Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN TUTORIAL

BLOK MATA SKENARIO 1


Kenapa Mata Saya Kabur

KELOMPOK 14

ARINA TSUSAYYA R G0013038


DYAH INASE SOBRI G0013080
EDWINA AYU DWITA G0013082
IVAN NUH RASYAD G0013122
LAZUARDI SATRIA ARIF G0013134
MARIA HELGA DIAH AYU M G0013150
PETER YUSTIAN ATMAJA G0013188
PRITTA GRACIA G0013190
RIFAH ROSYIDAH G0013202
SAFIRA WIDYAPUTRI G0013210
TAQWATIN MARIFAH G0013222
VAMMY BEVERLY V G0013228

TUTOR: Widana Primaningtyas, dr.

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA
2015
BAB I
SKENARIO I
Kenapa Mata Saya Kabur
Pada saat stase di Poliklinik Mata RSUD Dr. Moewardi, dokter muda Cyntia
mendapatkan 2 orang pasien dengan keluhan yang sama yaitu penurunan visus.

Pasien pertama, seorang perempuan usia 45 tahun dengan keluhan penglihatan kabur
sejak 1 bulan yang lalu meskipun sudah memakai kaca mata. Pasien tidak
mengeluhkan mata merah. Setelah dilakukan pemeriksaan didapatkan kondisi : VOD
4/60, VOS 6/15 mata tenang dilakukan uji pinhole membaik. Setelah dilakukan
koreksi OD dengan S-4.25 D visus mencapai 6/6, koreksi PS dengan S -0.75 D C 0.50
D axis 90o visus mencapai 6/6. Untuk membaca dekat dikoreksi dengan S=1.50 D.
Dengan koreksi tersebut pasien merasa nyaman. Kemudian Cyntia menuliskan resep
kacamata. Setelah disetujui oleh staf resep diberikan pada pasien dan pasien
diperbolehkan pulang.
Pasien kedua, seorang laki-laki usia 40 tahun dengan kondisi mata kanan : visus 6/6 E
mata tenang. Adapun kondisi mata kiri vius 1/300, mata tenang tetapi sering merasa
nyeri pada bola mata. Mata kiri setelah dikoreksi tidak mengalami kemajuan.
Kemudian staf meminta untuk dilakukan pemeriksaan : tekanan bola mata,
konfrontasi dan reflek fundus
BAB II
DISKUSI DAN TINJAUAN PUSTAKA

Langkah 1 : Membaca skenario dan memahami pengertian beberapa istilah dalam


skenario

1. OD/OS: Oculi Dextra/ Oculi Sinistra


2. Visus: Kemampuan mata untuk melihat dengan jelas dan tegas. Dibagi menjadi
resolution acuity atau kemampuan untuk melihat sampai detail benda terkecil dan
resolution acuity yaitu untuk membedakan 2 titik terpisah.
3. Uji pinhole: Uji lubang kecil yang dilakukan untuk mengetahui berkurangnya tajam
pengelihatan diakibatkan oleh kelainan refraksi atau kelainan organik.
4. VOD 4/60: hasil pemeriksaan Visus Oculi Dextra/ mata kanan dengan hitung jari,
pasien dapat menyebutkan jumlah jari dengan benar pada jarak 4 meter.
5. Visus 6/6: merupakan visus mata normal, berarti pada jarak 6m pasien dapat melihat
obyek yang seharusnya dapat terlihat pada jarak 6m. Score tajam penglihatan
dinyatakan dalam pecahan. Pembilang merupakan jarakobjekke mata. Penyebut
merupakan jarak dimana objek tersebut harus bisa dilihat.
6. S -0.75 D: lensa spheris negatif dengan kekuatan 0.75 dioptri
7. C -0.50 D: lensa silindris negatif dengan kekuatan 0.5 dioptri
8. Koreksi OD/OS: Koreksi untukk mata kanan dan kiri
9. VOS 6/15: Visus Oculi Sinistra. Bisa melihat sampai chart ke 15 pada jarak 6 meter
10. Mata tenang: mata tanpa ada tanda-tanda kelainan
11. Uji konfrontasi: uji yang dilakukan untuk menentukan lapang pandang
12. Reflek fundus: Pemeriksaan dengan menyinari fundus oculi dari samping kemudian
bagian yang terang dilihat dari celah optalmoskop
Langkah 2 : Menentukan/mendefinisikan permasalahan
1. Apakah hubungan umur dan jenis kelamin dengan keluhan yang dialami pasien?
2. Apakah penyebab dan komplikasi mata merah?
3. Bagaimana mekanisme penglihatan kabur?
4. Mengapa penglihatan kabur setelah memakai kaca mata?
5. Apa saja penyebab penurunan visus dan bagaimana mekanismenya?
6. Pemeriksaan apa saja yang digunakan untuk mengetahui kelainan visus?
7. Mengapa setelah uji pinhole visus membaik?
8. Mengapa mata terasa nyeri? Bagaimana hubungannya dengan penurunan visus?
9. Mengapa pada pasien kedua dilakukan pemeriksaan tersebut?
10. Bagaimana mekanisme nyeri pada bola mata
11. Apakah diagnosis banding dari kasus pada scenario?
12. Bagaimana penatalaksanaan keluhan yang dialami oleh kedua pasien?

Langkah 3 : Menganalisis permasalahan dan membuat pernyataan sementara mengenai


permasalahan (tersebut dalam Langkah 2)

1. Anatomi fisiologi mata


Mata merupakan alat indra yang terdapat pada manusia. Secara konstan mata
menyesuaikan jumlah cahaya yang masuk, memusatkan perhatian pada objek yang
dekat dan jauh serta menghasilkan gambaran yang kontinu yang dengan segera
dihantarkan ke otak. Struktur dari mata itu sendiri atau bisa di sebut dengan anatomi
mata meliputi Sklera, Konjungtiva, Kornea, pupil, iris, lensa, retina, saraf optikus,
Humor aqueus, serta Humor vitreus yang masing-masingnya memiliki fungsi atau
kerjanya sendiri. aku bahas satu-satu aja kali yah mengenai struktur dan fungsi mata,
dimana masing-masing dari struktur mata mempunyai Fisiologi mata itu
sendiri. Berikut ini struktur pada mata :
Sklera (bagian putih mata) : merupakan lapisan luar mata yang berwarna putih dan
relatif kuat.
Konjungtiva : selaput tipis yang melapisi bagian dalam kelopak mata dan bagian
luar sklera.
Kornea : struktur transparan yang menyerupai kubah, merupakan pembungkus dari
iris, pupil dan bilik anterior serta membantu memfokuskan cahaya.
Pupil : daerah hitam di tengah-tengah iris.
Iris : jaringan berwarna yang berbentuk cincin, menggantung di belakang kornea
dan di depan lensa; berfungsi mengatur jumlah cahaya yang masuk ke mata dengan
cara merubah ukuran pupil.
Lensa : struktur cembung ganda yang tergantung diantara humor aqueus dan
vitreus; berfungsi membantu memfokuskan cahaya ke retina.
Retina : lapisan jaringan peka cahaya yang terletak di bagian belakang bola mata;
berfungsi mengirimkan pesan visuil melalui saraf optikus ke otak.
Nervus opticus : kumpulan jutaan serat saraf yang membawa pesan visuil dari
retina ke otak.
Aqueus humor : cairan jernih dan encer yang mengalir diantara lensa dan kornea
(mengisi segmen anterior mata), serta merupakan sumber makanan bagi lensa dan
kornea; dihasilkan oleh prosesus siliaris.
Humor vitreus : gel transparan yang terdapat di belakang lensa dan di depan retina
(mengisi segmen posterior mata).
Cahaya yang masuk melalui kornea diteruskan ke pupil. Iris mengatur jumlah cahaya
yang masuk dengan cara membuka dan menutup, seperti halnya celah pada lensa
kamera. Jika lingkungan di sekitar gelap, maka cahaya yang masuk akan lebih
banyak; jika lingkungan di sekitar terang, maka cahaya yang masuk menjadi lebih
sedikit. Ukuran pupil dikontrol oleh M. sphincter pupilae, yang membuka dan
menutup iris.
Lensa terdapat di belakang iris. Dengan merubah bentuknya, lensa memfokuskan
cahaya ke retina. Jika mata memfokuskan pada objek yang dekat, maka M. cilliaris
akan berkontraksi, sehingga lensa menjadi lebih tebal dan lebih kuat. Jika mata
memfokuskan pada objek yang jauh, maka M. cilliaris akan mengendur dan lensa
menjadi lebih tipis dan lebih lemah. Sejalan dengan pertambahan usia, lensa menjadi
kurang lentur, kemampuannya untuk menebal menjadi berkurang sehingga
kemampuannya untuk memfokuskan objek yang dekat juga berkurang. Keadaan ini
disebut presbiopia.
Retina mengandung saraf-saraf cahaya dan pembuluh darah. Bagian retina yang
paling sensitif adalah makula, yang memiliki ratusan ujung saraf. Banyaknya ujung
saraf ini menyebabkan gambaran visual yang tajam. Retina mengubah gambaran
tersebut menjadi gelombang listrik yang oleh N. opticus dibawa ke otak.
N. opticus menghubungkan retina dengan cara membelah jalurnya. Sebagian serat
saraf menyilang ke sisi yang berlawanan pada chiasma opticus (suatu daerah yang
berada tepat di bawah otak bagian depan). Kemudian sebelum sampai ke otak bagian
belakang, berkas saraf tersebut akan bergabung kembali.
Bola mata terbagi menjadi 2 bagian, masing-masing terisi oleh cairan:
1. Segmen anterior : mulai dari kornea sampai lensa, berisi aqueus humor yang
merupakan sumber energi bagi struktur mata di dalamnya. Segmen anterior sendiri
terbagi menjadi 2 bagian (bilik anterior : mulai dari kornea sampai iris, dan bilik
posterior : mulai dari iris sampai lensa). Dalam keadaan normal, aqueus humor
dihasilkan di bilik posterior, lalu melewati pupil masuk ke bilik anterior kemudian
keluar dari bola mata melalui saluran yang terletak ujung iris.
2. Segmen posterior : mulai dari tepi lensa bagian belakang sampai ke retina, berisi
humor vitreus yang membantu menjaga bentuk bola mata.
Mata mempunyai otot, saraf serta pembuluh darah. Beberapa otot bekerja sama
menggerakkan mata. Setiap otot dirangsang oleh saraf kranial tertentu. Tulang orbita
yang melindungi mata juga mengandung berbagai saraf lainnya, yaitu :
Nervus opticus membawa gelombang saraf yang dihasilkan di dalam retina ke otak
Nervus lacrimalis merangsang pembentukan air mata oleh kelenjar air mata
Nervus lainnya menghantarkan sensasi ke bagian mata yang lain dan merangsang
gerakan otot pada tulang orbita.
Arteri oftalmika dan arteri retinalis menyalurkan darah ke mata kiri dan mata kanan,
sedangkan darah dari mata dibawa oleh vena oftalmika dan vena retinalis. Pembuluh
darah ini masuk dan keluar melalui mata bagian belakang.
Struktur Pelindung Mata
Struktur di sekitar mata melindungi dan memungkinkan mata bergerak secara bebas
ke segala arah. Struktur tersebut melindungi mata terhadap debu, angin, bakteri, virus,
jamur dan bahan-bahan berbahaya lainnya, tetapi juga memungkinkan mata tetap
terbuka sehingga cahaya masih bisa masuk. adapun struktur pelindung mata, meliputi:
Orbita
Orbita adalah rongga bertulang yang mengandung bola mata, otot-otot, saraf,
pembuluh darah, lemak dan struktur yang menghasilkan dan mengalirkan air mata.
Kelopak Mata
Kelopak mata merupakan lipatan kulit tipis yang melindungi mata. Kelopak mata
secara refleks segera menutup untuk melindungi mata dari benda asing, angin, debu
dan cahaya yang sangat terang. Ketika berkedip, kelopak mata membantu
menyebarkan cairan ke seluruh permukaan mata dan ketika tertutup, kelopak mata
mempertahankan kelembaban permukaan mata. Tanpa kelembaban tersebut, kornea
bisa menjadi kering, terluka dan tidak tembus cahaya. Bagian dalam kelopak mata
adalah selaput tipis (konjungtiva) yang juga membungkus permukaan mata.
Bulu mata
Bulu Mata merupakan rambut pendek yang tumbuh di ujung kelopak mata dan
berfungsi membantu melindungi mata dengan bertindak sebagai barrier (penghalang).
Kelenjar kecil di ujung kelopak mata menghasilkan bahan berminyak yang mencegah
penguapan air mata.
Kelenjar lakrimalis
Kelenjar Lakrimalis terletak di puncak tepi luar dari mata kiri dan kanan dan
menghasilkan air mata yang encer. Air mata mengalir dari mata ke dalam hidung
melalui 2 duktus lakrimalis; setiap duktus memiliki lubang di ujung kelopak mata atas
dan bawah, di dekat hidung. Air mata berfungsi menjaga kelembaban dan kesehatan
mata, juga menjerat dan membuang partikel-partikel kecil yang masuk ke mata. Selain
itu, air mata kaya akan antibodi yang membantu mencegah terjadinya infeksi.

Fisiologi

1. Fisiologi akomodasi mata

Semakin dekat dengan mata benda akan semakin divergen sehingga mata harus lebih
ekstra melengkung (refraksi) untuk memfokuskan tepat di retina. Benda yang jaraknya
jauh (>6 meter) di anggap sejajar dengan mata jadi akan mengurangi kerja refraksi mata.
ingat ya, kornea tidak seperti lensa yang dapat menambah/ mengurangi kelengkungannya
sehingga organ refrakter yang dapat diatur hanya lensa mata. Lensa juga mempunyai
otot yang melingkarinya yaitu otot siliaris yang merupakan bagian dari korpus siliar. otot
ini melingkari lensa melalui ligamentum suspensorium.

Ketika otot siliaris melemas berarti ligamentum suspensorium akan menegang


sehingga menarik ujung ujung lensa, terbentukkan lensa yang gepeng dengan kekuatan
refraksi minimal. Ketika otot siliaris kontraksi terjadi hal sebaliknya. Demikian juga
dengan iris, rangsangan saraf simpatis menyebabkan otot siliar relaksasi dan sebaliknya
parasimpatis menyebabkan kontraksi otot siliar sehingga berguna untuk penglihatan
dekat.

2. Fisiologi refraksi

a. Media refraksi mata : cahaya akan dibiaskan oleh korne, humor akuos, permukaan
anterior-posterior lensa, dan badan kaca.
b. Sistem refraksi menghasilkan bayangan kecil terbalik di retina.
c. Rangsangan diterima retina (sel batang &kerucut) diteruskan melalui saraf optik (N II)
ke cortex cerebripusat penglihatan yang kemudian bayangantersebut tampaksebagai
bayangan tegak.

2. Penglihatan kabur dan penurunan visus

Etiologi yang sering mengakibatkan penglihatan kabur dan penurunan visus meliputi:

a. Kelainan kongenital
b. Anomali perkembangan (contoh: strabismus)
c. Akibat sekunder penyakit sistemik (contoh: retinopati diabetes)
d. Penyakit primer pada mata itu sendiri (contohnya: glaukoma)
e. Kelainan refraksi (contoh: miopia, hipermetropia, astigmatisme)
Kelainan refraksi adalah suatu kondisi ketika sinar datang sejajar pada sumbu mata
dalam keadaan tidak berakomodasi yang seharusnya direfraksikan oleh mata tepat
pada retina sehingga tajam penglihatan maksimum tidak direfraksikan oleh mata tepat
pada retina baik itu di depan, belakang, maupun tidak dibiaskan pada satu titik.
Kelainan ini merupakan bentuk kelainan visual yang paling sering dan dapat terjadi
akibat kelainan pada lensa ataupun bentuk bola mata.
f. Trauma
g. Kerusakan pada jalur penglihatan (misalnya setelah stroke)
h. Trakoma disebabkan oleh Clamydia trachomatis
i. Defisiensi vitamin A (Xerophthalmia)
Penglihatan kabur / penurunan visus dapat disebabkan oleh kelainan refraksi. Patofisiologi
kelainan refraksi adalah sebagai berikut:

a. Hipertrofi aksial: bola mata lebih pendek dari normal sehingga sinar sejajar dibiaskan di
belakang retina.
b. Hipertrofi refraktif: pembiasan kornea atau lensa lemah sehingga sinar sejajar dibiaskan
di belakang retina.
c. Miopi aksial: bola mata lebih panjang dari normal sehingga sinar sejajar dibiaskan di
depan retina.
d. Miopi refraktif: pembiasan kornea atau lensa kuat sehingga sinar sejajar dibiaskan di
depan retina.
e. Astigmatisme:terjadiperubahankelengkungan pada kornea sehingga berkascahaya masuk
pada berbagai bidang. Hal ini menyebabkan sinarmasuk dibiaskan pada tempat yang
berbeda dan terjadilah diplopia (Ilyas, 2014).

3. Pandangan tetap kabur meskipun sudah memakai kacamata

Menurut perjalanannya, miopia dibedakan menjadi:

a. Miopia stasioner : menetap setelah dewasa


b. Miopia progresif : bertambah terus pada usia dewasa karena bertambah panjangnya bola
mata.
c. Miopia maligna : progresif dapat mengakibatkan ablasi retinadan kebutuhan atau sama
dengan miopia degeneratif atau pernisiosa (Ilyas, 2010).

Pada pasien ini, pandangan kabur walaupun sudah memakai kacamata karena seiring
bertambah usia, bola mata bertambah panjang dan termasuk dalam kategori miopia progresif.

4. Hubungan usia dengan keluhan


Pada dasarnya, manusia terlahir hipermiopia. Seiring dengan pertumbuhan, aksis juga
turut bertambah panjang. Sehingga menurunkan hipermiopia fisiologis tersebut hingga
menjadi emmetropia atau hipermiopia ringan tanpa keluhan. Jika hipermiopia tidak turun
secara cukup dapat menyebabkan strabismus karena hiperakomodasi dan konvergensi.
Jika hal ini tidak diterapi maka dapat berlanjut menjadi amblyopia. (Cleveringa, 2006)

Usia mempunyai pengaruh yang penting terhadap akomodasi dengan meningkatnya


usia, elastisitas lensa akan semakin berkurang. Keadaan ini akan menyebabkan
menurunnya kemampuan lensa untuk menfokuskan obyek pada retina sehingga titik dekat
akan bergerak menjauhi mata. Sedangkan titik jauh umumnya tidak mengalami perubahan.
Menurut usia, letak titik dekat dari mata
rata-rata adalah sebagai berikut :
Pada usia 16 tahun : 8 cm
Pada usia 32 tahun : 12,5 cm
Pada usia 44 tahun : 25 cm
Pada usia 50 tahun : 50 cm
Pada usia 60 tahun : 100 cm
Bila jarak mata titik dekat melebihi 25 cm, maka keadaan ini disebut presbiopia.
Kelainan refraksi ini dapat dikoreksi dengan memakai kacamata plus. Dengan
meningkatnya usia, kecepatan akomodasi akan menurun pula.
Pada orang yang menderita diabetes mellitus kadar glukosa darahnya tinggi sehingga
menyebabkan viskositas darah juga tinggi. Hal ini menyebabkan peningkatan resistensi
vena episklera sehingga aliran aquous humor terganggu dan menyebabkan penumpukan
aquous humor. Pada akhirnya, proses tersebut dapat memicu meningkatnya tekanan
intraokuler. Tekanan intraokuler yang meningkat ini dapat menyebabkan glaucoma. (Tan,
2009)

Viskositas darah yang tinggi juga menyebabkan tekanan dara meningkat, begitu pula
tekanan darah di arteri-arteri yang memvaskularisasi bola mata. Hal ini juga dapat
menyebabkan tekanan intraokuler meninggi (Tan, 2009).

5. Etiologi mata merah

Mata merah yang disebabkan oleh infeksi


a. Mata Merah Yang Disebabkan Virus
Gejala-gejala mata merah yang disebabkan virus biasanya dihubungkan lebih banyak
dengan suatu pengeluaran cairan yang tidak berwarna hijau atau kuning. Seringkali,
gejala-gejala virus seperti influensa, hidung yang mampet dan ingusan. Mata merah
yang disebabkan virus biasanya hilang dalam tujuh sampai sepuluh hari.
b. Mata Merah Yang Disebabkan Bakteri
Bakteri yang paling umum menyebabkan mata merah yang infeksi adalah
staphylococcus, pneumococcus, dan streptococus. Gejala-gejalanya yaitu
sakit/nyeri mata , bengkak, kemerahan, dan jumlah kotoran yang sedang sampai besar,
biasanya berwarna kekuningan.
c. Mata Merah yang disebabkan Chlamydia
Mata merah yang disebabkan oleh infeksi chlamydia adalah suatu bentuk yang tidak
umum dari mata merah yang disebabkan bakteri di Amerika, namun sangat umum di
Afrika dan negara-negara Timur Tengah. Mata merah Chlamydia secara khusus dirawat
dengan tetracycline dan erythromycin.
Mata Merah Noninfeksi
a. Mata Merah Karena Alergi
Gejala-gejala dan tanda-tanda mata merah karena alergi biasanya disertai oleh gatal
yang hebat, keluar air mata, dan pembengkakan selaput-selaput mata. Faktor
penyebabnya yang sering terjadi karena musiman dan debu. Biasanya timbul gejala-
gejala alergi seperti bersin, hidung yang gatal, atau tenggorokan yang gatal.
b. Mata Merah Karena Iritasi
Mata merah karena bahan kimia, suhu listrik, dan radiasi dapat berakibat ketika segala
senyawa yang mengiritasi masuk kemata-mata.
Selain itu, mata merah dapat terjadi karena adanya pelebaran pembuluh darah
konjungtiva atau episklera atau perdarahan antara sklera dan konjungtiva. Biasanya mata
merah ini, terjadi pada peradangan mata akut, seperti konjungtivitis, keratitis atau
iridosiklitis. Pada konjungtivitis pembuluh darah superfisial melebar, dan apabila
diberikan epinefrin topikal akan terjadi vasokonstriksi dan mata kembali normal.
Sedangkan pada keratitis, plexus arteri konjungtiva melebar.
Pada konjungtiva terdapat pembuluh darah, sebagai berikut:
- Arteri konjungtiva posterior memvaskularisasi konjuntiva bulbi
- Arteri siliar atau episklera bercabang dengan arteri siliar posterior longus menjadi
arteri sirkular mayor atau plexus siliar yang memperdarahi iris dan badan siliar, serta
bercabang menjadi arteri perikornea yang memperdarahi kornea
Mata merah dibagi menjadi 2 berdasarkan penyebabnya, yaitu:
- Injeksi konjungtival, yaitu mata merah yang disebabkan melebarnya pembuluh darah
arteri konjungtiva posterior atau pengaruh mekanis, alergi, infeksi. Injeksi
konjungtival mempunyai sifat: mudah digerakkan dari dasarnya, ukuran pembuluh
darah makin besar ke bagian perifer, berwarna pembuluh darah merah yang segar,
gatal, fotofobia tidak ada, pupil ukuran normal dengan reaksi normal
- Injeksi siliar, yaitu mata merah yang disebabkan melebarnya pembuluh darah
perikornea (A. Siliar anterior) atau akibat radang kornes, tukak kornea, adanya benda
asing pada kornea, glaukoma. Injeksi siliar mempunyai sifat: berwarna lebih ungu
dibanding dengan pelebaran pembuluh darah konjungtiva, pembuluh darah tidak
tampak, hanya lakrimasi, fotofobia, sakit tekan dalam sekitar kornea, pupil iregular
kecil (iritis) dan lebar (glaukoma)
-
Langkah IV: Menginventarisasi permasalahan secara sistematis dan pernyataan sementara
mengenai permasalahan pada langkah 3.
Inventarisasi permasalahan pada skenario ini adalah sebagai berikut:
Penurunan Visus

Pasien 1 Pasien 2

Mata tenang (+) Mata tenang (+)


Mata merah (-) Nyeri bola mata (+)

Uji pinhole membaik


Koreksi membaik Koreksi tidak membaik

DD Pemeriksaan penunjang:
Tekanan bola mata
Terapi Konfrontasi
Refleks Fundus

DD

Terapi
Langkah V: Menentukan tujuan pembelajaran
1. Bagaimana mekanisme penggunaan lensa menyebabkan visus membaik?
2. Bagaimana prosedur pemeriksaan ketajaman penglihatan?
3. Bagaimana mekanisme mata nyeri?
4. Apa saja diagnosis banding kasus pada skenario ini?
5. Bagaimana penatalaksanaan pada penderita?
6. Mengapa pada pasien 2 dilakukan pemeriksan-pemeriksaan seperti yang disebutkan
dalam skenario?

Langkah VI: Mengumpulkan informasi baru


Untuk menjawab Learning Objective (LO) skenario ini, kami mengumpulkan informasi yang
belum kami ketahui melalui studi pustaka pada buku-buku dan internet yang bersifat ilmiah,
serta berkonsultasi kepada pakar.

Langkah VII: Melaporkan, membahas dan menata kembali informasi yang diperoleh
1. Mekanisme penggunaan lensa sehingga menyebabkan visus membaik.
Koreksi miopi dengan menggunakan lensa konkaf (lensa cekung atau lensa minus).
Cahaya yang melalui lensa konkaf akan disebarkan. Bila permukaan refraksi mata
mempunyai daya bias yang terlalu besar, seperti pada miopi, kelebihan daya bias ini
dapat dikoreksi dengan meletakkan lensa sferis konkaf di depan mata, yang akan
menyebarkan berkas cahaya. Biasanya kekuatan lensa konkaf yang diperlukan seseorang
untuk penglihatan jelas, ditentukan dengan cara trial and error, yaitu mula-mula
meletakkan sebuah lensa kuat dan kemudian diganti dengan lensa yang lebih kuat atau
lebih lemah sampai diperoleh lensa yang memberikan tajam penglihatan terbaik (Guyton
& Hall, 2014).

Pada prinsipnya dengan menggunakan lensa konkaf,cahaya yang masuk akan


disebarkan (divergen) sehingga jangkauan cahayanya akan lebih jauh dan dapat
mencapai tepat pada retina

Pada orang dengan hiperrmetropi/hiperopia yang mempunyai sistem lensa terlalu


lemah penglihatan abnormalnya dapat dikoreksi dengan menambahkan daya bias
menggunakan lensa konveks (lensa cembung/positif) di depan mata. Seperti pada miopi,
biasanya kekuatan lensa konveks yang diperlukan seseorang untuk penglihatan jelas,
ditentukan pula dengan cara trial and error, yaitu mula-mula meletakkan sebuah lensa
kuat dan kemudian diganti dengan lensa yang lebih kuat atau lebih lemah sampai
diperoleh lensa yang memberikan tajam penglihatan terbaik (Guyton & Hall, 2014).

Pada prinsipnya lensa konveks akan menyebabkan cahaya focus pada satu titik
(konvergen) sehingga daya jangkau cahaya akan lebih pendek dan jatuh tepat pada
retina.

2. Prosedur pemeriksaan ketajaman penglihatan


a. Responden dites menggunakan snellen chart. Diukur pada jarak 20 kaki/6 meter.
Mata dites bergantian.
b. Jika responden dapat membaca sampai baris normal 6/6 maka responden tidak perlu
menjalani pemeriksaan dengan pinhole.
c. Jika responden tidak dapat melanjutkan lagi bacaan huruf di kartu Snellen maka pada
mata responden dipasang pinhole.
1) Apabila dengan pinhole responden dapat melanjutkan bacaannya sampai baris
normal (6/6) berarti responden tersebut mengalami gangguan refraksi.
2) Apabila dengan pinhole responden dapat melanjutkan bacaannya tetapi tidak
sampai baris normal (6/6) berarti responden tersebut mengalami gangguan
refraksi dengan mata malas.
3) Apabila dengan pinhole responden tidak dapat melanjutkan bacaannya maka
responden mengalami gangguan organik.
d. Jika responden tidak dapat melihat huruf pada baris pertama kartu Snellen (1/6) maka
pemeriksaan dilanjutkan dengan hitung jari (.../60)
e. Jika gagal, dilanjutkan dengan uji lambaian tangan (..../300)
f. Jika uji lambaian tangan gagal, dilanjutkan dengan uji gelap terang (.../~)
3. Mekanisme mata nyeri / nyeri bole mata
Tekanan intra okuler (TIO) merupakan keseimbangan antara kecepatan pembentukan
humor akuos dengan resistensi aliran kasus keluarnya dari COA. Pada sebagian besar
kasus gloukoma, lebih banyak disebabkan karena abnormalitas aliran keluar humor
akuos dari COA dibandingkan peningkatan produksi humor akuos. Meningkatnya TIO
menyebabkan penderita merasakan nyeli bola mata,
4. Penyebab penurunan penglihatan dan kemerahan mata
Peningkatan tekanan osmotik lensa akan menyebabkan influks cairan ke dalam lensa
yang nantinya akan disertai pembesaran lensa. Dengan adanya pembesaran lensa ruang
anterior mata akan mengecil dan menyebabkan iris terdorong ke depan dan menyentuh
jaringan trabekula yang terdapat saluran schlemm disana sehingga menutup saluran
schlemm. Tertutupnya saluran schlemm akan menyebabkan aliran aquos humor menjadi
terhambat dan menyebabkan tekanan intra orbital meningkat. Peningkatan tekanan akan
menyebabkan kompresi vaskular disekitar mata dan menyebabkan vaskuler pecah dan
mata menjadi merah. Peningkatan tekana intra orbital juga akan menyebabkan kompresi
arteri retina dan pada tempat akson saraf optik sehingga menyebabkan penurunan nutrisi
ke retina dan hilangnya nutrisi yang memadai ke serabut saraf dan menyebabkan
kematian neuron yang akan bermanifestasi terhadap penurunan penglihatan.
5. Diagnosis Banding
a. Kelainan refraksi
1) Hipertrofi
Hipertrofi dapat disebabkan:
a) Hipertrofi aksial: bola mata lebih pendek dari normal sehingga sinar sejajar
dibiaskan di belakang retina.
b) Hipertrofi refraktif: pembiasan kornea atau lensa lemah sehingga sinar sejajar
dibiaskan di belakang retina.
c) Hipertrofi kurvatur: kelengkungan kornea atau lensa kurang sehingga bayangan
difokuskandi belakang retina.
Hipermetropia dapat dikenal dalam bentuk :
a) Hipermetropia manifes : hipertrofi yang dapat dikoreksi dengan kaca mata positif
maksimal yang memberikan tajam penglihatan normal.
b) Hipermetropia absolut : kelainan refraksi tidak diiimbangi dengan akomodasi dan
memerlukan kacamata positif untuk melihat jauh.
c) Hipermetropia fakultatif : kelainanhipertrofi dapat diimbangi dengan akomodasi
ataupun dengan kaca mata positif.
d) Hipermetropia total : hipermetropia yang ukurannya didapatkan setelah diberikan
sikloplegia.
2) Miopi
Beberapa bentuk miopia:
a) Miopia aksial: bola mata lebih panjang dari normal sehingga sinar sejajar
dibiaskan di depan retina.
b) Miopi refraktif: pembiasan kornea atau lensa kuat sehingga sinar sejajar dibiaskan
di depan retina.
Menurut derajat beratnya miopia dibagi menjadi :
a) Miopia ringan : < 3 dioptri
b) Miopia sedang : 3-6 dioptri
c) Miopia berat : > 6 dioptri
Menurut perjalanannya :
a) Miopia stasioner : menetap setelah dewasa
b) Miopia progresif : bertambah terus pada usia dewasa karena bertambah
panjangnya bola mata.
c) Miopia maligna : progresif dapat mengakibatkan ablasi retinadan kebutuhan atau
sama dengan miopia degeneratif atau pernisiosa
3) Astigmatisme: Pasien memakai kacamata silinder, hal ini menunjukkan adanya
astigmatisme pada pasien. Pada astigmatisme, berkas sinar tidak difokuskan pada
satu titik dengan tajam pada retina akan tetapi pada 2 garis titik api yang saling tegak
lurus yang terjadi akibat kelainan kelengkungan permukaan kornea.
a. Astigmatisme with the rule, yang berarti kelengkungan kornea pada bidang
vertikal bertambah atau lebih kuat atau jari-jarinya lebih pendek dibanding jari-
jari kelengkungan kornea di bidang horizontal. Pada keadaan ini diperlukan lensa
silinder negatif dengan sumbu 1800 untuk memperbaiki kelainan refraksi yang
terjadi.
b. Astigmatisme against the rule, suatu keadaan kelainan refraksi akibat
kelengkungan kornea pada bidang horizontal lebih kuat dibandingkan
kelengkungan kornea pada bidang vertikal. Hal ini sering terjadi pada usia lanjut.
Koreksi dengan silinder negatif dilakukan dengan sumbu tegak lurus (60-1200)
atau dengan silinder positif sumbu horizontal (30-500).
Pemeriksaan dilakukan dengan fogging test menggunakan astigmat dial. Prinsip
pemeriksaan ini adalah dengan mengistirahatkan akomodasi dengan memakai
lensa positif. Dengan mata istirahat pasien disuruh melihat astigmat dial. Bila
garis vertikal yang terlihat jelas berarti garis ini telah terproyeksi baik pada retina
sehingga diperlukan koreksi bidang vertikal dengan memakai lensa silinder
negatif dengan sumbu 1800. Penambahan kekuatan silinder diberikan sampai
garis pada astigmat dial terihat sama jelasnya..
4) Presbiopi : Dilihat dari usianya yang lebih dari 40 tahun, lensa telah berkurang
elastisitasnya sehingga berkurang kemampuan akomodasinya. Keadaan ini disebut
presbiopia. Biasanya untuk membaca dekat diperlukan koreksi kacamata dengan
kekuatan tertentu, yaitu:
+ 1.0 D untuk usia 40 tahun
+ 1.5 D untuk usia 45 tahun
+ 2.0 D untuk usia 50 tahun
+ 2.5 D untuk usia 55 tahun
+ 3.0 D untuk usia 60 tahun
Karena jarak baca biasanya 33 cm, maka adisi + 3.0 D adalah lensa positif terkuat yang
dapat diberikan pada seseorang. Pada keadaan ini mata tidak melakukan akomodasi
karena benda yang dibaca terletak pada titik api lensa + 3.0 D sehingga sinar yang keluar
akan sejajar.
b. Kelainan organik
Glaukoma berasal dari kata Yunani glaukos yang berarti hijau kebirauan, yang
memberikan kesan warna tersebut pada pupil penderita glaukoma. Kelainan mata
glaukoma ditandai dengan meningkatnya tekanan bola mata, atrofi saraf optikus, dan
menciutnya lapang pandang.1 Glaukoma adalah suatu penyakit dimana tekanan di dalam
bola mata meningkat, sehingga terjadi kerusakan pada saraf optikus dan menyebabkan
penurunan fungsi penglihatan.
Klasifikasi.
Berdasarkan gangguan aliran humor akuos, glaukoma diklasifikasikan menjadi
glaukoma sudut terbuka dan glaukoma sudut tertutup. Sedangkan berdasarkan adanya
keadaan lain yang berhubungan dengan peningkatan tekanan intra okuler (TIO),
glaukoma dibedakan menjadi glaukoma primer dan sekunder.
Patofisiologi Glaukoma.
Humor akuos di produksi oleh badan siliaris dan mengalir kedalam Camera Oculi
Posterior (COP), yang mengalir di antara permukaan iris posterior dan lensa, di sekitar
tepi pupil, dan selanjutnya masuk ke Camera Oculi Anterior (COA). Humor akuos keluar
dari COA pada sudut COA yang dibentuk oleh dasar iris dan kornea perifer, selanjutnya
mengalir melalui trabekulum dan masuk ke kanal Schlemm. Melalui collector channels,
humor akuos masuk ke dalam vena episklera dan bercampur dengan darah.
Tekanan intra okuler (TIO) merupakan keseimbangan antara kecepatan pembentukan
humor akuos dengan resistensi aliran kasus keluarnya dari COA. Pada sebagian besar
kasus gloukoma, lebih banyak disebabkan karena abnormalitas aliran keluar humor
akuos dari COA dibandingkan peningkatan produksi humor akuos. Patofisiologi dari
glaukoma sudut tertutup dengan block pupil meliputi faktor2 yaitu aposisi lensa dan iris
yang mengakibatkan pencembungan iris perifer dan predisposisi anatomi mata yang
menyebabkan bagian anterior iris perifer menyumbat trabekulum. Patofisiologi
glaukoma sudut tertutup tanpa block pupil terjadi melalui 2 mekanisme yaitu mekanisme
penarikan anterior dan posterior. Pada penarikan anterior, iris perifer ditarik kearah
depan menutup trabekulum karena kontraksi membrane eksudat inflamasi atau serat
fibrin. Pada mekanisme penarikan posterior iris perifer mencembung kearah depan
karena lensa vitreus atau badan siliaris.
Pada glaukoma akut tertutup, ditemukan mata merah dengan penglihatan turun
mendadak, tekanan intraokuler meningkat mendadak, nyeri yang hebat, melihat halo di
sekitar lampu yang dilihat, terdapat gejala gastrointestinal berupa mual dan muntah.
Mata menunjukkan tanda-tanda peradangan dengan kelopak mata bengkak, kornea suram
dan edem, iris sembab meradang, pupil melembar dengan reaksi terhadap sinar yang
lambat, papil saraf optic hiperemis. Riwayat penyakit yang akurat pada glaukoma dusut
tertitup akut terjadi selama beberapa minggu atau bulan sebelum serangan akut yang
berat, yaitu episode nyeri dan kabur yang sembuh sendiri, berlangsung selama beberapa
jam tiap episode serangan, frekuensi serangan makin meningkat sampai timbulnya
serangan akut yang berat.
Pemeriksaan penunjang
Funduskopi : Papil saraf optik menunjukkan penggaungan dan atrofi,seperti pada
glaukoma simpleks. Tonometri : Tensi intra okuler pada stadium kongestif lebih tinggi
dari pada stadium non kongestif. 5 Tonografi : Menunjukkan outflow yang baik. Tetapi
bila sudah ada perlengketan antara iris dan trabekula (goniosinekhia, sinekhia anterior
perifer), maka aliran menjadi terganggu. Gonioskopi : Pada waktu tekanan intaokuler
tinggi, sudut bilik mata depan tertutup, sedang pada waktu tensi intraokuler normal
sudutnya sempit. Bila serangan dapat dihentikan maka sesudah 24 jam, biasanya sudut
bilik mata depan terbuka kembali, tetapi masih sempit. Kalau terjadi serangan yang
berlangsung lebih dari 24 jam, maka akan timbul perlengketan antara iris bagian pinggir
dengan trabekula (goniosinekhia, sinekhia anterior perifer).
Komplikasi
1. Sinekia Anterior Perifer Iris perifer melekat pada jalinan trabekel dan menghambat
aliran humour akueus
2. Katarak Lensa kadang-kadang membengkak, dan bisa terjadi katarak. Lensa yang
membengkak mendorong iris lebih jauh ke depan yang akan menambah hambatan pupil
dan pada gilirannya akan menambah derajat hambatan sudut.
3. Atrofi Retina dan Saraf Optik Daya tahan unsur-unsur saraf mata terhadap tekanan
intraokular yang tinggi adalah buruk. Terjadi gaung glaukoma pada papil optik dan atrofi
retina, terutama pada lapisan sel-sel ganglion.
4. Glaukoma Absolut Tahap akhir glaukoma sudut tertutup yang tidak terkendali
adalah glaukoma absolut. Mata terasa seperti batu, buta dan sering terasa sangat sakit.
Keadaan semacam ini memerlukan enukleasi atau suntikan alkohol retrobulbar
6. Penatalaksanaan
a. Kelainan refraksi
1) Hipertrofi : diberikan koreksi hipermetropia manifes dimana tanpa siklopegia
didapatkan ukuran lensa positif maksimal yang memberikan tajaman penglihatan
normal (6/6)
2) Miopi : kacamata sferis negatif terkecil yang memberikan ketajaman penglihatan
maksimal.
3) Astigmatisme : lensa kontakk keras bila epitel tidak rapuh atau lensakontak
lembek bila disebabkan infeksi, trauma dandistrofi untuk memberikan efek
permukaan yang ireguler (Ilyas, 2010).
b. Kelainan organik
Tujuan penatalaksanaan glaukoma sudut tertutup akut, adalah segera
menghentikan serangan akut dengan obat-obatan, melakukan iridektomi perifer
sebagai terapi definitif, melindungi mata sebelahnya dari kemungkinan terkena
serangan akut, dan menangani sekuele jangka panjang akibat serangan serta jenis
tindakan yang dilakukan.
Pertolongan pertama adalah menurunkan TIO secepatnya dengan memberikan
serentak obat-obatan, yaitu asetazolamid HCl 500 mg, KCl 0,5 gr 3x/hari, timolol
0,5% 2 x 1 tetes/hari, tetes mata kombinasi kortikosteroid + antibiotika 4-6 x 1
tetes/hari, dan terapi simtomatik.
7. Alasan dilakukan pemeriksaan seperti disebut dalam skenario untuk pasien 2.
Ketiga pemeriksaan yang dilakukan oleh dokter untuk pasien 2 merupakan pemeriksaan
skrining yang biasa dilakukan untuk pasien glaucoma
a. Pengukuran TIO
Sebenarnya pengukuran ini bukanlah metode yang efektif karena batas nilai
normal yaitu 21 mmHg hanya memiliki sensitivitas 47,1% dan spesifitas
92,4%
b. Pemeriksaan papil nervus optikus memiliki sensitivitas dan spesifitas yang
tinggi namun memerlukan tenaga ahli dan alat yang canggih.
c. Pemeriksaan lapang pandang
Merupakan pemeriksaan yang sangat umum sehingga dapat digunakan sebagai
skrining missal namun spesifitas dan sensitivitasnya belum diketahui.
(Mahardika Indra, Irawati Yunia, 2014)
BAB III
KESIMPULAN

Penurunan visus dapat dibedakan menjadi kelainan refraksi dan kelainan organik.
Kelainan organik dapat dibedakan lagi menjadi kelainan media refrakta dan kelainan syaraf.
Penurunan visus yang disebabkan oleh kelainan refraksi dapat membaik saat uji pinhole
serta terdapat kemajuan setelah dikoreksi dengan kaca mata yang sesuai. Sedangkan
penurunan visus yang disebabkan oleh kelainan organik tidak ditemukan perbaikan atau
kemajuan saat uji pinhole serta tidak terdapat kemajuan setelah dilakukan koreksi.
Diperlukan pemeriksaan penunjang untuk menentukan diagnosis penurunan visus yang
disebabkan oleh kelainan organik. Penatalaksanaan yang dilakukan disesuaikan dengan
diagnosis yang ditegakkan.

BAB IV
SARAN

Saran kami terhadap pasien 1 menggunakan kacammata yang sudah dikoreksi oleh
dokter, mengonsumsi makanan yang dapat memberikan nutrisi pada mata, serta
menghentikan kebiasaan-kebiasaan yang dapat memperparah kelainan refraksi.
Saran kami terhadap pasien 2 adalah mengikuti pemeriksaan penunjang dengan baik,
mematuhi nasihat dokter dalam pengobatan penyakit yang diderita.
Berdasarkan diskusi kelompok kami, kami kurang beragam dalam menggunakan
sumber pustaka sehingga pengetahuan anggota kelompok terbatas berdasarkan referensi
tertentu.
Untuk itu kami harus lebih beragam dalam menggunakan sumber pustaka sehingga
pengetahuan anggota kelompok menjadi lebih luas dan diskusi berjalan dengan efektif.
DAFTAR PUSTAKA
Ilyas Sidharta. (2014). Ikhtisar ilmu penyakit mata. Jakarta: FKUI.

Ilyas Sidharta. (2010). Ilmu penyakit mata. Jakarta: FKUI.

Istiqomah, I (2004). Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Mata. Jakarta: EGC


Guyton & Hall. (2014). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC

Cleveringa JP, Oltheten JMT, Blom GH, Baggen MEJM, Wiersma T (2006). NHG practice
guideline refractive disorders. The Dutch College of General Practitioners Practice
Guideline, pp: 2-3.

Tan GS, Wong TY (2009). Diabetes, metabolic abnormalities, and glaucoma. Arch
Opthalmol; 127 (10): 1354-1361.

Anda mungkin juga menyukai