilmu
pengetahuan)
Dokter memiliki kewajiban untuk menetapkan standar secara ilmiah,
mendukut riset, serta mengembangkan ilmu pengetahuan.

9
i. Commitment to mantaining trust by managing conflicts of interest
(komitmen untuk menjaga kepercayaan dengan mengelola konflik
kepentingan)
Dokter seharusnya tidak memanfaatkan kepercayaan pasien hanya untuk
kepentingan peribadi.
j. Commitment to mantaining trust by managing conflicts of interest
(komitmen untuk menjaga kepercayaan dengan mengelola konflik
kepentingan)
Dokter seharusnya tidak memanfaatkan kepercayaan pasien hanya untuk
kepentingan peribadi.
b. Profesionalisme Kedokteran di Indonesia
Profesionalisme menjadi bagian dalam Kode Etik Kedokteran Indonesia
pada tahun 2012. Pasal mengenai profesionalisme terdapat pada pasal delapan
Kode Etik Kedokteran Indonesia (2012) dengan bunyi “ Seorang dokter wajib,
dalam setiap praktik medisnya, memberikan pelayanan secara berkompeten
dengan kebebasan teknis dan moral sepenuhnya, disertai rasa kasih sayang
(compassion) dan penghormatan atas martabat manusia”. Di dalam Standar
Kompetensi Dokter Indonesia 2012, profesionalisme dokter terdapat pada area
kompetensi satu yaitu “Profesionalitas yang luhur”. Hal tersebut sesuai dengan
amanat yang tersirat di dalam peraturan perudang-undangan, antara lain:7
a. Undang-undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran.
b. Undang- U ndang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.
c. Undang-undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit.
d. Undang-undang nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial
Nasional (SJSN).
e. Undang-undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial (BPJS).

10
Salah satu cara untuk menilai derajat profesionalisme dalam bidang
kedokteran adalah dengan membandingkan persepsi para dokter tentang jati
dirinya dengan persepsi penderita atau masyarakat tentang apa yang telah
diperbuat oleh para dokter dan baik buruknya tindakan tersebut bagi mereka.
Masyarakat akan menganggap profesional bila mereka merasa puas bukan hanya
dari perbaikan fisik saja, tetapi juga puas dalam segi, mental, emosional dan
sosial. Kepuasaan tersebut tidak semuanya dapat diukur secara kuantitatif,
terutama yang berisifat non medis. Inilah salah satu kesukaran yang dihadapi
para dokter.3
Ada tiga paradigma yang selalu harus diingat oleh para dokter yang

menganggap dirinya profesional, yaitu:8

1. Ciri-ciri profesionalisme adalah:

 Memiliki ilmu dan teknologi yang kontemporer

 Memiliki ketrampilan yang tinggi

 Memiliki niat, sikap dan perilaku yang baik (etis)

2. Falsafah moral dari Etika Kedokteran yang berlaku secara universal

adalah:8

 Beneficence: niat seorang dokter untuk selalu berbuat sesuatu bagi

kepentingan penderita.

 Autonomy: hak penderita untuk mendapat informasi dan pelayanan

yang terbaik dan ikut serta dalam setiap keputusan klinik dalam

kedudukan yang setara.

 Justice: keadilan bagi seluruh masyarakat dalam bidang kesehatan.

11
3. Bentuk pelayanan harus sesuai dengan jiwa dari definisi Medicine

yaitu:8

Medicine is the Art and Science of the diagnosis and treatment of the

disease and the maintainance of health (Kedokteran adalah Seni dan

Ilmu dari diagnosis dan pengobatan penyakit serta pemeliharaan

kesehatan)

Hak dan Kewajiban Dokter secara profesionalismenya:9

1. Hak Dokter:

 Bekerja sesuai peraturan kedokteran yang berlaku serta

memeroleh perlindungan Hukum.

 Memberikan pelayanan medis menurut standar profesi dan

standar prosedur operasional

 Memeroleh informasi yang lengkap dan jujur dari pasien atau

keluarganya

 Menerima imbalan jasa

 Diperlakukan sesuai Asas Hukum RI: Praduga Tak

Bersalah/Presumption of Innocence

 Mendapat perlindungan HAM (UU no39 th 1999). Mendapat

perlindungan Peradilan Umum

12
2. Kewajiban Dokter:

 Memberikan pelayanan medis sesuai dengan standar profesi

dan standar prosedur operasional serta kebutuhan pasien

 Merujuk pasien ke dokter atau drg lain yg memiliki keahlian/

ketrampilan yg lebihbaik, apabila tidak mampu melakukan

suatu pemeriksaan atau pengobatan

 Merahasiakan segala sesuatu yg diketahuinya tentang pasien,

bahkan setelah pasien meninggal dunia, serta tunduk pada tata

cara pembukaan Rahasia Kedokteran menurut Hukum yang

berlaku

 Melakukan pertolongan darurat atas dasar kemanusiaan

 Menambah ilmu pengetahuan dan mengikuti perkembangan

ilmu kedokteran atau kedokteran gigi

3. Kewajiban Dokter kepada Teman Sejawat

 Setiap dokter memperlakukan teman sejwatnya sebagaimana ia

sendiri ingin diperlakukan

 Setiap dokter tidak boleh mengambil alih pasien dari teman

sejawat, kecuali dengan persetujuan atau berdasarkan prosedur

yang etis

13
4. Kewajiban Dokter Terhadap Diri Sendiri

 Setiap dokter harus memelihara kesehatannya, supaya bekerja

dengan baik

 Setiap dokter harus senantiasa mengikuti perkembangan ilmu

pengetahuan dan teknologi kedokteran/kesehatan

5. Kewajiban dokter kepada negara

 Membayar pajak atas ijin prakteknya.

 Menjalankan profesi dokternya sesuai dengan undang-undang

yang ditetapkan oleh pemerintah.

 Bersedia untuk ditempatkan didaerah terpencil sesuai dengan

Surat Keputusan dari pemerintah.

 Memberikan tenaga medisnya terhadap korban bencana alam

atau korban perang.

6. Kewajiban Dokter Kepada Masyarakat

 Setiap dokter harus senantiasa mengingat akan kewajibannya

melindungi untuk hidup insani.

 .Setiap dokter wajib bersikap tulus ikhlas dan menggunakan

segala ilmu yang dimiliki dan ketrampilannya untuk

kepentingan masyarakat.

14
 Setiap dokter wajib memberikan kesempatan pada penderita

agar senantiasa dapat berhubungan dengan keluarga dan

penasehatnya dalam beribadat maupun dalam masalah lainnya.

 Memberikan layanan kesehatan semaksimal mungkine.

 Melayani atau menerima konsultasif.

 Melakukan kederisasi masyarakat dalam bidang kesehatan

kompleks.

 Menanggulangi penyakit atau wabah tertentuh.

 Memberikan penyuluhan/informasi kesehatan pada masyarakat.

 Melaporkan apabila terjadi kejadian luar biasa

 Seorang dokter harus mengutamakan/mendahulukan

kepentingan masyarakat dan memperhatikan segala aspek

pelayanan kesehatan yang menyeluruh,serta berusaha menjadi

pendidik dan pengabdi masyarakat yang sebenarnya.

 Dalam melakukan pekerjaannyasebagai dokter, seorang dokter

tidak boleh dipengaruhi oleh pertimbangan keuntungan pribadi.

 Seorang dokter harus senantiasa berhati-hati dalam

mengumumkan dan menerapkan setiap penemuan atau tekhnik

baru yang belum teruji kebenarannya.

15
B. Karakter Seorang Dokter Islami

Kesehatan merupakan salah satu aspek penting bagi kehidupan manusia.


Sehat adalah kunci utama untuk melakukan segala aktifitas, dengan kata lain
kesehatan adalah harta yang sangat berharga bagi manusia. Kesehatan di
Indonesia merupakan masalah besar yang masih belum terpecahkan sampai
sekarang. Mengingat peringkat kesehatan Indonesia menduduki urutan 101 dari
149 negara di dunia menurut laporan The Legatum Prosperity Index 2017.
Sedangkan pada tahun 2019 Indonesia tidak masuk daftar 50 deretan negara
dengan tingkat kesehatan terbaik dunia menurut World Health Organization
(WHO). Hal tersebut tentunya sangat ironis bagi negara kita. Oleh karena itu
Indonesia membutuhkan generasi yang bisa mengatasi masalah tersebut
khususnya di era globalisasi seperti saat sini. Generasi tersebut salah satu
contohnya adalah dokter. Akan tetapi di era globalisasi saat ini tidak hanya
dibutuhkan dokter yang hanya mempunyai kecerdasan intelektual tanpa
kecerdasan spiritual. Oleh sebab itu seorang dokter yang memiliki kecerdasan
spiritual dan intelektual atau yang lebih dikenal dengan sebutan dokter muslim
yang adaptif, inovatif, kreatif, dan kompetitif sangat dibutuhkan oleh bangsa ini.

Dokter muslim adalah dokter yang beragama Islam, menguasai ilmu


kedokteran dan dalam melaksanakan tugas profesi serta kehidupannya sejalan
dengan atau berdasarkan syariat Islam. Hukum menuntut ilmu kedokteran dalam
islam adalah fardu khifayah. Dokter muslim biasanya memiliki sifat ulul albab.
Ulul albab adalah sekelompok manusia pilihan yang mempunyai kekuatan
(kecerdasan) spiritual, intelektual, dan sosial yang tinggi. Komitmen dokter
muslim terhadap ajaran Allah SWT yakni agama islam yang sangatlah tinggi.
Dokter muslim tidak akan mudah terpengaruh godaan perkembangan zaman dan
hanyut dalam rayuan hawa nafsu yag melenakan.

16
Persfektif hukum islam tentang dokter kandungan laki-laki, Dokter atau
yang sejenisnya, biasanya dalam melakukan praktik berlaku umum dan
professional, tidak melihat jenis kelamin pasiennya. Apalagi bagi dokter yang
terikat dengan Kode Etik Kedokteran dalam menunaikan tugasnya tidak
dibenarkan membedakan pasien. Masalahnya di sini, dalam praktiknya kadang
dituntut melakukan inspeksi (periksa pandang), palpasi (perabaan), perkusi
(memukulkan jari kebagian tubuh yang diperiksa), bahkan jika diperlukan mesti
melihat atau memegang bagian alat vital pasien, di sinilah masalah yang muncul
dari perspektif hukum Islam. Dokter mengobati secara langsung dengan
menyentuh bagian tubuh pasien hukumnya adalah boleh jika dalam keadaan
darurat.10

Meskipun demikian, perlu dipahami bahwa bolehnya seorang dokter


melihat aurat yang bukan mahramnya perlu dikaji secara mendalam. Kebolehan
tersebut harus diikuti tentang prosedur yang ada serta pertanggung jawabannya di
hadapan Allah SWT. Hendaklah seorang dokter atau paramedis ketika akan
melakukan tindakan pengobatan sebaiknya mengkonsultasikan dulu kepada
pihak keluarga guna tidak terjadi fitnah dalam penanganan tersebut.10

Kewenangan seorang dokter dalam menangani seorang pasien termasuk


ke dalam masalah dharuriyyah, karena pembentukan hukum ini semata-mata
dimaksudkan untuk tujuan pemeliharaan agama (hifz ad-din), pemeliharaan
keturunan (hifz al-nasl), pemeliharaan jiwa (hifz an-nafs), dan pemeliharaan akal
(hifz al-‘aql), serta pemeliharaan harta (hifz al-mal).10

Dalam batasan-batasan tertentu, para ulama membolehkan seorang dokter


atau para medis melakukan pemeriksaan terhadap pasien yang bukan mahramnya
jika tidak ada seorang dokter yang mahramnya. Ibnu Abidin berkata: Dalam
kitab AlJauharah disebutkan: “Jika penyakit tersebut menyerang seluruh tubuh si
wanita maka dokter boleh melihatnya saat pengobatan, kecuali alat kelamin yang

17
vital. Sebab hal itu termasuk darurat. Jika tempat yang sakit adalah kemaluan,
maka hendaknya diajari seorang wanita lain untuk mengobatinya. Jika tidak ada
juga sementara keselamatan jiwanya sangat mengkhawatirkan atau
dikhawatirkan tertimpa penyakit yang tidak mampu ia tahan, maka hendaklah
mereka menutup seluruh tubuhnya kecuali tempat yang sakit itu (yakni
kemaluan) lalu dipersilakan dokter mengobatinya dengan tetap menahan
pandangan semampunya kecuali terhadap bagian yang tengah diobati”.11

Demikian pula dibolehkan bagi para perawat orang sakit untuk


mewudhu’kan atau membantu istinja'nya meskipun yang dirawat seorang
wanita.41 Muhammad Fu'ad berkata: Di antara dalil yang menunjukkan bolehnya
kaum pria mengobati kaum wanita dengan batasan-batasan yang telah disebutkan
tadi adalah sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhari dari Ar-
Rubayyi' binti Mu'awwidhia berkata: “Kami pernah berperang bersama
Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam. Tugas kami adalah memberi minum
dan membantu pasukan, dan membawa pasukan yang tewas dan terluka ke
Madinah.12

 Karakteristik dan Etika Dokter Muslim


a) Karakteristik dokter Muslim

Banyak rumusan tentang dokter muslim telah dikemukakan oleh berbagai


kalangan. Menurut Ja'far Khadim Yamani, Ilmu kedokteran dapat dikatakan
islami, mempersyaratkannya dengan 9 karakteristik, yaitu:13

1. Dokter harus mengobati pasien dengan ihsan dan tidak melakukan


hal-hal yang bertentangan dengan al-Quran.
2. Tidak menggunakan bahan haram atau dicampur dengan unsur
haram.
3. Dalam pengobatan tidak boleh berakibat mencacatkan tubuh pasien,
kecuali sudah tidak ada alternatif lain.

18
4. Pengobatannya tidak berbau takhayyul, khurafat, atau bid'ah.
5. Hanya dilakukan oleh tenaga medis yang menguasai di bidang
medis.
6. Dokter memiliki sifat-sifat terpuji, tidak pemilik rasa iri, riya,
takabbur, senang merendahkan orang lain, serta sikap hina lainnya.
7. Harus berpenampilan rapih dan bersih.
8. Lembaga-lembaga pelayan kesehatan mesti bersifat simpatik.
9. Menjauhkan dan menjaga diri dari pengaruh atau lambang-lambang
non-islamis.
b) Etika dokter muslim

Etika kedokteran mengatur kehidupan, tingkah laku seorang dokter dalam


mengabdikan dirinya terhadap manusia baik yang sakit maupun yang sehat. Etika
kedokteran islam terkumpul dalam Kode Etik Kedokteran Islam yang bernama
Thibbun Nabawi, yang mengatur hubungan dokter dengan orang sakit dan dokter
dengan rekannya.
Berikut ini dibahas mengenai etika seorang Dokter muslim terhadap sang
Pencipta, terhadap pasien, dan terhadap sejawatnya:13
1. Etika Dokter Muslim terhadap sang Pencipta
Seorang dokter muslim haruslah benar-benar menyadari bahwa dirinya
adalah hamba Allah SWT. Dan betapa tidak berarti dirinya beserta ilmunya
tanpa diiringi ridha Allah SAW. Adapun contoh etika terhadap sang Pencipta
disebutkan bahwa:
 Dokter muslim harus meyakini dirinya sebagai khalifah fungsionaris
Allah dalam bidang kesehatan dan kedokteran.
 Melaksanakan profesinya hanya karena Allah.
 Hanya melakukan pengobatan, penyembuhan adalah hak Allah.
 Melaksanakan profesinya dengan iman supaya jangan merugi.

19
2. Etika Dokter Muslim terhadap pasien
Hubungan antara dokter dengan pasien merupakan hubungan antar manusia
dan manusia. Dalam hubungan ini mungkin timbul pertentangan antara
dokter dan pasien, karena masing-masing mempunyai nilai yang berbeda.
Masalah semacam ini akan dihadapi oleh Dokter yang bekerja di lingkungan
dengan suatu sistem yang berbeda dengan kebudayaan profesinya. Untuk
melaksanakan tugasnya dengan baik, tidak jarang dokter harus berjuang
lebih dulu melawan tradisi yang telah tertanam dengan kuat. Dalam hal ini,
seorang dokter Muslim tidak mungkin memaksakan kebudayaan profesi
yang selama ini dianutnya.
Mengenai etika kedokteran terhadap orang sakit antara lain disebutkan
bahwa seorang dokter muslim wajib:13
 Memperlihatkan jenis penyakit, sebab musabab timbulnya
penyakit, kekuatan tubuh orang sakit, keadaan resam tubuh yang tidak
sewajarnya, umur si sakit dan obat yang cocok dengan musim itu,
negeri si sakit dan keadaan buminya, iklim di mana ia sakit, daya
penyembuhan obat itu.
 Di samping itu dokter harus memperhatikan mengenai tujuan
pengobatan, obat yang dapat melawan penyakit itu, cara yang mudah
dalam mengobati penyakit.
 Selanjutnya seorang dokter hendaknya membuat campuran obat yang
sempurna, mempunyai pengalaman mengenai penyakit jiwa dan
pengobatannya, berlaku lemah lembut, menggunakan cara keagamaan
dan sugesti, tahu tugasnya.
Abu al-Fadl merinci karakteristik dokter Islam atas tiga hal, yaitu:

20
1. Percaya akan adanya kematian yang tidak bisa dihindari seperti telah
ditegaskan dalam Al-Quran dan hadist. Untuk mendukung prinsip ini dikutip
pernyataan Ibnu Sina yang menyatakan bahwa hal yang harus diingat adalah
pengetahuan mengenai pemeliharaan kesehatan itu tidak bisa mernbantu
untuk menghindari kematian maupun membebaskan diri dari penderitaan
lahir, juga tidak memberikan cara-cara untuk memperpanjang usia agar
hidup selamanya. Dengan pemahaman demikian, tidak berarti dokter muslim
menentang teknologi biomedis bila berarti upaya mempertahankan
kehidupan dengan memberikan pasien suatu pernapasan atau alat lain yang
sejenis. Karena berupaya menyelamatkan hidup adalah tugas mulia, siapa
yang menyelamatkan hidup seorang manusia, seolah dia menyelamatkan
hidup seluruh manusia. Ini sejalan dengan penegasan ayat al-Quran:

Terjemahnya. :      

Barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu

(membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan di muka

bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya. Dan

barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia seluruhnya.

Dan barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka

21
seolah-olah dia telah memelihara kehidupan seorang manusia semuanya.

(QS. Al Maidah 5 : 32)

2. Menghormati pasien, diantaranya berbicara dengan baik kepada pasien

menjaga rahasia dan perasaan pasien, dan tidak melakukan pelecehan

seksual, itulah sebabnya disarankan pasien didampingi orang ketiga. Dokter

tidak memberati pasien, dan lain-lain.

3. Pasrah kepada Allah sebagai zat penyembuh. Ini tidak berarti membebaskan

dokter dari segala upaya diagnosis dan pengobatan. Dengan kepasrahan

demikian, maka akan menghindarkan perasaan bersalah jika segala upaya

yang dilakukannya mendapatkan kegagalan.

Di era Modern seperti sekarang ini, seorang dokter tidak hanya diliat dari
segi penguasaan materi kedokteran yang dia kuasai tetapi juga bagaimana sikap
dokter tersebut dalam menghadapi pasien dari berbagai status sosial yang ada.
Maka dari itu seorang dokter harus memiliki 10 nilai karakter dokter muslim agar
antara dokter dan pasiennya saling menghargai satu sama lain dan dokter tersebut
dapat dipercaya di lingkungan sekitarnya. 10 nilai karakter antaranya :14
1. Ikhlas
Seorang dokter harus memiliki sifat ikhlas dalam artian seorang dokter
tersebut harus menerima apa adanya atau lapang dada atas kejadian yang
telah di laluinya, seperti saat ada seorang pasien yang mungkin dia memiliki
keterbatasan ekonomi untuk membeli obat, kita harus ikhlas dalam
menghadapi kejadian tersebut karena pada hakekatnya apabila kita bekerja
bukan untuk mencari uang semata tetapi untuk beribadah kepada Allah
SWT dan mendapatkan Ridho-Nya maka dunia dan seisinya akan mengikuti
jalan kita dan kita akan menjalai hidup kita lebih tentram , aman dan damai.

22
Allah berfirman dalam Q.S Az-Zumar ayat 11-14 yang artinya:
Katakanlah, “Sesungguhnya aku diperintahkan untuk menyembah Allah
dengan penuh keikhlasan kepada-Nya dalam menjalankan agama. (11) Dan aku
diperintahkan agar menjadi orang yang pertama-tama berserah diri.” (12)
Katakanlah, “Sesungguhnya aku takut akan azab yang akan ditimpakan pada hari
yang besar jika aku durhaka kepada Tuhanku.” (13) Katakanlah, “Hanya kepada
Allah aku menyembah dengan penuh keikhlasan kepada-Nya dalam menjalankan
agamaku.” (14) – (Q.S Az-Zumar: 11-14)
2. Amanah
Kedua seorang dokter harus mempunyai nilai karakter amanah atau bisa
dipercaya, karena seorang dokter tersebut memeriksa pasien sehingga
dokter perlu memiliki sifat amanah atau bisa dipercaya agar sang pasien
percaya akan kesembuhannya, karena seorang dokter hendaknya mampu
berkomunikasi dengan baik terhadap pasien, memberikan dorongan
kesembuhan, meyakinkan pasien untuk optimis mengahadapi penyakitnya
dan pasien bisa sembuh dari penyakitnya dengan berkomunikasi dengan
dokter atau dalam istilah dunia dikenal dengan efek placebo. Efek placebo
merupakan kekuatan pikiran yang membuat pasien merasa sembuh dari
penyakit, walaupun obatnya sendiri sebenarnya tidak memiliki khasiat yang
tepat. Pikiran positifnya yang memberikan keyakinan kuat bahwa ia akan
sembuh dengan meminum obat itu. Efek placebo ini telah diakui oleh
banyak dokter. Banyak dari pasien, terutama pasien yang menderita nyeri
kronis merasakan kesembuhan setelah diberi obat “semu”, obat yang
sebenarnya tidak ada kandungan kimiawi penahan nyeri, karena pasien
percaya pada kekuatan penyembuhan obat tersebut. Studi yang dilakukan
H.K. Beecher tentang ‘The Powerful Placebo’ pada tahun 1955
menunjukkan bahwa 32 % pasien bisa sembuh karena efek plasebo.
Allah berfirman dalam Q.S An-Nisa ayat 58 :

23
Terjemahnya: Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan
amanah kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila
menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil.
Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu.
Sesungguhnya Allah adalah Maha mendengar lagi Maha Melihat.” (QS. An-
Nisa’: 58)

3. Mujahid
Dokter yang bersifat mujahid ( berjuang ) adalah dokter yang berjuang
dijalan Allah SWT maksudnya ia berjuang dengan tulus tanpa
mengharapkan tanda jasa dari orang lain dan ingin berbuat kebaikan
terhadap sesama umat manusia tanpa membeda bedakan golongan dan status
sosial dari mereka. Seorang dokter harus mengabdikan ilmunya kepada
masyarakat yang membutuhkan pertolongan dalam hal kesehatan. Ia harus
berani mengambil langkah langkah yang biasanya tidak bisa dilakukan oleh
kebanyakan orang. Seorang pejuang harus berani keluar dari zona nyaman
yang selama ini ia rasakan demi menolong masyarakat yang membutuhkan
bantuan.
Allah berfirman dalam Q.S An-Nisa ayat 95 :

24
Terjemahnya: Tidaklah sama antara orang beriman yang duduk (tidak
turut berperang) tanpa mempunyai uzur (halangan) dengan orang yang berjihad
di jalan Allah dengan harta dan jiwanya. Allah melebihkan derajat orang-orang
yang berjihad dengan harta dan jiwanya atas orang-orang yang duduk (tidak
ikut berperan tanpa halangan). Kepada masing-masing, Allah menjanjikan
(pahala) yang baik (surga) dan Allah melebihkan orang-orang yang berjihad
atas orang-orang yang duduk dengan pahala yang besar”. (Qs. An-Nisa’: 95)

4. Al Adalah ( Adil )
Seorang dokter harus memiliki sifat Al Adalah ( Adil ) karena Dokter
termasuk orang yang paling banyak berurusan dengan masalah manusia dan
kemanusiaan. Kehidupan seseorang, termasuk dokter sangat ditentukan oleh
kualitas hubungan dengan masyarakat itu. Ajaran Islam sangat menekankan
berlaku adil dalam berbagai urusan, tidak berlebihan atau over acting, dalam
gaya hidup, khususnya dalam masalah tarif praktek dan bayaran sehingga
mengurangi dan menodai prinsip-prinsip yang mesti dijunjung tinggi sebagai
pelayan masyarakat.
Allah berfirman dalam Q.S An-Nisa ayat 135 :

25
Terjemahnya: "Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang
yang benar-benar penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah biarpun terhadap
dirimu sendiri atau ibu, bapak, dan kaum kerabatmu. Jika ia kaya ataupun
miskin, maka Allah lebih tahu kemaslahatannya. Maka janganlah kamu
mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang dari kebenaran. Dan jika kamu
memutar balikkan (kata-kata) atau enggan menjadi saksi, maka sesungguhnya
Allah adalah Maha Mengetahui segala apa yang kamu kerjakan." (QS. An-Nisa:
135)

5. Mujtahid
Dokter wajib memiliki sifat Mujtahid, Mujtahid adalah orang yang dengan
ilmunya yang tinggi dan lengkap , telah mampu menggali dan
menyimpulkan hokum-hukum islam dari sumber-sumbernya yang asli
seperti Al Qur’an dan Hadits. Mujtahid inilah yang menjadi bagi orang
awam ( marja’) da kelompok muqallid . Mujtahid bagi seorang dokter berarti
dokter tersebut memiliki kemampuan dan ahli untuk menyembuhkan
pasiennya. Menjadi seorang dokter tidak boleh asal dalam hal urusan
mengobati pasien dan mendiagnosis penyakit pasiennya karena berurusan
dengan nyawa seseorang. Dokter yang memiliki sifat Mujtahid akan lebih
dikenal orang masyarakat umum karena dokter tersebut memiliki

26
kemampuan dan ahli dalam bidangnya ditambah dengan nilai-nilai agama
akan menjadikan seorang dokter menjadi professional dan religius.
6. Musyarakah
Musyarakah merupakan akad kerja sama antara dua belah pihak untuk usaha
tertentu. Dokter yang mempunyai sifat musyarakah tentu akan semakin baik
dan akan dapat dipercaya sama masyarakat. Karena berarti seorang dokter
mementingkan kepentingan umum daripada kepentingan pribadinya. Dokter
tidaklah selalu bekerja sendiri dalam setiap pekerjaan mereka , tetapi ia akan
bekerja sama dengan beberapa rumah sakit dalam urusan merujuk pasien ,
bekerja sama dengan apoteker untuk urusan pembelian obat pasien dan
tenaga medis yang lain. Apabila seorang dokter tidak bersikap musyarakah
ia akan dianggap sebagai dokter yang sombong oleh rekan kerjanya. Dokter
yang professional dan religious tentu dapat bersikap musyarakah ke teman
sejawatnya ataupun ke orang lain.
Allah berfirman dalam Q.S Ali Imran ayat 159 :

Terjemahnya: Maka berkat rahmat Allah lah engkau (Muhammad)


berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya engkau bersikap keras lagi
berhati kasar, tentulah mereka akan menjauhkan diri dari sekitarmu. Karena itu,
maafkanlah mereka dan mohonkanlah ampunan untuk mereka, dan
bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian, apabila engkau

27
telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya
Allah mencintai orang-orang yang bertawakal. – (Q.S Ali Imran: 159)

7. Tawasuth
Tawasuth merupakan sikap yang tidak memihak atau condong ke salah satu
pihak atau netral. Seorang dokter yang religius akan bersikap tawasuth
kepada siapapun baik kepada pasien ataupun ke masyarakat umum. Seorang
dokter tidak akan membedakan bedakan golongan tertentu atau netral kepada
siapapun dan tidak akan bersikap SARA kepada masyarakat. Memiliki sifat
netral bagi seorang dokter tidaklah mudah seorang dokter harus memiliki
pendirian yang kuat dalam mengambil segala keputusannya tanpa
dipengaruhi oleh pihak pihak tertentu untuk mengambil suatu keuntungan.
Apabila seorang dokter tidak memiliki pendirian yang kuat dokter akan
mudah disuap oleh pihak pihak tertentu.
Allah berfirman dalam Q.S al-Baqarah ayat 143:

Terjemahnya: Dan demikianlah kami jadikan kamu sekalian (umat Islam)


umat pertengahan (adil dan pilihan) agar kamu menjadi saksi (ukuran penilaian)
atas (sikap dan perbuatan) manusia umumnya dan supaya Allah SWT menjadi
saksi (ukuran penilaian) atas (sikap dan perbuatan) kamu sekalian. (QS al-
Baqarah: 143).

28
8. Tawazun
Tawazun menurut bahasa merupakan keseimbangan atau seimbang
sedangkan menurut istilah tawazun adalah suatu sikap seseorang untuk
memilih titik yang seimbang atau adil dalam menghadapi suatu persoalan.
Dalam dunia kedokteran seimbang memiliki artian bahwa seorang dokter
harus dapat berbuat seimbang sesuai takaran yang telah dianjurkan tidak
dilebihkan maupun dikurangi takarannya dan berbuat seimbang dalam sisi
keilmuannya maupun agama. Dokter yang professional dan religius tentu
memiliki sifat tawazum. Ia akan menyeimbangkan antara ilmu kedokteran
dan ilmu agama karena tidak mungkin seorang dokter dapat
menyembuhkan pasiennya tanpa campur tangan atau bantuan dari Allah
SWT. Seorang dokter yang memiliki sifat tawazum akan mengajak
pasiennya untuk berdoa kepada Allah SWT untuk diberi kesembuhan baik
sebelum dilakukan pemeriksaan oleh dokter dan sesudah pemeriksaan.
9. Tasamuh
Tasamuh berasal dari bahasa arab yang memiliki arti toleransi yang berarti
bermurah hati, kata lain dari tasamuh adalah “ tasahul “ yang memiliki arti
bermudah-mudahan. Seorang dokter yang memiliki sifat murah hati adalah
ciri ciri dokter yang religius dan rendah hati kepada siapapun. Dokter yang
bermurah hati akan sangat gampang dipercaya oleh masyarakat karena
dokter tersebut akan membantu masyarakat yang sedang tertimpa musibah
atau bencana dimanapun , kapanpun , dan dalam kondisi apapun dan tidak
mengharapkan balasan baik berupa materi ataupun jasa dari pasien yang
ditolongnya tersebut.
10. Tajdid
Tajdid merupakan suatu kata yang berasal dari bahasa arab yang berkata
dasar “jaddada-vujaddidu-tajdiidan’ yang artinya memperbaharui. Seorang
dokter yang professional dan religius harus selalu memperbaharui
keilmuannya dari waktu ke waktu agar dokter tersebut dapat mengetahui

29
penyakit yang diderita oleh pasien dan tidak ketinggalan informasi penting
dari keilmuannya tersebut. Karena kalau seorang dokter tidak selalu
memperbaharui ilmu yang dimilikinya beliau akan ketinggalan informasi
dan terkalahkan oleh dokter yang lain yang notabenenya selalu
memperbaharui ilmu yang ada. Untuk itu dokter perlu memperbaharui
keilmuannya dengan cara mengikuti seminar-seminar yang diadakan oleh
pemerintah maupun pihak swasta atau pelatihan pelatihan demi
meningkatan kompetensi yang telah dimiliki.

BAB III

PENUTUP

30
Profesionalisme berasal dari akar kata “profesi”. Menurut Kamus Besar

Bahasa Indonesia (2008), profesionalisme adalah “tindak tanduk yang

merupakan ciri suatu profesi”. Profesi memiliki kekuasaan tersendiri dan karena

itu mempunyai tanggung jawab khusus. Profesi memiliki keahlian yang tertutup

dari orang lain dan disatukan oleh latar belakang pendidikan yang sama serta.

Professionalisme dalam kedokteran merupakan kemampuan seorang

dokter untuk melakukan pertimbangan spesifik serta memiliki sikap perilaku

yang bertanggung jawab dan bertindak berdasarkan kemampuan clinical

reasoning. Profesionalisme dalam kedokteran juga dibentuk dari beberapa

komponen perilaku, yaitu Altruism, Respect, responsibility, accountability,

Honor, honesty, integryti, Excellence, Duty, Life long learning and limit of

knowledge, Effective communication, Leadership and management.

Profesionalisme memiliki beberapa prinsip dalam pelaksanaannya.

Berdasarkan definisi yang dikemukakan oleh Stern, terdapat empat prinsip

utama, yaitu Excellence (Keunggulan), Accountability (akuntabilitas), Altruism

(altruisme), Humanism (humanisme)

DAFTAR PUSTAKA

1. Purnamasari CB, Claramita Mora, Prabandari YS, Jurnal Pendidikan


Kedokteran Indonesia Vol.4 No.1 Maret,2015

31
2. Nadeak Bernadetha, Jurnal Etika Pendidikan: Keteladanan Dalam
Profesionalisme Vol.8 No.2 Juli, 2015:123-129
3. Cruess R.L & Cruess S.R. 2009. The Cognitive Base of Professionalism.
In:Cruess R.L., Cruess S.R., Steinert Y ed. Teaching Medical
Professionalism. New York: Cambridge University Press, 7-23.
4. Purnamasari CB, Clamramita Mora, Yayi SP, Jurnal Pendidikan Kedokteran
Indonesia Vol 4 No 1 Maret. 2015
5. Arnold, L & Stern, D.T. What is Medical Professionalism. In: Stern D.T ed.
2006. Measuring Medical Professionalism. New York, USA: Oxford
University Press.
6. American Board of Internal Medicine. Medical professionalism in the new
millennium: a physician charter. Ann Intern Med. 2002;136:243-246.
7. Hanafiah, M.J. dan Amir, A. 2008. Etika Kedokteran dan Hukum Kesehatan.
Edisi 4. Jakarta: EGC.
8. Prof. R Hariadi dr SpOG. Profesionalisme dalam Bidang Kedokteran Masa
kini dan Yang Akan Datang PIT XIV, Juli. 2004
9. Wardhani HA, Profesionalisme Dokter. Semarang: Universitas
Muhammadiyah Semarang. 2009
10. Zuhroni, Desertasi, Respon Ulama Indonesia Terhadap Isu-Isu Kedokteran
dan Kesehatan Modern (Jakarta: Sekolah Pasca Sarjana Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah, 2007), hlm 95
11. Raddul Mukhtar V/237 dan lihat juga Al-Hidayah Al-'Aladiyah, hlm.245
12. H.R Al-Bukhari VI/80 & X/136, lihat Fathu Bari. Diriwayatkan juga oleh
Imam Muslim dari Anas V/196, Abu Dawud VII/205, lihat 'Aunul Ma'bud,
dan Imam At-Tirmidzi V/301-302, ia berkata: Hadits ini Hasan Shahih
13. https://www.scribd.com/document_downloads/direct/59461743?
extension=docx&ft=1566752681&lt=1566756291&user_id=365084457&uah
k=wvLcMNaoDBGTmXVbGSjc7_XzUms
14. Utaman,Danar AR. Pentingnya Peranan 10 Nilai Karakter Dokter Muslim
dalamBermasyarakat
https://www.academia.edu/37814012/Pentingnya_Peranan_10_Nilai_Karakter
_Dokter_Muslim_dalam_Bermasyarakat

32

Anda mungkin juga menyukai