Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Seperti kita ketahui bahwa mata merupakan salah satu organ
indera yang vital dan sangat dibutuhkan oleh manusia, karena
dengan adanya indera ini manusia dapat melihat dan bersosialisasi
dengan lingkungan serta masyarakat.
Untuk itu perlu kita ketahui bersama mengenai fungsi setiap
bagian mata dan mekanisme kerja mata hingga dapat memberikan
gambaran yang dapat kita lihat. Ada beberapa komponen mata yang
dapat diperiksa untuk mengetahui kondisi mata yang baik, beberapa
diantaranya akan dilakukan dalam praktikum ini, yaitu tentang visus
atau ketajaman pengihatan, kelainan refraksi mata serta buta warna.
B. Tujuan
1. Mahasiswa memahami fungsi dan mekanisme kerja indera
penglihatan
2. Mahasiswa dapat mengukur ketajaman penglihatan
3. Mahasiswa memahami mekanisme persepsi penglihatan
warna

BAB II
DASAR TEORI
Mata dilindungi dari dunia luar oleh palpebral atau kelopak
mata, terdapat cilia (supracilia atau alis dan bulu mata). Memiliki
membrane mucus yang transparan disebut konjungtiva, merupakan
bagian mata yang menyelimuti bola mata dan palpebral bagian
dalam. Bola mata memiliki 3 lapisan yaitu :
-

Fibrous layer (bagian terluar) terdiri dari sclera dan kornea


Vaskular layer (bagian tengah) terdiri atas choroid, ciliary body

dan iris
Inner layer (bagian terdalam) terdiri dari retina yang memiliki
bagian penglihatan dan non-visual part.

(Moore, 2007, 528-530)

Retina mata merupakan lapiaasn terdalam yang mengandung


fotoreseptor sel kerucut dan sel batang).Pada retina mata bagian
tengah terdapat fovea (macula lutea) yang merupakan daerah retina
dengan ketajaman penglihatan tertinggi karena memiliki banyak sel
kerucut.Sel kerucut ini berperan dalam penglihatan pada siang hari

dan penglihatan warna, sedangkan sel batang berperan dalam


penglihatan hitam putih dan malam. (Sherwood, 2011, 225,229)
Mekanisme penglihatan :
Cahaya masuk mata ditangkap oleh retina sinyal saraf penglihatan
meninggalkan retina melalui nervus opticus kiasma optikum
traktus opticus bersinaps di nucleus genikulatum lateralis dorsalis
pada thalamus serabut-serabut genikulokalkarina berjalan melalui
radiasi optikus (traktus genikulokalkarina) korteks penglihatan
primer yang terletak di fisura kalkarina lobus oksipitalis system ini
bertanggung jawab untuk persepsi seluruh aspek bentuk penglihatan,
warna dan penglihatan sadar yang lainnya. (Guyton, 2007, 669)
Visus adalah perbandingan jarak seseorang terhadap huruf
optotip Snellen yang masih bisa ia lihat jelas dengan jarak seharusnya
yang bisa dilihat mata normal. Baik buruknya visus ditentukan oleh
alat optic, sel-sel reseptor cahaya di retina, lintasan visual dan pusat
penglihatan serta pusat kesadaran. Fakta empiris menunjukkan
bahwa mata kita bisa melihat seseuatu pada jarak tertentu : jari bisa
dilihat dengan jelas hingga jarak 60 m; lambaian tangan hingga 300
m dan cahaya jauh tak terhingga. (Suhardjo, 2007, 146)
Metode klinis yang digunakan untuk menyatakan besarnya
tajam penglihatan adalah suatu diagram yang terdiri dari huruf-huruf
dengan berbagai ukuran yang diletakkan 20 kaki jauhnya dari orang
yang diuji. (Guyton, 2007, 650)
Kelainan pembiasan atau refraksi :
Emetropia adalah mata normal, bila cahaya sejajar dari objek
jauh difokuskan di retina pada keadaan otot siliaris relaksasi total.Ini
berarti bahwa mata emetrop dapat melihat semua objek jauh secara
jelas dengan otot siliaris yang relaksasi.Namun, untuk melihat objek

yang dekat, otot siliaris harus berkontraksi agar mata dapat


berakomodasi dengan baik.
Hiperopia adalah penglihatan jauh, bisanya akibat bola mata
terlalu pendek atau karena sistem lensa terlalu lemah dimana cahaya
sejajar kurang dibelokkan oleh system lensa sehingga tidak terfokus
di retina.Untuk mengatasi kelainan ini, otot siliaris berkontraksi untuk
meningkatkan kekuatan lensa.
Miopia atau penglihatan dekat yaitu sewaktu otot siliaris
relaksasi total, cahaya dari objek jauh difokuskan di depan retina.
Keadaan ini biasanya akibat bola mata yang terlalu panjang atau
karena daya bias sistem lensa terlalu kuat. (Guyton, 2007, 647)
Astigmatisma merupakan kelainan refraksi mata yang ditandai
adanya berbagai derajat refraksi pada berbagai meridian, sehingga
sinar sejajar yang datang pada mata akan difokuskan pada macammacamm fokus. Penyebab astigmatisma adalah poligenetik atau
polifaktorial.Kelaianan korena (90%), perubahan lengkung kornea,
kelainan lensa dan kekeruhan lensa (biasanya katarak insipient atau
imatur) dapat menyebabkan astigmatisa. (Suhardjo, 2007, 152)
Koreksi

kelaian

refraksi

baik

miopi,

hyperopia

dan

astigmatisama menggunakan lensa. Refraksi mata miopi yang


memiliki daya bias terlalu besar dinetralkan dengan meletakkan lensa
sferis konkaf (cekung) di depan mata, yang akan menyebarkan
cahaya.Sebaliknya, pada hyperopia yang memiliki lensa terlalu
lemah,

penglihatan

abnormalnya

dapat

dikoreksi

dengan

menambahkan daya bias menggunakan lensa konveks (cembung) di


depan mata. Kekuatan lensa konkaf dan konveks biasanya ditentukan
dengan caratrial and error yaitu mulanya meletakkan sebuah lensa
kuat kemudian diganti dengan lensa yang lebih kuat atau lemah
sampai diperoleh penglihatan yang paling tajam. Begitu pula untuk
koreksi astigmatisma dilakukan dengan trial and error, mencari lensa

sferis yang cocok kemudian ditambah dengan mencari sumbu dan


kekuatan lensa silindris yang diperlukan untuk menemukan fokus
pada sumbu yang tepat.(Guyton, 2007, 647-648)
Penglihatan warna dilakukan oleh sel kerucut retina, hanya satu
dari ketiga jenis pigmen warna yang terdapat dalam setiap sel
kerucut yang berbeda sehingga menyebabkan sel kerucut memiliki
kepekaan yang selektif terhadap berbagai warna seperti warna biru,
hijau dan merah.
Buta warna terjadi bila mata tak memiliki sekelompok sel
kerucut penerima warna, orang tersebut tidak dapat membedakan
warna dari warna yang lainnya. Orang yang tak mempunyai sel
kerucut merah disebut protanopia, seluruh spectrum penglihatannya
akan memendek secara nyata. Jika seseorang tak mempunyai sel
kerucut hijau disebut deuteranopia, dimana orang ini memiliki lebar
spectrum panjang gelombang yang normal sebab tersedia sel kerucut
merah untuk mendeteksi warna merah yang gelombangnya panjang.
Buta warna merah-hijau merupakan kelainan genetik yang hampir
hanya pada laki-laki, gen pada kromosom X perempuan yang
menyandi

sel-sel

kerucut

tersebut,

perempuan

jarang

karena

kromosom X yang lain hampir selalu memiliki gen yang normal,


perempuan yang membawa kromosom X buta warna akan disebut
carrier buta warna. (Guyton, 2007, 661-662)

BAB III
METODOLOGI
A. Alat dan Bahan
1. Optotip Snellen
2. Bilah penunjuk atau menggunakan batang pensil
3. Lampu senter
4. Ishiharas test for color-blindness
5. Lens box berisi lensa berbagai ukuran
B. Cara Kerja
1. Pemeriksaan Visus dan Anomali Refraksi
Mananyakan dan mencatat ketajaman penglihatan pada
naracoba yang akan diperiksa

Meminta naracoba berdiri sejauh 20 kaki (atau 6 meter) dari


optotip Snellen
Meminta naracoba menutup mata kiri
dengan telapak tangan, kemudian
meminta naracoba membaca huruf-huruf
pada optotip Snellen yang ditunjuk oleh
pemeriksa dengan mata kanan

Pembacaan dimulai dari deretan huruf yang terbesar hingga


deretan huruf yang masih dapat terbaca tanpa kesalahan

Mengulangi pemeriksaan untuk mata kanan (mata kiri ditutup),


mencatat semua hasil di lembar kerja dengan format penulisan
d/D

Jika Visus 6/6, melakukan pemeriksaan untuk memastikan mata


naracoba
emetrop
atau tidak dari
dengan
memasang
lensa Suntuk
+0,5 D
Mengulangi
pemeriksaan
menutup
mata kanan
memeriksa mata kiri dan seterusnya, jika hasilnya tetap 6/6
maka naracoba menderita hipermetrop fakultatif, jika kurang
dari 6/6 maka emetrop

Jika pada pemeriksaan awal, naracoba tidak bisa membaca


deretan huruf terbesar, lakukan hitung jari dengan langkah
pemeriksaan yang sama dari 20 kaki (dan untuk kedua mata),

Jika naracoba tidak dapat menghitung jari, minta untuk maju 1


meter, hingga jarak 1 meter tetap tidak mampu menghitung
jari, lakukan identifikasi lambaian tangan (pemeriksa pada
posisi awal, 20 kaki/6 meter). Jika naracoba mampu
mengidentifikasi maka visisnya 1/300

Jika naracoba tidak mampu mengidentifikasi lambaian tangan ,


naracoba diminta untuk mengidentifikasi gelap terang, visus 1/

Mencatat dan menyimpulkan pemeriksaan kedua mata

Pada praktikum pemeriksaan dilakukan hingga langkah ke 7, karena


hasil pemeriksaan probandus hipermetrop, lalu dilanjutkan dengan
trial and error test, yaitu koreksi dengan menggunkanan berbagai

ukuran lensa (dalam lens box) hingga menemukan fokus atau


ketajaman penglihatan yang paling baik.

2. Tes Buta warna


Memilih 2 anggota kelompok untuk menjadi naracoba dan
pembanding (orang dengan persepsi

Meletakkan alat uji (Ishiharas test) dari naracoba/pembanding


dalam ruangan yang cukup terang, alat diangkat sehingga
sudut tegak lurus garis penglihatan

Kemudian secara berturut-turut


menunjukkan gambar no.1 sampai 14
dengan waktu tidak lebih dari 3 detik,
meminta naracoba dan pembanding
menyebutkan gambar yang dilihat
Membandingkan jawaban pada Ishiharas test for colorblindness dan mencatat hasilnya pada lembar kerja

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
1. Pemeriksaan Visus dan Anomali Refraksi
Naracoba
Nama
: Anindya Rahadyani
Umur
: 20 tahun
Jenis Kelamin
: Perempuan
Hasil pengakuan naracoba :
Mata kanan (OD) : Normal
Mata kiri (OS)
: S(+ 0.75 D)
Visus
Sebelum koreksi OD : 20/30
OS : 20/20
Setelah koreksi dengan lensa sferis (+ 0.5 D)
OD : 20/20 (buram pada saat melihat)
OS : 20/20
Kesimpulan :
OD : emetrop
OS : hipermetrop fakultatif
2. Pemeriksaan Buta Warna
Naracoba

Pembanding

(dianggap

normal)
Nama

: Jerry Mulia

Nama

: Angela Djari

NIM

: 411100

NIM

: 41100089

Jenis Kelamin

: Perempuan

Jenis

Kelamin

: Perempuan
Umur

: 20 tahun

Periksa BW : Hasil
Gambar
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14

Umur

: 21 tahun

Periksa BW : -

:
Normal
12
8
5
29
74
7
45
2
X
16
Merunut
35
96
Merunut

Terlihat Naracoba
12
8
Bukan 5
29
71
7
45
Bukan 2
X
16
Dapat merunut
35
96
Dapat
merunut

2 lintasan

lintasan

Terlihat Pembanding
12
8
5
29
74
7
45
2
X
16
Dapat merunut
35
96
2 Dapat merunut 2
lintasan

B. Pembahasan
Pada pemeriksaan visus dan kelaian refraksi perlu ditanyakan
terlebih dahulu naracoba memiliki mata normal atau kelaian refraksi
pada mata hal ini bertujuan untuk mempermudah pemeriksaan serta

mengetahui ada tidaknya koreksi dari keadaan tersebut.Pemeriksaan


yang dilakukan satu mata (bergantian) dengan jarak 20 kaki dari
optotip Snellen, memberikan hasil visus atau ketajaman penglihatan
naracoba pada mata kanan normal dan kiri hipermetrif fakultatif.
Perbedaan visus kedua mata tersebut dapat dikarenakan karakteristik
masing-masing komponen mata yang tidak sama. Dalam hal ini mata
kiri naracoba dapat mengalami kelaian seperti bola mata terlalu
pendek atau sumbu anteroposteriornya pendek, kelengkungan kornea
atau lensanya kurang sehingga bayangan difokuskan dibelakang
macula lutea ataupun indeks bias yang kurang pada sistem optik
mata.
Mata kanan dinyatakan normal karena dengan koreksi S+0.5 D
memberikan penglihatan yang kabur atau justru menurun ketajaman
penglihatannya, sedangkan pada mata kiri hipermetrof fakultaif yang
didapatkan dengan cara trial and error dengan koreksi lensa S+0.5 D,
hal ini untuk membedakan apakah naracoba dengan visus normal
(emetrop) atau hipermetrof. Dengan koreksi lensa tersebut naracoba
masih dapat membaca dengan ketajaman yang baik dan jelas
manandakan mata yang diperiksa bukan emetrop.
Setelah diketahui mata tidak normal dapat dilakukan trial and
error untuk mengetahui kekuatan koreksi lensa yang dibutuhkan
untuk membantu ketajaman penglihatan seseorang.Trial and error
tersebut dilakukan untuk mengukur lensa mana yang paling tepat dan
memberikan hasil penglihatan yang paling jelas dan tajam, hal ini
dilakukan setelah koreksi dengan lensa S+0.5 D. Pemeriksaan dengan
lensa positif dilakukan dari ukuran besar ke kecil karena lensa positif
yang mengerucutkan atau mengumpulkan cahaya supaya jatuh tepat
diretina mata hal ini untuk memberikan ketajaman yang tepat dengan
akomodasi lensa yang minimal (istirahat). Sedangkan lensa negatif
koreksinya dilakukan dari ukuran kecil ke besar untuk mengetahui

kemampuan pembiasan yang tepat sesuai dengan yang dibutuhkan


oleh mata untuk menerima fokus bayangan jatuh tepat di retina.
Pada naracoba ini, koreksi dengan lensa (kaca mata) positif 0.5
D

diperlukan

untuk

memberikan

penglihatan

normal

dengan

akomodasi otot yang minimal (istirahat) sehingga keluhan-keluhan


seperti mata lelah dan sakit dapat dikurangi.
Pemeriksaan buta warna dilakukan dengan buku Ishiharas,
dilakukan dengan jarak baca 75 cm dan posisi tegak lurus pembaca
bertujuan untuk mempermudah pembacaan gambar dengan titik-titik
berwarna tersebut, sedang dengan waktu pembacaan 3-10 detik saja
bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya kesulitan naracoba untuk
membedakan

warnanya,

jika

melebihi

waktu

tersebut

ada

kemungkinan buta warna.Seperti diketahui bahwa buta warna dapat


dibedakan menjadi buta warna total dan parsial.Pada buta warna
total, penderita tidak bisa mengenali warna lain, kecuali hitam dan
putih. Sementara pada buta warna parsial, penderitanya mengalami
kekurangan pigmen dalam sel kerucut retina sehingga tidak bisa
melihat warna tertentu saja.
Pada Ishiharas test terdapat 14 gambar yang memiliki titik-titik
dengan berbagai warna yang membentuk suatu angka ataupun
alur.Warna-warna

tersebut

didesain

khusus

sehingga

dapat

mendeteksi kemampuan seseorang dalam mengidentifikasi suatu


warna (merah, hijau ataupun biru).
Pada pemeriksaan ini naracoba tidak dapat membaca dengan
benar 3 dari 14gambar (Gambar nomor 3, 5 dan 8).Naracoba berjenis
kelamin perempuan dimana perempuan sangat jarang memiliki
kelaian buta warna dan setelah ditanyakan ulang pada naracoba,
tidak terdapat riwayat buta warna di keluarganya, serta naracoba
mampu membedakan warna benda-benda disekitarnya dengan baik.

Kemungkinan kesalahan pembacaan ini dikarenakan posisi


membaca saat dilakukan pengujian yang tidak tegak lurus pada
pandangan naracoba sehingga mempersulit pembacaan dan waktu
membaca yang sangat singkat (kurang dari 3 detik) sehingga tidak
terlalu tepat dalam membaca gambar yang tertera di buku.
BAB V
KESIMPULAN
1. Fungsi Indra penglihatan atau mata adalah untuk menerima
rangsangan cahaya, memfokuskan bayangan pada retina mata dan
kemudian melanjutkannya ke pusat penglihatan di otak (lobus
occipitalis) untuk kemudian menjadi penglihatan yang dapat kita
lihat.
2. Mengukur ketajaman penglihatan dilakukan dengan cara uji optotip
Snellen, dengan membaca huruf yang tertera kemudian diukur hingga
deretan yang masih dapat terbaca dengan baik, hasil pembacaan
dibandingkan

dengan

jarak

pembacaan

orang

normal.

Untuk

membedakan emetrof dengan hipermetrof dilakukan dengan koreksi


lensa S+0.5D (positif)
Hasil pemeriksaan pada naracoba adalah hipermetrof fakultatif
karena mampu melihat dengan jelas ketika dikoreksi dengan lensa
positif 0.5 D
3.

Mekanisme persepsi penglihatan warna dilakukan di bagian

retina mata, dimana terdapat sel-sel kerucut yang peka terhadap


suatu warna. Sel-sel kerucut ini dikode oleh gen yang terdapat pada
kromosom X (sehingga penderita buta warna mayoritas adalah lakilaki)
Pengujian dilakukan dengan Ishiharas test book for colorblindness. Dimana seseorang dengan buta warna parsial akan

kesulitan dan tidak mampu membaca angka atau gambar yang


tertera dengan benar.
Beberapa hal yang mempengaruhi pembacaan adalah posisi
membaca yang harus tegak lurus penglihatan dan jaraknya serta
pencahayaan ruangan yang harus cukup. Naracoba kesulitan dalam
membaca dapat disebabkan karena posisi membaca yang tidak tegak
lurus dengan buku

BAB VI
DAFTAR PUSTAKA

Guyton, A.C., dan Hall, J.E., 2007.Buku Ajar Fisiologi Kedokteran.Edisi


11.Jakarta : EGC
Moore, Keith L.; Agur, Anne M. R. Essential Clinical Anatomy, 3rd
Edition, 2007. Lippincott Williams and Walkins
Sherwood, Lauralee., 2011. Fisiologi Manusia Dari Sel Ke Sistem. Edisi
6. Jakarta: EGC.
Suhardjo, hartono 2007. Ilmu Kwesehatan Mata, Bagian Ilmu Penyakit
Mata FKUGM. Yogyakarta

Anda mungkin juga menyukai