Anda di halaman 1dari 50

LAPORAN KASUS

CLUSTER HEADACHE

DISUSUN OLEH:

Dwi Putri Wulandari 20710026

PEMBIMBING:

dr. Utoyo Sunaryo,Sp.S

dr. Intan Sudarmadi,Sp.S,MH

SMF ILMU PENYAKIT SARAF


RSUD DR. MOHAMAD SALEH KOTA PROBOLINGGO
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS WIJAYA KUSUMA
SURABAYA
2022
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN KASUS
SMF ILMU PENYAKIT SARAF

JUDUL:
Cluster Headache

Telahdisetujuidandisahkanpada:

Hari :

Tanggal :

Mengetahui,
DokterPembimbing I Dokter Pembimbing II

dr. Utoyo Sunaryo,Sp.S dr. Intan Sudarmadi,Sp.S,MH

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas
segala Berkat dan Karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan Tugas Laporan
Kasus yang berjudul “Cluster Headache” dengan baik dan tepat waktu. Tugas
laporan kasus ini merupakan salah satu tugas kepaniteraan klinik dari SMF Ilmu
Saraf di RSUD Dr. Moh.Saleh Kota Probolinggo.
Dalam menyelesaikan laporan kasus ini, penulis mendapat bantuan dari
berbagai pihak. Untuk itu, penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada dr.
Utoyo Sunaryo,Sp.S dan dr. Intan Sudarmadi,Sp.S yang telah meluangkan
waktunya untuk memberikan bimbingan dan masukan selama penyusunan laporan
kasus ini dan teman – teman sejawat serta berbagai pihak yang telah membantu
menyelesaikan laporan kasus ini.

Akhir kata, penulis menyadari bahwa tugas laporan kasus ini masih jauh
dari sempurna.Oleh sebab itu, penulis membuka diri atas kritik dan saran yang
membangun guna kesempurnaan tugas ini.Semoga tugas laporan kasus ini dapat
bermanfaat untuk menambah ilmu pengetahuan kita bersama.

Probolinggo, 16 Desember 2022

Penulis

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.................................................................................................i

LEMBAR PENGESAHAN.....................................................................................ii

KATA PENGANTAR............................................................................................iii

DAFTAR ISI...........................................................................................................iv

BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1

BAB II LAPORAN KASUS....................................................................................2

BAB III TINJAUAN PUSTAKA..........................................................................22

A. Definisi Stroke................................................................................................22

B. Faktor Risiko...................................................................................................22

C. Patofisiologi....................................................................................................25

D. Klasifikasi.......................................................................................................27

E. Diagnosis........................................................................................................29

F. Penatalaksanaan..............................................................................................35

G. Komplikasi.....................................................................................................40

H. Pencegahan.....................................................................................................41

BAB IV KESIMPULAN.......................................................................................42

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................43

iv
BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Nyeri kepala merupakan keluhan pasien yang paling umum pada tingkat
pelayanan kesehatan primer maupun ruangan emergensi dengan prevalensi
seumur hidup melebihi 90% (Zaeem et al, 2016). Nyeri kepala dapat
diklasifikasikan kepada dua kategori yaitu nyeri kepala primer dan nyeri kepala
sekunder. Nyeri kepala primer mencakupi nyeri kepala tipe tegang, migrain, dan
klaster (Haryani et al, 2018) yang berlaku tanpa disertai adanya penyebab
struktural organik (Nurwulandari, 2014). Nyeri kepala primer seperti migraine
dan nyeri kepala klaster merupakan antara sebab utama bagi pasien merujuk
kepada spesialis saraf, dan setiap tahunnya akan mempengaruhi 3 bilion penduduk
dunia ( Ramziah, 2020).
Diagnosis nyeri kepala paling umum di klinik neurologi, terjadi di lebih dari
90% orang di beberapa titik dalam kehidupan mereka. Menurut perkiraan Pusat
Kesehatan Nasional Statistik, sebuah Organisasi Amerika yang terkait dengan
Center for Disease Control and Prevention (CDC), nyeri kepala adalah penyebab
utama keempat keadaan darurat medis pada 2009- 2010. Di kalangan mahasiswa,
nyeri kepala merupakan gejala yang umum dan penelitian menunjukkan
variabilitas prevalensi yang besar dalam populasi (33% -98%).Misalnya sebuah
studi kasus melaporkan 47% siswa di sekolah kedokteran Brasil mengeluhkan
nyeri kepala. Dalam studi serupa, Costa mengamati prevalensi yang lebih tinggi
yaitu 80% mahasiswa mengalami nyeri kepala ( Giardano Bandi, 2017).
Berdasarkan hasil penelitian multisenter berbasis rumah sakit pada 5 rumah
sakit besar di Indonesia (Medan, Bandung, Makasar, Denpasar), didapatkan
prevalensi penderita nyeri kepala sebagai berikut: Migren tanpa aura 10%, Migren
dengan aura 1.8%, Episodic Tension type Headache 31%, Chronic type Headache
24%, Cluster Headache 31%, Chronic tension type Headache 24%, Cluster
Headache 0,5% (Sjahrir, 2004). Hasil penelitian di Amerika 59% dari populasi
pernah mengalami nyeri kepala tipe tegang satu hari per bulannya (Diamond,
v
2007). Hasil penelitian di Denmark juga berkesimpulan bahwa 78% dari populasi
pernah mengalami nyeri kepala tipe tegang satu hari per bulannya (Muhammad
Fahmi, 2018).
Mekanisme nyeri kepala primer belum dipahami secara pasti sampai saat ini,
tetapi sejumlah faktor diketahui dapat memperberat atau mencetuskan nyeri
kepala primer. Kriteria International Headache Society (IHS) mengelompokkan
beberapa faktor kausatif yang berperan dalam terjadinya nyeri kepala primer,
yaitu; disfungsi oromandibular, stres psikososial, ansietas, depresi, dan stres otot.
Gangguan pskiatrik antara lain yaitu stres psikososial, ansietas, dan depresi
dikatakan dapat menyebabkan nyeri kepala primer oleh karena terjadinya suatu
perubahan (disfungsi) beberapa neurotransmitter terutama dari golongan biogenic
amins antara lain serotonin yang juga berperan dalam terjadinya nyeri. Disfungsi
oromandibular dikatakan sebagai salah satu faktor kausatif nyeri kepala tipe
tegang. Disfungsi oroadiblar dapat menyebabkan spasme otot daerah kepala
belakang dan leher karena hubungan persarafan antar cabang nervus V dengan
segmen servikal bagian atas. Stres otot yang diakibatkan oleh kontraksi otot yang
berkepanjangan terutama otot-otot kepala dan leher dapat merangsang nosiseptor
di tendon sehingga menimbulkan nyeri (Muhammad Fahmi, 2018).

vi
BAB II

LAPORAN KASUS

SMF ILMU PENYAKIT SARAF


FK UWKS / RSUD MOH. SALEH PROBOLINGGO

Nama Dokter Muda : Dwi Putri Wulandari


NPM : 20710026
Dokter Penguji / Pembimbing : dr. Utoyo Sunaryo, Sp.S
dr. Intan Sudarmadi, Sp.S

DOKUMEN MEDIK UNTUK DOKTER MUDA

A. IDENTITAS PENDERITA
1. Nama pasien : Nn. R
2. Jenis kelamin : Perempuan
3. Umur : 24 tahun
4. Alamat : Jl. Anggrek Gang Sungai Pilang
5. Status marital : Belum Menikah
6. No RM : 240598
7. Ruangan : Poli Saraf
8. Tanggal pemeriksaan : 30 November 2022

vii
B. SUBYEKTIF (S)
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesa
1. Keluhan Utama
Nyeri kepala
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke Poli Saraf RSUD Moh.Saleh pada tanggal 30 November
2022 pada jam 09:20 pagi, dengan keluhan nyeri kepala sebelah kanan.
Nyeri kepala dirasakan sejak tadi pagi ± 2 jam yang lalu dan hilang
timbul. Nyeri kepala terasa cekot-cekot dan terasa seperti ditusuk-tusuk.
Nyeri kepala bersifat kambuh-kambuhan. Pasien Post MRS 1 minggu
yang lalu (23 November 2022) dengan keluhan yang sama yakni nyeri
kepala. Pasien mengatakan sudah merasakan nyeri ini sejak 8 tahun yang
lalu, namun pasien tidak berobat karena menganggap ini hanya nyeri
kepala biasa. Pasien mengatakan nyeri kepala akan kambuh ketika pasien
kelelahan sehabis mengajar disekolah dasar, berada diruang pengap
bahkan saat tidur malam hari pasien sering terbangun karena nyeri
kepalanya. Pasien juga mengatakan pada tanggal 26 November 2022 itu
sempat kambuh, nyeri kepala hanya dirasakan sebelah kanan hingga
pasien merasa wajah pasien bengkak, mata kanan merah dan berair (+)
dan hidung berair (+) namun ketika diberikan oksigen portable keluhan
mulai membaik. Pasien juga mengatakan keluhan sering disertai dengan
telinga berdenging (+) Mual (-) muntah (-) demam (-) Pilek (-) batuk (-).
Makan minum baik, BAB dan BAK dalam batas normal.
3. Riwayat Penyakit Dahulu
HT (-), DM (-), Penyakit serupa (+) sejak 8 tahun lalu
4. Riwayat Pengobatan
Pasien mengonsumsi obat yang diberikan sejak KRS dari rumah sakit,
obat habis dan pasien tidak menghafal nama obatnya.
5. Riwayat Intoksikasi
Tidak ada alergi obat

8
6. Riwayat Trauma
Tidak ada riwayat trauma
7. Riwayat Keluarga
HT (+) Ibu dan nenek, DM (-), Penyakit serupa (-)
8. Riwayat Kebiasaan
Pasien adalah seorang guru sekolah dasar, sehari-hari mengajar disekolah.
Pasien mengatakan akhir-akhir ini sering kelelahan mengajar. Dirumah,
kamar pasien tidak memiliki jendela, sehingga pasien merasa pengap dan
memutuskan membuka pintu saat tidur. Pasien tidak merokok dan tidak
konsumsi alkohol

OBYEKTIF (O)

1. Tanda Vital
a. Tensi : 117/74 mmHg
b. Nadi : 99x/menit, regular
c. RR : 20x/menit
d. Suhu : 36’5 ° C
2. Status Generalis
a. Kepala : a/i/c/d : -/-/-/-
b. Leher : Pembesaran tyroid & KGB :
-/-
c. Paru-paru : Vesikuler : +/+, Rhonki -/ - ,
Wheezing : -/-
d. Jantung : Suara S1S2 tunggal regular,
murmur : -, Gallop : -
e. Abdomen : Supel, Nyeri tekan (-),
BisingUsus (+)
f. Hepar &Lien : Tidak ada pembesaran
g. Ekstremitas : Akral hangat (+), Edema (-),
CRT < 2 dtk.
9
3. Status Neurologis
a. Keadaan Umum : Cukup
Kesadaran
Kualitatif : Compos mentis
Kuantitatif : G C S : E4– V5- M6
b. Pembicaraan
Disartri : Tidak ditemukan
Monoton : Tidak ditemukan
Scanning : Tidak ditemukan
Afasia :
Motorik :-
Sensorik :-
Konduksi :-
Global :-
Transkortikal motorik :-
Transkortikal sensorik :-
Transkortikal campuran :-
Amnestik (anomik) :-
c. Kepala
Bentuk /besar : Normochepali
Asimetris : (-)
Sikap paksa :-
Torticollis :-

d. Muka
Mask (Topeng) : (-)
Myopathik : (-)
Fullmoon : (-)
Lain – lain : (-)

C. Pemeriksaan Khusus

10
1. Rangsangan Selaput Otak
Kaku Kuduk : (-)
Laseque Test : (-)
Kernig Test : (-)
Brudzinski Tanda Leher : (-)
Brudzinski Tungkai Kontra lateral : (-)
Brudzinski Tanda Pipi : (-)
Brudzinski Tanda simpisis pubis : (-)
2. Saraf Otak
Nervus I KANAN KIRI
Anosmia Tidak dievaluasi
Hiposmia Tidak dievaluasi
Parosmia Tidak dievaluasi
Halusinasi Tidak dievaluasi

Nervus II KANAN KIRI


Visus 6/6 6/6
Lapang penglihatan Tidak terdapat skotoma
Nistagmus Tidak terdapat nistagmus
Funduskopi Tidak dievaluasi

Nervus III , IV , VI KANAN KIRI


Kedudukan bola mata Tengah
Tengah
Pergerakan bola mata
Ke nasal Dalam batas normal
Ke temporal atas Dalam batas normal
Ke bawah Dalam batas normal
Ke atas Dalam batas normal

11
Ke temporal bawah Dalam batas normal
Celah mata (ptosis) Dalam batas normal
Pupil
Bentuk Bulat Bulat
Lebar 3 mm 3 mm
Letak di tengah di tengah
Perbedaan lebar - -
Refleks cahaya langsung + +
Refleks cahaya tidak langsung - -
Refleks akomodasi + +
Refleks konvergensi Tidak dievaluasi

Nervus V KANAN KIRI


Cabang motorik
Otot masseter Tidak dievaluasi
Otot temporal Tidak dievaluasi
Otot pterygoideus int/ext Tidak dievaluasi
Merapatkan Gigi +/+
Menggoyangkan Rahang +/+
Refleks kornea langsung Tidak dievaluasi
Refleks kornea konsensuil Tidak dievaluasi

Nervus VII KANAN KIRI


Waktu diam
Kerutan dahi +/+
Tinggi alis Simetris
Sudut mata Tidak dievaluasi
Lipatan nasolabial Simetris
Waktu gerak
Mengerut dahi Simetris

12
Menutup mata Simetris
Bersiul Tidak dapat bersiul
Mengembungkan pipi Simetris
Pengecapan 2/3 depan lidah Tidak dievaluasi
Hyperakusis Tidak dievaluasi
Sekresi air mata Tidak dievaluasi

Nervus VIII KANAN KIRI


Vestibular
Vertigo Tidak dievaluasi
Nistagmus ke Tidak dievaluasi
Tinnitus aureum Tidak dievaluasi
Cochlear
Weber Tidak dievaluasi
Rinne Tidak dievaluasi
Schwabach Tidak dievaluasi
Tuli konduktif Tidak dievaluasi
Tuli perseptif Tidak dievaluasi

13
Nervus IX , X
Bagian Motorik
Suara biasa/parau/tak bersuara : Tidak ditemukan
Menelan : Dapat menelan
Kedudukan arcus pharynx : Tidak dievaluasi
Kedudukan uvula : Ditengah
Pergerakan arcus pharynx / uvula : Tidak dievaluasi
Bagian sensorik
Refleks muntah (pharynx) : Tidak dievaluasi
Refleks pallatum molle : Tidak dievaluasi

NERVUS XI KANAN KIRI


Mengangkat bahu Simetris
Memalingkan kepala Simetris

NERVUS XII KANAN KIRI


Kedudukan lidah
Waktu istirahat ke Tengah
Waktu gerak ke Tengah
Atrofi Tidak ditemukan
Fasikulasi / tremor Tidak ditemukan
Kekuatan lidah menekan Simetris

3. Extremitas KANAN KIRI


A. Superior
Inspeksi
Atrofi otot (-) (-)
Pseudohypertrofi (-) (-)
Palpasi
Nyeri Tidak ditemukan

14
Kontraktur Tidak ditemukan
Konsistensi Padat kenyal Padat kenyal
Perkusi
Normal Tidak dievaluasi
Reaksi myotonik Tidak dievaluaasi
Motorik
KANAN KIRI
M. Deltoid (abduksi lengan atas) Dbn
M. biceps (flexi lengan bawah) Dbn
M. Triceps (ekstensi lengan bawah) Dbn
Flexi sendi pergelangan tangan Dbn
Ekstensi pergelangan tangan Dbn
Membuka jari – jari tangan Dbn
Menutup jari – jari tangan Dbn
Tonus otot KANAN KIRI
Tonus Otot Lengan - -
Hypotoni - -
Spastik - -
Rigid - -
Rebound Phenomen - -
Refleks fisiologis
BPR +2 +2
TPR +2 +2
Refleks Patologis
Hoffman - -
Tromner - -
SENSIBILITAS
Eksteroseptik
Rasa nyeri superficial Tidak dievaluasi
Rasa suhu Tidak dievaluasi

15
Rasa raba ringan Tidak dievaluasi

16
Proprioseptik
Rasa getar Tidak dievaluasi
Rasa tekan Tidak dievaluasi
Rasa nyeri tekan Tidak dievaluasi
Rasa gerak dan posisi Tidak dievaluasi
Enteroseptik
Refered pain Tidak dievaluasi
Rasa kombinasi
Stereognosis Tidak dievaluasi
Barognosis Tidak dievaluasi
Grapestesia Tidak dievaluasi
Sensory extinction Tidak dievaluasi
Loss of body image Tidak dievaluasi
Two point tactile discrimination Tidak dievaluasi

B. Inferior KANAN KIRI


Inspeksi
Atrofi otot (-) (-)
Pseudohypertrofi (-) (-)
Palpasi
Nyeri Tidak ditemukan
Kontraktur Tidak ditemukan
Konsistensi Padat kenyal Padat kenyal
Perkusi
Normal Tidak dievaluasi
Reaksi myotonik Tidak dievaluasi

17
Motorik
Tungkai KANAN KIRI
Flexi artic coxae (tungkai atas) : Dbn
Extensi artic coxae (tungkai atas) : Dbn
Flexi sendi lutut (tungkai bawah) : Dbn
Extensi sendi lutut (tungkai bawah) : Dbn
Flexi plantar kaki : Dbn
Ekxtensi dorsal kaki : Dbn
Gerakan jari-jari : Dbn
Tonus otot tungkai
Hypotoni - -
Spastik - -
Rigid - -
Rebound Phenomenon - -
Refleks fisiologis
KPR +2 +2
APR +2 +2
Klonus Ankle - -
Refleks patologis
Babinski - -
Chaddok - -
Oppenheim - -
Gordon - -
Gonda - -
Schaffer - -
Stransky - -
Rossolimo - -
Mendel-Bechterew - -

18
SENSIBILITAS
Eksteroseptik
Rasa nyeri superficial Tidak dievaluasi
Rasa suhu Tidak dievaluasi
Rasa raba ringan Tidak dievaluasi
Proprioseptik
Rasa getar Tidak dievaluasi
Rasa tekan Tidak dievaluasi
Rasa nyeri tekan Tidak dievaluasi
Rasa gerak dan posisi Tidak dievaluasi
Enteroseptik
Refered pain Tidak dievaluasi
Rasa kombinasi
Stereognosis Tidak dievaluasi
Barognosis Tidak dievaluasi
Grapestesia Tidak dievaluasi
Sensory extinction Tidak dievaluasi
Loss of body image Tidak dievaluasi
Two point tactile discrimination Tidak dievaluasi
4. Badan
Inspeksi : Normal
Palpasi
Otot perut : Dalam Batas Normal
Otot pinggang : Dalam Batas Normal
Kedudukan diafragma: gerak : simetris
istirahat : simetris
Perkusi
Thorax : sonor / sonor
Abdomen : Timpani / timpani
Auskultasi

19
Thorax : vesikuker / vesikuler
Bising usus : (+) normal
Motorik
Gerak Cervical vertebrae
Fleksi : Tidak dievaluasi
Ekstensi : Tidak dievaluasi
Rotasi : Tidak dievaluasi
Lateral deviation : Tidak dievaluasi
Gerakan dari tubuh
Membungkuk : Tidak dievaluasi
Ekstensi : Tidak dievaluasi
Lateral deviation : Tidak dievaluasi
Refleks-refleks
Refleks dinding abdomen : Normal
Refleks interscapula : Tidak dievaluasi
Refleks gluteal : Tidak dievaluasi
Refleks cremaster : Tidak dievaluasi
5. Kolumna Vertebralis
Kelainan lokal
Skoliosis : Tidak ditemukan
Kifosis : Tidak ditemukan
Kifoskoliosis : Tidak ditemukan
Gibbus : Tidak ditemukan
Nyeri tekan/ketok lokal : Tidak ditemukan
Nyeri tekan sumbu : Tidak ditemukan
Nyeri tarik sumbu : Tidak ditemukan
Besar otot
Atrofi : Tidak dievaluasi
Pseudohipertrofi : Tidak dievaluasi
Respon terhadap perkusi :Tidak dievaluasi

20
Reaksi myotonik : Tidak dievaluasi
Palpasi otot
Nyeri : Tidak dievaluasi
Kontraktur : Tidak dievaluasi
6. Gerakan-gerakan involunter
Tremor
o Waktu istirahat : Tidak dievaluasi
o Waktu gerak : Tidak dievaluasi
Chorea : Tidak dievaluasi
Athetose : Tidak dievaluasi
Myokloni : Tidak dievaluasi
Ballismus : Tidak dievaluasi
Torsion spasme : Tidak dievaluasi
Fasikulasi : Tidak dievaluasi
Myokymia : Tidak dievaluasi
7. Gait dan keseimbangan
Koordinasi
Jari tangan-jari tangan :Tidak dievaluasi
Jari tangan-hidung : Tidak dievaluasi
Ibu jari kaki-tangan : Tidak dievaluasi
Tumit-lutut : Tidak dievaluasi
Pronasi-supinasi : Tidak dievaluasi
Tapping dgn jari-jari tangan : Tidak dievaluasi
Tapping dgn jari-jari kaki : Tidak dievaluasi
Gait
Jalan diatas tumit : Tidak dievaluasi
Jalan diatas jari kaki : Tidak dievaluasi
Tandem walking : Tidak dievaluasi
Jalan lurus lalu berputar : Tidak dievaluasi
Jalan mundur : Tidak dievaluasi
21
Hoping : Tidak dievaluasi
Berdiri dengan satu kaki : Tidak dievaluasi
Test Romberg : Tidak dievaluasi

22
Fungsi Luhur
Apraxia : Tidak dievaluasi
Alexia : Tidak dievaluasi
Agraphia : Tidak dievaluasi
Fingeragnosia : Tidak dievaluasi
Membedakan kanan dan kiri : Tidak dievaluasi
Acalculia : Tidak dievaluasi
8. Refleks-refleks Primitif
Grasp reflex : Tidak dievaluasi
Snout reflex : Tidak dievaluasi
Sucking reflex :Tidak dievaluasi
Palmo-mental refleks : Tidak dievaluasi
9. Susunan Saraf Otonom
Miksi : normal
Salivasi : normal
Gangguan Tropik
Kulit : (-)
Rambut : (-)
Kuku : (-)
Defekasi : (-)
Gangguan vasomotor : (-)
Sekresi keringat : normal
Ortostatik hipotensi : (-)

23
D. Pemeriksaan Penunjang
Tidak dilakukan pemeriksaan penunjang
E. Resume
1. Anamnesa
 Pasien datang dengan keluhan nyeri kepala sebelah kanan. nyeri
kepala dirasakan sejak tadi pagi ± 2 jam yang lalu dan hilang
timbul. Nyeri kepala terasa cekot-cekot dan terasa seperti ditusuk-
tusuk. Nyeri kepala bersifat kambuh-kambuhan.
 Pasien mengatakan nyeri kepala akan kambuh ketika pasien
kelelahan sehabis mengajar disekolah dasar, berada diruang pengap
bahkan saat tidur malam hari pasien sering terbangun karena nyeri
kepalanya.
 Pasien juga mengatakan pada tanggal 26 November 2022 itu
sempat kambuh, nyeri kepala hanya dirasakan sebelah kanan
hingga pasien merasa wajah pasien bengkak, mata kanan merah
dan berair (+) dan hidung berair (+) namun ketika diberikan
oksigen portable keluhan mulai membaik.
2. Pemeriksaan Fisik
a. Tanda Vital
Tensi : 117/74 mmHg
Nadi : 99x/menit, regular
RR : 20x/menit
Suhu : 36’5 ° C
b. Status Generalis
Kepala : a/i/c/d = (-/-/-/-)
Leher : Pembesaran tyroid & KGB (-/-)
Paru-paru : Vesikuler (+/+), Rhonki (-/-), Wheezing (-/-)
Jantung : Suara S1S2 tunggal regular, murmur (-), Gallop (-)
Abdomen : Supel, Nyeri tekan (-), BisingUsus (+)
Hepar & Lien : Tidak ada pembesaran
24
Ekstremitas : Akral hangat (+), Edema (-) CRT < 2 dtk.

c. Status Neurologi
GCS : E4 – V5- M6
Kesadaran : Compos mentis
Meningeal sign : (-)
Nervus Kranialis : Tidak ditemukan kelainan
Motorik :5|5
5|5
Sensorik : Tidak dapat dievaluasi
Refleks Fisiologis:
 BPR : D (+2); S (+2)
 TPR : D (+2); S (+2)
 KPR : D (+2); S (+2)
 APR: D (+2); S (+2)
 Klonus Ankle : D (-); S (-)
Refleks Patologis : (-)

F. Diagnosis Banding
1. Tension type headache
2. Trigeminal neuralgia
3. Migrain
G. Assesment
1. Diagnosis Klinis : Nyeri kepala
2. Diagnosis Topis : Plexus pericarotis
3. Diagnosis Etiologi : Cephalgia ec cluster headache

H. Planning
 Tablet Meloxicam 2 x 7.5mg
 Capsul berisi paracetamol 300mg dan diazepam 2 mg 3 x sehari

25
Edukasi
1. Pasien disarankan untuk mengontrol stress dan emosionalnya
2. Pasien disarankan untuk tidak melakukan aktivitas yang berat hingga
pasien kelelahan
3. Pasien disarankan untuk rutin kontrol berobat dan mengonsumi obat yang
diberikan dokter
Monitoring
1. Observasi keluhan pasien

I. Prognosis
Dubia ad bonam

26
BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Cephalgia
Nyeri kepala adalah nyeri yang dirasakan di daerah kepala atau
merupakan suatu sensasi tidak nyaman yang dirasakan pada daerah kepala.
Nyeri kepala umumnya diklasifikasikan sebagai nyeri kepala primer dan nyeri
kepala sekunder, kemudian dibagi menjadi beberapa jenis nyeri kepala
tertentu. Gangguan nyeri kepala primer adalah nyeri kepala yang sifatnya
“idiopatik”, nyeri kepala yang tidak terkait dengan kondisi patologi atau
penyebab lain yang mendasari. Berdasarkan pemeriksaan neurologis dan tes
pencitraan biasanya normal, tidak peduli seberapa parah gejala. Kejadian
nyeri kepala primer lebih sering terjadi dibandingkan nyeri kepala sekunder.
Nyeri kepala sekunder adalah nyeri kepala yang dikaitkan dengan kondisi
patologis yang mendasari, seperti adanya tumor otak, aneurisma, penyakit
inflamasi. Dengan pemeriksaan neurologis dan tes pencitraan telah terbukti
membantu dalam diagnostik nyeri kepala sekunder ( Syifa Sabilla, 2017).

B. Klasifikasi
International Headache Society mengembangkan klasifikasi
”International Classification of Headache Disorders” untuk nyeri kepala.
Klasifikasi ini secara garis besar membagi nyeri kepala menjadi dua yaitu
nyeri kepala primer dan nyeri kepala sekunder. Nyeri kepala primer terjadi
antara lain migraine, cluster headache, TTH dan nyeri kepala lain yang tidak
berhubungan dengan lesi struktural. Sedangkan nyeri kepala sekunder antara
lain disebabkan oleh trauma kepala, gangguan pembuluh darah, gangguan
dalam tengkorak, pemakaian obat, infeksi, gangguan metabolic (Giordano
Bandi, 2017)
27
1. Nyeri kepala primer
Nyeri kepala primer merupakan nyeri kepala yang tidak diasosiasikan
dengan patologi atau kelainan lain yang menyebabkannya. Nyeri kepala
ini masih dibagi berdasarkan profil gejalanya menjadi:
a. Migrain
Definisi
Menurut International Headache Society (IHS), migren adalah
nyeri kepala dengan serangan nyeri yang berlansung 4 sampai ± 72
jam. Nyeri biasanya unilateral, sifatnya berdenyut, intensitas
nyerinya sedang sampai berat dan diperhebat oleh aktivitas, dan
dapat disertai mual muntah, fotofobia dan fonofobia

Etiologi
Migren diduga bersifat neurovaskular, namun hal tersebut masih
diperdebatkan. Pada migren, terdapat faktor genetik yang memiliki
peranan yang cukup penting untuk mencetuskan serangan migren.4
Berbagai faktor pemicu serangan migren, seperti stress, terutama
setelah stress berakhir, misalnya pada akhir minggu atau hari libur,
latihan fisik yang berlebihan, diet, konsumsi alkohol, dan konsumsi
beberapa makanan tertentu yang dapat menjadi pencetus terjadinya
serangan migrain, misalnya keju, cokelat, anggur merah, MSG, dan
lainnya. Selain itu, faktor hormonal juga mempengaruhi terjadinya
migren.

Klasifikasi
Secara umum migren dibagi menjadi dua, yaitu:
1) Migren dengan aura
Migren dengan aura disebut juga sebagai migren klasik.
Diawali dengan adanya gangguan pada fungsi saraf, terutama
visual, diikuti oleh nyeri kepala unilateral, mual, dan kadang

28
muntah, kejadian ini terjadi berurutan dan manifestasi nyeri
kepala biasanya tidak lebih dari 60 menit yaitu sekitar 5-20
menit.
2) Migren tanpa aura
Migren tanpa aura disebut juga sebagai migren umum. Nyeri
kepalanya hampir sama dengan migren dengan aura. Nyerinya
pada salah satu bagian sisi kepala dan bersifat pulsatil dengan
disertai mual, fotofobia dan fonofobia. Nyeri kepala
berlangsung selama 4-72 jam.

Patofisiologi
- Teori vaskular
Vasokontriksi intrakranial di bagian luar korteks berperan
dalam terjadinya migren dengan aura. Pendapat ini diperkuat
dengan adanya nyeri kepala disertai denyut yang sama dengan
jantung. Pembuluh darah yang mengalami konstriksi terutama
terletak di perifer otak akibat aktivasi saraf nosiseptif setempat.
Teori ini dicetuskan atas observasi bahwa pembuluh darah
ekstrakranial mengalami vasodilatasi sehingga akan teraba
denyut jantung. Vasodilatasi ini akan menstimulasi orang untuk
merasakan nyeri kepala. Dalam keadaan yang demikian,
vasokonstriktor seperti ergotamin akan mengurangi nyeri
kepala, sedangkan vasodilator seperti nitrogliserin akan
memperburuk nyeri kepala.
- Teori Neurovaskular dan Neurokimia
Teori vaskular berkembang menjadi teori neurovaskular yang
dianut oleh para neurologist di dunia. Pada saat serangan
migren terjadi, nervus trigeminus mengeluarkan CGRP
(Calcitonin Gene-related Peptide) dalam jumlah besar. Hal
inilah yang mengakibatkan vasodilatasi pembuluh darah

29
multipel, sehingga menimbulkan nyeri kepala. CGRP adalah
peptida yang tergolong dalam anggota keluarga calcitonin yang
terdiri dari calcitonin, adrenomedulin, dan amilin. Seperti
calcitonin, CGRP ada dalam jumlah besar di sel C dari kelenjar
tiroid. Namun CGRP juga terdistribusi luas di dalam sistem
saraf sentral dan perifer, sistem kardiovaskular, sistem
gastrointestinal, dan sistem urologenital. Ketika CGRP
diinjeksikan ke sistem saraf, CGRP dapat menimbulkan
berbagai efek seperti hipertensi dan penekanan pemberian
nutrisi. Namun jika diinjeksikan ke sirkulasi sistemik maka
yang akan terjadi adalah hipotensi dan takikardia. CGRP adalah
peptida yang memiliki aksi kerja sebagai vasodilator poten.
Aksi keja CGRP dimediasi oleh 2 reseptor yaitu CGRP 1 dan
CGRP 2. Pada prinsipnya, penderita migren yang sedang tidak
mengalami serangan mengalami hipereksitabilitas neuron pada
korteks serebral, terutama di korteks oksipital, yang diketahui
dari studi rekaman MRI dan stimulasi magnetik transkranial.
Hipereksitabilitas ini menyebabkan penderita migren menjadi
rentan mendapat serangan, sebuah keadaan yang sama dengan
para pengidap epilepsi. Pendapat ini diperkuat fakta bahwa
pada saat serangan migren, sering terjadi alodinia (hipersensitif
nyeri) kulit karena jalur trigeminotalamus ikut tersensitisasi
saat episode migren.Mekanisme migren berwujud sebagai
refleks trigeminal vaskular yang tidak stabil dengan cacat
segmental pada jalur nyeri. Cacat segmental ini yang
memasukkan aferen secara berlebihan yang kemudian akan
terjadi dorongan pada kortibular yang berlebihan. Dengan
adanya rangsangan aferen pada pembuluh darah, maka
menimbulkan nyeri berdenyut.

30
- Teori cortical spreading depression (CSD) Patofisiologi migren
dengan aura dikenal dengan teori cortical spreading depression
(CSD). Aura terjadi karena terdapat eksitasi neuron di
substansia nigra yang menyebar dengan kecepatan 2-6
mm/menit. Penyebaran ini diikuti dengan gelombang supresi
neuron dengan pola yang sama membentuk irama vasodilatasi
yang diikuti dengan vasokonstriksi. Prinsip neurokimia CSD
ialah pelepasan Kalium atau asam amino eksitatorik seperti
glutamat dari jaringan neural sehingga terjadi depolarisasi dan
pelepasan neurotransmiter lagi. CSD pada episode aura akan
menstimulasi nervus trigeminalis nukleus kaudatus, memulai
terjadinya migren. Pada migren tanpa aura, kejadian kecil di
neuron juga mungkin merangsang nukleus kaudalis kemudian
menginisiasi migren. Nervus trigeminalis yang teraktivasi akan
menstimulasi pembuluh kranial untuk dilatasi. Hasilnya,
senyawa-senyawa neurokimia seperti calcitonin gene-related
peptide (CGRP) dan substansi P akan dikeluarkan, terjadilah
ekstravasasi plasma. Kejadian ini akhirnya menyebabkan
vasodilatasi yang lebih hebat, terjadilah inflamasi steril
neurogenik pada kompleks trigeminovaskular. Selain CSD,
migren juga terjadi akibat beberapa mekanisme lain, di
antaranya aktivasi batang otak bagian rostral, stimulasi
dopaminergik, dan defisiensi magnesium di otak. Mekanisme
ini bermanifestasi pelepasan 5-hidroksitriptamin (5-HT) yang
bersifat vasokonstriktor. Pemberian antagonis dopamin,
misalnya Proklorperazin, dan antagonis 5-HT, misalnya
Sumatriptan dapat menghilangkan migren dengan efektif.

Manifestasi klinis
- Migren tanpa aura

31
Serangan dimulai dengan nyeri kepala berdenyut di satu sisi
dengan durasi serangan selama 4-72 jam. Nyeri bertambah
berat dengan aktivitas fisik dan diikuti dengan nausea dan atau
fotofobia dan fonofobia.

- Migren dengan aura


Sekitar 10-30 menit sebelum nyeri kepala dimulai (suatu
periode yang disebut aura), gejala-gejala depresi, mudah
tersinggung, gelisah, mual atau hilangnya nafsu makan muncul
pada sekitar 20% penderita. Penderita yang lainnya mengalami
hilangnya penglihatan pada daerah tertentu (bintik buta atau
skotoma) atau melihat cahaya yang berkelap-kelip. Ada juga
penderita yang mengalami perubahan gambaran, seperti sebuah
benda tampak lebih kecil atau lebih besar dari sesungguhnya.
Beberapa penderita merasakan kesemutan atau kelemahan pada
lengan dan tungkainya. Biasanya gejala-gejala tersebut
menghilang sesaat sebelum nyeri kepala dimulai, tetapi kadang
timbul bersamaan dengan munculnya nyeri kepala. Nyeri
karena migren bisa dirasakan pada salah satu sisi kepala atau di
seluruh kepala. Kadang tangan dan kaki teraba dingin dan
menjadi kebiru-biruan. Pada penderita yang memiliki aura, pola
dan lokasi nyeri kepalanya pada setiap serangan migran adalah
sama. Migren bisa sering terjadi selama waktu yang panjang
tetapi kemudian menghilang selama beberapa minggu, bulan
bahkan tahun.

Migren dengan aura dapat dibagi menjadi empat fase, yaitu:


Fase I Prodromal
Sebanyak 50% pasien mengalami fase prodromal ini yang
berkembang pelanpelan selama 24 jam sebelum serangan.

32
Gejala: kepala terasa ringan, tidak nyaman, bahkan memburuk
bila makan makanan tertentu seperti makanan manis,
mengunyah terlalu kuat, sulit atau malas berbicara.
Fase II Aura
Berlangsung lebih kurang 30 menit, dan dapat memberikan
kesempatan bagi pasien untuk menentukan obat yang
digunakan untuk mencegah serangan yang dalam. Gejala dari
periode ini adalah gangguan penglihatan (silau/fotofobia),
kesemutan, perasaan gatal pada wajah dan tangan, sedikit
lemah pada ekstremitas dan pusing.
Fase III nyeri kepala
Fase nyeri kepala berdenyut yang berat dan menjadikan tidak
mampu yang dihubungkan dengan fotofobia, mual dan muntah.
Durasi keadaan ini bervariasi, beberapa jam dalam satu hari
atau beberapa hari.
Fase IV pemulihan
Periode kontraksi otot leher dan kulit kepala yang dihubungkan
dengan sakit otot dan ketegangan lokal. Kelelahan biasanya
terjadi, dan pasien dapat tidur untuk waktu yang panjang.

Migren tanpa aura


a. Sekurang-kurangnya terjadi 5 serangan yang memenuhi
kriteria b-d.
b. Serangan nyeri kepala berlangsung selama 4-72 jam (tidak
diobati atau tidak berhasil diobati).
c. Nyeri kepala mempunyai sedikitnya dua diantara
karakteristik berikut :
1. Lokasi unilateral
2. Kualitas berdenyut
3. Intensitas nyeri sedang atau berat
33
4. Keadaan bertambah berat oleh aktifitas fisik atau
penderita menghindari aktivitas fisik rutin (seperti
berjalan atau naik tangga).
d. Selama nyeri kepala disertai salah satu dibawah ini :
1. Mual dan/atau muntah
2. Fotofobia dan fonofobia
3. Tidak berkaitan dengan kelainan yang lain.
Migren dengan aura
Aura tipikal terdiri dari gejala visual dan/atau sensoris
dan/atau berbahasa. Yang berkembang secara bertahap,
durasi tidak lebih dari 1 jam, kemudian menghilang
sempurna yang memenuhi kriteria migren tanpa aura.
Kriteria diagnostik :
a. Sekurang-kurangnya terjadi 2 serangan yang
memenuhi criteria b-d.
b. Adanya aura yang terdiri paling sedikit satu dari
dibawah ini tetapi tidak dijumpai kelemahan motorik:
1. Gangguan visual yang reversibel seperti : positif
(cahaya yang berkedip-kedip, bintikbintik atau
garis-garis) dan negatif (hilangnya penglihatan).
2. Gangguan sensoris yang reversible termasuk
positif (pins and needles), dan/atau negatif (hilang
rasa/baal).
3. Gangguan bicara disfasia yang reversibel
c. Paling sedikit dua dari dibawah ini:
 Gejala visual homonim dan/atau gejala
sensoris unilateral
 Paling tidak timbul satu macam aura
secara gradual > 5 menit dan /atau jenis
aura yang lainnya > 5 menit.

34
 Masing-masing gejala berlangsung > 5
menit dan < 60 menit.
d. Nyeri kepala mulai sewaktu aura atau mengikuti aura
dalam waktu 60 menit
e. Tidak berkaitan dengan kelainan lain.

Penatalaksanaan
Sasaran pengobatan tergantung pada lama dan intensitas nyeri,
gejala penyerta, derajat disabilitas serta respons awal dari
pengobatan yang mungkin pula ditemukan penyakit lain seperti
epilepsi, ansietas, stroke, infark miokard. Oleh karena itu harus
hati-hati memberikan obat. Bila ada gejala mual/muntah, obat yang
diberikan rektal, nasal, subkutan atau intravena. Tatalaksana
pengobatan migren dibagi menjadi 3 kategori:
1. Langkah umum
Perlu menghindari pencetus nyeri seperti perubahan pola tidur,
makanan, stress dan rutinitas sehari-hari, cahaya terang, kelap-
kelip, perubahan cuaca berada ditempat yang tinggi seperti
gunung atau di pesawat udara.
2. Terapi abortif
Abortif non spesifik: Pada serangan ringan sampai sedang atau
serangan berat atau berepons baik terhadap obat yang sama
daoat dipakai: analgetik, NSAID (oral). Obatobatan yang dapat
diberikan:
 Parasetamol 500-1000 mg/6-8 jam
 Aspirin 500-1000 mg /4-6 jam, dosis maksimal 4
g/hari
 Ibuprofen 400-800 mg/6 jam, dosis maksimal 2,4 g/hari
35
 Naproxen sodium 275-550 mg/2-6 jam/hari, dosis
maksimal 1,5 g/hari
 Metoclopramide 10 mg i.v. atau oral 20-30 menit
sebelum atau bersamaan dengan emberian analgetik,
NSAID atau ergotamine derivate menghilangkan nyeri
disertai mual, muntah, dan memperbaiki motilitas
gastrik, mempertinggi absorpsi obat dalam usus dan
efektif dikombinasikan dengan dihidroergotamin i.v.
Ketorolac 60 mg i.m./15-30 menit. Dosis maksimal: 120
mg/hari.

Abortif spesifik:Bila tidak berespon terhadap


analgetik/NSAID, dipakai obat spesifik seperti: triptans
(naratripants, rizatriptan,sumatriptan,zolmatriptan).
Dihidroergotamin (DHE), obat golongan ergotamin

b. Tension Type Headache


Definisi
Nyeri kepala berulang yang berlangsung dalam hitungan menit
sampai hari, dengan sifat nyeri yang biasanya berupa rasa tertekan
atau diikat, dari ringan sampai berat, dirasakan di seluruh kepala,
tidak dipicu oleh aktifitas fisik dan gejala penyerta nya tidak
menonjol. Merupakan sensasi nyeri pada daerah kepala akibat
kontraksi terus menerus otot- otot kepala dan tengkuk (M.splenius
kapitis, M.temporalis, M.maseter, M.sternokleidomastoid,
M.trapezius, M.servikalis posterior, dan M.levator skapula).

Etiologi
Etiologi dan Faktor Risiko Tension Type Headache (TTH) adalah
stress, depresi, bekerja dalam posisi yang menetap dalam waktu

36
lama, kelelahan mata, kontraksi otot yang berlebihan,
berkurangnya aliran darah, dan ketidakseimbangan
neurotransmitter seperti dopamin, serotonin, noerpinefrin, dan
enkephalin.

Klasifikasi Tension Type Headache (TTH)


Klasifikasi TTH adalah :
1. Tension Type Headache episodik.
Tension Type Headache episodik, apabila frekuensi serangan
tidak mencapai 15 hari setiap bulan.Tension Type Headache
episodik (ETTH) dapat berlangsung selama 30 menit – 7 hari.
2. Tension Type Headache kronik Tension Type Headache kronik
(CTTH) apabila frekuensi serangan lebih dari 15 hari setiap
bulan dan berlangsung lebih dari 6 bulan.

Patofisiologi
Patofisiologi TTH masih belum jelas diketahui. Pada beberapa
literatur dan hasil penelitian disebutkan beberapa keadaan yang
berhubungan dengan terjadinya TTH :
1. Disfungsi sistem saraf pusat yang lebih berperan daripada
sistem saraf perifer dimana disfungsi sistem saraf perifer lebih
mengarah pada ETTH sedangkan disfungsi sistem saraf pusat
mengarah kepada CTTH
2. Disfungsi saraf perifer meliputi kontraksi otot yang involunter
dan permanen tanpa disertai iskemia otot,
3. Transmisi nyeri TTH melalui nukleus trigeminoservikalis pars
kaudalis yang akan mensensitasi second order neuron pada
nukleus trigeminal dan kornu dorsalis ( aktivasimolekul NO)
sehingga meningkatkan input nosiseptif pada jaringan
perikranial dan miofasial lalu akan terjadi regulasi mekanisme

37
perifer yang akan meningkatkan aktivitas otot perikranial. Hal
ini akan meningkatkan pelepasan neurotransmitter pada
jaringan miofasial.
4. Hiperflesibilitas neuron sentral nosiseptif pada nukleus
trigeminal, talamus, dan korteks serebri yang diikuti
hipesensitifitas supraspinal (limbik) terhadap nosiseptif. Nilai
ambang deteksi nyeri ( tekanan, elektrik, dan termal) akan
menurun di sefalik dan ekstrasefalik. Selain itu, terdapat juga
penurunan supraspinal decending paininhibit activity.
5. Kelainan fungsi filter nyeri di batang otak sehingga
menyebabkan kesalahan interpretasi info pada otak yang
diartikan sebagai nyeri.
6. Terdapat hubungan jalur serotonergik dan monoaminergik pada
batang otak dan hipotalamus dengan terjadinya TTH.
Defisiensi kadar serotonin dan noradrenalin di otak, dan juga
abnormal serotonin platelet, penurunan beta endorfin di CSF
dan penekanan eksteroseptif pada otot temporal dan maseter.
7. Faktor psikogenik ( stres mental) dan keadaan non-
physiological motor stress pada TTH sehingga melepaskan zat
iritatif yang akan menstimulasi perifer dan aktivasi struktur
persepsi nyeri supraspinal lalu modulasi nyeri sentral. Depresi
dan ansietas akan meningkatkan frekuensi TTH dengan
mempertahankan sensitisasi sentral pada jalur transmisi nyeri.
8. Aktivasi NOS ( Nitric Oxide Synthetase) dan NO pada kornu
dorsalis.

Diagnosis
a. Tension-type headache episodik yang infrequent
Nyeri kepala episodik yang infrequent berlangsung beberapa
menit sampai beberapa hari.Nyeri bilateral, rasa menekan atau

38
mengikat dengan intensitas ringan sampai sedang.Nyeri tidak
bertambah pada aktivitas fisik rutin, tidak didapatkan mual tapi
bisa ada fotofobia atau fonofobia.Kriteria Diagnostik:
- Paling tidak terdapat 10 episode serangan dengan rata-
rata < 1 hari/bulan (< 12 hari/tahun) dan memenuhi
kriteria dibawah.
- Nyeri kepala berlangsung dari 30 menit sampai 7 hari. C.
Nyeri kepala paling tidak terdapat 2 gejala khas:
1. Lokasi bilateral
2. Menekan/mengikat (kualitas tidak berdenyut)
3. Intensitasnya ringan atau sedang
4. Tidak diperberat oleh aktivitas rutin seperti berjalan
atau naik tangga.
- Tidak didapatkan:
1. Mual atau muntah (bisa anoreksia).
2. Lebih dari satu keluhan: foto fobia atau fonofobia
- Tidak berkaitan dengan kelainan yang lain.

b. Tension-type headache episodik yang frequent


Nyeri kepala berlangsung beberapa menit sampai beberapa
hari. Nyeri kepala bilateral menekan atau mengikat, tidak
berdenyut. Intensitas ringan atau sedang, tidak bertambah berat
dengan aktivitas fisik rutin, tidak ada mual/muntah, tetapi
mungkin terdapat fotofobia/fonofobia. Kriteria Diagnostik:
1. Paling tidak terdapat 10 episode serangan dalam 1-15
hari/bulan selama paling tidak 3 bulan (12-180 hari/tahun)
dan memenuhi kriteria dibawah lainnya.
2. Nyeri kepala berlangsung selama 30 menit sampai 7 hari.
3. Nyeri kepala yang memiliki paling tidak 2 dari
karakteristik, berikut: 1. Lokasinya bilateral 2.

39
Menekan/mengikat (tidak berdenyut) 3. Intensitas ringan
atau sedang 4. Tidak bertambah berat dengan aktivitas fisik
yang rutin seperti berjalan atau naik tangga.
4. Tidak didapatkan: Mual atau muntah (bisa anoreksia),
lebih dari satu keluhan: foto fobia atau fonofobia
5. Tidak berkaitan dengan kelainan yang lain.

Penatalaksanaan
Penatalaksanaan TTH dibagi menjadi tiga yaitu terapi
farmakologis, terapi nonfarmakologis, dan terapi preventif.Prinsip
penanganan tension type headache:
1. Terapi tension-type headache meliputi modifikasi gaya hidup
untuk mengurangi kekambuhan nyeri kepala, modalitas terapi
non farmakologis, dan terapi farmakologis akut maupun
profilaksis.
2. Tahap awal penting pada tata laksana tension-type headache
adalah edukasi mengenai faktor pencetus dan implementasi
tatalaksana stres dan latihan untuk mencegah/mengurangi
tension-type headache.
3. Tension-type headache akut membaik dengan sendirinya atau
dikeiola dengan analgetik yang dijual bebas seperti
asetaminofen, NSAID atau asam asetilsalisilat. Kombinasi
dengan kafein juga efektif.
4. Terapi non farmakologis meliputi terapi relaksasi, cognitive-
behavioral therapy dan pemijatan.
5. Terapi profilaksis diberikan bila nyeri kepala frequent,
berhubungan dengan pekerjaan, sekolah dan kualitas hidup,
dan/atau penggunaan analgetik yang dijual bebas meningkat
(>10—15 hari per bulan). Pilihan terapi profilaksis meliputi
antidepresan trisiklik seperti amitriptyline dan nortriptilin.

40
c. Cluster Headache
Definisi
Nyeri kepala tipe klaster adalah jenis nyeri kepala yang berat,
unilateral yang timbul dalam serangan-serangan mendadak, sering
disertai dengan rasa hidung tersumbat, rinore, lakrimasi dan injeksi
konjungtiva di sisi nyeri. Nyeri kepala klaster (cluster headache)
merupakan nyeri kepala vaskular yang juga dikenal sebagai nyeri
kepala Horton, sfenopalatina neuralgia, nyeri kepala histamine,
sindrom Bing, erythrosophalgia, neuralgia migrenosa, atau migren
merah (red migren) karena pada waktu serangan akan tampak
merah pada sisi wajah yang mengalami nyeri
Etiologi
Etiologi cluster headache adalah sebagai berikut :
- Penekanan pada nervus trigeminal (nervus V) akibat dilatasi
pembuluh darah sekitar.
- Pembengkakan dinding arteri carotis interna.
- Pelepasan histamin.
- Letupan paroxysmal parasimpatis.
- Abnormalitas hipotalamus.
- Penurunan kadar oksigen.
- Pengaruh genetic

Faktor pencetus
Diduga faktor pencetus cluster headache antara lain : Glyceryl
trinitrate, Alkohol, Terpapar hidrokarbon, Panas, Terlalu banyak
atau terlalu sedikit tidur, stres.

Patofisiologi

41
Patofisiologi cluster headache masih belum diketahui dengan jelas,
akan tetapi teori yang masih banyak dianut sampai saat ini antara
lain:
 Cluster headache timbul karena vasodilatasi pada salah satu
cabang arteri karotis eksterna yang diperantarai oleh
histamine intrinsic (Teori Horton).
 Serangan cluster headache merupakan suatu gangguan
kondisi fisiologis otak dan struktur yang berkaitan
dengannya, yang ditandai oleh disfungsi hipotalamus yang
menyebabkan kelainan kronobiologis dan fungsi otonom. Hal
ini menimbulkan defisiensi autoregulasi dari vasomotor dan
gangguan respon kemoreseptor pada korpus karotikus
terhadap kadar oksigen yang turun. Pada kondisi ini,
serangan dapat dipicu oleh kadar oksigen yang terus
menurun. Batang otak yang terlibat adalah setinggi pons dan
medulla oblongata serta nervus V, VII, IX, dan X. Perubahan
pembuluh darah diperantarai oleh beberapa macam
neuropeptida (substansi P, dll) terutama pada sinus
kavernosus (teori Lee Kudrow)

Manifestasi Klinis
Nyeri kepala yang dirasakan sesisi biasanya hebat seperti ditusuk-
tusuk pada separuh kepala, yaitu di sekitar, di belakang atau di
dalam bola mata, pipi, lubang hidung, langitlangit, gusi dan
menjalar ke frontal, temporal sampai ke oksiput. Nyeri kepala ini
disertai gejala yang khas yaitu mata sesisi menjadi merah dan
berair, konjugtiva bengkak dan merah, hidung tersumbat, sisi
kepala menjadi merah-panas dan nyeri tekan. Serangan biasanya
mengenai satu sisi kepala, tapi kadang-kadang berganti-ganti kanan
dan kiri atau bilateral. Nyeri kepala bersifat tajam, menjemukan

42
dan menusuk serta diikuti mual atau muntah. Nyeri kepala sering
terjadi pada larut malam atau pagi dini hari sehingga
membangunkan pasien dari tidurnya.12 Serangan berlangsung
sekitar 15 menit sampai 5 jam (rata – rata 2 jam) yang terjadi
beberapa kali selama 2-6 minggu. Sedangkan sebagai faktor
pencetus adalah makanan atau 27 minuman yang mengandung
alkohol. Serangan kemudian menghilang selama beberapa bulan
sampai 1-2 tahun untuk kemudian timbul lagi secara cluster
(berkelompok).

Diagnosis
Diagnosis nyeri kepala klaster menggunakan kriteria oleh
International Headache Society (IHS) adalah sebagai berikut:
a. Paling sedikit 5 kali serangan dengan kriteria seperti di bawah
b. Berat atau sangat berat unilateral orbital, supraorbital, dan atau
nyeri temporal selama 15 – 180 menit bila tidak ditatalaksana.
c. Nyeri kepala disertai satu dari kriteria dibawah ini : 1. Injeksi
konjungtiva ipsilateral dan atau lakrsimasi 2. Kongesti nasal
ipsilateral dan atau rhinorrhea 3. Edema kelopak mata
ipsilateral 4. Berkeringat pada bagian dahi dan wajah
ipsilateral 5. Miosis dan atau ptosis ipsilateral 6. Kesadaran
gelisah atau agitasi
d. Serangan mempunyai frekuensi 1 kali hingga 8 kali perhari
e. Tidak berhubungan dengan kelainan yang lain.

Penatalaksanaan
Pengobatan Serangan Akut Serangan cluster headache biasanya
singkat, dari 30 sampai 180 menit, sering memberat secara cepat,
sehingga membutuhkan pengobatan awal yang cepat. Penggunaan
obat nyeri kepala yang berlebihan sering didapatkan pada pasien-

43
pasien cluster headache, biasanya bila mereka pernah memiliki
riwayat menderita migren atau mempunyai riwayat keluarga yang
menderita migren, dan saat pengobatan yang diberikan sangat tidak
efektif pada serangan akut, seperti triptan oral, acetaminofen dan
analgetik agonis reseptor opiate.
 Oksigen: inhalasi oksigen, kadar 100% sebanyak 10-12
liter/menit selama 15 menit, sangat efektif, dan
merupakan pengobatan yang aman untuk cluster
headache akut.
 Triptan: Sumatriptan 6 mg subkutan, sumatriptan 20 mg
intranasal, dan zolmitriptan 5 mg intranasal efektif pada
pengobatan akut cluster headache. Tiga dosis
zolmitriptan dalam dua puluh empat jam bisa diterima.
Tidak terdapat bukti yang mendukung penggunaan
triptan oral pada cluster headache.
 Dihidroergotamin 1 mg intramuskular efektif dalam
menghilangkan serangan akut cluster headache. Cara
intranasal terlihat kurang efektif, walaupun beberapa
pasien bermanfaat menggunakan cara tersebut.
 Lidokain: tetes hidung topikal lidokain dapat digunakan
untuk mengobati serangan akut cluster headache. Pasien
tidur telentang dengan kepala dimiringkan ke belakang
ke arah lantai 30° dan beralih ke sisi nyeri kepala. Tetes
nasal dapat digunakan dan dosisnya 1 ml lidokain 4%
yang dapat diulang setekah 15 menit

d. Trigeminal neuralgia (Mya Ayustina, 2017)


Definisi
Trigeminal neuralgia pertama kali dikemukakan oleh John
Fothergill pada tahun 1773. Ia mendeskripsikan secara jelas
44
gambaran klinis yang khas pada Trigeminal neuralgia seperti nyeri
paroksismal pada sebagian sisi wajah dan dipicu oleh aktivitas
seperti makan, berbicara, adanya sentuhan ringan, dimulai serta
berhenti secara tiba-tiba dan berhubungan dengan kecemasan.

Etiologi
Trigeminal neuralgia idiopatik tidak diketahui pasti penyebab
spesifiknya, namun sering kali dikaitkan dengan adanya kompresi
oleh pembuluh perifer intrakranial pada area di sekitar percabangan
saraf trigeminal, sehingga mempengaruhi proses penghantaran
impuls saraf pada percabangan V1, V2, atau V3 yang menginervasi
area wajah. Kompresi neurovaskular yang terus-menerus dapat
menyebabkan rusaknya selubung myelin pada syaraf, yang
kemudian menyebabkan perubahan fungsional pada akson,
sehingga syaraf semakin sensitif dan stimulasi sentuhan ditafsirkan
sebagai rasa sakit. Kompresi neurovaskular pada trigeminal
neuralgia idiopatik ini kemungkinan dipicu karena trauma, faktor
emosional, atau rangsangan eksternal.

Patofisiologi
Penjelasan utama penyebab dari trigeminal neuralgia adalah
adanya kompresi oleh pembuluh darah intrakranial yang
menyebabkan rusaknya selaput pelindung saraf atau dikenal
dengan proses demyelinasi. Adanya variasi anatomis pembuluh
darah yang berbeda-beda dapat menyebabkan kompresi arteri
dan/atau vena (terutama arteri cerebellar superior) pada area
percabangan saraf trigeminal. Kompresi atau penekanan yang
terus-menerus dalam jangka waktu lama menyebabkan selaput
pelindung saraf yang berada di bawah kompresi pembuluh darah
mengalami penipisan dan lama-kelamaan menjadi rusak

45
(demyelinasi). Selanjutnya, demyelinasi ini menyebabkan impuls
listrik saraf menjadi ektopik (tidak menentu) dan ephaptik (tidak
langsung) secara bersilangan di antara serabut saraf, hal ini
membuat penghantaran impuls saraf terganggu. Impuls listrik
ektopik dan ephaptik yang abnormal dapat menyebabkan
perkembangan hipersensitivitas pada saraf, sehingga menimbulkan
rasa nyeri yang berkesinambungan.

Gejala Klinis
Gejala klinis trigeminal neuralgia berupa serangan nyeri yang
timbul mendadak, sangat hebat, durasinya pendek (kurang dari satu
menit), biasanya unilateral, dan dirasakan pada satu bagian dari
saraf trigeminal. Nyeri seringkali timbul jika ada suatu rangsangan
di daerah tertentu (trigger zone). Trigger zone sering dijumpai di
sekitar cuping hidung atau sudut mulut. Rangsangan yang memicu
timbulnya nyeri berupa sentuhan atau tekanan pada kulit atau
rambut di daerah tersebut. Selain itu, rasa nyeri juga bisa timbul
saat pasien sedang makan atau mengunyah sehingga tidak jarang
rasa nyeri dikira berasal dari gigi. Sensasi nyeri yang dirasakan
biasanya seperti kilatan, tersetrum listrik, atau seperti sewaktu
dibor dokter gigi. Rasa nyeri berlangsung hanya 20-30 detik, tapi
nyeri ini terus berulang-ulang sehingga menakutkan pasien. Pada
saat rasa nyeri timbul, kulit dapat tampak berwarna merah,
bengkak, keringatan, dan salivasi bertambah

Penatalaksanaan
Pengobatan trigeminal neuralgia dapat bersifat medis atau secara
bedah. Terapi medis adalah pilihan pertama, peralihan ke bedah
saraf fungsional hanya dalam kasus di mana terapi klinis terbukti
tidak efektif.

46
Terapi didasarkan pada penggunaan obat-obatan antiepilepsi.
Pilihan garis pertama adalah karbamazepinV (200-1200 mg / hari)
dan Oxcarbazepine (600- 1800 mg / hari). Terapi lini kedua
termasuk terapi add-on dengan lamotrigin (400mg / hari) atau
dapat diganti dengan lamotrigin atau baclofen (40-80 mg / hari).
Obat - obatan Antiepilepsi lainnya seperti gabapentin, fenitoin,
valproat, dan pregabalin juga disarankan agar pengobatan lebih
efektif. Dalam kasus darurat, infus fosphenytoin, seperti suntikan
lidokain secara lokal ke titik pemicu juga dapat bermanfaat. Obat-
obatan selain anti epilepsi yang paling sering digunakan adalah:
anestesi lokal, neuroleptik, relaksan otot, dan antikonvulsan.
Sebuah ringkasan hasil uji klinis / percobaan klinis terkontrol
terhadap pengobatan obat Trigeminal Neuralgia menunjukkan hasil
dalam penekanan trigeminal neuralgia.

Perawatan bedah didasarkan pada asumsi penyebabnya asalnya


adalah perifer, seperti kerusakan saraf trigeminal di pembuluh
darah, oleh tumor atau lesi inflamasi. Pembedahan harus
dipertimbangkan sebagai pengobatan pilihan jika tidak didapat
hasil yang memuaskan dengan terapi medis atau jika terapi medis
menghasilkan penurunan pada aktivitas sehari-hari.

2. Nyeri kepala sekunder


Nyeri kepala sekunder merupakan nyeri kepala yang dikarenakan penyakit
lain sehingga terdapat peningkatan tekanan intrakranial atau nyeri kepala
yang jelas terdapat kelainan anatomi maupun struktur.
a. Nyeri kepala karena trauma pada kepala dan / atau leher
b. Nyeri kepala karena gangguan vaskular pada kranial atau servikal
c. Nyeri kepala karena gangguan non vaskular pada intrakranial
d. Nyeri kepala karena suatu substansi atau withdrawal

47
e. Nyeri kepala karena infeksi
f. Nyeri kepala karena gangguan homeostasis
g. Nyeri kepala atau nyeri wajah karena gangguan pada kranial, leher,
mata, telinga, hidung, rongga sinus, gigi, mulut, atau struktur wajah
atau kranial lainnya
Nyeri kepala karena gangguan psikiatri. (Giordano Bandi, 2017)

C. Epidemiologi
Data dari hasil penelitian multisenter berbasis rumah sakit pada 5 rumah
sakit besar di Indonesia didapatkan prevalensi penderita nyeri kepala yaitu,
migraine tanpa aura 10%, migraine dengan aura 1, 8%, episodik tension type
headache 31%, chronic tension type headache (CTTH) 24%, cluster headache
0. 5%, mixed Headache 14%. Penelitian berbasis populasi menggunakan
kriteria Internasional Headache Society untuk Migraine dan Tension Type
Headache (TTH), juga penelitian Headache in General dimana Chronic Daily
Headache juga disertakan (Giordano Bandi, 2017)

BAB IV

Kesimpulan

Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang,


maka dapat ditegakkan diagnosis pasien Nn. R usia 24 tahun dengan diagnosis
klinis, yaitu nyeri kepala. Diagnosis Topis pasien adalah plexus pericarotis.
Diagnosis Etiologi adalah Cephalgia tipe cluster headache.
Terapi yang dapat diberikan kepada pasien adalah tab meloxicam 7.5 mg 2
x 1. Kapsul berisi paracetamol 300 mg dan diazepam 2 mg 3 kali sehari.
Prognosis pasien adalah dubia ad bonam.

48
DAFTAR PUSTAKA

Dahlan Ramziah. 2020. Profil Penderita Nyeri Kepala Primer Pada Mahasiswa
Angkatan 2017 Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin. Skripsi. Fakultas
Kedokteran Universitas Hasanuddin. Makassar.

Fahmi Muhammad. 2018. Prevalensi Dan Faktor Risiko Nyeri Kepala Primer
Pada Residen Di Rsup Dr. Mohammad Hoesin Palembang. Skripsi. Universitas
Sriwijaya. Palembang.

Putri Syifa. 2017. Cephalgia. Universitas Diponegoro. Online :


Http://Eprints.Undip.Ac.Id/56222/3/Syifasabillajatmiputri_22010113120106_Lap.
KTI_Bab2.Pdf

Prasetya Mia. 2017. Penatalaksanaan Trigeminal Neuralgia. Fakultas Kedokteran


Universitas Udayana. Bali
49
Lolok Giardano. 2017. Distribusi Penderita Nyeri Kepala Primer Mahasiswa
Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin Yang Mengikuti Sistem Perkuliahan
Blok Awal Tahun Ajaran 2017/2018. Skripsi. Fakultas Kedokteran Universitas
Hasanuddin. Makassar.

50

Anda mungkin juga menyukai