Oleh:
Aulia Dhiya Almas (H1AP20035)
Rahmaniar Surahman (H1AP22020)
Pembimbing:
dr. M. Iman Indrasyah, Sp.S
i
HALAMAN PENGESAHAN
ii
KATA PENGANTAR
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam laporan kasus ini,
maka penulis sangat mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak. Penulis
sangat berharap agar laporan kasus ini dapat bermanfaat bagi semua.
Penulis
iii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.........................................................................................................3
DAFTAR ISI........................................................................................................................4
BAB I...................................................................................................................................5
PENDAHULUAN................................................................................................................5
BAB II..................................................................................................................................7
LAPORAN KASUS.............................................................................................................7
2.1. Identitas Pasien..........................................................................................................7
2.2. Data Subyektif...........................................................................................................7
2.2.1. Keluhan Utama...................................................................................................7
2.2.2. Riwayat Penyakit Sekarang.................................................................................7
2.2.4. Riwayat Pengobatan............................................................................................8
2.2.5 Riwayat Kebiasaan...............................................................................................8
2.3. Pemeriksaan Fisik......................................................................................................8
2.3.1. Status Present......................................................................................................8
2.3.2. Status Gizi...........................................................................................................8
2.3.3. Status Generalis...................................................................................................8
2.3.4. Status Neurologis..............................................................................................10
2.4. Pemeriksaan Penunjang...........................................................................................15
2.5. Resume....................................................................................................................17
2.6. Diagnosis.................................................................................................................17
2.7. Tatalaksana..............................................................................................................18
BAB III..............................................................................................................................23
TINJAUAN PUSTAKA....................................................................................................23
3.10. Konsep Kraniotomi.............................................................................................34
BAB IV..............................................................................................................................37
PEMBAHASAN................................................................................................................37
BAB V................................................................................................................................41
KESIMPULAN..................................................................................................................41
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................42
4
BAB I
PENDAHULUAN
Stroke didefinisikan sebagai sindrom klinis yang terdiri dari defisit neurologis,
baik fokal maupun global (menyeluruh), yang terjadi secara tiba-tiba dengan
progresivitas yang cepat, yang berlangsung 24 jam atau lebih dan atau dapat
menyebabkan kematian, tanpa penyebab lain selain gangguan vaskuler1.
Berdasarkan American Heart Association (AHA) stroke ditandai sebagai defisit
neurologi yang dikaitkan dengan cedera fokal akut dari sistem saraf pusat (SSP) yang
disebabkan oleh pembuluh darah, termasuk infark serebral, pendarahan intraserebral
(ICH) dan pendarahan subaraknoid (SAH)1.
Stroke terjadi ketika jaringan otak terganggu karena berkurangnya aliran darah
atau oksigen ke sel-sel otak. Terdapat dua jenis stroke yaitu iskemik stroke dan
hemoragik. Stroke iskemik terjadi karena berkurangnya aliran darah sedangkan stroke
yang terjadi karena perdarahan ke dalam atau sekitar otak disebut stroke hemoragik.
Perdarahan yang terjadi pada stroke hemoragik dapat dengan cepat menimbulkan gejala
neurologik karena tekanan pada struktur saraf di dalam tengkorak. Stroke hemoragik
lebih jarang terjadi dibanding stroke iskemik akan tetapi stroke hemoragik menyebabkan
lebih banyak kematian. Berdasarkan data American Heart Assocation (AHA)/American
Stroke Association (ASA) tahun 2022, angka kematian stroke hemoragik mencapai
49,2%, hampir dua kali lipat stroke iskemik (25,9%)1.
Berdasarkan Riskesdas 2018 stroke menempati urutan pertama penyakit tidak
menular dalam satu decade terakhir dengan persentase 10,9% disusul dengan hipertensi
dan diabetes mellitus setelahnya. Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Kemenkes RI
tahun 2018 menunjukkan telah terjadi peningkatan prevalensi stroke di Indonesia dari 7
per mil (tahun 2013) menjadi 10,9 per mil (tahun 2018). Prevalensi penyakit Stroke
tertinggi di Kalimantan Timur (14,7 per mil), Yogyakarta (10,3 per mil), Sulawesi
Utara (9,7 per mil) dan Kepulauan Riau (9,7 per mil)2.
Sebuah survei berbasis rumah sakit di Indonesia yang terdiri dari 28 rumah sakit
yang terdiri dari 2.065 pasien stroke, usia rata-rata terkena stroke 58,8 tahun, rasio pria :
wanita 1,17:1 dengan kebanyakan faktor risiko berupa hipertensi (73,9%), diabetes
(17,3%), merokok (20-4%), penyakit jantung (19,9%) dan stroke sebelumnya (19,9%).
Pemeriksaan tomografi otak yang dilakukan pada 61,9% ditemukan perdarahan
5
subarachnoid pada 1,4%, perdarahan intraserebral pada 18,5% dan stroke iskemik pada
42,9%3
Kasus stroke termasuk dalam Standar Kompetensi Dokter dengan grade 3B,
yang berarti dokter umum harus mampu mendiagnosa klinik berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan tambahan sederhana. Dokter umum harus mampu
memutuskan dan memberikan terapi pendahuluan, serta merujuk ke spesialis yang
relevan (kasus gawat darurat). Diharapkan laporan kasus ini dapat menambah informasi
dan wawasan mengenai stroke, sehingga kompetensi yang diharapkan dapat tercapai.
6
BAB II
LAPORAN KASUS
9
2.3.4.2. Tanda Rangsang Meningeal
Kaku kuduk : (-) tidak ditemukan tahanan pada tengkuk.
Brudzinski I : (-/-) tidak ditemukan fleksi pada tungkai.
Brudzinski II : (-/-) tidak ditemukan fleksi pada tungkai.
Laseque : (-/-) tidak terdapat tahanan pada tungkai dapat
melewati 70o
Kernig : (-/-) tidak terdapat tahanan pada tungkai dapat
mencapai 135o
10
N-V3 (mandibularis) : Raba dan nyeri normal (+).
(+) → pasien dapat menunjukkan tempat rangsang.
(-) → pasien tidak dapat menunjukkan tempat rangsang.
b. Motorik : Tonus m. masetter dan m. temporalis
teraba normal.
c. Refleks kornea : Normal.
N-VII (Fasialis)
a. Sensorik (indra pengecap) : (sulit dinilai).
b. Motorik
Angkat alis : (sulit dinilai).
Menutup mata : (+).
Menggembungkan pipi : (sulit dinilai).
Gerakan involunter : (-/-).
N-VIII (Vestibulocochlearis)
a. Keseimbangan
- Nistagmus : Tidak dilakukan pemeriksaan.
- Tes romberg : Tidak dilakukan pemeriksaan.
b. Pendengaran
- Pemeriksaan garpu tala : Tidak dilakukan pemeriksaan,
pendengaran tidak ada keluhan
N-IX, X (Glosofaringeus, Vagus)
a. Refleks menelan : Baik.
b. Refleks batuk : Baik.
c. Perasat lidah 1/3 anterior : Normal.
d. Refleks muntah : Normal.
e. Posisi uvula : Normal.
f. Posisi arkus faring : Simetris.
N-XI (Aksesorius)
a. Kekuatan m.sternocleidomastoideus : (+).
b. Kekuatan m.trapezius : (+).
N-XII (Hipoglosus)
a. Tremor lidah : (-).
b. Atrofi lidah : (-).
c. Deviasi lidah : (-).
11
d. Fasikulasi : (-).
Keterangan :
Derajat kesadaran : 0=kompos mentis ; 1=somnolen ; 2=sopor/koma
Vomitus : 0=tidak ada ; 1=ada
Nyeri kepala : 0=tidak ada ; 1=ada
Ateroma : 0=tidak ada ; 1=salah satu atau lebih : diabetes, angina, penyakit
pembuluh darah
Kesimpulan :
Skor > 1 : perdarahan intraserebral
Skor -1 s.d 1 : perlu CT Scan (meragukan)
Skor < -1 : infark cerebri
13
Siriraj Stroke Skor pada Ny. N. :
1. Kesadaran : 1 x 2,5 = 2,5
2. Muntah : 1 x 2 = 2
3. Nyeri Kepala : 1 x 2 = 2
4. Tekanan darah : diastolic 82 x 0,1 = 8,2
5. Ateroma (DM, Angina pectoris) : 0 x 3 = 0
6. Konstante : 12
7. Jumlah : 2,5 + 2 + 2 + 8,2 – 0 – 12 = +2,7 (perdarahan intraserebral)
Pasien Ny. Ngadiati memenuhi 2 dari 3 gejala klinis yaitu adanya penurunan kesadaran
dan nyeri kepala.
14
Cr: 0.5 mg/dL
GDS: 99 mg/dl
Na: 136 mmol/L
K: 3.5 mmol/L
CL: 105 mmol/L
2.4.2 Radiologi
a) Rontgen Thoraks AP 05/04/2023
Thorax AP :
foto simetris dan inspirasi cukup
trakea masih ditengah
cor tidak membesar
sinuses dan diafragma normal
pulmo :
-hilli normal
-corakan bronkovaskuler normal
Tidak tampak perbercakan dikedua lapang paru
Kesan :
Tidak tampak kardiomegali
15
Pulmo tidak tampak kelainan
Kesan :
SDH di konkavitas frontotemporalis kiri
Perdarahan subarachnoid yang mengisi sulci cortikalis, parietalis kiri,
tentorium cerebeli, dan fisura interhemisfer
Perdarahan di daerah frontoparietalis kiri dengan lesi edema di sekitarnya.
Pergeseran struktur garis tengah sejauh 0,48 cm ke kanan
Tanda – tanda edema serebri
2.5. Resume
Seorang pasien perempuan Ny. N, 59 tahun datang ke IGD RSUD M
Yunus rujukan dari Puskesmas Karang Nanding Bengkulu Tengah dengan
penurunan kesadaran sejak ±4 jam SMRS. Sebelumnya sekitar pukul 06.00 wib
pagi pasien mengeluhkan sakit kepala hebat sebelah kiri, pasien tiba-tiba
terhuyung dan pingsan saat beristirahat. Pasien muntah (+) 1x berisi sisa makanan
dan air, tidak ada kejang, tidak demam, riwayat terjatuh sebelumnya tidak ada.
Kelemahan anggota gerak tidak ada. Saat ini pasien cenderung tertidur hanya
membuka mata bila dipanggil, mengeluarkan kata-kata tidak jelas dan tidak dapat
16
mengikuti perintah yang diberikan namun masih dapat merespon bila dirangsang
nyeri.
Pada pemeriksaan status present ditemukan kesadaran somnolen dengan
GCS E3M5V3 dengan tekanan darah 142/82 mmHg. Sementara dari Pemeriksaan
fisik ditemukan pupil anisokor, bulat, dengan ukuran 2mm/5mm, RCL (+/-),
RCTL (+/-). Pemeriksaan status neurologis ditemukan pemeriksaan kekuatan otot
ekstremitas superior 5555/5555 dan kekuatan otot ekstremitas inferior 5555/5555.
Refleks patologis seperti refleks Babinski (-/-), Chaddock (-/-), Oppenheim (-/-).
Tanda rangsang meningeal seperti kaku kuduk (-), laseque (-/-), kernig (-/-).
Dengan skor siriraj +2,7 yang mengindikasikan adanya perdarahan intraserebral.
Sementara dari algoritma gajah mada didapatkan pasien Ny. Ngadiati memenuhi 2
dari 3 gejala klinis yaitu adanya penurunan kesadaran dan nyeri kepala yang
menunjukkan adanya stroke perdarahan intraserebral.
Pada hasil pemeriksaan penunjang laboratorium dan rontgen thoraks
dalam batas normal. CT-Scan kepala non kontras ditemukan SDH di konkavitas
frontotemporalis kiri, perdarahan subarachnoid yang mengisi sulci cortikalis,
parietalis kiri, tentorium cerebeli, dan fisura interhemisfer, perdarahan di daerah
frontoparietalis kiri dengan lesi edema di sekitarnya. pergeseran struktur garis
tengah sejauh 0,48 cm ke kanan serta tanda – tanda edema serebri.
2.6. Diagnosis
Diagnosis klinis : Penurunan kesadaran dengan GCS 11
Diagnosis etiologi : Stroke hemoragik (Intracerebral hemorrhage
(ICH) dan Subdural Hemorrhage)
Diagnosis topis : frontotemporalis sinistra
Diagnosis kerja : Penurunan kesadaran GCS 11 e.c stroke hemoragik dengan
ICH dan SDH regio frontotemporalis sinistra + hipertensi grade 1
2.7. Tatalaksana
Non medika Mentosa
- Follow up : GCS + TTV
- Head up 30°
- O2 2 lpm
- Konsul Bedah Saraf
17
- Komunikasi, informasi, edukasi kepada keluarga pasien mengenai keadaan
pasien.
Medikametosa:
- IVFD NaCl 0,9 % 20tpm
- Manitol 4x125 cc
- Citicholin 3x250 mg
- Omeprazole 1x40 mg
- Transamin 3x500 mg
- Penitoin 3x100 mg
- Ceftriaxone 2x1 g
- Drip neurobion 1x1 amp
- Amlodipin 1x 5mg
2.8. Prognosis
Ad Vitam : dubia ad bonam
Ad Functionam : dubia
Ad Sanationam : dubia
2.9. Follow up
Sebelum Operasi
Date Subject Object Assemen Therapy
05/04/2023 Penurunan KU : Tampaksakit penurunan IVFD NaCl xx tpm
kesadaran, sedang kesadaran e.c.
sakit Kes : E3M5V3 SubDural Citicholine 3x1
kepala (+), TD : 114/72 mmHg Hemorrhage + Omeprazole 1x1 iv
lemas (+) N : 73 x/menit IntraCerebral
P : 18 x/menit Hemorrhage Transamine 3x1 iv
S : 36,5 0C Phenytoin 3x100mg
SpO2 : 100 % , NK 5
lpm iv
Mannitol 3x250cc
Kepala : normochepali
Mata : ppupil an isokhor Ceftriaxone 2x1 iv
(3mm/5mm) RCL (+/+)
RCTL (+/+) Drip neurobion 1x1
Abdomen : supel, NT (+) Amlodipine 1x5mg
epigastrium, BU (+)
normal, timpani
P. Motorik :
Superior : 4444/4444
Inferior : 4444/4444
P. sensorik : +
Babinski test : (-/-)
Chaddock test : (-/-)
18
Oppenheim test : (-/-)
Sesudah Operasi
19
Date Subject Object Assemen Therapy
08/04/2023 Penurunan KU : Tampak sakit Post IVFD NaCl xx tpm
kesadaran sedang Craniotomy a.i
Kes :E2M4Vett IntraCerebral IVFD RL 100cc/jam
20
TD : 112/72 mmHg Hemorrhage Clinimix fls 1x1
N : 80 x/menit
P : 20 x/menit Fenthanyl
S : 37,0 0C 300mcg/24 jam
SpO2 : 100% dengan
NK 3lpm Pct inf 1x1
Citicholin 3x1 iv
Kepala : normochepali
Mata : ppupil isokhor Omeprazole 1x1 iv
(2mm/2mm) RCL (+/+)
Transamine 3x1 iv
RCTL (+/+)
Abdomen : supel, NT (+) Phenytoin 3x100mg
epigastrium, BU (+)
iv
normal, timpani
P. Motorik : Ceftriaxone 2x1 iv
Superior : 5555/5555
Inferior : 4444/4444 Drip neurobion 1x1
P. sensorik : + Amlodipine 1x5mg
P. sensorik : +
Babinski test : (-/-) Vit K 3x1 po
Chaddock test : (-/-)
Vectrin syr 3x1
Oppenheim test : (-/-)
Kesan :
- Defek pada os frontoparietalis kiri disertai
soft tissue swelling
- Lesi hiperdens irregular pada lobus
frontalis kiri
- Lesi hipodens pada konkavitas
frontoparietotemporalis kiri
- Tanda-tanda edema cerebri
- Brain atrophy
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
22
Pada umumnya gangguan fungsional otak fokal dapat berupa hemiparesis yang
disertai dengan defisit sensorik, parese nervus kranialis dan gangguan fungsi luhur.
Manifestasi klinis yang muncul sangat bergantung kepada area otak yang diperdarahi
oleh pembuluh darah yang mengalami oklusi ataupun ruptur4.
Berdasarkan patologinya, stroke dibedakan menjadi stroke iskemik (sumbatan)
dan stroke hemoragik (perdarahan). Stroke hemoragik, atau yang dikenal juga sebagai
perdarahan intraserebral (PIS) spontan merupakan salah satu jenis patologi stroke
akibat pecahnya pembuluh darah intraserebral. Kondisi tersebut menimbulkan gejala
neurologis yang terjadi secara tiba-tiba dan seringkali diikuti gejala akibat efek desak
ruang atau peningkatan tekanan intrakranial (TIK). Itu sebabnya angka kematian pada
stroke hemoragik menjadi lebih tinggi dibandingkan stroke iskemik4.
3.3 Epidemiologi
Berdasarkan Riskesdas 2018 stroke menempati urutan pertama penyakit tidak
menular dalam satu decade terakhir dengan persentase 10,9% disusul dengan
hipertensi dan diabetes mellitus setelahnya. Proporsi stroke berdasarkan usia paling
banyak terjadi pada usia 75 tahun keatas7.
Prevalensi stroke di Indonesia yaitu 0,0017% di pedesaan, 0,022 di perkotaan dan
0,5% di perkotaan Jakarta. Sebuah survei berbasis rumah sakit di Indonesia yang
terdiri dari 28 rumah sakit yang terdiri dari 2.065 pasien stroke, usia rata-rata terkena
stroke 58,8 tahun, rasio pria : wanita 1,17:1 dengan kebanyakan faktor risiko berupa
hipertensi (73,9%), diabetes (17,3%), merokok (20-4%), penyakit jantung (19,9%) dan
stroke sebelumnya (19,9%). Pemeriksaan tomografi otak yang dilakukan pada 61,9%
ditemukan perdarahan subarachnoid pada 1,4%, perdarahan intraserebral pada 18,5%
dan stroke iskemik pada 42,9%3.
Berdasarkan data American Heart Assocation (AHA)/American Stroke
Association (ASA) tahun 2022, angka kematian stroke hemoragik mencapai 49,2%,
hampir dua kali lipat stroke iskemik (25,9%). Broderick dkk melaporkan angka
kematian stroke hemoragik dalam waktu 30 hari berkisar 35-52%, dan hanya 20%
pasien yang mengalami pemulihan fungsional dalam waktu 6 bulan. Berdasarkan
24
penelitian Elliott, setengah kasus stroke hemoragik mengalami kematian dalam 24 jam
pertama4.
Stroke terdiri dari dua jenis utama yaitu stroke iskemik dan stroke hemoragik. Stroke
iskemik jauh lebih sering terjadi daripada stroke hemoragik. Otak memiliki suplai darah
yang cukup konsisten antara individu. Iskemik stroke dapat disebabkan aterosklerosis
pada pembuluh darah besar, aortocardioemboli, atau oklusi pembuluh darah kecil. Pada
stroke hemoragik, paling sering disebabkan oleh hipertensi, kelainan pembuluh darah
spesifik atau masalah medis lainnya9.
Stroke iskemik terjadi ketika aliran darah arteri ke otak tersumbat. Arteri
bertanggung jawab untuk mengalirkan darah segar dari jantung dan paru-paru yang
membawa oksigen dan nutrisi ke otak. Jika arteri diblokir, sel-sel otak (neuron) tidak
dapat membuat energi yang cukup dan akhirnya akan berhenti bekerja. Jika arteri tetap
diblokir selama lebih dari beberapa menit, sel-sel otak bisa mati. Stroke iskemik dibagi
menjadi9 :
a. Trombosis
Ketika berusia muda, seseorang memiliki arteri yang luas dan fleksibel, namun
seiring bertambahnya usia dinding arteri menjadi lebih tebal dan kurang lentur.
Sebuah kondisi yang disebut aterosklerosis kemudian dapat berkembang dimana
menggambarkan pengerasan dan penebalan arteri besar dalam tubuh akibat deposito
lemak, atau patch yang disebut 'ateroma' pada dinding bagian dalam arteri. Mereka
27
dapat menjadi lebih tebal dan menyebabkan penyempitan dan mengurangi aliran
darah yang melewati pembuluh darah tersebut sehingga akhirnya terjadi
penyumbatan. Penyumbatan yang terjadi dapat membuat dinding permukaan arteri
menjadi rapuh dan mudah patah sehingga dapat menyebabkan pendarahan fokal dan
terbentuk trombus. Trombus yang terbentuk dapat pecah dan mengalir ke pembuluh
darah yang lain, sehinnga terjadi penyumbatan didaerah lain9
b. Emboli
Emboli pada umumnya disebabkan oleh bekuan darah yang terbentuk dilokasi lain
dalam sistem peredaran darah seperti jantung dan arteri besar dada bagian atas dan
leher. Kondisi jantung dan kelainan darah seperti denyut jantung yang tidak teratur
atau Fibrilasi Atrium dapat menyebabkan penumpukkan darah dijantung dan
meningkatkan resiko pembentukan gumpalan darah dibilik jantung. Sebagian bekuan
darah tersebut lepas dan berjalan memasuki pembuluh darah otak hingga mencapai
pembuluh darah otak kecil dan menyebabkan penghambatan aliran darah9.
c. Arteriosklerosis
Salah satu penyakit yang paling umum yang mempengaruhi arteri adalah
aterosklerosis. Hal ini disebabkan oleh adanya endapan plak lemak pada dinding
arteri. Sementara pembentukan lesi aterosklerosis dapat mempengaruhi arteri
terutama arteri koroner jantung yang paling sering terkena. Manifestasi aterosklerosis
ialah terjadi iskemia karena berkurangnya aliran darah, aneurisma atau perdarahan
akibat mengecilnya dinding pembuluh darah dan adanya plak aterosklerotik sehingga
membentuk emboli yang dapat berjalan jauh ke seluruh pembuluh9.
28
Pendarahan intraserebral (ICH) hasil dari pecahnya pembuluh intraserebral mengarah
ke pengembangan dari hematoma dalam substansi otak. Pendarahan intraserebral
adalah jenis pendarahan yang sangat sering dikaitkan tekanan darah tinggi yang tidak
terkontrol. Sekitar 30% pendarahan intraserebral akan terus membesar selama 24 jam
pertama, paling sering dalam waktu 4 jam, dan lokasi dan volume gumpalan adalah
indikator yang paling penting. Sebagian besar kematian dini stroke hemoragik
disebabkan oleh peningkatan mendadak tekanan intrakranial yang dapat
menyebabkan herniasi dan kematian. Ada juga bukti untuk mendukung bahwa edema
memperburuk kondisi pasien setelah perdarahan intraserebral9.
b. Pendarahan Subarachnoid
Pendarahan subarachnoid merupakan tanda-tanda disfungsi neurologis yang cepat
berkembang dengan tanda sakit kepala karena perdarahan ruang subarachnoid (ruang
antara membran arachnoid dan pia mater dari otak atau sumsum tulang belakang).
Dampak dari (SAH) adalah terjadinya cedera permanen pada (SSP) sistem saraf
pusat. Jenis perdarahan sangat sering dikaitkan dengan tekanan darah tinggi yang
tidak terkontrol dan efek samping terapi antitrombotik atau trombolitik9
c. Hematoma subdural
Hematoma subdural mengacu pada penumpukan darah di bawah dura (bagian yang
menutupi otak), dan disebabkan paling sering oleh trauma. Stroke hemoragik secara
signifikan lebih mematikan dibanding stroke iskemik, dengan 30 hari kasus kematian
yang dua sampai enam kali lebih tinggi9.
3.6 Patofisologi
29
b) Fase hematoma expansion
Pada fase hematoma expansion, gejala-gejala klinis mulai timbul seperti
peningkatan tekanan intracranial. Meningkatnya tekanan intracranial akan mengganggu
integritas jaringan-jaringan otak dan blood brain-barrier. Perdarahan intraserebral lama
kelamaan akan menyebabkan terjadinya inflamasi sekunder dan terbentuknya edema
serebri
c) Fase peri-hematoma edema
Pada fase ini defisit neurologis, yang mulai tampak pada fase hematoma
expansion, akan terus berkembang. Kerusakan pada parenkim otak, akibat volume
perdarahan yang relatif banyak akan mengakibatkan peninggian tekanan intracranial dan
menyebabkan menurunnya tekanan perfusi otak serta terganggunya drainase otak.
Elemen-elemen vasoaktif darah yang keluar serta kaskade iskemik akibat menurunnya
tekanan perfusi, menyebabkan neuronneuron di daerah yang terkena darah dan sekitarnya
menjadi lebih tertekan dan defisit neurologis pun akan semakin berkembang.9
3.7 Diagnosis
Diagnosis stroke dapat ditegakkan dengan anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang. 3
3.7.1 Anamnesis
Anamnesis untuk menentukan stroke adalah bertanya mengenai onset (akut atau
kronis), adanya tanda defisit neurologi fokal (lumpuh separuh, kesemutan separah badan,
gangguan penglihatan, tidak bisa bicara, dll), berapa kali serangan yang dialami, mencari
faktor risiko penyakit vaskular seperti diabetes, hipertensi, dislipidemia dan lainnya serta
dipastikan tidak ada riwayat trayma sebelumnya. Untuk membedakan antara stroke
iskemik atau hemoragik dengan cara bertanya mengenai sakit kepala sebelum kelemahan,
permulaan serangan saat pasein baru bangun tidur atau saat melakukan aktivitas,
perjalanan gejala, muntah, kejang dan penurunan kesadaran.3
30
ekstremitas. Selain itu, bisa terdapat adanya parese pada nervus kranialis, defisit sensorik,
gangguan otonom ataupun gangguan neurobehavioral (seperti gangguan atensi, gangguan
memory, gangguan bicara verbal, ganggaun pemahaman bicara, gangguan kognitif
lainnya). Pemeriksaan fisik dari kepala hingga kaki juga dilakukan terutama pemeriksaan
jantung untuk menemukan adanya kemungkinan faktor resiko.3
3.7.3 Pemeriksaan penunjang
31
perdarahan multiple, perdarahan yang letaknya atipik. Untuk mencari kemungkinan
AVM, aneurisma atau tumor sebagai penyebab perdarahan intraserebral.
c. Pemeriksaan Elektrokardiografi (EKG)
Pemeriksaan elektrokardiografi (EKG) berhubungan dengan kemungkinan iskemia
dan aritmia jantung serta penyakit jantung lainnya, sebagai penyebab stroke, maka
pemeriksaan EKG harus dilakukan pada semua pasien stroke akut.
Jika sarana pemeriksaan penunjang seperti CT-Scan tidak tersedia, maka untuk
diagnosis stroke bisa ditegakkan menggunakan skoring, yaitu:
a. Skor Stroke Siriraj
b. Algoritma Gajah Mada Algoritma
c. National Institute of Health Stroke Score (NIHSS)
3.8 Tatalaksana
1) Koreksi koagulopati (PCC/Prothrombine Complex Concentrate, jika perdarahan
karena antikoagulan)
2) Manajemen hipertensi (Nicardipin, ARB, ACE-Inhibitor, Calcium Antagonist, Beta
Blocker, Diuretik)
3) Manajemen gula darah (insulin, antidiabetic oral)
4) Pencegahan stroke hemoragik (manajemen faktor risiko)
5) Neuroprotektor
a. Piracetam
Indikasi: untuk stroke iskemik, sebaiknya diberikan dalam 7 jam sejak onset.
Kontraindikasin: hipersensitivitas, gangguan fungsi ginjal berat (creatinine
clearance <20ml/menit)
Dosis: 12g/infus habis dalam 20 menit, dilanjutkan 3g/6jam bolus iv.
b. Citicholin
Indikasi : stroke iskemik (<24 jam pertama dari onset) dan stroke hemoragik
Kontraindikasi : hipersensitivitas
Dosis :
- Stroke Iskemik : 250-1000mg/hari iv terbagi dalam 2-3 kali/hari, selama 2-14
hari
- Stroke Hemoragik : 150-200mg/hari iv terbagi dalam 2-3 kali/hari, selama 2-14
hari
32
3.1.6.3 Terapi Pembedahan
Tatalaksana konservatif ICH sendiri adalah memperbaiki faal hemostasis,
mencegah dan mengatasi vasospasme otak akibat perdarahan, dan neuroprotektan.
Sedangkan indikasi terapi pembedahan, adalah : ( Buku Pedoman Neurologi. PERDOSSI.
2006 )
1) Volume perdarahan lebih dari 30cc
2) Diameter perdarahan lebih dari 3 cm pada fossa posterior
3) Letak ICH pada lobar dan kortikal dengan tanda tanda peninggian tekanan intra
kranial akut dan ancaman herniasi otak
4) Perdarahan serebellum
5) Hidrosefalus akibat perdarahan intraventrikel atau serebellum
6) GCS > 7
a. Open Craniotomy and Evacuation of the Hematoma
Pada prinsipnya, kraniotomi harus selsesai dalam satu jalan, dimana hematoma dapat
dijangkau pada jalur terpendek untuk mencegah terjadinya cedera pada daerah otak yang
lain. Setelah insisi terkecil yang bisa dilakukan, kortek dipisahkan sengan spatula dan
rongga hematoma dapat terlokalisir. Bagian dari hematoma dapat di angkat dengan
forceps tanpa melukai daerah disekitar hematoma. Operasi dengan mikroskop bisa
digunakan untuk hemostasis adekuat dan pengangkatan hematoma yang lebih baik.
b. Endoscopic Evacuation of the Hematoma
Endoskop dapat meng-guide evakuasi dari hematoma. Dokter bedah dapat melewati
lubang single-burr. Selama evakuasi, arah dari endoskopi dapat di ubah untuk
menginspeksi bagian lain dari rongga hematoma untuk melihat adanya perdarahan.
c. Computer Tomography (CT) - Guided Stereotaxy
Pada tahun 1960 aspirasi stereotactic dari ICH yang berlokasi di dalam sudah
berkembang seiring dikembangkanya sistem computed imaging. Sejak hematoma yang
membeku sulit di aspirasi, dapat disuntikan urokinasi pada rongga hematoma agar sisa
hematoma menjadi lisis dan dapat di drainase. Dengan menggunakan prosedur ini,
inspeksi dari rongga hematoma tidak mungkin dilakukan. Karena lemahnya kontrol
perdarahan dapat meningkatkan resiko terjadinya perdarahan berulang dibandingkan
dengan tehnik operasi yang lain. CT-guided stereotaxy masih digunakan pada beberapa
kasus ICH namun secara data, keefektifan prosedur ini masih belum bisa di verifikasi.
3.9 Prognosis
33
Angka kematian stroke berkisar antara 20 – 30%. Penyebab kematian ini terjadi pada
minggu pertama setelah serangan terutama disebabkan oleh herniasi otak. Faktor-faktor
yang mempengaruhi prognosa stroke adalah:
a. Usia : mempunyai nilai negative terhadap prognosa pasien stroke.
b. Riwayat stroke sebelumnya dan atrila fibrilasi berpengaruh negative terhadap
prognosa pasien stroke.
c. Lokasi dan besarnya lesi. Perdarahan intraserebral masih merupakan penyakit
dengan morbiditas dan mortalitas yang tinggi. Skor ICH, skala penilaian klinis
sederhana, dapat membantu stratifikasi risiko. pasien dengan skor ICH tinggi
memiliki angka kematian yang tinggi.
2. Indikasi Kraniotomi
a) Segera (emergency)
34
1) Hematoma ekstraserebral (epidura, subdura) dengan efek desak ruang (ketebalan
lebih dari 10 mm, dan atau dengan garis tengah yang bergeser lebih dari 5 mm, dan
atau ada penyempitan cisterna perimencephalic atau ventriculus tertius).
2) Hematoma intraserebral diameter >3 cm yang disertai dengan efek pendesakan dan di
lokasi yang dapat dilakukan tindakan bedah.
3) Fraktur terbuka, dengan fragmen impresi, dengan atau tanpa robekan dura.
4) Tanda-tanda kompresi saraf optik. 10
b) Elektif / terprogram
1) Fraktur impresi tertutup, dengan defisit neurologik minimal dan pasien stabil.
2) Hematoma intrakranial dengan efek masa dan defisit neurologik yang minimal, dan
pasien stabil. 10
36
BAB IV
PEMBAHASAN
Pre-Operasi
Berdasarkan data-data yang didapatkan dari anamnesis, dan pemeriksaan fisik,
dapat disimpulkan pasien mengalami penurunan kesadaran GCS 11 e.c stroke hemoragik
dengan ICH dan SDH regio frontotemporalis sinistra + hipertensi grade 1 . Dari anamnesis
didapatkan pasien mengalami penurunan kesadaran sejak ±4 jam SMRS. Keluhan
didahului dengan sakit kepala hebat sebelah kiri ±1.5 jam sebelum terjadi penurunan
kesadaran, pasien tiba-tiba terhuyung dan pingsan saat beristirahat. Pasien muntah (+) 1x
berisi sisa makanan dan air, tidak ada kejang, tidak demam, riwayat terjatuh sebelumnya
tidak ada. Kelemahan anggota gerak tidak ada. Saat ini pasien cenderung tertidur hanya
membuka mata bila dipanggil, mengeluarkan kata-kata tidak jelas dan tidak dapat
mengikuti perintah yang diberikan namun masih dapat merespon bila dirangsang nyeri.
Pada hasil pemeriksaan status present ditemukan kesadaran somnolen dengan
GCS E3M5V3, tekanan darah 142/82 mmHg. Sementara dari pemeriksaan fisik
ditemukan pupil anisokor, bulat, dengan ukuran 2mm/5mm, RCL (+/-), RCTL (+/-).
Pemeriksaan status neurologis ditemukan pemeriksaan kekuatan otot ekstremitas superior
5555/5555 dan kekuatan otot ekstremitas inferior 5555/5555. Refleks patologis seperti
refleks Babinski (-/-), Chaddock (-/-), Oppenheim (-/-). Tanda rangsang meningeal seperti
kaku kuduk (-), laseque (-/-), kernig (-/-).
Sesuai teori bahwa gejala dari stroke hemoragik berupa peningkatan TIK lebih
menonjol seperti nyeri kepala mendadak dan hebat, muntah dan penurunan kesadaran.
Hal ini disebabkan adanya perluasan hematom yang menyebabkan peningkatan TIK dan
efek desak ruang. Stroke hemoragik sendiri terdiri dari 2 tipe yaitu stroke hemoragik
dengan perdarahan intraserebri dan stroke hemoragik dengan perdarahan subaraknoid.
Pada pasien ini dari gejala klinis menunjukkan adanya perdarahan hemoragik intraserebri,
dengan gejala klinis berupa nyeri kepala hebat, mual, muntah, terdapat penurunan
kesadaran, tidak terdapat hemiparesis, tidak terdapat gangguan bicara dan dari
pemeriksaan fisik didapatkan tanda rangsang meningeal (-). Sementara pada stroke
hemoragik dengan perdarahan subaraknoid paling sering ditemukan pada usia decade 3,5
dan 7 serta terdapat tanda rangsang meningeal (+). Faktor risiko terjadinya stroke
hemoragik pada pasien yaitu hipertensi yang tidak terkontrol dengan obat.
37
Penggunaan sistem skor dapat bermanfaat bila tidak terdapat fasilitas pencitraan
otak yang dapat membedakan secara jelas patologi penyebab stroke. Pada pasien ini
didapatkan skor siriraj yaitu +2,7 yang mengindikasikan adanya perdarahan
intraserebral. Sementara dari algoritma gajah mada didapatkan pasien Ny. Ngadiati
memenuhi 2 dari 3 gejala klinis yaitu adanya penurunan kesadaran dan nyeri kepala yang
menunjukkan adanya stroke perdarahan intraserebral. Namun, sistem skor tidak dapat
dipastikan pada patologi stroke yang terjadi. Hal ini disebabkan karena manifestasi klinis
pada stroke hemoragik dengan volume perdarahan kecil dapat menyerupai stroke
iskemik. Demikian pula manifestasi klinis stroke iskemik luas dengan peningkatan TIK
mirip dengan stroke hemoragik.
Pada hasil pemeriksaan penunjang gold standard yaitu CT-Scan kepala non
kontras ditemukan SDH di konkavitas frontotemporalis kiri, perdarahan subarachnoid
yang mengisi sulci cortikalis, parietalis kiri, tentorium cerebeli, dan fisura interhemisfer,
perdarahan di daerah frontoparietalis kiri dengan lesi edema di sekitarnya. Pergeseran
struktur garis tengah sejauh 0,48 cm ke kanan serta tanda – tanda edema serebri.
Tatalaksana pengobatan pada pasien sudah tepat, penatalaksanaan yang tepat pada
stroke hemoragik dapat memperbaiki keadaan pasien. Tatalaksana stroke hemoragik
dapat dibagi menjadi tatalaksana umum dan tatalaksana khusus. Tatalaksana umum
bertujuan untuk menjadi dan mengoptimalkan metabolism otakmeskipun dalam keaadaan
patologis. Tatalaksana khusus untuk melakukan koreksi koagulopati untuk mencegah
perdarahan berlanjut, mengontrol tekanan darah, identifikasi kondisi yang membutuhkan
intervensi bedah. Untuk penatalaksanaan peningkatan TIK pada pasien meliputi head up
30o , pemberian manitol 4x125 cc. Tatalaksana cairan dengan kebutuhan cairan
30ml/kgBB/hari (parenteral maupun enteral) pasien diberikan NaCl 0,9% yang merupakan
cairan isotonic untuk menjaga euvolemia.
Kebutuhan perhari = 30ml x 55 kg = 1650 ml/hari
Kebutuhan perjam = 1650:24 = 68,75 cc
Kebutuhan permenit = 68,75:60 = 1,1
Tetesan makro = 1,1 x 20 = 22 tetes/menit = 20 tpm
Pasien ini juga diberi antimuntah berupa omeprazole 1x40 mg, neuroprotektor
berupa citicholin 3x250 mg, antiperdarahan berupa transamin 3x500 mg, Sementara
untuk pencegahan infeksi diberikan antibiotik berupa Ceftriaxone 2x1 g
Untuk tatalaksana khusus pada pasien dengan stroke hemoragik dipantau tekanan
darah dengan target sistolik <140 mmHg dalam waktu < 1 jam. Pada pasien ini tekanan
38
darah 142/82 diberikan antihipertensi berupa amlodipine 1x5mg. Pasien ini juga dikonsul
dengan dokter bedah. Secara umum salah satu indikasi bedah pada perdarahan
intraserebral berupa perdarahan lobaris dengan ukuran sedang-besar yang terletak dekat
dengan korteks (<1 cm) pada pasien dengan GCS 9-12, dapat dipertimbangkan evakuasi
hematom supratentorial dengan kraniotomi standar (AHA/ASA kelas IIb, level B).
Tindakan bedah yang dilakukan lebih awal dapat bermanfaat pada pasien dengan GCS 9-
12.
Post Operasi
Berdasarkan data-data yang didapatkan dari anamnesis, dan pemeriksaan fisik,
dapat disimpulkan bahwa kesadaran pasien saat ini compos mentis dengan GCS
E4M6V5, tekanan darah 125/96 mmHg. Sementara dari pemeriksaan fisik ditemukan
pupil isokor, bulat, dengan ukuran 2mm/2mm, RCL (+/+), RCTL (+/+). Pemeriksaan
status neurologis ditemukan pemeriksaan kekuatan otot ekstremitas superior 5555/5555
dan kekuatan otot ekstremitas inferior 5555/5555. Refleks patologis seperti refleks
Babinski (-/-), Chaddock (-/-), Oppenheim (-/-). Tanda rangsang meningeal seperti kaku
kuduk (-), laseque (-/-), kernig (-/-). Hanya saja saat ini pasien masih mengeluh nyeri
kepala pasca operasi kraniotomi. Pasca operasi pasien diberikan beberapa tambahan obat
yaitu Clinimix fls 1x1, Fenthanyl 300mcg/24 jam, Pct inf 1x1, Vit K 3x1 po.
Kraniotomi merupakan tindakan bedah yang bertujuan untuk membuka tengkorak
sehingga dapat mengetahui dan memperbaiki kerusakan yang ada di dalam otak.
Penelitian terakhir membuktikan bahwa nyeri merupakan masalah yang biasa timbul
setelah tindakan kraniotomi.13
Nyeri pembedahan sedikitnya mengalami dua perubahan, pertama akibat
pembedahan itu sendiri yang menyebabkan rangsangan nosiseptif dan yang kedua setelah
proses pembedahan terjadi respon inflamasi pada daerah sekitar operasi, dimana terjadi
pelepasan mediator seperti prostaglandin, bradikinin, serotonin, substansi P, dan histamin
oleh jaringan yang rusak dan sel-sel inflamasi. Zat-zat kimia yang dilepaskan inilah yang
berperan pada proses transduksi dari nyeri.
Menurut penelitian sekitar 76 % pasien pasca kraniotomi mengalami nyeri
moderat hingga berat. Nyeri tersebut paling sering terjadi pada 48 jam pertama setelah
tindakan operasi dilakukan. Saat ini nyeri pasca kraniotomi masih dianggap sebagai
nyeri berat sehingga membutuhkan analgetik kuat. Analgetik yang sering digunakan
berasal dari golongan opioid. 12
39
Fentanyl intravena merupakan salah satu obat yang sangat bermanfaat untuk
manajemen nyeri akut pasca operasi dan merupakan obat yang golongan opioid yang
banyak digunakan sebagai anti nyeri. Obat tersebut merupakan analgetik narkotik kuat
mempunyai onset cepat dan durasi singkat, tidak mengganggu pulih sadar dan tidak
menyebabkan pelepasan histamin. Penggunaan opioid kuat tersebut juga memiliki
beberapa kekurangan diantaranya mual, muntah, sedasi, retensi urin, serta depresi napas.
Obat seperti parasetamol sangat dibutuhkan untuk mengurangi efek samping dari
fentanyl. Parasetamol tergolong sebagai obat analgetik antipiretik dengan efek anti
inflamasi minimal dan bekerja dengan melakukan inhibisi sintesis prostaglandin.
Sehingga pemberian fentalyn dan parasetamal infus pada pasien pasca operasi sudah
tepat.13
Larutan Clinimix memberikan sumber nitrogen biologis (L-asam amino), energi
(dalam bentuk glukosa) dan elektrolit.Clinimix diberikan untuk memenuhi nutrisi pasien
pasca pembedahan. Sedangkan pemberian Vit K pasca operasi berfungsi untuk
mengurangi bengkak serta memar yang di dapat pasca operasi. Sehingga pemberian
clinimix dan vit. K untuk pasien tepat.
40
BAB V
KESIMPULAN
41
DAFTAR PUSTAKA
1. Steven M. Greenberg, MD, PhD, FAHA, Chair, Wendy C. Ziai, MD, MPH,
FAHA, Vice Chair, Charlotte Cordonnier, MD, PhD, Dar Dowlatshahi,
MD, PhD, FAHA, Brandon Francis, MD, MPH, Joshua N. Goldstein, MD,
PhD, FAHA, J. Claude Hemphill III, MD, MAS, FAHA, Ronda and on
behalf of the AHASA. Guidelines for the Management of Spontaneous
Intracerebral Hemorrhage: AHA/ASA Guidel. 53(7):e282–361.
2. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. HASIL UTAMA
RISKESDAS 2018 Kesehatan [Main Result of Basic Heatlh Research].
Riskesdas. 2018;52.
3. Kusuma Y, Venketasubramanian N, Kiemas LS, Misbach J. Burden of
stroke in Indonesia. Int J Stroke. 2009;4(5):379–80.
4. FKUI. Buku Ajar Neurologi. Tiara Anindita WW, editor. Jakarta; 2017.
514 p.
5. Lauralee S. Fisiologi Manusia Dari Sel Ke Sistem. 8th ed. Jakarta: EGC;
2014.
6. Moore KL. Anatomi Berorientasi Klinis. USA: Wolters Kluwer; 2016.
7. Saraswati, D R, Khariri. Transisi Epidemiologi Stroke Sebagai Penyebab
Kematian Pada Semua Kelompok Usia Di Indonesia. J Kedokt.
2021;2(1):81–6.
8. Ghani L, Mihardja LK, Delima D. Faktor Risiko Dominan Penderita Stroke
di Indonesia. Bul Penelit Kesehat. 2016;44(1).
9. Gomes Joao, Machsman Ari Marc, Corrigan et all. Handbook of Clinical
Nutrition and Stroke. New York-USA: Springer Science; 2013.
10. Allgaier M, Amini A, Neyazi B, Sandalcioglu IE, Preim B, Saalfeld S. VR-
based training of craniotomy for intracranial aneurysm surgery. Int J
Comput Assist Radiol Surg. 2022;17(3).
11. Chughtai KA, Nemer OP, Kessler AT, Bhatt AA. Post-operative
complications of craniotomy and craniectomy. Emerg Radiol. 2019;26(1).
12. Hall S, Kabwama S, Sadek AR, Dando A, Roach J, Weidmann C, et al.
42
Awake craniotomy for tumour resection: The safety and feasibility of a
simple technique. Interdiscip Neurosurg Adv Tech Case Manag. 2021;24.
13. Lunardi D, Dinsmore J. Anaesthesia for awake craniotomy. Vol. 23,
Anaesthesia and Intensive Care Medicine. 2022.
43