Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN KASUS

OTITIS MEDIA AKUT

Oleh:

I Gede Sathya Agastya (2102612013)


Michelle Eugenia (2102612029)
Erlyn Elvina (2102612034)
Ni Putu Rhosiana Rahayu Utami Tisna (2102612046)

Penguji

Dr. dr. Made Lely Rahayu, Sp.T.H.T.K.L (K)

DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK MADYA


BAGIAN ILMU KESEHATAN THT-KL
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA RSUP
SANGLAH DENPASAR
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadapan Tuhan Yang Maha Esa karena
atas berkat dan rahmat-Nya Laporan Kasus berjudul Otitis Media Akut ini dapat
diselesaikan tepat pada waktunya.
Tinjauan Pustaka ini disusun sebagai salah satu prasyarat dalam
mengikuti Kepaniteraan Klinik Madya (KKM) di Bagian/KSM Ilmu Kesehatan
Penyakit Telinga- Hidung-Tenggorok dan Kepala-Leher (THT-KL) Fakultas
Kedokteran Universitas Udayana/RSUP Sanglah. Penulis juga ingin
mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
kelancaran penyusunan Laporan Kasus ini, antara lain:
1. dr. Eka Putu Setiawan, Sp. THT-KL (K), selaku Ketua
Departemen/KSM THT FK UNUD/RSUP Sanglah Denpasar.
2. dr. I Ketut Suanda, Sp. THT-KL (K) FICS, selaku penanggung jawab
pendidikan profesi dokter Departemen/KSM THT FK UNUD/RSUP
Sanglah Denpasar.
3. Dr. dr. Made Lely Rahayu, Sp.THT-KL (K) selaku penguji atas
waktu dan kesediaannya untuk menguji sekaligus memberikan saran
dan masukan terhadap Laporan Kasus ini.
4. Semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian tugas ini.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tugas laporan kasus ini masih


jauh dari sempurna karena keterbatasan kemampuan dan pengetahuan yang
penulis miliki. Maka dari itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang
bersifat membangun dari pembaca.

Denpasar, 23 Mei 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................................................ i

DAFTAR ISI..................................................................................................................... ii

DAFTAR GAMBAR....................................................................................................... iii

DAFTAR TABEL............................................................................................................iv

BAB I PENDAHULUAN..................................................................................................1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA....................................................................................... 2

2.1 Definisi................................................................................................................2

2.2 Epidemiologi.......................................................................................................2

2.3 Etiologi................................................................................................................3

2.4 Patofisiologi........................................................................................................ 3

2.5 Diagnosis.............................................................................................................5

2.6 Tatalaksana..........................................................................................................8

2.7 Komplikasi........................................................................................................ 10

2.8 Prognosis...........................................................................................................11

BAB III URAIAN KASUS............................................................................................. 12

3.1 Identitas Pasien................................................................................................. 12

3.2 Anamnesis.........................................................................................................12

3.3 Pemeriksaan Fisik............................................................................................. 13

3.4 Pemeriksaan Penunjang.................................................................................... 14

3.5 Diagnosis dan Diagnosis Banding....................................................................15

3.6 Tatalaksana........................................................................................................15

BAB IV PEMBAHASAN............................................................................................... 16

BAB V SIMPULAN........................................................................................................18

DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................19

ii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Otitis Media Akut Stadium Oklusi Tuba....................................................... 5

Gambar 2.2 Otitis Media Akut Stadium Hiperemi............................................................5

Gambar 2.3 Otitis Media Akut Stadium Supurasi.............................................................6

Gambar 2.4 Otitis Media Akut Stadium Perforasi.............................................................7

iii
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Penggunaan Antibiotik dan Dosisnya pada OMA.............................................9

iv
BAB I
PENDAHULUAN

Otitis Media Akut (OMA) adalah suatu peradangan pada telinga tengah
yang berhubungan dengan efusi, dan disertai dengan timbulnya tanda dan gejala
infeksi telinga yang cepat. OMA umumnya terjadi pada anak-anak setelah infeksi
saluran pernapasan atas akut.1 Meskipun OMA dapat terjadi pada semua usia,
namun 80-90% kasus terjadi pada anak di bawah 6 tahun. Menurut teori, insiden
terjadinya OMA pada bayi dan anak lebih tinggi karena morfologi tuba eustachius
yang pendek, lebar, dan letaknya lebih horizontal. Selain itu sistem imunitas tubuh
yang masih dalam perkembangan sehingga infeksi bakteri maupun virus dapat
menyebar ke telinga bagian tengah.1,2

OMA dapat disebabkan oleh virus, bakteri, atau koinfeksi. Organisme bakteri
yang paling umum menyebabkan otitis media adalah Streptococcus pneumoniae,
diikuti oleh Haemophilus influenzae (NTHi) non-typeable, dan Moraxella
catarrhalis. Patogen virus yang paling umum dari Otitis Media adalah respiratory
syncytial virus (RSV), coronavirus, virus influenza, adenovirus, human
metapneumovirus, dan picornavirus. Koinfeksi bakteri dengan virus saluran
pernapasan atas lebih sering ditemukan sebagai penyebab OMA daripada
patogenesis virus atau bakteri saja.3

OMA didiagnosis secara klinis melalui anamnesis, serta temuan objektif


pada pemeriksaan fisik dan otoskopi. Pasien memiliki infeksi saluran pernapasan
atas akut dengan disertai temuan peradangan lokal seperti demam, nyeri,
pendengaran berkurang, dan keluarnya cairan terjadi secara cepat dan singkat
dalam waktu kurang dari 3 minggu.2

Tanpa pengobatan yang tepat, cairan supuratif dari telinga tengah dapat
meluas ke lokasi anatomi yang berdekatan dan mengakibatkan komplikasi. Di
Amerika Serikat, pengobatan utama untuk diagnosis OMA adalah amoksisilin
dosis tinggi, dan ini terbukti paling efektif pada anak di bawah usia dua tahun.
Analgesik seperti Obat Anti Inflamasi Non-Steroid (OAINS) seperti asetaminofen
dapat digunakan untuk mengurangi nyeri pada pasien dengan OMA.3

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi

Otitis Media Akut (OMA) adalah suatu peradangan pada telinga tengah
yang berhubungan dengan efusi, dan disertai dengan timbulnya tanda dan gejala
infeksi telinga yang cepat. OMA umumnya terjadi pada anak-anak setelah infeksi
saluran pernapasan atas akut1. Gejala peradangan lokal seperti demam, nyeri,
pendengaran berkurang, dan keluarnya cairan terjadi secara cepat dan singkat
dalam waktu kurang dari 3 minggu.2

2.2 Epidemioligi

Meskipun OM dapat terjadi pada semua usia, namun 80-90% kasus terjadi
pada anak di bawah 6 tahun.2 Studi epidemiologi yang dilakukan di Amerika
Serikat melaporkan tingkat prevalensi OMA menjadi 17-20% dalam 2 tahun
pertama kehidupan. Anak-anak yang didiagnosis dengan OMA selama tahun
pertama memiliki peluang lebih besar untuk berkembang menjadi OM rekuren
dan OME kronis daripada anak-anak yang mengalami infeksi telinga tengah
pertama setelah usia 1 tahun.4

Pada studi yang dilakukan di RSUD Wangaya Denpasar periode


November 2015 - November 2016, ditemukan bahwa populasi terbanyak
mengalami OMA pada usia 0-11 tahun yang mana merupakan komplikasi
tersering dari infeksi virus influenza. Pada studi ini juga ditemukan bahwa
stadium hiperemi merupakan stadium tersering yang terdiagnosis pada pasien
OMA. OMA bilateral berhubungan dengan usia anak yang lebih tua (>12 tahun)
dan infeksi bakteri seperti Haemophilus influenza, dan Streptococcus pneumoniae,
sedangkan pada OMA unilateral paling umum disebabkan oleh virus.5

Menurut teori, insiden terjadinya OMA pada bayi dan anak lebih tinggi
karena morfologi tuba eustachius yang pendek, lebar, dan letaknya lebih

2
3

horizontal. Selain itu sistem imunitas tubuh yang masih dalam perkembangan
sehingga infeksi bakteri maupun virus dapat menyebar ke telinga bagian tengah.
Semakin sering seseorang terserang ISPA, maka makin besar kemungkinan
terjadinya OMA.2

2.3 Etiologi

Etiologi OMA dapat berupa virus, bakteri, atau koinfeksi. Organisme


bakteri yang paling umum menyebabkan Otitis Media adalah Streptococcus
pneumoniae, diikuti oleh Haemophilus influenzae (NTHi) non-typeable, dan
Moraxella catarrhalis. Patogen virus yang paling umum dari Otitis Media adalah
respiratory syncytial virus (RSV), coronavirus, virus influenza, adenovirus,
human metapneumovirus, dan picornavirus. Koinfeksi bakteri dengan virus
saluran pernapasan atas lebih sering ditemukan sebagai penyebab OMA daripada
patogenesis virus atau bakteri saja dan dilaporkan berkisar antara 28% hingga
70% di telinga tengah dan nasofaring.3

2.4 Patofisiologi

Otitis media akut (OMA) biasanya terjadi melalui beberapa rute infeksi
antara lain, tuba eustachius, perforasi membran timpani yang sudah ada
sebelumnya, fraktur os. temporal, dan infeksi melalui darah.6

• Tuba Eustachius

Rute infeksi paling sering pada kasus otitis media akut. Infeksi telinga
tengah biasanya terjadi melalui lumen dari tuba atau sepanjang
subepithelial peritubal lymphatics. Tuba eustachius pada bayi dan anak-
anak lebih pendek, lebar, dan lebih mendatar sehingga memungkinkan
insiden infeksi otitis media akut lebih tinggi pada kelompok usia ini.
Refluks dari nasofaring ke telinga tengah terjadi selama menelan, meniup
melalui hidung dan menelan dengan hidung tertutup (Toynbee’s
maneuver). Hal ini disebabkan oleh tekanan negatif telinga tengah.
Kondisi-kondisi berikut mungkin terjadi pada kasus OMA seperti,
4

obstruksi anatomis (adenoid yang besar dan tumor nasofaring), infeksi


(adenoiditis, tonsilitis, rhinitis, sinusitis, dan faringitis), hembusan hidung
yang terlalu kuat, berenang, iatrogenic (tampon posterior dan pasca
adenoidectomy), dan menyusui dengan botol.6,7

• Perforasi Membran Timpani

Perforasi membran timpani bisa disebabkan oleh trauma saat


membersihkan kanalis auditorius eksterna (KAE), tamparan dengan
tangan terbuka di bagian telinga, dan riwayat otitis media supuratif
kronik (OMSK).6

• Fraktur Os. Temporal

Biasanya terjadi pada kasus cedera kepala yang dapat melibatkan telinga
tengah.6

• Infeksi melalui darah

Rute infeksi ini merupakan kasus yang sangat langka.6

2.5 Diagnosis

Otitis media akut memiliki berbagai stadium dengan tanda dan gejala yang
bervariasi. Terdapat lima stadium dari OMA antara lain, stadium oklusi tuba,
hiperemis/presupurasi, supurasi, perforasi, dan resolusi.8 Jika terapi antibiotik
yang tepat dimulai lebih awal selama perjalanan penyakit OMA, proses infeksi
dapat kembali dari stadium manapun.6 Sehingga resolusi dapat terjadi bahkan
tanpa resolusi membran timpani. Sebagian besar anak-anak akan memiliki riwayat
(batuk dan pilek) infeksi saluran pernapasan atas sebelumnya. Bayi menjadi
rewel, kurang tidur dan sering menarik-narik telinga yang terinfeksi dan demam
menandai timbulnya OMA.6
5

1. Stadium Oklusi Tuba

Gambar 2.1 Otitis Media Akut Stadium Oklusi Tuba9

Edema dan hiperemi pada nasofaring dan tuba eustachius akan menyumbat
tuba eustachius, yang mengarah pada absorbsi udara dan menciptakan tekanan
negatif pada telinga tengah. Beberapa efusi dapat terjadi pada telinga tengah tetapi
tidak signifikan secara klinis.6,7


Anamnesis: pasien akan mengeluh penurunan pendengaran ringan, telinga
terasa penuh, otalgia (nyeri pada telinga), dan biasanya belum terdapat
demam.6,7

Pemeriksaan Fisik: retraksi membran timpani (manubrium mallei
memendek karena tertarik ke medial dan lebih horizontal, penonjolan
keluar dari prosesus brevis, dan refleks cahaya berubah bentuk atau hilang
sama sekali) dan pada tes penala ditemukan tuli konduktif.6,7

2. Stadium Hiperemi/Presupurasi

Gambar 2.2 Otitis Media Akut Stadium Hiperemi9


6

Oklusi tuba yang berkepanjangan memfasilitasi invasi organisme piogenik


ke telinga tengah dan mengakibatkan hiperemi pada mukosa. Eksudat inflamasi
mulai muncul di telinga tengah.6,7


Anamnesis: pasien akan mengeluh nyeri telinga yang dapat
membangunkan dari tidur, penurunan pendengaran, tinnitus, gelisah, dan
demam tinggi.7

Pemeriksaan Fisik: terdapat temuan kongesti pada pars tensa, pelebaran
pembuluh darah terlihat di sepanjang manubrium mallei dan pada tepi
membran timpani terdapat gambaran cart-wheel appearance. Seluruh
membrane timpani termasuk pars flaccida menjadi merah merata dan pada
tes penala ditemukan tuli konduktif.7

3. Stadium Supurasi

Gambar 2.3 Otitis Media Akut Stadium Supurasi9

Pada stadium ini terdapat pembentukan pus pada telinga tengah dan
membran timpani mulai terlihat menonjol (bulging).6,7


Anamnesis: nyeri telinga yang semakin memberat, ketulian yang
meningkat, gejala konstitusional karena absorbsi toxin seperti demam
yang meningkat yang dapat disertai muntah, diare, sampai kejang.6,7

Pemeriksaan fisik: membran timpani tampak kemerahan dan menonjol,
manubrium mallei tampak tertelan oleh membran timpani yang bengkak
dan menonjol, bintik kekuningan pada membran timpani yang mudah
ruptur, dan nyeri tekan pada antrum mastoid.6,7
7

4. Stadium Perforasi

Gambar 2.4 Otitis Media Akut Stadium Perforasi9

Membran timpani ruptur (karena tekanan nekrosis) menyebabkan


terjadinya otorrhea dan menghilangnya gejala-gejala lain. Proses inflamasi
memasuki tahap akhir.6


Anamnesis: otorrhea yakni munculnya cairan telinga berwarna darah
(serosanguinous) kemudian berubah menjadi mukopurulen, nyeri telinga
dan demam mulai mereda.6 Pasien mulai merasa membaik.7

Pemeriksaan fisik: canalis auditori externa mulai terisi sekret berwarna
darah atau mukopurulen, pulsatile discharge: munculnya pus yang
beriringan dengan dilatasi arteri denyut jantung (Lighthouse sign),
perforasi pars tensa biasanya pada kuadran anteroinferior.6,7

5. Stadium Resolusi

Pada stadium ini apabila membrane timpani tetap utuh maka perlahan-
lahan akan normal kembali. Namun, apabila terjadi perforasi, maka sekret akan
berkurang dan mengering. Jika imunitas pasien baik maka resolusi dapat terjadi
tanpa adanya terapi. Otitis media akut dapat berubah menjadi OMSK bila
perforasi menetap dengan sekret yang keluar terus menerus atau hilang timbul.
Otitis media akut dapat menimbulkan gejala sisa berupa otitis media efusi bila
sekret menetap di telinga tengah tanpa terjadi perforasi.8
8

Otitis media akut adalah penyakit yang didiagnosis secara klinis namun
tetap diperlukan beberapa pemeriksaan untuk kasus-kasus tertentu. Pada tes
penala ditemukan tuli konduktif. CT tulang temporal diindikasikan pada kasus
refractory mastoiditis. Kultur bakteri diperlukan untuk mengetahui
mikroorganisme kausatif serta penanganan antibiotik yang sensitif terhadap
mikroorganisme tersebut. Spesimen kultur yang digunakan adalah sekret pada
telinga.6

2.6 Tatalaksana

Penatalaksanaan OMA tergantung pada stadium penyakit.

1. Stadium Oklusi Tuba



Pada anak <12 tahun: Obat tetes hidung HCl efedrin 0,5% dalam
larutan fisiologis

Pada anak >12 tahun: Obat tetes hidung HCl efedrin 1% dalam
larutan fisiologis

Eradikasi sumber infeksi dengan pemberian antibiotik pada
penyebab bakteri8

2. Stadium Hiperemis/Presupurasi

Pemberian obat tetes hidung, antibiotik minimal 7 hari, dan


analgetik. Antibiotik yang dapat diberikan adalah antibiotik golongan
penisilin atau ampisilin. Pada terapi awal dapat diberikan penisilin
intramuskular (IM) untuk mencegah terjadinya mastoiditis, gangguan
pendengaran, dan kekambuhan.8 Jenis antibiotik yang dapat digunakan
pada terapi OMA dapat dilihat pada Tabel 1.7

3. Stadium supurasi
Pada stadium ini dapat diberikan antibiotik selain itu dapat juga
dilakukan miringotomi (insisi pars tensa membran timpani dengan tujuan
drainase sekret dari kavum nasi ke canalis auditori externa) apabila
membran timpani masih utuh.8,9
9

4. Stadium Perforasi

Pada stadium perforasi dapat diberikan obat cuci telinga H2O2 3%


selama 3-5 hari disertai antibiotik. Biasanya sekret akan menghilang dan
perforasi akan menutup dalam rentang waktu 7-10 hari.8

Bila sekret tetap mengalir di liang telinga luar melalui perforasi


membran timpani maka antibiotik dapat dilanjutkan sampai 3 minggu.8

Tabel 2.1 Penggunaan Antibiotik dan Dosisnya pada OMA7

Jenis Antibiotik Dosis Harian Frekuensi per hari

Amoxicillin 40 mg/kg 3

Ampicillin 50-100 mg/kg 4

Co-amoxiclav 40 mg/kg 2-3

Eritromisin 30-50 mg/kg 4

Cefixime 8 mg/kg 1 atau 2

Co-trimoxazole 8 mg (TMP) + 40 MG 2
(Trimethoprim + (SMZ)/kg
Sulfamethoxazole)

2.7 Komplikasi

Komplikasi OMA dapat diklasifikasikan menurut lokasi penyebaran penyakit


melewati struktur mukosa dari cavum nasi: 9,10

A. Intratemporal
10


Perforasi membran timpani.

Mastoiditis akut: penyebaran ke lapisan tulang mastoid. Disertai
gejala nyeri tekan mastoid, demam, sekret telinga yang banyak, dan
tuli konduktif

Paresis nervus fasialis: penyebaran infeksi langsung ke canalis facialis

Labyrinthitis akut: penyebaran infeksi ke ruang perilimfe. Terdapat
gejala vertigo dan tuli sensorineural

Petrositis: penyebaran infeksi ke os petrosum. Disertai keluhan
diplopia (kelemahan nervus VI), nyeri area parietal, temporal atau
oksipital (kelemahan nervus V).

B. Intracranial

Meningitis: Gambaran klinis yang sering ditemukan antara lain kaku
kuduk, demam, mual muntah (muntah proyektil), nyeri kepala hebat,
dan penurunan kesadaran.

Abses otak: perluasan langsung dari infeksi telinga dan mastoid atau
tromboflebitis. Gejala tergantung pada lokasi abses, cerebellum
(disdiadokinesis, tremor intensif, dan gangguan koordinasi), lobus
temporal (afasia), gejala lain seperti nyeri kepala, muntah, letargi,
bradikardi, dan kejang.

Abses subdural: perluasan langsung abses ekstradural atau perluasan
tromboflebitis melalui vena. Biasanya disertai gejala kejang,
hemiplegia, dan kernig sign positif.

Abses ekstradural: akumulasi pus di antara durameter dan tulang
disertai dengan gejala nyeri telinga hebat dan nyeri kepala.

C. Sistemik

Bakteremia

Septic arthritis

Bacterial endocarditis
11

2.8 Prognosis
Otitis Media Akut akan memberikan prognosis yang baik, kematian
dikarenakan otitis media akut sangat jarang ditemukan, dengan diberikan terapi
antibiotik yang efektif, gejala sistemik dapat menghilang dengan rasa nyeri.11
BAB III
URAIAN KASUS
3.1 Identitas Pasien
Nama : Ni Gusti Ayu Putu Purwanandi
Umur : 5 Tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Pelajar
Kewarganegaraan : Indonesia
Agama : Hindu
Alamat : Br. Batuaji Tengah, Batuaji Kerambitan, Tabanan
Tanggal Pemeriksaan : 20 Mei 2022
No RM : 510201000616635

3.2 Anamnesis
Keluhan Utama: Nyeri pada telinga kiri

Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang ke Poliklinik THT RSUP Tabanan diantar oleh
keluarganya dengan nyeri pada telinga kiri, rasa nyeri dirasakan sejak 2 hari
sebelum masuk Rumah Sakit. Terdapat kotoran pada telinga kanan dan kiri.
Pasien juga datang dengan keluhan pilek. Riwayat batuk, demam dan nyeri
kepala disangkal. Riwayat mual dan muntah disangkal. Nafsu makan pasien
dikatakan masih baik.

Riwayat Penyakit Terdahulu


Pasien tidak pernah mengalami keluhan nyeri pada telinga
sebelumnya. Riwayat penyakit sistemik seperti diabetes mellitus, hipertensi,
penyakit jantung, dan penyakit lainnya disangkal. Riwayat alergi disangkal.

Riwayat Penyakit Keluarga


Riwayat penyakit serupa di dalam keluarga disangkal. Riwayat
penyakit lain seperti diabetes, hipertensi, jantung dan penyakit sistemik
lainnya pada keluarga disangkal.

12
13

Riwayat Penyakit Sosial


Riwayat penyakit sosial disangkal.

3.3 Pemeriksaan Fisik


Status Present
Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : Compos Mentis
GCS : E4V5M6
Tekanan Darah : 100/70 mmHg
Nadi : 80 x/menit
Respirasi : 24 x/menit
Suhu Aksila : 36,5oC
Berat Badan : 18,5 kg
Tinggi Badan : 80 cm
VAS : 4/10

Status General
Kepala : Normocephali
Mata : Anemis -/-
THT : Sesuai Status Lokalis THT
Thorax : Simetris (+), retraksi (-)
Jantung : S1S2 tunggal, regular, murmur (-)
Paru : Vesikuler +/+, ronkhi -/-, wheezing -/-
Abdomen : Distensi (-), bising usus (+) normal
Ekstremitas : Akral hangat ++/++, edema --/--

Status Lokalis Telinga Hidung Tenggorokan Kepala dan Leher


Pemeriksaan Telinga
Daun Telinga : Normal/Normal
Liang Telinga : Terdapat serumen/Terdapat Serumen
Sekret/Discharge : Tidak Ada/Tidak Ada
Membran Timpani : Intak/intak, ada retraksi, tampak suram
14

Tumor : Tidak ada/Tidak ada


Mastoid : Normal/Normal
Tes Pendengaran : Not done

Pemeriksaan Hidung
Hidung Luar : Normal/Normal
Kavum Nasi : Lapang/Lapang
Septum Nasi : Deviasi
Konka : Kongesti/Kongesti
Mukosa : Merah dan bengkak/Merah dan bengkak
Sekret/Discharge : Ada/Ada

Pemeriksaan Tenggorokan
Dispnea : Tidak ada
Sianosis : Tidak ada
Mukosa : Normal
Dinding belakang : PND (-)
Suara : Normal
Stridor : Tidak ada
Tonsil : T1/T1

Pemeriksaan Laring
Epiglotis : Not done
Aritenoid : Not done
Plika Ventrikularis : Not done
Plika Vokalis : Not done
Rimaglotis : Not done
Endoskopi : Not done

Pemeriksaan Kepala-Leher
Pembesaran KGB : Tidak terdapat pembesaran KGB

3.4 Pemeriksaan Penunjang


Tidak dilakukan pemeriksaan penunjang
15

3.5 Diagnosis dan Diagnosis Banding


Diagnosis : Otitis Media Akut Stadium I Auricula Sinistra +
Rinitis Akut
Diagnosis Banding : Otitis Eksterna (OE), Otitis Media Efusi (OME)

3.6 Tatalaksana
Medikamentosa:
- Sefadroksil 2x cth 1,5
- Parasetamol 3x cth 2
- Tremenza 3x cth 1
Non Medikamentosa: Irigasi/ spooling telinga
Edukasi: Jaga kebersihan telinga, hindari mengorek-ngorek telinga, kembali
kontrol jika keluhan tidak membaik atau mengalami perburukan.
BAB IV
DISKUSI

Pasien datang dengan keluhan nyeri pada telinga kiri yang dirasakan sejak
2 hari sebelum masuk rumah sakit. Selain itu, pasien juga mengeluhkan adanya
kotoran pada telinga kanan dan kiri. Pasien juga mengeluhkan adanya pilek.
Riwayat batuk, demam, dan nyeri kepala disangkal. Riwayat mual dan muntah
disangkal, Nafsu makan pasien dikatakan masih baik. Keluhan pasien tersebut
dapat dikaitkan dengan gejala pada penyakit otitis media akut. Secara teori, pada
pasien otitis media akut umumnya juga ditemukan keluhan seperti penurunan
pendengaran ringan dan telinga terasa penuh. Pada pemeriksaan fisik, ditemukan
adanya serumen pada telinga kanan dan kiri, membran timpani telinga kiri intak,
ada retraksi dan tampak suram. Pada hidung pasien ditemukan adanya deviasi
septum nasi, kongesti pada konka, mukosa merah dan bengkak, serta ada sekret
pada hidung kanan dan kiri.
Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik diagnosis diarahkan kepada
otitis media akut, spesifiknya otitis media akut stadium 1, yaitu stadium oklusi
tuba dikarenakan pasien tidak mengalami gejala seperti demam tinggi maupun
keluarnya cairan dari liang telinga. Selain itu, pada pemeriksaan fisik tidak
ditemukan adanya hiperemi, bulging, maupun perforasi pada membran timpani
sehingga otitis media akut masih pada tahap awal. Hasil pemeriksaan fisik pada
hidung pasien juga ditemukan mengarah kepada rhinitis akut.
Saat ini pasien didiagnosis dengan otitis media akut stadium 1 atau
stadium oklusi tuba dan rhinitis akut. Tidak ditemukan bahwa pasien mengalami
tanda dan gejala pada stadium lanjutan. Pasien diberikan tatalaksana berupa
antibiotik spektrum luas untuk kecurigaan adanya infeksi bakteri, analgesik untuk
meringankan gejala nyeri telinga yang dialami pasien, serta pseudoefedrin HCl
untuk perbaikan fungsi tuba dan mengurangi gejala pilek pasien. Pada pasien juga
dilakukan tindakan irigasi telinga untuk membersihkan serumen pada liang telinga
pasien. Selain itu pasien juga diberikan edukasi untuk menjaga kebersihan telinga
dan menghindari mengorek-ngorek telinga agar gejala yang dialami tidak semakin
memburuk. Jika pasien tidak mengalami perbaikan gejala atau jika mengalami

16
17

perburukan gejala, pasien diminta untuk datang kembali ke poliklinik untuk


menjalani pemeriksaan lebih lanjut dan diberi penatalaksanaan yang tepat.
BAB V
SIMPULAN

Otitis Media Akut (OMA) adalah suatu peradangan pada telinga tengah
yang berhubungan dengan efusi, dan disertai dengan timbulnya tanda dan gejala
infeksi telinga yang cepat. OMA dapat disebabkan oleh virus, bakteri, atau
koinfeksi. Organisme bakteri yang paling umum menyebabkan otitis media adalah
Streptococcus pneumoniae. OMA didiagnosis secara klinis melalui anamnesis,
serta temuan objektif pada pemeriksaan fisik dan otoskopi. Otitis media akut
memiliki berbagai stadium dengan tanda dan gejala yang bervariasi. Terdapat lima
stadium dari OMA antara lain, stadium oklusi tuba, hiperemis/presupurasi,
supurasi, perforasi, dan resolusi. Sebagian besar anak-anak akan memiliki riwayat
(batuk dan pilek) infeksi saluran pernapasan atas sebelumnya. Pada stadium awal
OMA umumnya ditemukan gejala seperti penurunan pendengaran ringan, telinga
terasa penuh, otalgia (nyeri pada telinga), dan biasanya belum terdapat demam.
Serta ada pemeriksaan fisik telinga umumnya ditemukan retraksi membran
timpani dan tuli konduktif pada tes penala.
Pasien pada kasus ini datang dengan keluhan nyeri pada telinga kiri,
adanya kotoran pada telinga, dan mengeluhkan adanya pilek. Temuan
pemeriksaan fisik pada pasien juga menunjang diagnosis OMA stadium awal
dengan adanya serumen pada liang telinga, retraksi dan kesuraman pada membran
timpani telinga kiri. Pada hidung pasien ditemukan adanya deviasi septum nasi,
kongesti pada konka, mukosa merah dan bengkak, serta adanya sekret pada
hidung pasien. Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik, pasien didiagnosis
dengan otitis media akut (OMA) stadium 1 dan rhinitis akut dengan kecurigaan
penyebab bakteri. Maka pasien diberikan tatalaksana berupa antibiotik, analgesik
untuk mengurangi gejala nyeri, psudoefedrin HCl untuk perbaikan fungsi tuba,
serta irigasi telinga untuk membersihkan serumen. Pasien juga diberikan edukasi
terkait perawatan telinga agar gejala yang dialami tidak semakin memburuk.

18
DAFTAR PUSTAKA

1. Mather MW, Drinnan M, Perry JD, Powell S, Wilson JA, dan Powell J. A
Systematic Review and Meta-Analysis of Antimicrobial Resistance in
Paediatric Acute Otitis Media. International Journal of Pediatric
Otorhinolaryngology. 2019; S0165-5876(19)30211-3
2. Arief T, Triswanti N, Wibawa FS, Adha GAR. Karakteristik Pasien Otitis
Media Akut. Jurnal Ilmiah Kesehatan Sandi Husada. 2021; 10(1): 7-11
3. Danishyar A and Ashurst JV. Acute Otitis Media. In: StatPearls Publishing.
2022 [cited 22 May 2022]. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK470332/
4. Waseem M. Otitis Media: Practice Essentials, Background, Pathophysiology.
Emedicine.medscape.com. 2022 [cited 22 May 2022]. Available at:
<https://emedicine.medscape.com/article/994656-overview#a5>
5. Praptika NLP and Sudipta IM. Karakteristik Kasus Otitis Media Akut di Rsud
Wangaya Denpasar Periode November 2015 - November 2016. Jurnal medika
udayana. 2020; 9(8): 47-52
6. Bansal M. Disease Of Ear, Nose, & Throat. Jaypee Brothers Medical
Publishers All; 2013.
7. Dhingra P, Dhingra S, Dhingra D. Diseases of Ear, Nose and Throat & Head
and Neck Surgery, 7th Edition. Elsevier. 2018.
8. Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD. Buku Ajar Ilmu
Kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan Kepala & Leher Edisi Ke-7. Vol. 1,
Badan Penerbit FKUI. 2015. 5–24 p.
9. Adam GL, Boies LR, Higler PA. Boies: Buku Ajar Penyakit THT (Boies
fundamentals of otolaryngology). Boies Buku Ajar Penyakit THT. 2014. 538
p.
10. Donaldson J. Acute Otitis Media Clinical Presentation: History, Physical
Examination, Complications [Internet]. Emedicine.medscape.com. 2021

19
20

[cited 22 May 2022]. Available from:


https://emedicine.medscape.com/article/859316-clinical#b3
11. Amina Danisyar, J. V., 2022. Acute Otitis Media. [online] PubMed. Available
at: <https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/29262176/>.

Anda mungkin juga menyukai