Anda di halaman 1dari 36

REFRESHING

MATA TENANG VISUS TURUN MENDADAK

Oleh :
Wina Nafullani
2015730132

Pembimbing :
dr. Dion Oscar Iskandar, Sp. M

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT MATA


RUMAH SAKIT ISLAM JAKARTA CEMPAKA PUTIH
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat dan hidayahNya sehingga tugas ini dapat terselesaikan
dengan baik.
Tugas ini dimaksudkan untuk memenuhi tugas Refreshing pada Stase Ilmu
Anastesi Rumah Sakit Islam Jakarta Cempaka putih mengenai ”Mata Tenang
Visus Turun Mendadak”. Refreshing ini dibuat dengan tujuan memenuhi tugas
saya selama menjalani kepaniteraan klinik stase Ilmu Penyakit Mata.

Terima kasih kepada dokter pembimbing di Rumah Sakit Islam Jakarta


Cempaka Putih dr. Dion Oscar Iskandar, Sp. M yang telah membantu dalam
terselesainya tugas ini.
Penulis menyadari bahwa tugas ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh
karena itu kritik dan saran dari semua pihak sangat penulis harapkan. Semoga
tugas ini dapat bermanfaat untuk para pembaca.

Jakarta, April 2020

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

Penglihatan merupakan salah satu dari panca indera kita selain


pendengaran, penciuman, sentuhan, dan pengecapan. Penglihatan sangat penting
dalam kehidupan manusia, tanpa penglihatan manusia akan mengalami kesulitan
dan tidak dapat menikmati kehidupannya dengan sempurna.

Penyakit-penyakit dan kelainan-kelainan mata dapat dibagi kepada


beberapa kelompok seperti mata merah dengan visus normal, mata merah dengan
visus menurun, mata tenang dengan visus menurun perlahan, mata tenang dengan
visus menurun mendadak, trauma pada mata, penyakit kelopak mata, kelainan
refraksi, dan tumor pada mata

Mata tenang ialah tidak adanya pelebaran pembuluh darah yang


dikarenakan radang atau infeksi pada ekstraokuler. Sedangkan penglihatan
menurun adalah berkurangnya penglihatan atau gangguan pada media penglihatan
baik yang terjadi secara mendadak atau perlahan.Penglihatan turun mendadak
tanpa tanda radang ekstraokular dapat disebabkan oleh beberapa
kelainan. Kelainan ini dapat terlihat pada neuritis optic, ablasio retina,
obstruksivena retina sentral, oklusi arteri retina sentral, perdarahan badan kaca,
amaurosis fugaks,dan koroiditis. Penglihatan turun perlahan disebabkan beberapa
penyakit seperti katarak, glaucoma,retinopati, dan retinitis pigmentosa. Untuk
mengetahui letak dan kelainan dari penyakit-penyakit tersebut kita harus
memahami anatomi dan fisiologi dari mata.
BAB II

PEMBAHASAN

A. ANATOMI
Bola mata berbentuk bulat dengan panjang maksimal 24 mm. Bagian
anterior bola mata mempunyai kelengkungan yang lebih tajam sehingga
terdapat bentuk dengan dua kelengkungan berbeda.
Bola mata dibungkus oleh tiga lapisan jaringan, yaitu lapisan sklera yang
bagian terdepannya disebut kornea, lapisan uvea, dan lapisan retina. Di dalam
bola mata terdapat cairan aqueous humor, lensa dan vitreous humor.

1. Konjungtiva
Konjungtiva adalah membran mukosa yang transparan dan tipis yang
membungkus permukaan posterior kelopak mata (konjungtiva palpebralis)
dan permukaan anterior sklera (konjungtiva bulbaris). Konjungtiva
berbatasan dengan kulit pada tepi palpebral dan dengan epitel kornea di
limbus.
2. Sklera
Sklera merupakan bagian putih bola mata yang bersama – sama dengan
kornea merupakan pembungkus dan pelindung isi bola mata. Sclera
berhubungan erat dengan kornea dalam bentuk lingkaran yang disebut
limbus Sklera berjalan dari papil saraf optic sampai kornea.
Sclera anterior ditutupi oleh 3 lapisan jaringan ikat vascular. Sclera
mempunyai kekakuan tertentu sehingga mempengaruhi pengukuran
tekanan bola mata. Walaupun sclera kaku dan tipisnya 1 mm namun ia
masih tahan terhadap kontusi trauma tumpul. Kekakuan sclera dapat
meninggi pada pasien diabetes mellitus atau merendah pada eksoftalmus
goiter, miotika dan minum air banyak.
3. Kornea
Kornea adalah selaput bening mata, bagian selaput mata yang tembus
cahaya, merupakan lapis jaringan yang menutup bola mata sebelah depan
dan terdiri atas lapis :
a) Epitel
 Tebalnya 550 µm, terdiri atas 5 lapis sel epitel tidak bertanduk
yang saling tumpang tindih; satu lapis sel basal, sel polygonal
dan sel gepeng.
 Pada sel basal sering terlihat mitosis sel, dan sel muda ini
terdorong ke depan menjadi lapis sel sayap dan semakin majun
ke depan menjadi sel gepeng, sel basal berkaitan erat dengan
sel basal di sampingnya dan sel polygonal di depannya melalui
desmosome dan macula okluden; ikatan ini menghambat
pengaliran air, elektrolit dan glukosa yang merupakan barrier.\
 Sel basal menghasilkan membrane basal [yang melekat erat
kepadanya. Bila terjadi gangguan akan mengakibatkan erosi
rekuren.
b) Membran Bowman
 Terletak dibawah membrane basal epitel kornea yang
merupakan kolagen yang tersusun tidak teratur seperti stroma
dan berasal dari bagaian depan stroma
 Lapisan ini tidak mempunyai daya regenerasi.
c) Stroma
Menyusun 90% ketebalan kornea Pada permukaan terlihat
anyaman yang teratur sedang di bagian perifer serta kolagen ini
bercabang.
d) Membran Descemet
Membran Descemet merupakan membran aselular dan merupakan
batas belakang stroma kornea.
e) Endotel
Endotel berasal dari mesotelium, berlapis satu, berbentuk
heksagonal, dan tebalnya 20-40 µm. Lapisan ini berperan dalam
mempertahankan deturgesensi stroma kornea.
4. Uvea
Uvea adalah lapisan vaskular di dalam bola mata dan dilindungi oleh
kornea dan sklera yang terdiri dari tiga bagian, yaitu:
a) Iris
Iris merupakan perpanjangan badan siliar ke anterior mempunyai
permukaan yang relatif datar dengan celah yang berbentuk bulat di
tengahnya, yang disebut pupil. Iris mempunyai kemampuan untuk
mengatur banyaknya cahaya yang masuk ke dalam bola mata secara
otomatis dengan mengecilkan (miosis) atau melebarkan (midriasis)
pupil.
b) Badan siliar
Badan siliar merupakan susunan otot melingkar yang berfungsi
mengubah tegangan kapsul lensa sehingga lensa dapat fokus untuk
objek dekat maupun jauh dalam lapang pandang. Badan siliar terdiri
atas zona anterior yang berombak-ombak, pars plicata (2 mm) yang
merupakan pembentuk aqueous humor, dan zona posterior yang datar,
pars plana (4 mm).

c) Koroid
Koroid merupakan segmen posterior uvea terletak di antara retina dan
sklerayang berisi pembuluh-pembuluh darah dalam jumlah besar,
berfungsi untuk memberi nutrisi pada retina bagian terluar yang
terletak di bawahnya.
5. Lensa
Lensa adalah suatu struktur bikonveks, avaskular, tak berwarna, dan
hampir transparan sempurna. Tebalnya sekitar 4 mm dan diameternya 9
mm. Di sebelah anterior lensa terdapat aqueous humor, di posteriornya
terdapat vitreous humor.
Kapsul lensa adalah suatu membran semiperrmiabel yang akan
memperbolehkan air dan elektrolit masuk. Di sebelah depan terdapat
selapis epitel subkapsular. Nukleus lensa lebih keras daripada korteksnya.
Nukleus dan korteks terbentuk dari lamela konsentris yang panjang.
Lensa ditahan di tempatnya oleh ligamentum suspensorium yang
dikenal sebagai zonula Zinii, yang tersusun dari banyak fibril yang berasal
dari permukaan badan siliar dan menyisip ke dalam ekuator lensa.
6. Aqueous Humor
Aqueous humor diproduksi oleh badan siliar. Setelah memasuki bilik mata
belakang, aqueous humor melalui pupil dan masuk ke bilik mata depan,
kemudian ke perifer menuju sudut bilik mata depan.
7. Vitreous Humor
Vitreous humor adalah suatu badan gelatin yang jernih dan avaskular yang
membentuk dua pertiga volume dan berat mata. Permukaan luar vitreous
humor normalnya berkontak dengan struktur-struktur berikut: kapsul lensa
posterior, serat-serat zonula, pars plana lapisan epitel, retina, dan caput
nervi optici. Basis vitreous mempertahankan penempelan yang kuat
seumur hidup ke lapisan epitel pars plana dan retina tepat di belakang ora
serrata.
Vitreous humor mengandung air sekitar 99%. Sisa 1% meliputi dua
komponen, kolagen dan asam hialuronat, yang memberi bentuk dan
konsistensi mirip gel karena kemampuannya mengikat banyak air.
8. Retina
Retina atau selaput jala, merupakan bagian mata yang mengandung
reseptor yang menerima rangsangan cahaya. Lapisan-lapisan retina mulai
dari sisi luar yang berbatas dengan koroid dengan sel pigmen epitel retina
dan terdiri atas lapisan :
a) Fotoreseptor Lapisan fotoreseptor terdiri dari sel batang dan sel
kerucut.
b) Membran limitan eksterna
c) Lapisan nukleus luar Lapisan nukleus luar merupakan susunan nukleus
sel kerucut dan sel batang. Keempat lapisan di atas avaskuler dan
mendapat nutrisi dari kapiler koroid.
d) Lapisan pleksiform luar Lapisan ini merupakan lapisan aselular tempat
sinapsis sel fotoreseptor dengan sel bipolar dan sel horizontal.
e) Lapisan nukleus dalam Lapisan ini terdiri dari tubuh sel bipolar, sel
horizontal, dan sel Muller serta didarahi oleh arteri retina sentral.
f) Lapisan pleksiform dalam Lapisan ini merupakan lapisan aselular
tempat sinaps sel bipolar dan sel amakrin dengan sel ganglion.
g) Lapisan sel ganglion Lapisan ini merupakan lapisan badan sel dari
neuron kedua.
h) Serabut saraf Lapisan serabut saraf berupa akson sel ganglion yang
menuju ke arah saraf optik. Di dalam lapisan-lapisan ini terletak
sebagian besar pembuluh darah retina
i) Membran limitan interna Membran limitan interna berupa membran
hialin antara retina dan vitreous humor.
9. Nervus Optikus

Nervus optikus bermula dari optik disk dan berlanjut sampai ke


kiasma optikum, dimana ke dua nervus tersebut menyatu. Lebih awal
lagi merupakan kelanjutan dari lapisan neuron retina, yang terdiri dari
axon – axon dari sel ganglion. Serat ini juga mengandung serat aferen
untuk reflex pupil. Secara morfologi dan embriologi, nervus optikus
merupakan saraf sensorik. Tidak seperti saraf perifer nervus optikus
tidak dilapisi oleh neurilema sehingga tidak dapat beregenerasi jika
terpotong. Serat nervus optikus mengandung 1,0 – 1,2 juta serat saraf.
 Bagian nervus optikus
Nervus optikus memiliki panjang sekitar 47 – 50 mm, dan dapat
di bagi mejadi 4 bagian :
 Intraocular (1 mm) : menembus sklera (lamina kribrosa),
koroid dan masuk ke mata sebagai papil disk.
 Intraorbital (30 mm) : memanjang dari belakang mata sampai
ke foramen optik. Lebih ke posterior, dekat dengan foramen
optik, dikelilingi oleh annulus zinn dan origo dari ke empat
otot rektus. Sebagian serat otot rektus superior berhubungan
dengan selubung saraf nervus optikus dan berhubungan
dengan sensasi nyeri saat menggerakkan mata pada neuritis
retrobulbar. Secara anterior, nervus ini dipidahkan dari otot
mata oleh lemak orbital.
 Intrakanalikular (6-9 mm) : sangat dekat dengan arteri
oftalmika yang berjalan inferolateral dan melintasi secara
oblik, dan ketika memasuki mata dari sebelah medial. Ini juga
menjelaskan kaitan sinusitis dengan neuritis retrobulbar. 
 Intrakranial (10 mm) : melintas di atas sinus kavernosus
kemudian menyatu membentuk kiasma optikum.
 Selubung meningeal
Piamater, arachnoid, dan duramater melapisi otak dan berlanjut ke
nervus optikus. Di kanalis optik dura mater menempel langsung
ke tulang sekitarnya. Ruang subarachnoid dan ruang subdural
merupakan kelanjutan dari bagian otak juga.
 Vaskularisasi nervus optikus
Permukaan optic disk didarahi oleh kapiler-kapiler dari arteri
retina. Daerah prelaminar terutama di suplai dari sentripetal
cabang cabang dari peripailari koroid dan sebagian kontibusi dari
pembuluh darah dari lamina cribrosa.
Lamina kribrosa disuplai dari cabang arteri siliaris posterior
dan arteri circle of zinn. Bagian retrolaminar nervus optikus di
suplai dari sentrifugal cabang-cabang arteri retina sentral dan
sentripetal cabang-cabang pleksus yang dibentuk dari arteri
koroidal, circle of zinn, arteri retina sentral, dan arteri oftalmika.

Gambar 3. Vaskularisasi Nervus Optikus


B. MATA TENANG PENGLIHATAN TURUN MENDADAK
Penglihatan turun mendadak tanpa tanda radang pada ekstraokular dapat
disebabkan oleh beberapa kelainan. Kelainan ini dapat terlihat pada neuritis
optic, ablasi retina, obstruksi vena retina sntral, oklusi arteri retina sentral,
perdarahan badan kaca, amblyopia toksik, hysteria, retinopati serosa sentral,
amaurosis fugaks dan koroiditis.
1. Neuritis Optik
Neuritis optik adalah penyakit inflamasi akut atau subakut atau suatu
proses demielinisasi yang mempengaruhi saraf optik.
a) Etiologi
 Idiopatik. Terjadi pada beberapa kasus yang tidak tidak dapat
diidentifikasi penyebabnya.
 Neuritis optikus herediter.
 Demyelinating disorders. Gangguan demielinasi adalah yang
paling sering menyebabkan Neuritis optikus. Beberapa penyakit
yang termasuk pada gangguan demielinisasi diantaranya Multiple
sclerosis dan Optik neuromyelitis (Devic's disease). Sekitar 70%
kasus Multiple sclerosis dilaporkan dapat mengakibatkan
terjadinya Neuritis optikus.
 Parainfeksius Neuritis optikus. Dikaitkan dengan berbagai infeksi
virus yang terjadi seperti campak, gondok, cacar air, batuk rejan
dan demam kelenjar. Dapat juga terjadi setelah pemberian
imunisasi.
 Infectious Neuritis optikus. Neuritis optikus yang terjadi mungkin
terkait (dengan Ethmoiditis akut) atau yang berhubungan dengan
Cat scratch fever, Sifilis (pada tahap primer atau sekunder), Lyme
disease, dan Kriptokokal meningitis.
 Gangguan autoimun yang terkait dengan optik neuritis termasuk
sarkoidosis, lupus sistemik, erythematosus, polyarteritis nodosa,
sindrom Guillain Barre dan granulomatosis Wegener.
 Toxic optic neuritis
b) Klasifikasi
Neuritis optic secara anatomi dapat diklasifikasikan menjadi :
 Papillitis. Hal ini mengacu pada keterlibatan optik disk akibat
gangguan inflamasi dan demielinasi. Kondisi ini biasanya
unilateral tapi kadang-kadang mungkin bilateral.
 Neuroretinitis mengacu pada keterlibatan gabungan optik disk dan
retina sekelilingnya pada area macula.
 Retrobulbar neuritis ditandai dengan keterlibatan saraf optik di
belakang bola mata. Gambaran klinis neuritis retrobulbar akut
dasarnya mirip dengan akut papillitis kecuali untuk perubahan
fundus dan perubahan okular.
c) Tanda dan Gejala
Neuritis optic dapat asimptomatik atau dapat berhubungan dengan
gejala berikut :
 Kehilangan penglihatan monokular, mendadak, progresif,
serta kehilangan penglihatan yang besar adalah ciri khas
neuritis optik akut.
o Adaptasi pada penglihtan gelap dapat menurun
 Pengaburan visual pada cahaya terang merupakan tipikal gejala
neuritis optik akut
 Gangguan penglihatan warna selalu ada pada neuritis optik.
 Desaturasi warna, terutama warna merah. Pasien dengan
desaturasi warna merah akan melihat warna merah sebagai
pink, atau orange bila melihat dengan mata yang terkena.
 Nyeri pada mata yang semakin memberat bila bola mata
digerakkan.
 Gejala Uhthoff’s
 Fenomena Pulfrich’s
 Ketajaman penglihatan biasanya berkurang secara nyata.
 Defek pupil aferen (afferent pupillary defect) selalu terjadi
pada neuritis optik bila mata yang lain tidak ikut terlibat.
Adanya defek pupil aferen ini ditunjukkan dengan pemeriksaan
swinging light test (Marcus-Gunn pupil).
 Defek lapang pandang pada neuritis optik ditandai dengan
skotoma sentral.
 Sensitivitas kontras terganggu.
d) Diagnosis
o Anamnesis
1. Pasien mengeluh adanya pandangan berkabut atau visus yang
kabur, kesulitan membaca, adanya bintik buta, perbedaan
subjektif pada terangnya cahaya, persepsi warna yang
terganggu, hilangnya persepsi dalam atau kaburnya visus untuk
sementara. Pada anak, biasanya gejala penurunan ketajaman
penglihatan mendadak mengenai kedua mata. Sedangkan pada
orang dewasa, neuritis optik seringkali unilateral.
2. Terdapat riwayat demam atau imunisasi sebelumnya pada anak
akan mendukung diagnosis. Pada orang dewasa, terdapat faktor
risiko sklerosis multipel yang lebih besar.
3. Rasa sakit pada mata, terutama ketika mata bergerak.
o Pemeriksaan Fisis
1. Pemeriksaan visus. Hilangnya visus dapat ringan (≥ 20 / 30),
sedang (≥ 20 / 60), maupun berat (≤ 20 / 70).
2. Pemeriksaan lapang pandang. Tipe-tipe gangguan lapang
pandang dapat berupa: skotoma sentrosecal, kerusakan
gelendong saraf parasentral, kerusakan gelendong saraf yang
meluas ke perifer, kerusakan gelendong saraf yang melibatkan
fiksasi dan perifer saja.
3. Refleks pupil. Defek aferen pupil terlihat dengan refleks
cahaya langsung yang menurun atau hilang.
4. Penglihatan warna.
o Pemeriksaan Penunjang
1. Funduskopi
Terdapat beberapa stadium perubahan pada neuritis optikus
disertai kelainan pada bilik mata belakang, yaitu :
a. Perubahan awal
Papilitis dapat ditemukan dalam 38 % kasus. Diskus
optikus normal dalam 44% kasus. Pucatnya bagian
temporal menunjukkan adanya lesi optik neuritis yang
berat pada mata yang sama, hal ini dijumpai pada 18%
dari pasien yang menjalani pemeriksaan. Papilitis tahap
awal di karakteristikkan dengan adanya batas diskus yang
mengabur dan sedikit hiperemis.
b. Papilitis yang mencapai perkembangan yang lengkap
Adanya papiledema pada opthalmoskopi tidak
memungkinkan untuk menyatakan hal ini, ditandai dengan
adanya pembengkakan, hilangnya fisiologis cup,
hiperemis dan perdarahan yang terpisah. Pembungkus
vena biasanya jarang terlihat. Pemeriksaan dengan slit
lamp untuk melihat adanya sel pada vitreous adalah hal
yang sangat penting.
c. Perubahan lanjut
Pada neuritis optikus retrobulbar, diskus yang normal
dapat dijumpai selama 4-6 minggu, saat dimana pucat
dijumpai. Papilitis yang berlanjt kadang-kadang didapati
gambaran optik atropi sekunder. Pada keadaan ini batas
diskus dapat mengabur, mungkin terdapat jaringan glial
pada diskus, dan pucatnya diskus bagian stadium akhir
optik neuritis. Pada stadium ini, serabut saraf atropi dapat
diamati pada retina dengan perangkat lampu hijau merah.
2. MRI (magnetic resonance imaging)
MRI diperlukan untuk melihat nervus optikus dan korteks
serebri. Hal ini dilakukan terutama pada kasus-kasus yang
diduga terdapat sklerosis multipel.
3. Pungsi lumbal dan pemeriksaan darah
Dilakukan untuk melihat adanya proses infeksi atau inflamasi.
4. Slit lamp

e) Penatalaksanaan
o Tatalaksana penyebabnya
Upaya harus dilakukan untuk mencari tahu dan mengobati
penyebab yang mendasarinya. Tidak ada pengobatan yang efektif
untuk idiopatik dan herediter neuritis optik dan yang terkait dengan
demielinasi
o Terapi kortikosteroid dapat mempersingkat periode kehilangan
penglihatan, tetapi tidak akan memengaruhi tingkat akhir
pemulihan visual pada pasien dengan neuritis optik. Kelompok
percobaan pengobatan neuritis optik (ONTT) telah membuat
rekomendasi berikut untuk penggunaankortikosteroid:
 Terapi prednisolon oral dikontraindikasikan dalam pengobatan
neuritis optik akut, karena tidak dapat meningkatkan hasil
visual dan dikaitkan dengan peningkatan signifikan dalam
risiko serangan baru neuritis optik.
 Metilprednisolon intravena
Pasien dengan neuritis optik akut harus dilakukan MRI otak.
Jika menunjukkan lesi multiple sclerosis (MS), terlepas dari
dari keparahan kehilangan penglihatan, setiap pasien harus
mendapat metilprednisolon intravena segera (1 gram setiap
hari) selama 3 hari diikuti dengan prednisolon oral (1 mg / kg /
hari) selama 11 hari. Kemudian prednisolone di tapering off
dalam 4 hari. Terapi ini akan menunda konversi menjadi klinis
MS dalam 2 tahun ke depan.
 Indikasi untuk metilprednisolon intravena
Pada pasien neuritis optik akut dengan hasil MRI otak normal :
- Kehilangan penglihatan pada kedua mata secara bersamaan
atau dalam beberapa jam atau hari satu sama lain.
- Jika hanya satu mata yang baik terpengaruh.
- Ketika kehilangan visual progresif yang lambat terus
berlanjut.
o Interferon
Telah dilaporkan dapat mengurangi kekambuhan pada pasien
dengan multiple sclerosis. Namun, perawatannya sangat mahal dan
dengan
manfaat jangka panjang yang tidak diketahui.
o Pasien dengan riwayat Multiple sclerosis atau Neuritis optikus :
1. Observasi
2. Memeriksa pasien pada minggu ke 4-6 setelah muncul gejala
dan pemeriksaan ulang tiap 3-6 bulan kemudian
3. Pasien yang berisiko tinggi MS atau demielinisasi sistem saraf
pusat dari hasil MRI sebaiknya dirujuk ke spesialis neurologi
untuk evaluasi dan terapi lanjutan.
Diagnosis banding
Neuritis Optik Papiledema Neuropati Optik
Iskemik
Gejala Visus Visus sentral Visus tidak hilang; Defek akut lapang
hilang cepat, kegelapan yang pandang;
progresif, jarang transien ketajaman
ketajaman bervariasi – turun
dipelihara akut
Lain Bola mata pegal; Sakit kepala, Biasanya nihil;
sakit bila mual, muntah,
digerakkan; sakit tanda fokal
alis atau orbita neurologis lain
Sakit bergerak Ada Tidak ada Tidak ada
Bilateral Jarang pada orang Selalu bilateral Khas unilateral
dewasa; sering pada stadium akut
pada anak-anak
Gejala Pupil Tidak ada Tidak ada Tidak ada
isokoria; Reaksi isokoria; Reaksi isokoria; Reaksi
sinar menurun normal sinar menurun
pada sisi neuritis pada sisi infark
disk
Penglihatan Turun Normal
warna
Ketajaman visus Biasanya Normal Bervariasi
menurun
Lapang pandang Skotoma sentral Membesar; ada Skotoma sentral
blind spot
Sel badan kaca Ada Tidak ada Tidak ada
Funduskopi Retrobulbar : Derajat Biasanya edema
nomal. pembengkakkan disk
Papilitis : derajat disk bervariasi, segmntalpalid,
pembengkakkan hemoragi dengan sedikit
disk bervariasi hemoragi lidah
api
Prognosis visus Visus biasanya Baik dengan Prognosis buruk
kembali normal menghilangkan untuk kembali,
atau tingkat kausa tekanan mata kedua lama-
fungsional intra-kranial lama terlibat
dalam 1/3 kasus
idiopatik
Usia >55 kausa giant
cell arteritis 40 –
60 tahun
2. Ablasi Retina
Ablasio retina (retinal detachment) adalah suatu keadaan
terpisahnya sel kerucut dan sel batang retina dengan dari sel epitel pigmen
retina. Pada keadaan ini sel epitel pigmen masih melekat erat dengan
membran Bruch. Sesungguhnya antara sel kerucut dan sel batang retina
tidak terdapat suatu perlekatan struktural dengan koroid atau pigmen
epitel, sehingga merupakan titik lemah yang potensial untuk lepas secara
embriologis.
Lepasnya retina atau sel kerucut dan batang dari koroid atau sel
pigmen epitel akan mengakibatkan gangguan nutrisi retina dari pembuluh
darah koroid yang bila berlangsung lama akan mengakibatkan gangguan
fungsi yang menetap.
Tanda dini retina mengancam untuk lepas adalah floater (benda
kecil berterbangan) didepan lapang penglihatan, disusul pijaran kilat
terang disertai turunnya penglihatan. Penyebab adalah penipisan retina dan
terjadinya trauma. Diagnosis dibuat dengan pemeriksaan oftalmoskopi
langsung atau tidak langsung, slitlamp ataupun USG bila media
penglihatan keruh.
Dikenal 3 bentuk ablasi retina, yaitu :

a) Ablasio Retina Regmatogenosa


Ablasio regmatogenosa berasal dari kata Yunani rhegma, yang berarti
diskontuinitas atau istirahat. Pada ablasi retina regmatogenosa dimana
ablasi terjadi karena adanya robekan pada retina sehingga cairan
masuk ke belakang antara sel pigmen epitel dengan retina. Terjadi
pendorongan retina oleh badan kaca cair (fluid vitreus) yang masuk
melalui robekan atau lubang pada retina ke rongga subretina sehingga
mengapungkan retina dan terlepas dari lapis epitel pigmen koroid.
Ablasio regmantogenosa spontan biasanya didahului atau disertai oleh
pelepasan korpus vitreum posterior.

Faktor predisposisi terjadinya ablasio retina regmantosa antara lain:


1. Usia. Kondisi ini paling sering terjadi pada umur 40 – 60 tahun.
Namun, usia tidak menjamin secara pasti karena masih banyak
faktor yang mempengaruhi
2. Jenis kelamin. Keadaan ini paling sering terjadi pada laki – laki
dengan perbandingan laki : perempuan adalah 3 : 2.
3. Miopia. Sekitar 40 persen kasus ablasio retina regmatogenosa
adalah seseorang yang menderita rabun jauh.
4. Afakia. Keadaan ini lebih sering terjadi pada orang yang afakia
daripada yang fakia.
5. Trauma. Mungkin juga bertindak sebagai faktor predisposisi
6. Senile posterior vitreous detachment (PVD). Hal ini terkait
dengan ablasio retina dalam banyak kasus.
7. Retina yang memperlihatkan degenerasi di bagian perifer
seperti Lattice degeneration, Snail track degeneration, White-
with-pressure and white-without or occult pressure, acquired
retinoschisis
Berbagai factor resiko akan menyebabkan terjadinya robekan
pada retina, yang menyebabkan cairan vitreous dapat masuk ke ruang
subretina melalui robekan tersebut dan akan memisahkan retina dari
epitel pigmen retina.
Ablasi retina akan memberikan gejala prodromal berupa
gangguan penglihatan yang kadang–kadang terlihat sebagai adanya
tabir yang menutupi di depan mata (floaters) akibat dari degenerasi
vitreous secara cepat dan terdapat riwayat fotopsia (seperti melihat
kilasan cahaya) pada lapangan penglihatan karena iritasi retina oleh
pergerakan vitreous.
Ablasi retina yang berlokalisasi di daerah superotemporal
sangat berbahaya karena dapat mengangkat makula. Penglihatan akan
turun secara akut bila lepasnya retina mengenai makula lutea. Pada
pemeriksaan funduskopi akan terlihat retina yang terangkat berwarna
pucat dengan pembuluh darah diatasnya dan terlihat adanya robekan
retina berwarna merah. Bila bola mata bergerak akan terlihat retina
yang lepas (ablasi) bergoyang. Kadang – kadang terdapat pigmen
didalam badan kaca. Pada pupil terdapat adanya defek aferen pupil
akibat penglihatan menurun. Tekanan bola mata rendah dan dapat
meninggi bila telah terjadi neovaskuler glaucoma pada ablasi yang
telah lama.

Gambar 3. Ablasio retina tipe regmatogenosa, arah panah


menunjukkan horseshoe tear

b) Ablasio Retina Eksudatif

Ablasio retina eksudatif terjadi akibat adanya penimbunan


cairan eksudat di bawah retina (subretina) dan mengangkat retina
hingga terlepas. Penimbunan cairan subretina terjadi akibat
ekstravasasi cairan dari pembuluh retina dan koroid. Penyebab ablasio
retina eksudatif yaitu penyakit sistemik yang meliputi Toksemia
gravidarum, hipertensi renalis, poliartritis nodos dan karena penyakit
mata yang meliputi inflamasi (skleritis posterior, selulitis orbita),
penyakit vaskular (central serous retinophaty, and exudative
retinophaty of coats), neoplasma (melanoma maligna pada koroid dan
retinoblastoma), perforasi bola mata pada operasi intraokuler.
Ablasio retina eksudatif dapat dibedakan dengan ablasio retina
regmatogenosa dengan :
a. Tidak adanya photopsia, lubang/sobekan, lipatan dan undulasi
b. Ablasio retina eksudatif halus dan konveks. Bagian atasnya biasa
bulat dan bisa menunjukkan gangguan pigmentari
c. Kadang-kadang, pola pembuluh darah retina mungkin terganggu
akibat adanya neovaskularisasi.
d. Pergeseran cairan ditandai dengan perubahan posisi daerah
terpisah karena pengaruh gravitasi merupakan ciri khas yang dari
ablasio retina eksudatif.
e. Pada tes transilluminasi, ablasio retina regmatogenosa nampak
transparan sedangkan ablasio retina eksudatif lebih opak.

Gambar 4. Ablasio retina eksudatif

c) Ablasio Retina Traksi

Pada ablasio ini lepasnya jaringan retina terjadi akibat tarikan


jaringan parut. Pada badan kaca terdapat jaringan fibrosis yang dapat
disebabkan oleh diabetes melitus proliferative, trauma, dan perdarahan
badan kaca akibat bedah atau infeksi.

Ablasio retina traksi dihubungkan dengan kondisi – kondisi seperti,


retraksi jaringan parut post trauma terutama akibat trauma penetrasi,
retinopati diabetik proliferatif, retinitis proliferans post hemoragik,
retinopati prematuritas, retinopati sel sabit.
Tipe ini juga dapat terjadi sebagai komplikasi dari ablasio retina
regmatogensa. Ablasio retina tipe regmatogenosa yang berlangsung
lama akan membuat retina semakin halus dan tipis sehingga dapat
menyebabkan terbentuknya proliferatif vitreotinopathy (PVR). Pada
PVR juga dapat terjadi kegagalan dalam penatalaksanaan ablasio retina
regmatogenosa. Pada PVR, epitel pigmen retina, sel glia, dan sel lainya
yang berada di dalam maupun di luar retina pada badan vitreus akan
membentuk membran. Kontraksi dari membran tersebut akan
menyebabkan retina tertarik ataupun menyusut, sehingga dapat
mengakibatkan terdapatnya robekan baru atau berkembang menjadi
ablasio retina traksi.

Gambar 5. Ablasio retina traksi3

Penatalaksanaan pada ablasio retina adalah pembedahan. Pada


pembedahan ablasio retina dapat dilakukan dengan cara :
 Scleral buckle
Metode ini paling banyak digunakan pada ablasio retina
rematogenosa terutama tanpa disertai komplikasi lainnya. Tujuan
skleral buckling adalah untuk melepaskan tarikan vitreous pada
robekan retina, mengubah arus cairan intraokuler, dan melekatkan
kembali retina ke epitel pigmen retina. Prosedur meliputi lokalisasi
posisi robekan retina, menangani robekan dengan cryoprobe, dan
selanjutnya dengan skleral buckle (sabuk). Sabuk ini biasanya
terbuat dari spons silikon atau silikon padat. Ukuran dan bentuk
sabuk yang digunakan tergantung posisi lokasi dan jumlah robekan
retina. Pertama – tama dilakukan cryoprobe atau laser untuk
memperkuat perlengketan antara retina sekitar dan epitel pigmen
retina. Sabuk dijahit mengelilingi sklera dengan jahitan tipe matras
pada sklera, sehingga terjadi tekanan pada robekan retina sehingga
terjadi penutupan pada robekan tersebut. Penutupan retina ini akan
menyebabkan cairan subretinal menghilang secara spontan dalam
waktu 1-2 hari. Komplikasi dari skleral buckling meliputi myopia,
iskemia okuler anterior, diplopia, ptosis, ulitis sel orbital,
perdarahan subretina, inkarserasi retina.
 Retinopeksi pneumatik
Retinopati pneumatik merupakan metode yang sering digunakan
pada ablasio retina regmatogenosa terutama jika terdapat robekan
tunggal pada bagian superior retina.Tujuan dari retinopeksi
pneumatik adalah untuk menutup kerusakan pada retina dengan
gelembung gas intraokular dalam jangka waktu yang cukup lama
hingga cairan subretina direabsorbsi. Teknik pelaksanaan prosedur
ini adalah dengan menyuntikkan gelembung gas (SF6 atau C3F8)
ke dalam rongga vitreus. Gelembung gas ini akan menutupi
robekan retina dan mencegah pasase cairan lebih lanjut melalui
robekan. Jika robekan dapat ditutupi oleh gelembung gas, cairan
subretinal biasanya akan hilang dalam 1-2 hari. Robekan retina
dapat juga dilekatkan dengan kriopeksi atau laser sebelum
gelembung disuntikkan. Parasentesis ruang anterior bisanya
dibutuhkan untuk menurunkan tekanan intraokuler yang dihasilkan
oleh injeksi gas. Pasien harus mempertahankan posisi kepala
tertentu selama beberapa hari untuk meyakinkan gelembung terus
menutupi robekan retina. Untuk pasien ablasio retina dengan durasi
< 14 hari yang melibatkan makula, prosedur retinopeksi traumatic
lebih baik daripada skleral buckling. Komplikasi dari prosedur ini
meliputi migrasi gas ke subretina, migrasi gas ke ruang anterior,
endoftalmitis, katarak, dan ablasio retina rekurens dengan
terbentuknya kerusakan retina yang baru.

Gambar 6. Retinopeksi traumatik5

 Vitrektomi
Merupakan cara yang paling banyak digunakan pada ablasio akibat
diabetes, dan juga pada ablasio regmatogenosa yang disertai traksi
vitreus atau perdarahan vitreus. Cara pelaksanaannya yaitu dengan
membuat insisi kecil pada dinding bola mata kemudian
memasukkan instrumen pada ruang vitreous melalui pars plana.
Setelah itu dilakukan vitrektomi dengan vitreus cutre untuk
menghilangkan berkas badan kaca (vitreuos stands), membran, dan
perlengketan – perlengketan. Teknik dan instrumen yang
digunakan tergantung tipe dan penyebab ablasio. Lebih dari 90%
lepasnya retina dapat direkatkan kembali dengan teknik-teknik
bedah mata modern, meskipun kadang- kadang diperlukan lebih
dari satu kali operasi.

3. Oklusi Vena Retina Sentral


Oklusi vena retina adalah penyumbatan vena rtina yang mengakibatkan
gangguan perdarahan di dalam bola mata dan ditemukan pada usia
pertengahan.
Biasanya penyumbatan terletak dimana saja pada retina, akan tetapi
lebih sering terletak di depan lamina kribrosa. Penyumbatan vena retina
dapat terjadi pada suatu cabang kecil ataupun pembuluh vena uatama
(vena retina sentral), sehingga daerah yang terlibat memberi gejala sesuai
dengan daerah yang dipengaruhi. Suatu penyumbatan cabang vena retina
lebih sering terdapat di daerah temporal atas atau temporal bawah.
Penyumbatan vena retina sentral mudah terjadi pada pasien dengan
glaukoma, diabetes mellitus, hipertensi, kelainan darah, aterosklerosis,
pepiledema, retinopati radiasi dan penyakit pembuluh darah. Trombosit
dapat terjadi akibat endoflebitis.
Sebab – sebab terjadinya penyumbatan pembuluh vena retina
sentral ialah :
a) Akibat kompresi dari luar terhadap vena tersebut seperti yang
terdapat pada proses aterosklerosis atau jaringan pada lamina
kribrosa
b) Akibat penyakit pada pembuluh darah vena sendiri sperti
fibrosklerosis atau endosklerosis
c) Akibat hambatan aliran darah dalam pembuluh vena tersebut
seperti yang terdapat pada kelainan viskositas darah, diksrasia
darah atau spasme arteri retina yang berhubungan.
Tajam penglihatan sentral terganggu bila perdarahan mengenai daerah
macula lutea. Penderita biasanya mengeluh adanya penuunan tajam
penglihatan sentral ataupun perifer mendadak yang dapat memburuk
sampai hanya tinggal persepsi cahaya. Tidak terdapat rasa sakit dan
mengenai satu mata.
Pada pemeriksaan funduskopi pasien dengan oklusi vena sentral
akan terlihat vena yang berkelok – kelok, edema macula dan retina,
perdarahan berupa titik terutama bila terdapat penyumbatan vena yang
tidak sempurna.
Pada retina terdapat edema retina dan macula dan bercak – bercak
(eksudat) wol katun yang terdapat di antara bercak – bercak perdarahan.
Papil edema dengan pulsasi vena menghilang karena penyumbatan
biasanya terletak pada lamina kribrosa. Terdapat papil yang merah dan
menonjol (edema) disertai pulsasi yang menghilang. Kadang – kadang
dijumpai edema papil tanpa disertai perdarahan di tem[pat yang jauh
(perifer) dan ini merupakan gejala awal penyumbatan di tempat sentral.
Penciutan lapang pandang atau suatu skotoma sentral dan defek irregular.
Dengan angiografi fluoresin dapat ditentukan beberapa hal seperti letak
penyumbatan, penyumbatan total atau sebagian da nada atau tidaknya
neurovaskularisasi.
Pengobatan terutama ditujukan untuk untuk mencari penyebab dan
mengobatinya, antikoagulasia dan fotokoagulasi daerah retina yang
mengalami hipoksia. Steroid diberi bila penyumbatan disebabkan oleh
flebitis.
Akibat penyumbatan ini akan terjadi gangguan fungsi penglihatan
sehingga tajam penglihatan menjadi berkurang. Pada keadaan ini dapat
dipertimbangkan untuk melakukan fotokoagulasi. Pengobatan dengan
menurunkan tekanan bola mata dan mengatasi penyebabnya.
Edema dan perdarahan retina akan diserap kembali dan hal ini
dapat memberikan perbaikan visus.
Penyulit oklusi vena retina sentral berupa perdarahan massif ke
dalam retina terutama pada lapis serabut saraf retina dan tanda iskemia
retina. Pada penyumatan vena retina sentral perdarahan juga dapat terjadi
di depan papilla dan ini dapat memasuki badan kaca dan menjadi
perdarahan badan kaca. Oklusi vena retina sentral dapat menimbulkan
terjadinya pembuluh darah baru yang dapat ditemukan di sekitar papil, iris,
dan di retina (rubeosis iridis). Rubeosis iridis dapat mengakibatkan
terjadinya glaucoma sekunder, dan hal ini dapat terjadi dalam waktu 1 – 3
bulan.
Penyulit yang dapat terjadi adalah glaucoma hemoragik, atau
neurovascular. Bila terjadi neurovaskularisasi iris, dilakukan fotokoagulasi
dan dapat dikontrol dengan anti VEGF intravitreal yang akan memberikan
efek.
4. Oklusi Arteri Retina Sentral
Oklusi retina sentral terdapat pada usia tua atau usia pertengahan, dengan
keluhan penglihatan kabur yang hilang timbul (amaurosis fugaks) tidak
disertai rasa sakit dan gelap menetap.
 Etiologi
Arteritik (temporal arteritis) dan nonarteritik (emboli,
aterosklerotik). Penurunan visus berupa serangan berulang dapat
disebabkan oleh penyakit spasme pembuluh atau emboli yang
berjalan,. Penyumbatan arteri retina sentral akan menyebabkan
keluhan penglihatan tiba – tiba gelap tanpa terlihatnya kelainan
pada mata luar. Reaksi pupil menjadi lemah dengan pupil
anisokori. Pada pemeriksaan funduskopi akan terlihat seluruh
retina berwarna pucat akibat edema dan gangguan nutrisi pada
retina. Terdapat bentuk gambaran sosis pada ateri retina akibat
pengisian arteri yang tidak merata. Sesudah bberapa jam retina
akan tampak pucat, keruh keabu – abuan yang disebabkan edema
lapisan dalam retina dan lapisan sel ganglion. Pada keadaan ini
akan terlihat gambaran merah cheri atau cherry red spot pada
macula lutea. Hal ini disebabkan karena tidak adanya lapisan
ganglion di macula, sehingga macula mempertahankan warna
aslinya. Lama kelamaan papil menjadi pucat dan batasnya kabur.
Penyumbatan arteri retina sentral dapat disebabkan oleh karena
radang arteri, thrombus dan embolus pada arteri, spasme pembuluh
darah, akibat terlambatnya pengaliran darah, giant cell arthritis,
penyakit kolagen, kelainan hiperkoagulasi, sifilis dan trauma.
Tempat tersumbatnya arteri retina sentral biasanya di daerah
lamina kribrosa. Emboli merupakan penyebab yang paling sering.
Emboli dapat berasal dari perkapuran yang berasal dari pnyakit
emboli jantung. Nodus – nodus reuma, carotid plaque atau emboli
endocarditis.
Penyebab spasme pembuluh darah antara lain pada migren,
keracunan, alkohol, tembakau, kina atau timah hitam. Perlambatan
aliran pembulih darah retina terjadi pada peninggian tekanan
intraocular, stenosis aorta atau arteri karotis.
Pengobatan dini dapat dengan menurunkan tekana bola
mata dengan mengurut bola mata, dan asetalozamid atau
parasentesis bilik mata depan. Vasodilator pemberian bersama
antikoagulan dan diberikan steroid bila diduga terdapatnya
peradangan. Pasien dengan oklusi arteri retina sentral harus
secepatnya diberikan O2.
Penyulit yang dapat timbul adalah galukoma neovaskular,
tergantung pada letak dan lamanya terjadi oklusi, kadang visus
dapat kembali normal tetapi lapang pandang menjadi kecil.
5. Kekeruhan dan Perdarahan Badan kaca
Perdarahan badan kaca kadang – kadang terjadi akibat penuaan disertai
degenerasi berupa terjadinya koagulasi protein badan kaca. Hal ini
biasanya disertai dengan pencairan badan kaca bagian belakang. Akibat
bagian depan masih melekat erat maka akan terjadi gerakan – gerakan
bergelombang seperti hujan (synchisis scintilans). Keadaan ini tidak
banyak menggangu penglihatan.
Perdarahan pada badan kaca adalah suatu keadaan yang cukup gawat
karena dapat memberikan penyulit yang mengakibatkan kebutaan pada
mata.
Perdarahan pada badan kaca dapat terjadi spontan pada diabetes
mellitus, rupture retina, ablasi badan kaca posterior, oklusi vena retina dan
pecahnya pembuluh darah neovaskular. Perdarahan dalam badan kaca
dapat disebabkan oleh trauma, setiap keadaan yang menaikkan tekanan
darah arteri dan vena, robekan, bedah intraocular dan trauma intraocular.
Neovaskularisasi pada retina mudah menimbulkan perdarahan ke
dalam badan kaca. Kelainan darah dan perdarahan juga dapat memberikan
perdarahan dalam badan kaca. Diabetes mellitus, hipertensi dan trauma
merupakan penyebab utama perdarahan badan kaca. Perdarahan badan
kaca yang disebabkan trauma dapat akibat trauma tumpul atau kontusi
jaringan dan suatu trauma tembus.
Perdarahan badan kaca akan menyebabkan turunnya penglihatan
mendadak lapang pandangan ditutup oleh sesuatu sehingga mengganggu
penglihatan tanpa rasa sakit. Perdarahan dalam badan kaca biasanya cepat
sekali menggumpal. Keadaan ini disebabkan susunan badan kaca disertai
terdapatnya bahan seperti tromboplastin di dalam badan kaca.
Pada pemeriksaan fundus tidak terlihat adanya refleks fundus yang
berwarna merah dan sering memberikan bayangan hitam yang menutup
retina. Perdarahan dalam badan kaca akan menyebar sesudah beberapa
minggu, dimana kemudian sel darah merah dimakan oleh sel lekosit dan
sel plasma.
Pengobatan berupa istirahat dengan kepala sakit lebih tinggi paling
sedikit selama 3 hari. Bila sedang minum obat maka hentikan obat seperti
aspirin, anti radang nonsteroid, kecuali bila sangat dibutuhkan. Darah
dikeluarkan dari badan kaca bila terdapat bersama ablasi retina atau
perdarahan yang lebih lama dari 6 bulan, dan bila terjadi glaukoma
hemolitik.
Penyulit dapat terjadi bila terjadi reaksi proliferasi jaringan (retinitis
proliferans) yang akan mengancam penglihatan. Bila terbentuk jaringan
parut akan terjadi perubahan bentuk badan kaca yang dapat
mengakibatkan terjadinya ablasi retinitis. Retinitis proliferans bersifat
ireversibel walaupun perkembangan pembuluh darah telah berhenti.
6. Ambliopia Toksik
Pada keracunan beberapa obat dapat terjadi kebutaan mendadak.
Neuritis optik toksik dapat terjadi pada keracunan alkohol atau tembakau,
timah, dan bahan toksik lainnya. Biasanya terdapat tanda-tanda lapang
pandangan yang berubah – ubah.
Pada uremia dapat terjadi ambliopia uremik di mana penglihatan
akan berkurang. Berkurangnya penglihatan akibat keracunan alkohol
mengakibatkan ambliopia alcohol. Hilangnya tajam penglihatan sentral
bilateral, akibat keracunan metilalkohol dan juga akibat gizi buruk.
7. Histeria dan Malingering
Histeria ataupun malingering merupakan keadaan dimana pasien
berpura-pura sakit, biasanya untuk menarik perhatian dan untuk bermalas-
malasan ataupun untuk mendapatkan suatu kompensasi gaji dan asuransi.
Kadang-kadang memang terdapat keluhan tidak melihat. Keluhan mata
pasien bermacam – macam selain kurang melihat, juga dapat sampai sama
sekali pada satu mata atau kedua mata.

Dikenal ambliopia histeria. Ambliopia yang terjadi akibat adanya


histeria yang dapat terjadi pada satu mata, akan tetapi lebih sering
mengenai kedua mata. Pada pemeriksaan didapatkan lapang pandangan
yang menciut konsentris, pada pemeriksaan lapang pandang berulang dan
yang lebih karakteristik adalah gambaran seperti spiral selama dilakukan
pemeriksaan lapang pandang. Kadang-kadang disertai dengan gejala
rangsangan lainnya seperti blefarospasme, memejamkan mata, dan
lakrimasi. Reaksi pupil normal dengan gejala lainnya yang tidak nyata.
8. Migren
Nyeri kepala sebelah yang dapat juga dirasakan di belakang kedua bola
mata yang berdenyut disertai dengan mual, muntah, letih, dan fotofobia.
Yang lebih menonjol adalah fotofobia, yang berlangsung 15-50 menit.
Kelainan penglihatan ini mendahului keluhan sakit kepala.
Pada migren tidak ditemukan kelainan oftalmologik, namun pada
mata akan memberikan gejala gangguan bermacam-macam dan selalu
mendahului dengan sakit kepala sebelah, akan terlihat garis cahaya
berkelok-kelok ireguler yang kadang-kadang tepi garis berwarna terang
yang disebut spectrum fortifikasi (pernyataan spectrum).
Keluhan penglihatan dapat berupa kaburnya benda di atas atau di
bawah obyek yang dilihat, kadang juga dengan skotoma sentral. Pada
migren dapat ditemukan gangguan lapang pandang hemianopsia lateral,
yang sering disertai dengan garis – garis bersilang terang yang bergerak
cepat pada skotoma lapang pandangan yang disebut skotoma skintilans.
Terapinya adalah dengan istirahat di tempat gelap pada saat
serangan migren dan cegah pemakaian obat pencetus sakit kepala seperti
obat kontrasepsi. Koreksi kelainan refraksi yang ada. Gejala dapat
diringankan dengan memberikan aspirin dan ergotamine tartrat pada saat
serangan.
Migren klaster merupakan nyeri kepala sebelah yang disertai
dengan gejala hipersekresi glandula lacrimalis. Sedang migren oftalmik
merupakan kelumpuhan saraf mata yang terutama perifer saraf ke III
sementara yang kemudian menetap dan disertai dengan migren.
9. Retinopati Serosa Sentral
Retinopati serosa sentral adalah suatu keadaan lepasnya retina dari
lapis pigmen epitel di daerah makula akibat masuknya cairan melalui
membran Bruch dan pigmen epitel yang inkompeten.
Retinopati serosa sentral dapat bersifat residif. Biasanya dijumpai
pada penderita laki-laki berusia antara 20 sampai 50 tahun. Didapatkan
pada perempuan hamil dan pada usia di atas 60 tahun.
Akibat tertimbunnya cairan di bawah makula akan terdapat
gangguan fungsi makula sehingga visus menurun disertai metamorfopsia,
hipermetropia dengan skotoma relatif dan positif (kelainan pada uji
Amster kisi – kisi). Penglihatan biasanya diantara 20/20 sampai 20/80.
Dengan uji Amster terdapat penyimpangan garis lurus disertai dengan
skotoma. Berkurangnya fungsi makula terlihat dengan penurunan
kemampuan melihat warna.
Pada funduskopi akan terlihat terangkatnya retina dapat sangat
kecil dan dapat seluas diameter papil. Lepasnya retina dari epitel pigmen
akibat masuknya cairan dari subretinal ini dapat dilihat dengan
pemeriksaan angiografi fluoresen.
Biasanya retinopati serosa sentral akan menyembuh setelah kira-
kira 8 minggu dengan tidak terdapatnya lagi kebocoran. Pada keadaan ini
cairan subretina akan diserap kembali dan retina akan melekat kembali
pada epitel pigmen tanpa gejala sisa subjektif yang menyolok. Pada
macula masih dapat terlihat gambaran perubahan pada epitel pigmen.
Pengobatan retinopati serosa sentral adalah dengan melihat letak
kebocoran yang kadang – kadang tidak perlu dilakukan segera
fotokoagulasi. Bila terjadi penurunan visus akibat gangguan metabolisme
macula maka dapat dipertimbangkan fotokoagulasi. Umumnya kelainan
ini menghilang dengan sendirinya setelah 6 sampai 8 minggu, biasanya
akan hilang total setelah 4 sampai 6 bulan.
10. Amaurosis fugaks
Buta sekejap satu mata yang berulang. Gelap sementara selama 2
sampai 5 detik yang biasanya mengenai satu mata pada saat serangan dan
normal kembali sesudah beberapa menit dan jam, disertai dengan
gangguan kampus segmental tanpa rasa sakit dan terdapatnya gejala-gejala
sisa.
Monocular amaurosis fugaks dapat terjadi akibat hipotensi
ortostatik, spasme pembuluh darah, aritmia, migren retina, anemia arthritis
dan koagulopati.
Hilangnya penglihatan ini jarang total dan dapat merupakan gejala
dini obstruksi arteri retina sentral. Amaurosis fugaks merupakan tanda
yang paling sering pada insufisiensi arteri carotis atau terdpatnya emboli
pada arteri oftalmik retina.
Pada amaurosis fugaks biasanya tidak ditemukan kelainan fundus
karena pendeknya serangan, kadang – kadang terlihat adanya plak putih
atau cerah atau suatu embolus di dalam arteriol.
Beda dengan dengan TIA (trancient iskemik attack) adalah pada
TIA dapat mengenai kedua mata. Diagnosis banding adalah dengan
migren, papiledema, myopia, anemia, polisitemia, hipotensi, dan kelainan
darah.
Pengobatan penyakit karotis dengan aspirin 325 mg dan berhenti
merokok. Kontrol diabetes atau hipertensi sebagai penyebab. Pada
penyakit jantung aspirin 325 mg 4x sehari dengan pertimbangan bedah
jantung dan control semua resiko yang berhubungan dengan
arteriosklerosis. Biasanya diberi salisilat dan obat untuk mobilisasi sel
darah.
11. Uveitis Posterior / Koroiditis
Koroiditis merupakan peradangan lapis koroid bola mata yang dapat
disebabkan :
 Toxocariasis
 Sitomegalovirus
 Sindrom histoplasm okuler
 Herpes virus 2
 Trauma
 Sifilis kongenital
 Herpes simpleks
 Passca bedah
 Pigmen epitelitis retinal
 Toxoplasma, kongenital
Bentuk koroiditis posterior dalam bentuk :
 Koroiditis anterior, radang koroid perifer
 Koroiditis areolar, koroiditis bermula di daerah macula lutea dan
menyebar ke perifer
 Koroiditis difusa atau diseminata, bercak peradangan koroid
tersebar di seluruh fundus okuli
 Koroiditis eksudatif, koroiditis disertai bercak – bercak eksudatif
 Koroiditis juksta papil

Gejalanya berupa penglihatan buram terutama bila mengenai


daerah sentral macula, bintik terbang (floater), mata jarang menjadi mrah,
fotofobia, tidak sakit, vitreous keruh.

Pada mata akan ditemukan kkeruhan di dalam benda kaca, infiltrat


dalam retina dan koroid. Edema papil, perdarahan retina dan vascular
sheathing. Penyebab koroiditis dapat toksoplasmosis, trauma, pasca bedah,
dan defisiensi imun. Penyulit yang dapat timbul adalah glaucoma, katarak,
dan ablasi retina.
DAFTAR PUSTAKA

Ilyas Sidharta, Ilmu Penyakit Mata, Fakultas Kedokteran Universitas

Indonesia, Edisi kelima, Balai Penerbit FKUI, Jakarta, 2019. Hal 188 – 209.

A.K. Kurana. Comprehensip Ophthalmology 6th Edition dalam Chapter 12.

The Health Sciences Publisher, India, 2015. P 298 – 303.

A.K. Kurana. Comprehensip Ophthalmology 6th Edition dalam Chapter 13.

The Health Sciences Publisher, India, 2015. P 317 – 19.

Anda mungkin juga menyukai