Anda di halaman 1dari 32

BAGIAN ILMU KESEHATAN MATA OKTOBER 2019

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

KELAINAN REFRAKSI
MIOPIA

DISUSUN OLEH
Sriwahyuni Syamsul
111 2017 2020

PEMBIMBING
dr. Fajar Ferdian, Sp.M

DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN ILMU KESEHATAN MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
2019
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji bagi Allah Subhanahu wa Ta’ala atas segala


rahmat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan refarat ini sebagai
salah satu tugas kepaniteraan klinik pada Bagian Ilmu Kesehatan mata Fakultas
Kedokteran Universitas Muslim Indonesia.
Dalam refarat ini saya melakukan pembahasan mengenai Kelainan Refraksi
Miopia. Di dalamnya dilakukan analisis masalah secara menyeluruh tentang apa
dan bagaimana kelainan refraksi myopia dapat terjadi.
Saya sangat menyadari bahwa penulisan studi kasus ini belum mencapai
sebuah kesempurnaan. Oleh karena itu, saya dengan penuh harap beberapa saran
dan kritik saudara saudari yang dapat memperbaiki penulisan di refarat
selanjutnya, baik yang kami tulis sendiri atau orang lain.
Akhir kata, semoga penulisan ini dapat memberikan sumbangsih bagi
keilmuan baik bagi diri sendiri, institusi terkait, dan masyarakat umum.

Makassar, Oktober 2019

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

Penyakit mata sampai saat ini masih merupakan masalah kesehatan di

dunia, terutama yang menyebabkan kebutaan. Kelainan refraksi (0,14%)

merupakan penyebab utama kebutaan ketiga setelah katarak (0,78%) dan

glaukoma (0,20%). Dari 153 juta orang di dunia yang mengalami kelainan

refraksi, delapan juta orang diantaranya mengalami kebutaan.

Kelainan refraksi adalah keadaan bayangan tegas tidak dibentuk pada

retina, dimana terjadi ketidakseimbangan sistem penglihatan pada mata sehingga

menghasilkan bayangan yang kabur. Sinar tidak dibiaskan tepat pada retina, tetapi

dapat di depan atau di belakang retina dan/ atau tidak terletak pada satu titik

fokus. Kelainan refraksi dapat diakibatkan terjadinya kelainan kelengkungan

kornea dan lensa, perubahan indeks bias, dan kelainan panjang sumbu bola mata.

Kelainan refraksi dapat dengan mudah dideteksi, diobati dan dievaluasi

dengan pemberian kaca mata. Namun demikian kelainan refraksi menjadi masalah

serius jika tidak cepat ditanggulangi. Oleh karena itu setiap pasien wajib

dilakukan pemeriksaan visus sebagai bagian dari pemeriksaan fisik mata umum.

Pemeriksaan visus merupakan pengukuran obyek terkecil yang dapat

diidentifikasi terhadap seseorang dalam jarak yang ditetapkan dari mata.

Pemeriksaan visus jarak jauh juga harus dilakukan terhadap semua anak-anak

sesegera mungkin setelah usia 3 tahun, karena penting untuk deteksi dini terhadap

ambylopia.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1. ANATOMI DAN FISIOLOGI

Gambar 1 : Anatomi bola mata (samping)

Yang termasuk media refraksi adalah kornea, aqueous humor, lensa, dan
vitreous humor. Media refraksi targetnya di retina sentral (makula). Gangguan
pada media refraksi akan menyebabkan penurunan visus.

Media Refraksi
Hasil pembiasan sinar pada mata dipengaruhi oleh media penglihatan yang
terdiri atas kornea, aqueous humor (cairan mata), lensa, badan vitreous (badan
kaca), dan panjangnya bola mata. Pada orang normal, susunan pembiasan oleh
media penglihatan dan panjang bola mata sedemikian seimbang sehingga
bayangan benda setelah melalui media penglihatan dibiaskan tepat di daerah
makula lutea. Mata yang normal disebut sebagai mata emetropia dan akan
menempatkan bayangan benda tepat di retinanya pada keadaan mata tidak
melakukan akomodasi atau istirahat melihat jauh.

1. Kornea
Kornea adalah selaput bening mata, bagian selaput mata yang tembus
cahaya.1 Kornea tidak mengandung pembuluh darah, berbentuk cembung
dengan jari - jari sekitar 8mm, lebih tebal di perifer berbanding di sentral
dan mempunyai indeks refraksi 1.3771.2 Kornea merupakan lapisan
jaringan yang menutupi bola mata sebelah depan dan terdiri atas 5 lapis,
yaitu :1
a. Epitel
 Tebalnya 50 μm, terdiri atas 5 lapis selepitel tidak
bertanduk yang saling tumpang tindih; satu lapis sel basal,
sel poligonal dan sel gepeng.
 Pada sel basal sering terlihat mitosis sel, dan sel muda ini
terdorong ke depan menjadi lapis sel sayap dan semakin
maju ke depan menjadi sel gepeng, sel basal berikatan erat
berikatan erat dengan sel basal di sampingnya dan sel
poligonal di depannya melalui desmosom dan makula
okluden; ikatan ini menghambat pengaliran air, elektrolit,
dan glukosa yang merupakan barrier.
 Sel basal menghasilkan membran basal yang melekat erat
kepadanya. Bila terjadi gangguan akan mengakibatkan
erosi rekuren.
 Epitel berasal dari ektoderm permukaan.
b. Membran Bowman
 Terletak di bawah membran basal epitel kornea yang
merupakan kolagen yang tersusun tidak teratur seperti
stroma dan berasal dari bagian depan stroma.
 Lapisan ini tidak mempunyai daya regenerasi.
 Mempertahankan bentuk kornea.
c. Stroma
 Terdiri atas lamel yang merupakan susunan kolagen yang
sejajar satu dengan lainnya, pada permukaan terlihat
anyaman yang teratur sadangkan dibagian perifer serat
kolagen ini bercabang; terbentuknya kembali serat kolagen
memakan waktu lama yang kadang-kadang sampai 15
bulan. Keratosit merupakan sel stroma kornea yang
merupakan fibroblas terletak di antara serat kolagen stroma.
Diduga keratosit membentuk bahan dasar dan serat kolagen
dalam perkembangan embrio atau sesudah trauma.
 Bersifat higroskopis yag menarik air. Kadar air diatur oleh
fungsi pompa sel endotel dan penguapan oleh epitel.
d. Membran Descement
 Merupakan membran aselular dan merupakan batas
belakang stroma kornea dihasilkan sel endotel dan
merupakan membran basalnya.
 Bersifat sangat elastis dan berkembang terus seumur hidup,
mempunyai tebal 40 μm.
e. Endotel
 Berasal dari mesotelium, berlapis satu, bentuk heksagonal,
besar 20-40 μm. Endotel melekat pada membran descement
melalui hemi desmosom dan zonula okluden.
 Lapisan terpenting untu mempertahankan kejernihan
kornea.
 Mengatur cairan dalam stroma.
 Tidak mempunyai daya regenerasi.

Kornea dipersarafi oleh banyak saraf sensoris terutama berasal dari


saraf siliar longus, saraf nasosiliar, saraf V. Saraf siliar longus berjalan
supra koroid, masuk ke dalam stroma kornea, menembus membran
Bowman, melepaskan selubung Schwannnya. Seluruh lapis epitel
dipersarafi sampai kepada kedua lapis terdepan tanpa ada akhir saraf.
Bulbus Krause untuk sensasi dingin ditemukan di daerah limbus. Daya
regenerasi saraf sesudah dipotong di daerah limbus terjadi dalam waktu 3
bulan.1

Trauma atau penyakit yang merusak endotel akan mengakibatkan


sistem pompa endotel terganggu sehingga dekompresi endotel dan terjadi
edema kornea. Endotel tidak mempunyai daya regenerasi. Kornea
merupakan bagian mata yang tembus cahaya dan menutup bola mata di
sebelah depan. Pembiasan sinar terkuat dilakukan oleh kornea, dimana 40
dioptri dari 50 dioptri pembiasan sinar masuk kornea dilakukan oleh
kornea.1

2. Aqueous Humor (Cairan Mata)


Aqueous humor merupakan cairan yang terdapat pada bilik mata
yang mengandung zat-zat gizi untuk kornea dan lensa, keduanya tidak
memiliki pasokan darah. Adanya pembuluh darah di kedua struktur ini
akan mengganggu lewatnya cahaya ke fotoreseptor. Aqueous humor
dibentuk dengan kecepatan 5 ml/hari oleh jaringan kapiler di dalam korpus
siliaris, turunan khusus lapisan koroid di sebelah anterior. Cairan ini
mengalir ke suatu saluran di tepi kornea yaitu sinus venosus ataupun Canal
of Schlemm dan akhirnya masuk ke darah. Jika aqueous humor tidak
dikeluarkan sama cepatnya dengan pembentukannya, kelebihan cairan
akan tertimbun di rongga anterior dan menyebabkan peningkatan tekanan
intraokuler. Keadaan ini dikenal sebagai glaukoma. Kelebihan aqueous
humor akan mendorong lensa ke belakang ke dalam vitreous humor, yang
kemudian terdorong menekan lapisan saraf dalam retina. Penekanan ini
menyebabkan kerusakan retina dan saraf optikus yang dapat menimbulkan
kebutaan jika tidak diatasi.

3. Lensa
Jaringan ini berasal dari ektoderm permukaan yang berbentuk lensa
di dalam bola mata dan bersifat bening. Lensa di dalam bola mata terletak
di belakang iris dan terdiri dari zat tembus cahaya (transparan) berbentuk
seperti cakram yang dapat menebal dan menipis pada saat terjadinya
akomodasi.1
Lensa berbentuk lempeng cakram bikonveks dan terletak di dalam
bilik mata belakang. Lensa akan dibentuk oleh sel epitel lensa yang
membentuk serat lensa di dalam kapsul lensa. Epitel lensa akan
membentuk serat lensa terus-menerus sehingga mengakibatkan
memadatnya serat lensa di bagian sentral lensa sehingga membentuk
nukleus lensa. Bagian sentral lensa merupakan serat lensa yang paling
dahulu dibentuk atau serat lensa yang tertua di dalam kapsul lensa. Di
dalam lensa dapat dibedakan nukleus embrional, fetal dan dewasa. Di
bagian luar nukleus ini terdapat serat lensa yang lebih muda dan disebut
sebagai korteks lensa. Korteks yang terletak di sebelah depan nukleus
lensa disebut sebagai korteks anterior, sedangkan dibelakangnya korteks
posterior. Nukleus lensa mempunyai konsistensi lebih keras dibanding
korteks lensa yang lebih muda. Di bagian perifer kapsul lensa terdapat
zonula Zinn yang menggantungkan lensa di seluruh ekuatornya pada
badan siliar.1
Secara fisiologis lensa mempunyai sifat tertentu, yaitu :1
 Kenyal atau lentur karena memegang peranan terpenting
dalam akomodasi untuk menjadi cembung.
 Jernih atau transparan karena diperlukan sebagai media
penglihatan.
 Terletak ditempatnya, yaitu berada antara posterior
chamber dan vitreous body dan berada di sumbu mata.
Keadaan patologik lensa ini dapat berupa :1
 Tidak kenyal pada orang dewasa yang mengakibatkan
presbiopia,
 Keruh atau apa yang disebut katarak
 Tidak berada di tempat atau subluksasi dan dislokasi.
Lensa orang dewasa dalam perjalanan hidupnya akan menjadi
bertambah besar dan berat.1
4. Vitreous humor (Badan Kaca)
Badan vitreous menempati daerah mata di balakang lensa. Struktur
ini merupakan gel transparan yang terdiri atas air (lebih kurang 99%),
sedikit kolagen, dan molekul asam hialuronat yang sangat terhidrasi.
Badan vitreous mengandung sangat sedikit sel yang mensintesis kolagen
dan asam hialuronat (Luiz Carlos Junqueira, 2003). Peranannya mengisi
ruang untuk meneruskan sinar dari lensa ke retina. Kebeningan badan
vitreous disebabkan tidak terdapatnya pembuluh darah dan sel. Pada
pemeriksaan tidak terdapatnya kekeruhan badan vitreous akan
memudahkan melihat bagian retina pada pemeriksaan oftalmoskopi (H.
Sidarta Ilyas, 2004). Vitreous humor penting untuk mempertahankan
bentuk bola mata yang sferis.

5. Panjang Bola Mata


Panjang bola mata menentukan keseimbangan dalam pembiasan.
Panjang bola mata seseorang dapat berbeda-beda. Bila terdapat kelainan
pembiasan sinar oleh karena kornea (mendatar atau cembung) atau adanya
perubahan panjang (lebih panjang atau lebih pendek) bola mata, maka
sinar normal tidak dapat terfokus pada makula. Keadaan ini disebut
sebagai ametropia yang dapat berupa miopia, hipermetropia, atau
astigmatisma.

2.3.3 Fisiologi penglihatan normal


Pembentukan bayangan di retina memerlukan empat proses. Pertama,
pembiasan sinar/cahaya. Hal ini berlaku apabila cahaya melalui perantaraan
yang berbeda kepadatannya dengan kepadatan udara, yaitu kornea, aqueous
humor, lensa, dan vitreous humor. Kedua, akomodasi lensa, yaitu proses lensa
menjadi cembung atau cekung, tergantung pada objek yang dilihat itu dekat
atau jauh. Ketiga, konstriksi pupil, yaitu pengecilan garis pusat pupil agar
cahaya tepat di retina sehingga penglihatan tidak kabur. Pupil juga mengecil
apabila cahaya yang terlalu terang memasukinya atau melewatinya, dan ini
penting untuk melindungi mata dari paparan cahaya yang tiba-tiba atau terlalu
terang. Keempat, pemfokusan, yaitu pergerakan kedua bola mata sedemikian
rupa sehingga kedua bola mata terfokus ke arah objek yang sedang dilihat.
Mata secara optik dapat disamakan dengan sebuah kamera fotografi
biasa. Mata memiliki sususan lensa, sistem diafragma yang dapat berubah-
ubah (pupil), dan retina yang dapat disamakan dengan film. Susunan lensa
mata terdiri atas empat perbatasan refraksi:
1. perbatasan antara permukaan anterior kornea dan udara
2. perbatasan antara permukaan posterior kornea dan aqueous humor
3. perbatasan antara aqueous humor dan permukaan anterior lensa
4. perbatasan antara permukaan posterior lensa dan vitreous humor.
Masing-masing memiliki indek bias yang berbeda-beda, indek bias
udara adalah 1, kornea 1.38, aqueous humor 1.33, lensa 1.40, dan vitreous
humor 1.34.

2. Akomodasi
Akomodasi adalah kesanggupan mata untuk memperbesar daya
pembiasannya. Akomodasi dipengaruhi oleh serat-serat sirkuler mm.
siliaris. Fungsi serat-serat sirkuler adalah mengerutkan dan relaksasi serat-
serat zonula yang berorigo di lembah-lembah di antara prosesus siliaris.
Otot ini mengubah tegangan pada kapsul lensa, sehingga lensa dapat
mempunyai berbagai fokus baik untuk objek dekat maupun yang berjarak
jauh dalam lapangan pandang. Mata akan berakomodasi bila bayangan
benda difokuskan di belakang retina.1
Ada beberapa teori mengenai mekanisme akomodasi, antara lain :1
1. Teori Helmholtz
Di mana zonula Zinn kendor akibat kontraksi otot silar sirkuler,
mengakibatkan lensa yang elastic menjadi cembung.
2. Teori Thsernig
Dasarnya adalah bahwa nucleus lensa tidak dapat berubah bentuk
sedang yang dapat berubah bentuk adalah bagian lensa
superfisial atau korteks lensa. Pada waktu akomodasi terjadi
tegangan pada zonula Zinn sehingga nucleus lensa terjepit dan
bagian lensa superfisial di depan nucleus akan mencembung.

Gambar 2. Skema terjadinya akomodasi mata

Punctum remotum (R) adalah titik terjauh yang dapat dilihat dengan
nyata tanpa akomodasi. Pada emetrop letak R adalah tak terhingga.
Punctum proksimum (P) adalah titik terdekat yang dapat dilihat dengan
akomodasi maksimal. Daerah akomodasi adalah daerah di antara titik R
dan titik P. Lebar akomodasi (A) adalah tenaga yang dibutuhkan untuk
melihat daerah akomodasi. Lebar akomodasi dinyatakan dengan dioptri,
besarnya sama dengan kekuatan lensa konfeks yang harus diletakkan di
depan mata yang menggantikan akomodasi untuk punctum proksimum.
Terdapat tiga trias akomodasi yaitu mata yang konvergen, lensa
yang mencembung dan pupil yang miosis.3

A = 1/P – 1/R

Kekuatan akomodasi makin berkurang dengan bertambahnya umur


dan punctum proksimumnya (P) semakin menjauh. Hal ini disebabkan
oleh karena berkurangnya elastisitas dari lensa dan berkurangnya
kekuatan otot siliarnya.
3. Pemeriksaan Refraksi
Pemeriksaan refraksi terdiri dari 2 yaitu refraksi subyektif dan refraksi
obyektif. Refraksi subyektif tergantung respon pasien untuk mendapatkan
koreksi refraksi yang memberikan tajam penglihatan terbaik.

Optotipi Snellen

Visus adalah jarak kemampuan melihat atau ketajaman penglihatan


seseorang, yang dinilai sebelum dan sesudah koreksi dengan cara menilai
kemampuan melihat optotipi atau menghitung jari atau gerakan tangan.
 Jarak pemeriksaan sebaiknya adalah 6 meter
 Tajam peglihatan diperiksa satu persatu, mata kanan lebih dahulu
kemudian mata kiri
 Tajam penglihatan dinyatakan dengan: Pembilang
Penyebut
 Visus 6/6 pada jarak 6m dapat melihat huruf yang seharusnya
terlihat pada jarak 6m
 Visus 6/10 - pada jarak 6m hanya dapat melihat huruf yang
seharusnya dapat dilihat pada jarak 10m.
 Hitung jari digunakan bila visus kurang dari 6/60, pada orang
normal jari dapat dilihat terpisah jarak 60m
 Visus 1/60 - hanya dapat menghitung jari pada jarak l meter.
 Bila tidak dapat melihat jari pada jarak l m, maka dilakukan
dengan cara uji lambaian tangan.
 Visus 1/300 - hanya dapat melihat lambaian tangan pada jarak l m.
 Bila lambaian tangan juga tidak terlihat, dilakukan penilaian
dengan pen light pada mata pasien (light perception). Pada orang
normal dapat melihat adanya sinar pada jarak tak terhingga.
 Visus l/∞ - hanya dapat melihat gelap dan terang saja.
 Bila pasien tidak dapat mengenali adanya sinar, maka dikatakan
penglihatanya adalah 0 (nol) atau buta total.

Gambar 3 : Kartu Snellen

Refraksi obyektif dilakukan dengan retinoskopi. Mayoritas retinoskopi


menggunakan sistem proyeksi streak yang dikembangkan oleh Copeland.
Retinoskopi dilakukan saat akomodasi pasien relaksasi dan pasien disuruh
melihat ke suatu benda pada jarak tertentu yang diperkirakan tidak
membutuhkan daya akomodasi.
Idealnya, pemeriksaan kelainan refraksi dilakukan saat akomodasi
mata pasien istirahat. Pemeriksaan mata sebaiknya dimulai pada anak sebelum
usia 5 tahun. Pada usia 20 – 50 tahun dan mata tidak memperlihatkan
kelainan, maka pemeriksaan mata perlu dilakukan setiap 1 – 2 tahun. Setelah
usia 50 tahun, pemeriksaan mata dilakukan setiap tahun.

Pemeriksaan Tajam Penglihatan Dekat


Pemeriksaan ini dapat dilakukan apabila seorang pasien mempunyai
keluhan penglihtan dekat terutama saat membaca. Untuk dapat melakukan
pemeriksaan dekat harus dilakukan pemeriksaan dan koreksi penglihatan
jauh. Seorang pasien yang memerlukan lensa kacamata untuk membaca,
pasien tersebut juga harus menggunakan lensa kacamata kacamata penglihatan
jauh disaat melakukan pemeriksaan jarak dekat. Pemeriksaan ini memberikan
gambaran bahwa pasien memiliki presbiopia murni.
Pemeriksaan dilakukan dengan cara pasien memegang kartu yang
disediakan untuk tes pada jarak yang ditentukan, sebagai contoh : Rosenbaum
pocket vision screener. Jarak yang digunakan biasanya 14 inch atau 35 cm.
Pemeriksa menutup salah satu mata pasien, kemudian mata yang lainnya
membaca karakter yang tersedia di kartu. Kemudian dilakukan lagi untuk
mata yang belum diperiksa.
Ukuran huruf dan jarak tes yang dilakukan sangat bervariasi. Untuk
menghindari kesalahpahaman, keduanya harus dicata dengan baik ; contoh :
J5 pada 14 in, J3 pada 40 cm. Di mana J disebut Jaeger. Pemeriksaan tersebut
dianggap benar ketika tes dapat dilakukan pada jarak yang telah ditentukan,
pada umumnya jarak yaitu 33 cm. apabila pemeriksaan standar dengan kartu
ini tidak tersedia, dapat dipakai bahan lain seperti buku telefon atau koran.
Setiap ukuran dan jarak harus selalu dicatat.
Pada umumnya, penambahan sferis positis disesuaikan dengan umur
pasien yang bertambah sferis +0,25 setiap 2 tahun.
 40 tahun : S+1,00
 42 tahun : S+1,25
 45 tahun : S+1,50
 47 tahun : S+1,75
 50 tahun : S+2,00
 52 tahun : S+2,25
 55 tahun : S+2,50
 57 tahun : S+2,75
 60 tahun ke atas : S+3,00

Penurunan Tajam Penglihatan dan Disabilitas Penglihatan


Penurunan tajam penglihatan menggambarkan suatu kondisi mata individu
yang bersangkutan. Dua individu berbeda dengan penurunan tajam penglihatan
yang diukur dengan kartu Snellen dapat memberikan tingkat kerusakan fungsional
yang sangat berbeda.

Kriteria kelainan tajam penglihatan berdasarkan ICD 9CM :


a) Moderate Visual Impairment
Tajam penglihatan terbaik setelah koreksi adlah kurang dari 20/60
sampai 20/160.
b) Severe Visual Impairment
Tajam penglihatan terbaik setelah koreksi hanya mencapai visus
kurang dari 20/160 samapai 20/400 atau diameter lapang pandang
adalah 20o atau kurang.
c) Profound Visual Impairment
Tajam penglihatan terbaik setelah koreksi hanya mencapai visus
kurang dari 20/400 samapi 20/1000, atau diameter lapang pandang
adalah 10o atau kurang.
d) Near-total Vision Loss
Tajam penglihatan terbaik setelah dikoreksi hanya mencapai visus
20/1250 atau kurang.
e) Total Blindness
No light perception.
4. KELAINAN REFRAKSI
Kelainan refraksi adalah keadaan bayangan tegas tidak dibentuk pada
retina. Secara umum, terjadi ketidakseimbangan sistem penglihatan pada mata
sehingga menghasilkan bayangan yang kabur. Sinar tidak dibiaskan tepat pada
retina, tetapi dapat di depan atau di belakang retina dan tidak terletak pada
satu titik fokus. Kelainan refraksi dapat diakibatkan terjadinya kelainan
kelengkungan kornea dan lensa, perubahan indeks bias, dan kelainan panjang
sumbu bola mata.
Ametropia adalah suatu keadaan mata dengan kelainan refraksi sehingga
pada mata yang dalam keadaan istirahat memberikan fokus yang tidak terletak
pada retina. Ametropia dapat ditemukan dalam bentuk kelainan miopia (rabun
jauh), hipermetropia (rabun dekat), dan astigmat.

Emetropia
Pada mata ini daya bias mata adalah normal, di mana sinar jauh
difokuskan sempurna di makula lutea tanpa bantuan akomodasi. Bila sinar
sejajar tidak difokuskan pada makula lutea disebut ametropia. Mata emetropia
akan mempunyai penglihatan normal atau 6/6 atau 100%. Bila media
penglihatan seperti kornea, lensa, dan badan kaca keruh maka sinar tidak dapat
diteruskan di makula lutea. Pada keadaan media penglihatan keruh maka
penglihatan tidak akan 100% atau 6/6.1
Keseimbangan dalam pembiasan sebagian besar ditentukan oleh
dataran depan dan kelengkungan kornea dan panjangnya bola mata.kornea
mempunyai daya pembiasan sinar terkuat dibanding bagian mata lainnya.
Lensa memegang peranan membiaskan sinar terutama pada saat melakukan
akomodasi atau bila melihat benda yang dekat. Panjang bola mata seseorang
berbede-beda. Bila terdapat kelainan pembiasan sinar oleh kornea (mendatar,
mencembung) atau adanya perubahan panjang (lebih panjang, lebih pendek)
bola mata maka sinar normal tidak dapat jatuh ke makula. Keadaan ini
disebut ametropia/anomali refraksi yang dapat berupa miopia, hipermetropia,
atau astigmatisma. Kelainan lain pada mata normal adalah gangguan
perubahan kencembungan lensa yang dapat berkurang akibat berkurangnya
elastisitas lensa sehingga terjadi gangguan akomodasi. Gangguan akomodasi
dapat terlihat pada usia lanjut sehingga terlihat keadaan yang
disebutpresbiopia.1

Ametropia
Keseimbangan dalam pembiasan sebagian besar ditentukan oleh dataran
depan dan kelengkungan kornea dan panjangnya bola mata. Kornea
mempunyai daya pembiasan sinar terkuat dibanding bagian mata lainnya.
Lensa memegang peranan membiaskan sinar terutama pada saat melakukan
akomodasi atau bila melihat benda dekat.1
Panjang bola mata seseorang berbeda-beda. Bila terdapat kelainan
pembiasan sinar oleh kornea (mendatar atau mencembung) atau adanya
perubahan panjang (lebih panjang atau lebih pendek) bola mata maka sinar
normal tidak akan terfokus pada makula. Keadaan ini disebut ametropia
(anomali refraksi) yang dapat berupa miopia, hipermetropia, atau
astigmatisme.1

A. MIOPIA
Miopia adalah salah satu bentuk kelainan refraksi dimana sinar yang
datang sejajar dari jarak yang tak berhingga difokuskan di depan retina saat
mata tidak berakomodasi. Pasien dengan myopia akan menyatakan melihat
lebih jelas bila dekat sedangkan melihat jauh kabur atau pasien adalah rabun
jauh. Pasien miopia mempunyai pungtum remotum (titik terjauh yang masih
dilihat jelas) yang dekat sehingga mata selalu dalam atau berkedudukan
konvergensi yang akan menimbulkan keluhan astenopia konvergensi. Bila
kedudukan mata ini menetap maka penderita akan terlihat juling ke dalam atau
esotropia.
Pada mata dengan miopia tinggi akan terdapat kelainan pada fundus okuli
seperti degenerasi makula, degenerasi retina bagian perifer,dengan myopik
kresen pada papil saraf optik. Pada miopia tinggi sebaiknya koreksi dengan
sedikit kurang atau under correction. Lensa kontak dapat dipergunakan pada
penderita myopia. Pada saat ini myopia dapat dikoreksi dengan tindakan
bedah refraksi pada kornea atau lensa. Penyulit yang dapat timbul pada pasien
dengan miopia adalah terjadinya ablasi retina dan juling. Juling esotropia atau
juling ke dalam biasanya mengakibatkan mata berkonvergensi terus-menerus.
Bila terdapat juling ke luar mungkin fungsi satu mata telah berkurang atau
terdapat ambliopia.1

Gambar 4. Miopia

1) Klasifikasi Berdasarkan Etiologi4


a. Miopia aksial
Miopia tipe ini disebabkan oleh diameter anteroposterior bola mata
yang bertambah panjang. Komponen refraktif lainnya berada dalam
batas normal.
b. Miopia refraksional
Miopia ini disebabkan kelainan pada komponen-komponen refraktif
pada mata. Menurut Borish, miopia refraktif dapat disubklasifikasikan
menjadi :
 Curvature myopia
Terdapat peningkatan pada satu atau lebih kelengkungan
permukaan refraktif mata, terutama kornea
 Index myopia
Terjadi perbedaan indeks refraksi dari satu atau lebih media okuler.
c. Miopia posisional
Terjadi akibat posisi lensa yang anterior.
d. Myopia akibat akomodasi yang berlebihan
2) Klasifikasi Berdasarkan Onset
a) Juvenile-Onset Myopia (JOM)
JOM didefinisikan sebagai miopia dengan onset antara 7-16 tahun
yang disebabkan terutama oleh karena pertumbuhan sumbu aksial dari
bola mata yang fisiologis. Esophoria, astigmatisma, prematuritas,
riwayat keluarga dan kerja berlebihan yang menggunakan penglihatan
dekat merupakan faktor-faktor risiko yang dilaporkan oleh berbagai
penelitian. Pada wanita, peningkatan prevalensi miopia terbesar terjadi
pada usia 9-10 tahun, sementara pada laki-laki terjadi pada usia 11-12
tahun. Semakin dini onset dari miopia, semakin besar progresi dari
miopianya. Miopia yang mulai terjadi pada usia 16 tahun biasanya
lebih ringan dan lebih jarang ditemukan. Progresi dari miopia biasanya
berhenti pada usia remaja ( ♂pada usia 16 tahun, ♀ pada usia 15
tahun)
b) Adult-Onset Myopia (AOM)
AOM dimulai pada usia 20 tahun. Miopia yang terjadi pada usia 20
sampai 40 tahun disebut sebagai early adult onset myopia, sedangkan
myopia yang terjadi setelah usia 40 tahun disebut late adult onset
myopia. Kerja mata yang berlebihan pada penglihatan dekat
merupakan faktor risiko dari perkembangan miopia.

3) Klasifikasi Miopia Berdasarkan Derajat


Berdasarkan derajat beratnya, miopia dapat diklasifikasikan menjadi:
a) Miopia ringan < -3,00 D
b) Miopia sedang -3,00 s/d -6,00 D
c) Miopia berat > -6 d
4) Klasifikasi Miopia Berdasarkan Gambaran Klinis4
a. Miopia Kongenital
Miopia yang sudah terjadi sejak lahir, namun biasanya didiagnosa saat
usia 2-3 tahun, kebanyakan unilateral dan bermanifestasi
anisometropia. Jarang terjadi bilateral. Miopia kongenital sering
berhubungan dengan kelainan congenital lain seperti katarak
congenital, mikrophtalmus, aniridia, megalokornea. Miopia kongenital
sangat perlu dikoreksi lebih awal.
b. Miopia simplek
Jenis miopia ini paling banyak terjadi, jenis ini berkaitan dengan
gangguan fisiologi, tidak berhubungan dengan penyakit mata lainnya.
Miopia ini meningkat 2 % pada usia 5 tahun sampai 14 % pada usia 15
tahun. Kerena banyak ditemukan pada anak usia sekolah maka disebut
juga dengan ”School Myopia”.
Etiologi
Suatu variasi biologi normal dari perkembangan mata, yang mana
bisa berhubungan maupun tidak berhubungan dengan genetik.
 Tipe axial
Variasi fisiologis dari perkembangan bola mata atau dapat
berhubungan dengan neurologi prekok pada masa anak-anak.
 Tipe kurvatural
Terjadi karena variasi perkembangan bola mata. Hal ini
dikarenakan kebiasaan diet pada masa anak-anak ada
dilaporkan tanpa kesimpulan yang belum terbukti.
 Genetik
Genetik berperan dalam variasi biologis pada pertumbuhan
bola mata, dengan faktor resiko;
 Jika kedua orang tua miopi prevalensi terjadinya miopi
pada anaknya sekitar 20 %
 Jika salah satu dari orang tua menderita miopi maka
prevalensi anaknya menderita miopi sekitar 10%.
 Jika salah satu orang tua tidak ada menderita
miopi,prevalensi miopi pada anak sekitar 5 %.
 Teori bekerja dengan penglihatan yang sangat dekat.
Teori ini mengatakan bahwa, miopi dapat terjadi karena
kebiasaan kerja dengan pandangan yang sangat dekat, namun
pada kenyataannya teori ini belum terbukti secara pasti.
Gejala Klinis
Gejala subjektif :
 Penglihatan jauh kabur merupakan gejala utama.
 Gejala astenopia pada pasien miopi derajat ringan
 Anak sering menyipitkan mata,merupakan hal yang sering
dikeluhkan oleh orang tua.
Gejala objektif :
 Bola mata yang besar dan menonjol.
 Kamera okuli anterior lebih dalam dari normal.
 Pupil yang lebih lebar
 Fundus normal, namun miopia kresen temporal bisa terlihat
tetapi jarang.
 Biasanya terjadi saat usia 5 – 10 tahun dan meningkat sampai
usia 18-20 tahun. Dengan rata rata – 0.5 ± 0.3 per tahun.
c. Miopia patologis/ degeneratif
Miopia yang terjadi karena kelainan pada bagian mata lain seperti
adanya pendarahan pada badan kaca, pigmentasi pada retina dan
peripapil. Miopia patologis sudah terjadi saat usia 5 – 10 tahun, yang
berefek saat usia dewasa muda yang mana hal ini berhubungan dengan
perubahan degeneratif pada mata. Miopia patologis suatu hasil dari
pertumbuhan yang cepat dari panjang axial bola mata. Untuk
menerangkan terjadinya kelainan aksial bola mata banyak teori yang
dikemukakan, namun belum ada hipotesis memuaskan yang bisa
menerangkan terjadinya patologi itu. Namun demikian patologi ini
berhubungan dengan herediter dan pertumbuhan bola mata.
 Herediter
Sekarang telah dipastikan bahwa genetik merupakan faktor
mayor sebagai etiologi kelainan ini. Progresif miopia yang
bersifat familial, banyak terjadi pada bangsa Cina, Arab dan
Jepang. Namun jarang ditemukan pada bangsa Afrika dan
Sudan. Ini menunjukkan hubungan herediter yang
mempengaruhi pertumbuhan retina dalam perkembangan
miopi.
 Proses Pertumbuhan secara umum
Proses pertumbuhan ini merupakan faktor minor pada
perkembangan miopia, Perpanjangan dari segmen posterior
bola mata terjadi hanya sepanjamg masa pertumbuhan aktif
dan diperkirakan berhenti saat pertumbuhan aktif berhenti.
Disini ada beberapa faktor seperti nutrisi, defisiensi, gangguan
hormon, dan penyakit yang terjadi saat pertumbuhan aktif
sehingga mempengaruhi perkembangan miopia.

Gambar 5. Pemanjangan bola mata


Gejala Klinis
Gejala subjektif :
 Kabur bila melihat jauh, penurunan visus umumnya lebih parah
dibanding dengan miopi simplek.
 Keluhan lain seperti melihat sesuatu berwarna hitam melayang
pada penglihatannya, hal ini berhubungan dengan degenerasi
vitreus.
 Rabun pada malam hari dapat dikeluhkan pada penderita
dengan miopi tinggi.
Gejala objektif :
 Gambaran pada segmen anterior serupa dengan myopia
simpleks
 Gambaran yang ditemukan pada segmen posterior berupa
kelainan-kelainan pada
o Badan kaca : dapat ditemukan kekeruhan berupa
pendarahan atau degenarasi yang terlihat sebagai
floaters, atau benda-benda yang mengapung dalam
badan kaca. Kadang-kadang ditemukan ablasi badan
kaca yang dianggap belum jelas hubungannya dengan
keadaan myopia
o Papil saraf optic : terlihat pigmentasi peripapil, kresen
myopia, papil terlihat lebih pucat yang meluas terutama
ke bagian temporal. Kresen myopia dapat ke seluruh
lingkaran papil sehingga seluruh papil dikelilingi oleh
daerah koroid yang atrofi dan pigmentasi yang tidak
teratur.
Gambar 6. Gambaran fundus pada miopia
o Degenerasi pada retina dan koroid yang terjadi pada
miopi tinggi. Ditandai dengan plak berwarna keputihan
pada makula dengan sedikit pigmen yang
mengelilinginya. Foster fuchs spot dapat terlihat di
makula.

Gambar 7. Gambaran fundus pada miopia


o Seluruh lapisan fundus yang tersebar luas berupa
penipisan koroid dan retina. Akibat penipisan ini maka
bayangan koroid tampak lebih jelas dan disebut sebagai
fundus tigroid.1

5) Komplikasi4
a. Strabismus
Strabismus esotropia terjadi karena pada pasien miopia memiliki
pungtum remotum yang dekat sehingga mata selalu dalam atau
kedudukan konvergensi yang akan menimbulkan keluhan astenopia
konvergensi. Bila kedudukan mata ini 32 menetap, maka penderita
akan terlihat juling kedalam atau esotropia. Bila terdapat juling keluar
mungkin fungsi satu mata telah berkurang atau terdapat ambliopia.
b. Ablasio retina
Resiko untuk terjadinya ablasio retina pada 0 sampai (- 4,75) D sekitar
1/6662.Sedangkan pada (- 5) sampai (-9,75) D risiko meningkat
menjadi 1/1335.Lebih dari (-10) D risiko ini menjadi 1/148. Dengan
kata lain penambahan faktor risiko pada miopia lebih rendah tiga kali
sedangkan miopia tinggi meningkat menjadi 300 kali
c. Vitreal Liquefaction dan Detachment
Badan vitreus yang berada di antara lensa dan retina mengandung 98%
air dan 2% serat kolagen yang seiring pertumbuhan usia akan mencair
secara perlahan-lahan, namun proses ini akan meningkat pada
penderita miopia tinggi. Halini berhubungan dengan hilangnya struktur
normal kolagen. Pada tahap awal, penderita akan melihat bayangan-
bayangan kecil (floaters). Pada keadaan lanjut, dapat terjadi kolaps
badan viterus sehingga kehilangan kontak dengan retina. Keadaan ini
nantinya akan menimbulkan risiko untuk terlepasnya retina dan
menyebabkan kerusakan retina. Vitreus detachment pada miopia tinggi
terjadi karena luasnya volume yang harus diisi akibat memanjangnya
bola mata

6) Penatalaksanaan
a. Kaca Mata
Pengobatan pasien dengan miopia adalah dengan memberikan kaca
mata sferis negative terkecil yang memberikan ketajaman
penglihatan maksimal. Bila pasien dikoreksi dengan -3.0
memberikan tajam penglihatan 6/6, dan demikian juga bila diberi -
3.25, maka sebaiknya diberikan lensa koreksi -3.0 agar untuk
memberikan istirahat mata dengan baik sesudah dikoreksi.1

b. Lensa kontak
Lensa kontak mengurangi masalah kosmetik yang muncul pada
penggunaan kacamata akan tetapi memerlukan perawatan lensa
yang benar dan bersih.
Gambar 8 : Koreksi pada Mata Miopia

Kacamata, kontak lensa, dan operasi refraksi adalah beberapa


pilihan untuk mengobati gejala-gejala visual pada pada penderita
miopia. Dalam ilmu keratologi kontak lensa yang digunakan
adalah kontak lensa yang keras atau kaku untuk pemerataan kornea
yang berfungsi untuk mengurangi miopia.

c. Terapi Pembedahan
o Radial Keratotomy
Untuk membuat insisi radial yang dalam pada pinggir kornea
dan ditinggalkan 4 mm sebagai zona optik. Pada penyembuhan
insisi ini terjadi pendataran dari permukaan kornea sentral
sehingga menurunkan kekuatan refraksi. Prosedur ini sangat
bagus untuk miopi derajat ringan dan sedang.
Kelemahan
Kornea menjadi lemah, bisa terjadi ruptur bola mata jika terjadi
trauma setelah RK, terutama bagi penderita yang berisiko terjadi
trauma tumpul, seperti atlet, tentara. Bisa terjadi astigmat irreguler
karena penyembuhan luka yang tidak sempurna,namun jarang terjadi.
Pasien Post RK juga dapat merasa silau saat malam hari.
Gambar 9. Radial keratotomy
o Photorefractive Keratectomy (PRK)
Pada teknik ini zona optik sentral pada stroma kornea anterior
difotoablasi dengan menggunakan laser excimer (193 nm sinar UV)
yang bisa menyebabkan sentral kornea menjadi flat. Sama seperti RK,
PRK bagus untuk miopi -2 sampai -6 dioptri.4
Kelemahan
o Penyembuhan postoperatif yang lambat
o Keterlambatan penyembuhan epitel menyebabkan
keterlambatan pulihnya penglihatan dan pasien merasa nyeri
dan tidak nyaman selama beberapa minggu.
o Dapat terjadi sisa kornea yang keruh yang mengganggu
penglihatan
o PRK lebih mahal dibanding RK

Gambar 10. Photorefractive keratotomy


 Laser in-situ Keratomileusis (LASIK)4
Pada teknik ini, pertama sebuah flap setebal 130-160 mikron dari
kornea anterior diangkat. Setelah Flap diangkat, jaringan midstroma
secara langsung diablasi dengan tembakan sinar excimer laser ,
akhirnya kornea menjadi flat. Sekarang teknik ini digunakan pada
kelainan miopi yang lebih dari - 12 dioptri.
Kriteria pasien untuk LASIK
o Umur lebih dari 20 tahun.
o Memiliki refraksi yang stabil,minimal 1 tahun.
o Motivasi pasien
o Tidak ada kelainan kornea dan ketebalan kornea yang tipis
merupakan kontraindikasi absolut LASIK.

Gambar 11. LASIK


Keuntungan LASIK
o Minimimal atau tidak ada rasa nyeri post operatif
o Kembalinya penglihatan lebih cepat dibanding PRK.
o Tidak ada resiko perforasi saat operassi dan ruptur bola mata
karena trauma setelah operasi,
o Tidak ada gejala sisa kabur karena penyembuhan epitel.
o Baik untuk koreksi miopi yang lebih dari -12 dioptri.
Kekurangan LASIK
o LASIK jauh lebih mahal
o Membutuhkan skill operasi para ahli mata.
o Dapat terjadi komplikasi yang berhubungan dengan flap,
seperti flap putus saat operasi, dislokasi flap postoperatif,
astigmat irreguler.

Pencegahan

1. Mencegah terjadinya kebiasaan buruk

a. Anak dibiasakan duduk dengan posisi tegak sejak kecil


b. Memegang alat tulis dengan benar
c. Mengistirahatkan mata selama 5 hingga 10 menit setiap melakukan
pekerjaan dekat selama 30-45 menit
d. Batasi jam membaca
e. Aturlah jarak baca yang tepat yaitu 30 sentimeter, dan gunakanlah
penerangan yang cukup
f. Bila memungkinkan untuk anak-anak diberikan kursi yang bisa
diatur tingginya sehingga jarak bacanya selalu 30 cm.

2. Jangan biasakan anak untuk membaca dengan posisi tiduran di lantai maupun
tempat tidur.

3. Beberapa penelitian melaporkan bahwa usaha untuk melatih jauh atau melihat
jauh dan dekat secara bergantian dapat mencegah myopia

4. Jika ada kelainan pada mata, kenali dan perbaiki sejak awal. Jangan menunggu
sampai ada gangguan pada mata. Jika tidak diperbaiki sejak awal, maka kelainan
yang ada bisa menjadi permanen, misalnya bayi prematur harus terus dipantau
selama 4-6 minggu pertama di ruang inkubator untuk melihat apakah ada tanda-
tanda retinopati,

5. Untuk anak dengan tingkat miopia kanan dan kiri tinggi, segera lakukan
konsultasi dengan dokter spesialis mata anak supaya tidak terjadi juling. Patuhi
setiap perintah dokter dalam program rehabilitasi tersebut
6. Walaupun sekarang ini sudah jarang terjadi defisiensi vitamin A, ibu hamil
tetap perlu memperhatikan nutrisi, termasuk pasokan vitamin A selama hamil,

7. Dengan mengenali keanehan, misalnya kemampuan melihat yang kurang,


segeralah melakukan pemeriksaan.
BAB III
KESIMPULAN
1. Kelainan refraksi adalah keadaan dimana bayangan tegas tidak dibentuk pada
retina (macula lutea). Pada kelainan refraksi terjadi ketidakseimbangan sistem
optik pada mata sehingga menghasilkan bayangan kabur.
2. Dikenal istilah emetropia yang berarti tidak adanya kelainan refraksi dan
ametropia yang berarti adanya kelainan refraksi seperti miopia,
hipermetropia,astigmat, dan presbiopia
3. Miopia adalah salah satu bentuk kelainan refraksi dimana sinar yang datang
sejajar dari jarak yang tak berhingga difokuskan di depan retina saat mata
tidak berakomodasi. Kelainan ini dapat dikoreksi dengan menggunakan lensa
sferis negatif.
DAFTAR PUSTAKA
1. Ilyas S.Ilmu Penyakit Mata. Edisi ke – 3. Balai Penerbit FKUI. Jakarta. 2009.
Hal 72-82.

2. Ilyas S. Ikhtisar Ilmu Penyakit Mata. Balai Penerbit FKUI. Jakarta. 2009. Hal
319 – 330.

3. Artini W, Hutauruk JA, Yudisianil. Pemeriksaan Dasar Mata. Balai Penerbit


FKUI. Jakarta. 2011. Hal 34 -36.

4. Khurana AK. Comprehensive Ophtalmology. Edisi ke – 4. New Age


International. New Delhi. Hal 19 – 39.

5. Langston, D.P; Manual of Ocular Diagnosis and Therapy; 5th Edition;


Lippincott Wlliams & Wilkins; Philadelphia; p 344-346.

6. Dunaway, D dan lan Berger. Worldwide Distribution Of Visual Refractive


Errors And What To Expect At A Particular Location, Presentation to the
International Society for Geographic and Epidemiologic Ophthalmology.
[online]. www. Infocusonline.org. [14 November 2016].

7. Staff AAoO. Clinical Optics. Basic and Clinical Science Course. San
Francisco: American Academy of Ophthalmology; 2005. 120-200. 7.
Matsumura H, Hirai H. Prevalence of Myopia and Refractive Changes in
Students From 3 to 17 Years of Age. Survey of Ophthalmology. 1999;44:109-
15. 8

8. Goss D. Care of the patient with Myopia. American Optometric Association


2006.

Anda mungkin juga menyukai