Anda di halaman 1dari 7

A.

Visus dan Anomali refraksi

1. Tujuan
a. Agar mahasiswa memahami fungsi dan mekanisme kerja indera penglihatan
b. Agar mahasiswa dapat mengukur ketajaman penglihatan

2. Hasil
Naracoba 1 : Dewa Ketut Kartika Putra
Naracoba 2 : Jeremiah Marcello Vega Laihad

Hasil yang diperoleh :

Naracoba Pengakuan naracoba Visus sebelum Sesudah dikoreksi Hasil


refraksi sebelum dikoreksi dengan lensa sferis
pemeriksaan (+) 0,5 D
OD OS OD OS OD OS OD OS
1. Miop Miop (-1/2) 20/30 20/40 - - miop miop
(-1/4)
2. Emetrop Emetrop 20/15 20/15 20/30 20/30 Emetrop Emetrop
B. Tes Buta Warna

1. Tujuan
a. Agar Mahasiswa memahami mekanisme persepsi penglihatan warna

2. Hasil
Naracoba : Dewa Ketut Kartika Putra
Pembanding : Noki Otto

Keterangan : Naracoba dan pembanding pernah melakukan tes buta warna kita
mengikuti tes seleksi calon mahasiswa FK UKDW tahun 2016.

Hasil Pengamatan

No Gambar Terlihat oleh Terlihat oleh pembanding


naracoba
1. 12 12
2. 8 8
3. 5 5
4. 29 29
5. 74 74
6. 7 7
7. 45 45
8. 2 2
9. X X
10. 16 16
11. Dapat merunut Dapat merunut
12. 35 35
13. 96 96
14. Dapat merunut 2 Dapat merunut 2 garis
garis
PEMBAHASAN

Pada percobaan ini dilakukan pemeriksaan visus dan ketajaman penglihatan untuk
menilai fungsi dari indera penglihatan. Proses visual dimulai saat cahaya memasuki
mata,terfokus pada retina dan menghasilkan sebuah bayangan yang kecil dan terbalik. Ketika
dilatasi maksimal, pupil dapat dilalui cahaya sebanyak lima kali lebih banyak dibandingkan
ketika sedang konstriksi maksimal. Kornea merefraksi cahaya lebih banyak dibandingkan lensa.
Lensa hanya berfungsi untuk menajamkan bayangan yang ditangkap saat mata terfokus pada
benda yang dekat dan jauh. Setelah cahaya mengalami refraksi, melewati pupil dan mencapai
retina, tahap terakhir dalam proses visual adalah perubahan energi cahaya menjadi aksi
potensial yang dibentuk pada lapisan sensori retina, sinyal yang terbentuk akan diteruskan ke
nervus optikus, optic chiasm, optic tract, lateral geniculate dari thalamus, superior colliculi,
dan korteks serebri.

Ketajaman penglihatan merupakan kemampuan sistem penglihatan untuk membedakan


berbagai bentuk. Penglihatan yang optimal hanya dapat dicapai bilai terdapat suatu jalur saraf
visual yang utuh, struktur mata yang sehat serta kemampuan fokus mata yang tepat. Tajam
penglihatan maksimum berada di daerah fovea, sedangkan beberapa faktor seperti
penerangan umum,kontras,berbagai uji warna,waktu papar,dan kelainan refraksi mata dapat
merubah tajam penglihatan mata. Refraksi adalah susunan organ-organ yang berperan dalam
penerimaan dan penghantaran cahaya.( Anderson,S)

Dalam percobaan ini pemeriksaan visus sebelum dikoreksi dengan lensa sferis positif 0,5
D naracoba 1 mengalami miopi pada kedua matanya dan naracoba 2 mengalami emetrop pada
kedua mata. Kelainan refraksi adalah keadaan bayangan tegas tidak dibentuk pada retina.
Ametropia dapat ditemukan dalam bentuk kelainan miopi (rabun jauh), hipermetropi (rabun
dekat), dan astigmatisma. Miopi ( rabun jauh) adalah suatu keadaan mata yang bentuk
lensanya cenderung lonjong sehingga mempunyai kekuatan pembiasan sinar yang berlebihan
mengakibatkan sinar sejajar yang datang dibiaskan di depan retina, mata miop dapat dikoreksi
dengan lensa sferis negatif (konkaf). Mata hipermetrop adalah suatu keadaan mata yang
bentuk lensanya cenderung bulat sehingga memfokuskan cahaya jauh di belakang retina, mata
hipermetrop dapat di koreksi dengan lensa sferis positif (konveks). Mata astigmatis memiliki
kelengkungan kornea yang tidak rata, sehingga proses refraksi cahaya yang masuk ke mata
tidak sama dan terbentuk lebih dari satu bayangan, mata astigmatisma dapat dapat dikoreksi
dengan lensa silindris. Mata emetrop adalah mata yang susunan lensanya mampu
memfokuskan cahaya tepat diretina.
Huruf terbesar pada kartu snelen menunjukan visus 6/60 yang artinya adalah naracoba
berdiri pada jarak 6 meter dari alat optotip snellen sedangkan orang dengan mata normal
dapat melihat huruf tersebut pada jarak 60 meter. Visus naracoba 1 yaitu pada mata kanan
20/30 yang artinya jarak baca naracoba dengan snellen 20 kaki dan jarak baca orang normal 30
kaki. Pada mata kiri naracoba 1 visusnya 20/40 yang artinya jarak baca naracoba dengan
snellen 20 kaki dan jarak baca orang normal 40 kaki. Visus ini diuji tanpa akomodasi dan tidak
dilanjutkan dengan penambahan lensa sferis + 0,5 D karena lensa ini hanya ditambahkan pada
orang dengan visus 6/6 tanpa akomodasi.

Pada naracoba 2 memiliki visus yang normal untuk mata kanan dan kiri yaitu 20/15 ,
sehingga perlu ditambahkan lensa sferis + 0,5 D pada mata kanan dan kiri untuk mengetahui
apakah naracoba 2 memiliki mata emetrop atau mata hipermetrop fakultatif yang diketahui
jika pemberian lensa sferis visus naracoba tetap menunjukan hasil 6/6. Setelah dilakukan
koreksi pada naracoba 2 didapati visus mata kanan dan kiri normal yaitu emmetrop.

Peglihatan warna diperankan oleh sel kerucut yang mempunyai pigmen tertutama cis
aldehida A2. Penglihatan warna merupakan kemampuan membedakan gelombang sinar
berbeda. Warna ini terlihat akibat gelombang elektromagnetnya mempunyai panjang
gelombang yang terletak antara 440-700. Pada sel kerucut terdapat 3 macam pigmen yang
dapat membedakan warna dasar merah, hijau dan biru.(Ilyas,2010)

1. Sel kerucut yang menyerap long-wavelength light (red)


2. Sel kerucut yang menyerap middle- wavelength light (green)
3. Sel kerucut yang menyerap short-wavelength light (blue)

Ketiga macam pigmen tersebut membuat kita dapat membedakan warna mulai dari
ungu sampai merah. Untuk dapat melihat normal, ketiga pigmen sel kerucut harus bekerja
dengan baik. Jika salah satu pigmen mengalami kelainan atau tidak ada, maka terjadi buta
warna. Seseorang yang mampu membedakan ketiga macam warna, disebut sebagai
trikromat. Dikromat adalah orang yang dapat membedakan 2 komponen warna dan
mengalami kerusakan pada 1 jenis pigmen kerucut.

Kerusakan pada 2 pigmen sel kerucut akan menyebabkan orang hanya mampu melihat
satu komponen yang disebut monokromat. Pada keadaan tertentu dapat terjadi seluruh
komponen pigmen warna kerucut tidak normal sehingga pasien tidak dapat mengenal warna
sama sekali yang disebut sebagai akromatopsia.
Pada praktikum kali ini dilakukan tes buta warna menggunakan metode ishihara.
Metode ishihara yaitu metode yang dapat dipakai untuk menentukan dengan cepat suatu
kelainan buta warna didasarkan pada penggunaan kartu bertitik-titik. Kartu ini disusun
dengan menyatukan titik-titik yang mempunya bermacam-macam warna dan ukuran yang
berbeda, sehingga dalam keseluruhan terlihat warna pucat dan menyukarkan pasien dengan
kelainan penglihatan warna melihatnya. Penderita buta warna atau dengan kelainan
penglihatan warna dapat melihat sebagian ataupun sama sekali tidak dapat melihat
gambaran yang diperlihatkan. (guyton and hall,2016)

Pada percobaan ini didapatkan naracoba tidak mengalami buta warna karena dapat
menyebutkan dan membentuk pola sesuai pada gambar yang tertera pada buku ishihara.
Kesimpulan
1. Pada percobaan visus dan anomali didapatkan naracoba 1 mengalami miopi
2. Pada percobaan visus dan anomali didapatkan naracoba 1 mengalami emetrop
3. Anomali reflaksi dapat dibantu dengan berbagai lensa yang sesuai dengan jenis
anomalinya.
4. Pemeriksaan buta warna pada naracoba dan pembanding didapati hasil tidak mengalami
buta warna karena naracoba dan pembanding dapat menilai 14 gambar dengan benar.
5. Pemeriksaan visus dan anomali refraksi dapat diuji dengan optotip snellen, sedangkan
pemeriksaan buta warna dapat diuji dengan kartu ishihara.
Daftar Pustaka
Guyton and Hall. 2016. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 12. Jakarta :ECG

Ilyas, S. 2010. Ilmu Penyakit Mata Edisi 5. Jakarta: Balai Penerbit FK UI

Anderson, S and Wilson, L.M. 2009. Patofisiologi Edisi 7. Jakarta : ECG

Anda mungkin juga menyukai