DIARE AKUT
Oleh :
Pembimbing :
2023
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmatnya maka
laporan responsi kasus dengan topik “Diare Akut” ini dapat selesai pada waktunya.
Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah
membantu dalam penyelesaian responsi ini. Responsi kasus ini disusun sebagai salah satu syarat
mengikuti Kepaniteraan Klinik Madya di bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran
Universitas Udayana/RSUP Sanglah.
Penulis menyadari laporan ini masih jauh dari sempurna dan banyak kekurangan, sehingga saran
dan kritik pembaca yang bersifat membangun sangat penulis harapkan untuk kesempurnaan
laporan responsi kasus ini. Semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi pembaca.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
2.2 Epidemiologi............................................................................................................................ 2
2.3 Etiologi...................................................................................................................................... 2
3.2 Anamnesis................................................................................................................................... 7
3.7 Prognosis................................................................................................................................... 13
3.10 Prognosis................................................................................................................................. 17
iii
BAB 4 PEMBAHASAN................................................................................................................. 18
iv
BAB I
PENDAHULUAN
Diare akut adalah bertambahnya frekuensi buang air besar lebih dari 3
kali dalam periode 24 jam, disertai perubahan konsistensi tinja menjadi lebih cair
dari biasanya, yang berlangsung kurang dari 14 hari.1Menurut Riskesdas 2018,
prevalensi diare di Indonesia berdasarkan diagnosis tenaga Kesehatan sebesar
6,8% dan berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan atau gejala yang pernah
dialami sebesar 8%. Kelompok umur dengan prevalensi diare (berdasarkan
diagnosis tenaga Kesehatan) tertinggi yaitu pada kelompok umur 1-4 tahun
sebesar 11,5% dan pada bayi sebesar 9%.5 Diare disebabkan oleh transmisi
fekal-oral akibat mengonsumsi makanan yang terkontaminasi oleh virus, bakteri,
dan parasit.3 Gejala dari diare akut adalah feses dengan konsistensi cair,
frekuensi BAB lebih dari 3 kali sehari, terdapat lendir dan/ darah, serta warna
feses menjadi kuning kehijauan. Gejala penyerta lainnya adalah muntah. Hal ini
menyebabkan pasien rentan mengalami dehidrasi.8 Pemeriksaan penunjang yang
dapat dilakukan untuk menegakkan diagnosis diare adalah dengan pemeriksaan
feses dan darah lengkap. Penegakan diagnosis gastroenteritis penting untuk
melakukan tatalaksana dini dan tepat bagi pasien.10 Penegakan diagnosis,
tatalaksana hingga pengendalian komplikasi diare akut merupakan kompetensi
dokte rmembutuhkan pengetahuan lebih mendalam untuk dapat melakukannya
dengan tepat. Oleh karena itu, Penulis memilih untuk membahas lebih dalam
mengenai diare akut pada anak dan menyajikannya dalam bentuk laporan
responsi dengan mengambil satu kasus yang ditangani di RSUD Tabanan.
1
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Diare akut adalah bertambahnya frekuensi buang air besar yang berlangsung
lebih dari 3 kali dalam periode 24 jam, disertai perubahan konsistensi tinja menjadi
lebih cair dari biasanya dengan atau tanpa darah, yang berlangsung kurang dari 14
hari. Berdasarkan waktu kejadiannya, diare dibagi menjadi dua yaitu akut dan kronis.
Diare akut terjadi kurang dari 14 hari yang membedakan dengan diare kronis yang
terjadi antara lebih dari 14 hari1. Terdapat juga definisi diare persisten yang
menggambarkan diare kronis yang disertai berat badan menurun atau susah
mengalami kenaikan berat badan2,3.
2.2 Epidemiologi
Usia anak-anak yang paling rentan mengalami diare adalah anak-anakdi bawah
usia 5 tahun. Gejala diare paling banyak terjadi di Asia dan Afrika sebanyak 80%.6
Menurut Riskesdas 2018, prevalensi diare di Indonesia berdasarkan diagnosis tenaga
Kesehatan sebesar 6,8% dan berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan atau gejala yang
pernah dialami sebesar 8%. Kelompok umur dengan prevalensi diare (berdasarkan
diagnosis tenaga Kesehatan) tertinggi yaitu pada kelompok umur 1-4 tahun sebesar
11,5% dan pada bayi sebesar 9%.7
2.3 Etiologi
Diare disebabkan karena adanya kontak fekal-oral yang terjadi akibat
mengonsumsi makanan/minuman yang terkontaminasi. Selain itu, perilaku tidak
mencuci tangan sebelum makan juga menyebabkan terjadinya diare.5 Diare pada anak
biasanya disebabkan oleh bakteri, virus, atau parasit. Bakteri yang dapat menyebabkan
diare antara lain Escherichia coli, Salmonella, Shigella, Campylobacter, Yersinia, dan
Aeromonas. Virus yang dapat menyebabkan diare antara lain Rotavirus, Enterovirus
echoviruses, Adenovirus, dan Human retrovirus. Sementara, parasit yang dapat
menyebabkan diare adalah cacing, protozoa, dan jamur.4 Selain itu, diare juga
dapat disebabkan oleh adanya gangguan penyerapan makanan dan malabsorbsi,
2
alergi, keracunan bahan kimia atau racun yang terkandung dalam makanan,
imunodefesiensi yaitu kekebalan tubuh yang menurun.1
2.4 Patofisiologi
Patofisiologi diare terdiri dari gangguan osmotik, rangsangan tertentu pada
dinding usus, dan gangguan motilitas usus. Gangguan osmotik terjadi akibat adanya
makanan atau zat yang tidak dapat diserap usus sehingga menyebabkan tekanan
osmotik dalam rongga usus, Hali ini akan merangsang usus untuk mengeluarkan sisa
makanan di dalamnya sehingga timbul diare. Kedua, akibat rangsangan tertentu (salah
satunya toksin) pada dinding usus yang menyebabkan peningkatan air dan elektrolit ke
dalam rongga usus dan selanjutnya diare timbul karena terdapat peningkatan isi rongga
usus. Ketiga, gangguan motilitas usus yang menyebabkan hiperperistaltik sehingga
usus akan kesulitan untuk menyerap makanan sehingga timbul diare sebaliknya bila
peristaltik usus menurun akan mengakibatkan bakteri timbul berlebihan yang
selanjutnya dapat menimbulkan diare pula.8 Selain itu, diare juga dapat terjadi, akibat
masuknya mikroorganisme hidup ke dalam usus setelah berhasil melewati rintangan
asam lambung, mikroorganisme tersebut berkembang biak, kemudian mengeluarkan
toksin tersebut terjadi hipersekresi yang selanjutnya akan menimbulkan diare. Selain
itu terdapat mikroorganisme yang dapat secara langsung merusak villi usus. Hal ini
memicu pertumbuhan villus usus yang baru namun tidak terdapat laktosa sehingga
memicu gangguan osmotik. Usus halus menjadi bagian absorbsi utama dan usus besar
melakukan absorbsi air yang akan membuat solid dari komponen feses, dengan adanya
gangguan dari diare akan menyebabkan absorbsi nutrisi dan elektrolit oleh usus halus,
serta absorbsi air menjaditerganggu.
2.5 Manifestasi Klinis dan Diagnosis
Manifestasi klinis dari diare dimulai dengan bayi atau anak menjadi cengeng,
gelisah, suhu badan mungkin meningkat, nafsu makan berkurang atau tidak ada, dan
dapat timbul diare. Feses yang dikeluarkan memiliki konsistensi cair dan dapat
mengandung darah dan/ lendir, dan warna feses berubah menjadi kuning kehijauan
karena bercampur empedu. Akibat seringnya defekasi, anus dan bagian perianal
menjadi timbul bercak kemerahan dan lecet karena sifat feses makin lama makin asam
sehingga dapat mengiritasi kulit pada anak, hal ini terjadi akibat banyaknya asam laktat
3
yang dihasilkan dari pemecahan laktosa yang tidak dapat diabsorbsi oleh usus. Gejala
muntah dapat terjadi sebelum atau sesudah BAB terjadi. Apabila penderita telah
banyak mengalami kehilangan air dan elektrolit, maka terjadilah gejala dehidrasi.
Gejala yang timbul antara lain berat badan turun, ubun-ubun besar cekung pada bayi,
tonus otot dan turgor kulit berkurang, mata tampak cowong, air mata mengering, dan
selaput lendir pada mulut dan bibir terlihat kering.9 Klasifikasi dehidrasi adalah sebagai
berikut;
4
2.6 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan diare dilakukan dengan pemberian cairan dan terapisesuai gejala
yang dijelaskan sebagai berikut:11
1. Tatalaksana Cairan
a. Tanpa dehidrasi: Oralit osmolaritas rendah 10 mL/kgBB tiap BAB
b. Dehidrasi ringan/sedang
i. Upaya Rehidrasi Oral
ii. Dalam 3 jam pertama, berikan oralit 75mL/kgBB. Jika BB
tidak diketahui dapat diberikan rehidrasi minimal <1 tahun
300mL, 1-5 tahun 600mL, >5 tahu 1200 mL, dan dewasa 2400
mL
iii. Bila rehidrasi berhasil, lanjutkan oralit 10 mL/kgBB setiap
BAB
c. Dehidrasi berat
i. RL atau NaCl 0,9% IV 100 mg/kgBB dihabiskan
1. <12 bulan
a. Pemberian I 30 mL/kgBB dalam ½ sampai 1 jam
b. Pemberian II 70 mL/kgBB dalam 2 ½ sampai 3
jam
c. Pemberian I diulang bila tidak ada perbaikan
atau nadi tidak teraba/lemah
2. Nilai kembali tiap 1-2 jam, bila rehidrasi belum
tercapai, percepat tetesan IV
3. Segera berikan oralit bila sudah minum susu
5mL/kgBB/jam
4. Evaluasi kembali dalam 6 jam (bayi) atau 3 jam (anak)
ii. Nutrisi
1. Lanjutkan ASI dan makanan
2. Hindari makanan pencetus dan tinggi serat
iii. Zinc
1. Diberikan 10-14 hari
5
2. <6 bulan 10 mg/hari
3. >6 bulan 20 mg/hari
6
BAB III
LAPORAN KASUS
3.2 Anamnesis
Keluhan utama : BAB cair
Heteroanamnesis : Ibu dan Ayah pasien
3.2.1 Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke IGD RSUD Tabanan pada tanggal 17 Februari 2023 diantar
oleh orang tuanya dengan keluhan diare sejak satu hari yang lalu. Diare yang dialami
pasien sudah terjadi sebanyak 7 kali dalam sehari. Pasien juga sering buang air besar
setelah muntah. Dikatakan bahwa feses pasien memiliki konsistensi cair disertai sedikit
ampas dengan warna kekuningan seperti kunyit tanpa disertai lendir atau darah dan
tadi pagi dikeluhkan oleh orang tua pasien sempat berwarna kehijauan. Pasien
mengeluarkan kotoran seperti biasa tanpa perlu mengejan secara berlebihan. Pasien
juga buang air kecil seperti biasa tanpa ada gangguan. Pasien juga dikeluhkan
mengalami demam dengan suhu mencapai 38oC sejak 1 hari sebelum masuk rumah
sakit. Pasien sempat diberikan obat antibiotik dan paracetamol namun tidak kunjung
membaik dan langsung dibawa ke rumah sakit saat suhu masih 38oC. Pasien juga
mengeluhkan lemas yang diarasakan sejak 1 hari yang lalu setelah pasien buang air
besar sebanyak 6 kali dan keluhan lemas masih dirasakan sampai keesokan harinya.
Selain lemas pasien juga mengeluhkan muntah sejak 1 hari sebelum masuk rumah
7
sakit, muntah ini dikatakan terjadi setelah pasien meminum susu. Muntah yang
dikeluarkan pasien berupa susu karena pasien menolak untuk diberi makanan. Saat
dilakukan pemeriksaan (17/02/2023) pasien sudah tidak memiliki keluhan demam
dan muntah. Pasien masih mengalami diare dengan konsistensi cair dan masih merasa
lemas. Pasien mampu makan dan minum dengan baik tanpa ada gangguan. Saat
diberikan minum pasien terlihat haus dan terus meminta minum.
3.2.2. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien tidak memiliki riwayat alergi makanan dan obat-obatan. Riwayat
penyakit kronis seperti diabetes mellitus, hipertensi, asma, dan penyakit jantung pada
anak disangkal.
3.2.3. Riwayat Penyakit Dalam Keluarga
Kakak pasien dikatakan mengalami keluhan serupa yaitu diare sejak 3 hari
yang lalu, namun sudah sembuh setelah mendapat obat dari dokter. Riwayat penyakit
hipertensi, asma, penyakit jantung, dan ginjal disangkal oleh keluarga pasien. Riwayat
alergi pada keluarga disangkal.
3.2.4. Riwayat Pribadi, Sosial, dan Lingkungan
Pasien merupakan anak kedua dari dua bersaudara. Pasien tinggal dengan ayah,
ibu, dan kakaknya dalam satu rumah. Riwayat keluarga yang mengalami diare seperti
pasien hanya dialami oleh kakak pasien. Pada lingkungan tetangga pasien, tidak ada
yang mengalami keluhan yang sama.
3.2.5. Riwayat Pengobatan
Pasien dikatakan pernah mendapat pengobatan bionikol puyer dengan rasa
jeruk, antibiotik, dan paracetamol yang didapatkan dari dokter, namun kondisi pasien
tidak kunjung membaik setelah mendapatkan obat tersebut.
3.2.6. Riwayat Persalinan
Pasien memiliki riwayat lahir secara normal pervaginam dibantu oleh bidan,
cukup bulan (usia kehamilan 39-40 minggu), dengan beratbadan lahir 3.300 gram dan
panjang badan lahir 50 cm, segera menangis, tanpa adanya komplikasi selama
kehamilan. Ibu pasien tidak mengingat ukuran lingkar kepala dan lingkar dada pasien
saat lahir.
8
3.2.7. Riwayat Imunisasi
1. Hepatitis B : 5 kali
2. BCG : 1 kali
3. Polio : 4 kali tetes + 1 kali suntik (IPV)
4. DPT : 4 kali
5. Hib : 4 kali
6. MR : 1 kali
7. JE : 1 kali
9
Suhu aksila : 36,8ºC
SpO2 : 98% udara ruangan
3.3.2 Status Generalis
Kepala : Normosefali, rambut tidak mudah dicabut, ubun-ubun cekung (-)
Mata : Konjungtiva pucat (-/-), sklera ikterus (-/-), reflex pupil (+/+)
isokor, edema palpebra (-/-), mata cowong (-/-), produksi air
mata (+/+)
THT
Telinga : Sekret (-/-). deformitas (-/-)
Hidung : Sekret (-/-), napas cuping hidung (-), sianosis (-), deformitas (-)
Tenggorokan : Faring tidak hiperemis, Tonsil T1
11
Pemeriksaan Feses Lengkap (17 Februari 2023)
Makroskopis
Warna Kuning
Konsistensi Encer
Mikroskopis
Sisa Makanan
Lain-lain Negatif
12
Pemeriksaan Elektrolit Darah dan Gula Darah Sewaktu (17 Februari 2023)
3.5. Diagnosis
Diare Akut + Dehidrasi Ringan-Sedang
1. Demam Tifoid
2. Intoleransi Makanan
3. Disentri basiler
3.7. Tatalaksana
13
3.8 Perjalanan Perawatan Pasien
S Demam (-), mual (-), muntah (-), lemas (+), BAK (+), BAB (+) cair dengan
ampas
O Status present
Keadaan umum : Lemah
Kesadaran : Compos mentis
Nadi : 118 kali per menit
Tekanan darah : Tidak diukur
Laju respirasi : 26 kali per menit
Suhu aksila : 36,5ºC
SpO2 : 98%
Status generalis
Kepala : Normosefali, rambut tidak mudah dicabut
Mata : Konjungtiva pucat (-/-), sklera ikterus (-/-),reflex pupil
(+/+) isokor, edema palpebra (-/-), mata cowong (-/-),
produksi air mata (+/+)
THT
Telinga : Sekret (-/-). deformitas (-/-)
Hidung : Sekret (-/-), napas cuping hidung (-), sianosis (-), deformitas
(-)
Tenggorokan : Faring tidak hiperemis, Tonsil T1
Lidah : Sianosis (–)
Bibir : Sianosis (–), mukosa bibir pucat (–)
Leher : Pembesaran kelenjar getah bening (–)
Thoraks : Retraksi dinding dada (-)
14
● Jantung :Iktus cordis tidak tampak, iktus cordis teraba di ICS V
MCL sinistra, S1 S2 normal, regular, murmur (-)
● Paru : Bentuk normal, simetris, gerakan dada simetris,
vesikuler (+/+), rales (-/-), wheezing (-/-)
Abdomen : Distensi (-), meteorismus (-), asites (-), bising usus (+)
normal, hepar tidak teraba, lien tidak teraba
Ekstremitas : Akral hangat (+), edema (-), CRT < 2 detik
Kulit : Pucat (-), purpura (-), sianosis (-), ikterus (-)
Genitalia : Laki-laki, tidak dilakukan pemeriksaan secara detail
15
19 Februari 2023 (Ruang Anggrek)
S Demam (-), mual (-), muntah (-), BAK (+),BAB (+) cair dengan ampas
O Status present
Keadaan umum : Lemah
Kesadaran : Compos mentis
Nadi : 103 kali per menit
Tekanan darah : Tidak diukur
Laju respirasi : 32 kali per menit
Suhu aksila : 36,3ºC
SpO2 : 98%
Status generalis
Kepala : Normosefali, rambut tidak mudah dicabut
Mata : Konjungtiva pucat (-/-), sklera ikterus (-/-),
reflex pupil (+/+) isokor, edema palpebra (-/-), mata cowong (-
/-), produksi air mata (+/+)
THT
Telinga : Sekret (-/-). deformitas (-/-)
Hidung : Sekret (-/-), napas cuping hidung (-), sianosis (-), deformitas
(-)
Tenggorokan : Faring tidak hiperemis, Tonsil T1
Lidah : Sianosis (–)
Bibir : Sianosis (–), mukosa bibir pucat (–)
Leher : Pembesaran kelenjar getah bening (–)
Thoraks : Retraksi dinding dada (-)
● Jantung :Iktus cordis tidak tampak, iktus cordis teraba di ICS V
16
MCL sinistra, S1 S2 normal, regular, murmur (-)
● Paru : Bentuk normal, simetris, gerakan dada simetris,vesikuler
(+/+), rales (-/-), wheezing (-/-)
Abdomen : Distensi (-), meteorismus (-), asites (-), bising usus (+)
normal, hepar tidak teraba, lien tidak teraba
Ekstremitas : Akral hangat (+), edema (-), CRT < 2 detik
Kulit : Pucat (-), purpura (-), sianosis (-), ikterus (-)
Genitalia : Laki-laki, tidak dilakukan pemeriksaan secara detail
3.9 KIE
1. Menjelaskan kepada orangtua pasien mengenai keadaan pasien saat ini.
2. Menjelaskan kepada orangtua pasien mengenai pemberian obat-obatan
selama proses terapi dan rencana terapi kedepanya serta prognosis dan
komplikasi yangmungkin terjadi.
3. Menjelaskan kepada orang tua pasien mengenai nutrisi pasien agar tetap
terjagapemeliharaannya, tidak kekurangan maupun tidak kelebihan.
4. Menjelaskan faktor risiko yang dapat menyebabkan penularan infeksi
diare akut meliputi sanitasi dan higienitas lingkunganrumah yang harus dijaga
3.10 Prognosis
1. Ad vitam : bonam
2. Ad functionam : bonam
3. Ad sanationam : bonam
17
BAB 4
PEMBAHASAN
18
BAB 5
SIMPULAN
Diare akut adalah buang air besar yang berlangsung lebih dari 3 kali dalam
periode 24 jam, disertai perubahan konsistensi tinja menjadi lebih cair dari biasanya,
yang berlangsung kurang dari 14 hari. Kelompok umur dengan prevalensi diare
(berdasarkan diagnosis tenaga Kesehatan) tertinggi yaitu pada kelompok umur 1-4
tahun sebesar 11,5% dan pada bayi sebesar 9%. Manifestasi klinis dari diare yaitu
Penegakkan diagnosis diare didapatkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik terutama
untuk mengetahui derajat dehidrasi, dan pemeriksaan penunjang yaitu pemeriksaan
feses dan darah lengkap. Manajemen dari diare akut meliputi manajemen derajat
dehidrasi dan penanganan simptomatik pada demam, mual, muntah, dan gejala-gejala
lainnya.
19
DAFTAR PUSTAKA
1. Subagyo B, Santoso NB. Diare akut. Dalam: Juffrie M, Soenarto SSY, Oswari
H, Arief S, Rosalina I, Mulyani NS, penyunting. Buku ajar
gastroenterologihepatologi. Jakarta:IDAI;2012.h.87 – 120.Hasan H,
Nasirudeen NA, Ruzlan MA, Mohd Jamil MA, Ismail NA, Wahab AA, Ali A.
Acute Infectious Gastroenteritis: The Causative Agents, Omics- Based
Detection of Antigens and Novel Biomarkers. Children. 2021 Dec
2;8(12):1112.
2. Ghishan RE. 2007. Chronic Diarrhea. In Nelson Textbook of Pediatrics 18th
Edition. WB Saunders, Philadelphia
3. Walker-Smith J, Barnard J, Bhutta Z et al. Chronic diarrhea and
malabsorption (including short gut syndrome): Working Group Report of the
First World Congress of Pediatric Gastroenterology, Hepatology, and
Nutrition. Journal of Pediatric Gastroenterology and Nutrition. 2002; 33
(supplement)
4. Hasan H, Nasirudeen NA, Ruzlan MA, Mohd Jamil MA, Ismail NA, Wahab
AA, Ali A. Acute Infectious Gastroenteritis: The Causative Agents, Omics-
Based Detection of Antigens and Novel Biomarkers. Children. 2021 Dec
2;8(12):1112.
5. Jeffs E, Williman J, Martin N, Brunton C, Walls T. The epidemiology of non-
viral gastroenteritis in New Zealand children from 1997 to 2015: an
observational study. BMC Public Health. 2019 Jan 05;19(1):18.
6. Simwaka JC, Mpabalwani EM, Seheri M, Peenze I, Monze M, Matapo B,
Parashar UD, Mufunda J, Mphahlele JM, Tate JE, Mwenda JM. Diversity of
rotavirus strains circulating in children under five years of age who presented
with acute gastroenteritis before and after rotavirus vaccine introduction,
University Teaching Hospital, Lusaka, Zambia, 2008-2015. Vaccine. 2018 Nov
12;36(47):7243-7247.
7. Riskesdas 2018. Hasil Utama Riset Kesehatan Dasar. Kementrian Kesehat.
Republik Indones. 2018
8. Camilleri M, Sellin JH, Barrett KE. Pathophysiology, evaluation, and
management of chronic watery diarrhea. Gastroenterology. 2017 Feb
1;152(3):515-32.
9. Azer SA, Tuma F. StatPearls [Internet]. StatPearls Publishing; Treasure Island
(FL): Sep 26, 2022. Infectious Colitis.
10. Castaño-Rodríguez N, Underwood AP, Merif J, Riordan SM, Rawlinson WD,
Mitchell HM, Kaakoush NO. Gut Microbiome Analysis Identifies Potential
Etiological Factors in Acute Gastroenteritis. Infect Immun. 2018 Jul;86(7)
11. Dewantari EO. Manajemen Terapi pada Diare Akut dengan Dehidrasi Ringan-
Sedang dan Muntah Profuse pada Anak Usia 22 Bulan. Jurnal Medula. 2015
Nov 1;4(1).
12. Larentis DZ, Rosa RG, Dos Santos RP, Goldani LZ. Outcomes and Risk
Factors Associated with Clostridium difficile Diarrhea in Hospitalized Adult
Patients. Gastroenterol Res Pract. 2015;2015:346341.
20
21