TUTORIAL“MATA MERAH”
DISUSUN OLEH:
Kelompok 1
UNIVERSITAS KHAIRUN
2023
SKENARIO 1
IV.PERTANYAAN
2) Sebutkan dan jelaskan definisi dan etiologi mata gatal dan mata merah!
4) Jelaskan DD berdasarkan
skenario!
A. Konjungtivitis
B. Episkleritis
C. Pteridium
1.Jelaskan Anatomi dan Fisiologi organ terkait!
ANATOMI MATA
Mata adalah suatu bola berisi cairan yang terbungkus oleh tiga lapisan jaringan khusus. Berdasarkan
gambar 2.1 anatomi mata dari bagian paling luar hingga paling dalam, lapisan-lapisan tersebut adalah
sklera/kornea, koroid/badan siliaris/ iris, retina. Sebagian besar bola mata ditutupi oleh suatu lapisan
kuat jaringan ikat, sklera, yang membentuk bagian putih mata. Di sebelah anterior, lapisan luar terdiri
dari kornea transparan, yang dapat ditembus oleh berkas cahaya untuk masuk ke interior mata. Lapisan
tengah di bawah sklera adalah koroid yang berpigmen banyak dan mengandung banyak pembuluh darah
yang memberi nutrisi bagi retina. Lapisan koroid di sebelah anterior mengalami spesialisasi membentuk
badan siliaris dan iris. Lapisan paling dalam di bawah koroid adalah retina, yang terdiri dari lapisan
berpigmen di sebelah luar dan lapisan jaringan saraf di sebelah dalam. Lapisan jaringan saraf
mengandung sel batang dan sel kerucut, fotoreseptor yang mengubah energi cahaya menjadi impuls
saraf. Seperti dinding hitam sebuah studio foto pigmen di koroid dan retina menyerap sinar setelah sinar
mengenai retina untuk mencegah pantulan atau pembuyaran sinar di dalam mata.
1. Bagian Luar
a. Bulu Mata; Bulu mata yaitu rambut-rambut halus yang terdapat ditepi kelopak mata.
b. Alis Mata (Supersilium) ; Alis yaitu rambut-rambut halus yang terdapat diatas mata.
c. Kelopak Mata (Palpebra); Kelopak mata merupakan 2 buah lipatan atas dan bawah kulit yang terletak
di depan bulbus okuli.
d. Kelenjar Air Mata
e. Kelenjar Meibom
2. Bagian Dalam
a. Konjungtiva; Konjungtiva adalah membran tipis bening yang melapisi permukaan bagian dalam
kelopak mata dan dan menutupi bagian depan sklera (bagian putih mata), kecuali kornea.Konjungtiva
mengandung banyak sekali pembuluh darah. Membrane tipis ini berfungsi melindungi bagian depan
mata dan di dalam kelopak mata.
b. Sklera; Sklera merupakan selaput jaringan ikat yang kuat dan berada pada lapisan terluar mata yang
berwarna putih.
c. Kornea; Kornea merupakan selaput yang tembus cahaya, melalui kornea kita dapat melihat membran
pupil dan iris.
d. Koroid ; Koroid adalah selaput tipis dan lembab merupakan bagian belakang tunika vaskulosa (
lapisan tengah dan sangat peka oleh rangsangan).
e. Iris; Iris merupakan diafragma yang terletak diantara kornea dan mata. Iris memberikan warna pada
bola mata dan dilengkapi dengan otot kecil yang melebarkan atau mengecilkan pupil, untuk mengatur
cahaya masuk.
f. Pupil; Pupil merupakan bukaan kecil berwarna hitam di bagian tengah iris, yang merupakan jalan
masuknya cahaya ke dalam mata. Dari kornea, cahaya akan diteruskan ke pupil. Pupil menentukan
kuantitas cahaya yang masuk ke bagian mata yang lebih dalam. Pupil mata akan melebar jika kondisi
ruangan yang gelap, dan akan menyempit jika kondisi ruangan terang.
g. Lensa; Lensa adalah organ focus utama, yang membiaskan berkas-berkas cahaya yang terpantul dari
benda-benda yang dilihat, menjadi bayangan yang jelas pada retina Lensa berada dalam sebuah kapsul
yang elastic yang dikaitkan pada korpus siliare khoroid oleh ligamentum suspensorium.
h. Retina; Retina merupakan lapisan bagian dalam yang sangat halus dan sangat sensitif terhadap
cahaya. Pada retina terdapat reseptor(fotoreseptor). Retina adalah lapisan jaringan dengan sel reseptor
yang mengirimkan pesan ke otak melalui saraf optic.
i. Aqueous humor; Aquaeous humor atau cairan berair terdapat dibalik kornea, yaitu cairan menyerupai
gel yangn membantu memberikan bentuk bola mata. Strukturnya sama dengan cairan sel, mengandung
nutrisi bagi kornea dan dapat melakukan difusi gas dengan udara luar melalui kornea.
j. Vitreus humor (Badan Bening); Badan bening ini terletak dibelakang lensa. Bentuknya berupa zat
transparan seperti jeli(agar-agar) yang jernih. Zat ini mengisi pada mata dan membuat bola mata
membulat.
k. Bintik Kuning; Bintik kuning adalah bagian retina yang paling peka terhadap cahaya karena
merupakan tempat perkumpulan sel-sel saraf yang berbentuk kerucut dan batang
l. Saraf Optik; Saraf yang memasuki sel tali dan kerucut dalam retina, untuk menuju ke otak.
m. Otot Mata
Otot-otot yang melekat pada mata:
• Muskulus levator palpebralis superior inferior, fungsinya mengangkat kelopak mata
• Muskulus orbikularis okuli otot lingkar mata, fungsinya untuk menutup mata
• Muskulus rektus okuli inferior (otot disekitar mata), berfungsi menggerakkan bola mata ke bawah dan
ke dalam
• Muskulus rektus okuli medial (otot disekitar mata) berfungsi untuk menggerakkan mata dalam (bola
(mata)
• Muskulus obliques okuli superior, fungsinya memutar mata ke atas, ke bawah dan ke luar. [1]
FISIOLOGI MATA
Mata merupakan salah satu organ yang penting dalam tubuh manusia. Mata dapat dibedakan menjadi
tiga lapisan. Lapisan terluar adalah kornea dan sklera yang masing-masing mempunyai fungsi yang
berbeda. Kornea berfungsi sebagai pelindung mata dari infeksi dan kerusakan struktural serta
membiaskan cahaya ke lensa dan retina. Sklera merupakan mantel atau pelindung mata agar tetap
mempertahankan bentuknya saat ada tekanan dari internal maupun eksternal. Sklera tertutup oleh
selaput transparan yang disebut dengan konjungtiva. Kornea dan sklera dihubungkan oleh limbus.
(Willoughby CE, 2010).Lapisan kedua terdiri dari iris, badan siliar dan koroid. Iris berfungsi dalam
pengaturan akomodasi pupil agar cahaya yang masuk dapat tersampaikan ke retina dengan baik. Badan
siliar berfungsi dalam memproduksi aqueous humor dan terletak antara iris dan koroid (Borges, AS,
2013). Koroid berfungsi dalam memasok oksigen dan nutrisi ke bagian luar dan dalam retina. Fungsi
lain dari koroid adalah menyerap cahaya, termoregulasi dengan menghilangkan panas dari mata, dan
juga mengatur tekanan intraokuler dengan mengontrol vasomotor aliran darah (Nickla, DL, 2010).
Lapisan terdalam dari mata adalah retina. Retina merupakan bagian mata yang peka terhadap cahaya,
mengandung sel-sel kerucut dan sel batang. Bila sel batang dan sel kerucut terangsang, sinyal akan
dijalarkan melalui sel saraf pada retina itu sendiri, ke serabut saraf optikus dan diinterpretasikan oleh
A. Konjungtivitis
Definisi
Konjungtivitis adalah mata merah akibat peradangan pada selaput yang melapisi permukaan bola mata dan kelopak
mata bagian dalam (konjungtiva mata). Selain mata merah, konjungtivitis dapat disertai rasa gatal pada mata dan
mata berair. [6]
Etiologi dan Faktor Risiko
Etiologi
Konjungtivitis dapat disebabkan oleh infeksi ( bakteri, virus, fungi, parasit, dll.), reaksi alergi, kontak dengan iritan,
atau akibat penyakit kulit dan membrane mukosa ( mis: Sindrom Steven Johnson).
Faktor Risiko
Penyakit ini dapat mengenai semua kelompok usia dan kedua jenis kelamin. Faktor risiko bergantung pada etiologi (
contoh : riwayat kontak atau higenitas yang kurang pada konjungtivitas akibat infeksi; factor genetic pada
konjungtivitas atopi).[6]
Epidemiologi
Konjungtivitis merupakan salah satu gangguan mata yang paling sering terjadi. Di Indonesia konjungtivitis masuk
ke dalam 10 besar penyakit terbanyak pada pasien rawat jalan di rumah sakit pada tahun 2010, dengan jumlah
kunjungan sebanyak 135.749. Pada tahun 2010 angka kunjungan menurun menjadi 87.513 dengan jumlah kasus
baru sebanyak 68.026 kasus. Belum terdapat data akurat mengenai insiden konjungtivitis, baik secara global maupun
nasional. Di Amerika Serikat, diperkirakan insiden konjungtivitis mencapai 6 juta kasus per tahunnya.[6.7]
Patofisiologi
Mata tampak
Mikroorganisme, Hiperemi merah
alergen konjungtiva
Masukan gambar
Gen p53 (wild type), yang terletak di kromosom 17p13, adalah gen penekan tumor yang mengendalikan
siklus sel. Gen ini terlibat dalam perbaikan dan sintesis DNA, diferensiasi sel, dan proses apoptosis.
Mutasi pada gen p53 dikatakan sebagai penanda genetik paling umum dari pertumbuhan neoplastik
manusia. Produk gen p53, protein p53, adalah fosfoprotein nuklir yang berikatan dengan DNA dan dapat
diidentifikasi dengan pewarnaan IHK, menggunakan antibodi monoklonal spesifik. Proses mutasi pada
gen p53 menimbulkan kaskade sitokin-sitokin inflamasi dalam tubuh yang berdampak pada
terbentuknya jaringan. proses pembentukkan jaringan fibroblast pterygium erat kaitannya dengan
sitokin-sitokiin inflamasi yang bereaksi kuat terhadap CD34, C-kit, VEGF1, dan VEGF2. kemokin
CXCR4 (Circulating Chemokine receptor 4) dan faktor turunan sel stroma (SDF-1) bersama-sama
mengaktivasi jaringan fibroblast yang inaktif menjadi aktif. Sel fibroblast yang telah aktif
mengakibatkan terbentuknya jaringan parut pada sklera mata. Semakin banyak sel fibroblast yang
teraktifasi maka semakin banyak jaringan pterygium yang terbentuk.[21]
Manifestasi Klinik
mata terasa memerah, perih, terasa mengganjal dan panas.
Mata perih
sering berhubungan dengan paparan sinar matahari, karena konjungtiva bulbi selalu berhubungan
dengan dunia luar.
Perasaan mengganjal
terjadi karena kontak yang cukup
lama dengan debu dan sinar matahari secara langsung dapat menimbulkan penebalan dan membuat mata
terasa mengganjal.[22]
Diagnosis anamnesis
Diitemukan gambaran klinis yang mengarah pada tanda-tanda pterigium pemeriksaan fisik pemeriksaan
oftalmologi, tampak adanya penonjolan daging, berwarna putih, tampak jaringan fibrovaskuler yang
berbentuk segitiga yang terbentang dari konjungtiva sampai kornea, tepi jaringan berbatas tegas sebagai
suatu garis yang bewarna coklat kemerahan, umumnya tumbuh di daerah nasal. Di bagian depan dari
apek pterigium terdapat infiltrat kecil. Biasanya terdiri dari bagian kepala, cap, dan badan. Umumnya
ditemukan di kedua mata namun tidak jarang terjadi pada sebagian mata.
Derajat pterigium berdasarkan perkembangannya adalah:
1. Derajat 1, puncak pterigium tidak mencapai garis tengah antara limbus dan pupil.
2. Derajat 2, puncak pterigium melewati garis tengah tetapi tidak mencapai pupil.
3. Derajat 3, puncak pterigium melewati pinggir pupil
Pemeriksaan Penunjang pemeriksaan patologi anatomi.
dilakukan untuk melihat sel pada jaringan yang diambil setelah dilakukan ope tersebut dapat
menghasilkan dan menjelaskan apakah sel tersebut ganas atau tidak, sehingga diagnosis dapat lebih jelas
apakah ke arah keganasan atau bukan [22]
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan medikamentosa di
tujukan untuk mengurangi gejala yang muncul, sehingga diberikan obat antiinflamasi.
● Pada pterigium yang ringan tidak perlu diobati.
● Untuk pterigium derajat 1-2 yang mengalami inflamasi, pasien dapat diberikan obat tetes mata
kombinasi antibiotik dan steroid 3 kali sehari selama 5-7 hari.
Diperhatikan juga bahwa penggunaan kortikosteroid tidak dibenarkan pada penderita dengan tekanan
intraokular tinggi atau mengalami kelainan pada kornea
● pterigium derajat 3-4 dilakukan tindakan bedah berupa avulsi pterigium. Sedapat mungkin setelah
avulsi pterigium maka bagian konjungtiva bekas pterigium tersebut ditutupi dengan cangkok
konjungtiva yang diambil dari konjungtiva bagian superior untuk menurunkan angka kekambuhan.
Tujuan utama
pengangkatan pterigium yaitu memberikan hasil yang baik secara kosmetik, mengupayakan komplikasi
seminimal mungkin, angka kekambuhan yang rendah. Penggunaan Mitomycin C (MMC) sebaiknya
hanya pada kasus pterigium yang rekuren, mengingat komplikasi dari pemakaian MMC juga cukup
berat[22]
Komplikasi
komplikasi yang muncul sebelum dilakukan insisi adalah merah, iritasi, dapat menyebabkan diplopia.
Sedangkan jika sudah dilakukan insisi adalah dapat terjadi infeksi, diplopia, scar cornea, perforasi bola
mata, dan komplikasi yang terbanyak adalah rekurensi pterygium post operasi
Prognosis
pasien pada umumnya baik, karena kasus kekambuhan dapat dicegah dengan kombinasi operasi dan
sitotastik tetes mata atau beta radiasi.[22]
Pencegahan
1.Proteksi terhadap sinar matahari sebaiknya dilakukan untuk mengurangi prevalensi pterigium
2.Pemakaian kacamata dari bahan plastik maupun kaca dapat memproteksi mata dari kejadian pterigium
dengan memblokir radiasi
sinar UV, iritasi akibat angin yang kencang, dan faktor resiko lain berupa debu dan pasir[23]
Daftar Pustaka
1. Buku sheerwood ,jurnal fakultas kedokteran universitas muhamadiyah malang,kementrian
kesehatan
2. jurnal fakuktas kedokteran universitas muhamadiyah malang
3. Buku Ilmu Kesehatan Mata 2017 Hal 2-3
4. NCBI (https://www.ncbi.nlm.nih.gov), McHarg, et al. (2022). Practice Patterns
Regarding Regional Corticosteroid Treatment in Noninfectious Uveitis: A Survey Study.
Journal of Ophthalmic Inflammation and Infection, 12(3), pp. 1–7)
5. Buku ajar kapita selekta kedokteran hal 1061 edisi V
6. Buku Kapita Selekta Kedokteran Ed V, jilid II tahun 2020 hal 1061
7. Kemenkes RI. Profil Kesehatan Indonesia 2009 hal 34 dan 2010 hal 42
8. Budiono, Sjamsu, ed. Buku ajar ilmu kesehatan mata. Airlangga University Press, 2019. Hal 110-
112
9. Habiburrrohman, Denny, et al. "Identifikasi Mikroorganisme Yang Ditemukan Di Dalam Cairan
Pembersih Lensa Kontak Pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran." Majority 9.1 (2020): 174-179.
10. Riordan-Eva, P., Whitcher, J.P. 2010. Vaughan & Asbury Oftalmologi Umum. Ed.17. Jakarta:
EGC.
11. Hashmi, M.F., Gurnani, B., Benson, S. 2022. Conjunctivitis. StatPearls [internet]. Treasure
Island; StatPearls Publishing
12. Schonberg S, Stokkermans TJ. Episcleritis. [Updated 2022 Sep 25]. In: StatPearls
[Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2022 Jan-. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK534796/
13. The College Of Optometrist (2022) Episcleritis, College Of Optometrists. Available at:
https://www.college-optometrists.org/clinical-guidance/clinical-management-
guidelines/episcleritis (Accessed: 18 February 2023).
14. Buku Ajar Sistem Indera Mata Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Semarang hal
35.
15. Buku kapita selecta kedokteran jilid 2 halaman 1063
16. Buku ilmu penyakit mata edisi keempat FK UI halaman 116
17. Shahraki T, Arabi A, Feizi S. Pterygium: an update on pathophysiology, clinical features, and
management. Ther Adv Ophthalmol. 2021
18. putu anindya agrasid dkk. karakteristik penderita pterigium di desa tianyar karangasem tahun
2015
19. Rezvan F, Khabazkhoob M, Hooshmand E, et al. Prevalence and risk factors of pterygium: a
systematic review and meta-analysis. Surv Ophthalmol. 2018 Sep-Oct;63(5):719-735.
20. Buku kapita selecta kedokteran jilid 2 halaman 1064
21. Han SB, Jeon HS, Kim M, et al. Quantification of astigmatism induced by pterygium using
automated image analysis. Cornea 2016
22. Putri, Dea. " PTERYGIUM Pterygium Oculi Dextra Stage III".J Agromed Unila. 2.1( 2015)
23. Agrasidi, P & Triningrat. " Karakteristik Penderita Pterigium di Desa Tianyar Karangasem
2015". E-Jurnal Medika 7.7 (2015)