Oleh:
Rendy Marlef Huningkor
2022-84-084
Pembimbing:
dr. Rodrigo Limmon, Sp.THT-KL., MARS
Rendy M. Huningkor
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.................................................................................................................ii
DAFTAR ISI.............................................................................................................................iii
DAFTAR GAMBAR................................................................................................................iv
DAFTAR TABEL.......................................................................................................................v
BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................................1
II.I.1 DEFINISI...................................................................................................................3
II.I.2 EPIDEMIOLOGI.......................................................................................................3
II.I.3 ETIOLOGI.................................................................................................................3
II.I.5 STADIUM..................................................................................................................5
II.I.7 DIAGNOSIS..............................................................................................................7
II.I.8 TATALAKSANA.......................................................................................................9
II.I.10 KOMPLIKASI.......................................................................................................11
II.I.11 PROGNOSIS..........................................................................................................11
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................................18
iii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Gambaran otoskopis dari otitis media akut menunjukkan membran timpani yang
membuncit (panah)................................................................................................................................8
iv
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Faktor Risiko untuk Otitis Media Akut pada Anak-Anak.......................................................5
v
BAB I
PENDAHULUAN
Otitis media supuratif akut (OMSA) adalah suatu kondisi peradangan pada telinga
tengah yang disertai dengan adanya infeksi dan pembentukan nanah di dalam telinga tengah. 1
Peradangan pada telinga bagian tengah yang terjadi secara cepat dan singkat dalam waktu
kurang dari 3 minggu disertai dengan gejala lokal seperti demam, nyeri, pendengaran
berkurang, dan keluarnya cairan. 2 OMSA biasanya disebabkan oleh infeksi bakteri, seperti
Streptococcus pneumoniae dan Haemophilus influenzae, 3,4
Kondisi ini umumnya terjadi pada anak-anak, meskipun dapat juga memengaruhi
orang dewasa. 5,6 Sekitar 50% dari semua anak akan mengalami setidaknya 1 infeksi telinga
pada saat mereka mencapai ulang tahun kedua. Rentang usia paling umum di mana anak-anak
cenderung mengalami OMSA adalah 3 hingga 24 bulan. 7 Anak-anak memiliki risiko lebih
tinggi terkena OMSA dibandingkan dengan kelompok usia lain. Ini disebabkan oleh struktur
anatomi saluran Eustachius pada anak-anak yang lebih horizontal, pendek, fleksibel, dan
memiliki drainase yang lebih terbatas dibandingkan dengan orang dewasa. Kondisi ini
memudahkan refluks patogen dari nasofaring ke telinga tengah. Selain itu, faktor risiko
lainnya adalah Infeksi Saluran Pernapasan Atas (ISPA). Inflamasi yang disebabkan oleh ISPA
dapat menyebabkan kerusakan pada mukosilia, sel-sel goblet, dan kelenjar lendir pada epitel
nasofaring, mengakibatkan gangguan pada drainase telinga tengah. Akibatnya, produksi
lendir di telinga tengah meningkat dan tekanan udara di telinga tengah juga meningkat, yang
pada akhirnya dapat menyebabkan terjadinya OMA. 3
Data surveilans Centers for Disease Control and Prevention (CDC) menunjukkan
bahwa prevalensi OMA di Amerika Serikat semakin meningkat (150%). Sebelum usia dua
tahun, 70% anak-anak pernah mengalami setidaknya satu episode OMA. Berbagai jenis otitis
media telah diidentifikasi tergantung pada gejala dan komplikasinya. 8 Jika seseorang yang
mengalami OMSA tidak mendapatkan penanganan yang memadai, dapat mengakibatkan
komplikasi lanjutan, yakni Otitis Media Supuratif Kronik (OMSK). OMSK adalah kondisi
peradangan pada mukosa telinga tengah yang ditandai dengan keluarnya cairan melalui
perforasi membran timpani selama lebih dari 2 bulan, miringosklerosis (39%-65%), otore
purulen (7,8%-26%), Lumen tabung ventilasi tersumbat (7%), Ekstrusi tuba awal (kurang
dari 60 hari) terjadi pada sekitar 1% sampai 5% pasien. 9
1
Dalam penelitian ini, kami meninjau temuan terkini mengenai etiologi, presentasi
klinis, diagnosis, pengobatan, dan perawatan bedah komplikasi OMA.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.I.2 EPIDEMIOLOGI
OMSA merupakan salah satu alasan kunjungan dokter keluarga yang paling umum,
bahkan menjadi alasan paling umum kedua setelah alasan utama tertentu. AOM juga
menjadi penyebab paling umum dalam meresepkan obat antimikroba. Hal ini memberikan
gambaran pentingnya AOM sebagai masalah kesehatan anak-anak yang sering ditemui di
layanan kesehatan keluarga.
OMSA memiliki tingkat kejadian sekitar 10,8 per 100 orang per tahun. Sebagian
besar anak mengalami setidaknya satu episode AOM, bahkan di negara-negara maju,
dengan sekitar 70% anak mengalami kondisi ini.Selain itu, disebutkan bahwa tingkat
kejadian AOM lebih tinggi pada anak laki-laki. AOM mencapai puncak kejadian pada usia
6-11 bulan, dan sebagian besar anak mengalami setidaknya satu episode AOM pada usia
tersebut. Seiring berjalannya waktu, AOM yang berulang sering sembuh dengan sendirinya
ketika anak semakin tua, khususnya pada usia 3-4 tahun. Tingkat kejadian AOM juga
menurun secara signifikan setelah mencapai usia 5 tahun. 1,9
II.I.3 ETIOLOGI
OMSA biasanya merupakan komplikasi dari infeksi saluran pernapasan atas akut
yang disebabkan oleh virus. 9 Spesies bakteri penyebab paling umum adalah Streptococcus
pneumoniae, Haemophilus influenzae, dan Moraxella catarrhalis. 7,9,10
3
II.I.4 FAKTOR RISIKO
OSMA memiliki banyak faktor risiko (faktor inang, faktor lingkungan, faktor
mikrobiologis, dan genetik) yang berinteraksi satu sama lain dan membuat pasien lebih
rentan terhadap terjadinya OMSA. 6,9
OMSA erat terkait dengan ISPA, dengan lebih dari 90% kasus OMSA
berkembang setelah ISPA. Nasofaringitis yang disebabkan oleh ISPA memengaruhi
fungsi saluran Eustachius, menyebabkan tekanan negatif di telinga tengah, dan
penyedotan sekresi nasofaring, menjelaskan keberadaan bakteri seperti Streptococcus
pneumoniae, Haemophilus influenzae, dan Moraxella catarrhalis dalam aspirat OMSA.
Kursus awal OMSA diyakini berasal dari virus, dengan banyak virus
diidentifikasi sebagai agen penyebab. Genetika memainkan peran krusial dalam
kerentanan individu terhadap OMSA, dengan genotipe spesifik dan riwayat keluarga
menjadi faktor risiko yang lebih kuat daripada status sosioekonomi. Heritabilitas
ditemukan sekitar 38,5% pada OMSA berulang.
3. Faktor Lingkungan
Faktor lingkungan, termasuk merokok oleh ayah, merokok pasif, dan paparan
asap tembakau, adalah faktor risiko signifikan untuk OMSA. Peradangan mukosa,
hiperplasia sel goblet, dan peningkatan produksi lendir akibat merokok pasif mengganggu
klirens mukosiliar mukosa dan meningkatkan kolonisasi bakteri.
4
6. Prediktor Epidemiologis
II.I.5 STADIUM
Penyakit ini melalui beberapa 5 tahap stadium, yaitu : (1) stadium oklusi tuba
Eustachius, (2) stadium hiperemis, (3) stadium supurasi, (4) stadium perforasi dan (5)
stadium resolusi. Keadaan ini berdasarkan pada gambaran membran timpani yang diamati
melalui liang telinga luar. 1,9
Tanda dari adanya penyumbatan saluran Eustachius adalah terlihatnya retraksi pada
membran timpani karena tekanan negatif yang terjadi di dalam telinga tengah, disebabkan
oleh penyerapan udara. Terkadang, membran timpani dapat terlihat normal (tanpa kelainan)
atau memiliki warna keruh pucat. Meskipun efusi mungkin sudah terjadi, namun sulit untuk
5
dideteksi. Tahap ini sulit dibedakan dengan otitis media serosa yang disebabkan oleh virus
atau reaksi alergi.
3. Stadium supurasi
Pembengkakan yang signifikan pada mukosa telinga tengah dan kerusakan pada sel
epitel permukaan, bersamaan dengan pembentukan eksudat nanah di rongga telinga,
menyebabkan membran timpani menonjol (bulging) ke arah liang telinga luar. Pada kondisi
ini, pasien mengalami rasa sakit yang parah, peningkatan denyut nadi dan suhu tubuh, serta
peningkatan intensitas nyeri pada telinga. Jika tekanan nanah di rongga telinga tidak
berkurang, dapat terjadi iskemia karena tekanan pada kapiler-kapiler, yang dapat
menyebabkan terbentuknya pembekuan darah pada vena-vena kecil dan nekrosis pada
mukosa dan submukosa. Nekrosis ini pada membran timpani terlihat sebagai area yang
lebih lunak dan berwarna kuning. Pada titik ini, ruptur dapat terjadi. Jika tidak ada insisi
pada membran timpani (miringotomi) pada tahap ini, kemungkinan besar membran timpani
akan mengalami ruptur, dan nanah akan mengalir ke liang telinga luar. Dengan melakukan
miringotomi, luka insisi dapat sembuh, sedangkan jika terjadi ruptur, lubang pada tempat
ruptur (perforasi) tidak mudah menutup kembali.
4. Stadium perforasi
Pada tahap perforasi, ruptur pada membran timpani dapat terjadi karena beberapa
alasan, seperti keterlambatan pemberian antibiotika atau tingginya virulensi bakteri. Hal ini
mengakibatkan nanah keluar dan mengalir dari telinga tengah ke liang telinga luar. Anak
yang sebelumnya mungkin gelisah sekarang menjadi tenang, suhu tubuh turun, dan anak
dapat tidur dengan nyenyak. Keadaan ini dikenal sebagai otitis media akut stadium
perforasi.
5. Stadium resolusi
Pada tahap resolusi, jika membran timpani tetap utuh, maka keadaan membran
timpani akan perlahan-lahan kembali normal. Jika sudah terjadi perforasi, sekresi akan
6
berkurang dan akhirnya mengering. Jika daya tahan tubuh baik atau virulensi kuman
rendah, resolusi dapat terjadi bahkan tanpa pengobatan. Otitis media akut (OMA) dapat
berkembang menjadi otitis media supuratif kronik (OMSK) jika perforasi tetap ada dengan
sekresi yang terus menerus keluar atau muncul secara intermittan. OMA juga dapat
menyebabkan gejala sisa (sequele) seperti otitis media serosa jika sekresi tetap berada di
rongga telinga tanpa terjadinya perforasi.
Umumnya, terdapat riwayat batuk pilek sebelumnya. Pada anak yang lebih besar
atau dewasa, selain nyeri telinga, mungkin juga muncul gangguan pendengaran seperti rasa
penuh di telinga atau kesulitan mendengar. Pada bayi dan anak kecil, gejala khas OMA
melibatkan demam tinggi hingga mencapai 39,5°C (pada tahap supurasi), anak menjadi
gelisah dan sulit tidur, terkadang menangis tiba-tiba saat tidur, diare, kejang-kejang, dan
terkadang anak memegang telinga yang sakit. Jika terjadi ruptur pada membran timpani,
cairan akan mengalir ke liang telinga, suhu tubuh turun, dan anak tidur dengan tenang. 10,11
II.I.7 DIAGNOSIS
II.I.7.1 ANAMNESIS
Tanyakan riwayat gejala yang dialami pasien, termasuk keluhan nyeri telinga,
gangguan pendengaran, keluar cairan dari telinga, riwayat infeksi telinga sebelumnya, dan
gejala lain yang mungkin terkait. 11,12
Pada anak yang sudah bisa berbicara, keluhan utamanya adalah nyeri telinga,
disertai demam tinggi. Umumnya, terdapat riwayat batuk pilek sebelumnya. Pada anak
yang lebih besar atau dewasa, selain nyeri telinga, mungkin juga muncul gangguan
pendengaran seperti rasa penuh di telinga atau kesulitan mendengar. Pada bayi dan anak
kecil, gejala khas OMA melibatkan demam tinggi hingga mencapai 39,5°C (pada tahap
supurasi), anak menjadi gelisah dan sulit tidur, terkadang menangis tiba-tiba saat tidur,
diare, kejang-kejang, dan terkadang anak memegang telinga yang sakit. 11
7
II.I.7.2 PEMERIKSAAN FISIK
Pada saat melakukan pemeriksaan fisik telinga dapat menggunakan alat
otoskop untuk melihat kondisi gendang telinga, warna cairan, dan tanda-tanda inflamasi
atau perforasi membran timpani. 10
Pada kebanyakan kasus OMA, bentuk gendang telinga akan abnormal. Istilah
medis untuk bentuk ini adalah gendang telinga yang menonjol, yang menggambarkan
bagaimana cairan terinfeksi menekan gendang telinga. Cara lain untuk mengetahui bahwa
anak Anda mengalami OMA adalah dengan melihat nanah keluar dari gendang telinga
dan melihat penampilan nanah di belakang gendang telinga. 10,11
Gambar 1. Gambaran otoskopis dari otitis media akut menunjukkan membran timpani yang membuncit
(panah).
Audiometri nada murni telah menjadi pemeriksaan fungsi pendengaran dasar pada
beberapa tahun terakhir. Melalui pemeriksaan ini, pemeriksa dapat mengetahui ambang
dengar dan membedakan jenis gangguan pendengaran. 11
8
3. Computed Tomography (CT)
II.I.8 TATALAKSANA
Pengobatan OMSA bergantung pada stadium penyakitnya. Pada tahap oklusi, tujuan
utama pengobatan adalah membuka kembali tuba Eustachius untuk menghilangkan tekanan
negatif di telinga tengah. Oleh karena itu, diberikan obat tetes hidung HCl efedrin 0,5%
dalam larutan fisiologis untuk anak di bawah 12 tahun, atau HCl efedrin 1% dalam larutan
fisiologis untuk anak di atas 12 tahun dan orang dewasa. Sumber infeksi harus diatasi
dengan antibiotik jika disebabkan oleh bakteri, bukan virus atau alergi. 11,13
Pada tahap presupurasi, terapi melibatkan antibiotik, obat tetes hidung, dan
analgetika. Jika membran timpani terlihat merah secara merata, sebaiknya dilakukan
miringotomi. Antibiotik dari kelompok penisilin atau ampicilin direkomendasikan. Terapi
awal dengan penicillin intramuskular diberikan untuk mencapai konsentrasi yang memadai
dalam darah dan mencegah mastoiditis tersembunyi. Gangguan pendengaran sebagai gejala
sisa dan risiko kambuh perlu diawasi. Pemberian antibiotik disarankan selama minimal 7
hari. Jika pasien alergi terhadap penisilin, eritromisin dapat diberikan. Pada anak, ampicillin
diberikan dengan dosis 50–100 mg/kgBB per hari, dibagi dalam 4 dosis, atau amoksisilin
40 mg/kgBB dibagi dalam 3 dosis, atau eritromisin 40 mg/kgBB per hari. 11
Pada tahap perforasi, sering terjadi keluarnya sekret yang banyak dan terkadang
terlihat berdenyut (pulsasi). Pengobatan melibatkan cuci telinga dengan H2O2 3% selama
3–5 hari dan pemberian antibiotik yang sesuai. Biasanya, sekret akan hilang, dan perforasi
dapat menutup dalam 7–10 hari. 11
Pada tahap resolusi, membran timpani secara perlahan kembali normal, sekret tidak
ada lagi, dan perforasi menutup. Jika tidak terjadi resolusi, mungkin terjadi keluarnya sekret
9
melalui perforasi membran timpani. Dalam kasus tersebut, pemberian antibiotik dapat
diperpanjang hingga 3 minggu. Jika setelah 3 minggu sekret masih banyak, kemungkinan
mastoiditis dapat terjadi. 11
Beberapa hari setelah dimulainya terapi, ketika pengobatan medis tidak efektif dan
efusi purulen bertekanan, timpanosentesis adalah solusi karena memungkinkan drainase
yang efisien dan bantuan langsung dari gejala serta memungkinkan identifikasi bakteri
penyebab dan kepekaannya. Juga ditemukan bahwa pemasangan tabung (tympanostomy
tube) mengurangi tingkat kekambuhan OMSA dan meningkatkan kualitas hidup anak-anak
dari segi pendengaran dan perkembangan bicara. Sebenarnya, salah satu faktor utama di
balik kekambuhan OMA adalah kurangnya kontrol yang baik terhadap episode pertama
OMA ketika telinga dibiarkan dengan efusi telinga tengah yang penting. 9
10
II.I.10 KOMPLIKASI
Kondisi serius akibat otitis media akut bisa muncul karena berbagai faktor, seperti
gangguan sistem kekebalan tubuh, anatomi yang tidak normal, pengobatan antibiotik yang
tidak memadai, atau keberadaan patogen yang sangat virulen. Komplikasi tersebut dapat
diklasifikasikan menjadi dua jenis, yaitu komplikasi di dalam area telinga (intratemporal)
dan di dalam area kepala (intrakranial). Beberapa komplikasi yang mungkin timbul akibat
otitis media akut termasuk mastoiditis, labyrinthitis, otitis media supuratif kronis,
kolesterol, hidrosefalus otitik, dan meningitis otitik.
II.I.11 PROGNOSIS
Prognosis dari Otitis Media Supuratif Akut (OMSA) umumnya baik jika diobati
dengan tepat dan tidak ada komplikasi serius yang berkembang. Sebagian besar kasus
OMSA akan sembuh sepenuhnya setelah pengobatan yang adekuat. 3,9,11
11
BAB III
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : An. Abizhar
Umur : 9 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Namlea
Agama : Islam
Pekerjaan :-
Tanggal Pemeriksaan : 18 Desember 2023
Tempat Pemeriksaan : Poliklinik THT
II. ANAMNESIS
Keluhan Utama : Nyeri telinga kanan
Anamnesis Terpimpin : Keluhan yang dialami kurang lebih 2 minggu hilang
timbul, rasa penuh (+), nyeri (+), penurunan pendengaran sedikit, terasa gatal,
kemasukan air (-), cairan (-), batuk pilek (+), demam (+), pusing (-), saat kepala
miring terasa tidak nyaman, keluhan dirasakan setelah demam kurang lebih 3 hari.
Riwayat Penyakit Dahulu : Tidak ada
Riwayat Kebiasaan : ada riwayat mengorek telinga
Riwayat Keluarga : Tidak ada
Riwayat Pengobatan : Paracetamol
12
Kanan Kiri
Normal Normal
Inspeksi/ Palpasi
Normal Normal
Pre/Supra/Inf/Retro
Normal Normal
Auricula
Foto Klinis :
Otoskopi
Nyeri tekan (-), nyeri Nyeri tekan (-), nyeri
- Daun Telinga
tarik (-) tarik (-)
Lapang, serumen (-), Lapang, serumen (-),
sekret (-), massa (-), sekret (-), massa (-),
- Liang Telinga edema (-), warna (DBN). edema (-),warna (DBN).
(sulit dinilai karena
pasien merasa nyeri)
Cembung (Bulging),
Intak, reflex cahaya (+),
- Membran Timpani refleks cahaya (-),
hiperemis (-)
hiperemis (+).
Tes Pendengaran
- Tes Rinne - -
- Tes Weber - -
- Tes Schwabach - -
- Kesimpulan - -
Audiometri Tidak dilakukan pemeriksaan
13
Kanan Kiri
Inspeksi/ Palpasi
Deformitas (-), edema Deformitas (-), edema
- Hidung
(-), krepitasi (-). (-), krepitasi (-).
Edema (-), hiperemis Edema (-), hiperemis
- Sinus Paranasalis
(-), nyeri tekan (-). (-), nyeri tekan (-).
Rhinoskopi Anterior
Lapang, sekret (-), Lapang, sekret (-),
- Cavum Nasi
massa (-) massa (-)
Edema (-), hiperemis Edema (-), hiperemis
- Concha
(-). (-).
- Septum Nasi Deviasi (-) Deviasi (-)
Rhinoskopi Posterior
Cavum (dbn), konka Cavum (dbn), konka
- Nasofaring/coana (dbn), septum (dbn), (dbn), septum (dbn),
PND (-) PND (-)
- Tuba Eusthacius Tidak dinilai Tidak dinilai
3. Pemeriksaan Mulut
- Trismus (-)
- Gigi missing (-)
- Caries gigi (-)
- Lidah DBN
- Palatum molle DBN
4. Pemeriksaan Tenggorokan
Inspeksi
- Tonsil T1/T1 ; Permukaan rata, edema (-), hiperemis (-), kripta
tidak melebar, detritus (-)
- Orofaring Permukaan basah, hiperemis (+), granular (+), edema (-),
PND (-).
- Uvula Deviasi (-), hiperemis (-), edema (-).
14
Laringoskopi Indirek Tidak dilakukan pemeriksaan
5. Pemeriksaan Leher
- KGB Pembesaran (-), nyeri tekan (-)
- Tiroid Pembesaran (-)
- Massa/ tumor Tidak ditemukan
V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. LAB :-
b. Rontgen :-
c. Patologi Anatomi : -
d. Audiometri :-
VI. RESUME
Pasien datang ke poliklinik THT dengan keluhan telinga berdengung sejak satu bulan
lalu, keluhan dirasakan hilang timbul. Terasa penuh, cairan (-), gatal hilang timbul, Riwayat
mengorek telinga (+), kemasukan air (-). Keluhan tidak disertai batuk pilek dan tidak demam.
Riwayat pengobatan dengan amoxicillin. Pasien mengaku keluhan dialami setelah menaiki
pesawat. Rasa tidak nyaman saat menelan namun tidak ada riwayat sendawa. Pada pemeriksaan
otoskopi, ditemukan membran timpani intak namun mengalami penurunan reflex cahaya sedikit
di telinga kanan dan membrane timpani hiperemis. Pada pemeriksaan rhinoskopi anterior dan
posterior, ditemukan semuanya dalam batas normal. Pada pemeriksaan tenggorokan ditemukan
orofaring hiperemis dan bergranular.
VII. DIAGNOSIS
- Otitis media stadium oklusi et causa faringitis akut
IX. TERAPI
15
a. Tindakan :-
b. Medikamentosa :
Oral
1. Antibiotik : Ciprofloxacin 2x500mg
2. Antiinflamasi : Methilprednisolon 3x 4mg
3. Penunjang : Tremenza 3x1 tab (Pseudoefedrine HCl dan Triprolidine HCl)
X. EDUKASI
- Hindari makan makanan pedas
- Hindari aktivitas yang memugkinkan air masuk ke dalam telinga
- Hindari membersihkan telinga dengan jari
- Istirahat yang cukup dan minum obat teratur
16
BAB IV
DISKUSI
Pada kasus ini pasien datang dengan keluhan telinga nyeri yang dialami setelah pasien
demam kurang lebih 2 minggu yang lalu. Penyakit yang dapat menyebabkan keluhan tersebut
adalah otitis media akut supuratif, otitis media akut dan barotrauma.
Otitis media akut merupakan inflamasi akut telinga tengah akibat bakteri piogenik.
Pada stadium hiperemis, tampak pembuluh darah yang melebar di membran timpani atau
seluruh membran timpani tampak hiperemis serta edem. Pada stadium supurasi, terdapat
edema yang hebat pada mukosa telinga tengah dan hancurnya sel epitel superfisial, serta
terbentuknya eksudat yang purulent di kavum timpani, menyebabkan membrane timpai
menonjol (bulging) ke arah liang telinga luar.
Otitis media Akut Supuratif adalah suatu kondisi peradangan pada telinga tengah yang
disertai dengan adanya infeksi dan bisa terjadi pembentukan nanah di dalam telinga tengah.
Peradangan pada telinga bagian tengah yang terjadi secara cepat dan singkat dalam waktu
kurang dari 3 minggu disertai dengan gejala lokal seperti demam, nyeri, pendengaran
berkurang, dan keluarnya cairan.
Pasien ini mengeluhkan telinga kanan yang nyeri, disertai demam, batuk dan pilek
tidak ada cairan yang keluar. Diagnosis pada kasus ini ditegakan berdasarkan hasil anamnesis
dan pemeriksaan fisik. Keluhan mulai muncul setelah pasien merasakan demam 2 hari.
Pasien mengaku keluhan sudah dialam selama kurang lebih 2 minggu. Pada pemeriksaan
fisik dengan otoskop pada telinga kanan, ditemukan membran timpani tampak cembung
(bulging) namun ada penurunan reflex cahaya sedikit dan hiperemis. Pada pemeriksaan
rongga mulut ditemukan orofaring yang hiperemis dan bergranular.
17
DAFTAR PUSTAKA
1. PL Dhingra, Shruti Dhingra. Diseases Of Ear, Nose And Throat & Head And Neck Surgery. 6th ed. India:
ELSEVIER; 2014. 147–151 p.
3. Arief T, Triswanti N, Wibawa FS, Rulianta Adha GA. Karakteristik Pasien Otitis Media Akut.
Jurnal Ilmiah Kesehatan Sandi Husada. 2021 Jun 30;10(1):7–11.
4. Hoberman A, Preciado D, Paradise JL, Chi DH, Haralam M, Block SL, et al. Tympanostomy
Tubes or Medical Management for Recurrent Acute Otitis Media. New England Journal of
Medicine. 2021 May 13;384(19):1789–99.
5. Walter Becker, Hans Heinz Naumann, Carl Rudolf Pfaltz. Ear, Nose, and Throat Diseases
With Head and Neck Surgery. 3rd ed. New York: Thieme; 2009. 197–200 p.
6. Riset A, Afifah AR, Sanna AT, Lestari NA, Sulaiman AB, Jafar MA. Hubungan Kejadian
Otitis Media Supuratif Akut dengan Infeksi Saluran Pernapasan Atas pada Anak di RSUD dr.
La Paloloi. Fakumi Medical Journal. 2023 May;3(5):345–59.
7. Paul CR, Moreno MA. Acute Otitis Media. Vol. 174, JAMA Pediatrics. American Medical
Association; 2020. p. 308.
10. Gaddey HL, Wright MT, Nelson TN. Otitis Media: Rapid Evidence Review [Internet]. Vol.
100, American Family Physician www.aafp.org/afp. 2019. Available from:
www.choosingwisely.org.
11. Efiaty Arsyad Soepardi, Nurbaiti Iskandar, Jenny Bashiruddin, Ratna Dwi Restuti, editors.
Buku Ajar Ilmu Kesehatan THT-KL FK UI. Dalam: Gangguan Pendengaran dan Kelainan
Telinga. 7th ed. Jakarta: Badan Penerbit FKUI; 2012. 50–70 p.
18
12. Kedokteran F, Lampung U. DIAGNOSIS DAN TATALAKSANA OTITIS MEDIA AKUT. Jl
Prof DR Ir Sumatri Brojonegoro [Internet]. (1):35145. Available from:
http://jurnal.globalhealthsciencegroup.com/index.php/JPPP
13. Marchisio P, Galli L, Bortone B, Ciarcià M, Motisi MA, Novelli A, et al. Updated guidelines
for the management of acute otitis media in children by the Italian Society of Pediatrics
treatment. Pediatric Infectious Disease Journal. 2019 Dec 1;38(12):S10–21.
19
Lampiran PPT
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38