Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN TUTORIAL SKENARIO 1 SEMESTER V

BLOK XVIII MATA

Kelompok A10
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10

Adityo Kumoro Jati


Alifis Sayandri Meiasyifa
Andika Pratama
Deonika Ariescieka Putri
Devita Yunieke Putri
Karina Fadhilah
Nailatul Arifah
Ridhani Rahma V
Taranida Hanifah
Vincentius Novian Romilio

.
11. Yani Dwi Pratiwi
12 Zaka Jauhar Firdaus

G0013005
G0013019
G0013027
G0013071
G0013073
G0013127
G0013171
G0013201
G0013223
G0013231
G0013237
G0013245

.
Tutor : Endang Ediningsih, dr, M.Kes
PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
2015
BAB I
PENDAHULUAN
Kenapa Mata Saya Kabur ?
Pada saat stase di Poliklinik Mata RSUD Dr. Moewardi, Dokter Muda
Cyntia mendapatkan 2 pasien dengan keluhan yang sama yaitu penurunan visus.

Pasien pertama, seorang perempuan usia 45 tahun dengan keluhan


penglihatan kabur sejak 1 bulan yang lalu meskipun sudah memakai kacamata.
Pasien tidak mengeluhkan mata merah. Setelah dilakukan pemeriksaan didapatkan
kondisi: VOD 6/15, VOS 4/60 mata tenang, dilakukan uji pinhoe visus membaik.
Setelah dilakukan koreksi OD dengan S-5.25 D visus mencapai 6/6, koreksi OS
dengan S -0.75 D C 0.50 D axis 90 derajat visus mencapai 6/6. Untuk membaca
dekat dikoreksi dengan S +1.50 D.

Dengan koreksi tersebut pasien merasa

nayaman. Kemudian cyntia menulikskan resep kacamata. Setelah disetujui oleh


staf resep diberikan kepada pasien dan pasien diperbolehkan pulang.
Pasien kedua, seorang laki-laki usia 40 tahun dengan kondisi mata kanan:
visus 6/6 E mata tenang. Adapun kondisi mata kiri; visus 1/300, mata tenang,
tetapi sering merasa nyeri pada bola mata. Pada mata kiri dilakukan koreksi tidak
mengalami kemajuan. Keemudian staff meminta untuk dilakukan pemeriksaan;
tekanan bola mata, konfrontasi dan reflex fundus.

BAB II
DISKUSI DAN TINJAUAN PUSTAKA
A. Langkah I : Membaca skenario dan memahami pengertian beberapa istilah
dalam skenario.
1. Visus : ketajaman atau kejernihan penglihatan. Visus bergantung dari
ketajaman fokus retina dalam bola mata dan sensitivitas dari interpretasi di
otak. Visus terbagi menjadi dua yaitu visus sentralis dan visus perifer.
Visus sentralis dibagi dua yaitu visus sentralis jauh dan visus sentralis
dekat. Visus sentralis jauh merupakan ketajaman penglihatan untuk
melihat benda benda yang letaknya jauh. Pada keadaan ini mata tidak

melakukan akomodasi. Visus sentralis dekat yang merupakan ketajaman


penglihatan untuk melihat benda benda dekat misalnya membaca, menulis
dan lain lain. Pada keadaan ini mata harus akomodasi supaya bayangan
benda tepat jatuh di retina. Visus perifer menggambarkan luasnya medan
penglihatan dan diperiksa dengan perimeter.
2. Refleks fundus : Untuk pemeriksaan katarak, untuk membedakan katarak
mature dan katarak immature, apabila katarak mature, reflex fundus
negatif. Menggunakan oftalmoskop langsung. Melihat pupil dari jarak 30
cm.
3. VOD 4/60 : (Visus Oculi Dextra) hasil pemeriksaan visus mata kanan
dengan menggunakan hitung jari, penderita dapat menyebutkan jumlah jari
pemeriksa dengan benar pada jarak 4 meter, yang oleh normal dapat
dilihat pada jarak 60 meter.
4. VOS 6/15 : (Visus Oculi Sinistra) hasil pemeriksaan visus mata kiri
dengan menggunakan snellen card pada jarak 6 meter penderita dapat
membaca huruf pada snellen card sampai baris ke-15.
5. Uji pinhole : pemeriksaan visus dengan menggunakan alat kerucut
berlubang dengan diameter 0.75 mm yang dilakukan pada visus kurang
dari normal yang tidak dapat dikoreksi lagi dengan lensa spheris. Uji
pinhole membaik merupakan indikasi adanya kelainan refraksi yang belum
terkoreksi (astigmatisme) yang perlu dilanjutkan dengan pemeriksaan
astigmat dial. Uji pinhole tidak membaik merupakan indikasi adanya
kelainan organik di media refrakta (kornea, aqueous humour, lensa,
vitreous humour), retina, dan lintasan visual.
6. Mata tenang : mata tidak merah, mata dari penampakan luarnya tidak
terdapat kelainan
7. Konfrontasi : Pemeriksaan

lapang

pandang

dengan

melakukan

perbandingan lapang pandangan pasien dengan pemeriksa untuk


mengetahui secara kasar adanya defek pada lapang pandangan.
8. S -0.75 D C -0.50 D axis 90 : lensa spheris negatif dengan kekuatan 0.75
dioptri dan lensa silindris negatif dengan kekuatan 0.50 dioptri dengan
axis 90 (vertikal).
9. Tekanan bola mata : untuk mengetahui tekanan intraokuler. Lewat 2 cara
subjektif dan objektif.

10. Visus 6/6 E : ketajaman penglihatan penderita 6/6 mata emetrop (mata
normal)
11. Visus 1/300 : Pasien dapat melihat dengan uji lambaian tangan pada jarak
1 meter, yang oleh orang normal dapat dilihat dari jarak 300 meter.
B. Langkah II : Menentukan/mendefinisikan permasalahan.
Permasalahan pada skenario ini yaitu sebagai berikut:
1. Jelaskan anatomi, fisiologi dan histologi mata ?
2. Apakah hubungan antara usia dan jenis kelamin dengan keluhan ?
3. Mengapa penglihatan tetap kabur walaupun sudah memakai kacamata dan
4.
5.
6.
7.

tidak ada mata merah ?


Mengapa pada pasien 2, hanya mata kiri yang bermasalah ?
Mengapa pasien-2 merasakan nyeri pada bola mata ?
Mengapa setelah dilakukan koreksi mata tidak mengalami kemajuan ?
Menagapa perlu dilakukan pemeriksaan tekanan bola mata, konfrontasi
dan reflex fundus? Bagaimana tata cara melakukan pemeriksaan tekanan

bola mata, konfrontasi dan reflex fundus ?


8. Bagaimana cara menuliskan resep kacamata ?
9. Bagaimana mekanisme penurunan visus dan penyebabnya ?
10. Apakah hasil interpretasi pemeriksaan fisik pasien 1 dan 2 ?
11. Apakah differential diagnosis, diagnosis kerja, tatalaksana, dan komplikasi
pada kasus pasien 1 dan 2 ?
12. Bagaimana langkah menentukan koreksi pada gangguan penglihatan ?
C. Langkah III : Menganalisis permasalahan dan membuat pernyataan
sementara mengenai permasalahan.
1. Anatomi dan Fisiologi Mata
Anatomi mata

Mata tertanam di dalam corpus adiposum orbitae, tetapi dipisahkan


dari corpus adiposum ini oleh selubung fascial bola mata. Bola mata terdiri
dari 3 lapisan.
Lapisan bola mata :
a

Tunica fibrosa
Terdiri atas :
1

Sclera : terdiri atas jaringan fibrosa padat dan berwarna


putih. Di posterior ditembus oleh nervus opticus dan

menyatu dengan duramater.


Cornea : lapisan yang transparan, mempunyai fungsi
memantulkan cahaya yang masuk ke mata. Di posterior,

cornea berhubungan dengan humor aquous.


Tunica vaskulosa pigmentosa
Terdiri atas :
1.) Choroidea : lapisan luar berpigmendan lapisan dalam yang
sangat vascular.
2.) Corpus ciliare
Tediri atas:
a Corona ciliaris adalah bagian posterior corpus ciliare,
dan permukaannya mempunyai alur-alur dangkal
disebut striae ciliare.

Processus ciliaris adalah lipatan-lipatan yang tersusun


secara radial, posterior melekat pada ligamentum

suspensorium iridis.
M.ciliaris terdiri atas serabut otot polos meridianal dan

sirkuler.
3.) Iris dan pupil : Iris adalah diapragma berpigmen yang tipis
c

dan kontraktil dengan lubang ditengahnya, yaitu papila.


Tunica nervosa
Terdiri atas :
Retina terdiri atas pars pigmentosa disebelah luar melekat
dengan choroidea dan pars nervosa di sebelah dalam

berhubungan dengan corpus vitreum.


Isi bola mata :
a

Humor aquous
Humor aquous merupakan cairan bening yang mengisi
camera anterior dan camera posterior bulbi. Diduga cairan ini
merupakan sekret dari processus ciliaris camera posterior
camera anterior (pupil) celah angulus iridocornealis
canalis schlemmi. Hambatan aliran keluar humor aquous
mengakibatkan meningkatnya tekanan intraocular disebut

glaukoma.
Corpus vitreum
Mengisi bola mata di belakang lensa dan merupakan gel

yang transparan.
Lensa
Struktur bikonveks yang transparan, yang dibungkus oleh
capsul transparan. Terletak di belakang iris dan di depan corpus

vitreum, serta dikelilingi processus ciliaris.


Lensa terdiri dari :
i
Capsula lentis, yang membungkus struktur
ii
Epithelium cuboideum, yang terbatas pada permukaan
anterior lensa
Fibrae lentis, yang dibentuk dari epithelium cuboideum
pada equator lentis. Fibrae lentis menyusun bagian terbesar
lensa (Snell et al, 2006)

Kelopak atau palpebra mempunyai fungsi melindungi bola mata,


serta mengeluarkan sekresi kelenjar yang membentuk film air mata di
depan kornea. Kelopak merupakan alat menutup mata yang berguna untuk
melindungi bola mata terhadap trauma, trauma sinar dan pengeringan bola
mata.
Kelopak mempunyai lapis kulit yang tipis pada bagian depan
sedang di bagian belakang ditutupi selaput lendir tarsus yang disebut
konjungtivita tarsal.
Gangguan penutupan kelopak akan mengakibatkan keringnya
permukaan mata sehingga terjadi keratitis et lagoftalmos. Pada kelopak
terdapat bagian-bagian:
-

Kelenjar seperti : kelenjar sebasea, kelenjar Moll, atau kelenjar


keringat, kelenjar Zeiz pada pangkal rambut, dan kelenjar Meibom

pada tarsus.
Otot seperti : M. Orbikularis okuli yang berjalan melingkar di
dalam kelopak atas dan bawah, dan terletak di bawah kulit kelopak.
Pada dekat tepi margo palpebra terdapat otot orbikularis okuli yang
disebut sebagai M. Rioland, M. Orbikularis berfungsi menutup
bola mata yang dipersarafi N. Fasial. M. Levator palpebra, yang
berorigo pada anulus foramen orbita dan berinsersi pada tarsus atas
dengan sebagian menembus M. Orbikularis okuli menuju kulit
kelopak bagian tengah. Bagian kulit tempat insersi M. Levator
palpebra terlihat sebagai sulkus (lipatan) palpebra. Otot ini
dipersarafi oleh N III, yang berfungsi untuk mengangkat kelopak

mata atau membuka mata.


Di dalam kelopak terdapat tarsus yang merupakan jaringan ikat
dengan kelenjar di dalamnya atau kelenjar Meibom yang bermuara

pada margo palpebra.


Septum orbita yang merupakan jaringan fibrosis berasal dari rima

orbita merupakan pembatas isi orbita dengan kelopak depan.


Tarsus ditahan oleh septum orbita yang melekat pada rima orbita
pada seluruh lingkaran pembukaan rongga orbita. Tarsus (terdiri
atas jaringan ikat yang merupakan jaringan penyokong kelopak

dengan kelenjar Meibom 40 di kelopak atas dan 20 di kelopak


-

bawah)
Pembuluh darah yang mempersarafinya adalah a. Palpebra
Persarafan sensorik kelopak mata atas didapatkan dari rumus
frontal N. V, sedang kelopak bawah oleh caang ke II saraf ke V.
Konjungtiva tarsal yang terletak di belakang kelopak hanya dapat

dilihat dengan melakukan eversi kelopak. Konjungtiva tarsal melalui


forniks menutup bulbus okuli. Konjungtiva merupakan membran mukosa
yang mempunyai sel Goblet yang menghasilkan musin.
Cavum orbita terdiri dari 7 tulang yaitu :

Os. Sphenoidale
Os. Ethmoidale
Os. Frontalis
Os.Maxillaris
Os. Lacrima
Os. Palatina
Os. Zygomatik

Cavum orbita merupakan rumah bagi bulbus okuli. Pada cavum


orbita, terdapat tiga struktur khas, yaitu :
1. Canalis Opticus : berisi Nervus Opticus dan Arteria
Ophthalmica
2. Fissura Orbitalis Superior : berisi Nervus Cranialies III, IV, VI,
V cabang 1, dan Vena Ophthalmica Superior.
3. Fissura Orbitalis Inferior : berisi Nervus Craniales V cabang 2
dan Vena Ophthalmica Inferior (Drake RL et al, 2010).
Fisiologi Mata : Proses Visual Mata
Proses visual dimulai saat cahaya memasuki mata, terfokus pada
retina dan menghasilkan sebuah bayangan yang kecil dan terbalik. Ketika
dilatasi maksimal, pupil dapat dilalui cahaya sebanyak lima kali lebih
banyak dibandingkan ketika sedang konstriksi maksimal. Diameter pupil
ini sendiri diatur oleh dua elemen kontraktil pada iris yaitu papillary
constrictor yang terdiri dari otot-otot sirkuler dan papillary dilator yang
terdiri dari sel-sel epithelial kontraktil yang telah termodifikasi. Sel-sel
tersebut dikenal juga sebagai myoepithelial cells (Saladin K, 2006).

Jika sistem saraf simpatis teraktivasi, sel-sel ini berkontraksi dan


melebarkan pupil sehingga lebih banyak cahaya dapat memasuki mata.
Kontraksi dan dilatasi pupil terjadi pada kondisi dimana intensitas cahaya
berubah dan ketika kita memindahkan arah pandangan kita ke benda atau
objek yang dekat atau jauh. Pada tahap selanjutnya, setelah cahaya
memasuki mata, pembentukan bayangan pada retina bergantung pada
kemampuan refraksi mata (Saladin K, 2006).
Beberapa media refraksi mata yaitu kornea (n=1.38), aqueous
humor (n=1.33), dan lensa (n=1.40). Kornea merefraksi cahaya lebih
banyak dibandingkan lensa. Lensa hanya berfungsi untuk menajamkan
bayangan yang ditangkap saat mata terfokus pada benda yang dekat dan
jauh. Setelah cahaya mengalami refraksi, melewati pupil dan mencapai
retina, tahap terakhir dalam proses visual adalah perubahan energi cahaya
menjadi aksi potensial yang dapat diteruskan ke korteks serebri. Proses
perubahan ini terjadi pada retina (Saladin K, 2006).
Retina memiliki dua komponen utama yakni pigmented retina dan
sensory retina. Pada pigmented retina, terdapat selapis sel-sel yang berisi
pigmen melanin yang bersama-sama dengan pigmen pada choroid
membentuk suatu matriks hitam yang mempertajam penglihatan dengan
mengurangi penyebaran cahaya dan mengisolasi fotoreseptor-fotoreseptor
yang ada. Pada sensory retina, terdapat tiga lapis neuron yaitu lapisan
fotoreseptor, bipolar dan ganglionic. Badan sel dari setiap neuron ini
dipisahkan oleh plexiform layer dimana neuron dari berbagai lapisan
bersatu. Lapisan pleksiform luar berada diantara lapisan sel bipolar dan
ganglionic sedangkan lapisan pleksiformis dalam terletak diantara lapisan
sel bipolar dan ganglionic (Seeley et al, 2006).
Setelah aksi potensial dibentuk pada lapisan sensori retina, sinyal
yang terbentuk akan diteruskan ke nervus optikus, optic chiasm, optic
tract, lateral geniculate dari thalamus, superior colliculi, dan korteks
serebri (Seeley et al, 2006). Gambaran jaras penglihatan yang telah
dijelaskan sebelumnya dapat dilihat pada gambar berikut.
2. Hubungan antara usia dan jenis kelamin dengan keluhan

Kelainan refraksi dapat terjadi dan dipengaruhi oleh beberapa


faktor, antara lain umur, jenis kelamin, ras, dan lingkungannya. Oleh
Hammond CJ, dkk dalam penelitiannya mengenai pengaruh genetik dan
lingkungan terhadap pasangan-pasangan kembar yang tinggal di
lingkungan yang berbeda menyatakan, genetik memegang peranan besar
pada myopia dan hypermetropia. Pada anak usia sekolah di Malaysia,
didapatkan prevalensi myopia lebih tinggi pada anak usia lebih tua, jenis
kelamin perempuan, anak dengan tingkat pendidikan orang tua yang lebih
tinggi, dan ras Tionghoa. Hypermetropia lebih banyak ditemukan pada
anak usia lebih muda dan pada etnik lainnya. Sementara anak sekolah di
Mesir mendapatkan tingkat pendidikan, aktivitas (kegiatan membaca
dekat), status ekonomi, dan riwayat keluarga memiliki hubungan terhadap
terjadinya kelainan refraksi.
Prevalensi kelainan refraksi diberbagai negara yakni di Amerika
Serikat, sekitar 25% dari penduduk dewasa menderita myopia. Di Jepang,
Singapura, dan Taiwan, persentasenya jauh lebih besar, yakni mencapai
sekitar 44%. Di Australia, secara keseluruhan prevalensi myopia telah
diperkirakan 17%, di Brazil pada tahun 2005 diperkirakan sebanyak 6,4%
antara usia 12- 59 tahun (Nurrobbi K, 2010).
Sekitar 148 juta atau 51 penduduk di Amerika Serikat memakai
alat pengkoreksi refraksi.
Angka kejadian rabun jauh meningkat sesuai dengan pertambahan
usia. Jumlah penderita rabun jaun di Amerika Serikat berkisar 3% antara
usia 5-7 tahun, 8% antara usia 8-10 tahun, 14% antara usia 11-12 tahuan
dan 25% antara usia 12-17 tahun. Cina memiliki insiden rabun jauh lebih
tinggi pada seluruh usia 16-18 tahun (Patu HI, 2010).
Sedangkan prevalensi penderita kelainan refraksi selama periode 7
Juli 2008 7 Juli 2010 di RSUP H. Adam Malik Medan 6,19% yaitu 283
pasien denganpersentase terbanyak terdapat pada miopia 70.31% yaitu 199
orang, pada jeniskelamin perempuan 58,30% yaitu 165 penderita dan pada
kelompok umur 45tahun 64 tahun dengan jumlah 97 pasien (34,28%).
Kelainan refraksi banyak dijumpai pada kelompok umur 31-40 tahun

(102orang/24,58%),

diikuti

kelompok

umur

41-50

tahun

(96

orang/23,13%) dankelompok umur 11-20 tahun (74 orang/17,83%).


Myopia paling banyak pada kelompok umur 11-20 tahun, yaitu 45
orang (10,84%), astigmatisme pada kelompok umur 31-40 tahun, yaitu
38orang (9,12%), hipermetropia pada kelompok umur 41-50 tahun, yaitu
57orang (13,37%) dan anisometropia pada kelompok umur 31-40 tahun,
yaitu 7orang (1,69%). Kelainan refraksi yang terbanyak adalah miopia
yaitu 160 orang atau38,55% dari seluruh kelainan refraksi atau 8,82% dari
seluruh penderita baru.Kasus miopia ditemukan lebih banyak pada
perempuan (97 orang atau60,62%) daripada penderita laki-laki (63 orang
atau 39,38%).
Presbiopia
Dengan meningkatnya usia, lensa semakin besar dan menebal serta
menjadi kurang elastik, sebagian disebabkan oleh denaturasi protein lensa
yang progresif.
Untuk berubah

bentuk

akan

berkurang

seiring

dengan

bertambahnya usia. Daya akomodasi akan berkurang seiring dengan


bertambahnya usia. Daya akomdasi berkurang dari 14 dioptri pada usia
anak-anak menjadi kurang dari 2 dioptri pada saat kita mencapai usia 45
sampai 50 tahi; kemudian daya akomodasi berkurang menjadi 0 dioptri
pada usia 70 tahun. Sesudah itu, dapat dikatakan lensa hampir sama sekali
tidak dapat berakomodasi, dan keadaan itu disebut presbiopia (Guyton et
al, 2008).
Sekali orang mengalami presbiopia, matanya akan terfokus secara
permanen pada suatu jarak yang hampir tidak berubah-ubah; jarak ini
bergantung pada keadaan fisik mata orang tersebut. Matanya tidak akan
dapat berakomodasi lagi dengan baik untuk melihat jauh maupun dekat.
Agar dapat melihat jauh dan dekat dengan jelas, orang itu harus memakai
kacamata bifokus, bagian atas untuk penglihatan jauh, bagian bawah untuk
pengllihatan dekat (misal untuk membaca) (Guyton et al, 2008).
3. Nyeri pada bola mata

Tekanan intraokular tetap konstan pada mata yang normal.


Biasanya kurang lebih 2 mmHg dari nilai normalnya, yang rata-rata sekitar
15 mmHg. Besarnya tekanan ini ditentukan terutama oleh tahanan
terhadap aliran keluar aquos humor dari kamera okuli anterior kedalam
kanalis Schlemm. Tahanan aliran keluar ini dihasilkan dari reticulum
trabekula yang dilewati, tempat penyaringan cairan yang mengalir dari
sudut lateral ruang anterior kedalam dinding kanalis Schlemm. Trabekula
ini mempunyai celah terbuka yang sangat kecil, yaitu antara 2 sampai 3
mikrometer. Kecepatan aliran cairan ke dalam kanalis meningkat.secara
nyata karena tekanan yang meningkat. Dengan tekanan kurang lebih 15
mmHg pada mata normal, biasanya jumlah cairan yang meninggalkan
mata melalui kanalis Schlemm rata-rata 2,5 mikroliter/menit. Sehingga
keadaan pada tekanan intraokuler meningkat yang bisa disebabkan
berlebihnya humor aquos atau aliran yang tidak baik dapat menyebabkan
penekanan pada bola mata, dan bermanifestasi nyeri pada bola mata
(Guyton et al, 2011).
D. Langkah IV : Menginventarisasi permasalahan secara sistematis dan
pernyataan sementara mengenai permasalahan pada langkah III.

Visus turun, mata tenang


Uji pinhole

Maju

Tidak Maju

Kelainan organik

Pemeriksaan
Konfrontasi

Media refrakta (kornea, lensa,


Retina,
aquos,
pupil,
vitrous)
N.opticus, lintasan visual Tekanan bola mata
Refleks fundus

E. Langkah V : Merumuskan tujuan pembelajaran.


1.
2.
3.
4.
5.
6.

Bagaimanakah struktur histologi mata ?


Mengapa penglihatan kabur tetapi tidak terdapat mata merah ?
Mengapa pasien 1 merasa nyaman setelah uji pinhole ?
Mengapa pada pasien 2 yang bermasalah hanya mata kiri ?
Mengapa setelah dilakukan koreksi mata tidak mengalami kemajuan ?
Bagaimana penjelasan pemeriksaan tekanan bola mata, tes konfrontasi,

refleks fundus ?
7. Apa penyebab dan bagaimanakah mekanisme turunnya visus ?
8. Bagaimanakah interpretasi pemeriksaan fisik pada pasien 1 & 2 ?
9. Apa sajakah diagnosis banding pada skenario ini ?
D. Langkah VI : Mengumpulkan informasi baru.
E. Langkah VII : Melaporkan, membahas, dan menata kembali informasi baru
yang diperoleh.
1. Histologi mata
Lapisan mata dari luar ke dalam yaitu :
a. Sclera
Merupakan jaringan ikat yang terletak paling luar. Sclera
merupakan selaput berwarna putih yang dapat kita lihat pada
bola mata orang lain. Ke arah depan, sclera berlanjut menjadi

Kornea yang berwarna bening yang memungkinkan cahaya


untuk masuk.
b. Choroid
Merupakan tunica vasculosa yang kaya akan pembuluh darah.
Choroid berlanjut ke depan berlanjut menjadi Iris, bagian mata
yang mempunyai warna dan Corpus Cilliaris.
c. Retina
Merupakan lapisan mata yang berada di dalam. Retina terbagi
dua, yaitu area visual dan non-visual. Area visual retina
merupakan area yang dapat menangkap cahaya, terdiri dari sel
batang dan sel kerucut. Sedangkan Retina area non-visual
merupakan area yang tidak dapat menangkap cahaya. Bagian
ini cenderung berada di bagian anterior mata. Titik temu dari
Retina area Visual dan Non-visual disebut Ora Serrata (Drake
et al, 2011).
2. Hubungan penglihatan kabur dengan tidak terdapat mata merah
Mata merah terjadi akibat pelebaran pembuluh darah konjjungtiva
atau episklera atau perdarahan konjungtiva dan sklera. Mata terlihat merah
akibat vasodilatasi pembuluh darah konjungtiva yang terjjadi pada
inflamasi akut, misalnya : konjungtivitis, keratitis, atau iridosiklitis.
Sementara pecahnya salah satu pembuluh darah dan darah tertimbun di
subkonjugtiva disebut sebagai perdarahan subkonjungtiva (Ilyas, 2010)
Perlu dilakukan pemeriksaan terdapa mata merah atau tidak pada
pasien untuk mengetahui differential diagnosis dari keluhan yang dialami
pasien. Penurunan visus yang disertai mata merah dapat mengindikasikan
pasien menderita keratitis. Namun pada skenario tidak terdapat mata
merah pada pasien, sehingga differential diagnosis keratitis dapat
disingkirkan.
3. Mengapa pasien 1 merasa nyaman setelah dilakukan uji pinhole ?
Prinsip kerja pinhole adalah memperkecil ruangan masuknya
cahaya, sehingga cahaya yang masuk lebih sedikit. Hal ini menyebabkan,
fokus bayangan bisa tepat berada di retina. Jatuhnya fokus bayangan tepat

di retina akan membuat pasien merasa nyaman untuk melihat lingkungan


sekitarnya, seperti orang dengan mata normal.
4. Mengapa pada pasien 2 yang bermasalah hanya mata kiri ?
Pada pasien 2 yang bermasalah hanya mata kiri, karena kelainan
pada media refrakta bisa saja hanya mengenai sebelah mata saja, sesuai
dengan kausa utama apa yang menyebakan kerusakan, misalnya iritasi
atau infeksi dan juga tergantung dari seberapa besar kausa tersebut
menyebabkan kerusakan.
5. Mengapa setelah dilakukan koreksi mata tidak mengalami kemajuan ?
Pasien dengan penurunan visus yang disebabkan oleh kelainan
refraksi, jika dilakukan pemeriksaan pinhole akan mengalami kemajuan.
Sebaliknya, pasien dengan penurunan visus akibat kelainan media refrakta
atau retina, jika dilakukan uji pinhole tidak akan mengalami kemajuan.
Pada pasien 2, kemungkinan bukan disebabkan

kelainan refraksi

dikarenakan keadaan visus yang masih baik. Namun dengan adanya


keluhan nyeri pada bola mata, yang mengindikasikan terjadinya kelainan
pada media refrakta yaitu humor aqueous nya maka dengan uji pinhole
tidak akan mengalami kemajuan.
6. Pemeriksaan tekanan bola mata, tes konfrontasi, refleks fundus
Uji Konfrontasi
Untuk pemerikasaan

lapang

pandang

dengan

melakukan

perbandingan lapang pandangan pasien dengan pemeriksa untuk


mengetahui secara kasar adanya defek pada lapang pandangan.
Caranya : mata kiri pasien dan mata kanan pemeriksa ditutup.
Pasien dan pemeriksa duduk berhadapan dengan jarak 1 meter. Mata kanan
pasien dan mata kiri pemeriksa saling bertatapan. Benda objek dipegang
sejauh mungkin ke samping di tengah-tengah jarak pasien-pemeriksan dan
pelan-pelan digerakkan kea rah sumbu penglihatan dan penderita diminta
untuk memberi tahu apabila mulai melihat objek. Diulang pada interval
30-450 hingga mengelilingi 3600 perifer (Ilyas et al, 2010).
Uji tekanan bola mata

Untuk pemeriksaan glaucoma. Menggunakan tanometer.


a. Tanometer Schiotz
Dengan beban tertentu akan terjadi kecekungan pada kornea
dan akan terlihat pada skala Schiotz. Makin rendah tekanan bola
mata maka skala yang terlihat akan lebih besar dan berlaku
sebaliknya. Angka skala yang ditunjuk dilihat nilainya di dalam
table untuk konversi nilai tekanan dalam mmHg. Kelemahan
penggunaan tanometer Schiotz adalah mengabaikan factor
kekakuan sclera (sclera riginity). Pemeriksaan dengan alat ini
harus hati-hati karena dapat menyebabkan lecetnya kornea yang
mengakibatkan keratitis.
b. Tanometer Aplanasi
Menggunakan tanometer yang dikaitkan dengan Slitlamp.
Tidak dipengaruhi oleh factor kekakuan sclera. Tanometer non
kontak dengan prinsip kerja hembusan udara pada permukaan
kornea yang langsung dapat diketahui hasil pengukuran tekanan
bola mata dalam mmHg (Ilyas et al, 2010).
Refleks Fundus
Untuk pemeriksaan katarak, untuk membedakan katarak mature
dan katarak immature. Apabila katarak mature, reflex fundus negatif.
Menggunakan oftalmoskop langsung. Melihat pupil dari jarak 30 cm. Bila
media refraksi jernih, maka reflex fundus berwarna merah kekuningan
pada seluruh lingkaran pupil. Bila media refraksi keruh, maka terlihat
adanya bercak hitam di depan latar belakang yang merah kekuningan.
Untuk melihat retina dan pupil N.opticus optalmoskop didekatkan sedekat
mungkin (Vaughan et al, 1995).
7. Penyebab dan mekanisme turunnya visus
Kerusakan penglihatan mencakup semua masalah pada penglihatan
yang mempengaruhi lapang pandang dan/atau kemampuan untuk melihat
benda dekat dan jauh dengan jelas, untuk menilai kedalaman, untuk

membedakan warna, dan untuk melihat satu bayangan secara bersamaan


(penglihatan warna). Penyebab kerusakan penglihatan mencakup:
a. Kelainan kongenital (misalnya kelainan genetik).
b. Anomali perkembangan [misalnya strabismus (juling).
c. Akibat sekunder penyakit sistemik (misalnya retinopati
diabetes).
d. Penyakit primer pada mata itu sendiri (misalnya glaukoma,
degenerasi makula terkait usia).
Glaukoma - peningkatan tekanan dalam mata, yang paling
sering menyakitkan. Visi akan normal pada awalnya, tapi
seiring waktu Anda dapat mengembangkan visi miskin malam,
bintik-bintik buta, dan kehilangan penglihatan untuk kedua sisi.
Glaukoma juga dapat terjadi tiba-tiba, yang merupakan
keadaan darurat medis.
e. Kelainan

refraksi

(misalnya

miopia,

hipermetropia,

astigmatisme).
Kelainan refraksi adalah suatu kondisi ketika sinar datang
sejajar pada sumbu mata dalam keadaan tidak berakomodasi
yang seharusnya direfraksikan oleh mata tepat pada retina
sehingga tajam penglihatan maksimum tidak direfraksikan oleh
mata tepat pada retina baik itu di depan, di belakang maupun
tidak dibiaskan pada satu titik. Kelainan ini merupakan bentuk
kelainan visual yang paling sering dan dapat terjadi akibat
kelainan pada lensa ataupun bentuk bola mata (Istiqomah,
2004). Kelainan refraksi adalah keadaan dimana bayangan
tegas tidak dibentuk pada retina.
f.
g.
h.
i.

Trauma (misalnya cedera tembus).


Kerusakan pada jalur penglihatan (misalnya setelah stroke).
Trakoma disebabkan oleh Chlamydia trachomatis.
Defisiensi vitamin A (xeroftalmia).

Berdasarkan etiloginya gangguan visus pada mata tenang dibagi


atas:
a. Penyebab kelainan vaskuler

Oklusi Pembuluh Darah Retina


Amaurosis vugaks
Penyakit Eales
Neuropati optic akut iskemik

b. Penyakit kelainan sistemik

Retinopati diabetik
Retinopati hipertensi
Penyebab degenerasi retina
Ablatio retina regmatogen
Degenerasi macula senile/disform.

8. Interpretasi pemeriksaan fisik pasien 1 dan 2.


Pasien 1
Pengelihatan kabur dengan mata tidak merah berarti telah terjadi
mata tenang visus turun pada pasien. Kelainan mata tenang visus

turun pada pasien dapat berupa kelainan refraksi.


Pada pasien, VOD 4/60 berarti pada oculi dextra pasien dapat
melihat objek dengan jelas pada jarak 4 meter sedangkan pada

mata normal objek dapat dilihat dengan jelas pada jarak 60 meter.
Pada pasien, VOS 6/15 berarti pada oculi sinistra pasien dapat
melihat objek dengan jelas pada jarak 6 meter sedangkan pada

mata normal objek dapat dilihat pada jarak 15 meter.


Dengan dilakukan uji pinhole visus pasien membaik berarti pasien
mengalami kelainan refraksi, karena uji pinhole dapat mengoreksi
visus sebesar 4-5 D. Uji pinhole yang tidak membaik berarti

terdapat kelainan organik pada mata, seperti katarak.


Koreksi OD dengan S -4.25 D berarti pada pasien mengalami
miopi dan telah dilakukan koreksi pada oculi dextra dengan lensa
spheris -4.25 Dioptri. Dan koreksi OS dengan S -0.75 D C -0.50
axis 90 derajat berarti oculi sinistra pada pasien mengalami miopi
dan astigmatisme sehingga dikoreksi dengan lensa spheris -0.75
dan lensa silindris -0.50 dengan axis 90 o berarti aksis vertikal (in
the rule). Sedangkan untuk membaca dekat dikoreksi dengan S

+1.50 Dioptri berarti pasien mengalami hipermetropi dan dikoreksi


dengan lensa spheris +1.50 Dioptri.
Dengan adanya uji pinhole, mata tenang dan juga koreksi dengan
lensa spheris dan silindris membaik, maka dapat dikatakan pasien
mengalami kelainan refraksi yaitu miopi, hipermetropi dan astigmatisme.
Pasien 2

Mata kanan visus 6/6 E berarti ketajaman penglihatan mata kanan

pasien normal.
Mata tenang bearti mata tidak merah, tidak ada kelainan anatomi

mata.
Mata kiri visus 1/300 berarti pasien hanya dapat melihat lambaian
tangan pemeriksa pada jarak 1 meter, dimana pada mata normal

lambaian tangan dapat dilihat pada jarak 300 meter.


Nyeri bola mata bisa timbul karena saraf mata yang ada di retina
terdesak.
Pemeriksaan:
o Persepsi warna, untuk mengetes adanya buta warna atau tidak.
o Proyeksi sinar, untuk mengetahui apakah tangkapan retina
masih bagus pada 4 sisinya, temporal, nasal, superior, dan
inferior.
o Tonometri schiotz, untuk mengetahui tekanan bola mata.
o Konfrontasi, untuk mengetahui lapang pandang pasien.
o Refleks fundus, untuk mengetahui adanya kekeruhan pada
media penglihatan yang keruh) (Vaughan et al, 1995).

9. Differential diagnosis pada pasien 1 dan 2


Pasien 1
Hipermetropia
Hipermetropia dikenal sebagai penglihatan jauh, biasanya akibat
bola mata terlalu pendek, atau kadang-kadang sistem lensa terlalu lemah
pada keadaan ini bagian tengah, terlihat bahwa cahaya sejajar kurang
dibelokkan oleh sistem lensa tidak terfokus di retina. Untuk mengatasi
kelainan ini, otot silisris berkontraksi untuk meningkatkan kekuatan lensa.
Dengan menggunakan mekanisme akomodasi, pasien hiperopia dapat

memfokuskan bayangan dari objek jauh di retina. Bila pasien


menggunakan sebagian otot siliarisnya untuk melakukan akomodasi jarak
jauh, ia tetap masih mempunyai sisa daya akomodasi untuk melihat
dengan tegas objek yang mendekati mata sampai otot siliaris telah
berkontraksi maksimum. Pada orang tua, sewaktu lensa menjadi
presbiop, paisen hiperopia sering tidak dapat berakomodasi cukup kuat
untuk memfokuskan objek jauh sekalipun, apalagi untuk memfokuskan
objek dekat (Guyton et al, 2008).
Myopia
Pada myopia atau penglihatan dekat, sewaktu otot siliaris
relaksasi total, cahaya dari objek jauh difokuskan di depan retina. Keadaan
ini biasanya akibat bola mata yang terlalu panjang, atau kadang-kadang
karena daya bias system lensa terlalu kuat (Guyton et al, 2008).
Tidak ada mekanisme bagi myopia untuk mengurangi kekuatan
lensanya karena memang otot siliaris dalam keadaan relaksasi sempurna.
Pasien

myopia tidak mempunyai mekanisme untuk memfokuskan

bayangan dari objek jauh dengan tegas di retina. Namun, bila objek di
dekatkan ke mata, bayangan akhirnya akan menjadi cukup dekat sehingga
dapat di fokuskan di retina. Kemudian bila objek terus didekatkan ke mata,
pasien myopia dapat menggunakan mekanisme akomodasi agar bayangan
yang terbentuk tetap terfokus secara jelas. Seorang pasien myopia
mempunyai titik jauh yang terbatas untuk penglihatan jelas (Guyton et
al, 2008).
Astigmatisma
Astigmatisma adalah kelainan refraksi yang mencegah berkas cahaya
jatuh sebagai suatu fokus titik di retina karena perbedaan derajat refraksi
di berbagai meridian kornea atau lensa kristalina. Pada astigmatisma, mata
menghasilkan suatu bayangan dengan titik atau garis fokus multiple,
dimana berkas sinar tidak difokuskan pada satu titik dengan tajam pada
retina akan tetapi pada 2 garis titik api yang saling tegak lurus yang terjadi
akibat kelainan kelengkungan di kornea.

Pasien 2
Glaukoma
Glaukoma adalah suatu keadaan tekanan intraokuler/tekanan dalam
bola mata relatif cukup besar untuk menyebabkan kerusakan papil saraf
optik dan menyebabkan kelainan lapang pandang . Glaukoma lebih sering
terjadi pada umur di atas 40 tahun. Beberapa faktor resiko lainnya untuk
terjadi glaukoma, antara lain : Faktor genetik; riwayat glaukoma dalam
keluarga; penyakit hipertensi; penyakit diabetes dan penyakit sistemik
lainnya; kelainan refraksi berupa miopi dan hipermetropi; ras tertentu.
Glaukoma terdiri dari glaucoma sudut terbuka dan glaucoma sudut
tertutup. Pasien dengan glaukoma primer sudut terbuka (glaukoma kronik
sudut terbuka) dapat tidak memberikan gejala sampai kerusakan
penglihatan yang berat terjadi, sehingga dikatakan sebagai pencuri
penglihatan. Berbeda pada glaukoma akut sudut tertutup, peningkatan
tekanan TIO berjalan cepat dan memberikan gejala mata merah, nyeri dan
gangguan penglihatan (Khaw T et al, 2005).
Katarak
Katarak adalah opasitas lensa kristalina yang normalnya jernih.
Biasanya terjadi akibat proses penuaan tapi dapat timbul pada saat
kelahiran (katarak kongenital). Dapat juga berhubungan dengan trauma
mata tajam maupun tumpul, penggunaan kortikosteroid jangka panjang,
penyakit sistemik, pemajanan radiasi, pemajanan yang lama sinar
ultraviolet, atau kelainan mata lain seperti uveitis anterior (Smeltzer et al,
2002).
Menurut Corwin (2001), katarak adalah penurunan progresif
kejernihan lensa. Lensa menjadi keruh atau berwarna putih abu-abu, dan
ketajaman penglihatan berkurang. Katarak terjadi apabila protein-protein
lensa yang secara normal transparan terurai dan mengalami koagulasi.
Sedangkan menurut Arif (2000), katarak adalah setiap keadaan
kekeruhan pada lensa yang dapat terjadi akibat hidrasi (panambahan
cairan) lensa, denaturasi protein lensa, atau akibat kedua-duanya. Biasanya
mengenai kedua mata dan berjalan progresif

BAB III
KESIMPULAN
a. Pasien pertama dalam skenario menderita presbiopia dan astigmatisme
sedangkan pasien kedua belum dapat dipastikan diagnosisnya karena harus
dilakukan pemeriksaan penunjang terlebih dahulu.
b. Usia pasien pertama (45 tahun) merupakan faktor resiko terjadinya presbiopia
karena usianya semakin lanjut menyebabkan menurunnya kemampuan media
refrakter untuk membiaskan cahaya tepat pada retina dan juga berkurangnya
kemampuan elastisitas pada lenda mata yang menyebabkan berkurangnya
kemampuan lensa untuk berakomodasi.
c. Pasien kedua harus dilakukan pemeriksaan tekanan bola mata, konfrontasi dan
reflek fundus untuk mengetahui diagnosis lebih pasti.

BAB IV
SARAN
A. Saran untuk mahasiswa
1.

Diharapkan mahasiswa lebih disiplin pada pelaksanaan tutorial


karena masih terdapat pemanfaatan waktu yang kurang baik sehingga
waktu tutorial mundur.

2.

Diharapkan setiap mahasiswa lebih aktif lagi, agar setiap


mahasiswa dapat mengungkapkan pendapatnya pada pertemuan pertama
dan kedua, sehingga diskusi dapat berjalan dengan lancar.

B. Saran untuk tutor


Tutor sudah menjalankan tugasnya dengan baik.Beliau mengarahkan kami
agar tutorial berjalan sebagaimana mestinya. Beliau memberikan feedback dan
pancingan-pancingan jika tutorial menemui kebuntuan serta mengarahkan
tentang hal-hal apa saja yang harus kami kuasai di dalam skenario tersebut.
Tutor juga sudah membuat batasan-batasan agar kami tidak membahas yang
bukan merupakan Learning Objective dari diskusi tutorial.

DAFTAR PUSTAKA
Arif M, et al (2000) . Kapita Selekta Kedokteran . Edisi ke 3. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia
Corwin EJ (2001). Patofisiologi. Jakarta: EGC
Drake RL, Vogl W, Mitchell AWM (2010). Grays Anatomy for Students.
Singapore: Elsevier.
Guyton, Hall (2008). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi ke 11. Jakarta: EGC.
Guyton, Hall (2011). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi ke 12. Jakarta: EGC
Hammond JC, Webster AR, Snieder H, Spector TD, Bird AC, Gilbert CE (2002).
Genetic influence on early age-related maculopathy: a twin study.
Ophtalmology, 109: 6-730.
Ilyas S (2010). Ilmu Penyakit Mata. Edisi ke 3. Jakarta : Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.
Ilyas S (2010). Ilmu Penyakit Mata untuk Dokter Umum dan Mahasiswa
Kedoktera. Edisi ke 2 Jakarta : CV Sagung Seto.
Istiqomah, IN (2004). ASKEP Klien Gangguan Mata. Jakarta: EGC
Khaw T, Shah P, Elkington AR (2005). ABC of Eyes. 4th Edition. London: BMJ
Publishing Group.
Nurrobbi,
K
(2010).

Preventing

Childhood

Poisonings.

http://kusantrimediacare.wordpress.com/2010/03/31/miopia - Diakses 20
September 2015.
Patu HI (2010). Kelainan Refraksi. http://cpddokter.com/home/index.php?
option=com_content&task=view&id=1684&Itemid=38

Diakses

20

September 2015
Saladin K (2006). Anatomy & Physiology: The Unity of Form and Function. 4th
Edition. New York: McGraw-Hill.
Seeley R, Stephens T, Tate P (2006). Anatomy and Physiology. 7th Edition. New
York: McGraw-Hill.
Smeltzer SC, Bare BG (2002). Buku Ajar Medikal Bedah. Edisi ke 8. Jakarta:
EGC.
Snell, Richard S (2006). Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran. Edisi ke
6. Jakarta: EGC.
Vaughan, Daniel G et al (1995). Oftalmologi Umum. Jakarta : Widya Medika.

Anda mungkin juga menyukai