FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS KRISTEN DUTA WACANA
2016-2017
LATAR BELAKANG
Masalah terbesar yang dihadapi oleh pemerintah Indonesia saat ini salah
satunya adalah buruknya tingkat kesehatan masyarakat. Untuk menyelesaikan
permasalahan tersebut, dibutuhkan beberapa strategi khusus, yaitu menyediakan
tenaga medis termasuk dokter yang memadai serta meningkatkan kesadaran
masyarakat akan pentingnya kesehatan melalui penyuluhan yang dapat diberikan
oleh petugas medis.
Dokter adalah salah satu komponen yang terlibat dalam tenaga medis.
Profesi dokter adalah salah satu profesi yang dibutuhkan oleh masyarakat. Dalam
menjalankan tugasnya, dokter berurusan dengan nyawa orang banyak. Oleh
karena itu, dokter memiliki tanggung jawab yang sangat besar.
Menjadi seorang dokter tentunya harus memiliki pengetahuan medis dan
etika moral yang baik. Pengetahuan medis yang dimaksud adalah ketika seorang
dokter wajib memiliki wawasan tentang dunia medis yang luas yaitu bisa
mengingat banyak teori kedokteran yang ada serta mengombinasikannya dengan
pengalaman dan pengetahuan medis lainnya. Seorang dokter juga dituntut
memiliki etika kedokteran yang baik. Etika kedokteran merupakan seperangkat
perilaku anggota profesi kedokteran dalam hubungannya dengan klien atau
pasien, teman sejawat dan masyarakat umumnya serta merupakan bagian dari
keseluruhan proses pengambilan keputusan dan tindakan medis. Kompetensi
seorang dokter tidak hanya dinilai dari keterampilan klinis maupun pengetahuan
semata tetapi juga membutuhkan perilaku yang baik. Ditinjau dari segi norma-
norma atau nilai-nilai moral, dengan mengedepankan perilaku profesionalisme
yang ditunjukkan dengan perkataan, perbuatan dan penampilan akan membangun
kepercayaan bagi para pasien.
Jadi, profesi dokter dituntut memiliki banyak persyaratan agar tidak
menyebabkan terjadinya hal-hal di luar etika yang berlaku seperti tindakan aborsi
ilegal, malpraktik, pemungutan liar, merebaknya vaksin palsu, dan lain-lain. Hal
tersebut dapat dicegah dengan membentuk generasi dokter muda yang unggul.
Para mahasiswa kedokteran harus dibekali dengan ilmu, etika, dan jiwa
profesional sejak dini di fakultas kedokteran tempat mereka menuntut ilmu. Para
calon dokter harus belajar mengenal bagaimana menjadi dokter yang tidak hanya
pandai, tetapi juga tidak diragukan integritasnya; mengingat hal-hal tersebut
adalah hal yang wajib ditanamkan kepada calon-calon dokter agar nantinya tidak
memperburuk citra kesehatan Indonesia, tetapi justru dapat bekerja sama dengan
tenaga medis lainnya demi meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat
Indonesia.
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Profesionalisme
Profesionalisme dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) berarti
mutu, kualitas, dan tindak tanduk yang merupakan ciri suatu profesi atau orang
yang profesional. Menurut Soedijarto (1990) profesionalisme sebagai perangkat
atribut-atribut yang diperlukan guna menunjang suatu tugas agar sesuai dengan
standar kerja yang diinginkan.Berdasarkan paparan Dwiyanto (2011)
profesionalisme berarti Paham atau keyakinan bahwa sikap dan tindakan aparatur
dalam menyelenggarakan kegiatan pemerintahan dan pelayanan selalu didasarkan
pada ilmu pengetahuan dan nilai-nilai profesi aparatur yang mengutamakan
kepentingan publik. Sedangkan menurut Siagian (2009) profesionalisme adalah
Keandalan dan keahlian dalam pelaksanaan tugas sehingga terlaksana dengan
mutu tinggi, waktu yang tepat, cermat, dan dengan prosedur yang mudah
dipahami dan diikuti oleh pelanggan. Profesionalisme menurut Sedarmayanti
(2004) diungkapkan sebagai Profesionalisme adalah suatu sikap atau keadaan
dalam melaksanakan pekerjaan dengan memerlukan keahlian melalui pendidikan
dan pelatihan tertentu dan dilakukan sebagai suatu pekerjaan yang menjadi
sumber penghasilan. Profesionalisme aparatur dalam hubungannya dengan
organisasi publik menurut Kurniawan (2005) digambarkan sebagai Bentuk
kemampuan untuk mengenali kebutuhan masyarakat, menyusun agenda,
memprioritaskan pelayanan, dan mengembangkan program-program pelayanan
sesuai dengan kebutuhan dan aspirasi masyarakat atau disebut dengan istilah
resposivitas. Korten dan Alfonso (1981) berpendapat bahwa yang dimaksud
dengan profesionalisme adalah Kecocokan (fitness) antara kemampuan yang
dimiliki oleh birokrasi (bureaucratic-competence) dengan kebutuhan tugas (ask -
requirement). Profesionalitas menurut Philips (1991) memberikan definisi
profesionalisme sebagai Individu yang bekerja sesuai dengan standar moral dan
etika yang ditentukan oleh pekerjaan tersebut.
Sebenarnya profesionalisme sedikit sulit didefinisikan karena konsepnya
yang rumit dan berdimensi banyak (Arnold dan Stern, 2006). Istilah
profesionalisme sendiri telah digunakan untuk mengarah pada seni dan etika
dalam dunia kedokteran (Wear dan Aultman, 2006). Wear dan Aultman (2006)
mendefinisikan profesionalisme sebagai pemeliharaan kompetensi yang sangat
penting untuk praktik, pembinaan, serta pemajuan ilmu pengetahuan, etik, dan
perawatan penuh kasih dalam melayani pasien dan masyarakat.
Cruess S.R dan Cruess R.L (2009, 2012) menggunakan definisi yang
diajukan oleh Royal College of Physicians of London, yaitu A set of values,
behaviors, and relationships that underpins the trust that the public has in
doctors. Dalam bahasa Indonesia dapat diartikan bahwa profesionalisme
merupakan seperangkat nilai-nilai, perilaku, dan hubungan dengan dasar
kepercayaan publik pada dokter. Definisi ini lebih mudah dimengerti dan
sederhana.
Sebagai panduan dalam menilai profesionalisme, Arnold dan Stern (2006)
memberikan definisi bahwa profesionalisme ditunjukkan melalui sebuah dasar
kompetensi klinis, kemampuan berkomunikasi, pemahaman etika dan hukum
yang dibangun oleh harapan untuk melaksanakan prinsip-prinsip profesionalisme
yaitu, keunggulan, humanisme, akuntabilitas, alturisme.
A. Profesionalisme
Para pasien biasanya lebih cenderung menilai perilaku profesionalisme
dokter dengan memerhatikan kemampuan komunikasi. Jadi,kemampuan dokter
dalam berkomunikasi menjadi salah satu hal yang paling penting dalam penilaian
profesionalisme dokter bagi para pasien karena hal tersebut berpengaruh dalam
keadaan psikologis pasien yang nantinya berdampak pada kesembuhan pasien.
Berdasarkan semua penelitian yang dilakukan, dapat ditarik kesimpulan
bahwa penilaian pasien terhadap dokter dilakukan dengan berbagai cara yang
berbeda. Pada beberapa pasien menurut Wilkinson dan Wade (2009) dapat
menjadi lebih kritis. Walaupun begitu, mengetahui bagaimana penilaian pasien
tetap penting. Dengan mengetahui bagaimana penilaian pasien, makna
profesionalisme diharapkan akan semakin jelas sehingga hubungan dokter dan
pasien dapat terjaga kualitasnya. Terpenuhinya ekspektasi pasien terhadap dokter
merupakan hal yang harus tercapai sesuai dengan konsep profesionalisme sebagai
kontrak sosial.
Dokter senantiasa belajar untuk mengasah kemampuan dan meningkatkan
pengetahuannya.Dokter dituntut bertanggungjawab atas tindakan yang telah
mereka buat dan juga mereka menerima segala konsekuensinya.Dokter juga
berkewajiban untuk mendahulukan kepentingan para pasien dibandingkan
kepentingan dirinya sendiri.Misalnya dokter tersebut memiliki acara pergi
bersama dengan keluarganya, namun tiba-tiba dokter tersebut mendapat telepon
panggilan dari rumah sakit dan ada tindakan medis kepada pasien yang harus
dilakukan olehnya,maka hendaknya dokter tersebut mendahulukan
menyelamatkan pasien daripada pergi bersama keluarganya.Dokter yang baik juga
harus menjalin hubungan komunikasi yang baik dengan pasiennya serta
menghormati segala kebutuhan pasiennya.
Arnold & Stern, 2006, What is medical professionalism? In: Stern DT (ed)
Measuring medical professionalism, New York, Oxford University Press.
Kode Etik Kedokteran Indonesia, Ikatan Dokter Indonesia, dilihat 5 September
2016, <file:///C:/Users/FK-DREMAA/Downloads/KODEKI-Tahun-2012.pdf>