II.
atau tanpa kerusakan organ sasaran dan tidak dijumpai keadaan pada tabel I.
KW I atau II pada funduskopi.
Hipertensi post operasi.
Hipertensi tak terkontrol / tanpa diobati pada perioperatif.
EPIDEMIOLOGI
Secara statistik, bila seluruh populasi hipertensi (HT) dihitung, terdapat sekitar 70%
pasien yang menderita HT ringan, 20% HT sedang dan 10% HT berat. Pada setiap jenis HT
ini dapat timbul krisis hipertensi yang merupakan suatu kegawatan medik dan memerlukan
pengelolaan yang cepat dan tepat untuk menyelamatkan jiwa penderita. Angka kejadian krisis
HT menurut laporan dari hasil penelitian dekade lalu di negara maju berkisar 2 7% dari
populasi HT, terutama pada usia 40 60 tahun dengan pengobatan yang tidak teratur selama
2 10 tahun. Angka ini menjadi lebih rendah lagi dalam 10 tahun belakangan ini karena
kemajuan dalam pengobatan HT, seperti di Amerika hanya lebih kurang 1% dari 60 juta
penduduk yang menderita hipertensi. Di Indonesia belum ada laporan tentang angka kejadian
ini. 1,2,3
2
III.
PATOFISIOLOGI
Arteri normal pada individu normotensi akan mengalami dilatasi atau kontriksi dalam
IV.
Diagnosa krisis hipertensi harus ditegakkan sedini mungkin, karena hasil terapi
tergantung kepada tindakan yang cepat dan tepat. Tidak perlu menunggu hasil pemeriksaan
yang menyeluruh walaupun dengan data-data yang minimal kita sudah dapat mendiagnosa
suatu krisis hipertensi.
IV.1. Anamnesa
Hal yang penting ditanyakan yaitu :
Gejala sistem kardiovascular ( adanya payah jantung, kongestif dan oedem paru, nyeri
dada ).
b. urine
c. EKG
d. Foto dada
terlaksana ).
2.
Pemeriksaan lanjutan (tergantung dari keadaan klinis dan hasil pemeriksaan yang
pertama) :
a. Sangkaan kelainan renal : IVP, Renal angiography ( kasus tertentu ), biopsi
renal ( kasus tertentu ).
b.
khusus
untuk
ginjalnya,
yang
kadang-kadang
memerlukan
hemodialisis.
3. Pengelolaan khusus
Beberapa bentuk krisis hipertensi memerlukan pengelolaan khusus, terutama
yang berhubungan dengan etiloginya, misalnya eklampsia gravidarum.
VI. 2. Penanggulangan Hipertensi Emergensi : 1,5,6
Bila diagnosa hipertensi emergensi telah ditegakkan maka TD perlu segera diturunkan.
Langkah-langkah yang perlu diambil adalah :
Rawat di ICU, pasang femoral intraarterial line dan pulmonari arterial catether (bila
ada indikasi ). Untuk menentukan fungsi kordiopulmonair dan status volume
intravaskuler.
Anamnesis singkat dan pemeriksaan fisik.
- tentukan penyebab krisis hipertensi
- singkirkan penyakit lain yang menyerupai krisis HT
- tentukan adanya kerusakan organ sasaran
Penurunan TD diastolik tidak kurang dari 100 mmHg, TD sistolik tidak kurang
dari 160 mmHg, ataupun MAP tidak kurang dari 120 mmHg selama 48 jam
pertama, kecuali pada krisis hipertensi tertentu ( misal : disecting aortic
aneurysm ). Penurunan TD tidak lebih dari 25% dari MAP ataupun TD yang
didapat.
TD secara bertahap diusahakan mencapai normal dalam satu atau dua minggu.
Obat anti hipertensi oral atau parenteral yang digunakan pada krisis hipertensi
tergantung dari apakah pasien dengan hipertensi emergensi atau urgensi. Jika hipertensi
emergensi dan disertai dengan kerusakan organ sasaran maka penderita dirawat diruangan
intensive care unit, ( ICU ) dan diberi salah satu dari obat anti hipertensi intravena ( IV ).
1. Sodium Nitroprusside : merupakan vasodilator direkuat baik arterial maupun
venous.
Secara IV mempunyai onsep of action yang cepat yaitu : 1 2 dosis 1 6 ug / kg /
menit. Efek samping : mual, muntah, keringat, foto sensitif, hipotensi.
2. Nitroglycerini : merupakan vasodilator vena pada dosis rendah tetapi bila dengan
dosis tinggi sebagai vasodilator arteri dan vena. Onset of action 2 5 menit, duration
of action 3 5 menit.
Dosis : 5 100 ug / menit, secara infus IV.
Efek samping : sakit kepala, mual, muntah, hipotensi.
3. Diazolxide : merupakan vasodilator arteri direk yang kuat diberikan secara IV bolus.
Onset of action 1 2 menit, efek puncak pada 3 5 menit, duration of action 4 12
jam. Dosis permulaan : 50 mg bolus, dapat diulang dengan 25 75 mg setiap 5 menit
sampai TD yang diinginkan.
Efek samping : hipotensi dan shock, mual, muntah, distensi abdomen, hiperuricemia,
aritmia, dll.
4. Hydralazine : merupakan vasodilator direk arteri. Onset of action : oral 0,5 1 jam,
IV :10 20 menit duration of action : 6 12 jam.
Dosis : 10 20 mg i.v bolus : 10 40 mg i.m.
Pemberiannya bersama dengan alpha agonist central ataupun Beta Blocker untuk
mengurangi refleks takhikardi dan diuretik untuk mengurangi volume intravaskular.
Efek samping : refleks takhikardi, meningkatkan stroke volume dan cardiac out put,
eksaserbasi angina, MCI akut dll.
5. Enalapriat : merupakan vasodelator golongan ACE inhibitor. Onsep on action 15
60
menit.
Dosis 0,625 1,25 mg tiap 6 jam i.v.
6. Phentolamine ( regitine ) : termasuk golongan alpha andrenergic blockers. Terutama
untuk mengatasi kelainan akibat kelebihan ketekholamin.
Dosis 5 20 mg secar i.v bolus atau i.m.
Onset of action 11 2 menit, duration of action 3 10 menit.
7. Trimethaphan camsylate : termasuk ganglion blocking agent dan menginhibisi
sistem simpatis dan parasimpatis.
Dosis : 1 4 mg / menit secara infus i.v.
Onset of action : 1 5 menit.
Duration of action : 10 menit.
Efek samping : opstipasi, ileus, retensia urine, respiratori arrest, glaukoma, hipotensi,
mulut kering.
8. Labetalol : termasuk golongan beta dan alpha blocking agent.
Dosis : 20 80 mg secara i.v. bolus setiap 10 menit ; 2 mg / menit secara infus i.v.
Onset of action 5 10 menit
Efek samping : hipotensi orthostatik, somnolen, hoyong, sakit kepala, bradikardi, dll.
Juga tersedia dalam bentuk oral dengan onset of action 2 jam, duration of action 10
jam dan efek samping hipotensi, respons unpredictable dan komplikasi lebih sering
dijumpai.
9. Methyldopa : termasuk golongan alpha agonist sentral dan menekan sistem syaraf
simpatis.
8
menit ke 20. Captopril dan Nifedipine sublingual tidak berbeda bermakna dam menurunkan
TD.
Captopril 25mg atau Nifedipine 10mg digerus dan diberikan secara sublingual kepada
pasien. TD dan tanda Vital dicatat tiap lima menit sampai 60 menit dan juga dicatat tandatanda efek samping yang timbul. Pasien digolongkan non-respon bila penurunan TD diastolik
<10mmHg setelah 20 menit pemberian obat. Respon bila TD diastolik mencapai <120mmHg
atau MAP <150mmHg dan adanya perbaikan simptom dan sign dari gangguan organ sasaran
yang dinilai secara klinis setelah 60 menit pemberian obat. Inkomplit respons bila setelah 60
menit pemberian obat. Inkomplit respons bila setelah 60 menit TD masih >120mmHg atau
MAP masih >150mmHg, tetapi jelas terjadi perbaikan dari simptom dan sign dari organ
sasaran.
VI.3. Penanggulangan hipertensi urgensi :1
Penderita dengan hipertensi urgensi tidak memerlukan rawat inap di rumah sakit.
Sebaiknya penderita ditempatkan diruangan yang tenang, tidak terang dan TD diukur kembali
dalam 30 menit. Bila TD tetap masih sangat meningkat, maka dapat dimulai pengobatan.
Umumnya digunakan obat-obat oral anti hipertensi dalam menggulangi hipertensi urgensi ini
dan hasilnya cukup memuaskan.
Obat-obat oral anti hipertensi yang digunakan a.l :
Nifedipine : pemberian bisa secara sublingual (onset 5-10 menit). Buccal (onset 5 10
menit), oral (onset 15-20 menit), duration 5 15 menit secara sublingual/ buccal).
Efek samping : sakit kepala, takhikardi, hipotensi, flushing, hoyong.
Clondine : Pemberian secara oral dengan onset 30 60 menit Duration of Action 8-12 jam.
Dosis : 0,1-0,2 mg,dijutkan 0,05mg-0,1 mg setiap jam s/d 0,7mg.
Efek samping : sedasi,mulut kering.Hindari pemakaian pada 2nd degree atau 3rd degree,
heart block, brakardi,sick sinus syndrome.Over dosis dapat diobati dengan tolazoline.
Captopril : pemberian secara oral/sublingual.
Dosis 25mg dan dapat diulang setiap 30 menit sesuai kebutuhan.
11
Efek samping : angio neurotik oedema, rash, gagal ginjal akut pada penderita bilateral renal
arteri sinosis.
Prazosin : Pemberian secara oral dengan dosis 1-2mg dan diulang perjam bila perlu.
Efek samping : first dosyncope, hiponsi orthostatik, palpitasi, takhikaro sakit kepala.
Dengan pemberian Nifedipine ataupun Clonidine oral dicapai penurunan MAP
sebanyak 20 % ataupun TD<120 mmHg. Demikian juga Captopril, Prazosin terutama
digunakan pada penderita hipertensi urgensi akibat dari peningkatan katekholamine. Perlu
diingat bahwa pemberian obat anti hipertensi oral/sublingual dapat menyebabkan penurunan
TD yang cepat dan berlebihan bahkan sampai kebatas hipotensi (walaupun hal ini jarang
sekali terjadi).
Dikenal adanya first dose efek dari Prozosin. Dilaporkan bahwa reaksi hipotensi
akibat pemberian oral Nifedifine dapat menyebabkan timbulnya infark miokard dan stroke.
Dengan pengaturan titrasi dosis Nifedipine ataupun Clonidin biasanya TD dapat
diturunkan bertahap dan mencapai batas aman dari MAP.
Penderita yang telah mendapat pengobatan anti hipertensi cenderung lebih sensitive
terhadap penambahan terapi.Untuk penderita ini dan pada penderita dengan riwayat penyakit
cerebrovaskular dan koroner, juga pada pasien umur tua dan pasien dengan volume depletion
maka dosis obat Nifedipine dan Clonidine harus dikurangi.Seluruh penderita diobservasi
paling sedikit selama 6 jam setelah TD turun untuk mengetahui efek terapi dan juga
kemungkinan timbulnya orthotatis. Bila TD penderita yang obati tidak berkurang maka
sebaiknya penderita dirawat dirumah sakit.
VII. PROGNOSIS3
Sebelum ditemukannya obat anti hipertensi yang efektif survival penderita hanyalah
20% dalam 1 tahun. Kematian sebabkan oleh uremia (19%), gagal jantung kongestif (13%),
cerebro vascular accident (20%), gagal jantung kongestif disertai uremia (48%), infrak
Miokard (1%), diseksi aorta (1%).
Prognosis menjadi lebih baik berkat ditemukannya obat yang efektif dan penanggulangan
penderita gagal ginjal dengan analisis dan transplantasi ginjal.
12
DAFTAR PUSTAKA
2012.
p.1901-1916.
4) Roesma J. Bab 175: krisis hipertensi, dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam,
edisi 5, editor Sudoyo A.W dkk. Jakrta: Interna Publishing. 2009. p.1103-1104.
13
5) Sjaharudin H, Sally N. Bab XII: Edema Paru Aku dalam Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam, edisi 5, editor Sudoyo A.W dkk. Jakarta: Interna Publishing.
2009. p. 1920-1923.
6) Houston M. Handbook of Hypertension edition 2. Tennessee: Wiley Blackwell.
2006. p. 61-62.
14