Kelompok A10
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10
.
11. Yani Dwi Pratiwi
12 Zaka Jauhar Firdaus
G0013005
G0013019
G0013027
G0013071
G0013073
G0013127
G0013171
G0013201
G0013223
G0013231
G0013237
G0013245
.
Tutor : Endang Ediningsih, dr, M.Kes
PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
2015
BAB I
PENDAHULUAN
Kenapa Mata Saya Kabur ?
Pada saat stase di Poliklinik Mata RSUD Dr. Moewardi, Dokter Muda
Cyntia mendapatkan 2 pasien dengan keluhan yang sama yaitu penurunan visus.
BAB II
DISKUSI DAN TINJAUAN PUSTAKA
A. Langkah I : Membaca skenario dan memahami pengertian beberapa istilah
dalam skenario.
1. Visus : ketajaman atau kejernihan penglihatan. Visus bergantung dari
ketajaman fokus retina dalam bola mata dan sensitivitas dari interpretasi di
otak. Visus terbagi menjadi dua yaitu visus sentralis dan visus perifer.
Visus sentralis dibagi dua yaitu visus sentralis jauh dan visus sentralis
dekat. Visus sentralis jauh merupakan ketajaman penglihatan untuk
melihat benda benda yang letaknya jauh. Pada keadaan ini mata tidak
lapang
pandang
dengan
melakukan
10. Visus 6/6 E : ketajaman penglihatan penderita 6/6 mata emetrop (mata
normal)
11. Visus 1/300 : Pasien dapat melihat dengan uji lambaian tangan pada jarak
1 meter, yang oleh orang normal dapat dilihat dari jarak 300 meter.
B. Langkah II : Menentukan/mendefinisikan permasalahan.
Permasalahan pada skenario ini yaitu sebagai berikut:
1. Jelaskan anatomi, fisiologi dan histologi mata ?
2. Apakah hubungan antara usia dan jenis kelamin dengan keluhan ?
3. Mengapa penglihatan tetap kabur walaupun sudah memakai kacamata dan
4.
5.
6.
7.
Tunica fibrosa
Terdiri atas :
1
suspensorium iridis.
M.ciliaris terdiri atas serabut otot polos meridianal dan
sirkuler.
3.) Iris dan pupil : Iris adalah diapragma berpigmen yang tipis
c
Humor aquous
Humor aquous merupakan cairan bening yang mengisi
camera anterior dan camera posterior bulbi. Diduga cairan ini
merupakan sekret dari processus ciliaris camera posterior
camera anterior (pupil) celah angulus iridocornealis
canalis schlemmi. Hambatan aliran keluar humor aquous
mengakibatkan meningkatnya tekanan intraocular disebut
glaukoma.
Corpus vitreum
Mengisi bola mata di belakang lensa dan merupakan gel
yang transparan.
Lensa
Struktur bikonveks yang transparan, yang dibungkus oleh
capsul transparan. Terletak di belakang iris dan di depan corpus
pada tarsus.
Otot seperti : M. Orbikularis okuli yang berjalan melingkar di
dalam kelopak atas dan bawah, dan terletak di bawah kulit kelopak.
Pada dekat tepi margo palpebra terdapat otot orbikularis okuli yang
disebut sebagai M. Rioland, M. Orbikularis berfungsi menutup
bola mata yang dipersarafi N. Fasial. M. Levator palpebra, yang
berorigo pada anulus foramen orbita dan berinsersi pada tarsus atas
dengan sebagian menembus M. Orbikularis okuli menuju kulit
kelopak bagian tengah. Bagian kulit tempat insersi M. Levator
palpebra terlihat sebagai sulkus (lipatan) palpebra. Otot ini
dipersarafi oleh N III, yang berfungsi untuk mengangkat kelopak
bawah)
Pembuluh darah yang mempersarafinya adalah a. Palpebra
Persarafan sensorik kelopak mata atas didapatkan dari rumus
frontal N. V, sedang kelopak bawah oleh caang ke II saraf ke V.
Konjungtiva tarsal yang terletak di belakang kelopak hanya dapat
Os. Sphenoidale
Os. Ethmoidale
Os. Frontalis
Os.Maxillaris
Os. Lacrima
Os. Palatina
Os. Zygomatik
(102orang/24,58%),
diikuti
kelompok
umur
41-50
tahun
(96
bentuk
akan
berkurang
seiring
dengan
Maju
Tidak Maju
Kelainan organik
Pemeriksaan
Konfrontasi
refleks fundus ?
7. Apa penyebab dan bagaimanakah mekanisme turunnya visus ?
8. Bagaimanakah interpretasi pemeriksaan fisik pada pasien 1 & 2 ?
9. Apa sajakah diagnosis banding pada skenario ini ?
D. Langkah VI : Mengumpulkan informasi baru.
E. Langkah VII : Melaporkan, membahas, dan menata kembali informasi baru
yang diperoleh.
1. Histologi mata
Lapisan mata dari luar ke dalam yaitu :
a. Sclera
Merupakan jaringan ikat yang terletak paling luar. Sclera
merupakan selaput berwarna putih yang dapat kita lihat pada
bola mata orang lain. Ke arah depan, sclera berlanjut menjadi
kelainan refraksi
lapang
pandang
dengan
melakukan
refraksi
(misalnya
miopia,
hipermetropia,
astigmatisme).
Kelainan refraksi adalah suatu kondisi ketika sinar datang
sejajar pada sumbu mata dalam keadaan tidak berakomodasi
yang seharusnya direfraksikan oleh mata tepat pada retina
sehingga tajam penglihatan maksimum tidak direfraksikan oleh
mata tepat pada retina baik itu di depan, di belakang maupun
tidak dibiaskan pada satu titik. Kelainan ini merupakan bentuk
kelainan visual yang paling sering dan dapat terjadi akibat
kelainan pada lensa ataupun bentuk bola mata (Istiqomah,
2004). Kelainan refraksi adalah keadaan dimana bayangan
tegas tidak dibentuk pada retina.
f.
g.
h.
i.
Retinopati diabetik
Retinopati hipertensi
Penyebab degenerasi retina
Ablatio retina regmatogen
Degenerasi macula senile/disform.
mata normal objek dapat dilihat dengan jelas pada jarak 60 meter.
Pada pasien, VOS 6/15 berarti pada oculi sinistra pasien dapat
melihat objek dengan jelas pada jarak 6 meter sedangkan pada
pasien normal.
Mata tenang bearti mata tidak merah, tidak ada kelainan anatomi
mata.
Mata kiri visus 1/300 berarti pasien hanya dapat melihat lambaian
tangan pemeriksa pada jarak 1 meter, dimana pada mata normal
bayangan dari objek jauh dengan tegas di retina. Namun, bila objek di
dekatkan ke mata, bayangan akhirnya akan menjadi cukup dekat sehingga
dapat di fokuskan di retina. Kemudian bila objek terus didekatkan ke mata,
pasien myopia dapat menggunakan mekanisme akomodasi agar bayangan
yang terbentuk tetap terfokus secara jelas. Seorang pasien myopia
mempunyai titik jauh yang terbatas untuk penglihatan jelas (Guyton et
al, 2008).
Astigmatisma
Astigmatisma adalah kelainan refraksi yang mencegah berkas cahaya
jatuh sebagai suatu fokus titik di retina karena perbedaan derajat refraksi
di berbagai meridian kornea atau lensa kristalina. Pada astigmatisma, mata
menghasilkan suatu bayangan dengan titik atau garis fokus multiple,
dimana berkas sinar tidak difokuskan pada satu titik dengan tajam pada
retina akan tetapi pada 2 garis titik api yang saling tegak lurus yang terjadi
akibat kelainan kelengkungan di kornea.
Pasien 2
Glaukoma
Glaukoma adalah suatu keadaan tekanan intraokuler/tekanan dalam
bola mata relatif cukup besar untuk menyebabkan kerusakan papil saraf
optik dan menyebabkan kelainan lapang pandang . Glaukoma lebih sering
terjadi pada umur di atas 40 tahun. Beberapa faktor resiko lainnya untuk
terjadi glaukoma, antara lain : Faktor genetik; riwayat glaukoma dalam
keluarga; penyakit hipertensi; penyakit diabetes dan penyakit sistemik
lainnya; kelainan refraksi berupa miopi dan hipermetropi; ras tertentu.
Glaukoma terdiri dari glaucoma sudut terbuka dan glaucoma sudut
tertutup. Pasien dengan glaukoma primer sudut terbuka (glaukoma kronik
sudut terbuka) dapat tidak memberikan gejala sampai kerusakan
penglihatan yang berat terjadi, sehingga dikatakan sebagai pencuri
penglihatan. Berbeda pada glaukoma akut sudut tertutup, peningkatan
tekanan TIO berjalan cepat dan memberikan gejala mata merah, nyeri dan
gangguan penglihatan (Khaw T et al, 2005).
Katarak
Katarak adalah opasitas lensa kristalina yang normalnya jernih.
Biasanya terjadi akibat proses penuaan tapi dapat timbul pada saat
kelahiran (katarak kongenital). Dapat juga berhubungan dengan trauma
mata tajam maupun tumpul, penggunaan kortikosteroid jangka panjang,
penyakit sistemik, pemajanan radiasi, pemajanan yang lama sinar
ultraviolet, atau kelainan mata lain seperti uveitis anterior (Smeltzer et al,
2002).
Menurut Corwin (2001), katarak adalah penurunan progresif
kejernihan lensa. Lensa menjadi keruh atau berwarna putih abu-abu, dan
ketajaman penglihatan berkurang. Katarak terjadi apabila protein-protein
lensa yang secara normal transparan terurai dan mengalami koagulasi.
Sedangkan menurut Arif (2000), katarak adalah setiap keadaan
kekeruhan pada lensa yang dapat terjadi akibat hidrasi (panambahan
cairan) lensa, denaturasi protein lensa, atau akibat kedua-duanya. Biasanya
mengenai kedua mata dan berjalan progresif
BAB III
KESIMPULAN
a. Pasien pertama dalam skenario menderita presbiopia dan astigmatisme
sedangkan pasien kedua belum dapat dipastikan diagnosisnya karena harus
dilakukan pemeriksaan penunjang terlebih dahulu.
b. Usia pasien pertama (45 tahun) merupakan faktor resiko terjadinya presbiopia
karena usianya semakin lanjut menyebabkan menurunnya kemampuan media
refrakter untuk membiaskan cahaya tepat pada retina dan juga berkurangnya
kemampuan elastisitas pada lenda mata yang menyebabkan berkurangnya
kemampuan lensa untuk berakomodasi.
c. Pasien kedua harus dilakukan pemeriksaan tekanan bola mata, konfrontasi dan
reflek fundus untuk mengetahui diagnosis lebih pasti.
BAB IV
SARAN
A. Saran untuk mahasiswa
1.
2.
DAFTAR PUSTAKA
Arif M, et al (2000) . Kapita Selekta Kedokteran . Edisi ke 3. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia
Corwin EJ (2001). Patofisiologi. Jakarta: EGC
Drake RL, Vogl W, Mitchell AWM (2010). Grays Anatomy for Students.
Singapore: Elsevier.
Guyton, Hall (2008). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi ke 11. Jakarta: EGC.
Guyton, Hall (2011). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi ke 12. Jakarta: EGC
Hammond JC, Webster AR, Snieder H, Spector TD, Bird AC, Gilbert CE (2002).
Genetic influence on early age-related maculopathy: a twin study.
Ophtalmology, 109: 6-730.
Ilyas S (2010). Ilmu Penyakit Mata. Edisi ke 3. Jakarta : Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.
Ilyas S (2010). Ilmu Penyakit Mata untuk Dokter Umum dan Mahasiswa
Kedoktera. Edisi ke 2 Jakarta : CV Sagung Seto.
Istiqomah, IN (2004). ASKEP Klien Gangguan Mata. Jakarta: EGC
Khaw T, Shah P, Elkington AR (2005). ABC of Eyes. 4th Edition. London: BMJ
Publishing Group.
Nurrobbi,
K
(2010).
Preventing
Childhood
Poisonings.
http://kusantrimediacare.wordpress.com/2010/03/31/miopia - Diakses 20
September 2015.
Patu HI (2010). Kelainan Refraksi. http://cpddokter.com/home/index.php?
option=com_content&task=view&id=1684&Itemid=38
Diakses
20
September 2015
Saladin K (2006). Anatomy & Physiology: The Unity of Form and Function. 4th
Edition. New York: McGraw-Hill.
Seeley R, Stephens T, Tate P (2006). Anatomy and Physiology. 7th Edition. New
York: McGraw-Hill.
Smeltzer SC, Bare BG (2002). Buku Ajar Medikal Bedah. Edisi ke 8. Jakarta:
EGC.
Snell, Richard S (2006). Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran. Edisi ke
6. Jakarta: EGC.
Vaughan, Daniel G et al (1995). Oftalmologi Umum. Jakarta : Widya Medika.