PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Mata merupakan salah satu indra dari pancaindra yang sangat penting
untuk kehidupan manusia. Terlebih-lebih dengan majunya teknologi, indra
penglihatan yang baik merupakan kebutuhan yang tidak dapat diabaikan. Mata
merupakan bagian yang sangat peka. Walaupun mata mempunyai sistem pelindung
yang cukup baik seperti rongga orbita, kelopak, dan jaringan lemak retrobulbar
selain terdapatnya refleks memejam atau mengedip, mata masih sering mendapat
trauma dari dunia luar. Trauma dapat mengakibatkan kerusakan pada bola mata dan
kelopak, saraf mata dan rongga orbita. Kerusakan mata akan dapat mengakibatkan
atau memberikan penyulit sehingga mengganggu fungsi penglihatan. Trauma pada
mata memerlukan perawatan yang tepat untuk mencegah terjadinya penyulit yang
lebih berat yang akan mengakibatkan kebutaan.
Kemajuan mekanisasi dan teknik terlebih-lebih dengan bertambah
banyaknya kawasan industri, kecelakaan akibat pekerjaan bertambah banyak pula,
juga dengan bertambah ramainya lalu lintas, kecelakaan di jalan raya bertambah
pula, belum terhitung kecelakaan akibat perkelahian, yang juga dapat mengenai
mata. Pada anak-anak kecelakaan mata biasanya terjadi akibat kecelakaan terhadap
alat dari permainan yang biasa dimainkan seperti panahan, ketapel, senapan angin,
tusukan dari gagang mainan dan sebagainya.
B. RUMUSAN MASALAH
Adapun rumusan masalah dalam makalah ini :
1. Bagaimana anatomi dan fisiologi mata?
2. Apakah definisi dari trauma mata ?
3. Bagaimana klasifikasi trauma mata?
4. Bagaimanakah epidemiologi dari trauma mata ?
5. Bagaimana patofisiologi trauma mata?
6. Bagaimanakah manifestasi klinik trauma mata ?
7. Bagaimanakah pemeriksaan diagnostik trauma mata ?
8. Bagaimanakah penatalaksanaan medis trauma mata ?
9. Bagaimanakah asuhan keperawatan yang diberikan pada trauma mata tajam dan
trauma mata tumpul ?
1
C. TUJUAN
Adapun tujuan dalam penulisan makalah ini:
1. Mengetahui tentang anatomi dan fisiologi mata.
2. Mengetahui tentang definisi dari trauma mata.
3. Mengetahui tentang klasifikasi trauma mata
4. Mengetahui tentang epidemiologi dari trauma mata.
5. Mengetahui tentang patofisiologi trauma mata.
6. Mengetahui tentang manifestasi klinik trauma mata.
7. Mengetahui tentang pemeriksaan diagnostik trauma mata.
8. Mengetahui tentang penatalaksanaan medis trauma mata.
9. Mengetahui tentang asuhan keperawatan yang diberikan pada trauma mata tajam
dan trauma mata tumpul.
2
BAB 2
TINJAUAN TEORI
A. ANATOMI FISIOLOGI MATA
1. ANATOMI MATA
a. Struktur mata
a. Alis
1) Alis
Alis adalah dua potong kulit tebal melengkung yang ditumbuhi bulu. Alis
dikaitkan pada otot-otot sebelah bawahnya serta berfungsi melindungi
mata dari sinar matahari.
2) Kelopak mata
Kelopak mata merupakan dua lempengan, yaitu lempeng tarsal yang
terdiri dari jaringan fibrus yang sangat padat serta dilapisi kulit dan
dibatasi konjungtiva. Jaringan dibawah kulit ini tidak mengandung lemak.
Kelopak mata atas lebih besar daripada kelopak mata bawah serta
digerakkan ke atas oleh otot-otot melingkar, yaitu muskulus orbikularis
okuli yang dapat dibuka dan ditutup untuk melindungi dan meratakan air
mata ke permukaan bola mata dan mengontrol banyaknya sinar yang
masuk.
3) Bulu mata
Bulu mata melindungi mata dari debu dan cahaya.
b. Struktur Mata Internal
3
1) Sklera
Pembungkus yang kuat dan fibrus. Sklera membentuk putih mata dan
tersambung pada bagian depan dengan sebuah jendela membran yang
bening, yaitu kornea. Sklera melindungi struktur mata yang sangat halus
serta membantu mempertahankan bentuk biji mata.
2) Khoroid
Lapisan tengah yang berisi pembuluh darah. Merupakan ranting-ranting
arteria oftalmika, cabang dari arteria karotis interna. Lapisan vaskuler ini
membentuk iris yang berlubang ditengahnya, atau yang disebut pupil
(manik) mata. Selaput berpigmen sebelah belakang iris memancarkan
warnanya dan dengan demikian menentukan apakah sebuah mata itu
berwarna biru, coklat, kelabu, dan seterusnya. Khoroid bersambung pada
bagian depannya dengan iris, dan tepat dibelakang iris. Selaput ini
menebal guna membentuk korpus siliare sehingga terletak antara khoroid
dan iris. Korpus siliare itu berisi serabut otot sirkulerndan serabut-serabut
yang letaknya seperti jari-jari sebuah lingkaran. Kontraksi otot sirkuler
menyebabkan pupil mata juga berkontraksi. Semuanya ini bersama-sama
membentuk traktus uvea yang terdiri dari iris, korpus siliare, dan khoroid.
Peradangan pada masing-masing bagian berturut-turut disebut iritis,
siklitis, dan khoroiditis, atau pun yang secara bersama-sama disebut
uveitis. Bila salah satu bagian dari traktus ini mengalami peradangan,
maka penyakitnya akan segera menjalar kebagian traktus lain
disekitarnya.
3) Retina
Lapisan saraf pada mata yang terdiri dari sejumlah lapisan serabut, yaitu
sel-sel saraf batang dan kerucut. Semuanya termasuk dalam konstruksi
retina yang merupakan jaringan saraf halus yang menghantarkan impuls
saraf dari luar menuju jaringan saraf halus yang menghantarkan impuls
saraf dari luar menuju diskus optikus, yang merupakan titik dimana saraf
optik meninggalkan biji mata. Titik ini disebut titik buta, oleh karena tidak
mempunyai retina. Bagian yang paling peka pada retina adalah makula,
yang terletak tepat eksternal terhadap diskus optikus, persis berhadapan
dengan pusat pupil.
4) Kornea
Merupakan bagian depan yang transparan dan bersambung dengan sklera
yang putih dan tidak tembus cahaya. Kornea terdiri atas beberapa lapisan.
4
Lapisan tepi adalah epithelium berlapis yang tersambung dengan
konjungtiva.
5) Bilik anterior (kamera okuli anterior). Terletak antara kornea dan iris.
6) Iris
Tirai berwarna didepan lensa yang bersambung dengan selaput khoroid.
Iris berisi dua kelompok serabut otot tak sadar (otot polos). Kelompok
yang satu mengecilkan ukuran pupil, sementara kelompok yang lain
melebarkan ukuran pupil itu sendiri.
7) Pupil
Bintik tengah yang berwarna hitam yang merupakan celah dalam iris,
dimana cahaya dapat masuk untuk mencapai retina.
8) Bilik posterior (kamera okuli posterior)
Terletak diantara iris dan lensa. Baik bilik anterior maupun bilik posterior
yang diisi dengan aqueus humor.
9) Aqueus humor
Cairan ini berasal dari badan siliaris dan diserap kembali ke dalam aliran
darah pada sudut iris dan kornea melalui vena halus yang dikenal sebagai
Saluran Schlemm
10) Lensa
Suatu struktur bikonveks, avaskular, tak berwarna dan transparan.
Tebalnya ±4 mm dan diameternya 9 mm. Dibelakang iris, lensa digantung
oleh zonula (zonula zinni) yang menghubungkannya dengan korpus
siliare. Di sebelah anterior lensa terdapat humor aqueus dan disebelah
posterior terdapat vitreus humor. Kapsul lensa adalah membran
semipermiabel yang dapat dilewati air dan elektrolit. Disebelah depan
terdapat selapis epitel subkapular. Nukleus lensa lebih keras daripada
korteks nya. Sesuai dengan bertambahnya usia, serat-serat lamelar sub
epitel terus diproduksi sehingga lensa lama-kelamaan menjadi kurang
elastik. Lensa terdiri dari 65% air, 35% protein, dan sedikit sekali mineral
yang biasa ada dalam jaringan tubuh lainnya. Kandungan kalium lebih
tinggi di lensa daripada di jaringan lainnya. Asam askorbat dan glutation
terdapat dalam bentuk teroksidasi maupun tereduksi. Tidak ada serat
nyeri, pembuluh darah, maupun saraf dalam lensa.
11) Vitreus humor
Daerah sebelah belakang biji mata, mulai dari lensa hingga retina yang
diisi dengan cairan penuh albumen berwarna keputih-putihan seperti agar-
agar. Berfungsi untuk memberi bentuk dan kekokohan pada mata, serta
5
mempertahankan hubungan antara retina dengan selaput khoroid dan
sklerotik.
2. FISIOLOGI MATA
Mata adalah indera penglihatan. Mata dibentuk untuk menerima
rangsangan berkas-berkas cahaya pada retina, lantas dengan perantaraan serabut-
serabut saraf nervus optikus mengalihkan rangsangan ini ke pusat penglihatan
otak untuk ditafsirkan. Apparatus optik mata membentuk dan mempertahankan
ketajaman focus objek dalam retina. Prinsip optik adalah sinar dialihkan berjalan
dari satu medium ke medium lain dari kepadatan yang berbeda, fokus utama pada
garis yang berjalan melalui pusat kelengkungan lensa sumbu utama.
Indera penglihatan menerima rangsangan berkas-berkas cahaya pada retina
dengan perantaraan serabut nervus optikus, menghantarkan rangsangan ini ke
pusat penglihatan pada otak untuk ditafsirkan. Cahaya yang jatuh ke mata
menimbulkan bayangan yang difokuskan pada retina. Bayangan itu akan
menembus dan diubah oleh kornea, lensa badan aqueus
dan vitreus. Lensa membiaskan cahaya dan memfokuskan bayangan pada retina,
bersatu menangkap sebuah titik bayangan yang difokuskan. Gangguan lensa
adalah kekeruhan, distorsi, dislokasi, dan anomali geometric. Pasien yang
mengalami gangguan- gangguan tersebut mengalami kekaburan penglihatan
tanpa rasa nyeri.
a. Pembentukan bayangan
Cahaya dari objek membentuk ketajaman tertentu dari bayangan objek
di retina. Bayangan dalam fovea di retina selalu lebih kecil dan terbalik dari
objek nyata. Bayangan yang jatuh pada retina akan menghasilkan sinyal saraf
dalam mosaik reseptor, selanjutnya mengirim bayangan dua dimensi ke otak
untuk direkonstruksikan menjadi bayangan tiga dimensi. Pembentukan
bayangan abnormal terjadi jika bola mata terlalu panjang dan berbentuk elips,
titik fokus jatuh didepan retina sehingga bayangan menjadi kabur. Untuk
melihat lebih jelas harus mendekatkan mata pada objek yang dilihat, dibantu
dengan lensa bikonkaf yang memberi cahaya divergen sebelum masuk mata.
Pada hipermetropia, titik fokus jatuh dibelakang retina. Kelainan dikoreksi
dengan lensa bikonveks. Sedangkan pada presbiopia, bentuk abnormal karena
lanjut usia yang kehilangan kekenyalan lensa.
b. Respon bola mata terhadap benda
Relaksasi muskulus siliaris membuat ligamentum tegang, lensa tertarik
sehingga bentuknya lebih pipih. Keadaan ini akan memperpanjang jarak fokus.
Bila benda dekat dengan mata maka otot akan berkontraksi agar lengkung lensa
6
meningkat. Jika benda jauh, maka m. siliaris berkontraksi agar pipih supaya
bayangan benda pada retina menjadi tajam. Akomodasi mengubah ukuran
pupil, kontraksi iris membuat pupil mengecil dan melebar. Jika sinar terlalu
banyak maka pupil menyempit agar sinar tidak seluruhnya masuk ke dalam
mata. Dalam keadaan gelap pupil melebar agar sinar banyak yang ditangkap.
Dalam hal melihat benda, jika mata melihat jauh kemudian melihat dekat maka
pupil berkontraksi agar terjadi peningkatan ke dalam lapang penglihatan.
Akomodasi lensa diatur oleh mekanisme umpan balik negatif secara otomatis.
c. Lintasan penglihatan
Setelah impuls meninggalkan retina, impuls ini berjalan ke belakang
melalui nervus optikus. Pada persilangan optikus, serabut menyilang ke sisi lain
bersatu dengan serabut yang berasal dari retina. Otak menggunakan visual
sebagai informasi untuk dikirim ke korteks serebri dan visual pada bagian
korteks visual ini membentuk gambar tiga dimensi. Gambar yang ada pada
retina di traktus optikus disampaikan secara tepat ke korteks jika seseorang
kehilangan lapang pandang sebagian besar dapat dilacak lokasi kerusakan di
otak yang bertanggung jawab atas lapang pandang.
7
b) Kelopak mata ( dapat terjadi hematoma kelopak). Kelopak mata
atau palpebra dapat mengalami hematom atau edema palbebra yang
menyebabkan kelopak mata tidak dapat membuka dengan
sempurna (ptosis). Dapat juga terjadi kelumpuhan N.VII yang
menyebabkan kelopak mata tidak dapat menutup dengan sempurna
(lagoftalmos).
2) Organ Interna
a) Konjungtiva ( dapat terjadi edema kronis, hematoma
subkonjungtiva). Trauma tumpul pada konjungtiva dapat
menimbulkan gangguan penglihatan. Dapat terjadi robekan
pembuluh darah konjungtiva yang menyebabkan perdarahan
subkonjungtiva ditandai dengan konjungtiva tampak merah,
berbatas tegas dan tidak menghilang/menipis dengan penekanan
yang kemudian berubah menjadi biru, menipis dan umumnya
diserap dalam waktu 2-3 hari
b) Kornea (dapat terjadi edema kornea, erosi kornea, erosi kornea
rekuren)
c) Iris / badan silinder (dapat terjadi iridodialis dan hifema)
d) Lensa (dapat terjadi dislokasi lensa, subluksasi lensa, luksasi lensa
anterior, subluksasi lensa posterior, katarak trauma dan cincin
vossius)
e) Korpus vitreus. Pada bagian ini trauma tumpul mengakibatkan
subluksasi atau luksasi lensa mata, maka zonula Zin dan korpus
vitreus menonjol ke COA sebagai herniasi korpus vitreus. Taruma
tumpul menyebabkan korpus vitreus.
f) Retina (dapat terjadi edema retina & koroid, dan ablasi retina)
g) Nervus optikus (N. II). Akibat trauma tumpul nervus optikus dapat
terlepas atau putus (avulsio) sehingga menimbulkan kebutaan.
b. Trauma Tajam, disebabkan oleh benda tajam atau benda tumpul yang
datang dengan cepat dan keras misalnya pisau dapur, gunting, garpu,
bahkan peralatan pertukangan.
1) Trauma tembus kelopak mata. Trauma ini dapat menembus sebagian
atau seluruh tebal kelopak mata. Jika mengenai levator apoeurosis
dapat menyebabkan ptosis yang permanen.
2) Trauma tembus pada saluran lakrimal. Trauma dapat menyebabkan
gangguan pada salah satu bagian dari sistem pengaliran air mata dan
pungtum lakrimal sampai rongga hidung. Jika penyembuhan tidak
8
sempurna akan terjadi gangguan sistem ekskresi airmata dan
mengakibatkan epifora.
3) Trauma tembus pada konjungtiva. Taruma ini dapat menyebabkan
ruptur pembuluh darah kecil yang menimbulkan robekan konjungtiva
dan perdarahan subkonjungtiva mirip trauma tumpul. Jika panjang
robekan tidak lebih dari 5 mm, konjungtiva tidak perlu dijahit.
4) Trauma tembus pada sklera. Luka kecil pada sklera sukar dilihat. Pada
luka yang agak besar, akan terlihat jaringan uvea yaitu iris, badan silier
dan koroid yang berwarna gelap disertai COA yang dangkal. Jika luka
perforasi pada sklera terletak dibelakang badan silier, biasanya COA
bertambah dalam dan iris terdorong ke belakang, koroid dan korpus
vitreus prolaps melalui luka tembus.
5) Trauma tembus pada kornea, iris, badan silinder, lensa dan korpus
vitreus. Dapat terjadi laserasi kornea yang disertai penetrasi kornea.
Jika terjadi perforasi kornea yang disertai prolaps jaringan iris melalui
luka akan timbul gejala penurunan TIO, COA dangkal atau
menghilang, inkarserasi iris melalui luka perforasi, adanya luka pada
kornea, edema disertai edema kelopak mata, kemosis konjungtiva,
hiperemia, lakrimasi, fotofobia, nyeri yang hebat, penglihatan menurun
dan klien tidak dapat membuka mata sebagai mekanisme protektif.
Pada lasersi kornea yang terjadi kerena penetrasi benda tidak boleh
dicabut kecuali oleh ahli oftalmologi untuk mempertahankan struktur
mata pada tempatnya. Trauma tembus pada kornea dapat disertai
trauma pada lensa. Penetrasi lensa yang kecil hanya menyebbakan
katarak yang terisolasi tanpa mengganggu penglihatan.
6) Trauma tembus pada koroid dan retina. Trauma tembus yang disertai
keluarnya korpus vitreus menimbulkan luka perforasi cukup luas pada
sklera. Sering terjadi perdarahan korpus vitreus dan ablasi retina.
7) Trauma tembus pada orbita. Trauma yang mengenai orbita dapat
merusak saraf optik sehingga dapat menyebabkan krbutaan. Tanda
berupa proptosis karena perdarahan intraorbital, perubahan posisi bola
mata, protrusi lemak orbital ke dalam luka perforasi, defek lapang
pandang sampai kebutaan jika mengenai saraf optik, serta hilangnya
sebagian pergerakan bola mata dan diplopia jika mengenai otot-otot
luar mata. ( Asuhan Keperawatan Klien Gagguan Mata, 2004)
9
2. Khemis
Terdapat 2 macam penyebab trauma kimia mata yaitu bersifat : asam
dan basa. Trauma basa dapat berakibat lebih buruk. Akibat yag ditimbulkan
juga tergantung dari jenis dan konsentrasi zat kimia, waktu dan lamanya
kontak sampai tindakan pembilasan, lamanya irigasi (pembilasan) yang telah
dilakukan dan pengobatan yang diberikan.
a. Trauma basa, misalnya sabun cuci, sampo, bahan pembersih lantai, kapur,
lem (perekat). Bahan alkali akan membuat reaksi kimia dengan jaringan
mata berangsur-angsur kejaringan yang lebih dalam.
b. Trauma asam, misalnya cuka, bahan asam-asam dilaboratorium, gas
airmata. Merupakan salah satu jenis trauma kimia mata dan termasuk
kegawatdaruratan mata yang disebabkan zat kimia basa dengan pH>7. Bila
bahan asam mengenai mata akan terjadi pengendapan bahan protein pada
permukaan mata yang terkena hal ini seperti telur mengenai minyak panas.
Bila bahan asamnya kuat maka reaksi mata dapat menunjukkan tanda-tanda
seperti terkena alkali atau basa.
10
sudah terjadi kecuali mencegah terkenanya mata oleh sinar inframerah
ini.
Steroid sistemik dan lokal diberikan untuk mencegah
terbentuknya jaringan parut pada makula atau untuk mengurangi gejala
radang yang timbul.
b. Trauma sinar ultraviolet (Sinar Las)
Sinar ultraviolet merupakan sinar gelombang pendek yang tidak
terlihat mempunyai panjang gelombang antara 350-295 nM.
Sinar ultra violet banyak terdapat pada saat bekerja las, da n menatap sinar
matahari atau pantulan sinar matahri diatas salju. Sinar ultra violet akan
segera merusak epitel kornea.
Sinar ultra violet biasanya memberikan kerusakan terbatas pada
kornea sehingga kerusakan pada lensa dan retina tidak akan nyata terlihat.
Kerusakan ini akan segera baik kembali setelah beberapa waktu, dan tidak
akan memberikan gangguan tajam penglihatan yang menetap.
Pasien yang telah terkena sinar ultra violet akan memberikan
keluhan4-10 jam setelah trauma. Pasien akan merasa mata sangat sakit,
mata seperti kelilipan atau kemasukan pasir, fotofobia, blefarospasme,
dan konjungtiva kemotik.
Kornea akan menunjukkan adanya infiltrat pada permukaannya,
yang kadang-kadang disertai dengan kornea yang keruh dan uji fluoresein
positif. Kreatitis terutama terdapat pada fisura palpebra.
Pupil akan terlihat miosis. Tajam penglihatan akan terganggu.
Keratitis ini dapat sembuh tanpa cacat, akan tetapi bila radiasi
berjalan lama kerusakan dapat permanen sehingga akan memberikan
keruhan pada kornea. Keratitis dapat bersifat akibat efek kumulatif sinar
ultra violet sehingga gambaran keratitisnya menjadi berat.
Pengobatan yang diberikan adalah sikloplegia, antibiotika lokal,
analgetik, dan mata ditutup untuk selama 2-3 hari. Biasanya sembuh
setelah 48 jam.
c. Trauma sinar X dan sinar terionisasi
Sinar Ionisasi dibedakan dalam bentuk :
1) sinar alfa yang dapat diabaikan
2) sinar beta yang dapat menembus 1cm jari
3) sinar gama dan
4) sinar x
11
Sinar ionisaasi dan sinar x dapat mengakibatkan katarak dan
rusaknya retina. Dosis kataraktogenik bervariasi dengan energi dan tipe
sinar, lensa yang lebih muda dan lebih peka.
Akibat dari sinar ini pada lensa, terjadi pemecahan diri sel epitel
secara tidak normal. Sedang sel baru yang berasal dari sel germinatif lensa
tidak menjadi jarang.
Sinar X merusak retina dengan gambaran seperti kerusakan yang
diakibatkan diabetes melitus berupa dilatasi kapiler, perdarahan,
mikroaneuris menjadi jarang. Sinar X merusak retina dengan gambaran
seperti kerusakan yang diakibatkan diabetes melitus berupa dilatasi kapiler,
pendarahan, mikroaneurisn mata dan eksudat.
Luka bakar akibat sinar X dapat merusak kornea yang
mengakibatkan kerusakan permanen yang sukar diobati. Biasanya akan
terlihat sebagai keratitis dengan iridosiklitis ringan. Pada keadaan yang
berat akan mengakibatkan perut konjungtiva atrofi sel goblet yang akan
mengganggu fungsi air mata.
Pengobatan yang diberikan adalah antibiotika topikal dengan
steroid 3 kali sehari dan sikloplegik satu kali sehari. Bils terjadi
simblefaron pada konjungtiva dilakukan tindakan pembedahan. ( Ilmu
Penyakit Mata, 2013)
12
mengganggu fungsi mata. Contoh: emas, perak platina, batu, kaca,
porselin, plastik tertentu.
d. Benda reaktif
Adalah benda yang menimbulkan reaksi jaringan mata mengganggu
fungsi mata. Contoh: timah hitam, zink, nikel, aluminium, tembaga,
kuningan, besi. (Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Mata, 2004)
Akibat benda asing pada mata:
a. Rudapaksa / trauma
Erosi konjungtiva atau kornea. Erosi ini timbul apabila benda asing yang
masuk tidak sampai menembus bola mata tetapi hanya tertinggal pada
konjungtiva atau kornea.
b. Rudapaksa tembus / trauma tembus
Trauma tembus adalah suatu trauma diamana sebagian atau
seluruh lapisan kornea dan slera mengalami kerusakan. Trauman ini dapat
terjadi apabila benda asing melukai sebagian lapisan kornea atau sklera
dan benda tersebut tertinggal di dalam lapisan tersebut. Pada keadaan ini
tidak terjadi luka terbuka sehingga organ didalam bola mata tidak
mengalami kontaminasi.
Benda asing dengan kecepatan tinggi akan menembus seluruh
lapisan sklera atau kornea serta jaringan lain dalam bola mata kemudian
bersarang di dalam bola mata ataupun dapat sampai menimbulkan
perforasi ganda sehingga akhirnya benda asing tersebut bersarang di
dalam rongga orbita atau bahkan dapat mengenai tulang orbita. Dalam hal
ini akan ditemukan suatu luka terbuka dan biasanya terjadi prolaps iris,
lensa ataupun badan kaca.
c. Perdarahan
Perdarahan intraokular dapat terjadi apabila trauma mengenai jaringan
uvea, berupa hifema (perdarahan dalam bilik mata depan) atau perdarahan
dalam badan kaca.
d. Reaksi jaringan mata
Reaksi yang timbul tergantung jenis benda tersebut apakah benda
inert atau reaktip. Pada benda yang inert, tidak akan memberikan reaksi
ataupun kalau ada hanya ringan saja. Benda reaktip akan memberikan
reaksi-reaksi tertentu dalm jaringan mata.
Bentuk reaksinya tergantung macam serta letak benda asing tersebut di
dalam mata.
13
Benda organik kurang dapat menerima oleh jaringan mata dibanding
benda anorganik. Benda logam dengan sifat bentuk reaksi yang merusak
adalah besi berupa “siderosis” dan tembaga. Timah hitam dan seng
merupakan benda reaktip yang lemah reaksinya.
e. Siderosis
Reaksi jaringan mata akibat penyebaran ion besi ke seluruh mata
dengan konsentrasi terbanyak pada jaringan yang mengandung epitel
yaitu: epitel kornea, epitel pigmen iris, epitel kapsul lensa, epitel pigmen
retina.
Timbulnya siderosis sebenarnya sangat dini tetapi tidak
memberikan gejala klinik yang jelas sampai beberapa waktu lamanya.
Gejala siderosis tampak 2 bulan sampai 2 tahun setelah trauma.
Gejala klinik berupa : gangguan penglihatan yang mula-mula
berupa buta malam kemudian penurunan tajam penglihatan yang semakin
hebat dan penyempitan lapng pandangan. Pada mata tampak endapan
karat besi pada kornea berwarna kuning kecoklatan, pupil lebar reaksi
melambat, bintik-bintik bulat kecoklatan pada lensa dan iris berubah
warna.
f. Kalkosis
Kalkolisis adalah reaksi jaringan mata akibat pengendapan ion tembaga
terutama pada jaringan yang mengandung membran seperti membran
descemet, kapsul anterior lensa, iris, badan kaca dan permukaan retina.
Tembaga dapat memberikan reaksi purulen. Gejala klinik “kalkolisis”
timbul lebih dini dari pada siderosis yaitu beberapa hari sesudah trauma.
Tembaga dalam badan kaca dapat menimbulkan ablasio retina sebagai
akibat jaringan ikat di dalam badan kaca yang menarik retina. (Ilmu
Penyakit Mata Untuk Dokter Umum Dan Mahasiswa Kedokteran, 2010)
14
Serikat mencapai 16 % dan meningkat di lokasi kerja dibandingkan dengan di
rumah. Lebih banyak pada laki-laki (93 %) dengan umur rata-rata 31 tahun
15
E. PATOFISIOLOGI
16
MK: risiko MK: Ftisi
gangguan
Kebutaa
17
18
F. MANIFESTASI KLINIK TRAUMA MATA
1. Fisik atau mekanik
a. Trauma Tumpul
Trauma tumpul dapat menimbulkan perlukaan ringan yaitu
penurunan penglihatan sementara sampai berat, yaitu perdarahan didalam
bola mata, terlepasnya selaput jala (retina) atau sampai terputusnya saraf
penglihatan sehingga menimbulkan kebutaan menetap.
b. Trauma Tajam
Tanda-tanda trauma tembus atau tajam bola mata:
1) Tajam penglihatan menurun
2) Tekanan bola mata rendah
3) Bilik mata dangkal
4) Bentuk dan letak pupil yang berubah
5) Terlihatnya sobekan jaringan bola mata
6) Kerusakan jaringan didalam bola mata ( ilmu perawatan mata, 2004)
2. Khemis
a. Trauma basa
Kerusakan pada mata dapat dalam bentuk:
a. mata merah dengan perdarahan pada selaput lendir mata
b. lapis depan selaput bening atau kornea rusak
c. matinya jaringan kornea dan menjadi keruh ( Ilmu Perawatan Mata,
2004)
b. Trauma asam
Tanda yang terlihat pada mata berupa penggumpalan yang berwarna putih
pada permukaan mata yang terkena. Biasanya cedera akibat asam tidak
merusak mata. ( Ilmu Perawatan Mata, 2004)
3. Trauma Radiasi Elektromagnetik
Tanda kerusakan akibat sinar las:
a. Biasanya keluhan terjadi setelah 4 jam
b. Mata terasa seperti kelilipan benda
c. Silau
d. Kelopak mata memejam keras
e. Mata merah
f. Penglihatan menurun ( Ilmu Perawatan Mata, 2004)
19
G. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK TRAUMA MATA
1. Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan radiology pada trauma mata sangat membantu dalam menegakkan
diagnosa, terutama bila ada benda asing .Pemeriksaan ultra sonographi untuk
menentukan letaknya, dengan pemeriksaan ini dapat diketahui benda tersebut
pada bilik mata depan, lensa, retina.
2. Pemeriksaan “Computed Tomography” (CT)
Suatu tomogram dengan menggunakan komputer dan dapat dibuat “scanning”
dari organ tersebut.
3. Pengukuran tekanan IOL dengan tonography: mengkaji nilai normal tekanan
bola mata (normal 12-25 mmHg).
Pengkajian dengan menggunakan optalmoskop: mengkaji struktur internal dari
okuler, papiledema, retina hemoragi.
4. Pemeriksaan Laboratorium, seperti :. SDP, leukosit , kemungkinan adanya
infeksi sekunder.
5. Pemeriksaan kultur. Untuk mengetahui jenis kumannya.
6. Kalau perlu pemeriksaan tonometri Schiotz, perimetri, gonioskopi, dan
tonografi, maupun funduskopi (Ilyas, S., 2000)
20
b. Trauma Tajam
1). Tindakan awal
a. Tindakan awal adalah tutp mata dan lakukan kompres es untuk
menurunkan perdarahan
b. Kurangi kecemasan klien
c. Kirim klien ke rumah sakit secepat mungkin. Jika jaringan lepas,
kirim jaringan dalam wadah yang dibungkus dengan es. Jika benda
menonjol, stabilkan sebelum dikirim. Shield temporer perlu
diberikan pada cedera karena gelas/botol/kaca, plastik tutup sprei dan
cangkir plastik.
2). Tindakan di rumah sakit
a. Pemeriksaan visus jika klien dapat membuka mata
b. Membersihkan kelopak mata
c. Pemberian antibiotik
d. Pembedahan :
Preoperasi : karena menggunakan anastesi umum, maka klien harus
dipuasakan sebelumnya. Klien perlu diberi antibiotik intravena,
kalau perlu tetanus booster.
Pascaoperasi: antibiotik dan pemantauan mata terhadap tanda dam
gejala infeksi serta batasi aktivitas. (Asuhan Keperawtan Klien
Gangguan Mata, 2004)
2. Trauma kimia
Bagian terapi terpenting adalah irigasi mata segera dengan air bersih
dalam jumlah banyak. Selain itu bagian bawah kelopak mata atas dan bawah juga
harus diirigasi untuk melepaskan partikel solid, misal butiran kapur. Kemudian
sifat bahan kimia dapat ditentukan berdasarkan anamnesisbdan mengukur pH
dengan kertas litmus. Pemberian tetes mata steroid dan dilator mungkin
diperlukan. Vitamin C yang diberikan baikmelalui oral maupun topikal dapat
memperbaiki penyembuhan. Mungkin diperlukan antikolagenase sistemik dan
topikal (misal tetrasiklin)
Kerusakan luas pada limbus dapat menghambat regenerasi epitel pada
permukaan kornea. Defek epitel yang terjadi lama dapat mengakibatkan kornea
‘meleleh’ (keratolisis). Keadaan ini diterapi dengan transplantasi limbus (yang
memberi sumber baru untuk sel benih) atau dilapisi dengan membran amnion
(yang memperbanyak sel benih yang tersisa). (Lecture Notes : Oftalmologi,
2005)
21
3.Trauma Radiasi Elektromagnetik
a. Trauma Sinar Ultra Violet (Sinar Las)
Pengobatan yang diberikan adalah sikloplegia, antibiotika lokal,
analgetik, dan mata ditutup untuk selama 2-3 hari. Biasanya sembuh setelah
48 jam
b. Trauma Sinar Ionisasi dan sinar x
Pengobatan yang diberikan adalah antibiotika topikal denga steroid 3
kali sehari dan sikloplegik satu kali sehari. Bila terjadi simblefaron pada
konjungtiva dilakukan tindakan pembedahan. ( Ilmu Penyakit Mata, 2013)
22
c. Perawatan terhadap luka perforasi
Pertama-tama adalah pemberian tetes mata anestetik, kemudian
pembersihan luka dengan larutan garam fisiologik. Bila ada jaringan iris
atau badan kaca yang prolaps, bagian yang prolaps dipotong (jaringan
direposisi kembali kecuali bila yakin tidak ada infeksi). Bila benda asing
dapat dilihat langsung, maka mungkin dapat dikeluarkan dengan pinset
atau magnit melalui luka perforasi. Luka perforasi dijahit dengan jarum dan
benang yang halus.
Apabila fasilitas tidak memungkinkan untuk dapat melakukan
jahitan penutupan luka, penderita dirujuk ke rumah sakit yang lengkap
fasilitasnya.
Sebelum penderita dikirim ke pusat, untuk mencegah jangan
sampai banyak isi bola mata yang prolaps melalui luka perforasi, maka
mata tersebut detelah ditutup dengan kain kasa steril masih harus ditutup
lagi dengan semacam penutup (dob) yang sedemikian rupa sehingga bola
mata terlindung dari tekanan atau sentuhan ( yang paling sederhana
adalah menutup mata tersebut dengan kepala sendok).
Penderita juga diberioabat penenang, obat analgesik, dan bila
perlu dapat ditambah obat antiemetik bila penderiata muntah-muntah
karena dengan muntah-muntah akan menambah banyak isi bola mata yang
prolaps.
Dalam perjalanan ke pusat, sebaiknya penderita dalam posisi
berbaring. Pemberian ATS dapat dipertimbangkan.
PENCEGAHAN
Trauma mata dapat dicegah dan diperlukan penerangan kepada
masyarakat untuk menghindarkan terjadinya trauma pada mata, seperti :
1. Trauma tumpul akibat kecelakaan tidak dapat dicegah, kecuali trauma tumpul
perkelahian.
2. Diperlukan perlindungan pekerja untuk menghindarkan terjadinya trauma
tajam.
3. Setiap pekerja yang sering berhubungan dengan bahan kimia sebaiknya
mengerti bahan apa yang ada ditempat kerjanya.
4. Pada pekerja las sebaiknya menghindarkan diri terhadap sinar dan percikan
bahan las dengan memakai kaca mata.
5. Awasi anak yang sedang beramain yang mungkin berbahaya untuk matanya.
(Ilmu Penyakit Mata, 2013)
23
I. ASUHAN KEPERAWATAN PADA TRAUMA MATA TAJAM DAN TUMPUL
1. PENGKAJIAN
a. Data demografi :
1) Nama : nama dibutuhkan untuk mengetahui identitas klien
2) Umur : umur klien merupakan faktor penting dalam mengkaji proses
visual dan struktur mata
3) Latar belakang etnis : informasi tentang ini juga penting karena
beberapa penyakit lebih banyak terjadi pada kelompok populasi tertentu
misalnya, etnis yahudi lebih mudah mengalami penyakit Tay-sachs
yang mempunyai efek pada mata.
4) Jenis kelamin : jenis klamin klien juga signifikan, misalnya oblasio
retina lebih sering terjadi pada pria
5) Alamat : alamat dan nomor telepon klien juga perlu dicatat terutama jika
klien harus menjalani perawatan tindak lanjut
b.Keluhan utama
c. Riwayat personal dan keluarga :
1) Riwayat keluarga: perlu menanyakan riwayat keluarga yang berhubungan
dengan masalah mata atau penyakit lainnya
2) Riwayat personal : perlu menanyakan penyakit yang pernah diderita,
pembedahan dan juga obat atau alergi yang dimiliki klien.
3) Riwayat diet : menanyakan tentang makanan yang dikonsumsi klien
karena beberapa masalah mata berhubungan dengan defisiensi
bermacam-macam vitamin.
4) Status sosial dan ekonomi : menanyakan tentang sifat pekerjaan klien dan
mata mana yang digunakan
d. Masalah kesehatan sekarang. Kumpulkan informasi tentang berikut :
1) Awitan perubahan visual : jika terjadi cedera atau trauma mata ajukan
pertanyaan berikut. Kapan terjadinya dan berapa lama? Apa yang
dilakukan klien saat terjadi cedera? Jika terdapat benda asing apa
sumbernya? Adakah pertolongan pertama yang dilakukan ditempat
kejadian? Jika ada, apa tindakan tersebut?
2) Faktor presipitasi atau pencetus: seperti penggunaan medikasi dapat
menyebabkan distres mata, misalnya, klien hipertensi yang diturunkan
tekanan darahnya secara tiba-tiba dapat mengeluhkan adanya efek
okular.
3) Perkiraan durasi : perlu diketahui untuk menguraikan manifestasi klinis
4) Lokasi gangguan mata : terjadi pada satu atau kedua mata .
24
5) Tindakan yang dilakukan: tindakan yang dilakukan klien untuk
mengurangi tau memperbaiki manifestasi klinis.
e. Pemeriksaan fisik :
1) Inspeksi ( postur dan gambaran klien, kesimetrisan mata, alis dan
kelopak mata, konjungtiva, kelenjar lakrimal, sklera, kornea dan pupil)
2) Palpasi : palpasi pada mata dan struktur yang berhubungan. Digunakan
untuk menentukan adanya tumor, nyeri tekan dan keadaan Tekanan
intraokular (TIO).
f. Pemeriksaan penglihatan :
1) Tajam penglihatan atau uji penglihatan sentral : uji penglihatan
merupakan pengukuran paling penting terhadap fungsi okuler dan
harus merupakan bagian dari pemeriksaan rutin pada mata.
2) Uji penglihatan jauh : dengan menggunakan Snellen Chart, hitung jari,
gerak tangan dan proyeksi/ persepsi cahaya
3) Uji penglihatan dekat : dilakukan pada klien yang mengemukakan
kesulitan dalam membaca dan pada klien kurang dari 40 tahun.
4) Uji untuk kebutaan.
5) Pengkajian lapang pandang.
6) Uji penglihatan warna
7) Pengkajian fungsi otot ekstraokuler
8) Corneal light reflex (Hirschberg Test) : digunakan untuk paralelisme
atau kelurusan kedua mata
9) The Six Cardinal Position of Gaze : pengujian ini mengkaji gerakan
mata melalui enam posisi pandangan utama.
10) Cover-Uncover Test
11) Oftalmoskopi
g. Pengkajian psikososial,
Klien dapat mengalami gangguan konsep diri yang dapat
mempengaruhi harga diri dan mengganggu aspek kehidupan pasien
25
5. Resiko cidera berhubungan dengan ketajaman penglihatan
No
TUJUAN TINDAKAN RASIONAL
DX
1 Tujuan : Setelah 1. Minta klien untuk 1. Penilaian klien
dilakukan tindakan menilai nyeri atau menunjukkan
keperawatan, klien ketidaknyamanan pada tingkat
melaporkan nyeri skala 0 sampai 10 (0 = ketidaknyamanan
berkurang tidak nyeri, 10 = nyeri yang dirasakan
berat)
4. Luka yang
4. Observasi keadaan luka
membengkak
menandakan
adanya kerusakan
atau tekanan pada
mata
26
6. Intruksikan klien untuk 6. Informasi klien
menginformasikan menunjukkan
kepada perawat jika dosis yang
peredaan nyeri tidak diberikan sesuai
dapat di capai indikasi nyeri
27
atau terapi meningkatkan sebagai edukasi
risiko terhadap infeksi kepada klien dan
keluarga sehingga
dapat menjaga
personal hygine
klien
28
3. Berikan kesempatan 3. Menghilangkan
kepada pasien untuk keraguan dan
mendiskusikan meningkatkan
perasaaannya dengan dukungan
orang lain yang
memiliki masalah
kesehatan yang sama
29
Darah klien 2. Perhatikan tentang 2. Gangguan
berangsur normal penglihatan kabur penglihatan/
dan iritasi mata iritasi dapat
akibat penggunaan berakhir 1-2 jam
tetes mata setelah tetesan
mata
30
keperawatan, perasaan klien
klien akan 2. Ikut sertakan keluarga nyaman dan tenang
melaporkan dalam tindakan
pengurangan atau keperawatan 2. Keluarga adalah
hilangnya nyeri orang terdekat
klien, sehingga
klien bisa
3. Pada klien hematoma menerimanya
palpebra lakukan
kompres dingin atau 3. Kompres dingin
kompres hangat pada mengurangi nyeri
palpebra dan perdarahan,
kompres hangat
untuk
meningkatkan
4. Pada klien hematoma absorbsi darah
subkonjungtiva:
lakukan kompres 4. Hematoma akan
hangat hilang atau
diabsorbsi dalam
1-2 minggu tanpa
5. Pada klien erosi diobati
kornea: kolaborasi
5. Mencegah infeksi
dengan tim medis
bakteri
untuk pemberian
antibiotik spektrum
luas (neosporin,
kloramfenikol dan
sulfasetamid) dan tetes
mata, serta bebat tekan
24 jam
2 Tujuan : Setelah 1. Tentukam tajam 1. Kebutuhan
dilakukan penglihatan klien, individu dan
tindakan catat apakah satu atau pilihan intervensi
keperawatan, kedua mata terlibat bervariasi
diharapkan klien
31
beradaptasi 2. Kurangi situasi kacau, 2. Membantu klien
terhadap atur pengobatan dan mengenali
penurunan visual atur penyinaran. keterbatasan
yang terjadi penglihatan
4. Mengatasi dan
4. Kolaborasi dengan tim mencegah infeksi
medis lain untuk lebih lanjut
memberikan
pengobatan sesuai
indikasi trauma mata
dan derajat
komplikasinya :
antibiotika (topikal,
per oral atau sub
konjungtiva)
3 Tujuan : Setelah 1. Gunakan pendekatan 1.pemecahan
dilakukan untuk menenangkan masalah sulit untuk
tindakan klien saat memberikan orang yang cemas
keperawatan, informasi
kecemasan pada
kien berkurang 2. Dorong klien 2.Memberi
atau hilang mengekspresikan kesempatan klien
perasaan tentang untuk menerima
kehilangan situasi nyata
penglihatan
32
4 Tujuan : Setelah 1. Kaji tingkat nyeri klien 1. Membantu
dilakukan menentukan
perawatan, rencana
diharapkan tindakan.
kebutuhan
istirahat klien 2. Bicarakan dengan 2. Mengurangi
terpenuhi klien dan keluarga nyeri
tentang terapi distraksi
4. Mengurangi
4. Beri kesempatan klien aktivitas mata
untuk istirahat pada sehingga nyeri
siang hari dan waktu berkurang dan
tidur malam hari kebutuhan
istirahat
terpenuhi
5 Tujuan : Setelah 1. Berikan kesempatan 1. Dengan
dilakukan klien untuk memberikan
perawatan, mengungkapkan kesempatan klien
diharapkan klien perasaan tentang untuk
mengidentifikasi kehilangan penglihatan mengatakan
faktor-faktor yang seperti dampaknya ketakutannya,
dapat terhadap gaya hidup. klien dapat
meningkatkan melakukan
kemungkinan koping terhadap
cedera kehilangan
penglihatan.
2. Orientasikan klien 2. Dengan
pada ruangan. mengorientasikan
klien pada
keadaan sekitar
dapat
33
mengurangi
risiko keamanan.
4. Berikan stimulasi
4. Stimulasi sensori
sensori dengan
nonvisual dapat
menggunakan stimulus
membantu klien
taktil, auditorius, dan
menyesuaikan
gustatorius untuk
kehilangan
membantu
penghilatan.
mengompensasi
kehilangan
penglihatan.
34
BAB 3
APLIKASI TEORI
KASUS 1 (Trauma Tajam)
Pada Sabtu siang pkl. 12. 00 (15 Desember 2014), klien sedang mencari
bambu untuk membuat pagar. Ketika memotong bambu, tiba-tiba ada bagian potongan
bambu yang mengenai mata sebelah kanan. Mata kanan klien kemudian berdarah dan
tidak dapat digunakan untuk melihat. Oleh keluarga, Klien dibawa ke dokter terdekat
lalu dirujuk ke RS. Pada tanggal 16 Desember 2014 dilakukan operasi pada mata kanan
Klien pada pkl. 09. 00- 11.00. Setelah dioperasi, klien di bawa ke ruang 20.
Tinjauan Kasus
A. Data Demografi Klien
1. Biodata
Nama : Bpk. T.
Jenis Kelamin : Laki-laki
Umur : 45 Tahun
Status Perkawinan : Kawin
Pekerjaan : Petani
Agama : Islam
Pendidikan Terakhir : SD
Alamat : Surabaya
Tanggal MRS : 15 Desember 2014
Tanggal Pengkajian : 17 Desember 2014
No. Register : 04107xx
2. DIAGNOSA MEDIS
Trauma Okuli Perforans dengan komplikasi Ruptur Kornea Sklera
3.KELUHAN UTAMA
Saat MRS : Nyeri pada mata sebelah kanan
Saat Pengkajian : Nyeri pada mata kanan yang disebabkan karena hilangnya
reaksi anestesi pada luka saat tindakan operasi (luka Post-Op) yang muncul + 6
jam setelah operasi dengan tingkat nyeri ringan, selain itu dirasakan penglihatan
mata kanan masih kabur karena terlihat bayangan seperti kabut yang berwarna
hitam pada dasar penglihatan mata dan kabut warna putih yang tersebar pada area
penglihatan mata kanan.
35
4. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG
Bagian potongan bambu yang mengenai mata sebelah kanan. Mata kanan klien
kemudian berdarah dan tidak dapat digunakan untuk melihat. Oleh keluarga,
Klien dibawa ke dokter terdekat lalu dirujuk ke RS. Pada tanggal 16 Desember
2014 dilakukan operasi pada mata kanan Klien pada pkl. 09. 00- 11.00.
5. RIWAYAT KESEHATAN/ PENYAKIT YANG LALU
Klien mengatakan bahwa sebelumnya ia tidak pernah menderita gangguan
penglihatan yang lain.
6. RIWAYAT KESEHATAN KELUARGA
Anggota keluarga klien yang lain tidak seorangpun yang pernah menderita
gangguan penglihatan dan penyakit keturunan yang lain.
7. RIWAYAT PSIKOSOSIAL
Kemampuan klien berkomunikasi secara verbal maupun nonverbal lancar
menggunakan bahasa Jawa. Orang yang terdekat dengan klien adalah istrinya.
Interaksi dengan anggota keluarga yang lain, pasien lain, dan lingkungan juga
baik.
8. PEMERIKSAAN FISIK
a. Keadaaan Umum : Klien dalam keadaan bedrest dengan posisi Semi Fowler,
kesadaran Compos Mentis, Luka necting pada mata kanan dengan panjang +
2 cm, jumlah jahitan + 7 jahitan dan tertutup kasa.
b. Tanda Vital : TD : 115/ 70 mmHg, RR : 18 X/ menit, TB : 165 cm
36
Auskultasi : RR : 18 X/ menit, Wheezing (-), Ronchi (-), Murmur (-)
Palpasi : Tidak ada benjolan, tidak terdapat lesi, nyeri tekan (-), pada
pemeriksaan jantung tidak terdapat Thrill.
Perkusi : Pada daerah torak terdengar resonan, tidak menandakan adanya
timbunan udara maupun cairan, pada perkusi jantung tidak terdapat adanya
tanda kardiomegali.
f. Abdomen
Inspeksi : Bentuk Flat, tidak terdapat luka
Palpasi : Nyeri tekan (-), acites (-), distensi (-),bendungan massa (-),
Hepatomegali (-), Splenomegali (-)
Auskultasi : Bising usus 10 X/ menit
Perkusi : Suara timpani
9 .PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan USG Mata.
B. ANALISA DATA
Nama : Tn. T.
Umur : 45 Tahun
No. Reg. : 04107xx
DATA PROBLEM ETIOLOGI
DS : Klien mengatakan Gangguan rasa Diskontinuitas jaringan
nyeri di sekitar mata nyaman nyeri ringan terhadap luka perforans
kanan Klien mengatakan dan tindakan operasi
mata kanan sering berair
dan mengeluarkan
kotoran
DO : Mata klien tampak
merah Mata klien tampak
berair dan mengeluarkan
kotoran Luka post-op
pada mata kanan yang
tertutup kasa Skala nyeri
3 (dari skala 1- 10)
37
kabur, terlihat bayangan
seperti kabut yang
berwarna hitam pada
dasar dan kabut warna
putih yang tersebar pada
area penglihatan mata
kanan.
DO : Terdapat luka pada
mata kanan
Mata klien tampak merah
Terdapat Hifema Mata
tertutup kasa
38
diseka oleh keluarga
Klien mengatakan
tekanan darah pada pagi
hari hanya 100/ 70 mmHg
DO : Klien terlihat lebih
banyak beristirahat (tidur)
TD klien pada pagi hari
(Pkl. 07. 30) sebesar 100/
70 mmHg
TTV : Nadi : 76 x/
menit TD : 110/ 70
mmHg RR : 20 x/ menit
Suhu : 37 oC
C. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Nama : Tn. T.
Umur : 45 Tahun
No. Reg. : 04107xx
E. INTERVENSI
No
TUJUAN TINDAKAN RASIONAL
DX
1 Tujuan : Setelah 1. Minta klien untuk 7. Penilaian klien
dilakukan tindakan menilai nyeri atau menunjukkan
keperawatan, klien ketidaknyamanan pada tingkat
39
melaporkan nyeri skala 0 sampai 10 (0 = ketidaknyamanan
berkurang tidak nyeri, 10 = nyeri yang dirasakan
Kriteria Standart berat)
: Klien tidak
mengeluh nyeri lagi 2. Jelaskan penyebab nyeri 8. Informasi adekuat
Mata klien tidak akan membuat
berair Klien merasa perasaan klien
lebih nyaman nyaman dan
tenang
40
2 Tujuan : Setelah 1. Tentukan ketajaman 1. Mengetahui
dilakukan tindakan penglihatan tingkat ketajaman
keperawatan, penglihatan mata
diharapkan kanan klien setelah
ketajaman dilakukan tindakan
penglihatan klien invasif
meningkat
Kriteria Standart 2. Perhatikan tentang 2. Gangguan
: Dalam 3 hari, penglihatan kabur dan penglihatan/
secara verbal klien iritasi mata akibat iritasi dapat
mengungkapkan penggunaan tetes mata berakhir 1-2 jam
bahwa ketajaman setelah tetesan
penglihatan mata mata
kanannya semakin
membaik 3. Letakkan barang yang 3. Memungkinkan
klien butuhkan pada untuk melihat
jangkauan area atau mengambil
penglihatan mata kiri obyek dengan
mudah
3 Tujuan : Setelah 1. Pantau tanda dan gejala 1. Suhu tubuh yang
dilakukan tindakan infeksi dengan tinggi merupakan
keperawatan klien pemeriksaan TTV salah satu tanda
terbebas dari tanda infeksi
dan gejala infeksi
Kriteria Standart 2. Rawat luka dengan 2. Menjaga sterelitas
: Luka terawat tehnik aseptik luka
dengan baik
Penyembuhan luka 3. Jelaskan kepada klien 3.Penjelasan
tidak mengalami dan keluarga mengenai mengenai infeksi
gangguan Tidak sakit atau terapi sebagai edukasi
nampak tanda- meningkatkan risiko kepada klien dan
tanda infeksi terhadap infeksi keluarga sehingga
dapat menjaga
personal hygine
klien
41
4. Instruksikan untuk 4. Tangan yang
menjaga hygine personal kotor dapat
untuk melindungi tubuh mengakibatkan
terhadap infeksi (misal: infeksi pada mata
jangan memegang mata
dengan tangan yang
kotor)
42
F. IMPLEMENTASI
Tgl / No RESPON Nama &
PELAKSANAAN
jam Dx KLIEN Paraf
17 des 1 1. Minta klien untuk Klien dan
2014 menilai nyeri atau keluarga mengerti
ketidaknyamanan pada penyebab
skala 0 sampai 10 (0 = timbulnya nyeri
tidak nyeri, 10 = nyeri dan mengatakan
berat) terdapat cairan
2. Jelaskan penyebab nyeri dan kotoran yang
3. Observasi lokasi nyeri keluar dari mata
4. Observasi keadaan luka kanan serta skala
5. Kolaborasi dengan tim nyeri 3
medis untuk pemberian
analgesik dan pemberian
obat tetes mata
6. Intruksikan klien untuk
menginformasikan
kepada perawat jika
peredaan nyeri tidak
dapat di capai
17 des 2 1. Kaji ulang lapang Mata klien kabur
2014 pandang dan persepsi untuk melihat dan
sensori klien klien tidak merasa
2. Memodifikasi letak benda ada peningkatan
pada daerah lapang pandang suhu pada
mata kiri klien tubuhnya
3. Kaji ulang keadaaan luka
meliputi warna, perasaan
atau persepsi nyeri, dan TTV
yang menunjukkan reaksi
radang
43
2. Rawat luka dengan klien merasa mata
tehnik aseptik kanannya terasa
3. Jelaskan kepada klien agak panas dan
dan keluarga mengenai nyeri
sakit atau terapi
meningkatkan risiko
terhadap infeksi
4. Instruksikan untuk
menjaga hygine personal
untuk melindungi tubuh
terhadap infeksi (misal:
jangan memegang mata
dengan tangan yang
kotor)
5. Kolaborasi dengan tim
medis untuk pemberian
antibiotik
17 des 4 1. Memonitor TTV Klien merasa
2014 2. Menjelaskan pada klien kepalanya terasa
tentang penyebab pusing pusing jika
3. Menanyakan pada klien melakukan
apakah rasa pusing masih aktivitas
ada atau bertambah berat
4. Menganjurkan pada klien
untuk tidak melakukan
aktivitas yang berat secara
tiba-tiba setelah beristirahat
dalam posisi statis dalam
jangka waktu yang lama
5. Menganjurkan pada klien
untuk mengubah posisi
tubuh tiap 15 menit sekali
6. Kolaborasi dengan tim
medis untuk pemeriksaan
Lab seperti cek Hb
44
G. EVALUASI
No. Nama &
Tanggal/Jam Catatan Perkembangan
Dx paraf
1 S : Klien mengatakan mata kanannya
terasa nyeri klien mengatakan air
mata dan kotoran selalu keluar dari
mata kanan
O: Mata kanan klien tampak
kemerahan bengkak di sekitar mata
kanan terdapat cairan dan kotoran
17 Mei 2004 (Pkl. yang keluar dari mata kanan, terdapat
18. 00) luka post-op pada mata kanan dan
tertutup kasa
Skala nyeri 3
TTV : Nadi : 80 X/ menit RR : 18 X/
menit TD : 115/ 70 mmHg Suhu : 36,
5oC
A : Masalah belum teratasi
P : Lanjutkan intervensi
45
4 S : Klien mengatakan kepalanya
terasa pusing jika melakukan
aktivitas Klien merasa pusing sejak
pagi hari, tetapi saat ini sudah lebih
berkurang Klien mengatakan tidak
berani ke kamar mandi sendirian,
Klien mengatakan tekanan darah
19 Mei 2004 (Pkl. pada waktu pagi hari 100/ 70 mmHg
18.30) O : Klien terlihat lebih banyak
beristirahat (tidur) TD pada waktu
pagi hari (Pkl. 07.30) 100/ 70 mmHg
TTV : Nadi : 76 x/ menit RR : 20 X/
menit TD : 110/ 70 mmHg Suhu : 36,
6oC
A : masalah teratasi sebagian
P : lanjutkan intervensi
46
KASUS 2 (Trauma Tumpul)
Pada Minggu pagi pkl. 10. 00 (16 Desember 2014) Tn. R datang ke rumah
sakit diantar temannya, klien mengeluh pusing, mata kanannya nyeri, bengkak dan
pandangan kabur juga terdapat sedikit luka di ujung kelopak matanya. Keluhan ini
terjadi setelah mata kanannya terkena botol kaca (minyak kayu putih). Tindakan
pertama yang dilakukan sebelum MRS teman klien memberikan kompres es untuk
menghentikan darah yang keluar.
Tinjauan Kasus
A. Data Demografi Klien
1. Biodata
Nama : Tn. R.
Jenis Kelamin : Laki-laki
Umur : 18 Tahun
Status Perkawinan : belum kawin
Pekerjaan : Pelajar
Agama : Islam
Pendidikan Terakhir : SMA
Alamat : Surabaya
Tanggal MRS : 16 Desember 2014
Tanggal Pengkajian : 17 Desember 2014
No. Register : 04110xx
2. DIAGNOSA MEDIS
Hematoma palpebra
3. KELUHAN UTAMA
Saat MRS : Nyeri pada mata sebelah kanan
Saat Pengkajian : Nyeri pada mata kanan yang disebabkan karena benturan benda
tumpul
47
6. RIWAYAT KESEHATAN KELUARGA
Anggota keluarga klien yang lain tidak seorangpun yang pernah menderita
gangguan penglihatan dan penyakit keturunan yang lain.
7. RIWAYAT PSIKOSOSIAL
Kemampuan klien berkomunikasi secara verbal maupun nonverbal lancar
menggunakan bahasa Indonesia. Orang yang terdekat dengan klien adalah orang
tuanya. Interaksi dengan anggota keluarga yang lain, pasien lain, dan lingkungan
juga baik.
8. PEMERIKSAAN FISIK
a. Keadaaan Umum : Klien dalam keadaan bedrest dengan posisi Semi Fowler,
kesadaran Compos Mentis,
b. Tanda Vital : TD : 110/ 70 mmHg, RR : 19 X/ menit, TB : 170 cm
48
Auskultasi : Bising usus 10 X/ menit
Perkusi : Suara timpani
9.PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan USG Mata.
B. ANALISA DATA
Nama : Tn. R.
Umur : 18 Tahun
No. Reg. : 04110xx
DATA PROBLEM ETIOLOGI
DS : Klien mengatakan Gangguan rasa Hematoma palpebra
nyeri di sekitar mata nyaman nyeri ringan
kanan klien
DO : Mata klien tampak
merah, terdapat luka kecil
dikelopak mata juga
kelopak mata bengkak
Skala nyeri 4 (dari skala
1- 10)
C. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Nama : Tn. R.
Umur : 18 Tahun
No. Reg. : 04110xx
49
D. INTERVENSI
No
TUJUAN TINDAKAN RASIONAL
DX
1 Tujuan : Setelah 1. Jelaskan penyebab nyeri 1.Informasi adekuat
dilakukan tindakan akan membuat
keperawatan, klien perasaan klien
kana melaporkan nyaman dan tenang
pengurangan atau
hilangnya nyeri 2. Berikan kompres dingin 2. Kompres dingin
untuk
mengurangi
perdarahan dan
nyeri
3. Ikut sertakan keluarga
dalam tindakan 3. Keluarga adalah
keperawatan orang terdekat
klien, sehingga
klien bisa
menerimanya
4. Kolaborasi dengan tim
medis untuk pemberian 4. Mengurangi rasa
analgesik atau nyeri
antipiretik
2 Tujuan : Setelah 1. Gunakan pendekatan 1.Pemecahan
dilakukan tindakan untuk menenangkan masalah sulit untuk
keperawatan, klien saat memberikan orang yang cemas
kecemasan pada informasi
kien berkurang atau 2. Dorong klien 2.Memberi
hilang mengekspresikan kesempatan klien
perasaan tentang untuk menerima
kehilangan penglihatan situasi nyata
50
E. IMPLEMENTASI
Tgl / No RESPON Nama &
PELAKSANAAN
jam Dx KLIEN Paraf
17 des 1 1. Jelaskan penyebab Klien dan
2014 nyeri keluarga mengerti
2. Berikan kompres dingin penyebab
3. Ikut sertakan keluarga timbulnya nyeri
dalam tindakan dan klien merasa
keperawatan nyaman saat di
4. Kolaborasi dengan tim kompres air dingn
medis untuk pemberian serta mengatakan
analgesik atau antipiretik skala nyeri 4
5. Kaji TTV klien
17 des 2 1. Gunakan pendekatan Klien menangis
2014 untuk menenangkan dan merasa
klien saat memberikan matanya tidak
informasi dapat sembuh
2. Dorong klien
mengekspresikan
perasaan tentang
kehilangan penglihatan
3. Beritahu klien tentang
penyakitnya
F. EVALUASI
No. Nama &
Tanggal/Jam Catatan Perkembangan
Dx paraf
1 S : Klien mengatakan mata kanannya
terasa nyeri, bengkak dan pandangan
kabur
17 Mei 2004 (Pkl. O: Mata kanan klien tampak
18. 00) kemerahan, bengkak
Skala nyeri 4
TTV : Nadi : 85 X/ menit RR : 19 X/
menit TD : 120/ 80 mmHg Suhu : 36,
5oC
51
A : Masalah belum teratasi
P : Lanjutkan intervensi
52
BAB 4
PEMBAHASAN
A. Kasus 1 (trauma tajam)
Pada Sabtu siang pkl. 12. 00 (15 Desember 2014), klien sedang mencari
bambu untuk membuat pagar. Ketika memotong bambu, tiba-tiba ada bagian potongan
bambu yang mengenai mata sebelah kanan. Mata kanan klien kemudian berdarah dan
tidak dapat digunakan untuk melihat. Oleh keluarga, Klien dibawa ke dokter terdekat
lalu dirujuk ke RS. Pada tanggal 16 Desember 2014 dilakukan operasi pada mata kanan
Klien pada pkl. 09. 00- 11.00. Setelah dioperasi, klien di bawa ke ruang 20. Dengan
diagnosa medis OD Trauma Okuli Perforans dengan komplikasi Ruptur Kornea Sklera.
Trauma okuli adalah trauma atau cedera yang terjadi pada mata yang dapat
mengakibatkan kerusakan pada bola mata, kelopak mata, saraf mata dan rongga orbita,
kerusakan ini akan memberikan penyulit sehingga mengganggu fungsi mata sebagai
indra penglihat. Ada 2 jenis trauma okuli, yaitu :
1. Trauma okuli non perforans, yaitu trauma okuli dengan ciri-ciri :
a. Tidak menembus dinding orbital (kornea dan sklera masih utuh)
b. Mungkin terjadi robekan konjungtiva
c. Adanya perlukaan kornea dan sklera
d. Kontaminasi intra okuli dengan udara luar tidak ada
2. Trauma okuli perforans, yaitu trauma okuli dengan ciri-ciri :
a. Adanya dinding orbita yang tertembus
b. Adanya kontaminasi intra okuli dengan udara luar
c. Prolaps bisa muncul, bisa tidak.
Keadaan yang paling sering menyebabkan trauma mata adalah kecelakaan di rumah,
kekerasan, ledakan aki atau baterai, cedera akibat olah raga , dan kecelakaan lalu lintas.
Dari hasil pengkajian yang dilakukan, maka ditegakkan diagnosa
keperawatan yang pertama gangguan rasa nyaman nyeri ringan berhubungan dengan
diskontinuitas jaringan terhadap luka tembus dan tindakan operasi yang ditandai
dengan klien yang mengatakan bahwa ada nyeri di sekitar mata kanan
Kedua,gangguan persepsi sensori (penglihatan) berhubungan dengan cedera atau
kerusakan fungsi sensori penglihatan ditandai dengan klien yang mengatakan bahwa
penglihatan pada mata kanannya kurang jelas
Ketiga, Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tindakan invasif pasca
bedah
53
Dan keempat, Gangguan rasa nyaman nyeri kepala (pusing) berhubungan dengan
imobilisasi bed rest post-op ditandai dengan klien yang menyatakan bahwa ia merasa
pusing dan adanya penurunan tekanan darah.
54
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Trauma mata adalah tindakan sengaja maupun tidak yang menimbulkan
perlukaan mata. Perlukaan yang ditimbulkan dapat ringan sampai berat atau
menimbulkan kebutaan bahkan kehilangan mata.
Trauma mata dibagi menjadi beberapa macam yaitu:
1. Fisik atau Mekanik
a. Trauma Tumpul
b. Trauma Tajam
c. Trauma Peluru
2. Khemis
a. Trauma basa
b. Trauma asam
3.Trauma Radiasi Elektromagnetik
Pemeriksaan diagnostik yang dilakukan pada trauma mata yaitu :
pemeriksaan radiologi, pemeriksaan “Computed Tomography” (CT), pengukuran
tekanan iol dengan tonography, pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan
kultur.
Trauma mata dapat dicegah dan diperlukan penerangan kepada masyarakat
untuk menghindarkan terjadinya trauma pada mata, seperti :
1. Trauma tumpul akibat kecelakaan tidak dapat dicegah, kecuali trauma tumpul
perkelahian.
2. Diperlukan perlindungan pekerja untuk menghindarkan terjadinya trauma
tajam.
3. Setiap pekerja yang sering berhubungan dengan bahan kimia sebaiknya
mengerti bahan apa yang ada ditempat kerjanya.
4. Pada pekerja las sebaiknya menghindarkan diri terhadap sinar dan percikan
bahan las dengan memakai kaca mata.
5. Awasi anak yang sedang beramain yang mungkin berbahaya untuk matanya.
B. Saran
Diharapkan perawat mampu memberikan asuhan keperawatan yang tepat dan
benar sehingga klien dengan trauma mata bisa segera ditangani dan diberikan
perawatan yang tepat. Perawat juga diharuskan bekerja secara profesional sehingga
meningkatkan pelayanan untuk membantu kilen dengan trauma mata.
55
DAFTAR PUSTAKA
Suzanne C. Smeltzer & Brenda G. Bare. Keperawatan Medikal – Bedah Brunner &
Sudarth ( Brunner & Sudarth’s Textbook of Medical – Surgical Nursing).
Vol.3. Jakarta : EGC
Prof. Dr. Sidarta Ilyas SpM,dkk. 2010. Ilmu Penyakit Mata Untuk Dokter Umum
Dan Mahasiswa Kedokteran. Ed.2. Jakarta: CV Sagung Seto
Prof.Dr.H.Sidarta Ilyas SpM. 2004. Ilmu Perawatan Mata. Jakarta : CV Sagung Seto
Istiqomah, Indriana N. 2005. Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Mata. Jakarta
: EGC
Bruce James, Chris Chew, Anthony Bron. 2005. Lecture Notes: Oftalmologi.
Erlangga
Prof. Dr. Sidarta Ilyas SpM,dkk. 2013. Ilmu Penyakit Mata edisi keempat. Jakarta :
Badan Penerbit FKUI
56