Anda di halaman 1dari 14

MODUL 1

TUTORIAL“MATA MERAH”

DISUSUN OLEH:

Kelompok 1

Sonia Buyung 09402011001


Nurhasanah 09402011009
Muhammad Wahyu Tryadi 09402011015
Suci Ramadhani Darwis 09402011024
Yudi Tahajuddin 09402011029
Christi Evana Doda 09402011033
Nazla Fajriyah Albaar 09402011045
Al-nour Mumtahana Mansur 09402011046
Arini Alvi Abubakar 09402011049

BLOK SISTEM INDERA

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

UNIVERSITAS KHAIRUN

2023
SKENARIO 1

Seorang Perempuan berusia 30 tahun datang ke Puskesmas X dengan keluhan mata


gatal sejak 3 hari yang lalu. Keluhan disertai dengan mata merah, nyeri (-), trauma (-).
Pemeriksaan visus kedua mata 6/6
II. KATA SULIT
-
III. KALIMAT KUNCI
1. Seorang Perempuan berusia 30 tahun
2. Datang ke Puskesmas X dengan keluhan mata gatal sejak 3 hari yang lalu
3. Keluhan disertai dengan mata merah, nyeri (-), trauma (-)
4. Pemeriksaan visus kedua mata 6/6

IV.PERTANYAAN

1) Jelaskan anatomi & fisiologi dari organ terkait!

2) Sebutkan dan jelaskan definisi dan etiologi mata gatal dan mata merah!

3) Jelaskan patomekanisme mata gatal dan mata merah!

4) Jelaskan DD berdasarkan

skenario!

A. Konjungtivitis
B. Episkleritis
C. Pteridium
1.Jelaskan Anatomi dan Fisiologi organ terkait!
ANATOMI MATA

Mata adalah suatu bola berisi cairan yang terbungkus oleh tiga lapisan jaringan khusus. Berdasarkan
gambar 2.1 anatomi mata dari bagian paling luar hingga paling dalam, lapisan-lapisan tersebut adalah
sklera/kornea, koroid/badan siliaris/ iris, retina. Sebagian besar bola mata ditutupi oleh suatu lapisan
kuat jaringan ikat, sklera, yang membentuk bagian putih mata. Di sebelah anterior, lapisan luar terdiri
dari kornea transparan, yang dapat ditembus oleh berkas cahaya untuk masuk ke interior mata. Lapisan
tengah di bawah sklera adalah koroid yang berpigmen banyak dan mengandung banyak pembuluh darah
yang memberi nutrisi bagi retina. Lapisan koroid di sebelah anterior mengalami spesialisasi membentuk
badan siliaris dan iris. Lapisan paling dalam di bawah koroid adalah retina, yang terdiri dari lapisan
berpigmen di sebelah luar dan lapisan jaringan saraf di sebelah dalam. Lapisan jaringan saraf
mengandung sel batang dan sel kerucut, fotoreseptor yang mengubah energi cahaya menjadi impuls
saraf. Seperti dinding hitam sebuah studio foto pigmen di koroid dan retina menyerap sinar setelah sinar
mengenai retina untuk mencegah pantulan atau pembuyaran sinar di dalam mata.
1. Bagian Luar
a. Bulu Mata; Bulu mata yaitu rambut-rambut halus yang terdapat ditepi kelopak mata.
b. Alis Mata (Supersilium) ; Alis yaitu rambut-rambut halus yang terdapat diatas mata.
c. Kelopak Mata (Palpebra); Kelopak mata merupakan 2 buah lipatan atas dan bawah kulit yang terletak
di depan bulbus okuli.
d. Kelenjar Air Mata
e. Kelenjar Meibom
2. Bagian Dalam
a. Konjungtiva; Konjungtiva adalah membran tipis bening yang melapisi permukaan bagian dalam
kelopak mata dan dan menutupi bagian depan sklera (bagian putih mata), kecuali kornea.Konjungtiva
mengandung banyak sekali pembuluh darah. Membrane tipis ini berfungsi melindungi bagian depan
mata dan di dalam kelopak mata.
b. Sklera; Sklera merupakan selaput jaringan ikat yang kuat dan berada pada lapisan terluar mata yang
berwarna putih.
c. Kornea; Kornea merupakan selaput yang tembus cahaya, melalui kornea kita dapat melihat membran
pupil dan iris.
d. Koroid ; Koroid adalah selaput tipis dan lembab merupakan bagian belakang tunika vaskulosa (
lapisan tengah dan sangat peka oleh rangsangan).
e. Iris; Iris merupakan diafragma yang terletak diantara kornea dan mata. Iris memberikan warna pada
bola mata dan dilengkapi dengan otot kecil yang melebarkan atau mengecilkan pupil, untuk mengatur
cahaya masuk.
f. Pupil; Pupil merupakan bukaan kecil berwarna hitam di bagian tengah iris, yang merupakan jalan
masuknya cahaya ke dalam mata. Dari kornea, cahaya akan diteruskan ke pupil. Pupil menentukan
kuantitas cahaya yang masuk ke bagian mata yang lebih dalam. Pupil mata akan melebar jika kondisi
ruangan yang gelap, dan akan menyempit jika kondisi ruangan terang.
g. Lensa; Lensa adalah organ focus utama, yang membiaskan berkas-berkas cahaya yang terpantul dari
benda-benda yang dilihat, menjadi bayangan yang jelas pada retina Lensa berada dalam sebuah kapsul
yang elastic yang dikaitkan pada korpus siliare khoroid oleh ligamentum suspensorium.
h. Retina; Retina merupakan lapisan bagian dalam yang sangat halus dan sangat sensitif terhadap
cahaya. Pada retina terdapat reseptor(fotoreseptor). Retina adalah lapisan jaringan dengan sel reseptor
yang mengirimkan pesan ke otak melalui saraf optic.
i. Aqueous humor; Aquaeous humor atau cairan berair terdapat dibalik kornea, yaitu cairan menyerupai
gel yangn membantu memberikan bentuk bola mata. Strukturnya sama dengan cairan sel, mengandung
nutrisi bagi kornea dan dapat melakukan difusi gas dengan udara luar melalui kornea.
j. Vitreus humor (Badan Bening); Badan bening ini terletak dibelakang lensa. Bentuknya berupa zat
transparan seperti jeli(agar-agar) yang jernih. Zat ini mengisi pada mata dan membuat bola mata
membulat.
k. Bintik Kuning; Bintik kuning adalah bagian retina yang paling peka terhadap cahaya karena
merupakan tempat perkumpulan sel-sel saraf yang berbentuk kerucut dan batang
l. Saraf Optik; Saraf yang memasuki sel tali dan kerucut dalam retina, untuk menuju ke otak.
m. Otot Mata
Otot-otot yang melekat pada mata:
• Muskulus levator palpebralis superior inferior, fungsinya mengangkat kelopak mata
• Muskulus orbikularis okuli otot lingkar mata, fungsinya untuk menutup mata
• Muskulus rektus okuli inferior (otot disekitar mata), berfungsi menggerakkan bola mata ke bawah dan
ke dalam
• Muskulus rektus okuli medial (otot disekitar mata) berfungsi untuk menggerakkan mata dalam (bola
(mata)
• Muskulus obliques okuli superior, fungsinya memutar mata ke atas, ke bawah dan ke luar. [1]
FISIOLOGI MATA
Mata merupakan salah satu organ yang penting dalam tubuh manusia. Mata dapat dibedakan menjadi
tiga lapisan. Lapisan terluar adalah kornea dan sklera yang masing-masing mempunyai fungsi yang
berbeda. Kornea berfungsi sebagai pelindung mata dari infeksi dan kerusakan struktural serta
membiaskan cahaya ke lensa dan retina. Sklera merupakan mantel atau pelindung mata agar tetap
mempertahankan bentuknya saat ada tekanan dari internal maupun eksternal. Sklera tertutup oleh
selaput transparan yang disebut dengan konjungtiva. Kornea dan sklera dihubungkan oleh limbus.
(Willoughby CE, 2010).Lapisan kedua terdiri dari iris, badan siliar dan koroid. Iris berfungsi dalam
pengaturan akomodasi pupil agar cahaya yang masuk dapat tersampaikan ke retina dengan baik. Badan
siliar berfungsi dalam memproduksi aqueous humor dan terletak antara iris dan koroid (Borges, AS,
2013). Koroid berfungsi dalam memasok oksigen dan nutrisi ke bagian luar dan dalam retina. Fungsi
lain dari koroid adalah menyerap cahaya, termoregulasi dengan menghilangkan panas dari mata, dan
juga mengatur tekanan intraokuler dengan mengontrol vasomotor aliran darah (Nickla, DL, 2010).
Lapisan terdalam dari mata adalah retina. Retina merupakan bagian mata yang peka terhadap cahaya,
mengandung sel-sel kerucut dan sel batang. Bila sel batang dan sel kerucut terangsang, sinyal akan
dijalarkan melalui sel saraf pada retina itu sendiri, ke serabut saraf optikus dan diinterpretasikan oleh

korteks serebri (Guyton,2013). [2]


2. Sebutkan dan jelaskan definisi dan etiologi mata gatal dan mata merah!
1. Definisi Mata Merah
Mata merah umumnya terjadi karena pelebaran pembuluh darah di mata. Mata yang
merah mengindikasikan adanya masalah pada mata, bisa masalah ringan ataupun serius yang
memerlukan penanganan lebih lanjut.
2. Etiologi Mata Merah
Penyebab mata merah yang paling sering adalah karena pelebaran pembuluh darah pada
permukaan mata. Hal ini biasanya disebabkan oleh:
1) Udara yang panas/kering
2) Paparan sinar matahari
3) Debu
4) Reaksi alergi
5) Influenza
6) nfeksi Bakteri atau virus
7) Batuk
Mata yang lelah atau dalam kondisi batuk dapat menyebabkan terjadinya perdarahan
subkonjungtival atau Subconjunctival Bleeding. Sementara penyebab mata lain yang
memerlukanpenanganan lebih lanjut adalah infeksi.Infeksidapat muncul pada struktur berbeda
dari mata dan akan menimbulkan gejala tambahan seperti nyeri, discharge (kotoran mata
berlebih) dan perubahan tajam pengelihatan.
Infeksi pada mata yang dapatkan menyebabkan mata merah:
1) Peradangan pada folikel bulu mata (blepharitis)
2) Peradangan pada selaput mata (konjungtivitis)
3) Peradangan pada Uvea (uveitis)
Kondisi lain yang dapat menyebabkan mata merah antara lain:
1) Trauma atau luka pada mata
2) Meningkatnya tekanan bola mata yang menimbulkan nyeri (glaucoma akut)
3) Erosi kornea akibat iritasi atau penggunaan lensa kontak [3]
1. Definisi Mata Gatal
Mata gatal, juga dikenal sebagai pruritus okular. Mata gatal adalah tanda konjungtivitis
alergi yang paling konsisten. Konjungtivitis alergi ditemui pada hingga 40 persen populasi, tetapi
hanya sebagian kecil individu yang terkena mencari bantuan medis
2. Etiologi Mata Gatal
1) Alergi
2) Iritasi
3) Debu
4) Infeksi [4]
3. Jelaskan patomekanisme mata gatal dan mata merah!
PATOMEKANISME MATA MERAH
1) terjadi inflamasi pada kongjutiba→ pembuluh darah dapat melebar→ iritasi (permukaan selaput
darah bening pada mata jadi iritasi→ setelah iritasi permukaan pada selaput mata dan mata menjadi
merah
•penyebab : terpapar debu, pemakaian kontak lens terlalu lama, infeksi virus/bakter (hygine)
PATOMEKANISME MATA GATAL
2) mata gatal (pruitus ocular) → alergi (terpapar alergen “debu dsb” pada bola mata → jaringan di
mata melepaskan zat histamin → keluarnya zat histamin menimbulkan rasa gatal pada bola mata →
setelah itu terjadi peradangan dan mata menjadi gatal.
•penyebab : iritasi, alergi, infeksi [5]
4,JelaskanDDberdasarkanskenario!

A. Konjungtivitis

Definisi
Konjungtivitis adalah mata merah akibat peradangan pada selaput yang melapisi permukaan bola mata dan kelopak
mata bagian dalam (konjungtiva mata). Selain mata merah, konjungtivitis dapat disertai rasa gatal pada mata dan
mata berair. [6]
Etiologi dan Faktor Risiko
Etiologi
Konjungtivitis dapat disebabkan oleh infeksi ( bakteri, virus, fungi, parasit, dll.), reaksi alergi, kontak dengan iritan,
atau akibat penyakit kulit dan membrane mukosa ( mis: Sindrom Steven Johnson).
Faktor Risiko
Penyakit ini dapat mengenai semua kelompok usia dan kedua jenis kelamin. Faktor risiko bergantung pada etiologi (
contoh : riwayat kontak atau higenitas yang kurang pada konjungtivitas akibat infeksi; factor genetic pada
konjungtivitas atopi).[6]
Epidemiologi
Konjungtivitis merupakan salah satu gangguan mata yang paling sering terjadi. Di Indonesia konjungtivitis masuk
ke dalam 10 besar penyakit terbanyak pada pasien rawat jalan di rumah sakit pada tahun 2010, dengan jumlah
kunjungan sebanyak 135.749. Pada tahun 2010 angka kunjungan menurun menjadi 87.513 dengan jumlah kasus
baru sebanyak 68.026 kasus. Belum terdapat data akurat mengenai insiden konjungtivitis, baik secara global maupun
nasional. Di Amerika Serikat, diperkirakan insiden konjungtivitis mencapai 6 juta kasus per tahunnya.[6.7]
Patofisiologi

Mata tampak
Mikroorganisme, Hiperemi merah
alergen konjungtiva

Dilatasi pembuluh Hipertropi papila


Infeksi pada
konjungtiva
konjungtiva
posterior

Sekresi air mata


Peradangan pada Kelopak mata tidak dapat
berlebih
konjungtiva membuka dan menutup
secara sempurna
Mikroorganisme (virus, bakteri, jamur), bahan alergen, iritasi menyebabkan kelopak mata terinfeksi sehingga
kelopak mata tidak dapat menutup dan membuka sempurna. Karena mata menjadi kering sehingga terjadi iritasi
menyebabkan konjungtivitis. Pelebaran pembuluh darah disebabkan karena adanya peradangan ditandai dengan
konjungtiva dan sklera yang merah, edema, rasa nyeri dan adanya sekret mukopurulen
Konjungtiva, karena posisinya terpapar pada banyak organisme dan faktor lingkungan lain yang mengganggu.
Ada beberapa mekanisme melindungi permukaan mata dari substansi luar, seperti air mata. Adanya agen
perusak, menyebabkan cedera pada epitel konjungtiva yang diikuti edema epitel, kematian sel dan eksfoliasi,
hipertropi epitel atau granuloma. Mungkin pula terdapat edema pada stroma konjungtiva (kemosis) dan
hipertropi lapis limfoid stroma atau pembentukan folikel. Sel-sel radang bermigrasi melalui epitel ke
permukaan. Sel-sel ini kemudian bergabung dengan fibrin dan pus dari sel goblet, membentuk eksudat
konjungtiva yang menyebabkan perlengketan tepian palpebra pada saat bangun tidur .
Adanya peradangan pada konjungtiva ini menyebabkan dilatasi pembuluh-pembuluh mata konjungtiva posterior,
menyebabkan hiperemi yang tampak paling nyata pada formiks dan mengurang kearah limbus. Pada hiperemi
konjungtiva ini biasanya didapatkan pembengkakan dan hipertropi papilla yang sering disertai sensasi benda
asing dan sensasi tergores, panas atau gatal. Sensasi ini merangsang sekresi air mata. Transudasi ringan juga
timbul dari pembuluh darah yang hiperemi dan menambah jumlah air mata. [8.9]
Manifestasi Klinis
Gejala utama adalah mata merah dan sensasi adanya benda asing di mata.
Gejala dan tanda konjungtivitis berdasarkan etiologi
Temuan Klinis Bakterial Viral Chlamydia Alergi
Anamnesis Riwayat kontak ± Riwayat kontak ± Riwayat seksual Atopi
Visus Tidak menurun selama tidak terhalang secret/ discharge (bila ada ).
Penurunan visus dan fotofobia dapat menandakan keterlibatan komponen
mata lainnya ( missal: keratitis)
Hiperemia Ya Ya Ya Ya
Gatal + + + +++
Sekret Purulen/Mukopurulen Berair Mukopurulen Berair
Kemosis ++ ± ± ++
Papila ± - ± ++
Folikel - + + -
Keterangan: +++; ditemukan, berat; ++: ditemukan, sedang; +: ditemukan, ringan / sesdikit; ±: dapat ditemukan maupun
tidak; - : tidak ditemukan [6]
Diagnosis
Diagnosis konjungtivitis dapat ditegakkan berdasarkan temuan klinis (anamnesis dan pemeriksaan klinis) dan
pemeriksaan laboratorium. Tanda dan gejala yang spesifik pada konjungtivitis seperti hiperemia, sensasi benda
asing, sensasi penuh di sekeliling mata, gatal, dan mata berair (epifora).
- Pemeriksaan laboratorium: dari pemeriksaan laboratorium ditemukan kuman-kuman atau mikroorganisme
dalam sediaan langsung dari kerokan konjuntiva. Beberapa pemeriksaan laboratorium yang dapat
dilakukan:
- 1. Pemeriksaan mikroskopik dengan pewarnaan gram atau giemsa; dapat digunakan untuk mengidentifikasi
organisme penyebab, uji sensitivitas antibiotik, dan ditemukan sel-sel radang polimorfonuclear atau
mononuklear.
- 2. Uji diagnostic cepat (ELISA dan PCR) seperti pada kasus konjungtivitis inklusi.[10]
Tatalaksana
Pengobatan konjungtivitis bergantung dari identifikasi penyebab.
Jenis konjungtivitis Terapi
Konjungtivitis bakteri Polymyxin trimethoprim
1. Diplokokus gram negatif tanpa keterlibatan Ceftriaxone 1 g IM dosis tunggal
kornea
2. Diplokokus gram negatif dengan infeksi hingga Ceftriaxone parenteral 1-2 g/hari selama 5 hari
ke kornea
Konjungtivitis klamidia
1. Trakoma Tetracycline 1-1,5 g/hari PO, doxycycline 100
mg dua kali sehari PO selama 3 minggu,
eritromisin 1 g/hari PO
2. Konjungtivitis inklusi Doxycycline 100 mg dua kali sehari PO selama
7 hari, eritromisin 2 g/hari selama 7 hari,
azitromisin 1 g dosis tunggal.
Konjungtivitis viral Umumnya sembuh sendiri dan belum ada
terapi spesifik
1. Konjungtivitis virus herpes simplex Antivirus topikal seperti trifuridine setiap 2 jam
sewaktu bangun tidur selama 7-10 hari.
2. Blefarokonjungtivitis varicella zoster Acyclovir oral dosis tinggi 800 mg PO lima
kali sehari selama 10 hari.
Konjungtivitis jamur
1. Konjungtivitis akibat kandida Amphotericin B 3-8 mg/mL dalam larutan air
(bukan garam), krim kulit nistatin 100.000 U/g
4-6 kali sehari.
[10]
Komplikasi
1. Blefaritis
2. parut konjungtiva
3. faritis
4. otitis media
5. pneumonitis
6. keratitis
[10]
Prognosis
Konjungtivitis biasanya jinak dan sembuh sendiri. Durasi gejala bervariasi tergantung jenis dan penyebabnya. Pada
konjungtivitis bakteri biasanya berlangsung 10-14 hari namun jika diberikan pengobatan yang memadai hanya
berlangsung 1-3 hari. Pada konjungtivitis virus dapat berlangsung 2-3 minggu dengan keparahan meningkat pada
hari ke 4-5. Konjungtivitis klamidia pada bayi baru lahir dapat menyebabkan pneumonia dan atau otitis media.[11]
Pencegahan
1. Menjaga kebersihan mata
2. Rutin cuci tangan
3. Hindari kontak langsung dengan mata
4. Hindari penggunaan kosmetik mata dalam waktu yang lama
5. Pasien dengan konjungtivitis aktif harus diisolasi
6. Pada pasien konjungtivitis alergi hindari pajanan agen penyebab alergi [11]
B. Episkleritis
Definisi
Episkleritis adalah peradangan episklera unilateral atau bilateral akut, lapisan tipis jaringan antara
konjungtiva dan sklera. Episclera terdiri dari jaringan ikat longgar. Pasokan vaskularnya berasal dari
arteri ciliary anterior, yang merupakan cabang dari arteri ophthalmic. Episkleritis dapat menyebar,
sektoral atau nodular, dan paling sering idiopatik tetapi juga dapat dikaitkan dengan penyakit pembuluh
darah kolagen sistemik, penyakit autoimun, dan infeksi tertentu. Presentasi khas mungkin termasuk
eritema, ketidaknyamanan atau nyeri okular ringan, dan ketajaman visual normal. Keputihan atau
fotofobia jarang terlihat dengan kondisi ini. Kegiatan ini meninjau evaluasi dan pengelolaan episkleritis
dan menyoroti peran tim interprofessional dalam merawat pasien yang terkena dampak.
Gejala pasien termasuk kemerahan, ketidaknyamanan atau nyeri mata ringan, dan ketajaman visual
normal. Mereka jarang mengalami pelepasan atau fotofobia. [12]
Etiologi
Sebagian besar kasus episkleritis adalah idiopatik, tetapi 26% sampai 36% pasien memiliki
kelainan sistemik terkait yang bertanggung jawab atas proses patologis dan perkembangan episkleritis.
Kondisi ini termasuk tetapi tidak terbatas pada artritis reumatoid, penyakit Crohn, kolitis ulserativa,
artritis psoriatik, lupus eritematosus sistemik, artritis reaktif, polikondritis kambuh, spondilitis ankilosa,
poliarteritis nodosa, penyakit Behcet, sindrom Cogan, dan granulomatosis dengan poliangiitis,
sebelumnya disebut Wegener granulomatosis.
Beberapa infeksi seperti penyakit Lyme, penyakit demam cakar kucing, sifilis, dan yang disebabkan
oleh virus herpes juga terkait dengan episkleritis tetapi jauh lebih jarang daripada penyakit pembuluh
darah kolagen dan penyakit autoimun yang tercantum di atas. [12]
Epidemiologi
Episkleritis paling sering didiagnosis pada wanita muda hingga paruh baya dan jarang didiagnosis
pada anak-anak. Tidak ada konsensus mengenai kejadian dan prevalensi populasi umum karena studi ini
tidak dipublikasikan dalam literatur. Namun, diketahui bahwa episkleritis difus secara signifikan lebih
umum daripada kondisi bentuk nodular. Episkleritis difus terjadi pada sekitar 70% pasien; sedangkan,
episkleritis nodular hanya terjadi pada sekitar 30% pasien.
Juga diketahui bahwa insiden dan prevalensi episkleritis lebih tinggi pada populasi dengan
penyakit pembuluh darah kolagen sistemik dan penyakit autoimun. Dalam sebuah penelitian, episkleritis
berulang pada mata yang sama atau kontralateral terjadi pada sekitar 30% pasien. Statistik global
mungkin lebih banyak karena pasien dapat mendiagnosis sendiri dan mengobati episode berulang. [12]
Faktor Risiko
Sebagian besar penelitian menunjukkan bahwa wanita dewasa lebih sering terkena daripada pria dewasa.
Namun, satu penelitian pada populasi pediatrik mengungkapkan bahwa anak laki-laki lebih sering
terkena daripada anak perempuan. Tidak ada faktor risiko spesifik; namun, seperti disebutkan di atas,
sebagian pasien akan memiliki penyakit sistemik terkait. Satu studi (Akpek et al) menemukan bahwa
51% pasien memiliki beberapa penyakit mata bersamaan.[13]
Faktor Predisposisi
kejadian 41 per 100.000 per tahun
Umumnya idiopatik, tetapi hingga sepertiga kasus (terutama variasi nodular dan pada kasus bilateral)
terkait dengan gangguan sistemik, mis.
1) artritis reumatoid
2) penyakit radang usus
3) spondyloarthropathies seronegatif, mis. spondilitis ankilosa
4) vaskulitida
5) lupus eritematosus sistemik
6) polikondritis kambuh [13]
Patofisiologi
Patofisiologi episkleritis adalah peradangan non-granulomatosa pada jaringan pembuluh darah
episklera. Proses inflamasi akut ini melibatkan aktivasi sel imun residen, termasuk limfosit dan
makrofag. Setelah diaktifkan, mereka melepaskan mediator inflamasi yang menyebabkan vasodilatasi,
peningkatan permeabilitas pembuluh darah, dan migrasi lebih banyak sel darah putih dan makrofag.
Prosesnya terbatas dan umumnya berlangsung antara 2 dan 21 hari. [12]
Manifestasi Klinik
Episkleritis memiliki onset akut kemerahan sektoral atau difus pada satu atau kedua mata. Episkleritis
paling sering muncul secara unilateral, sekitar 80% dari waktu, tetapi mungkin juga memiliki presentasi
bilateral yang akut. Nodul jaringan yang meradang mungkin ada tetapi hanya pada sekitar 15% hingga
30% kasus. Jika ada, kondisinya disebut episkleritis nodular, dan jika tidak ada, kondisinya lebih tepat
disebut episkleritis difus. Pasien sering menggambarkan nyeri tekan atau nyeri ringan di area yang
terkena tetapi tidak menunjukkan sekret, fotofobia, atau penurunan ketajaman penglihatan. Pasien dengan
episkleritis akut cenderung memiliki penyakit permukaan mata bersamaan juga. Rosacea okular adalah
yang paling umum, bersama dengan keratokonjungtivitis sicca dan keratokonjungtivitis atopik.
Gejala Episkleritis
Biasanya mata merah unilateral, tetapi bilateral pada seperempat hingga setengah kasus :
 Onset akut
 Sakit ringan atau sensasi terbakar
 Terkadang nyeri saat palpasi
 Terkadang berair
 Kondisi umumnya berulang
Tanda-tanda Episkleritis
 Hiperemia dari pembuluh episklera yang melebar di satu atau lebih kuadran dari satu atau kedua
mata. (Keterlibatan bilateral menunjukkan penyakit sistemik yang mendasarinya).
 Hiperemia pucat dengan vasokonstriktor (misalnya usus. fenilefrin 2,5%). Episkleritis sederhana
(80%)
 Kemerahan sektoral atau difus
 Pembuluh episklera yang melebar mengikuti pola memancar yang teratur dan sebagian besar tidak
bergerak, tidak seperti pembuluh konjungtiva di atasnya yang lebih halus yang bergerak bebas
dengan konjungtiva.
 Episkleritis nodular (20%)
- nodul (elevasi ringan konjungtiva) dengan injeksi
- dalam kebanyakan kasus, nodul dalam aperture palpebral
- pembuluh episklera yang melebar dapat digerakkan saat lesi terangkat
- Biasanya tidak ada reaksi ruang anterior
Biasanya tidak ada keterlibatan konjungtiva kornea atau palpebral
Tidak berpengaruh pada ketajaman visual [13]
Diagnosis (Anamnesia, Pemeriksaan Fisik, Pemeriksaan Penunjang)
Anamnesis
- Keluhan :
1. Mata kemerahan
2. Iritasi ringan
3. Rasa tidak nyaman
4. Biasanya tidak nyeri, atau pasien dapat juga merasakan nyeri tumpul ringan
- Faktor Risiko :
1. Rosacea ocular
2. Atopi
3. Gout
4. Infeksi
5. Penyakit kolagen-vaskular
Pemeriksaan Fisik
Mata merah di satu sisi akibat pelebaran pembuluh darah di konjungtiva (mengecil jika diberi fenilefrin
2,5% topikal)
1. Injeksi episklera (nodular, sektoral, atau difus)
2. Tidak nyeri tekan
3. Penglihatan normal
4. Tidak ada secret
5. Bentuk radang : benjolan setempat dengan batas tegas dan warna merah ungu di bawah
konjungtiva, apabila ditekan sakit sampai menjalar ke sekitar mata
Pemeriksaan Penunjang
- Tes laboratorium yang tepat untuk menyingkirkan kondisi inflamasi autoimun sistemik meliputi
hitung darah lengkap dengan diferensial, laju sedimentasi eritrosit/protein reaktif C, faktor
reumatoid, antibodi anti-nuklir, peptida citrullinated anti-siklik, HLA-B27, dan anti-neutrofil
antibodi sitoplasma (ANCA). Jika penyakit Lyme dicurigai, maka ELISA antibodi Lyme harus
dipesan. Jika diduga tuberkulosis (TB), maka tes kulit PPD dan rontgen dada harus
dilakukan. Jika sifilis merupakan pertimbangan, maka pasien harus diuji dengan rapid plasma
reagin (RPR) atau VDRL dan FTA-ABS atau pemeriksaan spesifik treponemal.
- Jika peradangan episklera menetap dan tidak merespon maka biopsi jaringan dapat
dipertimbangkan. Walaupun jarang, presentasi episkleritis dapat terjadi akibat vaskulitis sistemik
seperti granulomatosis dengan poliangiitis atau sindrom Cogan, keduanya dapat berakibat fatal
jika tidak diobati. Oleh karena itu, penting untuk mengingat kejadian langka ini.
Penatalaksanaan
Non farmakologis
 Biasanya sembuh sendiri dalam 7-10 hari; bentuk nodular dapat bertahan lebih lama
Kepastian: kondisi umumnya tidak berkembang menjadi gangguan mata yang lebih serius
 Kompres dingin
Anjurkan pasien untuk kembali/mencari bantuan lebih lanjut jika gejala menetap
Farmakologis
 Kasus ringan: tidak ada pengobatan khusus
Jika tidak nyaman: air mata buatan seperlunya selama 1-2 minggu
 Kasus yang lebih parah (termasuk tipe nodular) mungkin memerlukan steroid topikal ringan
misalnya fluorometholone atau loteprednol selama 1-2 minggu. Pengukuran awal TIO harus
dilakukan sebelum memulai terapi steroid
 Kasus yang parah mungkin mendapat manfaat dari pengobatan antiinflamasi nonsteroid sistemik,
misalnya flurbiprofen 100mg atau naproxen 500mg
 Pada kasus yang didasari kelainan lokal atau sistemik, dibutuhkan terapi yang lebih spesifik.
- Doksisiklin 100 mg, 2 kali sehari untuk rosacea.
- Terapi antimikroba untuk Tuberkulosis, Sifilis.
- Obat anti-inflamasi non-steroid local atau sistemik atau kortikosteroid untuk penyakit kolagen-
vaskular.[13.14]
Prognosis
Prognosis pasien dengan episkleritis umumnya baik. Sebagian besar pasien tidak memiliki kondisi
sistemik yang mendasarinya, dan sementara banyak pasien akan mengalami episode berulang, efek
samping peradangan dan perawatan jarang ditemui dan dapat dikelola tanpa intervensi yang signifikan.
- Ad vitam, menunjuk pada pengaruh penyakit terhadap proses kehidupan
- Ad functionam, menunjuk pada pengaruh penyakit terhadap fungsi organ atau fungsi manusia dalam
melakukan
- Ad sanationam, menunjuk pada penyakit yang dapat sembuh total sehingga dapat beraktivitas seperti
biasa [14]
Pencegahan
Menjelaskan etiologi dari penyakit ini adalah autoimun atau karena kemungkinan kelainan sistemik [13].
B. Pteridium
 Definisi :
pterygium adalah pertumbuhan jaringan fibrovascular pada konjungtiva dan kornea akibat proses
degenerasi.[15]
pterygium adalah suatu pertumbuhan fibrovascular konjungtiva yang bersifat degenerative dan invasif.
[16]
 Epidemiologi :
Di dunia, prevalensi pterygium di setiap negara bervariasi sesuai populasi, dengan perkiraan 1–30%.
Pterygium dilaporkan lebih banyak terjadi pada jenis kelamin laki-laki, dibanding perempuan, sebanyak
2 kali lipat. Pterygium lebih banyak ditemukan pada pasien yang berusia di atas 40 tahun, terutama yang
mengalami paparan sinar ultraviolet kronis atau sering beraktivitas di luar ruangan. [17]
Pterigium merupakan satu dari beberapa kondisi mayor yang mengancam penglihatan di negara
berkembang. Di daerah tropis seperti Indonesia, dengan paparan sinar matahari tinggi, resiko timbulnya
pterigium 44 kali lebih tinggi jika dibandingkan dengan daerah non-tropis. Riset Kesehatan Dasar
Nasional menampilkan data prevalensi pterigium tertinggi ditemukan di Bali (25,2%). Gejala klinis
pterigium pada tahap awal biasanya ringan bahkan sering tanpa keluhan sama sekali. Keluhan yang
timbul biasanya berupa keluhan simptomatik dan kosmetik, namun pterigium derajat lanjut berpotensi
menjadi kebutaan.[18]
 Etiologi :
Pterigium diduga disebabkan iritasi kronis akibat debu, cahaya sinar matahari, dan udara yang panas.
Etiologinya tidak diketahui dengan jelas dan diduga merupakan suatu neoplasma, radang, dan
degenerasi. [16]
 Faktor resiko :
Factor resiko yang sering di kaitkan dengan pterygium yaitu :
a. Demografi
Faktor demografi meliputi aspek usia, jenis kelamin, jenis pekerjaan (di luar ruangan atau didalam
ruangan) dan lingkungan tempat tinggal (di pedesaan atau di kota) adalah faktor risiko demografi utama
untuk perkembangan pterygium. Penduduk yang tinggal di ekuator lebih sering terkena pterygium.
Pterygium terjadi lebih sering antara 30 derajat lintang utara dan selatan khatulistiwa yang disebut
sebagai "pterygium belt" di mana ada iklim hangat, kering, berdebu dengan lebih banyak paparan radiasi
ultraviolet. Pterygium juga lebih sering terjadi pada pria dewasa muda daripada wanita, serta pekerja
pertanian atau mereka yang melakukan pekerjaan di luar ruangan dalam iklim yang berdebu dan hangat.
kondisi sosial-ekonomi juga memiliki hubungan yang signifikan terhadap pterygium. Angka kejadian
pterygium yang lebih tinggi terdapat pada kelas sosial ekonomi rendah. Beberapa penanda status sosial
ekonomi, termasuk berpenghasilan rendah dan tingkat pendidikan yang rendah, juga telah diidentifikasi
sebagai faktor risiko pterygium. status sosial ekonomi rendah mungkin terkait dengan jenis pekerjaan
dimana rata-rata pekerjaan yang dilakukan berkaitan dengan sektor pertanian dan konstruksi bangunan.
b. Lingkungan
Paparan sinar matahari adalah faktor risiko lingkungan yang paling umum. Paparan sinar matahari
berperan penting dalam proses perkembangan pterygium. Sinar UVR menginduksi degenerasi jaringan
ikat subepitelial “elastoid”, dan menimbulkan trauma genetik akibat ekspresi sitokin yang berubah-ubah
dalam peran patogenesis pterygium. Zat polutan lain seperti debu dan asap kendaraan berperan aktif
dalam perkembangan pterygium.
c. Life style
Faktor yang berhubungan dengan gaya hidup yaitu Penggunaan kacamata hitam sebagai faktor
pelindung, merokok, efek signifikan dari konsumsi alkoholdsn penyakit sistemik seperti DM, hipertensi,
dan hiperlipid.[19]
 Klasifikasi :
Masukan gambar
Keterangan :
a) Derajat I : Jaringan fibrovascular menutupi sklera tetapi tidak melewati batas limbus
b) Derajat II : jaringan menutupi sklera melewati limbus, menutupi kornea <2mm
c) Derajat III : jaringan mencapai tepi pupil
d) Derajat IV : Jaringan telah melewati pupil [20]
 Patofisiologi :

Masukan gambar
Gen p53 (wild type), yang terletak di kromosom 17p13, adalah gen penekan tumor yang mengendalikan
siklus sel. Gen ini terlibat dalam perbaikan dan sintesis DNA, diferensiasi sel, dan proses apoptosis.
Mutasi pada gen p53 dikatakan sebagai penanda genetik paling umum dari pertumbuhan neoplastik
manusia. Produk gen p53, protein p53, adalah fosfoprotein nuklir yang berikatan dengan DNA dan dapat
diidentifikasi dengan pewarnaan IHK, menggunakan antibodi monoklonal spesifik. Proses mutasi pada
gen p53 menimbulkan kaskade sitokin-sitokin inflamasi dalam tubuh yang berdampak pada
terbentuknya jaringan. proses pembentukkan jaringan fibroblast pterygium erat kaitannya dengan
sitokin-sitokiin inflamasi yang bereaksi kuat terhadap CD34, C-kit, VEGF1, dan VEGF2. kemokin
CXCR4 (Circulating Chemokine receptor 4) dan faktor turunan sel stroma (SDF-1) bersama-sama
mengaktivasi jaringan fibroblast yang inaktif menjadi aktif. Sel fibroblast yang telah aktif
mengakibatkan terbentuknya jaringan parut pada sklera mata. Semakin banyak sel fibroblast yang
teraktifasi maka semakin banyak jaringan pterygium yang terbentuk.[21]
Manifestasi Klinik
mata terasa memerah, perih, terasa mengganjal dan panas.
Mata perih
sering berhubungan dengan paparan sinar matahari, karena konjungtiva bulbi selalu berhubungan
dengan dunia luar.
Perasaan mengganjal
terjadi karena kontak yang cukup
lama dengan debu dan sinar matahari secara langsung dapat menimbulkan penebalan dan membuat mata
terasa mengganjal.[22]
Diagnosis anamnesis
Diitemukan gambaran klinis yang mengarah pada tanda-tanda pterigium pemeriksaan fisik pemeriksaan
oftalmologi, tampak adanya penonjolan daging, berwarna putih, tampak jaringan fibrovaskuler yang
berbentuk segitiga yang terbentang dari konjungtiva sampai kornea, tepi jaringan berbatas tegas sebagai
suatu garis yang bewarna coklat kemerahan, umumnya tumbuh di daerah nasal. Di bagian depan dari
apek pterigium terdapat infiltrat kecil. Biasanya terdiri dari bagian kepala, cap, dan badan. Umumnya
ditemukan di kedua mata namun tidak jarang terjadi pada sebagian mata.
Derajat pterigium berdasarkan perkembangannya adalah:
1. Derajat 1, puncak pterigium tidak mencapai garis tengah antara limbus dan pupil.
2. Derajat 2, puncak pterigium melewati garis tengah tetapi tidak mencapai pupil.
3. Derajat 3, puncak pterigium melewati pinggir pupil
Pemeriksaan Penunjang pemeriksaan patologi anatomi.
dilakukan untuk melihat sel pada jaringan yang diambil setelah dilakukan ope tersebut dapat
menghasilkan dan menjelaskan apakah sel tersebut ganas atau tidak, sehingga diagnosis dapat lebih jelas
apakah ke arah keganasan atau bukan [22]
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan medikamentosa di
tujukan untuk mengurangi gejala yang muncul, sehingga diberikan obat antiinflamasi.
● Pada pterigium yang ringan tidak perlu diobati.
● Untuk pterigium derajat 1-2 yang mengalami inflamasi, pasien dapat diberikan obat tetes mata
kombinasi antibiotik dan steroid 3 kali sehari selama 5-7 hari.
Diperhatikan juga bahwa penggunaan kortikosteroid tidak dibenarkan pada penderita dengan tekanan
intraokular tinggi atau mengalami kelainan pada kornea
● pterigium derajat 3-4 dilakukan tindakan bedah berupa avulsi pterigium. Sedapat mungkin setelah
avulsi pterigium maka bagian konjungtiva bekas pterigium tersebut ditutupi dengan cangkok
konjungtiva yang diambil dari konjungtiva bagian superior untuk menurunkan angka kekambuhan.
Tujuan utama
pengangkatan pterigium yaitu memberikan hasil yang baik secara kosmetik, mengupayakan komplikasi
seminimal mungkin, angka kekambuhan yang rendah. Penggunaan Mitomycin C (MMC) sebaiknya
hanya pada kasus pterigium yang rekuren, mengingat komplikasi dari pemakaian MMC juga cukup
berat[22]
Komplikasi
komplikasi yang muncul sebelum dilakukan insisi adalah merah, iritasi, dapat menyebabkan diplopia.
Sedangkan jika sudah dilakukan insisi adalah dapat terjadi infeksi, diplopia, scar cornea, perforasi bola
mata, dan komplikasi yang terbanyak adalah rekurensi pterygium post operasi
Prognosis
pasien pada umumnya baik, karena kasus kekambuhan dapat dicegah dengan kombinasi operasi dan
sitotastik tetes mata atau beta radiasi.[22]
Pencegahan
1.Proteksi terhadap sinar matahari sebaiknya dilakukan untuk mengurangi prevalensi pterigium
2.Pemakaian kacamata dari bahan plastik maupun kaca dapat memproteksi mata dari kejadian pterigium
dengan memblokir radiasi
sinar UV, iritasi akibat angin yang kencang, dan faktor resiko lain berupa debu dan pasir[23]
Daftar Pustaka
1. Buku sheerwood ,jurnal fakultas kedokteran universitas muhamadiyah malang,kementrian
kesehatan
2. jurnal fakuktas kedokteran universitas muhamadiyah malang
3. Buku Ilmu Kesehatan Mata 2017 Hal 2-3
4. NCBI (https://www.ncbi.nlm.nih.gov), McHarg, et al. (2022). Practice Patterns
Regarding Regional Corticosteroid Treatment in Noninfectious Uveitis: A Survey Study.
Journal of Ophthalmic Inflammation and Infection, 12(3), pp. 1–7)
5. Buku ajar kapita selekta kedokteran hal 1061 edisi V
6. Buku Kapita Selekta Kedokteran Ed V, jilid II tahun 2020 hal 1061
7. Kemenkes RI. Profil Kesehatan Indonesia 2009 hal 34 dan 2010 hal 42
8. Budiono, Sjamsu, ed. Buku ajar ilmu kesehatan mata. Airlangga University Press, 2019. Hal 110-
112
9. Habiburrrohman, Denny, et al. "Identifikasi Mikroorganisme Yang Ditemukan Di Dalam Cairan
Pembersih Lensa Kontak Pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran." Majority 9.1 (2020): 174-179.
10. Riordan-Eva, P., Whitcher, J.P. 2010. Vaughan & Asbury Oftalmologi Umum. Ed.17. Jakarta:
EGC.
11. Hashmi, M.F., Gurnani, B., Benson, S. 2022. Conjunctivitis. StatPearls [internet]. Treasure
Island; StatPearls Publishing
12. Schonberg S, Stokkermans TJ. Episcleritis. [Updated 2022 Sep 25]. In: StatPearls
[Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2022 Jan-. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK534796/
13. The College Of Optometrist (2022) Episcleritis, College Of Optometrists. Available at:
https://www.college-optometrists.org/clinical-guidance/clinical-management-
guidelines/episcleritis (Accessed: 18 February 2023).
14. Buku Ajar Sistem Indera Mata Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Semarang hal
35.
15. Buku kapita selecta kedokteran jilid 2 halaman 1063
16. Buku ilmu penyakit mata edisi keempat FK UI halaman 116
17. Shahraki T, Arabi A, Feizi S. Pterygium: an update on pathophysiology, clinical features, and
management. Ther Adv Ophthalmol. 2021
18. putu anindya agrasid dkk. karakteristik penderita pterigium di desa tianyar karangasem tahun
2015
19. Rezvan F, Khabazkhoob M, Hooshmand E, et al. Prevalence and risk factors of pterygium: a
systematic review and meta-analysis. Surv Ophthalmol. 2018 Sep-Oct;63(5):719-735.
20. Buku kapita selecta kedokteran jilid 2 halaman 1064
21. Han SB, Jeon HS, Kim M, et al. Quantification of astigmatism induced by pterygium using
automated image analysis. Cornea 2016
22. Putri, Dea. " PTERYGIUM Pterygium Oculi Dextra Stage III".J Agromed Unila. 2.1( 2015)
23. Agrasidi, P & Triningrat. " Karakteristik Penderita Pterigium di Desa Tianyar Karangasem
2015". E-Jurnal Medika 7.7 (2015)

Anda mungkin juga menyukai