Anda di halaman 1dari 24

BUKU SKILL LAB

MODUL PENGLIHATAN

Bagian Ilmu Kesehatan Mata


Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sultan Agung
Alamat: JL. Raya Kaligawe Km. 4 Semarang 50112 PO Box 1054/SM
Telepon. (024) 6583584
Facsimile: (024) 6594366

1
LBM 2
PEMERIKSAAN KOREKSI ANOMALI REFRAKSI
DAN PENULISAN RESEP KACAMATA

A. SASARAN BELAJAR
a. Memahami anomali refraksi
b. Melakukan pemeriksaan koreksi anomali refraksi ringan dan menulis resep kacamata

B. RENCANA PEMBELAJARAN
Waktu praktikum 1 × 100 menit
Panduan Tutor 1. 50 menit pertama instruktur mereview
pemeriksaan visus dasar pada orang dewasa dan
menjelaskan cara pemeriksaan koreksi anomali
refraksi dan penulisan resep kacamata dengan
menggunakan video yang telah disediakan.
2. 50 menit kedua mahasiswa mensimulasikan cara
pemeriksaan visus, pemeriksaan tes pinhole, dan
prinsip koreksi anomali refraksi secara online
tanpa menggunakan alat berdasarkan skenario
dan menulis resep kacamata dibawah bimbingan
instruktur.
Tugas Mahasiswa 1. Berperan sebagai dokter dan melakukan simulasi
pemeriksaan mata meliputi: pemeriksaan tes
pinhole, koreksi refraksi dan menuliskan resep
kacamata secara online dengan bimbingan
instruktur.
2. Mengerjakan tugas yang diberikan oleh instruktur.

PEMERIKSAAN VISUS DEWASA


Alat dan bahan :
- Optotip atau kartu Snellen
- Ruangan yang terang dengan panjang ruang 6 meter
Teknik pemeriksaan
Pemeriksaan dengan kartu Snellen
a. Penderita duduk pada jarak 6 meter (20 feet atau kaki) di depan kartu Snellen
b. Bila penderita berkacamata, mintalah untuk melepas kacamatanya
c. Biasakanlah memeriksa mata kanan dahulu baru kemudian mata kiri
d. Mintalah penderita untuk menutup mata kirinya dengan telapak tangannya
tanpa tekanan
e. Penderita diminta melihat ke depan dengan santai, tanpa melirik atau
mengerutkan kelopak mata
f. Mintalah penderita untuk menyebutkan huruf atau karakter lain yang tertera
pada kartu Snellen, mulai dari atas sampai bawah

2
g. Bila penderita hanya dapat melihat sampai huruf-huruf baris berkode 12 meter
(40 kaki) dengan jarak penderita-kartu Snellen 6 meter (20 kaki) maka ketajaman
penglihatan (visus) penderita 6/12 (20/40). Artinya orang dengan penglihatan
normal (emetropia) dapat melihat huruf-huruf tersebut pada jarak 12 meter (40
kaki) sementara penderita hanya dapat melihat pada jarak 6 meter (20 kaki).
h. Bila penderita salah melihat beberapa huruf pada baris yang sama pada kartu
Snellen maka ditambah tulisan huruf s (salah) atau f (false) pada akhir penulisan
visus. Misal penderita salah mengenali 2 huruf dari 5 huruf pada baris berkode
12 meter maka visus penderita adalah 6/12 f-2
i. Bila penderita salah melihat lebih dari setengah jumlah huruf pada baris yang
sama pada kartu Snellen maka visus penderita ditentukan dari baris sebelumnya
(naik 1 baris) yang penderita dapat mengenali sebagian besar huruf di baris
tersebut. Misalnya penderita salah mengenali 4 huruf dari 5 huruf pada baris
berkode 12 meter maka visus penderita adalah 6/15

Pemeriksaan visus dengan hitung jari


Jika huruf terbesar pada kartu Snellen tidak dapat dibaca, maka mintalah
penderita untuk menghitung jari pemeriksa pada jarak 1 meter, bila penderita
dapat menghitung jari pemeriksa, pemeriksa mundur tiap 1 meter sampai
penderita tidak dapat mengenali jumlah jari pemeriksa. Jarak terjauh yang dapat
dilihat penderita adalah visus penderita. Misal penderita dapat mengenali jumlah
jari pemeriksa pada jarak 3 meter, maka visusnya adalah 3/60 artinya orang
penglihatan normal (emetropia) dapat mengenali jari pemeriksa pada jarak 60
meter tapi penderita hanya 3 meter.

Pemeriksaan visus dengan lambaian tangan


Bila penderita tidak dapat menghitung jari pemeriksa pada jarak 1 meter,
lakukan pemeriksaan dengan lambaian tangan. Pemeriksa melambaikan tangan
didepan penderita dan minta penderita untuk mengatakan arah lambaian tangan
(atas/bawah atau kanan/kiri). Jika penderita dapat melihat lambaian tangan
pemeriksa maka visusnya 1/300 atau hand movement (HM), artinya orang
penglihatan normal (emetropia) dapat melihat lambaian tangan pada jarak 300
meter tapi penderita hanya 1 meter

Pemeriksaan visus dengan sinar senter


Bila penderita tidak melihat lambaian tangan pemeriksa maka pemeriksaan
dilanjutkan dengan lampu senter. Nyalakan lampu senter didepan mata yang
diperiksa dan mintalah penderita menyebutkan apakah senter menyala atau mati
dan arah sinar lampu senter berasal (proyeksi sinar). Jika penderita dapat melihat
sinar lampu senter maka visusnya 1/~ atau light perception (LP), artinya orang
penglihatan normal (emetropia) dapat melihat sinar pada jarak tak terhingga tapi
penderita hanya 1 meter. Pada visus 1/~, lakukan pemeriksaan proyeksi sinar dan
persepsi warna. Bila penderita tidak dapat menyebutkan asal sinar lampu senter
dengan benar berarti proyeksi sinarnya jelek atau bad. Pemeriksaan persepsi
warna dikerjakan dengan menyinari mata yang diperiksa dengan sinar merah dan
hijau secara bergantian. Penderita diminta menyebutkan warna sinar yang

3
dilihatnya. Bila penderita tidak dapat menyebutkan warna sinarnya dengan benar
berarti persepsi warnanya jelek atau bad.
j. Bila penderita tidak dapat melihat sinar lampu senter maka visusnya nol atau no
light perception (NLP)
k. Lakukan pemeriksaan yang sama pada mata kiri.

PEMERIKSAAN VISUS DENGAN PINHOLE


- Tujuan
Untuk mengetahui apakah tajam penglihatan turun akibat kelainan refraksi atau
kelainan media refrakta atau kelainan sistem saraf.
- Dasar
Penglihatan kabur akibat kelainan refraksi disebabkan oleh karena banyaknya berkas
sinar tak terfokus yang masuk ke pupil dan mencapai retina dengan membentuk
bayangan yang tidak terfokus tajam. Dengan melihat melalui lubang kecil akan
mengurangi berkas sinar tak terfokus yang mencapai retina, sehingga akan terbentuk
bayangan yang lebih tajam.
- Alat
o Lempeng pinhole
o Bingkai kacamata (frame)
o Kartu Snellen
- Teknik
- Pasien duduk menghadap kartu Snellen dengan jarak 6 meter
- Salah satu mata ditutup
- Pasien diminta membaca huruf/angka terkecil yang masih dapat dilihat
- Pada mata yang diperiksa dipasang lempeng pinhole
- Pasien disuruh membaca huruf/angka sampai baris terakhir yang masih dapat
dibaca
- Interpretasi
- Bila dapat membaca huruf yang lebih kecil daripada huruf sebelum dipasang
pinhole, berarti terdapat kelainan refraksi yang belum dikoreksi penuh
- Bila tidak ada perbaikan tajam penglihatan setelah dipasang pinhole, berarti
terdapat kelainan media refrakta atau system saraf.

SISTEM REFRAKSI DAN ANOMALI REFRAKSI


Mata merupakan alat refraksi (alat pembias) artinya mampu membelokkan cahaya
yang masuk ke mata sehingga akan terbentuk bayangan obyek di retina. Daya refraksi mata
terjadi karena adanya media refrakta yang bening, yaitu: kornea, humor akuos. Lensa mata
(lensa kristalina), dan badan kaca. Retina di sini bertindak sebagai film yang sangat istimewa,
untuk membentuk bayangan yang bersifat lebih kecil, terbalik, dua dimensi, dan hitam.
Bayangan ini nanti akan dihantarkan ke otak lewat lintasan visual untuk disadari oleh pusat
penglihatan dan daerah-daerah asosiasinya untuk disadari sebagai obyek yang kita lihat.
Mata merupakan alat optik yang sangat kompleks karena adanya media refrakta.
Semua media refrakta ini bersifat jernih, mempunyai permukaannya sendiri-sendiri,
mempunyai kurvatura dan indeks bias yang berbeda-beda, serta melekat satu sama lain
sehingga merupakan satu kesatuan yang jumlah kekuatan refraksi totalnya bukan

4
merupakan jumlah masing-masing komponen-komponennya. Indeks bias media refrakta
adalah sebagai berikut :
1. Kornea: 1,37, permukaan kornea merupakan sistem lensa cembung sehingga dapat
mengumpulkan cahaya.
2. Humor akuosus: 1,33, meneruskan cahaya dari kornea
3. Lensa mata: 1,42, cahaya agak lebih difokuskan lagi.
4. Badan kaca: 1,33, lebih kecil daripada lensa mata sehingga cahaya agak disebarkan
lagi.
Dengan demikian boleh dikatakan bahwa kekuatan refrasi mata dapat diwakili oleh
kornea yang bersifat lensa cembung dengan kekuatan 42 Dioptri. Pada mata emetrop maka
sinar sejajar (yang datang dari jarak 6 meter atau lebih), akan terfokus pada retina (tepatnya
di makula). Dengan demikian mata emetrop mempunyai panjang aksis anteroposterior (dari
kornea ke makula) sebesar 100 cm dibagi 42 sama dengan 2,4 cm (atau 1 inci). Mata dengan
aksis yang lebih pendek akan menyebabkan sinar sejajar yang masuk mata belum terfokus
saat mencapai retina atau secara mudah dikatakan difokuskan di belakang retina; mata
demikian disebut hipermetrop. Mata dengan aksis yang lebih panjang menyebabkan sinar
sejajar terfokus di depan retina dan mata demikian disebut mata miop. Sistem refraksi ini
sangat disederhanakan dan mata yang dipandang secara sederhana ini seperti telah disebut
di depan disebut mata skematis.
Ametropia disebut juga anomali refraksi atau kelainan refraksi. Hanya sedikit saja
orang yang benar-benar emetrop. Sebagian besar manusia mengalami kelainan refraksi dari
yang sangat ringan (mungkin tidak dirasakan sehingga tidak memerlukan pertolongan)
sampai yang berat.
Penyebab ametropia adalah;
1. Ametropia aksis artinya sumbu anteroposterior bola mata terlalu pendek
(menyebabkan hipermetrop) atau terlalu panjang (menyebabkan miop).
2. Ametropia kurvatura: kurvatura lebih melengkung menyebabkan miop dan
kurvatura kurang melengkung menyebabkan hipermetrop.
3. Ametropia indeks bias: artinya ametropia yang disebabkan oleh naik turunnya indeks
bias media refrakta. lndeks bias naik menyebabkan miopisasi dan indeks bias turun
menyebabkan hipermetropisasi.
4. Ametropia posisi: lensa yang maju ke depan menyebabkan miop dan lensa yang
mundur ke belakang menyebabkan hipermetrop.

Macam-macam ametropia adalah :


1. Hipermetropia
Hipermetropia disebut juga hiperopia. Ialah bahwa sinar sejajar tanpa akomodasi
akan difokuskan di belakang bola mata (fokus imajiner). Pada saat sinar datang di retina
masih belum terfokus, sehingga terbentuk lingkaran yang kabur (lingkaran difus), sehingga
terbentuk bayangan kabur dan pengamat melihat objek tampak kabur. Beberapa sebab dari
hipermetrop tersebut adalah: axis antero-posterior terlalu pendek, kelainan posisi lensa
dimana lensa bergeser ke belakang, kurvatura kornea terlalu datar dan index bias mata
kurang dari normal. Penyebab utama hipermetropia adalah pemendekan aksis
anteroposterior bola mata (hipermetropia aksis). Setiap pemendekan aksis antero posterior
bola mata sebesar 1 mm akan menyebabkan hipermetrop 2 dioptri.
Untuk mengoreksi hipermetrop-nya pasien melakukan akomodasi, sehingga
hipermetrop derajat rendah dapat dikoreksi dengan akomodasi ini. Tetapi hipermetrop

5
derajat lebih tinggi tidak dapat dikoreksi secara penuh. Untuk mengoreksi mata
hipermetrop ini perlu kaca mata lensa spheris (+). Hipermetrop ini juga akan lebih nyata
pada saat pasien bertambah tua sebagai akibat makin berkurangnya daya akomodasi. Ada 2
macam hipermetrop yaitu :
1. Hipermetrop manifest yang terdiri dari :
a. Hipermetrop fakultatif : yaitu hipermetrop yang dapat diatasi dengan
akomodasi.
b. Hipermetrop absolut : yaitu hipermetrop yang tidak dapat diatasi dengan
akomodasi.
2. Hipermetrop laten, yaitu hipermetrop yang secara fisiologis dapat diatasi oleh
tonus otot siliaris.

Hipermetrop manifes ditambah hipermetrop laten disebut hipermetrop total. Jadi misalnya
orang hipermetrop dengan visus 6/30 :
• Dengan koreksi S+2 menjadi 6/6 ;
• Dengan koreksi S+3 juga menjadi 6/6 ;
• Dan dengan koreksi S+4 malah memburuk merjadi 6/7,5 , maka :
• Kacamata S+2 mengoreksi hipermetrop absolut
• Kacamata S+3 mengoreksi hipermetrop absolut dan fakultatif (koreksi
fakultatifnya adalah S+1)
• Maka kacamata yang diberikan adalah S+3 yang juga menghilangkan akomodasi
saat melihat jauh, sehingga terasa lebih enak daripada S+2
• Sisanya yang berupa hipermetrop laten hanya dapat diukur dengan pemberian
obat tetes mata sikloplegik (atropin sulfat) saat pengukuran koreksi. Tetapi hal ini
tidak harus dilakukan, karena pasien sudah enak dengan koreksi tanpa sikloplegik
(koreksi hipermetrop total).

Penyebab Hipermetrop
Penyebab hipermetrop adalah faktor genetis dan lingkungan sehingga hipermetrop
diwariskan secara polifaktorial / multifaktorial.

Gejala Hipermetrop
1. Pada hipermetrop yang ringan (tidak lebih dari 1,50 Dioptri) dan pasien masih
muda, tidak memperlihatkan keluhan saat melihat jauh. Sedangkan para
hipermetrop yang lebih tinggi akan mengeluh kekaburan saat melihat jauh.
2. Saat melihat dekat (membaca buku, menulis, menjahit) karena pasien harus
berakomodasi berlebihan, maka pasien mengeluh rasa sakit pada mata,
mengalami kekaburan, sakit kepala pada saat membaca lama. Gejala ini disebut
astenobia akomodativa.
3. Dapat terjadi strabismus konvergen (esotropia) karena akomodasi yang berlebih.
4. Fundus pada orang hipermetrop biasanya hanya berupa papil yang lebih kecil,
sedikit kemerahan dengan batas agak kabur, sehingga sering dikelirukan dengan
papiledem atau papilitis.

6
Penanganan
Penanganan hepermetrop adalah dengan pemberian lensa sferis positif (konveks /
cembung) yang membantu mengkonvergensikan (mengumpulkan) cahaya sehingga cahaya
akan difokuskan lebih ke depan dari di belakang retina menjadi terfokus di retina.
1. Pada hipermetrop derajat rendah dan pasien masih berumur muda (masih cukup
akomodasi) yang tidak mengeluh, maka tidak perlu koreksi kaca mata.
2. Kalau tidak ada keluhan melihat jauh tetapi ada keluhan melihat dekat pada
orang muda maka diberikan koreksi lensa cembung saat melihat dekat atau
membaca.
3. Pada pasien yang umurnya makin tua perlu koreksi saat melihat jauh dan
penambahan lensa baca (addisi) untuk membaca. Dengan demikian diberikan
kacamata bifokus, yaitu kacamata dengan dua segmen ; segmen atas untuk
melihat jauh dan segmen bawah untuk melihat dekat. Kalau pasien tidak suka
dengan kacamata bifokus, dapat diberikan dua kacamata, satu kacamata untuk
melihat jauh dan satu kacamata untuk melihat dekat.

2. Miopia/rabun jauh

Miopia adalah kelainan refraksi yang ditandai dengan terfokusnya sinar sejajar yang
masuk mata di depan retina. Dengan demikian fokus berada di badan kaca dan retina
mendapatkan sinar paska-fokus yang mulai menyebar lagi sebagai lingkaran cahaya difus,
sehingga bayangan yang terbentuk di retina tampak kabur dan pengamat akan melihat
obyek menjadi kabur. Beberapa penyebab dari miopi adalah axis mata terlalu pendek, lensa
mata terlalu ke depan, indeks bias terlalu besar dan kurvatura kornea terlalu cembung.
Jenis miopia yang terbanyak adalah karena sumbu anteroposterior bola mata
terlalu panjang (miopia aksis). Setiap pemanjangan sumbu 1 mm akan menyebabkan miopia
3 Dioptri. Pada miopia tidak bisa dilakukan kompensasi sebab kalau terjadi akomodasi maka
akan menjadi semakin miop. Kelainan ini dapat dikoreksi dengan lensa spheris (-).
Usaha pasien untuk mengatasi miop kalau tidak dilakukan koreksi kacamata biasanya
adalah sebagai berikut :
1. Menggosok (mengucek-ucek, Jw) mata sehingga kurvatura kornea lebih datar
sementara dan penglihatan akan lebih jelas sementara.
2. Menyempitkan celah mata (ngriyip,Jw) sehingga ada efek celah yang
menghasilkan pengelihatan lebih jelas. Kata miopia memang berasal dari bahasa
Yunani yang artinya saya menutup (menyempitkan celah) mata saya.
3. Pada cahaya yang sangat terang secara refleks pupil akan mengecil sehingga akan
mengurangi lingkaran difus dan pengelihatan lebih jelas.
4. Untuk melihat jauh ia harus mendekati obyek sehingga fokus akan mundur dari
badan kaca ke retina dengan hasil penglihatan lebih jelas. Ini sering, dikeluhkan
orang tua saat anak-anak mereka melihat TV atau membaca buku terlalu dekat.

Penyebab Miopia
Penyebab miopia adalah karena adanya faktor genetik dan faktor lingkungan,
sehingga bersifat multifaktorial atau polifaktorial. Miopia sering terjadi pada usia sekolah,
sehingga faktor melihat dekat yang berlebihan diperkirakan ikut berperan dalam kejadian
miopia usia sekolah ini. Karena miopia terutama terjadi akibat pemanjangan aksis bola
mata, maka pada miopia yang tinggi (lebih dari 5 atau 6 Dioptri, atau pemanjangan aksis

7
lebih dari 2 mm) sering disertai oleh kelainan bagian belakang fundus (polus posterior)
akibat perengangan yang berlebihan.

Gejala-Gejala Miopia
1. Pada semua miopia gejala utama adalah kekaburan saat melihat jauh. Miop yang
ringan sering tidak disadari oleh pasien dan baru ditemukan saat permeriksaan.
2. Pasien biasanya tidak mengeluh saat membaca dekat. Tetapi kalau miopnya
tinggi pasien akan membaca dengan jarak sangat dekat sehingga mengundang
perhatian orang tua atau guru.
3. Pada miop tinggi, karena saat membaca sangat dekat, maka kedua mata tidak
bisa melakukan konvergensi yang memadai secara bersama sehingga kadang-
kadang pasien menggunakan matanya secara bergantian.
4. Karena bola mata orang miop mengalami pemanjangan aksis maka pada miop
tinggi akan dijumpai:
a. Bola mata tampak lebih besar dan menonjol dengan kamera yang dalam dan
kedua mata cenderung divergen
b. Terjadi peregangan bagian belakang fundus (polus posterior) sehingga terjadi
perubahan patologis pada polus posterior, misalnya:
1. Perubahan posisi dan kemiringan diskus optikus
2. Dipegmentasi sekeliling diskus optikus sehingga tampak sklera dan retina menipis
3. Apabila sebelah temporal diskus optikus yang mengalami depigmentasi disebut
kresen miop temporal
4. Apabila seluruh keliling diskus optikus terkena disebut konu miopikus
5. Kalau polus posterior (biasanya di sebelah tenrporal diskus) juga mengalami
penonjolan ke belakang disebut stafiloma posterior
6. Terjadi kemunduran makula lubang pada makula (macular hole), perdarahan
makula dan bahkan ablasio retina
7. Timbul glaukoma yang tersembunyi yang disebut glaukoma normotensi atau
bahkan glaukoma bertekanan rendah (low tension glaucoma)
c. Terjadi perubahan badan kaca yang berupa pencairan sehingga timbul kekeruhan
seperti debu benang-benang yang dirasakan oleh pasien (floaters)
d. Pada miop 10 Dioptri atau lebih besar, biasanya koreksinya tidak bisa mencapai
visus normal. Ini disebabkan meskipun sinar sudah terfokus tetapi reseptornya
sudah mengalami kemunduran.

Penanganan
Penanganan pasien miopia adalah dengan pemberian lensa sferis negatif
(lensa cekung), sehingga cahaya sebelum memasuki mata akan disebarkan
(divergensi) dahulu sebelum mencapai kornea, sehingga fokus yang tadinya di
badan kaca akan digeser ke belakang yaitu tepat pada retina.
1. Pada miop ringan, pemberian koreksi biasanya bisa penuh; dan pada miop
tinggi diberikan secara tidak penuh.
2. Perlu diperhatikan apakah pasien masih cukup muda (cukup akomodasi)
atau sudah tua. Sebab pemberian kacamata akan membuat mata ke arah
hipermetropia sehingga merangsang akomodasi.
3. Pasien dengan miop tinggi perlu dipikirkan kacamata bacanya. Misalnya
miop S-5 diberikan kacamata S-5 untuk melihat jauh; sedang untuk

8
membaca dekat bisa disisakan miop minus 3 misalnya, sehingga untuk
membaca dipakai S-2. Namun hal ini perlu dibicarakan dengan pasien
termasuk juga mengingat umur pasien, sebab ada yang merasa tidak enak.
4. Pada miop tinggi perlu dilakukan evaluasi fundus dan fungsi penglihatan
serta ada tidaknya glaukoma secara berkala.
Hal-hal lain yang perlu diperhatikan adalah:
1. Pemeliharaan kesehatan secara umum
2. Mengurangi kerja dekat (membaca, menulis, menjahit) yang berlebihan.
3. Banyak melihat panorama luar.
4. Menghindari kerja fisik yang berat termasuk juga olah raga yang berat
(misal angkat berat), bagi pasien yang mempunyai miop tinggi.

3. Astigmatisma
Astigmatisma adalah status refraksi mata yang berbeda pada berbagai
meridian. Penyebab utamanya adalah karena kurvatura komea yang tidak benar-
benar sferis, tetapi agak lonjong menyerupai sendok. Dengan demikian ada dua
meridian utama, yaitu meridian dengan kekuatan refraksi terbesar dan meridian
dengan kekuatan refraksi terkecil. Pada astigmatisma fokus tidak berbentuk titik
tetapi berbentuk garis.
Pada astigmatisma reguler maka kedua meridian utama tadi saling tegak
lurus. Astigmatisma reguler ini dapat dikoreksi dengan kaca mata. Koreksi
astigmatisma menggunakan lensa silindris. Astigmatisma bisa berdiri sendiri bisa
bersama dengan miop atau hipermetrop, sehingga ada berbagai macam
astigmatisma seperti berikut :
1. Astigmat miop simpleks : apabila meridian utama yang satu emetrop, yang
lain miop, sehingga fokusnya satu di retina satu di depan retina.
2. Astigmat miop kompositus : apabila kedua meridian utama adalah miop
tetapi dengan derajat yang berbeda sehingga kedua fokus berada di depan
retina tetapi dengan jarak yang berbeda
3. Astigmat hipermetrop simpleks : apabila meridian utama yang satu emetrop
dan yang lain hipermetrop, sehingga fokusnya yang satu di retina yang satu di
belakang retina.
4. Astigmat hipermetrop kompositus : apabila kedua meridian utama adalah
hipermetrop, tetapi dengan derajat yang berbeda, sehingga kedua fokus
berada di belakang retina, tetapi dengan jarak yang berbeda.
5. Astigmat mikstus : apabila meridian utama yang satu miop yang lain
hipermetrop, sehingga satu fokus di depan retina dan fokus yang lain di
belakang retina.

Gejala Astigmatisma
1. Kabur saat melihat jauh maupun dekat, dan huruf-huruf tampak membayang.
Dengan demikian pada astigmat tinggi karena bayangan begitu nyata akan
menyebabkan huruf tampak dobel (diplopia monokuler).
2. Astigmat yang agak tinggi menyebabkan mata bekerja keras sehingga
menimbulkan sakit kepala dan sakit pada mata setelah penggunaan mata
yang agak lama karena usaha akomodasi yang lebih besar.

9
3. Astigmat derajat rendah menyebabkan gejala astenopia, lelah mata karena
usaha akomodasi.

Penanganan
1. Astigmat miop simpleks : dengan lensa silinder negatif untuk memundurkan
satu fokus ke retina.
2. Astigmat miop kompositus : dengan gabungan lensa sferis negatif dan silinder
negatif atau sferis negatif dengan silinder positif dengan ukuran silinder lebih
kecil untuk memundurkan kedua fokus ke retina
3. Astigmat hipermetrop simpleks : dengan lensa silinder positif untuk
memajukan satu fokus ke retina
4. Astigmat hipermetrop kompositus : dengan gabungan lensa sferis positif dan
silinder positif atau sferis positif dengan silinder negatif dengan ukuran
silinder lebih kecil, untuk memajukan kedua fokus ke retina
5. Astigmat mikstus : dengan gabungan lensa sferis positif atau lensa sferis
negatif dengan silinder positif : pada keduanya ukuran silinder lebih besar
dari sferisnya, untuk memajukan satu fokus dan memundurkan fokus yang
lain, keduanya tepat di retina.

Dalam mengkoreksi astigmatisma ada beberapa hal yang perlu diperhatikan :


1. Untuk lensa silinder terdapat sumbu (aksis). Untuk penulisan aksis ada perjanjian
khusus (lihat nanti saat kepaniteraan klinik). Yaitu berdasarkan TABO, singkatan dari
Technizcher Ausschuss fur Brillen Optik, yaitu perhimpunan ahli optik Jerman.
Berdasar TABO, aksis silinder ditentukan pada derajat busur sebagai berikut (derajat
busur ini tertulis pada bingkai kaca uji coba), dilihat dari wajah pasien.
a. Garis horizontal pada kedua bingkai :
- Sebelah kiri kedua bingkai menunjukkan angka 0 derajat.
- Sebelah kanan kedua bingkai menunjukkan angka 180 derajat
b. Garis vertikal pada kedua bingkai :
- Sebelah atas menunjukkan angka 90 derajat.
- Sebelah bawah menunjukkan angka 270 derajat.
c. Garis-garis di antara garis-garis vertikal dan garis-garis horizontal menunjukkan
angka-angka di antaranya.
2. Secara garis besar ada 2 macam astigmat :
a. Astigmat reguler : yaitu apabila kedua meridian utama (terbesar dan terkecil)
saling tegak lurus satu sama lain Astigmat demikian dapat dikoreksi dengan kaca
silinder.
b. Astigmat irreguler yaitu kedua meridian utama tidak terpisah 90 derajat dan
bahkan fokusnya lebih dari 2 yang disebabkan oleh kurvatura kornea yang tidak
teratur. Astigmat ini tidak dapat dikoreksi dengan kaca mata silinder.
3. Contoh koreksi astigmat reguler adalah sebagai berikut :
a. Astigmat miop simpleks :
Koreksi mata kanan dengan silinder minus I D aksis 90o dan mata kiri silinder
minus 1 D aksis 90o (keduanya astigmat miop simpleks) ditulis :
- OD : C - 1,00 aksis 90 derajat
- OS : C - 1,00 aksis 90 deralat
b. Astigmat hipermetrop simpleks :

10
- OD : C + 0,50 aksis 100 derajat
- OS : C + 0,75 aksis 80 derajat
c. Astigmat miop kompositus :
- OD : S -2,00 C -1,00 aksis 165 derajat
- OS : S -3,00 C -0,50 aksis 15 derajat
Contoh lain :
- OD : S -2.00 C +1,00 aksis 90 derajat
- OD : S -3,00 C +2,00 aksis 90 derajat
d. Astigmat hipermetrop kompositus :
- OD : S +2,00 C +2,00 aksis 0 derajat (atau 180 derajat)
- OS : S +3,00 C +2,00 aksis 0 derajat (atau 180 derajat)
Contoh lain :
- OD: S +2,00 C -1,00 aksis 105 derajat
- OS : S +2,00 C -1,50 aksis 75 derajat
e. Astigmat mikstus :
- OD : S +1,00 C -2,00 aksis 60 derajat
- OS : S +1,00 C -2,50 aksis 120 derajat
Contoh lain :
- OD : S -2,00 C +3,00 aksis 30 derajat
- OS: S -1,00 C +2,00 aksis 150 derajat

Pada koreksi astigmat kadang-kadang pada koreksi tertentu sferis dan silindernya
diubah tandanya demikian pula dengan merubah aksisnya sebesar 90 derajat dari aksis
semula dengan cara tertentu (lihat nanti di klinik). Perubahan demikian disebut transposisi.

Penanganan anomali refraksi juga dapat dilakukan dengan pemberian lensa kontak
dan bedah refraksi. Untuk penggunaan lensa kontak, pasien harus berkonsultasi terlebih
dahulu dengan dokter spesialis mata agar medapatkan ukuran yang tepat, jenis lensa kontak
yang sesuai dan cara perawatan lensa kontak agar terhindar dari komplikasi. Pembahasan
mengenai lensa kontak tidak akan diberikan pada buku skill ini, sedangkan penanganan
anomali refraksi dengan bedah refraksi akan disampaikan pada skill LBM 4.

PUNCTUM REMOTUM DAN PUNCTUM PROXIMUM


Punctum remotum (PR) adalah titik terjauh dimana seseorang dapat melihat paling
jelas tanpa akomodasi :
1. Pada orang emetrop cahaya yang keluar dari mata adalah sejajar dan bertemu di
tempat tak terhingga. Dengan demikian punctum remotumnya di tempat jauh tak
terhingga.
2. Pada orang miop cahaya yang keluar dari mata adalah konvergen atau mengumpul
dan bertemu di suatu titik di depan mata. Dengan demikian punctum remotum
orang miop adalah pada titik tertentu di depan subyek tergantung dari derajat
miopnya. Pada orang miop satu dioptri PR-nya adalah 1 meter. Orang miop 2 dioptri
PR-nya ½ meter dan seterusnya.
3. Pada orang hipermetrop cahaya yang keluar dari mata bersifat divergen dan tidak
bertemu di manapun di depan mata tetapi bertemu secara maya di belakang mata.
Dengan demikian punctum remotum orang hipermetrop adalah berada di belakang

11
mata (imajiner). Orang hipermetrop 4 Dioptri PR-nya 25 cm di belakang mata dan
orang hipermetrop 1 dioptri PR-nya 1 meter dibelakang mata . lni berarti semua titik
di depan subyek akan terlihat kabur, kalau tidak menggunakan akomodasi. Titik akan
menjadi jelas kalau pasien mengadakan akomodasi.

Punctum proximum (PP) adalah titik terdekat yang dapat dilihat dengan jelas yaitu
dengan menggunakan akomodasi maksimal. Dengan demikian punctum proksimum
ditentukan oleh umur (hubungan dengan kekuatan akomodasi) dan status refraksi.
1. Pada orang emetrop umur 25 tahun (akomodasi 10 D) maka PP adalah 100cm/10
atau 10cm
2. Pada orang miop 2 D umur 25 tahun (akomodasi 10 D) maka PP adalah
100cm/(10+2)=8 cm
3. Pada hipermetrop 2 D umur 25 tahun (akomodasi 10 D) maka PP adalah 100cm/(10-
2)=12,5 cm.
Dengan demikian secara umum untuk membaca buku maka :
1. Orang emetop mudah membaca biasa saja (menggunakan akomodasi normal).
2. Orang miop ringan membaca lebih enak (menggunakan akomodasi lebih kecil).
3. Orang hipermetrop membaca kurang enak (menggunakan akomodasi lebih besar).

CARA MELAKUKAN KOREKSI KELAINAN REFRAKSI


Pada adanya kecurigaan ametropia yaitu visus jauh lebih buruk dari 6/6 setelah
dilakukan pemeriksaan visus lebih baik dilakukan uji pinhole terlebih dahulu. Pinhole adalah
penutup mata yang ditengahnya ada lubang kecil dengan ukuran 1 sampai 2 mm. Pinhole
dipasang di bingkai uji coba di depan mata yang diperiksa. Dengan adanya lubang kecil maka
hanya berkas cahaya aksial (yang paling tengah) yang masuk retina tanpa refraksi langsung
menuju makula. Kalau dengan pinhole visus bertambah maka pada mata tersebut ada faktor
refraksi yang menyebabkan penurunan visus. Setelah itu baru dilakukan koreksi lebih lanjut.
Tentu saja penurunan visus penyebabnya bisa satu saja misalnya kelainan refraksi atau bisa
lebih dari satu, misalnya kelainan refraksi bersama katarak tipis, retinopati awal dan
glaukoma (jadi ada 4 penyebab). Dalam hal ini kaca mata hanya bisa mengoreksi refraksinya
saja sehingga visus setelah koreksi tidak bisa 6/6.
Pada orang yang mengeluh tidak jelas saat melihat jauh tetapi pada pemeriksaan
visusnya 6/6, maka perlu dicari apakah visus 6/6 ini memang emetrop atau ada faktor
kelainan refraksi kecil, misalnya miop ringan atau hipermetrop fakultatif. Untuk ini perlu
diuji dengan pemberian kaca minus kecil misalnya S -0,50 atau hipermetrop kecil misalnya S
+0,50. Kalau pasien kemudian merasa enak maka penyebabnya adalah kelainan refraksi tadi.
Apabila visus malah memburuk maka penyebabnya adalah kelainan lain.
Pada pasien dengan visus 6/6 tanpa keluhan juga perlu diuji apakah dia benar-benar
emetrop dengan pemberian S -1,50 dan S +1,50. Kalau visus menjadi buruk maka refraksi
pasien ini kira-kira emetrop.
Selanjutnya cara pemeriksaan pasien yang dicurigai adanya kelainan refraksi dapat
dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut (lihat nanti dalam kepaniteraan klinik).
1. Trial and error atau coba - salah atau coba-coba.
Cara ini mudah dilakukan kalau pasien hanya menderita miop atau hipermetrop
tanpa astigmat.
2. Dengan celah Stenopik dan dial (jam) astigmatisma.
Hal ini mudah pada astigmatisma simpleks.

12
3. Seperti no 2, ditambah metode foging (pengaburan).
Untuk astigmatisma kompositus atau mikstus.
4. Dengan retionoskopi.
Untuk individu yang tidak kooperatif, buta huruf, atau anak kecil. Syaratnya adalah
bahwa media refrakta harus jernih.
5. Dengan refraktometer.
Cara ini dilakukan dengan alat elektronik. Hasil refraktometer biasanya sedikit
berbeda dengan koreksi sesungguhnya. Jadi setelah refraktometer harus diuji lagi
dengan kaca mata uji coba.
6. Pada media yang keruh status refraksi masih bisa diukur dengan biometri berdasar
USG. Dengan biometri dapat diketahui panjang aksis bola mata, kelengkungan
kornea, dan kekuatan lensa. Dengan demikian seumpama media refrakta jernih,
maka dapat diramal refraksi matanya. Cara ini misalnya penting untuk penentuan
kekuatan lensa yang akan ditanam setelah operasi katarak.

PROSEDUR PEMERIKSAAN REFRAKSI


Tujuan
Untuk mengukur ketajaman penglihatan dengan menggunakan lensa coba
Alat
- Lempeng pinhole
- Occluder
- Bingkai kacamata coba (trial frame)
- Lensa coba (trial lens)
- Kartu/optotip Snellen
Teknik
a. Penderita duduk pada jarak 6 meter (20 feet atau kaki) di depan kartu Snellen
b. Bila penderita berkacamata, mintalah untuk melepas kacamatanya
c. Biasakanlah memeriksa mata kanan dahulu baru kemudian mata kiri
d. Mintalah penderita untuk memakai bingkai kacamata coba dengan memasang
okluder pada mata kiri
e. Penderita diminta melihat ke depan dengan santai, tanpa melirik atau
mengerutakan kelopak mata
f. Mintalah penderita untuk menyebutkan huruf atau karakter lain yang tertera
pada kartu Snellen, mulai dari atas sampai bawah
g. Bila penderita hanya dapat melihat sampai huruf-huruf baris berkode 12 meter
(40 kaki) dengan jarak penderita-kartu Snellen 6 meter (20 kaki) maka ketajaman
penglihatan (visus) penderita 6/12 (20/40). Artinya orang dengan penglihatan
normal (emetropia) dapat melihat huruf-huruf tersebut pada jarak 12 meter (40
kaki) sementara penderita hanya dapat melihat pada jarak 6 meter (20 kaki).
h. Bila penderita salah melihat beberapa huruf pada baris yang sama pada kartu
Snellen maka ditambah tulisan huruf s (salah) atau f (false) pada akhir penulisan
visus. Misal penderita salah mengenali 2 huruf dari 5 huruf pada baris berkode
12 meter maka visus penderita adalah 6/12 f-2
i. Bila penderita salah melihat lebih dari setengah jumlah huruf pada baris yang
sama pada kartu Snellen maka visus penderita ditentukan dari baris sebelumnya
(naik 1 baris) yang penderita dapat mengenali sebagian besar huruf di baris

13
tersebut. Misalnya penderita salah mengenali 4 huruf dari 5 huruf pada baris
berkode 12 meter maka visus penderita adalah 6/15
j. Bila penderita tidak dapat membaca huruf sampai baris 6/6, pasanglah lempeng
pinhole didepan mata kanan. Penderita diminta untuk meneruskan membaca
huruf sampai baris 6/6. Apabila penderita dapat membaca hingga baris 6/6
dengan mengintip melalui lubang pinhole berarti penderita mengalamin kelainan
refraksi sehingga bisa dilanjutkan dengan pemeriksaan refraksi. Bila setelah
dipasang lempeng pinhole, penderita tetap tidak bisa membaca huruf hingga
baris 6/6 berarti penderita ada kelainan selain anomali refraksi.
k. Mata kanan penderita dipasang lensa coba sferis positif atau negatif sampai
penderita dapat membaca huruf pada baris 6/6 dengan jelas dan tidak pusing.
l. Lakukan pula pada mata kiri
m. Setelah mendapat ukuran kacamata yang sesuai, maka ukurlah panjang antara
pupil kanan dan kiri dengan menggunakan penggaris dan lampu senter (pupillary
distance)
n. Penderita diminta melihat jauh ke depan. Lampu senter diarahkan didepan mata
antara mata kanan dan kiri, sehingga terlihat pantulan cahaya ditengah kedua
pupil. Ukurlah dengan penggaris jarak pantulan cahaya tengah pupil mata kanan
dan mata kiri. Hasil yang diperoleh meruapakan jarak pupil jauh. Sedangkan jarak
pupil dekat dapat diperoleh dengan mengurangi jarak pupil jauh 2mm, atau
dengan mengukur jarak pupil dengan meminta pasien untuk melihat lampu
senter pada jarak 33cm.
o. Buatlah resep kacamata jauh sesuai dengan hasil pemeriksaan refraksi.

Koreksi kelainan penglihatan dekat (Presbyopia)

Pada mata emetrop, sinar dari jauh (paralel / sejajar) akan difokuskan pada retina
tanpa akomodasi. Dalam oftalmologi, sinar dari jauh berlaku untuk sinar yang datang /
berasal dari objek sejauh 6 meter atau lebih dari pengamat. Inilah mengapa ruang periksa
dokter mata panjangnya 6 meter. Apabila tidak tersedia ruang 6 meter, maka 5 meter juga
masih bisa diterima. Kalau ruang lebih sempit misalnya 3 meter, perlu diberi cermin di
depan pasien dan huruf Snellen dipasang di atas kepala pasien dengan huruf simetris agar
terbaca artinya pada bayangan cermin. Pada orang emetrop saat melihat objek sejauh 6
meter atau lebih, ia tidak perlu akomodasi. Tetapi kalau objek didekatkan ia berakomodasi.
Makin dekat objek ke pasien makin besar akomodasinya
Akomodasi adalah penambahan kekuatan dioptri dengan penambahan kecembungan lensa mata
(lensa kristalina) saat melihat dekat. Penambahan dioptri ini terjadi karena kontraksi muskulus
siliaris serabut sirkuler-nya sehingga mengendorkan penggantung lensa (zonula Zinnii) dan kapsul
lensa sehingga lensa menjadi lebih cembung. Akomodasi ini terjadi kalau kapsul lensa masih lentur.
Pada bayi kapsul lensa sangat lentur. Dengan bertambalnya umur, kapsul lensa makin kaku sehingga
pada umur 60 tahun (untuk orang Indonesia) atau 70 tahun (untuk orang kulit putih) akomodasi
lumpuh sama sekali. Kelumpuhan akomodasi merupakan penyebab presbiop (mata tua). Akomodasi
ini penting saat melihat dekat misalnya saat membaca. Besarnya usaha akomodasi saat melihat
dekat tergantung dari status refraksi dan jarak melihat dekat. Secara umum disepakati bahwa saat
membaca maka jarak membaca yang baik adalah 33 cm
Makin tua umur seseorang akomodasi makin berkurang sehingga akan terjadi
keluhan astenopia saat melihat dekat dalam waktu lama. Presbiop (mata tua) adalah

14
gangguan melihat dekat karena lumpuhnya akomodasi akibat umur tua. Keluhan gangguan
melihat dekat ini akan dialami orang emetrop dan lebih-lebih orang hipermetrop. Pada
orang miop keluhan lebih lambat terjadinya tergantung besarnya miop yaitu makin besar
miop-nya makin lambat keluhan presbiop-nya atau bahkan tidak mengeluh presbiop.
Bagi orang Indonesia biasanya keluhan astenopia sudah terasa pada umur 40 tahun,
dan pada umur ini sudah perlu penambahan kacamata baca sebesar 1 dioptri positif.
Dengan demikian untuk orang Indonesia :
1. Orang emetrop biasanya mulai mengeluh presbiop pada umur 40 tahun.
2. Orang-orang hipermetrop akan mengeluh presbiop lebih awal.
3. Orang miop ringan mengeluh presbiop lebih lambat. Orang miop 3 dioptri tidak
pernah mengeluh presbiop karena punctun remotum tepat pada jarak baca. Orang
miop lebih dari 3 dioptri malah masih perlu kacamata minus pada saat melihat
dekat, misalnya orang dengan S - 5 D perlu kacamata S - 2 D saat membaca pada
umur berapapun.
Orang Indonesia yang emetrop memerlukan kacamata tambahan (addisi) untuk melihat
dekat (membaca) pada umur tertentu adalah sebagai berikut :
a. Umur 40 tahun, addisi S + I D.
b. Umur 45 tahun. addisi S + 1.5 D.
c. Umur 50 tahun. addisi S + 2 D.
d. Umur 55 tahun, addisi S +2.5 D.
e. Umur 60 tahun atau lebih, addisi S + 3 D (karena mulai umur 60 tahun akomodasi
sudah lumpuh total).
Dengan demikian setiap 5 tahun rata-rata pasien presbiop akan meminta ganti
kacamata. Setelah umur 60 tahun kacamata tetap sudah maksimal, kecuali kalau terjadi
perubahan-perubahan tertentu misalnya mulai timbulnya katarak. Untuk orang hipermetrop
dan miop dapat dipertimbangkan berdasarkan besarnya kelainan refraksi. Untuk orang
presbiop dapat diberikan kacamata bifokus (2 segmen) yaitu segmen atas untuk melihat
jauh dan segmen bawah untuk melihat dekat, misalnya:
1. Orang emetrop pada kedua mata pada umur 50 tahun:
OD : plano ditambah S+2,00 D, jadi :
S + 2,00 D
OS : plano ditambah S+2,00 D, jadi :
S + 2,00 D
Plano artinya: kacamata tanpa ukuran atau nol, kacamata plan (datar)
2. Orang hipermetrop 1 Dioptri pada kedua mata umur 60 tahun:
OD : S + 1,00 D ditambah S+3,00 D, jadi :
S + 4,00 D
OS : S + 1,00 D ditambah S+3,00 D, jadi :
S + 4,00 D
3. Orang miop 2 Dioptri pada kedua mata umur 55 tahun:
OD : S - 2,00 D ditambah S+2,50 D, jadi :
S + 0,50 D
OS : S - 2,00 D ditambah S+2,50 D, jadi :
S + 0,50 D

PROSEDUR PEMERIKSAAN REFRAKSI UNTUK MEMBACA DEKAT


Tujuan

15
Untuk mengukur ketajaman penglihatan dekat dengan menggunakan lensa coba sferis
positif
Alat :
- Lensa sferis positif
- Bingkai kacamata coba
- Kartu Jaeger

Pemeriksaan refraksi untuk penglihatan dekat


a. Penderita membaca kartu jaeger pada jarak 33 cm didepan mata
b. Pasanglah lensa coba sesuai ukuran kacamata saat melihat jauh 6 meter bila
penderita sudah mempunyai kacamata sebelumnya
c. Pasanglah lensa coba sferis positif sesuai usia penderita didepan kacamata jauh
d. Penderita diminta membaca kartu jaeger sampai baris paling kecil hurufnya.
Apakah penderita dapat membaca ? Adakah rasa pusing atau distorsi ?
e. Ukurlah jarak kedua pupil dengan penggaris saat penderita melihat jauh
kedepan. Hasilnya dikurangi 2 mm.
f. Buatlah resep kacamata baca sesuai dengan hasil pemeriksaan refraksi

PENULISAN RESEP KACAMATA PADA KELAINAN REFRAKSI RINGAN

Dalam penulisan resep kacamata belum ada pedoman yang baku. Pada resep
minimal harus dicantumkan hal-hal sebagai berikut :
- Tempat dan tanggal penulisan resep
- Resep untuk kacamata melihat jauh atau dekat
- Mata kanan atau mata kiri

16
- Gambar/busur aksis untuk lensa silindris
- Bila untuk melihat jauh maka tulislah ukuran sferis pada baris paling atas
- Bila memerlukan lensa silindris, tulislah disebelah ukuran sferis, beserta aksis nya
- Bila memerlukan lensa prisma, tulislah disebelah ukuran silindris, beserta
basisnya
- Bila memerlukan lensa untuk membaca dekat, tulislah dibawah baris ukuran
untuk melihat jauh
- Jarak kedua pupil untuk melihat jauh dan dekat
- Kepada/pro (nama penderita)
- Umur penderita
- Tanda tangan dokter

Contoh resep kacamata :

6 Mei 2021

-0.50 -0.50 180° -0.50

------Add S+1,00-----------

60
Tuan A 58
45th dr. M. Ulil Fuad, MKes

17
TUGAS MAHASISWA

Lakukanlah simulasi langkah-langkah pemeriksaan pinhole test, koreksi refraksi dan buatlah
resep kacamata sesuai skenario yang diberikan instruktur.

CHECK LIST
Nilai
Aspek ketrampilan dan medis yang dilakukan
0 1 2
1. Menjelaskan pemeriksaan yang akan dilakukan dan melakukan
informed consent
2. Menyiapkan alat yang diperlukan: set trial lens, trial frame, kartu
jaeger, penlight, penggaris, resep kacamata
3. Persiapan pasien:
• Pasien diposisikan duduk / berdiri pada jarak 6 meter di
depan kartu snellen
• Memasang trial frame, memasangkan okluder pada mata
yang tidak diperiksa (memeriksa mata kanan terlebih
dahulu)
4. Melakukan tes pinhole
5. Melakukan koreksi dengan cara trial & erorr
• Pada mata kanan pasien dipasang lensa coba sferis positif
atau negatif sampai pasien dapat membaca huruf pada
baris 6/6 (20/20) dengan jelas dan tidak pusing
• Peserta ujian melakukan juga pada mata kiri pasien
6. Mengukur jarak pupil kedua mata
7. Menyampaikan diagnosis kelainan refraksi yang ditemukan.
8. Menuliskan resep kacamata dengan lengkap
Total

Keterangan:
Nilai 0: tidak melakukan aspek ketrampilan medis yang sesuai
Nilai 1: mahasiswa melakukan aspek ketrampilan medis yang sesuai namun tidak sempurna
Nilai 2: mahasiswa melakukan aspek ketrampilan medis yang sesuai dengan sempurna

TUGAS MAHASISWA
Lakukan simulasi pemeriksaan yang sesuai pada pasien sesuai skenario berikut!

18
KONOID STURM
Pada lensa astigmat, kurvatura kelengkungannya bervariasi dari nilai minimum
sampai nilai maksimum. Nilai-nilai ekstrim tadi terletak pada meridian yang terpisah 90
derajat. Berkas cahaya yang dibiaskan oleh lensa sferosilinder sirkuler disebut konoid Sturm.
Konoid Sturm mempunyai dua garis fokus yang masing-masing sejajar dengan salah
satu meridian utama sferosilinder. Semua sinar pada berkas cahaya akan melewati masing-
masing garis fokus. Potongan melintang konoid Sturm pada berbagai titik sepanjang konoid
tadi akan berbentuk elips. Demikian pula potongan melintang di luar kedua garis fokus tadi
juga berbentuk elips.
Pada kira-kira pertengahan antara dua fokus, yaitu pada rerata dioptri, maka
potongan melintang konoid Sturm tadi akan berbentuk melingkar dengan diameter kecil.
Tempat ini disebut disebut circle of least confusion. Tempat ini merupakan rerata kekuatan
sferis yang disebut ekuivalen sferis. Inilah yang merupakan dasar pada adanya astigmat
maka dapat kita koreksi dengan lensa sferis yang ekuivalen.
Ekuivalen sferis adalah ukuran sferis ditambah setengah ukuran silinder. Misalnya
kacamata S-2 C-l dapat diubah menjadi S-2 ditambah S-1,5 atau S-2,5. Hal ini bisa dilakukan
kalau pasien dicoba dengan kaca S-2 Cl-l kurang enak. Untuk gambar konoid Sturm agar
dilihat pada textbook dan benar-benar dipahami.

TABO
Notasi kaca silinder mula-mula diadopsi dari optical society tahun 1904. Notasi ini
kemudian juga diadopsi oleh TABO tahun 1917. TABO adalah singkatan dari Technischer
Ausschuss für Brillen Optik, suatu komite yang mewakili negara Jerman. TABO merupakan
standar notasi untuk kaca silinder, yaitu untuk penetapan arah aksis silinder. Aksis pada
bingkai uji coba didasarkan pada TABO ini. Pada sistem ini pada notasi yang sama
diberlakukan untuk setiap mata. Pemeriksa menghadap pasien, angka 0 berada di kiri
pemeriksa, angka 90 derajat berada di atas garis horizontal pada puncak dan dibawah garis
horizontal pada dasar. Angka 180 derajat berada di kanan, Jadi angka tertinggi untuk aksis
adalah 180 derajat. Untuk aksis horizontal biasanya ditulis 180 derajat, bukan angka 0.
Tahun1921. notasi ini diterima oleh The Council of British Ophthalmologists, dan kemudian
diterima oleh Intemational Council of Ophthalmology tahun 1950.

90 90
135 45 135 45

0 180 0 180

45 135 45 135
90 90

OS
OD

19
TRANSPOSISI
1. Misalnya kita mempunyai mata dengan astigmat miop simpleks C-1 aksis 90 derajat.
gambarnya sebagai berikut :
a.

Dipasang C-1 axis 90 jadi :

F2 F1 F1/F2

b. S–1 C + 1 axis 180

F2 F1 F2 F1 F1/F2

Jadi C -1 axis 90 → S-1 C+1 axis 180

Kalau kita secara kebetulan mengoreksi dengan C-l aksis 90 derajat, maka sudah selesai.
Tetapi mungkin kita mengoreksi dengan trial dan error secara kebetulan mula-mula
menggunakan S-1 , sehingga fokus yang di depan retina akan mundur ke retina (kedua
meridian), tetapi fokus yang tadinya di retina akan mundur ke belakang 1 dioptri (hanya
1 meridian saja). Fokus yang bergeser ke belakang ini harus dikoreksi dengan C+l aksis
180 derajat agar maju ke retina lagi. Jadi, koreksi yang sekarang adalah S-l C+l aksis 180
derajat. Perubahan notasi dari C-l aksis 90 derajat menjadi S-l C+l aksis 180 derajat,
disebut transposisi.
2. Contoh kedua misalnya astigmat miop kompositus S-1 C-1 pada gambar di bawah ini :
a.

S -1 C-1 axis 90

F2 F1 F2 F1 F1/F2

b.

S–2 C+1 axis 180

20
F2 F1 F2 F1 F1/F2

Jadi S-1 C-1 axis 90 → S-2 C+1 axis 180

Kita dapat mengoreksi dengan dua cara :


a. Mula-mula dikoreksi dengan S-1, maka Fl akan mundur ke retina sehingga telah
terkoreksi. F2 yang berada lebih di depan akan mundur 1 dioptri. F2 ini harus
dimundurkan lagi dengan C-1, misalnya dengan aksis 90 derajat. Dengan
demikian koreksinya S-l C-l aksis 90 derajat.
b. Mungkin secara kebetulan mula-mula kita mengoreksi dengan S-2, sehingga F2
mundur ke retina, tetapi Fl juga akan mundur 1 dioptri di belakang retina (maya).
Fl ini harus dimajukan dengan C+l aksis 180 derajat agar terkoreksi. Sehingga
koreksi sekarang adalah S-2 C+l aksis l80 derajat. Jadi, S-l C-l aksis 90 derajat
dapat ditransposisi menjadi S-2 C+l aksis 180 derajat.
3. Cobalah sekarang dengan astigmat hipermetrop simpleks, astigmat hipermetrop
kompositus, dan astigmat mikstus dengan berbagai ukuran.
Transposisi adalah perubahan notasi sferosilinder dengan mengubah silinder plus
menjadi minus atau sebaliknya. Urutan transposisii adalah sebagai berikut :
1. Ukuran sferis yang baru adalah penjumlaham ukuran sferis dan silinder yang
lama.
2. Silinder yang baru mempunyai ukuran yang sama dengan silinder yang lama
tetapi dengan tanda yang berbeda (plus menjadi minus atau sebaliknya)
3. Ubahlah aksis silinder yang baru dengan perbedaan 90 derajat dari yang lama,
misalnya : kalau silinder yang lama 180 derajat, maka silinder yang baru 90
derajat; kalau silinder yang lama 135 derajat, silinder yang baru 45 derajat; dan
seterusnya.
Perlu diingat bahwa pada saat kita menemukan ukuran sferosilinder tertentu, janganlah
melakukan transposisi ukuran tadi di dalam resep anda. Biarlah nanti optik yang
membuat transposisi dan memberikan kacamatanya. Namun kalau kita ingin melakukan
transposisi, maka hasil transposisi harus dicobakan lagi pada pasien apakah merasa lebih
enak atau tidak. Kalau lebih enak boleh dibuat resep dengan hasil transposisi tadi.

LATIHAN TRANSPOSISI DENCAN MENGURAIKAN KOMPONEN SFERIS DAN SILINDER.


1. C-1 aksis 90 derajat (astigmat simpleks) dapat diuraikan :

0o -1 +1

+
-1
S-1 -1 C+1 (1800
0)

C-1 (900)
Jadi C-l aksis 90 derajat = S-l C+l aksis 180 derajat.

21
2. S-2 C-l aksis 90 derajat (astigmat miop kompositus) dapat diuraikan sebagai berikut :

-2 0 -2
a.
+

-2 -1 -3

S-2 C-1 (900)


-2 -3 +1
b.
+

-3 -3 0

S-3 C+1 (1800)


Jadi S-2 C-l aksis 90 derajat = S-3 C+l aksis 180 derajat.

3. S-2 C+3 aksis 180 derajat (astigmat mikstus) dapat diuraikan sebagai berikut :
a. -2 +3 +1

-2 0 -2

S-2 C+3 (1800)


b. +1 +1 0
+

-2 +1 -3

S+1 C-3 (900)


Jadi S-2 C+3 aksis 180 derajat = S+l C-3 aksis 90 derajat.

22
CATATAN:

1. -2 Adalah 2 silinder negative yang dipasang saling tegak lurus satu


sama lain (silinder silang atau cross cylinder). Jadi C-2 aksis 90
derajat dan C-2 aksis 180 derajat = S-2

-2

+1
2. Adalah C+l aksis 135 derajat dan C+l aksis 45 derajat = S+1.

+1

3. 0 Adalah C-3 aksis 90 derajat.

-3

4. 0 Adalah C+2 aksis 90 derajat.

+2

+2

5. Adalah lensa sferosilinder yang terdiri C-3 aksis 90 derajat dan


C+2 aksis 180 derajat, adalah suatu astigmat mikstus. coba
uraikan ini.
-3

23
24

Anda mungkin juga menyukai