Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN KASUS

STROKE HEMORAGIK

Disusun Oleh:

I.G.A Gita Dewi Rahmautami (2102612065)

Ni Putu Kostarika Melia Daradila (2102612071)

Videlia Adinda Putri Y (2102612190)

Pembimbing:

Dr. dr. Ni Made Susilawathi, Sp.S(K)

DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK MADYA

DEPARTEMEN/KSM NEUROLOGI RS UNIVERSITAS UDAYANA

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA

2022
LAPORAN KASUS

STROKE HEMORAGIK

Disusun Oleh:

I.G.A Gita Dewi Rahmautami (2102612065)

Ni Putu Kostarika Melia Daradila (2102612071)

Videlia Adinda Putri Y (2102612190)

HALAMAN SAMPUL

Pembimbing:

Dr. dr. Ni Made Susilawathi, Sp.S(K)

DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK MADYA

DEPARTEMEN/KSM NEUROLOGI RS UNIVERSITAS UDAYANA

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA

2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadapan Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat rahmat-Nya
lah tugas laporan kasus berjudul “Stroke Hemoragik” ini dapat diselesaikan tepat pada
waktunya. Tugas ini dibuat dalam rangka mengikuti Jejaring Kepaniteraan Klinik Madya di
Departemen Neurologi RS Universitas Udayana Jimbaran.

Penulis mendapat bimbingan dan arahan dari berbagai pihak selama penyusunan
penugasan ini. Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar besarnya
kepada yang terhormat:
1. Prof. Dr. dr. I Made Oka Adnyana, Sp.S(K) selaku Ketua SMF/Bagian Neurologi FK
Universitas Udayana, RSUP Sanglah, Denpasar.
2. Dr. dr. Kumara Tini, Sp.S(K), FINS, FINA selaku Koordinator Pendidikan Dokter SMF
Neurologi FK Unud/RSUP Sanglah Denpasar.
3. dr. Ni Putu Ayu Putri Mahadewi, M.Biomed, Sp.N selaku Kepala KSM Neurologi RS
Universitas Udayana
4. Dr. dr. Ni Made Susilawathi, Sp.S(K) selaku pembimbing dan penguji Laporan Kasus
ini
5. Seluruh pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah membantu
dalam menyusun Laporan Kasus ini.

Penulis menyadari bahwa Laporan Kasus ini masih jauh dari kata sempurna sehingga kritik
dan saran dari pembaca untuk penyempurnaan tugas ini. Semoga Laporan Kasus ini dapat
memberikan kontribusi, informasi dan manfaat bagi pembaca dan masyarakat. Sebagai akhir
kata, saya ucapkan terimakasih.

Jimbaran, 12 Agustus 2022

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL ................................................................................................................. i


KATA PENGANTAR ................................................................................................................. ii
DAFTAR ISI ............................................................................................................................. iii
DAFTAR GAMBAR .................................................................................................................. iii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................................ 1
1.1 Latar Belakang .................................................................................................................. 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................................. 2
2.1 Definisi ......................................................................................................................... 2
2.2 Epidemiologi ................................................................................................................ 3
2.3 Etiologi......................................................................................................................... 3
2.4 Patofisiologi.................................................................................................................. 4
2.5 Klasifikasi .................................................................................................................... 5
2.6 Manifestasi Klinis ........................................................................................................ 5
2.7 Diagnosis ...................................................................................................................... 6
2.8 Diagnosis Banding........................................................................................................ 8
2.9 Penatalaksanaan .......................................................................................................... 8
2.10 Prognosis.................................................................................................................... 10
BAB III LAPORAN KASUS..................................................................................................... 11
BAB IV PEMBAHASAN .......................................................................................................... 22
BAB V SIMPULAN .............................................................................................................. 23
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................ 24

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Siriraj Stroke Skore……………………………………………………………3

iii
iv
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan salah satu negara dengan pengidap penyakit stroke yang cukup
banyak terutama pada orang tua. Penyakit ini menyebabkan kecacatan salah satu atau beberapa
anggota gerak, menurunkan kapasitas berpikir, gangguan bicara, dan bentuk bentuk kecacatan
lainnya. Stroke sendiri merupakan penyakit fungsional otak berupa kelumpuhan saraf, hal ini
diakibatkan oleh gangguan aliran darah pada salah satu bagian otak. Gangguan saraf maupun
kelumpuhan yang terjadi tergantung pada bagian otak mana yang terkena. Stroke paling banyak
terjadi pada usia diatas 45 tahun. Penyakit ini dapat sembuh sempurna, sembuh dengan cacat
atau kematian1,2

Proses terjadinya stroke berkaitan dengan berkurangnya aliran darah atau oksigen ke
sel-sel otak. Adapun dua jenis stroke yaitu hemoragik dan iskemik. Stroke hemoragik
cenderung jarang terjadi dibanding stroke iskemik dan stroke jenis ini lebih sering
menyebabkan kematian. Stroke iskemik terjadi karena berkurangnya aliran darah sedangkan
stroke yang terjadi karena perdarahan ke dalam atau sekitar otak disebut stroke hemoragik.
Pendarahan yang terjadi pada stroke hemoragik dapat dengan cepat menimbulkan gejala
neurologik karena tekanan pada struktur saraf.2

Penyakit stroke sendiri masih menjadi penyebab utama kematian di beberapa rumah
sakit di Indonesia. Pada hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Kemenkes RI tahun 2013
terdapat 15,4% menunjukkan telah terjadi peningkatan prevalensi stroke di Indonesia dari 8,3
per mil (tahun 2007) menjadi 12,1 per mil (tahun 2013). Prevalensi penyakit Stroke tertinggi
di Sulawesi Utara (10,8 per mil), Yogyakarta (10,3 per mil), Bangka Belitung (9,7 per mil) dan
DKI Jakarta (9,7 per mil).2

Dengan tingginya angka kejadian dan dampak dari penyakit ini sehingga stroke tetap
harus terus dikaji oleh dokter muda sehingga kami tertarik untuk mengangkat kasus stroke
sebagai laporan kasus.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Gangguan fungsi saraf akut karena adanya gangguan pada peredaran darah otak disebut
stroke. Hal ini dapat terjadi secara mendadak (dalam beberapa detik atau menit) dengan
gejala dan tanda sesuai dengan daerah fokal atau yang mengalami kerusakan. stroke
diartikan sebagai manifestasi klinis dari gangguan fungsi otak, baik fokal maupun global
(menyeluruh), yang berlangsung cepat, berlangsung lebih dari 24 jam atau sampai
menyebabkan kematian, tanpa penyebab lain selain gangguan vaskuler menurut WHO. 3
Biasanya gangguan fungsional otak fokal dapat berupa hemiparesis yang disertai
dengan defisit sensorik, gangguan fungsi luhur dan parese nervus kranialis. Manifestasi
klinis yang muncul sangat bergantung kepada area otak yang diperdarahi oleh pembuluh
darah yang mengalami oklusi ataupun ruptur.4
Pada laporan kasus ini kami lebih detail membahas tentang stroke hemorrage dimana
Stroke hemoragik, yang merupakan sekitar 15 sampai 20 persen dari semua stroke, terjadi
ketika lesi vaskular di otak pecah, menyebabkan perdarahan ke dalam ruang subarachnoid
atau langsung ke jaringan otak. Beberapa lesi vaskular yang dapat menyebabkan perdarahan
subarachnoid (PSA) adalah aneurisma sakular dan malformasi arteriovenosa (MAVs).
Mekanisme lain dari stroke hemoragik adalah penggunaan kokain atau amfetamin, karena
zat ini dapat menyebabkan tekanan darah tinggi yang parah dan perdarahan intraserebral
atau subarachnoid. Penyebab paling umum dari perdarahan intraserebral ke dalam jaringan
otak (parenkim) adalah kerusakan pembuluh darah yang disebabkan oleh tekanan darah
tinggi dan pecahnya salah satu dari banyak arteri kecil yang mengalir jauh ke dalam jaringan
otak. Seringkali perdarahan jaringan otak mengakibatkan defisit neurologis fokal cepat
yang secara progresif memburuk dalam beberapa menit hingga kurang dari 2 jam. Penyebab
ruptur aneurisma berhubungan dengan dinding aneurisma yang bergantung pada diameter
aneurisma dan perbedaan tekanan antara bagian dalam dan luar aneurisma. Setelah pecah,
darah merembes ke dalam ruang subarachnoid dan menyebar bersama dengan cairan
serebrospinal ke seluruh otak dan sumsum tulang belakang. Selain meningkatkan tekanan
intrakranial, darah ini secara langsung dapat merusak jaringan otak dan mengiritasi lapisan
otak dari tekanan tinggi pada ledakan pertama.3,4

2
2.2 Epidemiologi
Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas), stroke adalah penyebab kematian dan
kecacatan utama hampir di seluruh RS di Indonesia. Angka kejadian stroke meningkat dari
tahun ke tahun. Setiap tujuh orang yang meninggal di Indonesia, satu diantaranya
disebabkan stroke.
Indonesia sendiri terdapat 500 ribu kasus stroke yang telah tercatat oleh riset dimana
diantaranya ada bisa pulih kembali, sepertiganya lagi ada gangguan fungsional ringan
hingga sedang, dan sisanya mengalami gangguan fungsional berat. Pada dampak yang
demikian menyebabkan stroke menjadi pembunuh nomor satu di Indonesia.3

2.3 Etiologi
Pengelompokkan stroke dapat dibagi menjadi beberapa bagian. Klasifikasi stroke telah
banyak dikemukakan oleh beberapa institusi, seperti yang dibuat oleh Stroke Data Bank,
World Health Organization (WHO,1989) dan National Institute of Neurological Disease
and Stroke (NINDS,1990). Pengelompokkan tersebut didasari manifestasi klinik, proses
patologi yang terjadi di otak dan area lesinya. Hal ini berkaitan dengan pendekatan
diagnosis neurologis untuk menentukan diagnosis klinis, diagnosis topik dan diagnosis
etiologi.4,5 Lebih jauh, stroke dapat diklasifikasikan berdasarkan gambaran klinik, patologi
anatomi, sistem darah dan stadiumnya. Pengelompokkan yang berbeda-beda ini menjadi
landasan untuk menentukan terapi dan usaha pencegahan stroke. 4
1. Berdasarkan Patalogi Anatomi dan Penyebab
a. Stroke Iskemik
− Transient Ischemic Attack (TIA)
− Embolia serebri
− Trombosis serebri
b. Stroke Hemoragik
− Perdarahan subarachnoid
− Perdarahan intraserebral
2. Berdasarkan Stadium/ Pertimbangan Waktu
a. TIA
b. Stroke-in-evolution
c. Reversible Ischemic Neurological Deficit (RIND)
d. Completed stroke
3. Berdasarkan Sistem Pembuluh Darah
a. Sistem karotis
b. Sistem vertebra-basiler

Stroke memiliki tanda klinik yang spesifik, tergantung dengan daerah otak yang
mengalami inskemik atau infark. Walaupun telah terdapat pngelompokkan stroke berdasarkan
patologi anatominya, yaitu stroke iskemik dan stroke hemoragik, namun penegakkan klinis
stroke (hemoragik maupun non- hemoragik) tidak dapat semata-mata ditegakkan berdasarkan
manifestasi klinis saja, karena semua gejala pada kedua kelompok stroke ini hampir sama.
Untuk itu diperlukan pemeriksaan tambahan yang lebih komprehensif untuk menegakkan
diagnosis stroke, seperti CT-scan

2.4 Patofisiologi
Perdarahan intraserebral terjadi dalam tiga tahap, yaitu fase perdarahan awal, fase
ekspansi hematoma, dan fase edema perihematoma. Tahap awal pendarahan terjadi akibat
pecahnya arteri di otak. Hipertensi kronis dapat menyebabkan perubahan patologis pada
dinding pembuluh darah. Perubahan patologis dinding pembuluh darah dapat
dimanifestasikan sebagai lipohialinosis, nekrosis fibrin, dan munculnya aneurisma tipe
Bouchard. Peningkatan tekanan darah dan peningkatan denyut jantung dapat memicu
pecahnya aneurisma, yang menyebabkan perdarahan. Pendarahan ini akan menjadi awal
gejala klinis (fase perluasan hematoma). Selama fase ekspansi hematoma, gejala klinis,
seperti peningkatan tekanan intrakranial, mulai muncul. Peningkatan tekanan intrakranial
mengganggu integritas jaringan otak dan sawar darah otak.Perdarahan intraserebral dari
waktu ke waktu dapat menyebabkan peradangan sekunder, mengakibatkan edema serebral
(periode edema di sekitar hematoma). Selama fase ini, defisit neurologis yang dimulai pada
fase ekspansi hematoma akan terus berkembang. Karena volume perdarahan yang relatif
besar, kerusakan parenkim otak dapat menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial,
mengakibatkan penurunan tekanan perfusi serebral dan gangguan drainase serebral.
Pelepasan komponen vasoaktif dalam darah dan kaskade iskemik akibat penurunan tekanan
perfusi menyebabkan neuron di daerah penerima dan sekitarnya menjadi lebih tertekan dan
gangguan neurologis.3,4
Ukuran perdarahan akan berperan penting dalam menentukan prognosis. Perdarahan
yang kecil ukurannya akan menyebabkan massa darah menerobos atau menyela di antara
selaput akson massa putih “dissecan splitting” tanpa merusaknya. Dalam keadaan ini,
absorpsi darah akan diikuti oleh pulihnya fungsi- fungsi neurologi. Sedangkan bila
perdarahan yang terjadi dalam jumlah besar, maka akan merusak struktur anatomi dari otak,

4
peningkatan tekanan intracranial dan bahkan dapat menyebabkan herniasi otak pada falx
serebri atau lewat foramen magnum. Perdarahan intraserebral yang yang tidak diatasi
dengan baik akan menyebar hingga ke ventrikel otak sehingga menyebabkan perdarahan
intraventrikel. Perdarahan intraventrikel ini diikuti oleh hidrosefalus obstruktif dan akan
memperburuk prognosis. Jumlah perdarahan yang lebih dari 60 ml akan meningkatkan
resiko kematian hingga 93%.3,4,5

2.5 Klasifikasi
Klasifikasi stroke hemoragik dapat dibedakan menurut penyebab perdarahan 1 dan 2,
yaitu:

a. Perdarahan intraserebral

Ada dua jenis perdarahan otak, perdarahan intraserebral primer dan perdarahan
intraserebral sekunder. Perdarahan intraserebral primer disebabkan oleh hipertensi
kronis, yang menyebabkan penyakit serebrovaskular dengan pecahnya pembuluh darah
otak. Perdarahan sekunder terjadi karena kelainan vaskuler kongenital, gangguan
koagulasi, tumor otak, vaskulitis, atau obat antikoagulan. Hipertensi kronis diperkirakan
menjadi penyebab sekitar 50% dari perdarahan otak. 2

b. Perdarahan subarachnoid

Perdarahan subarachnoid terjadi ketika darah merembes ke dalam ruang subarachnoid,


menyebabkan reaksi yang cukup parah yang bermanifestasi sebagai sakit kepala parah
dan bahkan penurunan kesadaran. Perdarahan subarachnoid dapat terjadi akibat ruptur
aneurisma sakular.2

2.6 Manifestasi Klinis


Manifestasi klinis pada pasien stroke pada umumnya mengalami kelemahan pada salah
satu sisi tubuh dan kesulitan dalam berbicara atau memberikan informasi karena adanya
penurunan kemampuan kognitif atau bahasa. Tanda dan gejala stroke sering terjadi secara
mendadak yang kemudian dapat langsung meningkat atau memburuk secara perlahan,
tergantung pada jenis stroke dan area otak yang terkena. Gejala klasik digunakan untuk
mengetahui tanda dan gejala stroke, yaitu :

- Wajah : Kelemahan mendadak atau kelumpuhan pada wajah atau masalah penglihatan
- Lengan : Kelemahan mendadak atau mati rasa pada salah satu atau kedua lengan
- Bicara : Kesulitan bicara, bicara pelo

5
- Waktu : Sangat penting untuk pengobatan stroke. Semakin cepat pengobatan diberikan
semakin besar kemungkinan untuk pulih kembali.6

Stroke hemoragik muncul secara mendadak, dan sering selama aktivitas, sering muncul,
menghilang, atau perlahan-lahan menjadi lebih buruk dari waktu ke waktu:

1. Intracerebral hemoragik : Nyeri kepala yang hebat, sering terjadi pada siang hari,
timbul mendadak setelah melakukan aktivitas dan emosi, pada awal permulaan
serangan sering terjadi mual dan muntah, pusing, hemiparesis, kesadaran menurun
dan cepat terjadi koma (sekitar 65% 11 terjadi kurang dari ½ jam, 23% terjadi antara
½ s.d 2 jam, bisa sampai 19 hari).
2. Subarachnoid hemoragik : Nyeri kepala hebat dan akut, Kesadaran terganggu dan
bervariasi, terjadi gejala atau tanda rangsangan meningeal, akan terjadi edema pada
papil jika terdapat perdarahan subhialoid karena aneurisma yang terdapat di arteri
karotis interna atau arteri komunikans anterior pecah. Gejala neurologis tergantung
pada seberapa parahnya kerusakan pembuluh darah dan lokasinya. 6

2.7 Diagnosis
Penegakan diagnosis stroke memerlukan anamnesis, pemeriksaan fisik umum,
pemeriksaan neurologis, serta pemeriksaan penunjang yang penting untuk menentukan tipe
stroke yang berkaitan dengan tatalaksana yang diberikan.
• Anamnesis
Anamnesa terutama mengenai gejala awal, waktu awitan, aktivitas penderita saat
serangan, gejala seperti nyeri kepala, mual, muntah, rasa berputar, kejang, cegukan
(hiccup), gangguan visual, penurunan kesadaran, serta faktor risiko stroke (penyakit
kardiovaskular, diabetes, dan lain-lain). Selain itu, perlu ditanyakan riwayat penyakit
terdahulu, riwayat penyakit dalam keluarga, dan obat-obatan yang dikonsumsi. Apakah
ditemukan kelumpuhan anggota gerak, mulut mengot atau bicara pelo yang terjadi
secara tiba-tiba pada saat sedang beraktivitas.
• Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik meliputi penilaian tanda-tanda vital. Pemeriksaan kepala dan leher
(misalnya cedera kepala akibat jatuh saat kejang, bruit karotis, dan tanda-tanda distensi
vena jugular pada gagal jantung kongestif). Pemeriksaan torak (jantung dan paru),
abdomen, kulit dan ekstremitas.
• Pemeriksaan neurologis dan skala stroke
Pemeriksaan neurologis terutama tingkat kesadaran, rangsang meningeal, pemeriksaan
nervus kranialis, sistem motorik, refleks, koordinasi, sensorik dan fungsi kognitif.

6
Selain itu untuk mengetahui tipe dari stroke, terdapat dilakukan skoring Siriraj Stroke
Score (SSS) dengan interpretasi > 1 intraserebral supratentorial perdarahan, < -1
menunjukkan infark. Skor antara 1 dan -1 mewakili hasil yang samar-samar dan
membutuhkan CT scan kepala untuk memverifikasi diagnosis. 7,8

Gambar 2.1 Siriraj Stroke Score7


• Pemeriksaan Penunjang
- CT scan
Pemeriksaan ini merupakan pemeriksaan baku emas untuk membedakan stroke
infark dengan stroke perdarahan. Pada stroke karena infark, gambaran CT
scannya secara umum adalah didapatkan gambaran hipodens sedangkan pada
stroke perdarahan menunjukkan gambaran hiperdens.
- MRI
Pemeriksaan ini sangat baik untuk menentukan adanya lesi di batang otak
(sangat sensitif). Secara umum juga lebih sensitif dibandingkan CT scan,
terutama untuk mendeteksi perdarahan posterior.
- CT Angiografi
Pemeriksaan ini digunakan untuk menentukan apakah lokasi pada sistem karotis
atau vertebrobasiler, menentukan ada tidaknya penyempitan, oklusi atau
aneurisma pada pembuluh darah. Cukup sensitif dalam mengidentifikasi
penyebab sekunder perdarahan, termasuk malformasi arteriovenosa, tumor, dan
trombosis vena serebral.
- USG
Pemeriksaan ini untuk menilai pembuluh darah intra atau ekstra kranial,
menentukan ada atau tidaknya stenosis arteri karotis.

7
- Pungsi Lumbal
Pungsi lumbal (bila ada dugaan perdarahan subaraknoid dan CT scan tidak
menunjukkan adanya perdarahan), walaupun sebagian besar pasien stroke tak
memerlukan lumbal pungsi. Direkomendasikan analisis CSF pada perdarahan
subaraknoid didapatkan berwarna xanthochromia.
- Pemeriksaan Penunjang Lain
Pemeriksaan untuk menentukan faktor risiko seperti darah rutin, komponen
kimia darah (ureum, kreatinin, asam urat, profil lipid, gula darah, fungsi hepar),
elektrolit darah, foto toraks, EKG, ekokardiografi.8,9

2.8 Diagnosis Banding

1. Stroke Non Hemoragik

Pada pemeriksaan CT Scan stroke hemoragik akan terlihat gambaran lesi


hiperdens, sedang pada stroke non hemoragik terlihat gambaran lesi hipodens. Selain
itu, diagnosis stroke dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis. Pada stroke non
hemoragik onset mendadak, terjadi pada saat istirahat, kadang terdapat nyeri kepala dan
penurunan kesadaran, dan tidak terdapat muntah dan kejang.11

2. Subdural Hemoragik

Pada pemeriksaan CT Scan subdural hemoragik didapatkan gambaran lesi


hiperdens berbentuk seperti bulan sabit. Secara klinis subdural hemoragik mirip dengan
stroke hemoragik seperti penurunan kesadaran progresif, nyeri kepala hebat, mual,
disertai dengan lateralisasi paling sering berupa hemiparesis/plegia. 12

2.9 Penatalaksanaan
1. Terapi umum
a. Letakkan kepala pasien pada posisi 30º, kepala dan dada pada satu bidang; ubah
posisi tidur setiap 2 jam; mobilisasi dimulai bertahap bila hemodinamik sudah
stabil. Selanjutnya, bebaskan jalan napas, beri oksigen 1-2 liter/menit sampai
didapatkan hasil analisis gas darah. Jika perlu, dilakukan intubasi. Demam
diatasi dengan kompres dan antipiretik, kemudian dicari penyebabnya; jika
kandung kemih penuh, dikosongkan (sebaiknya dengan kateter intermiten).
b. Pemberian nutrisi dengan cairan isotonik, kristaloid atau koloid 1500- 2000 mL
dan elektrolit sesuai kebutuhan, hindari cairan mengandung glukosa atau salin
isotonik. Pemberian nutrisi per oral hanya jika fungsi menelannya baik; jika

8
didapatkan gangguan menelan atau kesadaran menurun, dianjurkan melalui
selang nasogastrik.
c. Kadar gula darah >150 mg% harus dikoreksi sampai batas gula darah sewaktu
150 mg% dengan insulin drip intravena kontinu selama 2-3 hari pertama.
Hipoglikemia (kadar gula darah < 60 mg% atau < 80 mg% dengan gejala) diatasi
segera dengan dekstrosa 40% iv sampai kembali normal dan harus dicari
penyebabnya.
d. Nyeri kepala atau mual dan muntah diatasi dengan pemberian obat-obatan sesuai
gejala. Tekanan darah tidak perlu segera diturunkan, kecuali bila tekanan sistolik
≥220 mmHg, diastolik ≥120 mmHg, Mean Arterial Blood Pressure (MAP) ≥
130 mmHg (pada 2 kali pengukuran dengan selang waktu 30 menit), atau
didapatkan infark miokard akut, gagal jantung kongestif serta gagal ginjal.
Penurunan tekanan darah maksimal adalah 20%, dan obat yang
direkomendasikan: natrium nitroprusid, penyekat reseptor alfa-beta, penyekat
ACE, atau antagonis kalsium. Jika terjadi hipotensi, yaitu tekanan sistolik ≤ 90
mm Hg, diastolik ≤70 mmHg, diberi NaCl 0,9% 250 mL selama 1 jam,
dilanjutkan 500 mL selama 4 jam dan 500 mL selama 8 jam atau sampai
hipotensi dapat diatasi. Jika belum terkoreksi, yaitu tekanan darah sistolik masih
< 90 mmHg, dapat diberi dopamin 2-20 μg/kg/menit sampai tekanan darah
sistolik ≥ 110 mmHg.
e. Jika kejang, diberi diazepam 5-20 mg iv pelan-pelan selama 3 menit, maksimal
100 mg per hari; dilanjutkan pemberian antikonvulsan per oral (fenitoin,
karbamazepin). Jika kejang muncul setelah 2 minggu, diberikan antikonvulsan
peroral jangka panjang.
f. Jika didapatkan tekanan intrakranial meningkat, diberi manitol bolus intravena
0,25 sampai 1 g/ kgBB per 30 menit, dan jika dicurigai fenomena rebound atau
keadaan umum memburuk, dilanjutkan 0,25g/kgBB per 30 menit setiap 6 jam
selama 3-5 hari. Harus dilakukan pemantauan osmolalitas (<320 mmol); sebagai
alternatif, dapat diberikan larutan hipertonik (NaCl 3%) atau furosemid.

2. Terapi Khusus
Neuroprotektor dapat diberikan kecuali yang bersifat vasodilator. Tindakan
bedah mempertimbangkan usia dan letak perdarahan yaitu pada pasien yang kondisinya
kian memburuk dengan perdarahan serebelum berdiameter >3 cm3, hidrosefalus akut
akibat perdarahan intraventrikel atau serebelum, dilakukan VP shunting, dan perdarahan
lobar >60 mL dengan tanda peningkatan tekanan intrakranial akut dan ancaman

9
herniasi. Pada perdarahan subaraknoid, dapat digunakan antagonis Kalsium
(nimodipine) atau tindakan bedah (ligasi, embolisasi, ekstirpasi, maupun gamma knife)
jika penyebabnya adalah aneurisma atau malformasi arteri-vena (arteriovenous
malformation).9

2.10 Prognosis
Prognosis cenderung akan lebih buruk pada kasus koma, hematoma > 30 ml,
perdarahan intraventrikular, perdarahan fossa posterior, usia tua > 80 tahun,
hiperglikemia, dan penyakit ginjal kronis. ICH berkaitan dengan kematian dan
degenerasi dini. Hanya 20% pasien dapat kembali mandiri dan penyintas lainnya dapat
masuk ke fase vegetatif persisten atau locked-in syndrome dalam kasus kerusakan
hemisfer yang luas dan keterlibatan batang otak. ASA merekomendasikan pemantauan
dan tatalaksana pasien dengan ICH harus di unit stroke khusus. Terdapat skor ICH untuk
memprediksi mortalitas. Poin yang diberikan berupa 2 poin untuk Glasgow Coma Scale
(GCS) 3-4, 1 poin untuk GCS 5-12, 0 poin untuk GCS 13-15, 1 poin untuk >80 tahun,
0 poin untuk <80 tahun, 1 poin poin untuk lokasi infratentorial, 0 poin untuk lokasi
supratentorial, 1 poin untuk volume ICH >30 ml, 0 poin untuk volume <30 ml. 1 poin
untuk perdarahan intraventrikular dan 0 poin untuk tidak adanya perdarahan
intraventrikular. Mortalitas 30 hari dari masing-masing skor adalah sebagai: 0% untuk
skor 0, 13% untuk skor 1, 26% untuk skor 2, 72% untuk skor 3, 97% untuk skor 4, dan
100% untuk skor 5 dan 6.6

10
BAB III

LAPORAN KASUS
3.1 Identitas Pasien

Nama : NWM
Umur : 69 Tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Bangsa : Indonesia
Suku : Bali
Agama : Hindu
Alamat : Kuta, Badung
Pekerjaan : Tidak bekerja
No. RM : 05.42.71
Tanggal pemeriksaan : 11 Agustus 2022

3.2 Anamnesis

Riwayat Penyakit Sekarang

Keluhan utama: Separuh tubuh kiri tidak dapat digerakkan sama sekali

Keluhan yang berhubungan dengan keluhan sekarang :

Pasien muntah - muntah, bicara berubah pelo, nyeri kepala, dan wajah tampak mencong

Perjalanan penyakit:

Pada tanggal 5 Agustus 2022 pasien perempuan, usia 69 tahun, suku Bali, kinan, dating
diantar keluarga dengan keluhan kelemahan pada separuh tubuh kiri yang muncul
mendadak sejak kurang lebih pukul 05.00 WITA hari tersebut. Dikatakan pasien saat itu
sudah bangun dari tidur tanpa keluhan apapun, lalu pasien pergi ke kamar mandi. Tiba -
tiba pasien merasakan separuh tubuh kirinya terasa seperti tersetrum hebat saat kembali dari
kamar mandi, kemudian pasien merasa separuh tubuh kirinya tiba - tiba lemas dan tidak
dapat digerakkan sama sekali dan pasien terjatuh dalam posisi duduk. Pasien dikatakan
sempat muntah - muntah, mengeluhkan terus menerus nyeri kepala pada seluruh bagian
dikatakan berdenyut dengan intensitas ringan - sedang. Riwayat adanya demam, batuk
lama, penurunan berat badan, penurunan kesadaran, dan kejang disangkal.

11
Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien belum pernah mengalami kondisi serupa sebelumnya. Pasien memiliki hipertensi
kurang lebih sejak 25 tahun lalu dengan riwayat penggunaan obat tidak rutin

Riwayat kesehatan keluarga

Keluarga mengatakan di keluarga tidak ada yang mengalami kondisi serupa. Riwayat
penyakit diabetes, hipertensi, dan penyakit jantung disangkal oleh keluarga.

Riwayat sosial

Pasien sudah tidak bekerja, aktivitas sehari - hari memasak dan bersih - bersih rumah.

3.3 Pemeriksaan Fisik

STATUS PRESENT
(11/8/2022) : 65 kg Pernafasan :
Berat : 160 cm Frekuensi : 20x/menit
Tinggi Jenis :torakoabdominal
Tekanan Darah : 128/77 mmHg Pola : reguler
Kanan : 128/77 mmHg Suhu : 36,5C
Kiri NPRS : 0/10
Nadi : 80x/menit
Kanan : 80x/menit Abdomen :
Kiri Hepar : tidak teraba
Kepala : Anemis -/-, icterus -/-, Lien : tidak teraba
Mata refleks pupil +/+, isokor Genitalia : normal
: hiperemis -/-, nyeri sekrett -/- Ekstremitas : akral hangat
THT : sianosis (-) Kulit : sianosis (-)
Mulut
Leher : bruit (-)
A.Karotis Kom.Kanan : bruit (-)
A.Karotis Kom. Kiri
Thoraks : S1S2 tunggal, reg, murmur (-)
Jantung : Vesikuler +/+, ronki -/-,
Paru wheezing -/-

STATUS
NEUROLOGIS
(11/8/2022)
KESAN UMUM
Kesadaran : Compos Mentis GCS : E4V5M6
Kecerdasan : sesuai tingkat pendidikan
Kelainan jiwa : tidak ada
Kaku dekortikasi : tidak ada
Kaku deserebrasi : tidak ada

12
Refleks leher tonik : tidak ada
(Magnus deKleijn) : tidak ada
Deviation conjugee’ : tidak ada
Krisis okulogirik : tidak ada
Opistotonus

Kranium : normal Simetri : simetris


Bentuk : tertutup Kedudukan : normal
Fontanel : pekak Palpasi : nyeri (-)

PEMERIKSAAN
KHUSUS
RANGSANG
MENINGEN
Kaku Kuduk :- Brudzinski I :-
Kernig sign :- Brudzinski II :-

SARAF OTAK Kanan Kiri

NERVUS I :
Subyektif : Tidak ada keluhan Tidak ada keluhan
Obyektif Normal Normal

NERVUS II :
Visus : >2/60 >2/60
Kampus : Normal Normal
Hemianopsi : Tidak ada Tidak ada
Warna : Normal Normal
Skotoma : Tidak ada Tidak ada
Fundus Tde Tde

NERVUS III, IV, VI :


Kedudukan bola mata : Simetris
Pergerakan bola mata Normal ke segala Normal ke segala arah
: arah
Nistagmus : - -
Celah mata : Normal Normal
Ptosis - -
Pupil :
Bentuk : Bulat, reguler Bulat, reguler
Ukuran ±3 mm ±3 mm
Refleks pupil :
R. cahaya langsung : + +
R. cahaya konsensuil : + +
R. pupil akomodatif/ konvergensi : + +
R. marcus-Gunn : - -
Tes wartenberg - -

13
NERVUS V

Motorik : Normal Normal


Sensibilitas : Normal Normal
Refleks kornea : + +
Refleks bersin : + +
Refleks maseter : - -
Trismus : - -
Refleks menetek : - -
Refleks ‘snout’ : - -
Nyeri tekan : - -

Kanan Kiri
NERVUS VII
Otot wajah dalam istirahat : Lipatan dahi dan Lipatan dahi dan sudut
sudut mata simetris, mata simetris, sulkus
sulkus nasolabial kiri nasolabial kiri mendatar,
mendatar, sudut bibir sudut bibir kiri lebih
kiri lebih rendah rendah
Mengerutkan dahi : Simetris Simetris
Menutup mata : Normal Normal
Meringis : Tertarik ke sisi kanan
Bersiul/ mencucur : Terdorong ke sisi kiri
Gerakan involunter :
Tic Tidak ada
Spasmus : Tidak ada
Indera pengecap : normal
Asam : normal
Asin : normal
Pahit : normal
Manis : Normal
Sekresi air mata : Tde
Hiperakusis : tidak ada
Tanda Chvostek : tidak ada
Refleks glabela : tidak ada
:
NERVUS VIII
Bisikan/ gesekan jari tangan normal
Tes garpu tala : normal
Rinne +
Schwabach :+ Normal
Weber : normal Tidak Ada lateralisasi
Bing : Normal
Tinitus : Tidak ada
Keseimbangan : bde
Vertigo Tidak ada

14
NERVUS IX, X, XI, XII
Langit-langit lunak simetris
Menelan : normal
Disartri : +
Disfoni Tidak ada
Lidah :
Tremor : Tidak ada
Atrofi : Tidak ada
Fasikulasi : Tidak ada
Ujung lidah dalam istirahat : Deviasi ke kanan
Ujung lidah dijulurkan keluar : Deviasi ke kiri
Refleks muntah : +
Mengangkat bahu : normal -
m.strenokleidomastoideus : normal

ANGGOTA ATAS : Kanan Kiri


Tenaga
m.deltoid (abduksi lengan atas) 5 1
m.biseps (fleksi lengan atas) : 5 1
m.triseps (ekstensi lengan atas) : 5 1
fleksi pergelangan tangan : 5 1
ekstensi pergelangan tangan : 5 1
membuka jari jari tangan : 5 1
menutup jari jari tangan : 5 1
Tonus : Normal Menurun
Trofi : Normal Normal
Refleks :
Biseps ++ +
Triseps : ++ +
Radius : ++ +
Ulna : ++ +
Pronasi-abduksi lengan (grewel) : ++ +
Mayer : ++ +
Hoffman-tromner : - -
Memegang : - -
Palmomental : - -
Sensibilitas :
Raba normal menurun
Nyeri : normal Normal
Suhu : normal Normal
Proprioseptif : normal Normal
Vibrasi : normal Normal
Stereognosis : normal bde
Barognosis : normal bde
Diskriminasi dua titik : normal bde
Grafestesia : normal bde
Topognosis : normal bde
Parestesia : tidak ada Tidak ada
Koordinasi
Tes telunjuk-telunjuk Normal bde

15
Tes telunjuk-hidung : Normal bde
Tes hidung-telunjuk-hidung : Normal bde
Tes pronasi-supinasi :
(diadokokinesis) Normal bde
Tes tepuk lutut : Normal bde
Dismetri : Tidak ada bde
Fenomena lajak : Tidak ada bde
(stewart-holmes) :

Vegetatif
Vasomotorik Normal Normal
Sudomotorik : Normal Normal
Piloarektor : Normal Normal

Gerakan involunter :
Tremor : Tidak ada
Khorea : Tidak ada
Atetosis : Tidak ada
Balismus : Tidak ada
Mioklonus : Tidak ada
Distonia : Tidak ada
Spasmus : Tidak ada
Tanda Trousseau : Tidak ada
Tes Phalen : normal normal
Nyeri tekan pada saraf tidak ada

BADAN
Kelainan columna vertebralis :
Kelainan lokal : tidak ada
Nyeri tekan/ ketok lokal tidak ada
Gerakan :
Flexi : bde
Ekstensi : bde
Deviasi lateral : bde
Rotasi : bde
Keadaan otot-otot : Normal
Refleks kulit dinding perut atas : Normal
Refleks kulit dinding perut bawah : Normal
Refleks kremaster : Tde
Refleks anal Tde
Sensibilitas : normal
Raba : normal Normal
Nyeri : normal Normal
Suhu Normal
Koordinasi :
Asinergia serebelar Bde
Vegetatif :
Kandung kencing : Normal
Rectum Normal

16
Genitalia : Normal
Gerakan involunter : Tidak ada

ANGGOTA BAWAH
Tenaga
Fleksi panggul : 5 1
Ekstensi panggul : 5 1
Fleksi lutut : 5 1
Ekstensi lutut : 5 1
Plantar fleksi kaki : 5 1
Dorso fleksi kaki : 5 1
Gerakan jari jari kaki : 5 1
Tonus : Normal Menurun
Trofi : Normal Normal

Refleks
Lutut (KPR) : ++ +
Achilles (APR) : ++ +
Supinasi fleksi kaki (grewel) : ++ +
Plantar : - -
Babinski : - -
Oppenheim : - -
Chaddock : - -
Gordon : - -
Schaefer : - -
Stransky : - -
Gonda : - -
Bing : - -
Mendel-bechterew : - -
Rossolimo - -
Klonus :
Paha : - -
Kaki - -
Sensibilitas :
Raba : Normal Menurun
Nyeri : Normal Normal
Suhu : Normal Normal
Proprioseptif : Normal Normal
Vibrasi : Normal Normal
Diskriminasi dua titik : Normal Bde
Grafestesia : Normal Bde
Topognosis : Normal Bde
Parestesia Tidak ada Tidak ada
Koordinasi :
Tes tumit-lutut-ibu jari kaki : normal bde
Tes ibu jari kaki-telunjuk : normal bde
Berjalan menuruti garis lurus : bde bde
Berjalan memutar : bde bde
Berjalan maju mundur : bde bde
Lari di tempat : bde bde

17
Gait bde bde
Vegetatif :
Vasomotor : Normal Normal
Sudomotor : Normal Normal
Piloarektor Normal Normal
Gerakan involunter :
Tremor : Tidak Ada Tidak Ada
Khorea : Tidak Ada Tidak Ada
Atetosis : Tidak Ada Tidak Ada
Balismus : Tidak Ada Tidak Ada
Mioklonus : Tidak Ada Tidak Ada
Distonia : Tidak Ada Tidak Ada
Spasmus : Tidak Ada Tidak Ada
Tes Romberg : bde
Nyeri tekan pada saraf Tidak Ada Tidak Ada

FUNGSI LUHUR :
Afasia motorik : Tidak ada
Afasia sensorik : Tidak ada
Afasia amnestik (anomik) : Tidak ada
Afasia konduksi : Tidak ada
Afasia global : Tidak ada
Agrafia : Tidak ada bde
Aleksia : Tidak ada
Apraksia : Tidak Ada bde
Agnosia Tidak ada
Akalkulia Tidak ada
:
PEMERIKSAAN LAIN :
Tanda Myerson : - -
Tanda Lhermitte : - -
Tanda Naffziger : - -
Tanda Dejerine : - -
Tanda Tinel : - -
Tanda Lasegue - -
Tanda O’Connel - -
(Lasegue silang)

18
RESUME
Pasien perempuan, 69 tahun, Suku Bali, kinan datang dalam keadaan sadar diantar datang
diantar keluarga dengan keluhan separuh tubuh kiri yang muncul pukul 05.00 WITA pada
tanggal 5 Agustus 2022. Dikatakan pasien saat itu sudah bangun dari tidur tanpa keluhan
apapun dan pergi ke kamar mandi. Tiba - tiba pasien merasakan separuh tubuh kirinya
terasa seperti tersetrum hebat saat kembali dari kamar mandi, kemudian pasien merasa
separuh tubuh kirinya tiba - tiba lemas dan tidak dapat digerakkan sama sekali dan pasien
terjatuh dalam posisi duduk. Pasien dikatakan sempat muntah - muntah, mengeluhkan terus
menerus nyeri kepala pada seluruh bagian dikatakan berdenyut dengan intensitas ringan -
sedang. Riwayat adanya demam, batuk lama, penurunan berat badan, penurunan
kesadaran, dan kejang disangkal. Pasien memiliki hipertensi kurang lebih sejak 25 tahun
lalu dengan riwayat penggunaan obat tidak rutin.

Status Present: (tgl 11 Agustus 2022)


Tekanan darah: 128/77 mmHg
Nadi: 80x/menit
RR: 20x/menit
Suhu: 36,5C
NPRS: 3/10
Status Generalis dalam batas normal
Status Neurologi:
GCS E4V5M6
Tanda meningeal (-)
Paresis Nervus kranialis VII (S) SN
Paresis Nervus kranialis XII (S) SN

19
Hemiparesis flaksid (S) grade 1 :
555 | 111
555 | 111
Reflek Babinski dekstra (-)

Status present : (tgl 5 Agustus 2022)


Tekanan darah : 170/96 mmHg
Nadi : 76x/menit
RR : 20x/menit
Suhu : 36,5C
NPRS : 6/10
Status generalis dalam batas normal
Status neurologi :
GCS E3V5M6
Tanda meningeal (+)
Paresis nervus kranialis VII(S) SN
Paresis nervus kranialis XII (S) SN
Hemiparesis flaksid (S) grade 1 :
555 | 111
555 | 111
Reflek Babinski sinistra (+)

Refleks chaddock sinistra (+)


Refleks Oppenheim sinistra (+)

DIAGNOSIS TOPIS
Kapsula interna dextra

DIAGNOSIS BANDING
- Stroke Haemorrhagic et causa Susp rupture aneurisma
- Stroke Non Haemorrhagic et causa Susp emboli

DIAGNOSIS MUNGKIN
Stroke Haemoragic et causa Susp rupture aneurisma

PENATALAKSANAAN
1. Terapi umum
- Breathing: oxygen 4 lpm nasal canule
- Blood: IVFD NaCl 0,9% 20 tetes/menit
- Brain: tidur terlentang head up 30, monitoring peningkatan TIK
- Bladder: monitoring cairan masuk dan keluar
- Bowel: nutrisi adekuat, evaluasi BAB
2. Terapi khusus
- Mannitol 6x100cc IV
- Asam tranexamat 3x500mg IV
- Parasetamol 3x1gr IV
3. Terapi non farmakologis
- Bed rest dengan mobilisasi miring ke kanan dan kiri tiap 2 jam
4. Planning Diagnosis

20
- Darah lengkap, kimia darah, Gula darah sewaktu, elektrolit, profil pembekuan darah,
fungsi liver
- CT Scan kepala tanpa kontras
- Foto thoraks
- EKG
5. Monitoring
- Keluhan dan tanda-tanda peningkatan TIK
- Tanda vital, keluhan
- Defisit neurologis

PROGNOSIS
Ad Vitam: dubia ad malam
Ad fungsionam: dubia ad malam
Ad Sanationam: dubia ad malam

21
BAB IV

PEMBAHASAN
Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang dilakukan terhadap pasien,
didapatkan adanya diagnosis klinis berupa paresis nervus VII et XII (S) SN dan hemiparesis
flaccid (S) grade I sehingga berdasarkan hal tersebut didapatkan lokasi lesi atau diagnosis topis
adalah capsula interna dextra. Pada pemeriksaan fisik saat pasien pertama kali datang
didapatkan meningeal sign positif yang dapat terjadi pada meningitis ataupun sub arachnoid
hemorrhage, pada klinis pasien tidak didapatkan adanya demam serta pada riwayat pasien
didapatkan menderita hipertensi tidak terkontrol sehingga dapat dipertimbangkan pasien
mengalami subarachnoid hemorrhage yang termasuk sebagai stroke hemorrhagic. Untuk
diagnosa terkait stroke ischemic atau hemorrhagic dapat mempergunakan siriraj score. Melalui
klinis pasien, siriraj score pasien >1 sehingga pasien mengalami stroke hemorrhagic. Pada
pasien dengan klinis tersebut diperkirakan terjadinya stroke hemorrhagic akibat ruptur
aneurisma mengingat adanya kemungkinan subarachnoid hemorrhage yang erat kaitannya
ddengan aneurisma intrakranial dan pada diagnosis topis didapatkan lesi pada kapsula interna
dextra sehingga diperkirakan hal ini terjadi karena adanya ruptur aneurisma akibat tekanan
darah tinggi pada arteri lentikulo striata yang pada beberapa bagian memiliki dinding yang
lemah karena hanya terdiri dari intima dan adventitia. Selain itu didapatkan adanya refleks
patologis saat pertama kali datang yang menandakan adanya lesi pada UMN. namun lesi pada
UMN tersebut masih dalam jangka waktu baru sehingga didapatkan hemiparesis bersifat
flaccid. Untuk pemeriksaan penunjang yang perlu diperhitungkan adalah CT Scan tanpa kontras
sekaligus mengevaluasi perkiraan perdarahan untuk mengetahui diperlukannya evakuasi secara
operatif atau tidak. Terapi yang diberikan untuk mempertahankan cerebral blood flow dengan
mengurangi cerebro vascular resistance sekaligus mengurangi edema serebri dengan mannitol.
Selain itu pemberian asam traknesamat untuk menghentikan perdarahan

22
BAB V

SIMPULAN
Stroke merupakan penyakit fungsional otak berupa kelumpuhan saraf, hal ini
diakibatkan oleh gangguan aliran darah pada salah satu bagian otak. Proses terjadinya stroke
berkaitan dengan berkurangnya aliran darah atau oksigen ke sel-sel otak. Adapun dua jenis
stroke yaitu hemoragik dan iskemik.Pengelompokkan yang berbeda-beda ini menjadi landasan
untuk menentukan terapi dan usaha pencegahan stroke. Untuk stroke hemoragik data
dikelompokkan dengan Perdarahan intraserebral, Perdarahan subarachnoid yang dapat
menyebabkan gejala seperti berikut: Mendadak mengalami mati rasa atau kelemahan pada
wajah, lengan atau kaki, terutama pada satu sisi tubuh, Mendadak kebingungan, kesulitan bicara
atau memahami pembicaraan, Mendadak mengalami gangguan penglihatan pada satu atau
kedua mata, Mendadak mengalami gangguan berjalan, pusing, kehilangan keseimbangan atau
koordinasi, Mendadak mengalami sakit kepala tanpa sebab.

Terapi yang dapat dilakukan untuk stroke seperti terapi secara umum dan khusus
neuroprotektor pada pasien Pada kasus ini pasien adanya separuh tubuh kiri tidak dapat
digerakkan sama sekali didapatkan adanya diagnosis klinis berupa paresis nervus VII et XII (S)
SN dan hemiparesis flaccid (S) grade I sehingga berdasarkan hal tersebut didapatkan lokasi lesi
atau diagnosis topis adalah capsula interna dextra. Pada pemeriksaan fisik saat pasien pertama
kali datang didapatkan meningeal sign positif yang dapat terjadi pada meningitis ataupun sub
arachnoid hemorrhage, pada klinis pasien tidak didapatkan adanya demam serta pada riwayat
pasien didapatkan menderita hipertensi tidak terkontrol sehingga dapat dipertimbangkan pasien
mengalami subarachnoid hemorrhage yang termasuk sebagai stroke hemorrhagic.

23
DAFTAR PUSTAKA

1. Nastiti, Dian. (2012). Coping Stress Pada Insan Pasca Stroke Yang Mengikuti Klub
Stroke Di Rumah Sakit Jakarta.36
2. Adiati dan Wahjoepramono. (2010). 171 Tanya Jawab Tentang Stroke Pasien Bertanya,
Dokter Menjawab. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama
3. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas), 2013. Jakarta: Badan Litbangkes, Depkes RI.
4. Nasissi, Denise. 2010. Hemorrhagic Stroke Emedicine. Medscape.
5. Basuki, Andi dan Dian Sofiati (ed.). Neurology in Daily Practice. 2010. Bandung:
Bagian Ilmu Pena Saraf Fakultas Kedokteran UNPAD
6. Unnithan AKA, M Das J, Mehta P. Hemorrhagic Stroke. [Updated 2022 May 16]. In:
StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2022 Jan-. Tersedia
di: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK559173/
7. Poungvarin N, Viriyavejakul A, Komontri C. Siriraj stroke score and validation study
to distinguish supratentorial intracerebral haemorrhage from infarction. BMJ. 1991 Jun
29;302(6792):1565-7. doi: 10.1136/bmj.302.6792.1565. PMID: 1855041; PMCID:
PMC1670347.
8. Damanik V. GUIDELINE STROKE TAHUN 2011 POKDI STROKE
PERHIMPUNAN DOKTER SPESIALIS SARAF INDONESIA (PERDOSSI)
BAGIAN ILMU PENYAKIT SARAF RSUD ARIFIN ACHMAD PEKANBARU
[Internet]. Academia.edu. 2022. Tersedia di:
https://www.academia.edu/31321416/GUIDELINE_STROKE_TAHUN_2011_POK
DI_STROKE_PERHIMPUNAN_DOKTER_SPESIALIS_SARAF_INDONESIA_PE
RDOSSI_BAGIAN_ILMU_PENYAKIT_SARAF_RSUD_ARIFIN_ACHMAD_PEK
ANBARU
9. Morgenstern, Lewis B., Hemphill J.C., et al. 2010.Guidelines for the Management of
Spontaneous Intracerebral Haemorrhage: A Guideline for Healthcare Professionals
From the American Heart Association / American Stroke Association. Journal of the
American Heart Association. Tersedia di:
http://stroke.ahajournals.org/content/41/9/2108.
10. Hanley D, Awad I, Vespa P, Martin N, Zuccarello M. Hemorrhagic Stroke:
Introduction. Stroke. 2013;44. doi: https://doi.org/10.1161/STROKEAHA.113.000856
11. Perdossi (Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia). 2011. Guideline Stroke.
Edisi Revisi. Jakarta.
12. Sidharta P, Mardjono M,2005, Neurologi Klinis Dasar, Dian Rakyat, Jakarta.

24

Anda mungkin juga menyukai