KELOMPOK 14
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA
2015
BAB I
SKENARIO I
Kenapa Mata Saya Kabur
Pada saat stase di Poliklinik Mata RSUD Dr. Moewardi, dokter muda Cyntia
mendapatkan 2 orang pasien dengan keluhan yang sama yaitu penurunan visus.
Pasien pertama, seorang perempuan usia 45 tahun dengan keluhan penglihatan kabur
sejak 1 bulan yang lalu meskipun sudah memakai kaca mata. Pasien tidak
mengeluhkan mata merah. Setelah dilakukan pemeriksaan didapatkan kondisi : VOD
4/60, VOS 6/15 mata tenang dilakukan uji pinhole membaik. Setelah dilakukan
koreksi OD dengan S-4.25 D visus mencapai 6/6, koreksi PS dengan S -0.75 D C 0.50
D axis 90o visus mencapai 6/6. Untuk membaca dekat dikoreksi dengan S=1.50 D.
Dengan koreksi tersebut pasien merasa nyaman. Kemudian Cyntia menuliskan resep
kacamata. Setelah disetujui oleh staf resep diberikan pada pasien dan pasien
diperbolehkan pulang.
Pasien kedua, seorang laki-laki usia 40 tahun dengan kondisi mata kanan : visus 6/6 E
mata tenang. Adapun kondisi mata kiri vius 1/300, mata tenang tetapi sering merasa
nyeri pada bola mata. Mata kiri setelah dikoreksi tidak mengalami kemajuan.
Kemudian staf meminta untuk dilakukan pemeriksaan : tekanan bola mata,
konfrontasi dan reflek fundus
BAB II
DISKUSI DAN TINJAUAN PUSTAKA
Fisiologi
Semakin dekat dengan mata benda akan semakin divergen sehingga mata harus lebih
ekstra melengkung (refraksi) untuk memfokuskan tepat di retina. Benda yang jaraknya
jauh (>6 meter) di anggap sejajar dengan mata jadi akan mengurangi kerja refraksi mata.
ingat ya, kornea tidak seperti lensa yang dapat menambah/ mengurangi kelengkungannya
sehingga organ refrakter yang dapat diatur hanya lensa mata. Lensa juga mempunyai
otot yang melingkarinya yaitu otot siliaris yang merupakan bagian dari korpus siliar. otot
ini melingkari lensa melalui ligamentum suspensorium.
2. Fisiologi refraksi
a. Media refraksi mata : cahaya akan dibiaskan oleh korne, humor akuos, permukaan
anterior-posterior lensa, dan badan kaca.
b. Sistem refraksi menghasilkan bayangan kecil terbalik di retina.
c. Rangsangan diterima retina (sel batang &kerucut) diteruskan melalui saraf optik (N II)
ke cortex cerebripusat penglihatan yang kemudian bayangantersebut tampaksebagai
bayangan tegak.
Etiologi yang sering mengakibatkan penglihatan kabur dan penurunan visus meliputi:
a. Kelainan kongenital
b. Anomali perkembangan (contoh: strabismus)
c. Akibat sekunder penyakit sistemik (contoh: retinopati diabetes)
d. Penyakit primer pada mata itu sendiri (contohnya: glaukoma)
e. Kelainan refraksi (contoh: miopia, hipermetropia, astigmatisme)
Kelainan refraksi adalah suatu kondisi ketika sinar datang sejajar pada sumbu mata
dalam keadaan tidak berakomodasi yang seharusnya direfraksikan oleh mata tepat
pada retina sehingga tajam penglihatan maksimum tidak direfraksikan oleh mata tepat
pada retina baik itu di depan, belakang, maupun tidak dibiaskan pada satu titik.
Kelainan ini merupakan bentuk kelainan visual yang paling sering dan dapat terjadi
akibat kelainan pada lensa ataupun bentuk bola mata.
f. Trauma
g. Kerusakan pada jalur penglihatan (misalnya setelah stroke)
h. Trakoma disebabkan oleh Clamydia trachomatis
i. Defisiensi vitamin A (Xerophthalmia)
Penglihatan kabur / penurunan visus dapat disebabkan oleh kelainan refraksi. Patofisiologi
kelainan refraksi adalah sebagai berikut:
a. Hipertrofi aksial: bola mata lebih pendek dari normal sehingga sinar sejajar dibiaskan di
belakang retina.
b. Hipertrofi refraktif: pembiasan kornea atau lensa lemah sehingga sinar sejajar dibiaskan
di belakang retina.
c. Miopi aksial: bola mata lebih panjang dari normal sehingga sinar sejajar dibiaskan di
depan retina.
d. Miopi refraktif: pembiasan kornea atau lensa kuat sehingga sinar sejajar dibiaskan di
depan retina.
e. Astigmatisme:terjadiperubahankelengkungan pada kornea sehingga berkascahaya masuk
pada berbagai bidang. Hal ini menyebabkan sinarmasuk dibiaskan pada tempat yang
berbeda dan terjadilah diplopia (Ilyas, 2014).
Pada pasien ini, pandangan kabur walaupun sudah memakai kacamata karena seiring
bertambah usia, bola mata bertambah panjang dan termasuk dalam kategori miopia progresif.
Viskositas darah yang tinggi juga menyebabkan tekanan dara meningkat, begitu pula
tekanan darah di arteri-arteri yang memvaskularisasi bola mata. Hal ini juga dapat
menyebabkan tekanan intraokuler meninggi (Tan, 2009).
Pasien 1 Pasien 2
DD Pemeriksaan penunjang:
Tekanan bola mata
Terapi Konfrontasi
Refleks Fundus
DD
Terapi
Langkah V: Menentukan tujuan pembelajaran
1. Bagaimana mekanisme penggunaan lensa menyebabkan visus membaik?
2. Bagaimana prosedur pemeriksaan ketajaman penglihatan?
3. Bagaimana mekanisme mata nyeri?
4. Apa saja diagnosis banding kasus pada skenario ini?
5. Bagaimana penatalaksanaan pada penderita?
6. Mengapa pada pasien 2 dilakukan pemeriksan-pemeriksaan seperti yang disebutkan
dalam skenario?
Langkah VII: Melaporkan, membahas dan menata kembali informasi yang diperoleh
1. Mekanisme penggunaan lensa sehingga menyebabkan visus membaik.
Koreksi miopi dengan menggunakan lensa konkaf (lensa cekung atau lensa minus).
Cahaya yang melalui lensa konkaf akan disebarkan. Bila permukaan refraksi mata
mempunyai daya bias yang terlalu besar, seperti pada miopi, kelebihan daya bias ini
dapat dikoreksi dengan meletakkan lensa sferis konkaf di depan mata, yang akan
menyebarkan berkas cahaya. Biasanya kekuatan lensa konkaf yang diperlukan seseorang
untuk penglihatan jelas, ditentukan dengan cara trial and error, yaitu mula-mula
meletakkan sebuah lensa kuat dan kemudian diganti dengan lensa yang lebih kuat atau
lebih lemah sampai diperoleh lensa yang memberikan tajam penglihatan terbaik (Guyton
& Hall, 2014).
Pada prinsipnya lensa konveks akan menyebabkan cahaya focus pada satu titik
(konvergen) sehingga daya jangkau cahaya akan lebih pendek dan jatuh tepat pada
retina.
Penurunan visus dapat dibedakan menjadi kelainan refraksi dan kelainan organik.
Kelainan organik dapat dibedakan lagi menjadi kelainan media refrakta dan kelainan syaraf.
Penurunan visus yang disebabkan oleh kelainan refraksi dapat membaik saat uji pinhole
serta terdapat kemajuan setelah dikoreksi dengan kaca mata yang sesuai. Sedangkan
penurunan visus yang disebabkan oleh kelainan organik tidak ditemukan perbaikan atau
kemajuan saat uji pinhole serta tidak terdapat kemajuan setelah dilakukan koreksi.
Diperlukan pemeriksaan penunjang untuk menentukan diagnosis penurunan visus yang
disebabkan oleh kelainan organik. Penatalaksanaan yang dilakukan disesuaikan dengan
diagnosis yang ditegakkan.
BAB IV
SARAN
Saran kami terhadap pasien 1 menggunakan kacammata yang sudah dikoreksi oleh
dokter, mengonsumsi makanan yang dapat memberikan nutrisi pada mata, serta
menghentikan kebiasaan-kebiasaan yang dapat memperparah kelainan refraksi.
Saran kami terhadap pasien 2 adalah mengikuti pemeriksaan penunjang dengan baik,
mematuhi nasihat dokter dalam pengobatan penyakit yang diderita.
Berdasarkan diskusi kelompok kami, kami kurang beragam dalam menggunakan
sumber pustaka sehingga pengetahuan anggota kelompok terbatas berdasarkan referensi
tertentu.
Untuk itu kami harus lebih beragam dalam menggunakan sumber pustaka sehingga
pengetahuan anggota kelompok menjadi lebih luas dan diskusi berjalan dengan efektif.
DAFTAR PUSTAKA
Ilyas Sidharta. (2014). Ikhtisar ilmu penyakit mata. Jakarta: FKUI.
Cleveringa JP, Oltheten JMT, Blom GH, Baggen MEJM, Wiersma T (2006). NHG practice
guideline refractive disorders. The Dutch College of General Practitioners Practice
Guideline, pp: 2-3.
Tan GS, Wong TY (2009). Diabetes, metabolic abnormalities, and glaucoma. Arch
Opthalmol; 127 (10): 1354-1361.