Anda di halaman 1dari 15

Hak dan Kewajiban Dokter Ditinjau dalam Kacamata Hukum,

Profesionalisme, Humaniora dan Etik

Diajukan untuk Memenuhi Tugas Referat Kepaniteraan


di Bagian Ilmu Kedokteran Forensik
Disusun oleh
Maharani Andiny Putri 4151181415
Evelyna Khansa 4151181438
Moch Fathan Zulfahmi 4151181444
Hana Nabila 4151181469
Sankise Valensia Putri 4151181468
Wisna Dirgahasari Asmara 4151181482

Pembimbing :
H.Sony Ramdhani, dr., M.H.Kes

ILMU KEPANITRAAN FORENSIK DAN


MEDIKOLEGAL
FAKULTAS KEDOKTERAN UNJANI
CIMAHI
2020
BAB I

PENDAHULUAN

Kedokteran merupakan profesi yang membutuhkan penguasaan sejumlah


besar pengetahuan dan keterampilan klinis, termasuk di dalamnya adalah standar
yang tinggi akan kebiasaan dan perilaku yang tepat. Profesi kedokteran dan
kesehatan telah menjalin kontrak kesepakatan tentang profesionalisme, namun
sebagian besar dari komponen profesionalisme merupakan kesepahaman yang
tidak tertulis. Perilaku profesional menjadi bagian kompetensi yang wajib
dikuasai seorang dokter Profesionalisme masih menjadi salah satu objek yang
belum dipetakan secara jelas dalam kurikulum standar pendidikan kedokteran.
Keadaan ini dapat disebabkan karena masih terbatasnya definisi operasional yang
jelas tentang masing–masingk omponen dari perilaku profesional itu sendiri,
selain itu konsep yang diberikan masih samar serta penjelasan tentang
perilakuyang berhubungan dengan sikap profesional masih dirasa kurang.

Standar Kompetensi Dokter Indonesia tahun 2012 menyebutkan bahwa


profesionalitas luhur merupakan pondasi pertama kompetensi dokter di Indonesia.
Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia , profesionalitas merupakan
kemampuan untuk bertindak profesional. Sesuai dengan penjabaran sebelumnya,
maka dapat dikatakan bahwa profesionalisme merupakan bentuk perwujudan dari
profesionalitas. Hal ini menunjukkan bahwa profesionalisme merupakan suatu hal
yang sangat penting bagi profesi dokter. Walaupun profesionalisme sangat
penting bagi profesi dokter, tampaknya sebagian besar dokter sulit untuk
memahami konsepnya. Maraknya pemberitaan negatif tentang dokter di media
massa mengindikasikan adanya penurunan kepercayaan publik terhadap dokter
Indonesia.
Bioetika pada dasarnya merupakan penerapan prinsip-prinsip etika dalam

bidang kedokteran dan kesehatan. Etika kedokteran terapan, terbagi atas 2

kategori besar: (1) Principlism: mementingkan prinsip etik dalam bertindak.


Termasuk dalam konteks ini adalah etika normatif, empat basic moral principle,
konsep libertarianism (mengutamakan otonomi) serta beneficence in trust
(berbuat baik dalam suasana kepercayaan). Dasar utama dalam principlism adalah
bahwa memilih salah satu prinsip etik ketika akan mengambil keputusan, (2)
Alternative principlism, termasuk dalam etika ini adalah etika komunitarian, etika
naratif dan etika kasih sayang

Hukum merupakan peraturan (perintah dan larangan) yang mengatur tata tertib
dalam suatu masyarakat dan harus ditaati oleh masyarakat itu, hukum dibentuk untuk
mewujudkan keamanan, keselamtan, ketertiban, dan kelancaran suatu sistem, sehingga
sehingga masyarakat yang akan melakukan sesuatu akan dibatasi oleh adanya hukum.
begitu juga dengan seorang dokter, hukum dibentuk guna untuk keamanan, keselamatan
untuk dokter maupun untuk pasien itu sendiri, sehingga dokter dan pasien mengetahui
porsi hak dan kewajiban dan akan melakukan hak dan kewajiban itu sesuai atau terbatas
oleh karena adanya hukum.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

PROFESIONALISME

Pengertian Profesinalisme

Profesionalisme berasal dari akar kata “profesi”. Menurut Kamus Besar


Bahasa Indonesia (2008), profesionalisme adalah “tindak tanduk yang merupakan
ciri suatu profesi.” Sedangkan profesi merupakan suatu kelompok yang memiliki
kekuasaan tersendiri dan karena itu mempunyai tanggung jawab khusus. Suatu
profesi disatukan oleh latar belakang pendidikan yang sama serta memiliki
keahlian yang tertutup dari orang lain (Bertens, 2005). Orang yang bergabung
dengan kelompok profesi memiliki pengetahuan dan keahlian yang tidak dimiliki
kebanyakan orang lain. Anggota profesi ini diatur oleh kode etik dan menyatakan
komitmen terhadap kemampuan, integritas dan moral, altruism, dan dukungan
demi kesejahteraan masyarakat.

Profesi, profesional, dan profesionalisme memiliki pengertian yang umum


dan dapat digunakan untuk profesi lain. Karena hal tersebut, maka istilah
“profesionalisme kedokteran (medical professionalism)” telah dikembangkan dan
digunakan agar memiliki pengertian yang spesifik dalam praktik kedokteran
(Cruess S.R. & Cruess R.L., 2009). Topik profesionalisme yang diangkat oleh
penulis pun akan spesifik tentang profesionalisme kedokteran. Profesionalisme
cukup sulit didefinisikan karena konsepnya yang rumit dan multidimensional.
Istilah profesionalisme sendiri telah digunakan untuk merujuk seni dan etika
dalam dunia kedokteran

Wear dan Aultman (2006) mendefinisikan profesionalisme sebagai


pemeliharaan kompetensi yang sangat penting untuk praktik, pembinaan, serta
pemajuan ilmu pengetahuan, etik, dan perawatan penuh kasih dalam melayani
pasien dan masyarakat. Sedangkan Cruess S.R dan Cruess R.L (2009, 2012)
menggunakan definisi yang diajukan oleh Royal College of Physicians of London,
yaitu “A set of values, behaviors, and relationships that underpins the trust that the
public has in doctors”. Dalam bahasa Indonesia dapat diartikan bahwa
profesionalisme merupakan seperangkat nilai-nilai, perilaku, dan hubungan
dengan dasar kepercayaan publik pada dokter. Definisi ini lebih mudah dimengerti
dan sederhana.

Sebagai panduan dalam menilai profesionalisme, Arnold dan Stern (2006)


memberikan definisi bahwa profesionalisme ditunjukkan melalui sebuah dasar
kompetensi klinis, kemampuan berkomunikasi, pemahaman etika dan hukum
yang dibangun oleh harapan untuk melaksanakan prinsip-prinsip profesionalisme:
excellence (keunggulan), humanism (humanisme), accountability (akuntabilitas),
altruism (altruisme). Selanjutnya Arnold dan Stern memvisualisasikan definisi
profesionalisme seperti bagan di bawah ini.
Dari bawah ke atas, terlihat bahwa clinical competence (kompetensi klinis),
communication skills (kemampuan berkomunikasi), dan ethical and legal
understanding (pemahaman hukum dan etik) menjadi sebuah dasar
profesionalisme. Sedangkan excellence (keunggulan), humanism(humanisme),
accountability (akuntabilitas), dan altruism (altruisme) merupakan tonggak
profesionalisme.

BIOETIKA

Dalam dunia kedokteran, fondasi moral hubungan dokter pasien adalah inti etika
kedokteran. Pembahasan dalam etika kedokteran lebih dititikberatkan pada fondasi moral
yang mengatur hubungan dokter pasien.

Terdapat 3 teori etika normatif, yaitu:

1. Deontologi

asal kata deon (wajib), tidak bersyarat (kategoris) dan tidak bergantung pada tujuan
tertentu. Benar tidaknya tindakan bergantung pada perbuatan/cara bertindak itu sendiri,
bukan pada akibat tindakan. Dasar: kewajiban/keharusan, mutlak/absolut atau “kewajiban
demi kewajiban”. Kelemahan: pemicu fanatisme buta, tidak luwes dalam perkembangan
zaman, tidak mampu memecahkan dilemma etis. 2,3

2. Teleologi

bersyarat (hipotetis), benar tidaknya tindakan bergantung pada akibat-akibatnya. Bila


akibat baik: wajib; bila buruk: haram. Hendak dicapai tujuan kedokteran tertentu namun
tetap dalam bingkai “mempertahankan martabat kemanusiaan” (bukan tujuan asal-
asalan). Dasar: pengalaman (efektif–efisien). Kelemahan: menghilangkan dasar pembawa
kepastian etis, tidak berketetapan, pemicu “tujuan menghalalkan cara”.

3. Virtue

keutamaan, benar tidaknya tindakan tergantung dari norma- norma yang diambil. Dalam
pengertian bahwa meminimalkan norma-norma kemanusiaan yang akan dikorbankan.
Dasar: menghormati norma kebahagiaan manusia. Kelemahan: tidak mampu membuat
keputusan klinis yang etik karena terlalu bersifat pribadi dan cenderung sangat individual.

Beauchamp dan Childress (2001) menguraikan mengenai empat kaidah dasar (basic
4
moral principle) dan beberapa rules di bawahnya. Keempat kaidah dasar tersebut adalah :

1. Respect for Autonomy (menghormati autonomi pasien)

Otonomi secara literatur adalah aturan yang mengatur diri sendiri secara tenang dan tidak
tergesa-gesa. Dasar-dasar respect for autonomy terkait erat dengan dasar mengenai rasa
hormat terhadap martabat manusia dengan segala karakteristik yang dimilikinya karena ia
adalah seorang manusia yang memiliki nilai dan berhak untuk meminta. Otonomi adalah
aturan personal yang bebas dari campur tangan pihak lain. Beuchamp dan Childress
merumuskan hal ini sebagai kata “tindakan otonomi tidak hanya ditujukan untuk
mengontrol pembatasan oleh orang lain”.

Respect for autonomy merupakan sesuatu yang hanya diwajibkan bila ia tidak
bertentangan dengan prinsip-prinsip kaidah bioetika yang utama lainnya, contohnya: jika
sebuah tindakan otonomi akan membahayakan manusia lain, maka prinsip respect for
autonomy akan bertentangan dengan prinsip non- maleficence, maka harus diputuskan
prinsip yang ditetapkan.

2. Beneficence (berbuat baik)

Menurut teori Beuchamp dan Childress, prinsip atau kaidah ini tidak hanya menuntut
manusia memperlakukan sesamanya sebagai makhluk yang otonom dan tidak menyakiti
mereka, tetapi juga dituntut agar manusia tersebut dapat menilai kebaikan orang lain
selanjutnya. Tindakan tersebut diatur dalam dasar- dasar beneficence. Bagaimanapun
seperti yang telah disebutkan, dasar-dasar dari beneficence menuntut lebih banyak agent
dibanding dengan dasar-dasar non- maleficence. Beuchamp dan Childress menulis:
“dalam bentuk yang umum, dasar-dasar beneficence mempunyai tujuan untuk membantu
orang lain melebihi kepentingan dan minat mereka”. Dasar dari beneficence mengandung
dua elemen, yaitu keharusan secara aktif untuk kebaikan berikutnya, dan tuntutan untuk
melihat berapa banyak aksi kebaikan berikutnya dan berapa banyak kekerasan yang
terlibat.
3. Non-maleficence (tidak merugikan orang lain)

Tujuan prinsip ini adalah untuk melindungi seseorang yang tidak mampu (cacat) atau
orang yang non-otonomi. Seperti yang telah dijelaskan, orang ini juga dilindungi oleh
prinsip berbuat baik (beneficence). Jawaban etik yang benar adalah dengan melihat
kebaikan lebih lanjut dari diri seseorang, tidak diperbolehkan untuk menyakiti orang lain.
Prinsip ini mengemukakan bahwa keharusan untuk tidak melukai orang lain lebih kuat
dibandingkan keharusan untuk berbuat baik.

4. Justice (keadilan)

Kesamaan merupakan inti dari justice, tetapi Aristoteles mengemukakan bahwa justice
lebih daripada kesamaan, karena seseorang dapat merasa tidak diperlakukan secara
semestinya walaupun telah diperlakukan sama satu dengan yang lain.

Teori filosofi mengenai keadilan biasanya menyangkut keutuhan hidup seseorang atau
berlaku sepanjang umur, tidak berlaku sementara saja. Beuchamp dan Childress
menyatakan bahwa teori ini sangat erat kaitannya dengan sikap adil seseorang pada orang
lain, seperti memutuskan siapa yang membutuhkan pertolongan kesehatan terlebih dahulu
dilihat dari derajat keparahan penyakitnya. Rawls merumuskan konsepsi khusus teori
keadilan dalam bentuk dua prinsip keadilan yaitu: (1) setiap orang memiliki hak sama
sejauh yang dapat dicakup keseluruhan sistem kesamaan kemerdekaan fundamental yang
setara bagi kemerdekaan semua warga yang lain; (2) ketidaksamaan-ketidaksamaan sosial
dan ekonomi ditata sedemikian sehingga keduanya: (a) paling menguntungkan bagi yang
paling tertinggal, dan (b) melekat pada posisi-posisi dan jabatan-jabatan terbuka bagi
5
semua di bawah syarat kesamaan kesempatan yang fair.

Etika Klinis

Dalam dunia kedokteran, fondasi moral hubungan dokter pasien adalah inti etika
kedokteran. Pembahasan dalam etika kedokteran lebih dititikberatkan pada fondasi moral
yang mengatur hubungan dokter pasien. Konsep hubungan ini akan lebih mempertajam
keputusan-keputusan klinis yang akan dibuat oleh dokter dalam berbagai situasi, sehingga
4
akan tersusun standar perilaku profesional. Fondasi etika kedokteran tersebut dapat
dilihat dari gambar 1.
Fondasi Etika Kedokteran

HAK DAN KEWAJIBAN DOKTER DALAM ASPEK HUKUM

Hak Dokter dalam aspek hukum

Menurut UU No.29 Th 2004 pasal 50

1. Memperoleh perlindungan hukum sepanjang melaksanakan tugas sesuai


dengan standar profesi medis dan standar prosedur operasional;
2. memberikan pelayanan medis menurut standar profesi dan standar
prosedur operasional;
3. memperoleh informasi yang lengkap dan jujur dari pasien atau
keluarganya ;
4. menerima imbalan jasa
Hak Dokter Diluar Undang – undang

1. Hak melakukan praktik dokter setelah memperoleh Surat Tanda


Registrasi(STR) dan Surat Ijin Praktik (SIP)

2. Hak menolak melakukan tindakan medis yang bertentangan dengan etika


hukum,agama dan hati nuraninya .

3. Hak untuk mengakhiri hubungan dengan seorang pasien,jika menurut


penilaiannya kerjasama pasien dengannya tidak ada gunanya lagi, kecuali dalam
keadaan gawat darurat.

4. Hak menolak pasien yang bukan bidang spesialisnya,kecuali dalam keadaan


darurat atau tidak ada dokter lain yang mampu menanganinya.

5. Hak atas privasi dokter

6. Hak atas ketentraman bekerja

7.Hak menjadi anggota himpunan profesi

8. Hak mengeluarkan surat – surat keterangan dokter

9. Hak menjadi anggota himpunan profesi

Kewajiban Dokter dalam aspek hukum

MENURUT UU No.29 Th 2004 pasal 51

1. memberikan pelayanan medis sesuai dengan dengan standar profesi profesi


standar prosedur operasional serta kebutuhan medis pasien;

2. merujuk pasien ke dokter atau dokter gigi lain yang mempunyai keahlian atau
kemampuan lebih baik, apabila tidak mampu melakukan suatu pemeriksaan atau
pengobatan ;

3. merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang pasien, bahkan juga


setelah pasien meninggal dunia;

4. melakukan pertolongan darurat atas dasar perikemanusiaan,kecuali bila ia yakin


ada orang lain yang bertugas dan mampu melakukannya; dan ;
5. menambah ilmu pengetahuan dan mengikuti perkembangan ilmu kedokteran
atau kedokteran gigi.

KODEKI

Kewajiban Umum ( Pasal 1 – 13)

Pasal 1 : Setiap dokter wajib menjunjung tinggi, menghayati dan mengamalkan


sumpah dan atau janji dokter.

Pasal 2 : Seorang dokter wajib selalu melakukan pengambilan keputusan


profesional secara independen, dan mempertahankan perilaku profesional dalam
ukuran yang tertinggi.

Pasal 3 : Dalam melakukan pekerjaan kedokterannya, seorang dokter tidak boleh


dipengaruhi oleh sesuatu yang mengakibatkan hilangnya kebebasan dan
kemandirian profesi.

Pasal 4 : Seorang dokter wajib menghindarkan diri dari perbuatan yang bersifat
memuji diri .

Pasal 5 : Tiap perbuatan atau nasihat dokter yang mungkin melemahkan daya
tahan psikis maupun fisik, wajib memperoleh persetujuan pasien/ keluarganya dan
hanya diberikan untuk kepentingan dan kebaikan pasien tersebut.

Pasal 6 Setiap dokter wajib senantiasa berhati-hati dalam mengumumkan atau


menerapkan setiap penemuan teknik atau pengobatan baru yang belum diuji
kebenarannya dan terhadap hal-hal yang dapat menimbulkan keresahan
masyarakat.

Pasal 7 Seorang dokter waajib hanya memberi surat keterangan dan pendapat
yang telah diperiksa sendiri kebenarannya.

Pasal 8 Seorang dokter wajib, dalam setiap praktik medisnya, memberikan


pelayanan secara kompeten dengan kebebasan teknis dan moral sepenuhnya,
disertai rasa kasih sayang (compassion) dan penghormatan atas martabat manusia.

Pasal 9 Seorang dokter wajib bersikap jujur dalam berhubungan dengan pasien
dan sejawatnya, dan berupaya untuk mengingatkan sejawatnya pada saat
menangani pasien dia ketahui memiliki kekurangan dalam karakter atau
kompetensi, atau yang melakukan penipuan atau penggelapan.

Pasal 10 Seorang dokter wajib menghormati hak-hak- pasien, teman sejawatnya,


dan tenaga kesehatan lainnya, serta wajib menjaga kepercayaan pasien.
Pasal 11 Setiap dokter wajib senantiasa mengingat kewajiban dirinya melindungi
hidup makhluk insani.

Pasal 12 Dalam melakukan pekerjaannya seorang dokter wajib memperhatikan


keseluruhan aspek pelayanan kesehatan (promotif, preventif, kuratif, dan
rehabilitatif), baik fisik maupun psiko-sosial-kultural pasiennya serta berusaha
menjadi pendidik dan pengabdi sejati masyarakat.

Pasal 13 Setiap dokter dalam bekerjasama dengan para pejabat lintas sektoral di
bidang kesehatan, bidang lainnya dan masyarakat, wajib saling menghormati.

Kewajiban Dokter terhadap pasien( Pasal 14 – 17 )

Pasal 14 : Seorang dokter wajib bersikap tulus ikhlas dan mempergunakan seluruh
keilmuan dan ketrampilannya untuk kepentingan pasien, yang ketika ia tidak
mampu melakukan suatu pemeriksaan atau pengobatan, atas persetujuan pasien/
keluarganya, ia wajib merujuk pasien kepada dokter yang mempunyai keahlian
untuk itu.

Pasal 15 : Setiap dokter wajib memberikan kesempatan pasiennya agar senantiasa


dapat berinteraksi dengan keluarga dan penasihatnya, termasuk dalam beribadat
dan atau penyelesaian masalah pribadi lainnya.

Pasal 16 : Setiap dokter wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya


tentang seorang pasien, bahkan juga setelah pasien itu meninggal dunia.

Pasal 17 : Setiap dokter wajib melakukan pertolongan darurat sebagai suatu wujud
tugas perikemanusiaan, kecuali bila ia yakin ada orang lain bersedia dan mampu
memberikannya.

Kewajiban Dokter terhadap teman sejawat ( Pasal 18 – 19)

Pasal 18 : Setiap dokter memperlakukan teman sejawatnya sebagaimana ia sendiri


ingin diperlakukan.

Pasal 19 : Setiap dokter tidak boleh mengambil alih pasien dari teman sejawat,
kecuali dengan persetujuan keduanya atau berdasarkan prosedur yang etis.

Kewajiban Dokter terhadap diri sendiri ( Pasal 20-21)

Pasal 20 : Setiap dokter wajib selalu memelihara kesehatannya, supaya dapat


bekerja dengan baik.

Pasal 21 : Setiap dokter wajib senantiasa mengikuti perkembangan ilmu


pengetahuan dan teknologi kedokteran/ kesehatan.
KESIMPULAN

Profesionalisme kedokteran meliputi penguasaan pengetahuan,keterampilan


dansikap.Sikapyang baik akan menstimuli pembentukan perilaku yang baik
pula,sehingga sesuai dengan standar dan dinyatakan sebagai perilaku profesional.
Pembelajaran perilaku profesional dapat dilaksanakan selama masa pendidikan,
melalui metode yang bersifat eksplisit dan implisit. Role model dinyatakan
sebagai metode pembelajaran yang efektif dalam penguasaan profesionalisme
kedokteran serta perilaku profesionalnya.

Hukum merupakan peraturan (perintah dan larangan) yang mengatur tata


tertib dalam suatu masyarakat dan harus ditaati oleh masyarakat itu, hukum
dibentuk untuk mewujudkan keamanan, keselamtan, ketertiban, dan kelancaran
suatu sistem, sehingga sehingga masyarakat yang akan melakukan sesuatu akan
dibatasi oleh adanya hukum. begitu juga dengan seorang dokter, hukum dibentuk
guna untuk keamanan, keselamatan untuk dokter maupun untuk pasien itu sendiri,
sehingga dokter dan pasien mengetahui porsi hak dan kewajiban dan akan
melakukan hak dan kewajiban itu sesuai atau terbatas oleh karena adanya hukum.
DAFTAR PUSTAKA

1. Cruess, R. L., Cruess, S.R., dan Johnston, S.E. Professionalism : an ideal


to be sustained. Lancet. 2000
2. Arnold, L. Assessing professional behaviour : yesterday, today and
tomorrow
3. Rahayu, G.R., Prabandari, Y.S., Kusumawati, W., Susani, Y.P., Sholikhah,
E.N., dan Wasityastuti. W. Pengembangan model perkembangan
profesionalisme dokter. Laporan akhir hasil penelitian hibah tim
pascasarjana tahun anggaran 2011. Universitas Gadjah Mada; 2011.
4. Jonsen AR, Siegler M, Winslade WJ. Clinical ethics: a practical approach
to ethical decisions in clinical medicine 5th ed. USA: McGraw-Hill; 2002.
5. Williams JR. Medial ethics manual. France: WMA; 2005.
6. Pellegrino ED, Thomasma DC. The virtue in medical practice. New York:
Oxford University Press; 1993.
7. Beuchamp TL, Childress JF. The principle of biomedical ethics, ed 3rd.
New York: Oxford University Press; 2001.
8. Lubis AY. Dekonstruksi epistemologi modern; dari posmodernisme, teori
kritis, poskolonialisme hingga cultural studies. Jakarta: Pustaka Indonesia
Satu; 2006.p54-66.
9. Undang-undang republik indonesia no. 29 tahun 2004 tentang praktik
kedokteran lembaran negara republik indonesia tahun 2004, no116.
sekretaris negara RI Jakarta
10. Kode Etik Kedokteran Indonesia (KODEKI)

Anda mungkin juga menyukai