LATAR BELAKANG
Mata memiliki peran penting yang utama sebagai indera penglihatan. Mata yang terlihat normal, tidak
menutup kemungkinan terganggunya penglihatan yang jelas. Kelainan refraksi adalah suatu keadaan yang
disebabkan oleh kelainan pada axial length ataupun kelainan daya refraksi media. Kelainan refraksi yang tidak
terkoreksi menjadi salah satu penyebab tersering bagi gangguan pengelihatan.1
Terdapat jenis-jenis kelainan refraksi yaitu; miopia, hipetropia, astigmatisma, dan presbiopia.
Kelainan refraksi merupakan salah satu penyebab terbanyak dari gangguan penglihatan di dunia.2
Berdasarkan data epidemiologi gangguan refraksi secara global astigmatisma merupakan yang
tertinggi dibandingkan myopia dan hiperopia. Prevalensi global myopia pada dewasa dilaporkan sebesar
26,5%, hipermetropia 30,9%, dan astigmatisme 40,4%. Di Asia Tenggara, prevalensi myopia dilaporkan
sebesar 4,9%, sedangkan prevalensi hipermetropia adalah 2,2% dan astigmatisme 9,8%.3
Menurut data dari VISION 2020, program kerjasama antara Badan Internasional untuk Pencegahan
Kebutaan (IAPB) dan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), diperkirakan 153 juta orang di seluruh dunia
menderita gangguan penglihatan pada tahun 2014 akibat kelainan refraksi yang tidak diperbaiki. Dari 153 juta
orang tersebut, setidaknya 13 juta adalah anak-anak berusia 5-15 tahun, dengan Asia Tenggara memiliki
prevalensi tertinggi.4
Sedangkan berdasarkan data yang didapat dari Rapid Assessment of Avoidable Blindness (RAAB)
pada tahun 2018, tingkat kebutaan di Indonesia pada usia di atas 50 tahun sebesar 3% dengan 0,75 % dari
kasus kebutaan disebabkan oleh gangguan refraksi.5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1.1.1 Palpebra
Palpebra atau kelopak mata merupakan lapisan kulit yang berada didepan bola mata berfungsi
untuk melindungi bola mata dari trauma ataupun sinar berlebih serta menghidrasi mata dengan
mengeluarkan kelenjar sekresi. Pada bagian belakang kelopak mata yang menyentuh bola mata
1
ditutupi oleh selaput lendir tarsus yang disebut sebagai konjungtiva tarsal. Pada kelopak mata
terdapat bagian-bagian seperti6;
- Kelenjar : kelenjar sebasea, kelenjar moll, kelenjar zeis dan kelenjar miebom.
- Otot : M.Orbikularis okuli yang melingkari kelopak mata dipersarafi oleh N.Fasialis (N7). M.
Levator Palpebra yang menempel pada palpebra superior dipersarafi oleh N.Oculomotorius (N3)
yang berfungsi untuk membuka mata.
- Pembuluh darah : diperdarahi oleh A.Palpebra.
- Nervus : dipersarafi oleh N.Fasialis (N7) dan N. Oculomotorius (N3).
2
Gambar 2.4 Anatomi konjungtiva
1.1.3 Sclera
Sclera merupakan bagian putih pada bola mata yang sejajar dengan kornea membentuk limbus
sclera yang dipersarafi oleh saraf optik dari papil hingga kornea. Sclera anterior dilapisi oleh 3 lapis
jaringan ikat vaskular dan memiliki kekuatan tersendiri sehingga bisa mempengaruhi tekanan bola
mata walaupun hanya setipis 1mm.6
1.1.4 Kornea
Kornea merupakan bagian terdepan dari bola mata yang sejajar dengan lapisan sclera dan
merupakan selaput bening mata yang dapat ditembus oleh cahaya, kornea terdiri atas 5 lapisan, yaitu;6
- Epitel : lapisan terluar dari kornea. Terdiri atas 5 lapisan sel yang saling tumpang tindih; satu
lapisan sel basal, sel poligonal dan sel gepeng.
- Membran Bowman : terletak dibawah lapisan epitel yang terdiri atas susunan kolagen tidak
teratur.
- Stroma : 90% kornea terdiri atas stroma. Tersusun atas lamel yang merupakan kolagen yang
sejajar satu dengan yang lainnya membentuk anyaman.
- Dua’s Layer : lapisan terkuat pada kornea.
- Membran Descment : membran aseluler dan merupakan batas belakang stroma.
- Endotel : berasal dari mesotelium berlapis satu, berbentuk heksagonal dengan fungsi
mempertahankan deturgesensi stroma kornea.
3
Gambar 2.6 Lapisan kornea
1.1.5 Koroid
Koroid adalah tempat pembuluh darah yang terletak diantara retina dan sklera. Koroid melekat
erat di bagian posterior tepi nervus optikus. Pada bagian anterior koroid bergabung dengan badan
siliar. Pembuluh darah koroid berfungsi untuk memelihara bagian luar retina7.
1.1.6 Iris
Iris berbentuk seperti kerucut dangkal yang menunjuk ke depan dengan bukaan bulat yang
terletak di tengah yang diberi nama pupil. Iris berada di depan lensa yang memisahkan ruang anterior
dari ruang posterior. Iris terdari muskulus sfingter dan muskulus dilator. Iris mengontrol jumlah
cahaya yang masuk ke mata.7
4
Gambar 2.8 Anatomi iris
1.1.8 Pupil
Pupil merupakan lingkaran kosong yang berada di tengah iris dan merupakan tempat cahaya
masuk untuk diteruskan menuju lensa. Pupil akan melebar (midriasis) jika ruangan dalam keadaan
gelap, dan akan mengecil (miosis) jika kondisi ruangan dalam keadaan terang.6
1.1.9 Lensa
Lensa berada di dalam bola mata terletak di belakang iris yang terdiri dari zat tembus cahaya
berbentuk seperti cakram bening yang dapat menebal dan menipis pada saat terjadinya akomodasi
dengan terikat pada ligamentum suspensorium.6
1.1.10 Retina
Retina merupakan bagian mata yang mengandung reseptor yang berfungsi sebagai tempat
menerima rangsangan cahaya yang berada didepan koroid. Retina terdiri atas 10 lapisan, yaitu;6
- Membran limitan interna
5
- Serabut saraf
- Sel ganglion
- Pleksiform dalam
- Nukleus dalam
- Pleksiform luar
- Nukleus luar
- Membran limitan eksterna
- Fotoreseptor
- Epitel retinal epitelium
1.1.13 Fovea
Fovea adalah bagian dari retina yang paling peka terhadap cahaya karena merupakan tempat
perkumpulan sel-sel saraf yang berbentuk kerucut dan batang.6
7
1.4 Kelainan Refraksi Mata
Hasil pembiasan sinar pada mata ditentukan oleh media penglihatan yang terdiri atas kornea,
aqueous humor, lensa, humor vitreous, dan panjangnya bola mata. Pada orang normal susunan
pembiasan oleh media penglihatan dan panjangnya bola mata normal sehingga bayangan benda
dibiaskan tepat di daerah makula hal ini dinamakan Emetropia. Bila terjadi kelainan pembiasan sinar
oleh kornea atau adanya perubahan panjang bola mata maka sinar normal tidak dapat terfokus pada
makula. Keadaan ini disebut sebagai ametropia yang dapat berupa miopia, hipermetropia, atau
astigmat. Dikenal berbagai jenis Ametropia, yaitu;6
- Ametropia aksial : akibat sumbu optic mata lebih Panjang atau pendek sehingga bayangan benda
difokuskan tidak tepat pada macula.
- Ametropia refraktif : akibat kelainan pembiasan sinar dalam mata.
- Ametropia kurvatura : akibat kelengkungan kornea atau lensa tidak normal.
1.5 Miopia
1.5.1 Definisi
Miopia adalah kelainan refraksi dimana sinar sejajar yang masuk kedalam mata tanpa
akomodasi, titik fokusnya berada didepan retina. Miopia dikenal dengan sebutan rabun jauh,
nearsightedness atau shortsightedness.10
1.5.2 Etiopatogenesis
Terdapat berbagai faktor yang mempengaruhi seperti usia, etnis, sosioekonomi, keluarga, lama
pendidikan, dan lama bekerja dalam jarak dekat, beberapa hal yang mendasari miopia yaitu10;
- Sumbu aksial : diameter bola mata lebih panjang disebut miopia aksial pada keadaan ini kekuatan
refraksi normal, kurvatura normal dan lensa normal, namun karena panjang bola mata lebih
panjang maka sinar jatuh dengan titik fokus berada di depan retina.
- Radius kurvatura : kornea dan lensa yang lebih besar disebut miopia kurvatura. Pada keadaan ini
bola mata dalam keadaan normal.
- Posisi lensa : jika lensa berubah posisi lebih kedepan, maka titik fokus akan jatuh didepan retina.
- Indeks bias refraksi : keadaan ini didapatkan pada penderita diabetes atau katarak.
1.5.3 Klasifikasi
Berdasarkan derajat berat miopia dibagi menjadi;6
- Miopia ringan: miopia kecil daripada 1-3 dioptri
- Miopia sedang: miopia lebih antara 3-6 dioptri
- Miopia berat: miopia lebih besar dari 6 dioptri
Berdasarkan perjalanan miopia dibagi menjadi;6
- Miopia stasioner: miopia yang menetap setelah dewasa
- Miopia progresif: miopia akibat pertambahan panjang bola mata
- Miopia Maligna: miopia yang berjalan secara progresif akibat ablasio retina atau kebutaan.
Berdasarkan usia timbulnya miopia terbagi menjadi;10
- Miopia kongenital: miopia yang timbul sejak lahir dan menetap sampai usia anak-anak
8
- Miopia youth onset: miopia yang muncul pada saat usia lima tahun hingga usia remaja, biasanya
progresivitas dari miopia nya sendiri bertambah
- Miopia early adult onset: miopia yang dijumpai pada usia dewasa hingga usia 40 tahun
- Miopia late adult onset: miopia yang dijumpai pada usia lebih dari 40 tahun.
1.5.6 Tatalaksana
Miopia dapat dikoreksi dengan memberikan kacamata atau lensa kontak atau dengan operasi
refraktif. Prinsip kacamata resep adalah miopia lensa sferis negatif atau minus terkecil yang
memberikan ketajaman penglihatan terbaik. Pada pembedahan bisa dilakukan bedah refraktif korena
(Exciner Laser/Operasi Lasik) dan juga bisa dilakukan Bedah refraktif lensa dengan diikuti
pemasangan IOL. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan perbaikan miopia:10
- Pada bayi dan anak kecil, miopia kurang dari 2-3 dioptri biasanya tidak diperlukan diperbaiki
karena biasanya hilang dengan sendirinya seiring bertambahnya usia. Selain itu, bayi cenderung
hanya berinteraksi dengan benda yang ada tertutup
- Miopia 1-1,5 dioptri pada anak prasekolah harus diperbaiki karena pada usia ini anak mulai
berinteraksi dengan benda atau orang yang lebih jauh dari bayi. Namun, jika diputuskan untuk
tidak melakukan koreksi apapun, pasien harus diobservasi per 6 bulan.
- Miopia kurang dari 1 dioptri tidak diperlukan untuk diperbaiki pada anak usia sekolah Namun,
perlu untuk menjelaskannya kepada guru pasien di sekolah bahwa pasien rabun dan perlu
dievaluasi ulang dilakukan dalam waktu 6 bulan.
- Untuk orang dewasa, koreksi dilakukan sesuai kebutuhan pasien.
1.5.7 Komplikasi
- Ablasio retina
- Strabismus
o Esotropia miopia cukup tinggi bilateral
o Exotropia (miopia dan anisometropia)
- Ambliopia (miopia dan anisometropia)
1.5.8 Pencegahan
Pencegahan yang dapat dilakukan istilah “kebersihan mata” dikenal sebagai pedoman upaya
pengaturan kecepatan miopia, yang antara lain terdiri dari beberapa tahap;10
- Istirahat membaca atau menyelesaikan pekerjaan setiap 30 menit. Selama istirahat ini, cobalah
untuk bangun dan berjalan di sekitar ruangan dan melihat ke luar jendela
- Duduklah dalam posisi tegak namun nyaman saat membaca. Duduklah di kursi dengan
punggung lurus
9
- Gunakan pencahayaan yang memadai saat membaca
- Jarak baca yang baik adalah sepanjang lengan hingga siku
- Saat menonton TV, duduklah dengan jarak minimal 20 kaki
- Batasi waktu yang Anda habiskan untuk menonton TV atau bermain game
- Olahraga teratur.
1.6 Hipermetropia
1.6.1 Definisi
Hipermetropia adalah suatu kelainan refraksi, yaitu berkas sinar yang masuk sejajar, yang
masuk ke mata dalam keadaan istirahat tanpa akomodasi, dibiaskan membentuk bayangan jatuh
berada di belakang retina. Hipermetropia dikenal juga dengan sebutan rabun dekat, hiperopia,
farsightedness atau longsightedness.10
1.6.2 Etiopatogenesis
Epidemiologi mengenai hipermetropia tidak banyak diketahui dibandingkan miopia. Namun
prevalensi hipermetropia lebih tinggi pada usia dewasa dan meningkat dengan
pertambahan usia. Berkebalikan dengan miopia, hipermetropia lebih banyak didapatkan pada
mereka dengan tingkat pendidikan lebih rendah. Terdapat beberapa hal yang mendasari
terjadinya hipermetropia;10
- Sumbu aksial: bola mata yang lebih pendek dari normal, disebut hipermetropia
aksial. Pada keadaan ini, karena panjang bola mata lebih pendek dari mata normal,
maka sinar yang masuk akan jatuh di titik fokus di belakang retina. Perbedaan
panjang bola mata sebesar 1 mm akan menyebabkan perbedaan sekitar 3 dioptri pada
kekuatan refraksi. Umumnya perbedaan panjang sumbu bola mata tidak lebih dari 2 mm,
sehingga hipermetropia yang umum terjadi juga kurang dari 6 dioptri. Jika lebih
dari itu kemungkinan terdapat keadaan patologis lain.10
- Radius kurvatura kornea dan lensa yang lebih kecil dari normal, disebut hipermetropia
kurvatur. Keadaan ini menyebabkan kemampuan mata untuk memfokuskan sinar yang
masuk menjadi kurang sehingga sinar yang masuk akan jatuh di titik fokus di
belakang retina. Setiap peningkatan radius kurvatura sebesar 1 mm menyebabkan
hipermetropia sebesar 6 dioptri.10
- Perubahan posisi lensa: Jika lensa berubah posisi lebih ke belakang maka sinar
yang masuk akan jatuh di satu titik di belakang retina. Hal ini seringkali terjadi pada
keadaan luksasi lensa ke posterior pada kasus trauma atau afakia pasca operasi katarak.10
- Perubahan indeks bias refraksi: Keadaan ini biasanya didapatkan pada penderita usia
tua di mana terjadi kekeruhan dan perubahan konsistensi dari korteks dan nukleus
lensa sehingga indeks bias menjadi bertambah dan sinar yang masuk akan dibiaskan
di satu titik fokus di belakang retina. Namun, pada keadaan di mana terjadi sklerotik
nukleus yang umumnya terjadi di awal perkembangan katarak, yang terjadi adalah sebaliknya
perubahan ke arah lebih miopia. Perubahan indeks bias ini juga dapat terjadi pada penderita
dengan diabetes mellitus yang dalam pengobatan. Sehingga tidak dianjurkan untuk
mengganti kacamata jika kadar gula darah belum terkontrol.10
10
1.6.3 Klasifikasi
Berdasarkan derajat hipermetropia, dibagi menjadi :11
- Hipermetropia ringan : ʃ +0.25 s/d ʃ+3.25
- Hipermetropia sedang : ʃ +3.25 s/d ʃ-6.00
- Hipermetropia berat : ʃ +6.00 atau lebih
Berdasarkan bentuk hipermetropia dikenal bentuk :10
- Hipermetropia Kongenital: diakibatkan bola mata pendek atau kecil.
- Hipermetropia Simple: biasanya merupakan lanjutan hipermetropia anak yang tidak
berkurang pada perkembangannya jarang melebihi >5 dioptri.
- Hipermetropia didapat: umum didapat setelah bedah pengeluaran lens pada katarak (afakia).
Berdasarkan kemampuan akomodasi terbagi menjadi :10
- Hipermetropia latent: kelainan hipermetropik yang dapat dikoreksi dengan tonus otot siliaris
secara fisiologis, dimana akomodasi masih aktif
- Hipermetropia Manifes, dibagi;10
• Hipermetropia manifes fakultatif: kelainan hipermetropik yang dapat dikoreksi dengan
akomodasi sekuatnya atau dengan lensa sferis positif.
• Hipermetropia manifes absolut: kelainan hipermetropik yang tidak dapat dikoreksi degan
akomodasi sekuatnya.
• Hipermetropia total: jumlah dari hipermetropia latent dan manifes.
1.6.5 Diagnosis
Sebagaimana miopia, pemeriksaan yang dilakukan dengan cara subyektif dan obyektif. Secara
subyektif sama dengan miopia, dilakukan dengan metode trial and error dengan alat kartu Snellen
dan koreksi yang dilakukan menggunakan lensa sferis positif atau plus. Secara obyektif,
dilakukan dengan retinoskopi atau autorefraktometer.10
1.6.6 Tatalaksana
Seperti halnya miopia, hipermetropia dapat dikoreksi dengan kacamata, lensa kontak dan
bedah refraktif. Sebagai pedoman pemberian kacamata pada hipermetropia diberikan lensa sferis
positif atau lensa plus terkuat yang menghasilkan tajam penglihatan terbaik. Namun terdapat
beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam koreksi hipermetropia adalah sebagai berikut. Jika
derajat hipermetropia ringan, tajam penglihatan normal, penderita dalam keadaan sehat, tidak
didapatkan keluhan asthenopia akomodatif maupun gangguan pada keseimbangan otot ekstraokuler,
maka tidak diperlukan terapi khusus, namun jika didapatkan salah satu keadaan tersebut maka koreksi
hipermetropia perlu dilakukan.10
- Pada anak usia di bawah 6 tahun, karena panjang bola matanya relatif lebih pendek dari orang
dewasa, umumnya didapatkan hipermetropia fisiologis. Koreksi hanya diperlukan jika derajat
hipermetropianya cukup besar atau didapatkan strabismus. Pemeriksaan pada anak usia ini
dilakukan dengan sikloplegik. Jika penderita memiliki risiko untuk terjadinya ambliopia maka
diberikan koreksi penuh sesuai hasil refraksi sikloplegik. Perlu diingat bahwa pada anak usia
kurang dari 6 tahun mudah terjadi ambliopia. Kelainan hipermetropia sebesar 2,50 dioptri yang
tidak dikoreksi sudah dapat menimbulkan ambliopia. Juga perbedaan refraksi kedua mata
hipermetropia sebesar 1 dioptri dapat menyebabkan ambliopia. Jika diberikan resep kacamata
maka disarankan pemakaian fulltime. Untuk anak usia kurang dari 6 tahun yang diberikan resep
11
kacamata disarankan untuk diperiksa kembali setiap 3 bulan untuk mengevaluasi tajam
penglihatan dan kepatuhannya memakai kacamata.10
- Pada anak usia di atas 6 tahun, perlu dipertimbangkan kebutuhan penglihatannya karena aktivitas
mereka lebih banyak. Kacamata plus akan membuat penglihatan jauh mereka kabur, sehingga
mereka lebih suka hanya menggunakan kacamatanya untuk aktivitas yang memerlukan
penglihatan dekat. Jika dengan hasil refraksi sikloplegik, terdapat keluhan kabur untuk
penglihatan jauh, maka diberikan koreksi full tanpa sikloplegik. Dan jika didapatkan esophoria,
esotrophia atau hipermetropia laten, ditambahkan lensa addisi untuk penglihatan dekatnya.10
- Pada penderita dewasa, terdapat beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam memberikan
resep kacamata yaitu keluhan penderita, pekerjaan, kebutuhan penglihatan, usia, derajat
hipermetropia dan masalah lain yang berkaitan. Untuk dewasa muda dengan hipermetropia
kurang dari 3 dioptri dan tidak didapatkan keluhan asthenopia, maka tidak perlu diberikan resep
kacamata. Namun seiring dengan pertambahan usia, di mana kemampuan akomodasi berkurang,
untuk penglihatan jauh penderita merasa tidak memerlukan kacamata, dan keluhan baru timbul
untuk penglihatan dekat, maka diberikan kacamata dan disarankan digunakan terus untuk
melakukan pekerjaan yang memerlukan penglihatan dekat. Jika akomodasi semakin berkurang
dengan bertambahnya usia, maka penderita akan memerlukan kacamata plus untuk penglihatan
jauh dan dekatnya.10
1.6.7 Komplikasi
- Glaukoma sudut tertutup
- Esotropia pada hipermetropia >2.0D
- Ambliopia (hipermetropia dan anisometropia)
1.7 Astigmatisme
1.7.1 Definisi
Astigmatisme adalah kelainan refraksi, yaitu berkas sinar sejajar yang masuk ke dalam mata,
pada keadaan tanpa akomodasi, dibiaskan pada lebih dari satu titik fokus. Pada keadaan ini
pembiasan dari berbagai meridian tidak sama.10
1.7.2 Etiopatogenesis
Penyebab dari astigmatisme adalah kelainan bentuk kornea atau lensa, kelainan posisi lensa
dan kelainan indeks refraksi lensa. Kelainan bentuk kornea sebagian besar bersifat kongenital, yang
tersering adalah kurvatura vertikal lebih besar dari horisontal. Pada saat lahir bentuk kornea
umumnya sferis. Astigmat baru timbul 68%pada saat anak berusia 4 tahun dan 95% pada usia 7
tahun. Dengan bertambahnya usia dapat hilang dengan sendirinya atau berubah sebaliknya kurvatura
horisontal lebih besar dari vertikal. Kelainan yang didapat misalnya pada berbagai penyakit kornea
seperti ulkus kornea, trauma pada kornea bahkan trauma bedah pada operasi katarak. Kelainan posisi
lensa misalnya subluksasi yang menyebabkan efek decentering. Sedangkan kelainan indeks refraksi
lensa dapat merupakan hal yang fisiologis di mana terdapat sedikit perbedaan indeks refraksi pada
beberapa bagian lensa, namun hal ini dapat makin berat jika kemudian didapatkan katarak.10
1.7.3 Klasifikasi
Astigmatisme berdasarkan bentuk terbagi atas;10
- Astigmatisme regular: Pada astigmatisma regular terdapat meridian utama yang saling tegak
lurus yang masing-masing memiliki daya bias terkuat dan terlemah.
- Astigmatisme irregular: Pada astigmatisma irregular didapatkan titik fokus yang tidak beraturan.
Berdasarkan tipe dibagi menjadi;10
- Astigmatisma hipermetropia simplek: salah satu meridian utama emetropia dan miridian utama
lainnya hipermetropia.
- Astigmatisma miopia simplek: salah satu meridian utama emetropia dan miridan utama lainnya
miopia.
12
- Astigmatisma hipermetropia kompositus: kedua meridian utama hipermetropia dengan derajat
yang berbeda.
- Astigmatisma miopia kompisitus: kedua meridian utama miopia dengan derajat yang berbeda.
- Astigmatisma mikstus: satu meridian utama hipermetropia dan meridian utama lain miopia.
Berdasarkan tingkat keparahannya, astigmatisme dibagi menjadi;12
- Astigmatisme ringan: < 1,00 D
- Astigmatisme sedang: 1,00 - 2,00 D
- Astigmatisme berat: 2,00 – 3,00 D
- Astigmatisme sangat berat: > 3,00 D
1.7.6 Tatalaksana
Koreksi astigmatisma dapat dilakukan dengan pemberian kacamata, lensa kontak atau bedah
refraktif. Pemberian kacamata untuk astigmatisma reguler diberikan koreksi sesuai kelainan yang
didapat yaitu silinder negatif atau positif dengan atau tanpa kombinasi lensa sferis. Sedangkan
astigmatisma ireguler, jika ringan diberikan lensa kontak keras dan untuk yang berat dapat dilakukan
keratoplasti.10
1.8 Presbiopia
1.8.1 Definisi
Presbiopia sering disebut sebagai mata tua dimana kompleks lensa dan muskulus siliaris
kehilangan fleksibilitasnya untuk mempertahankan akomodasi sehingga tidak dapat melakukan
pekerjaan dekatrnya. Singkatnya presbiopia merupakan suatu kondisi normal atau fisiologis yang
berhubungan dengan usia dan akomodasi. 10
1.8.3 Klasifikasi
Presbiopia dibagi menjadi dua, yaitu;10
13
- Presbiopia borderline: dimana bila pasien memerlukan koreksi lensa sferis positif untuk melihat
dekat yang timbulnya hanya kadang-kadang.
- Presbiopia fungsional: bila pasien selalu mengeluh kabur untuk melihat dekat dan dengan
pemberian lensa sferis positif keluhan akan hilang.
1.8.6 Tatalaksana
Pada presbyopia dapat dikoreksi dengan lensa sferis positif terlemah yang bisa berbentuk;10
- Kacamata
• Kacamata monofokal
• Kacamata bifocal
• Kacamata trifocal
• Kacamata multifocal
- Lensa kontak
• Lensa kontak single vision
• Lensa kontak monovision
• Lensa kontak bifocal
• Lensa kontak monovision modifikasi.
Diberikan penambahan lensa sferis positif sesuai pedoman umur yaitu 40 tahun diberikan sferis
+1 dan setiap 5 tahun ditambahkan sferis +0,5.12
1.9 Anisometropia
1.9.1 Definisi
Anisometropia adalah perbedaan kelainan refraksi diantara kedua mata. hampir semua
penderita kelainan refraksi memiliki derajat kelainan refraksi yang berbeda di antara kedua matanya
14
sehingga istilah anisometropia lebih banyak dimaksudkan untuk perbedaan kelainan refraksi yang
signifikan di antara kedua mata.10
1.9.2 Etiopatogenesis
Anisometropia pada umumnya bersifat kongenital atau bawaan sejak lahir, dalam masa
pertumbuhan kedua mata tidak mengalami perkembangan dengan sama dalam hal kekuatan
refraksinya. Selain bersifat kongenital, anisometropia juga dapat bersifat didapat, biasanya akan
sering ditemukan pada kasus trauma yang menyebabkan katarak traumatika dan kerusakan pada
kornea. Anisometropia terjadi akibat adanya perbedaan kekuatan refraksi lensa sferis atau silinder
mata kanan dan mata kiri. Permasalahan yang umum timbul akibat anisometropia adalah perbedaan
efek prismatik mata kanan dan mata kiri yang akan mengganggu penglihatan binokuler. Pada
anisometropia, efek prismatik akan menyebabkan bayangan masing-masing mata tidak dapat menjadi
gambaran tunggal, sehingga menimbulkan efek penglihatan ganda atau diplopia. Perbedaan efek
prismatik antara mata kanan dan mata kiri yang lebih dari 1 dioptri, terutama pada meridian vertikal
akan menyebabkan intoleransi. Akibat intoleransi ini, penderita biasanya akan mengeluhkan adanya
penglihatan ganda dan pusing.10
1.9.3 Klasifikasi
Berdasarkan keadaan penglihatan penderita anisometropia:10
- Tetap didapatkan penglihatan binokuler
- Penglihatan bergantian
- Penglihatan monokuler
1.9.4 Gejala Klinis
Gejala klinis pada pasien dengan anisometropia, yaitu;10
- Penglihatan kabur salah satu atau kedua mata
- asthenopia
- Nyeri kepala
- Diplopia
1.9.5 Diagnosis dan Pemeriksaan
Pada umumnya, anisometropia terdiagnosis saat melakukan pemeriksaan tajam penglihatan atau
visus. Selain pemeriksaan visus, pemeriksaan penunjang lain untuk melihat gejala serta komplikasi
anisometropia adalah uji aniseikonia, worth four dots test, Hirschberg test, dan cover and uncover
test.13
1.9.6 Tatalaksana
Terapi yang dapat dilakukan pada pasien Anisometropia adalah;13
- Terapi Oklusi: Terapi oklusi merupakan sebuah teknik terapi dengan menggunakan penutup
mata atau patch pada mata sehat. Tujuan penutupan ini berkaitan dengan upaya mencegah
ambliopia akibat supresi mata yang sakit. Mekanisme kerja terapi oklusi adalah merangsang
mata yang sakit untuk meningkatkan kemampuan fungsi penglihatannya melalui stimulasi yang
diberikan ke otak.
- Lensa kacamata: Penggunaan lensa kacamata merupakan metode yang paling aman, namun sulit
untuk menentukan koreksi visus yang terbaik. Pada kasus anisometropia, perbedaan kekuatan
refraksi sering menimbulkan keluhan seperti rasa tidak nyaman, pusing, mata lelah, pandangan
ganda akibat perbedaan efek prismatik dll. Perbedaan kekuatan refraksi yang masih dapat
ditolerir oleh penggunanya adalah berkisar 3.00 D - 4.00 D.
- Lensa Kontak: Lensa kontak adalah salah satu terapi yang sangat dianjurkan bagi penderita
anisometropia. Beberapa tipe lensa kontak adalah soft contact lenses, rigid gas permeable (RGP)
contact lenses, dan orthokeratology (Ortho K). Kontraindikasi penggunaan lensa kontak adalah
pasien dengan riwayat infeksi mata berulang dan alergi, mata kering, bekerja di lingkungan
berdebu atau kotor, dan membutuhkan koreksi lensa prisma.
- Pembedahan Photorefractive keratectomy (PRK) dan laser in situ keratomileusis (LASIK):
merupakan metode koreksi pembedahan yang umum dilakukan. Kedua teknik pembedahan ini
bertujuan untuk memperbaiki kelengkungan kornea.
15
BAB III
RINGKASAN
Kelainan refraksi adalah suatu keadaan dimana bayangan yang jelas tidak dihasilkan pada retina (retina
makula atau makula), tetapi berada di depan atau belakang makula dan tidak pada titik yang tajam. Kelainan
refraksi dapat menyebabkan myopia, atau myopia, yaitu pembiasan sinar cahaya yang masuk ke mata tanpa
berakomodasi pada fokus di depan retina. Rabun jauh, atau rabun jauh, yang merupakan kesalahan bias ketika
sinar cahaya berjalan sejajar dengan mata saat mata dalam keadaan istirahat tanpa akomodasi dibiaskan untuk
menghasilkan bayangan di belakang retina. Ada juga yang dikenal dengan astigmatisme, yaitu. pembiasan
lebih dari satu fokus menjadi berkas sejajar yang masuk ke mata dalam keadaan tidak berakomodasi. Dalam
hal ini, anisometropia merupakan gangguan penglihatan yang disebabkan oleh perbedaan daya refraksi >1,00
D mata dan mata kiri. Selain itu, terdapat kondisi presbiopia yang menurunkan kemampuan adaptasi lensa
mata seiring bertambahnya usia.
DAFTAR PUSTAKA
1. Bella AS, Laya MR, Wenny PS et al. Kelainan Refraksi Mata Pada Anak. Medical Scope Journal.
2021. Vol 2(2):59-65.
2. P2PTM Kemenkes RI. 2019. 4 Jenis Kelainan Refraksi.
3. Hashemi H, Fotouhi A, Yekta A, Pakzad R, Ostadimoghaddam H, Khabazkhoob M. 2017. Global
and regional estimates of prevalence of refractive errors: Systematic review and meta-analysis. J
Curr Ophthalmol.
4. Persatuan Dokter Mata Indonesia (PERDAMI). Vision 2020.
5. Pusat Data dan Informasi (Pusdatin) Kementerian Kesehatan Indonesia. Situasi Gangguan
Penglihatan. 2018.
6. Ilyas S, Yulianti SR. Ilmu Penyakit Mata. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta
7. Riordan P, Eva AA, James J. Vaughan&Asbury’s General Ophtalmology. 19th Edition New York.
McGraw Hill Education. 2018
8. Forrester JV, Dick AD, McMenamin PG, Fiona R, Eric P et al. The Eye Basic Science In Practice
4th Edition. Elsevier 2016.
9. Wati R, Akomodasi dalam Refraksi, Jurnal Fakultas Kedokteran Universitas Andalas. 2018. Vol
7(1)
10. Budiono S, Saleh TT, Moestajib, Eddyanto. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Mata. Airlangga Press.
2013.
11. Rohayati. Simulasi Kelainan Hipermetropia Yang Berhubungan Dengan Kinerja Akademik Pada
Siswa Sekolah Dasar Swasta Jembar Bandung Tahun 2018. Jurnal Mitra Pendidikan. Vol 2(8) 789-
805.
12. Pedoman Diagnosis dan Terapi BAG/SMF Ilmu Penyakit Mata Edisi 3. Rumah Sakit Umum Dokter
Soetomo Surabaya.
13. Monica Djaja Saputera. Anisometropia. Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanegara, Jakarta
Barat. 2016. vol. 43 no. 10.
16