Anda di halaman 1dari 22

Makassar, 26 September 2019

LAPORAN MODUL 1
MATA MERAH

BLOK INDERA KHUSUS


DISUSUN OLEH
KELOMPOK 7
Tutor : dr. Mursyid
1. Muh. Rifky Mapallawa 11020170054
2. Andi Azizah Nur F.S 11020170030
3. Ari Savira Alda 11020170044
4. Nadya Nur Aqilah 11020170080
5. Wardayani 11020170072
6. Fatmawati 11020170063
7. Elfatri 11020170092
8. Selfy Eltry Elvira 11020170096
9. Sri Ainun Zainal Siddiq 11020170081
10. Nurul Muqarribah Pratiwi 11020170104

Fakultas Kedokteran
Universitas Muslim Indonesia
Makassar
SKENARIO 1

Seorang pasien laki-laki berusia 25 tahun dating dengan keluhan mata kanan merah yang tidak
pernah berhenti sejak 3 minggu yang lalu. Awalnya terkena benda asing saat mengendarai motor.
Setelah itu mata merah dan berair. Sudah berobat ke puskesmas namun tidak sembuh. Saat ini
penglihatan sangat menurun sejak 1 minggu terakhir dan mata hitam tampak memutih disertai nyeri
yang hebat pada mata. VOD : 1/300 dan VOS 6/6.

KATA SULIT: -

KATA KUNCI:

1. Laki-laki 25 tahun
2. Mata kanan merah dan berair
3. Tidak berhenti sejak 3 minggu yang lalu
4. Riwayat terkena benda asing
5. Penurunan penglihatan 1 minggu terakhir
6. Mata hitam tampak memutih disertai nyeri
7. VOD:1/300, VOS 6/6

PERTANYAAN :

1. Jelaskan struktur yang mengalami gangguan pada mata merah disertai visus menurun!
2. Jelaskan fisiologi penglihatan!
3. Penyakit apa saja yang menyebabkan gejala mata merah baik dengan penurunan visus dan
tanpa penurunan visus?
4. Jelaskan mekanisme terjadinya mata merah disertai nyeri!
5. Jelaskan langkah-langkah diagnosis!
6. Sebutkan dan jelaskan diagnosis diferensial yang terkait pada skenario!
7. Jelaskan penatalaksanaan awal pada skenario!
8. Jelaskan pencegahan pada mata merah!
9. Sebutkan prespektif islam yang terkait dengan skenario!
JAWABAN:

1.

Kornea (Latin cornum = seperti tanduk) adalah selaput bening mata, merupakanbagian
selaput mata yang tembus cahaya dan merupakan lapisan jaringan yang menutup bola mata
sebelah depan.Kornea merupakan bagian mata yang tembus cahaya dan menutup bola mata
disebelah depan. Pembiasan sinar terkuat dilakukan oleh kornea, dimana 40 dioptri dari 50
dioptri pembiasan sinar masuk dilakukan oleh kornea. Rata – rata ketebalan korneapada
orang dewasa adalah sekitar 0,52 mm di sentral dan 0,65 mm di perifer. Diameter horizontal
kornea rata – rata orang dewasa adalah 11,75 mm dan diameter vertikalnya rata – rata 10,66
mm.Dari anterior ke posterior, kornea memiliki 6 lapisan yang saling berhubungan
yaitulapisan epitel (yang merupakan kelanjutan dari epitel dikonjungtiva bulba), membrana
bowman, stroma, lapisan dua’s, membrana descement dan endotel.

a. Epitel, terdiri atas 5 lapisan sel tidak bertanduk yang saling tumpang tindih, 1 lapis sel
basal, sel poligonal dan sel gepeng. Pada sel basal sering terlihat mitosis sel dan sel muda
ini terdorong ke depan menjadi menjadi lapis sel sayap dan semakin maju ke depan
menjadi sel gepeng, sel basal berikatan erat dengan sel basal disampingnya dan sel
poligonal didepannya melalui dermosom dan makula ekluden, ikatan ini menghampat
pengaliran air, elektrolit dan glukosa yang merupakan barrier. Sel basal menghasilkan
membran basal yang melekat erat kepadanya. Bila terjadi gangguan akan mengakibatkan
erosi rekuren.
b. Membrane Bowman, terletak di bawah epitel kornea yang merupakan kolagen yang
tersusun tidak teratur seperti stroma dan berasal dari bagian stroma. Lapisan ini tidak
mempunyai daya regenerasi.
c. Stroma, terdiri atas lamel yang merupakan susuna kolagen yang sejajar 1 dengan lainnya,
pada permukaan terlihat ayaman yang teratur sedang di bagian perifer serat kolagen ini
bercabang, terbentuknya kembali serat kolagen memakan waktu lama yang kadang –
kadang sampai 15 bulan. Stroma ini adalah merupakan sekitar 90% dari ketebalan
kornea.
d. Lapisan Dua’s tahun 2013 oleh Harminder S. Dua dan rekan-rekannya di University of
Nottingham. merupakan sebuah lapisan di kornea manusia. Tebalnya hanya 15 mikron
dan terletak antara stroma kornea dan membran Descemet. Meski tipis, lapisan ini sangat
kuat dan kedap udara.
e.
Membrane Descement, merupakan membran aseluler dan merupakan batasbelakang
stroma kornea yang dihasilkan dari sel endotel dan merupakan membran basalnya.
Membrane ini bersifat sangat elastic dan berkembang terus seumurhidup.
f.
Endotel, terdiri atas 1 lapisan sel dengan bentuk hexagonal, besarnya sampai 40 –60
mm. endotel tidak mempunyai daya regenerasi.

Suplai darah kornea berasal dari pembuluh – pembuluh darah konjungtiva, episkleradan
sklera yang berakhir di sekitar limbus korneosklera. Kornea itu sendiri bersifat avaskuler.

Kornea mendapatkan pemaparan konstan dari mikroba dan pengaruh lingkungan, oleh
sebab itu untuk melindunginya kornea memiliki beberapa mekanisme pertahanan.
Mekanisme pertahanan tersebut termasuk refleks berkedip, fungsi antimikroba film air mata
(lisosim), epitel hidrofobik yang membentuk barrier terhadap difusi serta kemampuan epitel
untuk beregenerasi secara cepat dan lengkap.

Ketika pathogen telah menginvasi jaringan melalui lesi kornea superfisial, beberapa rantai
kejadian tipikal akan terjadi, yaitu:

 Terjadi lesi pada kornea


 Patogen akan menginvasi dan mengkolonisasi struma kornea
 Antibodi akan menginfiltrasi lokasi invasi pathogen Hasilnya akan tampak gambaran
opasitas pada kornea dan titik invasi pathogen akan membuka lebih luas dan
memberikan gambaran infiltrasi kornea.
 Iritasi dari bilik mata depan dengan hipopion (umunya berupa pus yang akan
berakumulasi pada lantai dari bilik mata depan).
 Pathogen akan menginvasi seluruh kornea
 Hasilnya stroma akan mengalami atropi dan melekat pada membrana descemet yang
relatif kuat dan akan menghasilkan descematocele yang dimana hanya membrana
descement yang intak.
 Ketika penyakit semakin progresif, perforasi dari membran descement terjadi dan
humor aquos akan keluar. Hal ini disebut ulkus kornea perforata dan merupakan
indikasi bagi intervensi bedah secepatnya. Pasien akan menunjukkan gejala penurunan
visus progresif dan bola mata akan menjadi lunak.

(Referensi: Buku Ajar Bagian Ilmu Kesehatan Mata. 2017. FK UMI.)

2. Fisiologi Penglihatan
Sinar masuk ke dalam mata melewati lensa dan kornea. Lensa dan kornea ini penting
dalam kemampuan refraktif mata. Setiap mata terdiri atas sebuah bola mata fibrosa yang kuat
untuk mempertahankan bentuknya, suatu sistem lensa untuk memfokuskan bayangan, selapis
sel fotosensitif, dan suatu sistem sel dan saraf yang berfungsi mengumpulkan, memproses,
dan meneruskan informasi visual ke otak.
Kemampuan akomodasi lensa dikendalikan oleh otot siliaris. Otot siliaris adalah
bagian dari korpus siliaris, suatu spesialisasi lapisan koroid di sebelah anterior. Pada mata
normal, otot siliaris melemas dan lensa mendatar untuk penglihatan jauh, tetapi otot tersebut
berkontraksi untuk memungkinkan lensa menjadi lebih cembung dan lebih kuat untuk
penglihatan dekat. Serat-serat saraf simpatis menginduksi relaksasi otot siliaris untuk
penglihatan jauh, sementara sistem saraf parasimpatis menyebabkan kontraksi otot untuk
penglihatan dekat.
Mata berfungsi untuk memfokuskan berkas cahaya dari lingkungan ke sel batang dan
sel kerucut, sel fotoreseptor retina. Fotoreseptor kemudian mengubah energi cahaya menjadi
sinyal listrik untuk ditransmisikan ke SSP. Bagian saraf dari retina terdiri dari tiga lapisan sel
peka rangsang: (1) lapisan yang mengandung sel batang dan kerucut yang ujung-ujung peka
cahayanya menghadap ke koroid; (2) lapisan tengah sel bipolar; dan (3) lapisan dalam sel
ganglion. Akson-akson sel ganglion menyatu membentuk saraf optik. Titik di retina tempat
saraf optik keluar bersama pembuluh darah disebut diskus optikus yang juga disebut bintik
buta karena tidak adanya sel kerucut dan sel batang.
Sinyal saraf penglihatan meninggalkan retina melalui nervus opticus. Di kiasma
opticum serat nervus dari bagian nasal retina menyebrangi garis tengah dan bergabung
dengan serat- serat nervus optikus dari bagian temporal retina mata yang lain sehingga
terbentuklah traktus optikus. Serat-serat dari traktus optikus bersinaps di nukleus genikulatum
lateralis dorsalis pada talamus kamudian serat-serat genikulokalkarina berjalan melalui
radisio optikus (traktus genikulokalkarina), ke korteks penglihatan primer yang terletak di
fisura kalkarina lobus oksipitalis.

(Referensi : Sherwood, Lauralee. 2011. Fisiologi Manusia Dari Sel ke Sistem. Edisi 6.
Jakarta: EGC.)

3. Penyakit-penyakit yang menyebabkan mata merah yang disertai penurunan visus dan tanpa
disertai penurunan visus

Mata Merah dengan Penurunan Visus Mata Merah tanpa Penurunan Visus
 Keratitis
 Pterigium
 Ulkus Kornea
 Pseudopterigium
 Glaukoma akut
 Pinguekula
 Uveitis
 Hematoma subkonjungtiva
 Iridosiklitis
 Episkleritis
 Skleritis
 Konjungtivitis
 Endoftalmitis

(Referensi: - A.K. Khurana. 2015. Comprehensive Ophtalmology 6th Edition.

- Buku Ajar Oftalmologi. Fakultas Kedokteran UI. Edisi 17. Hal. 87)

4. Mekanisme mata merah


Mata merah adalah salah satu gejala klinis yang paling sering membawa pasien
datang ke dokter, dan secara umum mengindikasikan proses pada segmen anterior. Kondisi
ini dapat terjadi berkaitan dengan proses inflamasi (dan selanjutnya vasodilatasi), atau
pendarahan.
Mata merah yang disebabkan oleh dilatasi pembuluh darah mata dikenal juga sebagai
hyperemia atau injeksi. Dilatasi ini bisa melibatkan pelebaran arteri konjungtiva (injeksi
konjunctiva), arteri ciliaris anterior (injeksi siliar) dan arteri episklera (injeksi episklera).

Gambar: Bentuk-bentuk injeksi


Injeksi silisar terjadi melibatkan cabang-cabang a. siliaris anterior dan dapat
mengindikasikan inflamasi kornea, iris, atau badan siliar. Injeksi konjungtiva terutama
melibatkan pembuluh darah konjungtiva posterior; oleh karena pembuluh darah ini terletak
lebih superfisial dibandingkan arteri siliaris, injeksi konjungtiva menyebabkan mata tampak
lebih merah, kemerahan dapat, “bergerak” bersama konjungtiva, dan akan hilang dengan
pemberian obat-obat vasokonstriktor. Injeksi episklera akibat pelebaran pembuluh darah,
episklera pada umumnya disebabkan oleh peristiwa autoimun-atau kondisi inflamatorik
sistemik apapun di tubuh. Kemampuan mengenali perbedaan jenis-jenis injeksi merupakan
informasi penting untuk memberikan gambaran lokasi terjadinya proses berdasarkan struktur
atau jaringan yang terlibat.
Mata merah akibat vasodilatasi pada dasarnya berkaitan dengan reaksi atau proses
inflamasi, baik karena proses peradangan sendiri, cedera, infeksi, alergi, kekeringan mata,
atau kondisi intaokular lain seperti glukoma dan lain-lain.
Pada prinsipnya, mata merah yang disertai gangguan penglihatan mengindikasikan
adanya keterlibatan sumbu penglihatan atau visual axis. Berat ringannya gangguan
penglihatan berkaitan dengan letak lesi dan juga beberapa berat proses inflamasi yang terjadi.

(Referensi: Edwar, L. Bani, A. 2017. Patofisiologi Mata Merah dalam Buku Ajar Oftalmologi.
Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Halaman 83-85. Edisi 1.)

5. Langkah-langkah Diagnosis
Anamnesis
Hal yang harus ditanyakan saat melakukan anamnesis pada pasien dengan mata merah
diantaranya:
1. Beri salam/ memperkenalkan diri dengan cara yang sopan
2. Tanyakan identitas penderita
3. Tanyakan keluhan utama
4. Tanyakan lebih detail hal yang berhubungan dengan keluhan utama misalnya,
a) Waktu pertama kali terjadi keluhan, keluhan terjadi di satu mata atau kedua mata
(unilateral atau bilateral)
b) Lama terjadinya keluhan
c) Apakah ada gejala penyerta seperti gatal, berair, penglihatan menurun, secret,
nyeri, panas, fotofobia, halo (seperti melihat pelangi ), seperti ada benda asing
(rasa mengganjal), sulit menutup mata dan membuka mata pada saat bangun tidur.
5. Tanyakan kelainan mata yang pernah di derita.
6. Tanyakan riwayat penyakit yang lain seperti diabetes, hipertensi, thyroid, influenza
dan TB
a) Tanyakan apakah ada riwayat trauma seperti riwayat pemakaian lensa kontak, dan
riwayat pembedahan pada mata.
b) Riwayat alergi, riwayat penggunaan obat-obatan, dan riwayat komorbid (hipertensi,
demam, penyakit vaskular, penyakit hematologi)
7. Tanyakan riwayat penyakit yang sama dalam keluarga/lingkungan

Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik yang dapat dilakukan pada pasien dengan mata merah, diantaranya:
A. Pemeriksaan tanda vital
B. Pemeriksaan Visus
1. Tunjuk huruf, angka atau symbol pada optotip Snellen dari atas ke bawah
2. Bila visus penderita tidak optimal, dilakukan koreksi dengan lensa coba sampai
didapatkan visus yang maksimal. Besarnya lensa coba yang digunakan merupakan
besarnya kelainan refraksi.
C. Melakukan pemeriksaan segmen anterior bola mata
1. Gunakan senter yang diarahkan ke mata penderita dengan posisi senter 45-600 dari
temporal mata yang akan diperiksa, Dimulai pada mata kanan.
2. Lakukan pemeriksaan segmen anterior bola mata dimulai dari kelopak mata, lebar
fissure palpebral, posisi bola mata.
3. Lakukan pemeriksaan bulu mata atas dan bawah, konjungtiva palpebral superior dan
inferior, kongjungtiva bulbi, kornea, kamera okuli anterior, iris, pupil, lensa, dan
vitreus anterior.
4. Periksa reflex pupil direk dan indirek.
D. Melakukan pemeriksaan bola mata dengan metode palpasi
1. Kedua jari telunjuk berada pada palpebral superior. Ibu jari, kelingking, jari manis,
dan jari tengah memfiksasi didaerah tulang sekitar orbita.
2. Besarnya tekanan dilambangkan dengan Tn, Tn-1, Tn-2, Tn+1, Tn+2
E. Pemeriksaan tekanan bola mata dengan Tonometer Schiotz
1. Anestesi topical dengan menggunakan tetes mata pantocain 0,5%
2. Gunakan beban tonometer yang terendah 5,5 gr.
3. Desinfeksi indentensi dengan alcohol 70% biarkan sampe kering.
4. Penderita diminta melihat ke atas dengan melihat lurus pada jari penderita yang
diposisikan di atas mata yang akan diperiksa.
5. Letakkan tonometer dengan hati-hati pada kornea, selanjutnya baca skala yang
ditunjukkan.
6. Sesuaikan hasil pembacaan dengan tabel yang tersedia
7. Teteskan antibiotic topical setelah pemeriksaan .
F. Melakukan pemeriksaan segmen posterior
1. Persiapkan alat untuk pemeriksaan segmen posterior bola mata (direct
opthalmoscope). Ruangan dibuat setengah gelap, penderita diminta melepas kacamata
dan pupil dibuat midriasis dengan tetes mata mydriatil.
2. Sesuaikan lensa oftalmoskop dengan ukuran kaca mata penderita
3. Mata kanan pemeriksa memeriksa mata kanan penderita, mata kiri pemeriksa
memeriksa mata kiri penderita.
4. Mintalah penderita untuk melihat satu titik di belakang pemeriksaan.
5. Arahkan ke pupil dari jarak 25-30 cm oftalmoskop untuk melihat reflex fundus
dengan posisi/cara pegang yang benar.
6. Periksa secara saksama dengan perlahan maju mendekati penderita kurang lebih 5 cm.
7. Sesuaikan focus dengan mengatur ukuran lensa pada oftalmoskop.
8. Amati secara sistematis Struktur retina dimulai dari papil N. optic, arteri dan vena
retina sentral, area macula, dan retina perifer.
G. Pemeriksaan lapangan pandang
1. Mengetahui batas batas lapang pandang (superior, inferior, nasal, dan temporal)
2. Melakukan pemeriksaan lapang pandang dengan tes konfrontasi.
3. Menyebutkan hasil pemeriksaan lapang pandang
H. Pemeriksaan Funduskopi
1. Menilai kejernihan media refrakta.
2. Melihat refleks fundus.
3. Membedakan refleks fundus yang normal dan abnormal

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang yang dapat digunakan :

1. Pemeriksaan kultur bakteri dari sekret mata yang purulen


2. Pemeriksaan darah lengkap
3. CT-scan dan MRI
4. Uji sensitivitas
5. Tes Flouresin adalah tes untuk melihat adanya defek pada sel epitel kornea. Pada tes ini
dilakukan dengan kertas flouresin dibasahi terlebih dahulu dengan NaCl kemudian diletakkan
pada saccus konjunctiva inferior, setelah terlebih dahulu pasien diberi anestesi lokal. Pasien
diminta menutup matanya selama 20 detik, kemudian kertas diangkat. Defek kornea akan
terlihat berwarna hijau dan disebut sebgai uji flouresin positif.

(Referensi :- Ilyas Sidarta, Yulianti Rahayu. 2015. Ilmu Penyakit Mata ed. 5. Jakarta : Penerbit
FKUIHalaman 119-1205.
- Penuntun CSL FK UNHAS)

6. KERATITIS

Kornea adalah selaput bening mata yang merupakan bagian selaput mata yang tembus
cahaya dan menutup bola mata sebelah depan. Kornea merupakan jendela untuk melihat dunia
dan cahaya yang masuk ke mata pertama kali akan melewati struktur ini. Berbagai keluhan bisa
terjadi pada kornea termasuk terbentuknya ulkus/tukak kornea. Ulkus tersebut bisa terdapat pada
sentral kornea dan berpengaruh sekali pada visus atau bisa terdapat di tepi kornea dan tidak
terlalu berpengaruh pada visus. Ulkus dapat terjadi dari berbagai macam kondisi seperti benda
asing seperti sepotong rumput, pasir atau lumpur yang masuk kedalam mata, kekurangan
produksi air mata dan kegagalan palpebra menutup sempurna pada saat tidur. Penyakit ini pada
umumnya dapat menyebabkan penurunan penglihatan sehingga mengganggu kualitas kehidupan.
Pada beberapa kasus ulkus kornea dapat menimbulkan gejala sisa, misalnya tebentuknya jaringan
parut yang mengganggu fungsi penglihatan.

Komplikasi yang ditimbulkan ulkus kornea seperti terbentuknya jaringan parut


menyebabkan penyakit ini perlu mendapatkan penanganan khusus dan secepat mungkin.
Semakin dalam ulkus yang terbentuk, maka gejala dan komplikasinya semakin berat. Pengobatan
yang diberikan disesuaikan dengan penyebab terjadinya ulkus. Penyulit yang mungkin timbul
antara lain infeksi di bagian kornea yang lebih dalam, perforasi kornea (pembentukan lubang),
kelainan letak iris dan kerusakan mata.
Etiologi dan Faktor resiko

Faktor yang dapat menyebabkan ulkus kornea secara umum antara lain3 :

1. Kelainan pada bulu mata (trikiasis) dan sistem air mata (insufisiensi air mata, sumbatan
saluran lakrimal).
2. Faktor eksternal, yaitu : luka pada kornea (erosio kornea), karena trauma, penggunaan lensa
kontak, luka bakar pada daerah muka.
3. Kelainan-kelainan kornea yang disebabkan oleh : edema kornea kronik, exposure-keratitis
(pada lagophtalmus, bius umum, koma), keratitis karena defisiensi vitamin A, keratitis
neuroparalitik, keratitis superfisialis virus.
4. Kelainan-kelainan sistemik, malnutrisi, alkoholisme, sindrom Stevens- Jhonson, sindrom
defisiensi imun.
5. Obat-obatan yang menurunkan mekaniseme imun seperti kortikosteroid, IUD, anestetik
lokal dan golongan imunosupresif.

Berdasarkan etiologinya ulkus kornea disebabkan oleh :

 Bakteri : Kuman yang murni dapat menyebabkan ulkus kornea adalah streptokokus
pneumoniae, sedangkan bakteri lain menimulkan ulkus kornea melalui faktor-faktor
pencetus diatas.
 Virus : herpes simplek, zooster, variola
 Jamur : golongan kandida, fusarium, aspergilus, sefalosporium
 Reaksi hipersensifitas : Reaksi terhadap stapilokokus (ulkus marginal), TBC
(keratokonjungtivitis flikten), alergen tak diketahui (ulkus cincin)

Patofisiologi

Kornea adalah jaringan yang avaskuler, hal ini menyebabkan pertahanan pada waktu
peradangan tak dapat segera datang seperti pada jaringan lain yang mengandung banyak
vaskularisasi. Dengan adanya defek atau trauma pada kornea, maka badan kornea, wandering
cells, dan sel-sel lain yang terdapat pada stroma kornea segera bekerja sebagai makrofag,
kemudian disusul dengan dilatasi pembuluh darah yang terdapat di limbus dan tampak sebagai
injeksi di perikornea. Proses selanjutnya adalah terjadi infiltrasi dari sel-sel mononuklear, sel
plasma, leukosit polimorfonuklear, yang mengakibatkan timbulnya infiltrat yang tampak sebagai
bercak berwarna kelabu, keruh dengan batas tak jelas dan permukaan tidak licin. Kemudian dapat
terjadi kerusakan epitel, infiltrasi, peradangan dan terjadilah ulkus kornea. Ulkus kornea dapat
menyebar ke permukaan atau masuk ke dalam stroma. Kalau terjadi peradangan yang hebat,
tetapi belum ada perforasi ulkus, maka toksin dari peradangan kornea dapat sampai ke iris dan
badan siliar dengan melalui membrana Descemet, endotel kornea dan akhirnya ke camera oculi
anterior (COA). Dengan demikian iris dan badan siliar meradang dan timbullah kekeruhan di
cairan COA disusul dengan terbentuknya hipopion (pus di dalam COA). Hipopion ini steril, tidak
mengandung kuman. Karena kornea pada ulkus menipis, tekanan intra okuler dapat menonjol ke
luar dan disebut keratektasi. Bila peradangan terus mendalam, tetapi tidak mengenai membrana
Descemet dapat timbul tonjolan pada membrana tersebut yang disebut Descemetocele atau mata
lalat. Bila peradangan hanya di permukaan saja, dengan pengobatan yang baik dapat sembuh
dengan tidak meninggalakan sikatrik. Pada peradangan yang dalam penyembuhan berakhir
dengan terbentuknya sikatrik, yang dapat berbentuk nebula yaitu bercak seperti awan yang hanya
dapat dilihat di kamar gelap dengan cahaya buatan, makula yaitu bercak putih yang tampak jelas
di kamar terang, dan leukoma yaitu bercak putih seperti porselen yang tampak dari jarak jauh.
Bila ulkus lebih dalam lagi bisa mengakibatkan terjadinya perforasi. Adanya perforasi
membahayakan mata oleh karena timbul hubungan langsung dari bagian dalam mata dengan
dunia luar sehingga kuman dapat masuk ke dalam mata dan menyebabkan timbulnya
endoftalmitis, panoftalmitis dan berakhir dengan ptisis bulbi. Dengan terjadinya perforasi cairan
COA dapat mengalir ke luar dan iris mengikuti gerakan ini ke depan sehingga iris melekat pada
luka kornea yang perforasi dan disebut sinekia anterior atau iris dapat menonjol ke luar melalui
lubang perforasi tersebut dan disebut iris prolaps yang menyumbat fistel .

Komplikasi keratitis

Komplikasi yang paling sering timbul berupa:

1. Kebutaan parsial atau komplit dalam waktu sangat singkat.

2. Irregular silindris, merupakan komplikasi lain yang mungkin dari infeksi ini adalah
penyembuhan stroma tidak merata, sehingga silindris tidak teratur.

3. Kornea perforasi. Ini merupakan salah satu komplikasi yang paling ditakuti dari keratitis
bakteri karena dapat mengakibatkan endoptalmitis sekunder dan panopthalmitis, dan
kemungkinan kehilangan mata.
4. Prolaps iris.

5. Sikatrik kornea.

6. Katarak.

7. Glaukoma sekunder.

ULKUS KORNEA

Ulkus kornea menyebabkan nyeri, peka terhadap cahaya (fotofobia) dan peningkatan
pembentukan air mata, yang kesemuanya bisa bersifat ringan. Pada kornea akan tampak bintik
nanah yang berwarna kuning keputihan. Kadang ulkus terbentuk di seluruh permukaan kornea
dan menembus ke dalam. Pus juga bisa terbentuk di belakang kornea. Semakin dalam ulkus yang
terbentuk, maka gejala dan komplikasinya semakin berat. Gejala lainnya adalah: gangguan
penglihatan, mata merah, mata terasa gatal, kotoran mata. Dengan pengobatan,ulkus kornea dapat
sembuh tetapi mungkin akan meninggalkan serat-serat keruh yang menyebabkan pembentukan
jaringan parut dan menganggu fungsi penglihatan . Penegakan diagnosis dari ulkus kornea juga
ditemukan tes fluoresin positif disekitar ulkus. Diagnosis banding ulkus kornea antara lain
keratitis, endoftalmitis dan sikatrik kornea.

Klasifikasi

1. Ulkus Kornea Infeksi


Ulkus sentral biasanya merupakan ulkus infeksi yang terjadi sekunder akibat
kerusakan pada epitel kornea. Lesi terletak di sentral, jauh dari limbus yang punya
vaskularisasi. Ulkus ini sering disertai dengan hipopion kumpulan sel-sel radang yang
tampak sebagai suatu lapisan pucat dibagian bawah bilik mata depan yang juga terdapat
pada uveitis anterior berat.
2. Ulkus Kornea Streptococcus pneumonia
Ulkus kornea pneumokokal biasanya muncul 24-48 jam setelah inokulasi pada kornea
yang mengalami abrasi. Infeksi ini secara khas menimbulkan sebuah ulkus kelabu dengan
batas cukup tegas yang cenderung menyebar secara tak teratur dari tempat infeksi ke
sentral kornea.
3. Ulkus Kornea Pseudomonas aeruginosa
Ulkus kornea pseudomonas berawal sebagai infiltrate kelabu atau kuning di tempat
epitel kornea yang retak. Biasanya terasa sangat nyeri. Lesi ini cenderung cepat menyebar
ke segala arah karena pengaruh enzim proteolitik yang dihasilkan oleh organisme ini.
Meskipun pada awalnya superfisial, ulkus ini dapat mengenai seluruh kornea dengan cepat
dan mengakibatkan kerusakan yang parah, seperti perforasi kornea dan infeksi intraocular
berat. Infiltrate dan eksudat mungkin berwarna hijau-kebiruan. Ulkus korne ini biasanya
berhubungan dengan penggunaan lensa kontak lunak.

Prognosis

Prognosis tergantung pada tingkat keparahan dan cepat lambatnya mendapat pertolongan,
jenis mikroorganisme penyebabnya, dan ada tidaknya komplikasi yang timbul. Ulkus kornea
yang luas memerlukan waktu penyembuhan yang lama, karena jaringan kornea bersifat
avaskular. Semakin tinggi tingkat keparahan dan lambatnya mendapat pertolongan serta
timbulnya komplikasi, maka prognosisnya menjadi lebih buruk. Penyembuhan yang lama
mungkin juga dipengaruhi ketaatan penggunaan obat. Dalam hal ini, apabila tidak ada ketaatan
penggunaan obat terjadi pada penggunaan antibiotika maka dapat menimbulkan resistensi.

Penatalaksanaan

Ulkus kornea sembuh dengan dua cara : migrasi sel-sel epitel sekeliling ulkus disertai
dengan mitosis dan masuknya vaskularisasi dari konjungtiva. Ulkus superfisial yang kecil akan
sembuh dengan cara yang pertama, ulkus yang lebih besar dan dalam biasanya akan
mengakibatkan munculnya pembuluh darah untuk mensuplai sel-sel radang. Leukosit dan
fibroblas menghasilkan jaringan granulasi dan sikatrik sebagai hasil penyembuhan. Pengobatan
umumnya untuk ulkus kornea adalah dengan sikloplegik, antibiotika yang sesuai dengan topikal
dan subkonjungtiva, dan pasien dirawat bila mengancam perforasi, pasien tidak dapat memberi
obat sendiri, tidak terdapat reaksi obat, dan perlunya obat sistemik. Pengobatan pada ulkus
kornea bertujuan menghalangi hidupnya bakteri dengan antibiotika, dan mengurangi reaksi
radang dengan steroid. Secara umum ulkus diobati sebagai berikut: Tidak boleh dibebat, karena
akan menaikkan suhu sehingga akan berfungsi sebagai inkubator. Sekret yang terbentuk
dibersihkan 4 kali sehari. Diperhatikan kemungkinan terjadinya glaukoma sekunder. Debridemen
sangat membantu penyembuhan. Diberi antibiotika yang sesuai dengan kausa. Biasanya diberi
lokal kecuali bila keadaan berat. Pengobatan dihentikan bila sudah terjadi epitelisasi dan mata
terlihat terang, kecuali bila penyebabnya pseudomonas yang memerlukan pengobatan ditambah
1-2 minggu. Pada ulkus kornea dilakukan pembedahan atau keratoplasti apabila dengan
pengobatan tidak sembuh dan terjadi jaringan parut yang mengganggu penglihatan

(Referensi:

- Wirata G. 2017. Ulkus Kornea.Bali: Fakultas Kedokteran Universitas Udayana. Hal


2,3,8-10.
- Riordan-Eva, Paul.2015.Vaughan & Asbury OFTALMOLOGI UMUM. Edisi 17. Hal
126-128)

UVEITIS ANTERIOR

 Defenisi

Istilah “uveitis” menunjukkan suatu peradangan pada iris (iritis,iridosiklitis), corpus


ciliare (uveitis intermermediate, uveitis perifer, atau pars planitis), atau koroid (koroiditis).

 Epidemiologi

Uveitis biasanya terjadi pada usia 20-50 tahun dan berpengaruh pada 10-20 % kasus
kebutaan yang tercatat di Negara-negara maju. Uveitis lebih banyak terdapat pada Negara
berkembang di bandingkan negara-negara maju karena lebih tingginya prevalensi infeksi yang
bisa mempengaruhi mata, seperti toksoplasmosis dan tuberculosis di negara-negara berkembang.

 Gejala dan Tanda

Peradangan traktus uvealis banyak penyebabnya dan bisa mengenai lebih dari satu
bagian mata secara bersamaan. Uveitis anterior adalah bentuk yang paling umum dan biasanya
unilateral dengan onset akut. Gejala yang khas berupa nyeri, fotofobia, dan penglihatan kabur.
Pada pemeriksaan biasanya ditemukan kemerahan sirkumkorneal dengan injeksi konjungitva
palpebralis dan secret yang minimal. Pupil kemungkinan kecil (miosis) atau irregular karena
terdapat sinekia posterior. Peradangan yang terbatas pada bilik mata depan disebut “iritis”,
peradangan pada bilik mata depan dan vitreous anterior sering disebut sebagai iridosiklitis.
Sensasi kornea dan tekanan intraocular harus diperiksa pada setiap pasien uveitis. Peradangan
bilik mata depan sering menyebabkan timbulnya tumpukal sel-sel radang di sudut inferior
(hipopion).

 Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan laboratorium umum nya tidak diperlukan pada pasien uveitis ringan dan
pasien dengan riwayat trauma atau pembedahan baru-baru ini atau dengan tanda-tandainfeksi
virus herpes simplex atau herpes zoster yang jelas, seperti dermatitis vesikuler penyerta, keratitis
dendritik atau disciformis, atau atrofi iris sektoral. Di lain pihak, pemeriksaan sebaiknaya
ditunda pada pasien usia muda hingga pertengahan yang sehat dan asimptomatik, yang
mengalami episode pertama iritis atau iridosiklitis unilateral akut ringan sampai sedang yang
cepat berespon terhadap pengobatan kortikosteroid topical dan sikloplegik. Pasien uveitis difuse,
posterior, intermediate, dengan kelainan granulomatosa, bilateral, berat, dan rekuren harus
diperiksa sebagaimana setiap pasien uveitis yang tidak cepat merespon pengobatan standar.
Pemeriksaan sifilis harus mencakup uji VDRL, RPR, dan uji antibody anti-treponema yang lebih
spesifik, seperti FTA-ABS atau MHA-TP-assays. Kemungkinan tuberculosis dan sarkoidosis
harus disingkirkan dengan pemeriksaan sinar-X dada dan uji kulit-menggunakan purified protein
derivate (PPD) dan control atau anergi , seperti campak dan candida. Riwayat vaksinasi BCG di
masa lampautidak boleh mencegah dilakukannya uji PPD karena hasil uji akan negative
(indurasi <5 mm). Dalam 5 tahun sejak dilakukannya vaksinasi. Pemeriksaan-pemeriksaan
diluar uji untuk sifilis, tuberculosis, sarkoidosis hendaknya di sesuaikan dengan temuan yang
didapat pada anamnesis atau pemeriksaan fisik. Sebagai contoh, pemeriksaan filter antibody
antinukleus (ANA) untuk anak kecil dengan iridosiklitis kronik dan arthritis yang dicurigai
menderita arthritis idiopatik juvenilisis ; uji antigen histokompatibilitas HLA-B 27 untuk pasien
arthritis, psoriasis, urethritis, atau dengan gejala yang sesuai dengan inflammatory bowel disease
; titer IgG dan IgM toksoplasmosis untuk pasien dengan uveitis difus unilateral dan
retinokoroiditis fokal.

 Differensial Diagnosis

Mata merah disertai penurunan tajam penglihatan memiliki diagnosis differensial yang
sangat luas dan sangat tercakupseluruhnya dalam bahasan ini. Beberapa kelainan yang sering
dikelirukan dengan uveitis , antara lain : konjungtivitis, dibedakan dengan adanya secret dan
kemerahan pada konjungitvitis palpebralis maupun burlbaris; keratitis, di bedakan dengan
adanya penebalan atau infiltrate pada stroma; dan glaucoma akut sudut tertutup, ditandai dengan
peningkatan tekanan intraokuolar, kekeruhan dan edema kornea, dan sudut bilik mata depan
yang sempit, yang sering kali terlihat lebih jelas pada mata yang sehat.

 Terapi

Terapi utama uveitis adalah pemberian kortikosteroid dan agen midriatk/sikloplegik.


Selama pemberian terdapat hal-hal yang perlu diperhatikan; kemungkinan defek epitel dan
trauma tembus harus disingkirkan pada riwayat trauma; harus diperiksa sensibilitas kornea dan
tekanan intraocular untuk menyingkirkan kemungkinan infeksi herpes simpleks atau zoster.

Terapi topical yang agresifdengan prednisolon asetat 1%, satu atau dua tetes pada mata
yang terkena setiap 1 atau 2 jam saat terjaga, biasanya mampu mengontrol peradangan anterior.

Triamsinolon asetonid intraokula, 0,1 ml atau prednisosn oral 0,5-1,5 mg/kg/hari juga
efektif. Corticosteroid-sparing agent seperti metotreksat, azathioprine, tacrolimus,
cyclophosphamide, atau chlorambucil sering diperlukan pada peradangan non infeksi bentuk
berat atau kronik, terutama bila ditemukan ada nya keterlibatan sistemik.

 Prognosis
Perjalanan penyakit dan prognosis uveitis tergantung pada banyak hal, seperti derajat
keparahannya, lokasi, dan penyebab peradangan.

(Referensi: Riordan-Eva, Whitcher John. Oftalmologi Umum. Edisi 17. Jakarta : EGC. 2013. Hal 150-
123.)

7.Penatalaksaan dari keratitis biasanya simptomatik :


1. Artificial tears membantu mata mengeluarkan benda asing
2. Specific treatment dapat ditambahkan pada pasien, misalnya antiviral jika penyebabnya adalah
virus
Respon cepat lambatnya kornea pada agen infeksinya bergantung pada penyebabnya,
maka diberikan pengobatan berupa artificial tears untuk membantu mata mengeluarkan agen
penyebab iritasi pada kornea. Sekitar 90% dari inflamasi kornea disebabkan oleh bakteri. Selain
itu epitel yang tidak intak dapat sebagai jalur penetrasi dari bakteri ke dalam kornea. Penanganan
diawali dengan antibiotik topikal dengan aktivitas broad spectrum terhadap kebanyakan
organisme Gram-positif dan Gram-negative hingga hasil kultur dan tes sensitifitas diketahui.
Regimen awal yang diberikan termasuk aminoglycoside dengan cephalosporin generasi pertama
setiap 15-30 menit. Seringkali digunakan ciprofloxacin 0,3% yang meberikan percepatan waktu
rata – rata penyembuhan dan penururnan terapi dibandingkan terapi konvensional.levofloxacin
maupun ofloxacin memiliki penetrasi aqueous dan vitreus yang baik dengan pemberian oral.

Referensi

 Ilyas S. Mata Merah dengan Penglihatan Turun Mendadak. Dalam : Ilyas S. IlmuPenyakit
Mata. Edisi ketiga. Jakarta : Balai Penerbit FKUI ; 2008. H 147-78
 Riordan-Eva. Anatomy and embryology of The Eye. In : Vaughan D,Asbury T,Riordan-
Eva P. general Ophthalmology. 15th edition. Connecticut; Appleton &lange; 1999. p. 1-
26
 Lang GK. Cornea. In : Lang GK. Ophthalmology A Pocket Textbook Atlas. 2nd edition.
Stuttgart ; thieme ; 2007. p. 115-60

8. Pencegahan mata merah

- Hindari faktor pencetus yang dapat membuat mata merah misalnya debu.
- Mencuci tangan dengan sabun dan air bersih jika melakukan kontak dengan penderita infeksi
mata.
- Hentikan kebiasaan mengucek atau menggaruk mata.
- Mengurangi aktivitas yang membuat mata lelah dan menjauhi bahan atau partikel yang
mengiritasi mata.
- Membersihkan make-up pada mata jika telah selesai digunakan.
- Menghindari pemakaian lensa kontak terlalu lama dari yang disarankan. Bagi pengguna lensa
kontak, bersihkanlah lensa dan ganti lensa sesuai petunjuk di kemasan atau petunjuk dokter.
Jangan menggunakan lensa saat tidur, dan hindari pemakaian lensa yang tidak benar.
- Segera mencuci mata dengan air bersih jika mata terkontaminasi partikel asing.
- Menggunakan penutup kepala/helm yang menutupi mata/wajah saat berkendara
- Mengunakan kacamata anti sinar matahari yang terbuat dari lensa yang menghambat sinar
UV

Referensi :
- NHS Choices UK (2016). Health A-Z. Red Eye Injuries.
- Try Rahayu. 2010. Ranjau Bagi Mata Pengendara Motor. Departemen Ilmu Kesehatan Mata
FK UI/RSCM.

9.Perspektif Islam

a. Diriwayatkan dari Sa’ad bin Abi Waqas dari bapaknya, dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam, “Sesungguhnya Allah SWT itu suci yang menyukai hal-hal yang suci, Dia Maha Bersih
yang menyukai kebersihan, Dia Mahamulia yang menyukai kemuliaan, Dia Maha Indah yang
menyukai keindahan, karena itu bersihkanlah tempat-tempatmu.” (HR. Tirmizi)

Makna: Menjaga kebersihan juga berpengaruh terhadap kesehatan tubuh. Seseorang yang
menyukai kebersihan maka lebih berisiko rendah terkena penyakit. Badannya cenderung sehat
sebab jika tubuh atau lingkungan bersih maka kuman juga tidak akan bersarang.

b. “Ada dua kenikmatan yang banyak manusia tertipu, yaitu nikmat sehat dan waktu senggang”
(HR. Bukhari no.6412, dari Ibnu ‘Abbas)
REFERENSI

1. Buku Ajar Bagian Ilmu Kesehatan Mata. 2017. FK UMI


2. Sherwood, Lauralee. 2011. Fisiologi Manusia Dari Sel ke Sistem. Edisi 6. Jakarta: EGC
3. A.K. Khurana. 2015. Comprehensive Ophtalmology 6th Edition.
4. Buku Ajar Oftalmologi. Fakultas Kedokteran UI. Edisi 17. Hal. 87
5. Edwar, L. Bani, A. 2017. Patofisiologi Mata Merah dalam Buku Ajar Oftalmologi. Jakarta:
Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Halaman 83-85. Edisi 1.
6. Ilyas Sidarta, Yulianti Rahayu. 2015. Ilmu Penyakit Mata ed. 5. Jakarta : Penerbit
FKUIHalaman 119-1205.
7. Penuntun CSL FK UNHAS
8. Wirata G. 2017. Ulkus Kornea.Bali: Fakultas Kedokteran Universitas Udayana. Hal 2,3,8-10
9. Riordan-Eva, Paul.2015.Vaughan & Asbury OFTALMOLOGI UMUM. Edisi 17. Hal 126-
128.
10. Riordan-Eva, Whitcher John. Oftalmologi Umum. Edisi 17. Jakarta : EGC. 2013. Hal 150-
123.
11. Ilyas S. Mata Merah dengan Penglihatan Turun Mendadak. Dalam : Ilyas S. IlmuPenyakit
Mata. Edisi ketiga. Jakarta : Balai Penerbit FKUI ; 2008. H 147-78
12. Riordan-Eva. Anatomy and embryology of The Eye. In : Vaughan D,Asbury T,Riordan-Eva
P. general Ophthalmology. 15th edition. Connecticut; Appleton &lange; 1999. p. 1-26
13. Lang GK. Cornea. In : Lang GK. Ophthalmology A Pocket Textbook Atlas. 2nd edition.
Stuttgart ; thieme ; 2007. p. 115-60
14. NHS Choices UK (2016). Health A-Z. Red Eye Injuries.
15. Try Rahayu. 2010. Ranjau Bagi Mata Pengendara Motor. Departemen Ilmu Kesehatan Mata
FK UI/RSCM.

Anda mungkin juga menyukai