Anda di halaman 1dari 12

Nama NPM

: Syurlia Putri : 1102011273

3. Bulbus oculi (bola mata)

LO.1. Memahami dan Menjelaskan Anatamo Mata Mata merupakan suatu indera pencitraan yang berfungsi dalam menghasilkan suatu persepsi benda yang terlihat dengan bantuan otak. Rangsangan tersebut (benda yang terlihat) akan diteruskan ke otak, di otak rangsangan tadi diterjemahkan sehingga menghasilkan suatu persepsi. Berdasarkan anatominya mata terletak pada rongga orbita, yang terbagi menjadi: 1. Palpebra (kelopak mata) Berfungsi dalam melindungi bola mata, serta mengeluarkan sekresi kelenjarnya yang membentuk film air mata di depan kornea. palpebra mempunyai lapisan kulit yang tipis pada bagian depan, sedangkan dibagian belakang ditutupi selaput lendir tarsus yang disebut Conjungtiva tarsal. Gangguan penutupan palpebra dapat mengakibatkan keringnya permukaan mata sehingga dapat terjadi Keratitis et lagoftalmus. 2. Konjungtiva Merupakan membran yang menutupi sklera dan kelopak bagian belakang. Konjungtiva mengandung kelenjar musin yang dihasilkan oleh sel goblet, yang bersifat membasahi bola mata terutama kornea. Konjuntiva terdiri atas : - Konjungtiva tarsal, menutupi tarsus dan sukar digerakkan melalui tarsus. - Konjungtiva bulbi, menutupi sklera dan mudah digerakkan dari sklera. - Konjungtiva fornises, merupakan tempat peralihan kedua konjungtiva di atas.

Bulbus oculi berbentuk bulat dengan panjang maksimal 24 mm. Bulbus oculi terdiri atas : a. Dinding i. Sklera Merupakan jaringan ikat kolagen, kenyal dan tebal kirakira 1 mm. Dengan karakteristik putih dan halus yang dilapisi oleh kapsul. Tenon dan dibagian depan oleh konjungtiva. Diantara stroma sklera dan kapsul tenon terdapat episklera. Sklera mempunyai kekakuan tertentu sehingga berpengaruh dalam tekanan bola mata. Kekakuan sklera dapat meninggi pada pasien diabetes melitus atau merendah pada eksoftalmos gioter, miotika dan meminum air banyak. ii. Kornea Merupakan selaput bening mata dan tembus cahaya yang menutupi lapisan bola mata sebelah depan, terdiri atas: 1. Epitel Merupakan lapisan kornea terluar yang berbentuk epitel berlapis gepeng tanpa tamduk. Setiap gangguan epitel akan memberikan gangguan sensitibilitas kornea berupa rasa sakit atau

mengganjal. Regenerasi epitel cukup tinggi, sehingga apabila terjadi kerusakan akan diperbaiki langsung dalam beberapa hari tanpa membentuk jaringan parut. 2. Membran Bowman Terletak dibawah epitel, yang merupakan suatu membrane tipis homogen dan terdiri atas susunan serat kolagen kuat yang mempertahankan bentuk kornea. Apabila terjadi kerusakan pada membran Bowman maka akan berakhir dengan terbentuknya jaringan parut. 3. Stroma Lapisan tebal kornea yang terdiri atas jaringan kolagen yang tersusun dalam lamel-lamel dan sejajar dengan permukaan kornea. Diantara serat kolagen terdapat matriks. Stroma bersifat higroskopis yang menarik air dari bilik mata depan. Kadar air di dalam stroma kurang lebih 70% yang dipertahankan oleh fungsi pompa sel endotel. Jika terjadi kerusakan endotel, maka akan terjadi kelebihan kadar air sehingga menimbulkan edema kornea. Stroma tersusun atas serat-serat yang teratur dan memberi gambaran kornea yang transparan. Jika terjadi gangguan susunan serat stroma seperti edema kornea dan sikatrik kornea akan mengakibatkan sinar yang melalui kornea terpecah dan kornea terlihat keruh. 4. Membran Descement Merupakan suatu lapisan tipis yang bersifat kenyal, kuat, tidak berstruktur dan bening; terletak di bawah stroma, lapisan ini memberi perlindungan terhadap infeksi dan masuknya pembuluh darah. 5. Endotel Terdiri dari satu lapis sel yang merupakan komponen terpenting dalam mempertahankan kejernihan kornea. Sel endotel tidak mempunyai daya regenerasi, sehingga jika terjadi kerusakan tidak akan kembali normal lagi. Endotel dapat mengalami gangguan akibat trauma hebat, penyakit intra okular dan usia lanjut karena jumlah sel yang berkurang. Kornea tidak mempunyai pembuluh darah, namun mendapat suplai nutrisi dari humor aqueous. B. Isi Terdiri atas lensa, uvea, badan kaca dan retina.

o Lensa Merupakan badan yang bersifat avaskular, tidak berwarna, bening, bikonveks dengan ketebalan sekitar 4-5 mm dan berdiameter 9 mm pada orang dewasa. Pada bagian anterior lensa terdapat humor aqueous sedangkan bagian belakang terdapat vitreous (badan kaca). Pada orang dewasa, lensa terbagi atas nukleus (inti) dan korteks (tepi), dimana nukleus memiliki kontour yang lebih keras dari korteks. Lensa berfungsi dalam pembiasan cahaya, sehingga difokuskan ke retina. Peningkatan pembiasan lensa disebut akomodasi. o Uvea Merupakan jaringan lunak yang terdiri atas : - Iris Adalah membran yang berwarna, berbentuk sirkular yang ditengahnya terdapat lubang (pupil). Berfungsi dalam mengatur banyaknya cahaya yang masuk ke mata. Iris berpangkal pada badan siliar yang merupakan pemisah antara Camera Okuli Anterior (bilik mata depan) dan Camera Okuli Posterior (bilik mata belakang). Pembuluh darah di sekeliling pupil disebut sirkulus minor dan yang berada dekat dengan badan siliar disebut sirkulus mayor. Iris dipersarafi oleh nervus nasosiliar yang merupakan cabang dari saraf kranial III.

- Badan siliar Tersusun atas otot-otos siliar dan procesus siliaris. Otot-otot tersebut berfungsi untuk akomodasi, ketika berkontraksi akan menarik prosesus siliaris, sampai pada akhirnya akan mengakibatkan lensa cembung. Fungsi dari badan siliar adalah memproduksi humor aqueous yang menyuplai nutrisi ke lensa dan kornea. - Koroid. Merupakan membran yang berwarna coklat tua dan terletak antara sklera dan retina. Di dalam koroid terdapat banyak pembuluh darah yang berfungsi memberi nutrisi kepada retina bagian luar.

o Vitreus (badan kaca) Mengisi sebagian besar bola mata di belakang lensa, tidak berwarna, bening, konsistensi lunak dan mengandung 90% cairan. Pada bagian luar terdapat membran tipis (hialoid). Vitreus bersifat avaskular dan menerima nutrisi dari jaringan sekitar, misalnya koroid, badan siliar dan retina. Vitreus berfungsi dalam menuruskan lensa dari lensa ke retina. o Retina Merupakan membran tipis dan bening, terdiri atas serabut saraf optikus. Pada bagian retina yang letaknya sesuai dengan sumbu penglihatan terdapat makula lutea, berpengaruh dalam ketajaman penglihatan. Sekitar 3 mm ke arah nasal terdapat daerah bulat putih kemerahan, disebut dengan papil saraf optikus. Retina mempunyai ketebalan sekitar 1 mm, yang tersusun atas lapisan: 1. Fotoreseptor, lapisan terluar yang terdiri atas sel batang dan sel kerucut. 2. Membran limitan eksterna, membran ilusi. 3. Nukleus luar, susunan lapisan nukleus sel kerucut dan batang, ketiga lapisan diatas avaskuler dan mendapatkan suplai nutrisi dari kapiler koroid. 4. Pleksiform luar, aseluler dan tempat sinapsis sel fotoreseptor dengan sel bipolar dan sel horizontal. 5. Nukleus dalam, tubuh sel bipolar, sel horizontal dan sel muller; mendapat nutrisi dari arteri retina sentral. 6. Pleksiform dalam, aseluler, tempat sinapsis sel bipolar, sel amakrin dengan sel ganglion. 7. Sel ganglion, lapisan badan sel dari neuron kedua. 8. Serabut saraf, lapisan akson sel ganglion yang menuju ke saraf optik, di lapisan ini sebagian besar terdapat pembuluh darah retina. 9. Membran limitan interna, membran hialin antara retina dan Vitreus. 4. Os. Orbitalis (tulang orbital) Membentuk dinding orbita yang terdiri dari os lakrimal (bag nasal), os ethmoid (bag nasal), os sphenoid (bag lateral), os frontal (bag superior), os maksila (bag inferior), os palatina (bag inferior) dan os zigomatikus (bag inferior). Otot-otot penggerak bola mata terdiri atas: m. oblik inferior, m.

oblik posterior, m. rektus inferior, m. rektus lateral, m. rektus medius dan rektus superior.

LO.2. Memahami dan Menjelaskan Fisiologi Penglihatan Mata adalah organ fotosensitif yang sangat berkembang dan rumit, yang memungkinkan analisis cermat dari bentuk, intensitas cahaya, dan warna yang dipantulkan objek. Mata terletak dalam struktur bertulang yang protektif di tengkorak, yaitu rongga orbita. Setiap mata terdiri atas sebuah bola mata fibrosa yang kuat untuk mempertahankan bentuknya, suatu sistem lensa untuk memfokuskan bayangan, selapis sel fotosensitif, dan suatu sistem sel dan saraf yang berfungsi mengumpulkan, memproses, dan meneruskan informasi visual ke otak (Junqueira, 2007). Tidak semua cahaya yang melewati kornea mencapai fotoreseptor peka cahaya karena adanya iris, suatu otot polos tipis berpigmen yang membentuk struktur seperti cincin di dalam aqueous humour. Lubang bundar di bagian tengah iris tempat masuknya cahaya ke bagian dalam mata adalah pupil. Iris mengandung dua kelompok jaringan otot polos, satu sirkuler dan yang lain radial. Karena serat-serat otot memendek jika berkontraksi, pupil mengecil apabila otot sirkuler berkontraksi yang terjadi pada cahaya terang untuk mengurangi jumlah cahaya yang masuk ke mata. Apabila otot radialis memendek, ukuran pupil meningkat yang terjadi pada cahaya temaram untuk meningkatkan jumlah cahaya yang masuk (Sherwood, 2001). Untuk membawa sumber cahaya jauh dan dekat terfokus di retina, harus dipergunakan lensa yang lebih kuat untuk sumber dekat. Kemampuan menyesuaikan kekuatan lensa sehingga baik sumber cahaya dekat maupun jauh dapat difokuskan di retina dikenal sebagai akomodasi. Kekuatan lensa bergantung pada bentuknya, yang diatur oleh otot siliaris. Otot siliaris adalah bagian dari korpus siliaris, suatu spesialisasi lapisan koroid di sebelah anterior. Pada mata normal, otot siliaris melemas dan lensa mendatar untuk penglihatan jauh, tetapi otot tersebut berkontraksi untuk memungkinkan lensa menjadi lebih cembung dan lebih kuat untuk penglihatan dekat. Serat-serat saraf simpatis menginduksi relaksasi otot siliaris untuk penglihatan jauh, sementara sistem saraf parasimpatis menyebabkan kontraksi otot untuk penglihatan dekat (Sherwood, 2001).

Proses Visual Mata Proses visual dimulai saat cahaya memasuki mata, terfokus pada retina dan menghasilkan sebuah bayangan yang kecil dan terbalik. Ketika dilatasi maksimal, pupil dapat dilalui cahaya sebanyak lima kali lebih banyak dibandingkan ketika sedang konstriksi maksimal. Diameter pupil ini sendiri diatur oleh dua elemen kontraktil pada iris yaitu papillary constrictor yang terdiri dari otot-otot sirkuler dan papillary dilator yang terdiri dari sel-sel epitelial kontraktil yang telah termodifikasi. Sel-sel tersebut dikenal juga sebagai myoepithelial cells (Saladin, 2006). Jika sistem saraf simpatis teraktivasi, sel-sel ini berkontraksi dan melebarkan pupil sehingga lebih banyak cahaya dapat memasuki mata. Kontraksi dan dilatasi pupil terjadi pada kondisi dimana intensitas cahaya berubah dan ketika kita memindahkan arah pandangan kita ke benda atau objek yang dekat atau jauh. Pada tahap selanjutnya, setelah cahaya memasuki mata, pembentukan bayangan pada retina bergantung pada kemampuan refraksi mata (Saladin, 2006). Beberapa media refraksi mata yaitu kornea (n=1.38), aqueous humour (n=1.33), dan lensa (n=1.40). Kornea merefraksi cahaya lebih banyak dibandingkan lensa. Lensa hanya berfungsi untuk menajamkan bayangan yang ditangkap saat mata terfokus pada benda yang dekat dan jauh. Setelah cahaya mengalami refraksi, melewati pupil dan mencapai retina, tahap terakhir dalam proses visual adalah perubahan energi cahaya menjadi aksi potensial yang dapat diteruskan ke korteks serebri. Proses perubahan ini terjadi pada retina (Saladin, 2006). Retina memiliki dua komponen utama yakni pigmented retina dan sensory retina. Pada pigmented retina, terdapat selapis sel-sel yang berisi pigmen melanin yang bersama-sama dengan pigmen pada koroid membentuk suatu matriks hitam yang mempertajam penglihatan dengan mengurangi penyebaran cahaya dan mengisolasi fotoreseptorfotoreseptor yang ada. Pada sensory retina, terdapat tiga lapis neuron yaitu lapisan fotoreseptor, bipolar dan ganglionic. Badan sel dari setiap neuron ini dipisahkan oleh plexiform layer dimana neuron dari berbagai lapisan bersatu. Lapisan pleksiform luar berada diantara lapisan sel bipolar dan ganglionic sedangkan lapisan pleksiformis dalam terletak diantara lapisan sel bipolar dan ganglionic (Seeley, 2006). Setelah aksi potensial dibentuk pada lapisan sensori retina, sinyal yang terbentuk akan diteruskan ke nervus optikus, optic chiasm, optic

tract, lateral geniculate dari thalamus, superior colliculi, dan korteks serebri (Seeley, 2006). Gambaran jaras penglihatan yang telah dijelaskan sebelumnya dapat dilihat pada gambar berikut:

Jaras Penglihatan (Khurana, 2007)

LO.3. Memahami dan Menjelaskan Konjungtivitis Definisi Konjungtivitis adalah peradangan pada konjungtiva dan penyakit ini adalah penyakit mata yang paling umum di dunia. Karena lokasinya, konjungtiva terpajan oleh banyak mikroorganisme dan faktor-faktor lingkungan lain yang mengganggu (Vaughan, 2010). Penyakit ini bervariasi mulai dari hiperemia ringan dengan mata berair sampai konjungtivitis berat dengan banyak sekret purulen kental (Hurwitz, 2009). Etiologi Jumlah agen-agen yang pathogen dan dapat menyebabkan infeksi pada mata semakin banyak, disebabkan oleh meningkatnya penggunaan obat obatan topical dan agen imunosupresif sistemik, serta meningkatnya jumlah pasien dengan infeksi HIV dan pasien yang menjalani transplantasi organ dan menjalani terapi imunosupresif (Therese, 2002).

1. Konjungtivitis Bakteri A. Definisi Konjungtivitis Bakteri adalah inflamasi konjungtiva yang disebabkan oleh bakteri. Pada konjungtivitis ini biasanya pasien datang dengan keluhan mata merah, sekret pada mata dan iritasi mata (James, 2005). B. Etiologi dan Faktor Resiko Konjungtivitis bakteri dapat dibagi menjadi empat bentuk, yaitu hiperakut, akut, subakut dan kronik. Konjungtivitis bakteri hiperakut biasanya disebabkan oleh N gonnorhoeae, Neisseria kochii dan N meningitidis. Bentuk yang akut biasanya disebabkan oleh Streptococcus pneumonia dan Haemophilus aegyptyus. Penyebab yang paling sering pada bentuk konjungtivitis bakteri subakut adalah H influenza dan Escherichia coli, sedangkan bentuk kronik paling sering terjadi pada konjungtivitis sekunder atau pada pasien dengan obstruksi duktus nasolakrimalis (Jatla, 2009). Konjungtivitis bakterial biasanya mulai pada satu mata kemudian mengenai mata yang sebelah melalui tangan dan dapat menyebar ke orang lain. Penyakit ini biasanya terjadi pada orang yang terlalu sering kontak dengan penderita, sinusitis dan keadaan imunodefisiensi (Marlin, 2009). C. Patofisiologi Jaringan pada permukaan mata dikolonisasi oleh flora normal seperti streptococci, staphylococci dan jenis Corynebacterium. Perubahan pada mekanisme pertahanan tubuh ataupun pada jumlah koloni flora normal tersebut dapat menyebabkan infeksi klinis. Perubahan pada flora normal dapat terjadi karena adanya kontaminasi eksternal, penyebaran dari organ sekitar ataupun melalui aliran darah (Rapuano, 2008). Penggunaan antibiotik topikal jangka panjang merupakan salah satu penyebab perubahan flora normal pada jaringan mata, serta resistensi terhadap antibiotik (Visscher, 2009). Mekanisme pertahanan primer terhadap infeksi adalah lapisan epitel yang meliputi konjungtiva sedangkan mekanisme pertahanan sekundernya adalah sistem imun yang berasal dari perdarahan konjungtiva, lisozim dan imunoglobulin yang terdapat pada lapisan air mata, mekanisme pembersihan oleh lakrimasi dan berkedip. Adanya

gangguan atau kerusakan pada mekanisme pertahanan ini dapat menyebabkan infeksi pada konjungtiva (Amadi, 2009). D. Gejala Klinis Gejala-gejala yang timbul pada konjungtivitis bakteri biasanya dijumpai injeksi konjungtiva baik segmental ataupun menyeluruh. Selain itu sekret pada kongjungtivitis bakteri biasanya lebih purulen daripada konjungtivitis jenis lain, dan pada kasus yang ringan sering dijumpai edema pada kelopak mata (AOA, 2010). Ketajaman penglihatan biasanya tidak mengalami gangguan pada konjungtivitis bakteri namun mungkin sedikit kabur karena adanya sekret dan debris pada lapisan air mata, sedangkan reaksi pupil masih normal. Gejala yang paling khas adalah kelopak mata yang saling melekat pada pagi hari sewaktu bangun tidur. (James, 2005). E. Diagnosis Pada saat anamnesis yang perlu ditanyakan meliputi usia, karena mungkin saja penyakit berhubungan dengan mekanisme pertahanan tubuh pada pasien yang lebih tua. Pada pasien yang aktif secara seksual, perlu dipertimbangkan penyakit menular seksual dan riwayat penyakit pada pasangan seksual. Perlu juga ditanyakan durasi lamanya penyakit, riwayat penyakit yang sama sebelumnya, riwayat penyakit sistemik, obat-obatan, penggunaan obat-obat kemoterapi, riwayat pekerjaan yang mungkin ada hubungannya dengan penyakit, riwayat alergi dan alergi terhadap obatobatan, dan riwayat penggunaan lensa-kontak (Marlin, 2009). F. Komplikasi Blefaritis marginal kronik sering menyertai konjungtivitis bateri, kecuali pada pasien yang sangat muda yang bukan sasaran blefaritis. Parut di konjungtiva paling sering terjadi dan dapat merusak kelenjar lakrimal aksesorius dan menghilangkan duktulus kelenjar lakrimal. Hal ini dapat mengurangi komponen akueosa dalam film air mata prakornea secara drastis dan juga komponen mukosa karena kehilangan sebagian sel goblet. Luka parut juga dapat mengubah bentuk palpebra superior dan menyebabkan trikiasis dan entropion sehingga bulu mata dapat menggesek kornea dan menyebabkan ulserasi, infeksi dan parut pada kornea (Vaughan, 2010).

G. Penatalaksanaan Terapi spesifik konjungtivitis bakteri tergantung pada temuan agen mikrobiologiknya. Terapi dapat dimulai dengan antimikroba topikal spektrum luas. Pada setiap konjungtivitis purulen yang dicurigai disebabkan oleh diplokokus gram-negatif harus segera dimulai terapi topical dan sistemik . Pada konjungtivitis purulen dan mukopurulen, sakus konjungtivalis harus dibilas dengan larutan saline untuk menghilangkan sekret konjungtiva (Ilyas, 2008). 2. Konjungtivitis Virus A. Definisi Konjungtivitis viral adalah penyakit umum yang dapat disebabkan oleh berbagai jenis virus, dan berkisar antara penyakit berat yang dapat menimbulkan cacat hingga infeksi ringan yang dapat sembuh sendiri dan dapat berlangsung lebih lama daripada konjungtivitis bakteri (Vaughan, 2010). B. Etiologi dan Faktor Resiko Konjungtivitis viral dapat disebabkan berbagai jenis virus, tetapi adenovirus adalah virus yang paling banyak menyebabkan penyakit ini, dan herpes simplex virus yang paling membahayakan. Selain itu penyakit ini juga dapat disebabkan oleh virus Varicella zoster, picornavirus (enterovirus 70, Coxsackie A24), poxvirus, dan human immunodeficiency virus (Scott, 2010). Penyakit ini sering terjadi pada orang yang sering kontak dengan penderita dan dapat menular melalu di droplet pernafasan, kontak dengan benda-benda yang menyebarkan virus (fomites) dan berada di kolam renang yang terkontaminasi (Ilyas, 2008). C. Patofisiologi Mekanisme terjadinya konjungtivitis virus ini berbeda-beda pada setiap jenis konjungtivitis ataupun mikroorganisme penyebabnya (Hurwitz, 2009). Mikroorganisme yang dapat menyebabkan penyakit ini dijelaskan pada etiologi. D. Gejala Klinis Gejala klinis pada konjungtivitis virus berbeda-beda sesuai dengan etiologinya. Pada keratokonjungtivitis epidemik yang disebabkan oleh

adenovirus biasanya dijumpai demam dan mata seperti kelilipan, mata berair berat dan kadang dijumpai pseudomembran. Selain itu dijumpai infiltrat subepitel kornea atau keratitis setelah terjadi konjungtivitis dan bertahan selama lebih dari 2 bulan (Vaughan & Asbury, 2010). Pada konjungtivitis ini biasanya pasien juga mengeluhkan gejala pada saluran pernafasan atas dan gejala infeksi umum lainnya seperti sakit kepala dan demam (Senaratne & Gilbert, 2005). Pada konjungtivitis herpetic yang disebabkan oleh virus herpes simpleks (HSV) yang biasanya mengenai anak kecil dijumpai injeksi unilateral, iritasi, sekret mukoid, nyeri, fotofobia ringan dan sering disertai keratitis herpes. Konjungtivitis hemoragika akut yang biasanya disebabkan oleh enterovirus dan coxsackie virus memiliki gejala klinis nyeri, fotofobia, sensasi benda asing, hipersekresi airmata, kemerahan, edema palpebra dan perdarahan subkonjungtiva dan kadang-kadang dapat terjadi kimosis (Scott, 2010). E. Diagnosis Diagnosis pada konjungtivitis virus bervariasi tergantung etiologinya, karena itu diagnosisnya difokuskan pada gejala-gejala yang membedakan tipe-tipe menurut penyebabnya. Dibutuhkan informasi mengenai, durasi dan gejala-gejala sistemik maupun ocular, keparahan dan frekuensi gejala, faktor-faktor resiko dan keadaan lingkungan sekitar untuk menetapkan diagnosis konjungtivitis virus (AOA, 2010). Pada anamnesis penting juga untuk ditanyakan onset, dan juga apakah hanya sebelah mata atau kedua mata yang terinfeksi (Gleadle, 2007). Konjungtivitis virus sulit untuk dibedakan dengan konjungtivitis bakteri berdasarkan gejala klinisnya dan untuk itu harus dilakukan pemeriksaan lanjutan, tetapi pemeriksaan lanjutan jarang dilakukan karena menghabiskan waktu dan biaya (Hurwitz, 2009). F. Komplikasi Konjungtivitis virus bisa berkembang menjadi kronis, seperti blefarokonjungtivitis. Komplikasi lainnya bisa berupa timbulnya pseudomembran, dan timbul parut linear halus atau parut datar, dan keterlibatan kornea serta timbul vesikel pada kulit (Vaughan, 2010).

G. Penatalaksanaan Konjungtivitis virus yang terjadi pada anak di atas 1 tahun atau pada orang dewasa umumnya sembuh sendiri dan mungkin tidak diperlukan terapi, namun antivirus topikal atau sistemik harus diberikan untuk mencegah terkenanya kornea (Scott, 2010). Pasien konjungtivitis juga diberikan instruksi hygiene untuk meminimalkan penyebaran infeksi (James, 2005). 3. Konjungtivitis Alergi A. Definisi Konjungtivitis alergi adalah bentuk alergi pada mata yang paing sering dan disebabkan oleh reaksi inflamasi pada konjungtiva yang diperantarai oleh sistem imun (Cuvillo et al, 2009). Reaksi hipersensitivitas yang paling sering terlibat pada alergi di konjungtiva adalah reaksi hipersensitivitas tipe 1 (Majmudar, 2010). B. Etiologi dan Faktor Resiko Konjungtivitis alergi dibedakan atas lima subkategori, yaitu konjungtivitis alergi musiman dan konjungtivitis alergi tumbuh-tumbuhan yang biasanya dikelompokkan dalam satu grup, keratokonjungtivitis vernal, keratokonjungtivitis atopik dan konjungtivitis papilar raksasa (Vaughan, 2010). Etiologi dan faktor resiko pada konjungtivitis alergi berbeda-beda sesuai dengan subkategorinya. Misalnya konjungtivitis alergi musiman dan tumbuh-tumbuhan biasanya disebabkan oleh alergi tepung sari, rumput, bulu hewan, dan disertai dengan rinitis alergi serta timbul pada waktuwaktu tertentu. Vernal konjungtivitis sering disertai dengan riwayat asma, eksema dan rinitis alergi musiman. Konjungtivitis atopik terjadi pada pasien dengan riwayat dermatitis atopic, sedangkan konjungtivitis papilar rak pada pengguna lensa-kontak atau mata buatan dari plastik (Asokan, 2007). C. Gejala Klinis Gejala klinis konjungtivitis alergi berbeda-beda sesuai dengan subkategorinya. Pada konjungtivitis alergi musiman dan alergi tumbuhtumbuhan keluhan utama adalah gatal, kemerahan, air mata, injeksi ringan konjungtiva, dan sering ditemukan kemosis berat. Pasien dengan

keratokonjungtivitis vernal sering mengeluhkan mata sangat gatal dengan kotoran mata yang berserat, konjungtiva tampak putih susu dan banyak papila halus di konjungtiva tarsalis inferior. Sensasi terbakar, pengeluaran sekret mukoid, merah, dan fotofobia merupakan keluhan yang paling sering pada keratokonjungtivitis atopik. Ditemukan jupa tepian palpebra yang eritematosa dan konjungtiva tampak putih susu. Pada kasus yang berat ketajaman penglihatan menurun, sedangkan pada konjungtiviitis papilar raksasa dijumpai tanda dan gejala yang mirip konjungtivitis vernal (Vaughan, 2010). D. Diagnosis Diperlukan riwayat alergi baik pada pasien maupun keluarga pasien serta observasi pada gejala klinis untuk menegakkan diagnosis konjungtivitis alergi. Gejala yang paling penting untuk mendiagnosis penyakit ini adalah rasa gatal pada mata, yang mungkin saja disertai mata berair, kemerahan dan fotofobia (Weissman, 2010). E. Komplikasi Komplikasi pada penyakit ini yang paling sering adalah ulkus pada kornea dan infeksi sekunder (Jatla, 2009). F. Penatalaksanaan Penyakit ini dapat diterapi dengan tetesan vasokonstriktorantihistamin topikal dan kompres dingin untuk mengatasi gatal-gatal dan steroid topikal jangka pendek untuk meredakan gejala lainnya (Vaughan, 2010). 4. Konjungtivitis Jamur Konjungtivitis jamur paling sering disebabkan oleh Candida albicans dan merupakan infeksi yang jarang terjadi. Penyakit ini ditandai dengan adanya bercak putih dan dapat timbul pada pasien diabetes dan pasien dengan keadaan sistem imun yang terganggu. Selain Candida sp, penyakit ini juga dapat disebabkan oleh Sporothrix schenckii, Rhinosporidium serberi, dan Coccidioides immitis walaupun jarang (Vaughan, 2010).

5. Konjungtivitis Parasit Konjungtivitis parasit dapat disebabkan oleh infeksi Thelazia californiensis, Loa loa, Ascaris lumbricoides, Trichinella spiralis, Schistosoma haematobium, Taenia solium dan Pthirus pubis walaupun jarang (Vaughan, 2010). 6. Konjungtivitis kimia atau iritatif Konjungtivitis kimia-iritatif adalah konjungtivitis yang terjadi oleh pemajanan substansi iritan yang masuk ke sakus konjungtivalis. Substansisubstansi iritan yang masuk ke sakus konjungtivalis dan dapat menyebabkan konjungtivitis, seperti asam, alkali, asap dan angin, dapat menimbulkan gejala-gejala berupa nyeri, pelebaran pembuluh darah, fotofobia, dan blefarospasme. Selain itu penyakit ini dapat juga disebabkan oleh pemberian obat topikal jangka panjang seperti dipivefrin, miotik, neomycin, dan obat-obat lain dengan bahan pengawet yang toksik atau menimbulkan iritasi. Konjungtivitis ini dapat diatasi dengan penghentian substansi penyebab dan pemakaian tetesan ringan (Vaughan, 2010). 7. Konjungtivitis lain Selain disebabkan oleh bakteri, virus, alergi, jamur dan parasit, konjungtivitis juga dapat disebabkan oleh penyakit sistemik dan penyakit autoimun seperti penyakit tiroid, gout dan karsinoid. Terapi pada konjungtivitis yang disebabkan oleh penyakit sistemik tersebut diarahkan pada pengendalian penyakit utama atau penyebabnya (Vaughan, 2010). Konjungtivitis juga bisa terjadi sebagai komplikasi dari acne rosacea dan dermatitis herpetiformis ataupun masalah kulit lainnya pada daerah wajah. (AOA, 2008).

membaca tulisan dari atas (terbesar) hingga tulisan terbawah yang bisa dibaca. Masing-masing tulisan memiliki nilai visus atau ketajaman mata. Misalnya bila pasien bisa membaca tulisan teratas, maka ketajaman mata adalah 6/60 (enam per enampuluh). Pemeriksaan dilanjutkan hingga tulisan terkecil yang dapat dibaca. Setelah diketahui nilai visus, pasien biasanya akan diberikan kacamata periksa, dimana lensanya dapat digonta-ganti. Tujuannya adalah agar mata dapat dengan baik membaca tulisan terbawah dalam papan Snellen dengan visus 6/6. Ketajaman 6/6 adalah ketajaman terbaik.

Pemeriksaan Konjungtivitis
PEMERIKSAAN FISIK 1. Pemeriksaan Tajam Penglihatan Ini biasa dilakukan ketika pasien datang dengan keluhan, penglihatan memburam atau perkiraan mata menjadi minus atau plus. Biasanya pasien akan diminta duduk dalam sebuah kursi dan di hadapannya diberikan papan tulisan huruf (papan Snellen) atau angka sekitar 5 atau 6 meter di depan. Pasien akan diminta untuk

Bila visus mata sangat buruk, atau tulisan terbesar pun tak terbaca, biasanya pemeriksa akan melakukan dengan memperagakan jumlah jari pada 1 meter di hadapan pasien. Pasien harus menghitung jumlah jarinya. Bila tidak terlihat, maka akan dilakukan dengan lambaian tangan. Bila bahkan lambaian tak terlihat, maka dilakukan uji dengan cahaya senter. Bila cahaya pun tak terlihat, maka mata mungkin mengalami kebutaan. Pemeriksaan ini memang sangat subjektif (tergantung dari persepsi pasien sendiri). Namun, kini sudah ada pemeriksaan yang lebih objektif yaitu dengan pemeriksaan komputer, yang jelas sangat cepat, dibandingkan dengan menggunakan papan Snellen. Pemeriksaan posisi bola dan otot mata Posisi bola mata penting untuk pemeriksaan, apakah ada perubahan posisi mata, apakah terdapat kejulingan mata. Dokter akan

melakukan inspeksi bola mata dan ia akan meminta pasien untuk menggerakkan bola mata, ke delapan arah mata angin. Bila ada masalah pada otot atau juling dapat diketahui melalui pemeriksaan ini. Pemeriksaan kelopak mata Kelopak mata akan diperiksa bila terjadi trauma atau luka pada kelopak atau terjadinya mata merah. Kelopak akan diamati apakah ada luka atau kemerahan karena pembesaran pembuluh darah atau berdarah. Pemeriksaan bagian mata depan Pemeriksaan ini untuk melihat beberapa keadaan di mata depan yaitu bagian kornea, konjungtiva, iris, pupil, sklera, dan lensa. Pada pemeriksaan kornea, biasanya dokter ingin mengetahui apakah ada luka pada kornea. Dokter akan melakukan tes floresensi. Pasien akan diberikan obat floresen, kemudian dibilas dengan air suling, dan dilihat dengan lampu kobalt biru. Bila ada luka, maka akan terlihat cahaya berpendar. Tes ini dilakukan bila terjadi luka pada bola mata. Namun saat ini pemeriksaan juga dibantu dengan alat slit lamp, yang lebih mempermudah pemeriksaan bagian mata depan. Yang sering pula adalah pemeriksaan lensa. Lensa diamati dan dilihat apakah terjadi kekeruhan, seperti yang sering terjadi pada penderita katarak. Pemeriksaan bagian mata belakang Pemeriksaan ini untuk mengamati bagian mata belakang dan dalam seperti retina dan pembuluh darah mata. Dokter menggunakan alat yang disebut oftalmoskop. Biasanya pasien akan ditetesi obat (obat midriatikum) untuk memperbesar pupil sehingga dapat mempermudah pemeriksaan. Pemeriksaan tekanan bola mata Ini dilakukan bila pasien diduga menderita glaukoma atau perubahan tekanan bola mata lainnya. Pasien diminta berbaring dan diberikan obat bius lokal pada mata. Dokter akan menggunakan alat yang disebut tonometri Schiotz. Alat ini diletakkan di atas kornea mata dan dapat didapati angka tekanan bola matanya.

PEMERIKSAAN PENUNJANG Laboratorium Pemeriksaan secara langsung dari kerokan atau getah mata setelah bahan tersebut dibuat sediaan yang dicat dengan pengecatan gram atau giemsa dapat dijumpai sel-sel radang polimorfonuklear. Pada konjungtivitis yang disebabkan alergi pada pengecatan dengan giemsa akan didapatkan sel-sel eosinofil. Pemeriksaan lainnya Ada banyak pemeriksaan penunjang lainnya pada mata seperti keratoskope ( bentuk kornea), tes buta warna (Ishihara), Eksoptalmometer dari Hertel, Optalmodinamometer ( pengukur tekanan arteri di retina), xray : Foto orbita, Comberg tes, FFA (Flourecein Fundus angiografi), USG, CT scan, MRI, elektroretinografi, metaloloketer, Visual Evoked Potensial untuk menilai transmisi impuls dari rerina sampai korteks oksipital. DIAGNOSIS BANDING

LO.4. Memahami dan Menjelaskan Klasifikasi Mata merah dan Mata tenang 1. Mata Merah dengan Visus Normal Mata Merah dengan Penglihatan Normal dan Tidak Kotor/Belek a. Pterigium merupakan suatu pertumbuhan fibrovaskular konjungtiva yang bersifat degeneratif dan invasif. Pteregium berbentuk segitiga dengan puncak di bagian maka bagian pterigium akan berwarna merah. Pterigium dapat mengenai kedua mata. Pterigium diduga disebabkan oleh iritasi kronis akibat debu, cahaya sinar matahari, dan udara yang panas.

Etiologinya tidak diketahui dengan jelas dan diduga merupakan suatu neoplasma, radang, dan degenerasi. b. Pinguekula merupakan benjolan pada konjungtiva bulbi yang ditemukan pada orang tua, terutama yang matanya sering mendapat rangsangan sinar matahari, debu, dan angin panas. Letak bercak ini pada celah kelopak mata terutama di bagian nasal. Pinguekula merupakan degenerasi hialin jaringan submukosa konjungtiva. c. Hematoma subkonjungtiva dapat terjadi pada keadaan dimana pembuluh darah rapuh (umur, hipertensi, arteriosklerosis, konjungtivitis hemoragik, anemia, pemakaian antikoagulan, dan batuk rejan). Dapat juga terjadi akibat trauma langsung atau tidak langsung, yang kadang-kadang menutup perforasi jaringan bola mata yang terjadi. d. Episkleritis merupakan reaksi radang jaringan ikat vaskular yang terletak antara konjungtiva dan permukaan sklera. Radang episklera dan sklera mungkin disebabkan oleh reaksi hipersensitivitas terhadap penyakit sistemik, seperti tuberkulosis, reumatoid artritis, lues, SLE, dan lainnya. Merupakan suatu reaksi toksik, alergik, atau bagian dari infeksi. Dapat saja kelainan ini terjadi secara spontan dan idiopatik. Episkleritis umumnya mengenai satu mata dan terutama perempuan usia pertengahan dengan bawaan penyakit reumatik. e. Skleritis biasanya disebabkan oleh kelainan atau penyakit sistemik. Lebih sering disebabkan oleh penyakit jaringan ikat, pasca herpes, sifilis, dan gout. Kadangkadang disebabkan oleh tuberkulosis, bakteri (pseudomonas), sarkoidosis, hipertensi, benda asing, dan pasca bedah. Skleritis biasanya terlihat bilateral dan juga sering terdapat pada perempuan. Mata Merah dengan Penglihatan Normal dan Kotor atau Belek Gejala khusus pada kelainan konjungtiva adalah terbentuknya sekret. Sekret merupakan produk kelenjar, yang pada konjungtiva bulbi dikeluarkan oleh sel goblet. Sekret konjungtivitis dapat bersifat: * Air, kemungkinan disebabkan oleh infeksi virus atau alergi * Purulen, oleh bakteria atau klamidia * Hiperpurulen, disebabkan oleh gonokok atau meningokok * Lengket, oleh alergi atau vernal

* Seros, oleh adenovirus Bila pada sekret konjungtiva bulbi dilakukan pemeriksaan sitologik dengan pewarnaan Giemsa, maka akan didapat dugaan kemungkinan penyebab sekret seperti terdapatnya: * Limfositmonositsel berisi nukleus sedikit plasma, maka infeksi mungkin disebabkan oleh virus * Neutrofil oleh bakteri * Eosinofil oleh alergi * Sel epitel dengan badan inklusi basofil sitoplasma oleh klamidia * Sel raksasa multinuklear oleh herpes * Sel Lebermakrofag raksasa oleh trakoma * Keratinisasi dengan filamen oleh pemfigus atau dry eye * Badan Guarneri eosinofilik oleh vaksinia 2. Mata Merah dengan Visus Menurun a. Keratitis. Radang kornea biasanya diklasifikasikan dalam lapis kornea yang terkena, seperti keratitis superfisial dan interstisial/profunda. Keratitis dapat disebabkan oleh berbagai hal, seperti kurangnya air mata, keracunan obat, reaksi alergi terhadap yang diberi topikal, dan reaksi terhadap konjungtivitis menahun. Keratitis akan memberikan gejala mata merah, rasa silau, dan merasa kelilipan. b. Keratokonjungtivitis sika adalah suatu keadaan keringnya permukaan kornea dan konjungtiva. Kelainan ini dapat terjadi pada penyakit yang mengakibatkan defisiensi komponen lemak air mata, defisiensi kelenjar air mata, defisiensi komponen musin, akibat penguapan yang berlebihan, atau karena parut pada kornea atau menghilangnya mikrovil kornea. Pasien akan mengeluh mata gatal, seperti berpasir, silau, penglihatan kabur. Pada mata didapatkan sekresi mukus yang berlebihan. Sukar menggerakkan kelopak mata. Mata kering karena dengan erosi kornea. c. Tukak (ulkus) kornea merupakan hilangnya sebagian permukaan kornea akibat kematian jaringan kornea. Terbentuknya ulkus pada kornea mungkin banyak ditemukan oleh adanya kolagenase yang dibentuk oleh sel epitel baru dan sel radang. Tukak kornea perifer dapat disebabkan oleh

reaksi toksik, alergi, autoimun, dan infeksi. Infeksi pada kornea perifer biasanya oleh kuman Staphylococcus aureus, H. influenzae, dan M. lacunata. d. Ulkus Mooren adalah suatu ulkus menahun superfisial yang dimulai dari tepi kornea dengan bagian tepinya tergaung dan berjalan progresif tanpa kecenderungan perforasi. Lambat laun ulkus ini mengenai seluruh kornea. Penyebab ulkus Mooren sampai sekarang belum diketahui. Banyak teori yang diajukan dan diduga penyebabnya hipersensitivitas terhadap protein tuberkulosis, virus, autoimun, dan alergi terhadap toksin ankilostoma. Penyakit ini lebih sering terdapat pada wanita usia pertengahan. e. Glaukoma akut. Mata merah dengan penglihatan turun mendadak biasanya merupakan glaukoma sudut tertutup. Pada glaukoma sudut tertutup akut, tekanan intraokular meningkat mendadak. Terjadi pada pasien dengan sudut bilik mata sempit. Cairan mata yang berada di belakang iris tidak dapat mengalir melalui pupil, sehingga mendorong iris ke depan, mencegah keluarnya cairan mata melalui sudut bilik mata (mekanisme blokade pupil). Biasanya terjadi pada usia lebih daripada 40 tahun. Pada glaukoma primer sudut tertutup akut, terdapat anamnesa yang khas sekali berupa nyeri pada mata yang mendapat serangan yang berlangsung beberapa jam dan hilang setelah tidur sebentar. Melihat palangi (halo) sekitar lampu dan keadaan ini merupakan stadium prodromal. Terdapat gejala gastrointestinal berupa enek dan muntah yang kadang-kadang mengaburkan gejala daripada serangan glaukoma akut.

sebaliknya, wanita diperintahkan menundukkan pandangannya dari melihat laki-laki. Allah juga melanjutan firmannya yang menganjurkan para wanita untuk menjaga paandangannya yaitu: Katakanlah kepada wanita-wanita yang beriman: Hendaklah mereka menundukkan sebagian dari pandangan mereka. (An-Nur: 31)

AJARAN ISLAM TENTANG INDERA MATA Allah Subhanahu wa Taala berfirman dalam Al-Qur`an: Katakanlah kepada laki-laki yang beriman (kaum mukminin): Hendaklah mereka menundukkan sebagian dari pandangan mereka dan hendaklah mereka menjaga kemaluan mereka. (An-Nur: 30) Sekalipun wanita itu terbuka wajahnya, tidaklah berarti boleh memandang wajahnya. Karena terdapat perintah untuk menundukkan pandangan. Lakilaki menundukkan pandangannya dari melihat wanita. Demikian pula

Anda mungkin juga menyukai