0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
10 tayangan2 halaman
Penatalaksanaan crush injury terbagi menjadi pre-ekstrikasi dan post-ekstrikasi. Pada pre-ekstrikasi fokus pada penyelamatan korban dan pemantauan kondisi ABC, sedangkan pada post-ekstrikasi fokus pada mencegah sindrom reperfusi dan gagal ginjal dengan resusitasi cairan agresif sebelum pelepasan beban. Prognosis tergantung cepatnya penanganan awal terutama resusitasi cairan dalam 6 jam pertama.
Penatalaksanaan crush injury terbagi menjadi pre-ekstrikasi dan post-ekstrikasi. Pada pre-ekstrikasi fokus pada penyelamatan korban dan pemantauan kondisi ABC, sedangkan pada post-ekstrikasi fokus pada mencegah sindrom reperfusi dan gagal ginjal dengan resusitasi cairan agresif sebelum pelepasan beban. Prognosis tergantung cepatnya penanganan awal terutama resusitasi cairan dalam 6 jam pertama.
Penatalaksanaan crush injury terbagi menjadi pre-ekstrikasi dan post-ekstrikasi. Pada pre-ekstrikasi fokus pada penyelamatan korban dan pemantauan kondisi ABC, sedangkan pada post-ekstrikasi fokus pada mencegah sindrom reperfusi dan gagal ginjal dengan resusitasi cairan agresif sebelum pelepasan beban. Prognosis tergantung cepatnya penanganan awal terutama resusitasi cairan dalam 6 jam pertama.
Penatalaksanaan dari crush injury dapat dibagi menjadi dua yaitu, pre-extrication (sebelum pelepasan beban yang menahan pasien) dan post-extrication (setelah pelepasan beban yang menahan pasien). Pada pre-extrication, penyelamatan korban adalah prioritas utama selanjutnya memonitor aspek ABC (airway, breathing, dan circulation) korban. Airway, apakah ada obstruksi atau gejala lain yang dapat mempengaruhi pernapasan korban serta dapat juga memperhatikan apakah ada tanda-tanda cedera cervical spine. Breathing, perhatikan apakah korban terdapat gejala hipoksia. Jika terdapat gejala hipoksia berikan high flow oxygen. Circulation, hentikan pendarahan, pemberian cairan secara intravena/intraoral, dan pasang splint pada tungkai korban. Selain memonitor ABC lakukan juga monitor pada jantung, memulai penggantian cairan sebelum pelepasan beban, hilangkan nyeri pada korban. 1 Proses fluid resuscitation harus dilakukan secara agresif untuk menlindungi ginjal dan mencegah terjadi gagal ginjal. Berikan warm cystalloid tanpa K+ biasanya dianjurkan 0.9% saline (jangan berikan RL) dan berikan warm blood jika diindikasikan. Pemberian cairan disarankan mulai pada 1 - 2 L NS dilanjutkan pada 1 – 1,5 L/jam pengaturan konsentrasi tergantung pada kondisi klinis pasien. 2 Pemberian blood product yang dianjurkan adalah dua unit O- pRBC’s dan dua unit cairan plasma. Untuk mengatasi kondisi hipotermia berikan buddy lite warmer yang digunakan pada cairan dan darah (crystalloid dengan laju aliran 80cc/jam dan packed RBC dengan laju aliran 50cc/jam). Penghangat ini bertujuan untuk mencapai suhu 38oC +/- 2oC. Selanjutnya berikan sodium bicarbonate sebelum pemberian beban yang menahan pasien. 1 Berikan dengan konsentrasi 1mEq/kg sodium bicarbonate (50-100 mEq 8,4%). Biasanya ditambahkan pada IV fluid. Sodium bicarbonate membantu untuk mengatasi hyperkalemia dan acidosis. Serta dapat membasakan urine (mencegah acute renal failure) yang dapat membantu untuk mengurangi pembentukan urine cast dan mengurangi efek toksik dari myoglobin. Selain itu dapat juga diberikan mannitol sebagai osmotic diuretic, biasanya membantu jika kadar urine output tidak adekuat. 2,3 Penatalaksanaan pada post-extrication lebih menekankan pada kondisi terjadinya reperfusion syndrome (pelepasan secara mendadak dari ekstremitas yang hancur). Reperfusion syndrome menyebabkan acute hypovolemia, gangguan metabolik (peningkatan K+), dan beresiko terjadinya gagal ginjal (pelepasan myoglobin). Penanganan yang dapat diberikan yaitu monitor dan penanganan ABC, hindari succinylcholine, hindari RL (K+), persiapan untuk menangani shock hypovolemic, persiapan untuk menangani hyperkalemia, dialysis, oksigen hiperbarik, dan transport segera ke pusat perawatan yang intensif. Khusus untuk severe hyperkalemia adapun beberapa penanganan gawat darurat yang dapat diberikan antara lain, kalsium (5 – 10cc 10% calcium chloride IV selama 2-5 menit atau 15 – 30cc 10% calcium gluconate selama 2-5 menit), sodium bicarbonate (1mEq/kg sampai 100mEq IVF),dan albuterol (10 – 20mg selama 15 menit). 1,2 Prognosis dari crush injury di sini tergantung dari cepat atau tidaknya penanganan awal. Pemberian resusitasi cairan sebelum pelepasan beban dalam 6 jam pertama sangatlah esensial. Apabila tidak dilakukan atau terlambat dilakukan dalam 6 jam, dapat menimbulkan resiko acute renal failure. 2 1. Goodrich C. Initial Management Of Crush Injuries. Presentation presented at; 2018. 2. Rajagopalan CS. Crush injuries and the crush syndrome. Med J Armed Forces India [Internet]. 2010;66(4):317–20. Available from: http://dx.doi.org/10.1016/S0377-1237(10)80007-3 3. Yokota J. Crush syndrome in disaster. Japan Med Assoc J. 2005;48(7):341–52.