FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
KELAINAN REFRAKSI
MIOPIA
DISUSUN OLEH
Sriwahyuni Syamsul
111 2017 2020
PEMBIMBING
dr. Fajar Ferdian, Sp.M
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
glaukoma (0,20%). Dari 153 juta orang di dunia yang mengalami kelainan
menghasilkan bayangan yang kabur. Sinar tidak dibiaskan tepat pada retina, tetapi
dapat di depan atau di belakang retina dan/ atau tidak terletak pada satu titik
kornea dan lensa, perubahan indeks bias, dan kelainan panjang sumbu bola mata.
dengan pemberian kaca mata. Namun demikian kelainan refraksi menjadi masalah
serius jika tidak cepat ditanggulangi. Oleh karena itu setiap pasien wajib
dilakukan pemeriksaan visus sebagai bagian dari pemeriksaan fisik mata umum.
Pemeriksaan visus jarak jauh juga harus dilakukan terhadap semua anak-anak
sesegera mungkin setelah usia 3 tahun, karena penting untuk deteksi dini terhadap
ambylopia.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Yang termasuk media refraksi adalah kornea, aqueous humor, lensa, dan
vitreous humor. Media refraksi targetnya di retina sentral (makula). Gangguan
pada media refraksi akan menyebabkan penurunan visus.
Media Refraksi
Hasil pembiasan sinar pada mata dipengaruhi oleh media penglihatan yang
terdiri atas kornea, aqueous humor (cairan mata), lensa, badan vitreous (badan
kaca), dan panjangnya bola mata. Pada orang normal, susunan pembiasan oleh
media penglihatan dan panjang bola mata sedemikian seimbang sehingga
bayangan benda setelah melalui media penglihatan dibiaskan tepat di daerah
makula lutea. Mata yang normal disebut sebagai mata emetropia dan akan
menempatkan bayangan benda tepat di retinanya pada keadaan mata tidak
melakukan akomodasi atau istirahat melihat jauh.
1. Kornea
Kornea adalah selaput bening mata, bagian selaput mata yang tembus
cahaya.1 Kornea tidak mengandung pembuluh darah, berbentuk cembung
dengan jari - jari sekitar 8mm, lebih tebal di perifer berbanding di sentral
dan mempunyai indeks refraksi 1.3771.2 Kornea merupakan lapisan
jaringan yang menutupi bola mata sebelah depan dan terdiri atas 5 lapis,
yaitu :1
a. Epitel
Tebalnya 50 μm, terdiri atas 5 lapis selepitel tidak
bertanduk yang saling tumpang tindih; satu lapis sel basal,
sel poligonal dan sel gepeng.
Pada sel basal sering terlihat mitosis sel, dan sel muda ini
terdorong ke depan menjadi lapis sel sayap dan semakin
maju ke depan menjadi sel gepeng, sel basal berikatan erat
berikatan erat dengan sel basal di sampingnya dan sel
poligonal di depannya melalui desmosom dan makula
okluden; ikatan ini menghambat pengaliran air, elektrolit,
dan glukosa yang merupakan barrier.
Sel basal menghasilkan membran basal yang melekat erat
kepadanya. Bila terjadi gangguan akan mengakibatkan
erosi rekuren.
Epitel berasal dari ektoderm permukaan.
b. Membran Bowman
Terletak di bawah membran basal epitel kornea yang
merupakan kolagen yang tersusun tidak teratur seperti
stroma dan berasal dari bagian depan stroma.
Lapisan ini tidak mempunyai daya regenerasi.
Mempertahankan bentuk kornea.
c. Stroma
Terdiri atas lamel yang merupakan susunan kolagen yang
sejajar satu dengan lainnya, pada permukaan terlihat
anyaman yang teratur sadangkan dibagian perifer serat
kolagen ini bercabang; terbentuknya kembali serat kolagen
memakan waktu lama yang kadang-kadang sampai 15
bulan. Keratosit merupakan sel stroma kornea yang
merupakan fibroblas terletak di antara serat kolagen stroma.
Diduga keratosit membentuk bahan dasar dan serat kolagen
dalam perkembangan embrio atau sesudah trauma.
Bersifat higroskopis yag menarik air. Kadar air diatur oleh
fungsi pompa sel endotel dan penguapan oleh epitel.
d. Membran Descement
Merupakan membran aselular dan merupakan batas
belakang stroma kornea dihasilkan sel endotel dan
merupakan membran basalnya.
Bersifat sangat elastis dan berkembang terus seumur hidup,
mempunyai tebal 40 μm.
e. Endotel
Berasal dari mesotelium, berlapis satu, bentuk heksagonal,
besar 20-40 μm. Endotel melekat pada membran descement
melalui hemi desmosom dan zonula okluden.
Lapisan terpenting untu mempertahankan kejernihan
kornea.
Mengatur cairan dalam stroma.
Tidak mempunyai daya regenerasi.
3. Lensa
Jaringan ini berasal dari ektoderm permukaan yang berbentuk lensa
di dalam bola mata dan bersifat bening. Lensa di dalam bola mata terletak
di belakang iris dan terdiri dari zat tembus cahaya (transparan) berbentuk
seperti cakram yang dapat menebal dan menipis pada saat terjadinya
akomodasi.1
Lensa berbentuk lempeng cakram bikonveks dan terletak di dalam
bilik mata belakang. Lensa akan dibentuk oleh sel epitel lensa yang
membentuk serat lensa di dalam kapsul lensa. Epitel lensa akan
membentuk serat lensa terus-menerus sehingga mengakibatkan
memadatnya serat lensa di bagian sentral lensa sehingga membentuk
nukleus lensa. Bagian sentral lensa merupakan serat lensa yang paling
dahulu dibentuk atau serat lensa yang tertua di dalam kapsul lensa. Di
dalam lensa dapat dibedakan nukleus embrional, fetal dan dewasa. Di
bagian luar nukleus ini terdapat serat lensa yang lebih muda dan disebut
sebagai korteks lensa. Korteks yang terletak di sebelah depan nukleus
lensa disebut sebagai korteks anterior, sedangkan dibelakangnya korteks
posterior. Nukleus lensa mempunyai konsistensi lebih keras dibanding
korteks lensa yang lebih muda. Di bagian perifer kapsul lensa terdapat
zonula Zinn yang menggantungkan lensa di seluruh ekuatornya pada
badan siliar.1
Secara fisiologis lensa mempunyai sifat tertentu, yaitu :1
Kenyal atau lentur karena memegang peranan terpenting
dalam akomodasi untuk menjadi cembung.
Jernih atau transparan karena diperlukan sebagai media
penglihatan.
Terletak ditempatnya, yaitu berada antara posterior
chamber dan vitreous body dan berada di sumbu mata.
Keadaan patologik lensa ini dapat berupa :1
Tidak kenyal pada orang dewasa yang mengakibatkan
presbiopia,
Keruh atau apa yang disebut katarak
Tidak berada di tempat atau subluksasi dan dislokasi.
Lensa orang dewasa dalam perjalanan hidupnya akan menjadi
bertambah besar dan berat.1
4. Vitreous humor (Badan Kaca)
Badan vitreous menempati daerah mata di balakang lensa. Struktur
ini merupakan gel transparan yang terdiri atas air (lebih kurang 99%),
sedikit kolagen, dan molekul asam hialuronat yang sangat terhidrasi.
Badan vitreous mengandung sangat sedikit sel yang mensintesis kolagen
dan asam hialuronat (Luiz Carlos Junqueira, 2003). Peranannya mengisi
ruang untuk meneruskan sinar dari lensa ke retina. Kebeningan badan
vitreous disebabkan tidak terdapatnya pembuluh darah dan sel. Pada
pemeriksaan tidak terdapatnya kekeruhan badan vitreous akan
memudahkan melihat bagian retina pada pemeriksaan oftalmoskopi (H.
Sidarta Ilyas, 2004). Vitreous humor penting untuk mempertahankan
bentuk bola mata yang sferis.
2. Akomodasi
Akomodasi adalah kesanggupan mata untuk memperbesar daya
pembiasannya. Akomodasi dipengaruhi oleh serat-serat sirkuler mm.
siliaris. Fungsi serat-serat sirkuler adalah mengerutkan dan relaksasi serat-
serat zonula yang berorigo di lembah-lembah di antara prosesus siliaris.
Otot ini mengubah tegangan pada kapsul lensa, sehingga lensa dapat
mempunyai berbagai fokus baik untuk objek dekat maupun yang berjarak
jauh dalam lapangan pandang. Mata akan berakomodasi bila bayangan
benda difokuskan di belakang retina.1
Ada beberapa teori mengenai mekanisme akomodasi, antara lain :1
1. Teori Helmholtz
Di mana zonula Zinn kendor akibat kontraksi otot silar sirkuler,
mengakibatkan lensa yang elastic menjadi cembung.
2. Teori Thsernig
Dasarnya adalah bahwa nucleus lensa tidak dapat berubah bentuk
sedang yang dapat berubah bentuk adalah bagian lensa
superfisial atau korteks lensa. Pada waktu akomodasi terjadi
tegangan pada zonula Zinn sehingga nucleus lensa terjepit dan
bagian lensa superfisial di depan nucleus akan mencembung.
Punctum remotum (R) adalah titik terjauh yang dapat dilihat dengan
nyata tanpa akomodasi. Pada emetrop letak R adalah tak terhingga.
Punctum proksimum (P) adalah titik terdekat yang dapat dilihat dengan
akomodasi maksimal. Daerah akomodasi adalah daerah di antara titik R
dan titik P. Lebar akomodasi (A) adalah tenaga yang dibutuhkan untuk
melihat daerah akomodasi. Lebar akomodasi dinyatakan dengan dioptri,
besarnya sama dengan kekuatan lensa konfeks yang harus diletakkan di
depan mata yang menggantikan akomodasi untuk punctum proksimum.
Terdapat tiga trias akomodasi yaitu mata yang konvergen, lensa
yang mencembung dan pupil yang miosis.3
A = 1/P – 1/R
Optotipi Snellen
Emetropia
Pada mata ini daya bias mata adalah normal, di mana sinar jauh
difokuskan sempurna di makula lutea tanpa bantuan akomodasi. Bila sinar
sejajar tidak difokuskan pada makula lutea disebut ametropia. Mata emetropia
akan mempunyai penglihatan normal atau 6/6 atau 100%. Bila media
penglihatan seperti kornea, lensa, dan badan kaca keruh maka sinar tidak dapat
diteruskan di makula lutea. Pada keadaan media penglihatan keruh maka
penglihatan tidak akan 100% atau 6/6.1
Keseimbangan dalam pembiasan sebagian besar ditentukan oleh
dataran depan dan kelengkungan kornea dan panjangnya bola mata.kornea
mempunyai daya pembiasan sinar terkuat dibanding bagian mata lainnya.
Lensa memegang peranan membiaskan sinar terutama pada saat melakukan
akomodasi atau bila melihat benda yang dekat. Panjang bola mata seseorang
berbede-beda. Bila terdapat kelainan pembiasan sinar oleh kornea (mendatar,
mencembung) atau adanya perubahan panjang (lebih panjang, lebih pendek)
bola mata maka sinar normal tidak dapat jatuh ke makula. Keadaan ini
disebut ametropia/anomali refraksi yang dapat berupa miopia, hipermetropia,
atau astigmatisma. Kelainan lain pada mata normal adalah gangguan
perubahan kencembungan lensa yang dapat berkurang akibat berkurangnya
elastisitas lensa sehingga terjadi gangguan akomodasi. Gangguan akomodasi
dapat terlihat pada usia lanjut sehingga terlihat keadaan yang
disebutpresbiopia.1
Ametropia
Keseimbangan dalam pembiasan sebagian besar ditentukan oleh dataran
depan dan kelengkungan kornea dan panjangnya bola mata. Kornea
mempunyai daya pembiasan sinar terkuat dibanding bagian mata lainnya.
Lensa memegang peranan membiaskan sinar terutama pada saat melakukan
akomodasi atau bila melihat benda dekat.1
Panjang bola mata seseorang berbeda-beda. Bila terdapat kelainan
pembiasan sinar oleh kornea (mendatar atau mencembung) atau adanya
perubahan panjang (lebih panjang atau lebih pendek) bola mata maka sinar
normal tidak akan terfokus pada makula. Keadaan ini disebut ametropia
(anomali refraksi) yang dapat berupa miopia, hipermetropia, atau
astigmatisme.1
A. MIOPIA
Miopia adalah salah satu bentuk kelainan refraksi dimana sinar yang
datang sejajar dari jarak yang tak berhingga difokuskan di depan retina saat
mata tidak berakomodasi. Pasien dengan myopia akan menyatakan melihat
lebih jelas bila dekat sedangkan melihat jauh kabur atau pasien adalah rabun
jauh. Pasien miopia mempunyai pungtum remotum (titik terjauh yang masih
dilihat jelas) yang dekat sehingga mata selalu dalam atau berkedudukan
konvergensi yang akan menimbulkan keluhan astenopia konvergensi. Bila
kedudukan mata ini menetap maka penderita akan terlihat juling ke dalam atau
esotropia.
Pada mata dengan miopia tinggi akan terdapat kelainan pada fundus okuli
seperti degenerasi makula, degenerasi retina bagian perifer,dengan myopik
kresen pada papil saraf optik. Pada miopia tinggi sebaiknya koreksi dengan
sedikit kurang atau under correction. Lensa kontak dapat dipergunakan pada
penderita myopia. Pada saat ini myopia dapat dikoreksi dengan tindakan
bedah refraksi pada kornea atau lensa. Penyulit yang dapat timbul pada pasien
dengan miopia adalah terjadinya ablasi retina dan juling. Juling esotropia atau
juling ke dalam biasanya mengakibatkan mata berkonvergensi terus-menerus.
Bila terdapat juling ke luar mungkin fungsi satu mata telah berkurang atau
terdapat ambliopia.1
Gambar 4. Miopia
5) Komplikasi4
a. Strabismus
Strabismus esotropia terjadi karena pada pasien miopia memiliki
pungtum remotum yang dekat sehingga mata selalu dalam atau
kedudukan konvergensi yang akan menimbulkan keluhan astenopia
konvergensi. Bila kedudukan mata ini 32 menetap, maka penderita
akan terlihat juling kedalam atau esotropia. Bila terdapat juling keluar
mungkin fungsi satu mata telah berkurang atau terdapat ambliopia.
b. Ablasio retina
Resiko untuk terjadinya ablasio retina pada 0 sampai (- 4,75) D sekitar
1/6662.Sedangkan pada (- 5) sampai (-9,75) D risiko meningkat
menjadi 1/1335.Lebih dari (-10) D risiko ini menjadi 1/148. Dengan
kata lain penambahan faktor risiko pada miopia lebih rendah tiga kali
sedangkan miopia tinggi meningkat menjadi 300 kali
c. Vitreal Liquefaction dan Detachment
Badan vitreus yang berada di antara lensa dan retina mengandung 98%
air dan 2% serat kolagen yang seiring pertumbuhan usia akan mencair
secara perlahan-lahan, namun proses ini akan meningkat pada
penderita miopia tinggi. Halini berhubungan dengan hilangnya struktur
normal kolagen. Pada tahap awal, penderita akan melihat bayangan-
bayangan kecil (floaters). Pada keadaan lanjut, dapat terjadi kolaps
badan viterus sehingga kehilangan kontak dengan retina. Keadaan ini
nantinya akan menimbulkan risiko untuk terlepasnya retina dan
menyebabkan kerusakan retina. Vitreus detachment pada miopia tinggi
terjadi karena luasnya volume yang harus diisi akibat memanjangnya
bola mata
6) Penatalaksanaan
a. Kaca Mata
Pengobatan pasien dengan miopia adalah dengan memberikan kaca
mata sferis negative terkecil yang memberikan ketajaman
penglihatan maksimal. Bila pasien dikoreksi dengan -3.0
memberikan tajam penglihatan 6/6, dan demikian juga bila diberi -
3.25, maka sebaiknya diberikan lensa koreksi -3.0 agar untuk
memberikan istirahat mata dengan baik sesudah dikoreksi.1
b. Lensa kontak
Lensa kontak mengurangi masalah kosmetik yang muncul pada
penggunaan kacamata akan tetapi memerlukan perawatan lensa
yang benar dan bersih.
Gambar 8 : Koreksi pada Mata Miopia
c. Terapi Pembedahan
o Radial Keratotomy
Untuk membuat insisi radial yang dalam pada pinggir kornea
dan ditinggalkan 4 mm sebagai zona optik. Pada penyembuhan
insisi ini terjadi pendataran dari permukaan kornea sentral
sehingga menurunkan kekuatan refraksi. Prosedur ini sangat
bagus untuk miopi derajat ringan dan sedang.
Kelemahan
Kornea menjadi lemah, bisa terjadi ruptur bola mata jika terjadi
trauma setelah RK, terutama bagi penderita yang berisiko terjadi
trauma tumpul, seperti atlet, tentara. Bisa terjadi astigmat irreguler
karena penyembuhan luka yang tidak sempurna,namun jarang terjadi.
Pasien Post RK juga dapat merasa silau saat malam hari.
Gambar 9. Radial keratotomy
o Photorefractive Keratectomy (PRK)
Pada teknik ini zona optik sentral pada stroma kornea anterior
difotoablasi dengan menggunakan laser excimer (193 nm sinar UV)
yang bisa menyebabkan sentral kornea menjadi flat. Sama seperti RK,
PRK bagus untuk miopi -2 sampai -6 dioptri.4
Kelemahan
o Penyembuhan postoperatif yang lambat
o Keterlambatan penyembuhan epitel menyebabkan
keterlambatan pulihnya penglihatan dan pasien merasa nyeri
dan tidak nyaman selama beberapa minggu.
o Dapat terjadi sisa kornea yang keruh yang mengganggu
penglihatan
o PRK lebih mahal dibanding RK
Pencegahan
2. Jangan biasakan anak untuk membaca dengan posisi tiduran di lantai maupun
tempat tidur.
3. Beberapa penelitian melaporkan bahwa usaha untuk melatih jauh atau melihat
jauh dan dekat secara bergantian dapat mencegah myopia
4. Jika ada kelainan pada mata, kenali dan perbaiki sejak awal. Jangan menunggu
sampai ada gangguan pada mata. Jika tidak diperbaiki sejak awal, maka kelainan
yang ada bisa menjadi permanen, misalnya bayi prematur harus terus dipantau
selama 4-6 minggu pertama di ruang inkubator untuk melihat apakah ada tanda-
tanda retinopati,
5. Untuk anak dengan tingkat miopia kanan dan kiri tinggi, segera lakukan
konsultasi dengan dokter spesialis mata anak supaya tidak terjadi juling. Patuhi
setiap perintah dokter dalam program rehabilitasi tersebut
6. Walaupun sekarang ini sudah jarang terjadi defisiensi vitamin A, ibu hamil
tetap perlu memperhatikan nutrisi, termasuk pasokan vitamin A selama hamil,
2. Ilyas S. Ikhtisar Ilmu Penyakit Mata. Balai Penerbit FKUI. Jakarta. 2009. Hal
319 – 330.
7. Staff AAoO. Clinical Optics. Basic and Clinical Science Course. San
Francisco: American Academy of Ophthalmology; 2005. 120-200. 7.
Matsumura H, Hirai H. Prevalence of Myopia and Refractive Changes in
Students From 3 to 17 Years of Age. Survey of Ophthalmology. 1999;44:109-
15. 8