DISUSUN OLEH :
KELOMPOK II
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan
rahmat dan hidayahnya-Nya kami dapat menyelesaikan Tugas Makalah
Identifikasi Penyakit Tropis dalam Kebidanan “Demam Tifoid pada Ibu Hamil” di
UPTD Puskesmas ” dengan baik dan tepat waktu. Kami sangat berterima kasih
kepada semua pihak yang telah membimbing maupun membantu kami dalam
pembuatan Makalah ini, terutama kepada:
1. Ibu Fitri Yuliana, SST., M. Kes, Ibu Novita Dewi Iswandari, S.Si.T., M.Kes
dan Ibu Meldawati, M.Keb Selaku Dosen Pengampu yang telah memberikan
bimbingan, saran serta dukungan sehingga Makalah ini berjalan dengan baik;
2. Rekan-rekan kelompok 2 yang selalu memberikan bantuan dan semangat,
dukungan dan Kerjasama yang sangat baik sehingga makalah ini selesai tepat
waktu.
Kami menyadari sepenuhnya bahwa di dalam pembuatan Tugas Makalah ini
terdapat kekurangan dan jauh dari kesempurnaan. Semoga Makalah ini dapat
bermanfaat bagi penulis maupun pembaca.
Banjarmasin, Oktober 2022
Penyusun,
Kelompok 2
ii
DAFTAR ISI
SAMPUL.........................................................................................................i
KATA PENGANTAR....................................................................................ii
DAFTAR ISI...................................................................................................iii
DAFTAR TABEL...........................................................................................v
DAFTAR GAMBAR......................................................................................vi
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang..................................................................................7
1.2 Maksud dan Tujuan...........................................................................7
1.4 Manfaat..............................................................................................9
2.1 Definisi..............................................................................................10
2.3 Patofisiologi......................................................................................11
2.4 Klasifikasi..........................................................................................13
2.5 Identifikasi.........................................................................................14
2.6 Komplikasi........................................................................................16
2.7 Pencegahan........................................................................................16
2.9 Pathway.............................................................................................19
3.4 Assasmen...........................................................................................22
iii
3.5 Penatalaksanaan................................................................................22
BAB IV PEMBAHASAN
4.1 .........................................................................................................23
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan.....................................................................................30
5.2 Saran................................................................................................30
EVALUASI………………………………………………………………..31
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………..32
iv
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1.........................................................................................................19
Tabel 2.1.........................................................................................................19
v
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1.....................................................................................................11
Gambar 2.2 ....................................................................................................12
vi
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Demam tifoid merupakan penyakit endemik di Indonesia. Penyakit ini
adalah penyakit menular yang tercantum dalam Undang-Undang nomor 6
Tahun 1962 tentang wabah. Kelompok penyakit menular ini adalah penyakit
yang mudah menular dan dapat menyerang banyak orang sehingga
menimbulkan wabah (Setiati et al., 2014). Demam tifoid adalah infeksi akut
pada saluran pencernaan yang disebabkan oleh Salmonella typhi. Manifestasi
klinis demam tifoid tergantung dari virulensi dan daya tahan tubuh. Adapun
manifestasi klinisnya yaitu demam lebih dari tujuh hari yang merupakan
suatu gejala yang paling menonjol. Demam ini bisa diikuti oleh gejala tidak
khas lainnya seperti diare, anoreksia, atau batuk. Pada keadaan yang parah
bisa disertai dengan gangguan kesadaran. Komplikasi yang bisa terjadi
adalah perforasi usus, perdarahan usus, dan koma. Diagnosis ditegakkan
berdasarkan adanya Salmonella dalam darah melalui kultur. Penularan
penyakit demam tifoid adalah melalui air dan makanan. Kuman Salmonella
dapat bertahan lama dalam makanan. Vektor berupa serangga juga berperan
dalam penularan penyakit (Widoyono, 2005).
Demam tifoid menyerang penduduk disemua negara. Demam tifoid
banyak ditemukan dinegara berkembang yang hygiene pribadi dan sanitasi
lingkungannya kurang baik. Namun pada negara maju prevalensi demam
tifoid stabil dengan angka yang rendah. Prevalensi kasus bervariasi
tergantung dari lokasi, kondisi lingkungan setempat, dan perilakumasyarakat.
Sejak awal abad ke-20, insiden demam tifoid menurun di USA dan Eropa.
Hal ini karena ketersediaan air bersih dan sistem pembuangan yang baik, dan
ini belum dimiliki oleh sebagian besar negara berkembang. Insiden demam
tifoid yang tergolong tinggi terjadi di wilayah Asia Tengah, Asia Selatan,
Asia enggara, dan kemungkinan Afrika Selatan (Insidens >100 kasus per
100.000
populasi per tahun). Insiden demam tifoid yang tergolong sedang (10-100
kasus per 100.000 populasi per tahun) berada di wilayah Afrika, Amerika
7
Latin, dan Oceania (kecuali Australia dan Selandia Baru) serta yang termasuk
rendah (<10 kasus per 100.000 populasi per tahun) dibagian dunia lainnya.
Di Indonesia, kasus ini tersebar secara merata di seluruh propinsi dengan
insidensi sekitar 1.100 kasus per 100.000 penduduk per tahunnya dengan
angka kematian 3,1- 10,4% . Sembilan puluh persen kasus demam tifoid di
Indonesia menyerang kelompok usia 3-19 tahun. Menurut Departemen
Kesehatan RI penyakit ini menduduki urutan kedua sebagai penyebab
kematian pada kelompok umur 5-14 tahun di daerah perkotaan (Irawati &
Hanriko, 2016).
Dari telaah kasus dibeberapa rumah sakit besar, kasus tersangka demam
tifoid menunjukkan kecenderungan yang meningkat dari tahun ke tahun
dengan rata-rata kesakitan 500/100.000 penduduk dengan kematian antara
0,6%-5,0% (Rampengan, 2013). Ditjen Bina Upaya Kesehatan Masyarakat
Departemen kesehatan RI tahun 2010, melaporkan demam tifoid menempati
urutan ke-3 dari 10 pola penyakit terbanyak pada pasien rawat inap di rumah
sakit di Indonesia (41.081 kasus) (Setiatiet al., 2014).
Gejala gastrointestinal pada kasus demam tifoid dapat berupa diare,
obstipasi kemudian disusul diare, pada sebagian pasien lidah tampak kotor
dengan putih ditengah sedangkan tepinya kemerahan. Pada saat demam
sudah
tinggi, pada kasus demam tifoid dapat disertai gejala sistem saraf pusat,
seperti
kesadaran berkabut atau delirium atau obtundasi, atau penurunan kesadaran
mulai apati sampai koma (Putra, 2015).
Gambaran laboratorium pada demam tifoid yaitu pada pemeriksaan
darah leukosit total terdapat gambaran leukopenia, dapat pula terjadi kadar
leukosit normal atau leukositosis, limfositosis relatif, monositosis,
eosinofilia,
dan trombositopenia ringan. Jumlah leukosit sering rendah dan berkaitan
dengan demam dan toksisitas. Leukosit biasanya tidak kurang dari
2.500/μm3
sering ditemukan setelah seminggu atau dua minggu dari penyakit. Ketika
8
terjadi abses piogenik, leukosit dapat mencapai 20.000-25.000/μm3 (Nelson,
2015).
Leukopenia terjadi akibat depresi sumsung tulang oleh endotoksin dan
mediator endogen yang ada (Rosinta et al., 2014). Leukositosis dapat terjadi
walaupun tanpa disertai infeksi sekunder (Setiati et al., 2014), apabila terjadi
abses piogenik maka jumlah leukosit dapat meningkat mencapai 20.000-
25.000/𝜇3 (Soedarmo et al., 2015). Keterlambatan diagnosis merupakan
salah
satu penyebab kegagalan pemutusan rantai penularan serta pencegahan
terjadinya komplikasi karena tidak jarang ditemui kesulitan menegakkan
diagnosis demam tifoid dengan tepat dan cepat hanya atas dasar gejala klinis
saja. Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesa dan pemeriksaan darah
(Rusmana et al., 2013
1.2 Maksud dan Tujuan
Adapun maksud dan tujuan dalam pembuatan Makalah ini Yaitu:
1. Untuk memenuhi salah satu Tugas Mata Kuliah Kegawadaruratan
2. Dapat Menggali dan mengidentifiksi Penyakit Tropis dalam Kebidanan
Terkhususnya pada Demam Tifoid.
1.3 Manfaat
1. Menambah pengetahuan tentang Demam Tifoid
9
BAB II
URAIAN MATERI
10
diseminata, hepatitis tifosa, miokarditis, pankreatitis tifosa, hingga kematian
(Anwar, 2014).
2.2 Etiologi
Etiologi typhoid yaitu disebabkan oleh bakteri Salmonella typhi,
Salmonella para typhi A, B, dan C. Termasuk Gesus salmonella yang
tergolong dalam family Enterobacteriaceae. Salmonella bersifat bergerak,
berbentuk spora, tidak berkapsul, gram (-), tahan terhadap berbagai bahan
kimia, tahan dalam beberapa hari/minggu pada suhu kamar, bahan limbah,
bahan makanan kering, bahan farmasi dan tinja. Bakteri Salmonella typhi
mati pada suhu 54,4⁰C, dalam 1 jam atau 60⁰C dalam 15 menit.
Bakteri Salmonella typhi mempunyai antigen O (somatik) adalah
komponen
dinding sel dari lipopolisakarida yang stabil pada panas dan antigen H
(flagelum) adalah protein yang labil terhadap panas. Pada Salmonella typhi,
Salmonella dublin, Salmonella hirschfeldii terhadap antigen Vi yaitu
polisakarida kapsul. Penularan Bakteri Salmonella typhi yaitu pasien dengan
typhoid dan pasien dengan carier, carier yaitu seseorang yang sembuh dari
typhoid dan masih terus mengekresi Salmonella typhi dalam tinja dan air
kemih selama lebih dari 1 tahun (Widagdo 2011).
2.3 Patofisiologi
Salmonella typhi yang menginfeksi ke dalam tubuh hospesakan menembus
sel-sel epitel dan selanjutnya ke lamina propia. Salmonella typhi berkembang
biak dilamina propia dan difagosit oleh sel-sel fagosit terutama oleh
makrofag. Salmonella typhi dapat hidup dan berkembang biak di dalam
makrofag dan selanjutnya dibawa ke plaquepeyeri ileum distal dan kemudian
ke kelenjar getah bening mesenterika. Selanjutnya melalui duktus torasikus
kuman yang terdapat di dalam makrofag ini masuk ke dalam sirkulasi darah
(mengakibatkan bakteremia pertama yang asimptomatik) dan menyebar ke
seluruh organ retikuloendotelial tubuh terutama hati dan limpa. Bakteri
11
meninggalkan sel-sel fagosit dan kemudian berkembang biak di luar sel atau
ruang sinusoid dan selanjutnya masuk ke dalam sirkulasi darah lagi yang
mengakibatkan bakteremia yang kedua kalinya dengan disertai tanda-tanda
dan gejala penyakit infeksi sistemik, seperti demam, sakit kepala dan sakit
perut (Sudoyo, 2010).
12
(Sumber: Marleni, 2012; Rustandi, 2010)
2.4 Klasifikasi
Masa tunas demam tifoid berlangsung 10 sampai 14 hari. Gejala-gejala
amat bervariasi. Perbedaan ini tidak saja antara berbagai bagian dunia,
tetapi juga daerah yang sama dari waktu ke waktu. Selain itu, gambaran
penyakit bervariasi dari penyakit ringan yang tidak terdiagnosis, sampai
gambaran penyakit yang khas dengan komplikasi dan kematian. Hal ini
menyebabkan bahwa seorang ahli yang sudah sangat berpengalaman pun
dapat mengalami kesulitan untuk membuat diagnosis klinis demam tifoid
(Juwono, 2004).
Dalam minggu pertama penyakit, keluhan dan gejala serupa dengan
penyakit infeksi akut pada umumnya, yaitu demam, nyeri kepala, pusing,
nyeri otot, anoreksia, mual, muntah, obstipasi atau diare, perasaan tidak enak
di perut, batuk dan epistaksis. Pada pemeriksaan fisik hanya didapatkan suhu
badan meningkat. Dalam minggu kedua gejala-gejala menjadi lebih jelas
berupa demam, bradikardi relatif, lidah yang khas (kotor di tengah, tepi dan
ujung merah dan tremor), hepatomegali, splenomegali, meteroismus,
gangguan mental berupa somnolen, stupor, koma, delirium, atau psikosis,
roseolae jarang di temukan pada orang Indonesia (Juwono, 2004).
Menurut WHO (2003), ada 3 macam klasifikasi demam tifoid
dengan perbedaan gejala klinis:
a. Demam tifoid akut non komplikasi
Demam tifoid akut dikarakterisasi dengan adanya demam berkepanjangan
abnormalis fungsi bowel (konstipasi pada pasien dewasa, dan diare pada
anak-anak), sakit kepala, malaise, dan anoksia. Bentuk bronchitis biasa
terjadi pada fase awal penyakit selama periode demam, sampai 25%
penyakit menunjukkan adanya resespot pada dada, abdomen dan
punggung.
b. Demam tifoid dengan komplikasi
13
Pada demam tifoid akut keadaan mungkin dapat berkembang menjadi
komplikasi parah. Bergantung pada kualitas pengobatan dan keadaan
kliniknya, hingga 10% pasien dapat mengalami komplikasi, mulai dari
melena, perforasi, susu dan peningkatan ketidaknyamanan abdomen.
c. Keadaan karier
Keadaan karier tifoid terjadi pada 1-5% pasien, tergantung umur pasien.
Karier tifoid bersifat kronis dalam hal sekresi Salmenella typhi di feses
(WHO, 2003)
2.5 Identifikasi
Demam tifoid disebabkan oleh bakteri Salmonella typhi atau
Salmonellaparatyphi dari Genus Salmonella. Bakteri ini berbentuk batang,
gram negatif,tidak membentuk spora, motil, berkapsul dan mempunyai
flagela (bergerak dengan rambut getar). Bakteri ini dapat hidup sampai
beberapa minggu di alambebas seperti di dalam air, es, sampah dan debu.
Bakteri ini dapat mati dengan pemanasan (suhu 600C) selama 15 – 20
menit, pasteurisasi, pendidihan dan khlorinisasi (Rahayu, 2013).
Pemeriksaan Salmonella typhi menggunakan uji widal memiliki beberapa
komponen antigen sebagai parameter penilaian hasil uji widal, antigen
tersebut meliputi antigen O (dinding sel)merupakan antigen somatik yang
terletak pada lapisan luar dari tubuh bakteri. Bagian ini mempunyai struktur
kimia lipopolisakarida(LPS) atau disebut juga endotoksin. Lipopolisakarida
dari antigenOterdiri dari 3 komponen yaitu lipid A yang melekat pada dinding
sel, oligosakarida inti melekat pada lipid A, antigen O (Polisakarida O)
mengandung antigen O spesifikatau antigen dinding sel (Saraswati, 2010).
Antigen O merupakan somatik yang terletak di lapisan luar tubuh bakteri.
Struktur kimianya terdiri dari lipopolisakarida. Antigen initahan terhadap
pemanasan 100°C selama 2–5 jam pada alkohol danasam yang diencerkan.
Dengan serum yang mengandung anti O,antigen ini mengadakan aglutinasi
dengan lambat membentuk gumpalan berpasir (Saraswati, 2010).
Antigen H (Antigen Flagella) merupakan antigen yang terletak di flagela,
fimbriae ataufili Salmonella typhi dan berasal dari protein. Salmonella
14
typhimempunyai antigen H phase-1 tunggal yang juga dimiliki
beberapaSalmonella lain. Antigen ini tidak aktif pada pemanasan di atas suhu
60°C dan pada pemberian alkohol atau asam, antigen H tahan terhadap panas
dan alkohol (Wain, 2015).
Antigen Vi (Virulen) ini terdapat pada kapsul K pada bagian pinggir dari
bakteri Salmonella typhi. Strain yang baru diisolasi dengan anti sera yang
mengandung aglutinin anti O dan antigen Vi dirusak olehpemanasan selama
satu jam pada 60ºC dan oleh asam fenol. Biakanyang mempunyai antigen
Vi cenderung lebih virulen. Antibodi terhadap antigen O, H dan Vi lazim
disebut aglutinin. Antibodi Viyang terbentuk menunjukkan individu yang
terinfeksi merupakan pembawa bakteri. Antigen Vi dapat menghambatproses
aglutinasi, melindungi bakteri dari proses fagositosis, danberhubungan
dengan daya invasif bakteri dan efektifitas vaksin(Gupte, 1990).
Aglutinin (O, H, Vi), hanya aglutinin O dan Hyang ditentukan titernya
untuk diagnosis, semakin tinggi titer aglutininO dan H maka semakin besar
pula kemungkinan diagnosisdemam tifoid. Pada infeksi yang aktif, titer
aglutinin akanmeningkat pada pemeriksaan ulang yang dilakukan selang
waktupaling sedikit lima hari.
Salmonella secara serologi dibagi menjadi beberapa kelompok, yaituA, B,
C, dan D. Pembagian ini didasarkan pada perbedaan antigen O
dariSalmonella. Genus Salmonella terdiri dari sekitar 1200 serotipe
yangdidasarkan pada perbedaan dalam antigen H, tetapi tidak semuanya
15
Gambar GambarbakteriSalmonella typhi
2.6 Komplikasi
Sebagai suatu penyakit sistemik maka hampir semua organ tubuh dapat
diserang dan berbagai komplikasi serius dapat terjadi. Beberapa komplikasi
yang dapat terjadi pada demam tifoid yaitu (Setiati et al., 2015):
a. Komplikasi intestinal : Perdarahan, perforasi, ileus paralitik, dan
pankreatitis
b. Komplikasi ekstra-intestinal
1) Komplikasi kardiovaskular : gagal sirkulasi perifer, miokarditis,
tromboflebitis.
2) Komplikasi darah : anemia hemolitik, trombositopenia, koagulasi
intravaskuler diseminata (KID), trombosis.
3) Komplikasi paru : pneumonia, empiema, pleuritis.
4) Komplikasi hepatobilier : hepatitis, kolesistitis.
5) Komplikasi ginjal : glomerulonefritis, pielonefritis, perinefritis.
6) Komplikasi tulang : osteomielitis, periostitis, spondylitis, artritis.
7) Komplikasi neuropsikiatrik/tifoid toksik.
2.7 Pencegahan
1. Menjaga kebersihan
Salah satu upaya pencegahan yang dapat dilakukan untuk
mencegah penyakit ini adalah mencuci tangan dengan rutin sebelum dan
sesudah makan, setelah melakukan kegiatan dan saat melakukan
penyajian makanan/memasak. Bersihkan tangan dengan sabun dan air
mengalir. Dalam keadaan darurat, tangan dapat dibersihkan dengan hand
sanitizer yang mengandung setidaknya 70% alkohol. Selain itu, menjaga
kebersihan diri terutama setelah bepergian ke luar rumah apalagi pasar.
Usahakan untuk tidak menyentuh mata, hidung, dan mulut dengan tangan
yang kotor. Pastikan juga untuk mencuci kaki setiap habis keluar rumah.
16
2. Hindari kontak dengan orang sakit
Bakteri sangat mudah menyebar dari satu orang ke orang lainnya.
Untuk itu, hindari kontak terlalu dekat dengan orang yang sedang sakit.
Berciuman dan menggunakan peralatan makan atau mandi yang sama
dengan orang sakit dapat meningkatkan risiko penularan penyakit.
3. Vaksin tifoid
Salah satu cara untuk mencegah penyakit tipes adalah dengan
vaksin tifoid. Vaksin ini dapat dilakukan jika memang diperlukan jika
rentan atau berisiko tinggi tertular penyakit ini dengan terlebih dahulu
mengkonsultasikan dengan dokter .
4. Mengonsumsi makanan dan minuman yang terjamin kebersihannya
Makanan dan minuman menjadi salah satu media penularan yang
paling sering untuk tipes. Maka dari itu, usahakan untuk selalu makan dan
minum yang telah terjaga kebersihannya. Makan makanan yang dimasak
dan disajikan panas jauh lebih baik dibandingkan dengan makanan
mentah atau setengah matang.
5. Tidak menyiapkan/menyajikan makanan ketika masih sakit
Usahakan untuk tidak memasak atau menyiapkan makanan sampai
dokter menyatakan bahwa bakterinya tak akan lagi menular. Agar tidak
menularkan / menginfeksi penyakit tipes kepada orang lain.
2.8 Penanganan Awal dan Lanjutan
2.8.1 Penatalaksanaan Awal pada pasien typhoid yaitu :
a. Non Farmakologi
1) Bed rest
2) Diet : pemberian bubur halus kemudian bubur kasar dan
selanjutnya nasi sesuai dengan tingkat kesembuhan pasien. Diet
berupa makanan yang rendah serat.
b. Farmakologi
1) Kloramfenikol, dosis 50 mg/kgBB/hari terbagi dalam 3-4 kali
pemberian, oral atau IV selama 14 hari.
2) Bila ada kontraindikasi kloramfenikol diberikan ampisilin
dengan dosis 200 mg/kgBB/hari, terbagi dalam 3-4 kali.
17
Pemberian, oral/intravena selama 21 hari kontrimoksasol,
dengan dosis (tpm) 8 mg/kgBB/hari terbagi dalam 2-3
pemberian, oral, selama 14 hari.
3) Pada kasus berat dapat diberikan seftriakson dengan dosis 50
mg/kgBB/hari dan diberikan 2 kali sehari 80 mg/kgBB/hari,
sekali sehari, melalui intravena selama 5-7 hari.
4) Pada pasien yang diduga mengalami MRD, maka pilihan
antibiotika adalah meropenem, azithromisin, dan
fluoroquinolon.
2.8.2 Penatalaksanaan Lanjutan dengan Pemeriksaan Penunjang
Menurut (Sodikin, 2011), pemeriksaan penunjang pada pasien
typhoid adalah:
a. Pemeriksaan Darah Perifer Lengkap
b. Dapat ditemukan leukopeni, dapat pula leukositosis atau kadar
leukosit normal. Leukosit dapat terjadi walaupun tanpa dosertai
infeksi sekunder.
c. Pemeriksaan SGOPT dan SGPT
SGOT dan SGPT sering meningkat, tetapi akan kembali normal
setelah sembuh. Peningkatan SGOT dan SGPT ini tidak dapat
memerlukan penanganan khusus.
d. Pemeriksaan Uji Widal
Uji widal dilakukan untuk mendeteksi adanya antibodi terhadap
bakteri Salmonella tpyhi. Uji widal dilakukan untuk menentukan
adanya aglutinin dalam serum pasien typhoid. Akibat adanya
infeksi
oleh Salmonella typhi maka pasien membuat antibodi (aglutinin).
1) Kultur
a) Kultur darah : bisa positif pada minggu pertama
b) Kultur urin : bisa positif pada akhir kedua
c) Kultur feses : bisa positif pada minggu kedua hingga
minggu
ketiga
18
2) Anti Salmonella typhi IgM
Pemeriksaan ini dilakukan untuk mendeteksi secara dini
infeksi akut Salmonella typhi, karena antibodi IgM muncul
pada hari ke-3 dan ke-4 terjadinya demam.
2.9 Pathway
19
BAB III
TINJAUAN KASUS
20
yang ditularkan melalui makanan, jari tangan, lalat dan feses, serta muntah
diperberat bila klien makan tidak teratur.
Faktor Presposisinya adalah minum air mentah, makan – makanan yang tidak
bersih dan pedas, tidak mencuci tangan sebelum dan sesudah makan dari WC
dan menyiapkan makanan.
1. Identitas Pasien
Nama : Ny. A Nama : Tn. A
Umur : 32 Thn Umur : 39 Thn
Jenis Kelamin : Perempuan Jenis Kelamin : Laki – Laki
Agama : Islam Agama : Islam
Pendidikan : SD Pendidikan : SD
Alamat : Banjarmasin
2. Keluhan Utama
Demam dan Lemas 4 hari yang lalu
21
Pasien merupakan seorang ibu rumah tangga dan tinggal bersama
suaminya yang berusia 39 tahun. Suami bekerja sebagai buruh tani,
penghasilan didapatkan setiap kali panen yaitu setahun sekali. Suami
pasien merupakan perokok aktif, kurang lebih dua bungkus sehari dan
sering merokok di rumah.
3.4 Assasmen
Pasien ditatalaksana dengan medikamentosan dan nonmedikamentosa.
Adapun tatalaksana nonmedikamentosa adalah:
1) Memberikan penjelasan mengenai penyakit pasien dan komplikasinya.
2) Konseling pasien untuk tirah baring sementara waktu
3) Konseling diet selama sakit, yaitu diet lunak rendah serat
4) Memberikan penjelasan mengenai pengaruh penyakit dengan
kehamilannya, dan keamanan penggunaan obat-obatan yang diberikan dari
Puskesmas
5) Mengingatkan agar selalu mengontrolkan kesehatan diri dan kehamilannya
minimal satu kali dalalam trimester I, satu kali dalam trimester II, dan dua
kali dalam trimester III.
6) Konseling kepada keluarga pasien tentang pentingnya memberi dukungan
pada pasien terkait penyakit dan kehamilannya
22
7) Konseling pasien untuk menjaga hieginitas dan sanitasi terutama di
lingkungan rumah.
3.5 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan medikamentosa dilakukan dengan perawatan pasien di rawat
inap Puskesmas Gedong Tataan selama tiga hari dengan terapi:
1. IVFD RL XX gtt
2. Ceftriaxon inj 1 mg/ 12 jam
3. Ranitidin inj 1 amp/12 jam
4. Paracetamol tab 3 x 500 mg
5. Vitamin B complex 1 x 1 tab
Pasien pulang dengan terapi antibiotik peroral amoksisilin kapsul 3 x 500 mg,
ranitidin tab 3 x 150 mg, dan vitamin B complex tablet 1 x 1. Pasien diminta
kontrol ulang tujuh hari kemudian.
Peran dokter keluarga pada penatalaksanaan demam tifoid pada wanita hamil
adalah untuk mengubah perilaku hiegienitas dan sanitasi diri dan lingkungan
baik pasien ataupun keluarga pasien sebagai upaya pencegahan penularan dan
kejadian berulang. Dokter keluarga melakukan intervensi kepada pasien
mengenai pengenalan penyakit demam tifoid serta perilaku hidup bersih dan
sehat dengan cara kunjungan rumah sebanyak tiga kali.
BAB IV
PEMBAHASAN KASUS
23
Masalah kesehatan yang dibahas pada kasus ini adalah seorang wanita hamil
berusia 32 tahun yang terdiagnosa dengan demam tifoid.
1. Kunjungan Pertama
Hasil yang diperoleh dari kunjungan pertama, sesuai konsep mandala of health,
yaitu pasien memiliki pengetahuan yang kurang tentang penyakit-penyakitnya.
Pada lingkungan psikososial, pasien tidak sulit menjangkau pusat pelayanan
kesehatan karena memiliki kendaraan dan jarak tempuh cukup dekat. Di
lingkungan rumah, pasien rutin mengikuti pengajian desa yang diadakan satu
minggu sekali. Gaya hidup, kesadaran dalam perilaku kebersihan pasien dan
sanitasi lingkungan rumah masih kurang, terutama dalam mengolah dan
menyajikan makanan dan minuman. Pekerjaan pasien sebagai ibu rumah
tangga.
24
2. Kunjungan Kedua
Kunjungan kedua yaitu melakukan intervensi terhadap pasien dengan
menggunakan media poster bergambar tentang demam tifoid, dan
pencegahannya berupa sepuluh perilaku hidup bersih dan sehat di rumah
tangga. Keluarga juga turut mendampingi dan mendengarkan apa yang
disampaikan pada pasien saat intervensi dilakukan. Intervensi bertujuan untuk
mengubah pola hidup pasien dan keluarga yang kurang memperhatikan
hiegiene dan sanitasi lingkungan rumah agar dapat terhindar dari infeksi
mikroorganisme.
Demam tifoid adalah infeksi saluran cerna oleh bakteri Salmonella typhi.
Faktor resiko terinfeksinya bakteri ini adalah faktor pejamu, agen, dan
lingkungan. Faktor pejamu yaitu penularan Salmonella typhi sebagian besar
melalui makanan/minuman yang tercemar oleh kuman yang berasal dari
penderita atau karier yang biasanya keluar bersama tinja atau urin. Kebiasaan
jajan mempunyai resiko lebih tinggi terkena penyakit demam tifoid
dibandingkan dengan kebiasaan tidak jajan, serta kebiasaan tidak mencuci
tangan sebelum makan lebih beresiko terkena penyakit demam tifoid.
Faktor agen, bahwa demam tifoid disebabkan oleh bakteri Salmonella typhi.
Jumlah kuman yang dapat menimbulkan infeksi adalah sebanyak 105-109
kuman yang tertelan melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi
sehingga semakin banyak jumlah kuman yang masuk maka masa inkubasi akan
semakin pendek dan pejamu akan lebih cepat sakit dan menimbulkan gejala.
25
Tujuan penatalaksanaan wanita hamil dengan demam tifoid adalah
menyembuhkan penyakit tanpa komplikasi baik bagi ibu ataupun bagi janin,
serta meningkatkan kesadaran akan pentingnya kebesihan agar tidak terinfeksi
kembali. Penatalaksanaan demam tifoid terdiri dari terapi nonmedikamentosa
(edukasi, tirah baring, diet rendah serat, perilaku hidup bersih dan sehat), dan
terapi medikamentosa. Terapi farmakologis untuk demam tifoid adalah terapi
antibiotik, glukokotikosteroid, dan simptomatis. Tidak semua pasien demam
tifoid perlu dirawat di pelayanan kesehatan.
Indikasi dilakukan rawat inap adalah demam tifoid dengan kedaruratan, demam
tifoid dengan komplikasi, demam tifoid klinis, demam tifoid dengan konfirmasi
(telah ada hasil biakan). Pada pasien ini, dilakukan rawat inap atas indikasi
kedaruratan yaitu pasien tidak dapat mengonsumsi peroral akibat rasa mualnya,
serta klinis yang khas demam tifoid.
Menurut Harrison, pilihan antibiotik untuk demam tifoid adalah lini pertama
ciprofloxasin 500 mg per oral dua kali sehari selama sepuluh hari, ceftriaxon 1-
2 gr IV/IM selama 10-14 hari. Lini alternatif yaitu azitromicin 1 gr peroral
sekali sehari selama 5 hari dan ciprofloxasin 10 mg/kg peroral 2 kali sehari
selama sepuluh hari.
26
Kloramfenikol tidak dianjurkan pada trimester ke-3 kehamilan karena
menyebabkan partus prematur, kematian fetus intrauterin, dan grey syndrome
pada neonatus. Tiamfenikol tidak dianjurkan pada trimester pertama karena
memiliki efek teratogenik. Antibiotik yang dianjurkan adalah ampisilin,
amoksisilin, dan ceftriakson.
Sehingga pada kasus ini, dipilih ceftriakson sebagai obat injeksi dan
amoksisilin sebagai obat peroral saat rawat jalan.
27
Jenis makanan yang harus dijaga adalah diet lunak rendah serat karena pada
demam tifoid terjadi gangguan pada sistem pencernaan. Makanan haruslah
cukup cairan, kalori, protein, dan vitamin. Makanan rendah serat bertujuan
untuk memberikan makanan sesuai kebutuhan gizi yang sedikit mungkin
meninggalkan sisa sehingga dapat membatasi volume feses dan tidak
merangsang saluran cerna. Pemberian bubur saring, juga ditujukan untuk
menghindari terjadinya komplikasi pedarahan saluran cerna atau perforasi usus.
Asupan serat maksimal 8 gram/hari, menghindari susu, daging berserat kasar,
lemak, terlalu manis, asam, berbumbu tajam. Makanan juga sering diberikan
dalam porsi kecil.
Terdapat sepuluh perilaku hidup bersih dan sehat di rumah tangga menurut
Depkes RI, dan perilaku yang berhubungan dengan kasus ini adalah:
a. Pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan, adalah persalinan yang
ditolong oleh tenaga kesehatan seperti bidan, dokter, dan tenaga para medis
lainnya.
b. Cuci tangan dengan sabun. Air yang tidak bersih banyak mengandung
kuman dan bakteri penyebab penyakit.
c. Tersedia air bersih. Air bersih secara fisik dapat dibedakan melalui indera
kita, antara lain:
Air tidak berwarna, harus bening/jernih.
Air tidak keruh, harus bebas dari pasir, debu, lumpur, sampah, busa dan
kotoran lainnya.
Air tidak berasa, tidak berasa asin, tidak berasa asam, tidak payau, dan
tidak pahit, harus bebas dari bahan kimia beracun.
28
Air tidak berbau seperti bau amis, anyir, busuk atau bau belerang.
d. Tersedia jamban. Jamban adalah suatu ruangan yang mempunyai fasilitas
pembuangan kotoran manusia yang terdiri atas tempat jongkok atau tempat
duduk dengan leher angsa atau tanpa leher angsa (cemplung) yang
dilengkap dengan unit penampungan kotoran dan air untuk
membersihkannya.
e. Makanlah dengan gizi seimbang. Setiap anggota rumah tangga
mengkonsumsi minimal 3 porsi buah dan 2 porsi sayuran atau sebaliknya
setiap hari.
f. Aktivitas fisik setiap hari, adalah anggota keluarga melakukan aktivitas
fisik 30 menit setiap hari agar tetap sehat dan bugar sepanjang hari.
g. Tidak merokok. Rokok ibarat pabrik bahan kimia. Dalam satu batang rokok
yang diisap akan dikeluarkan sekitar 4.000 bahan kimia berbahaya, di
antaranya yang paling berbahaya adalah Nikotin, Tar, dan Carbon
Monoksida (CO).
3. Kunjungan Ketiga
Kunjungan ketiga dilakukan anamnesis lanjut dan didapatkan kondisi pasien
membaik, tidak ada keluhan demam, mual sudah berkurang dan ada
peningkatan nafsu makan dari sebelumnya. Pengukuran tekanan darah pasien
didapatkan 110/70 mmHg, pasien memahami bahwa perlu untuk berisitirahat
di rumah dan mengurangi kegiatan yang berat terlebih dahulu. Pasien juga
sudah memahami bahwa penyakit demam tifoid sangat dipengaruhi oleh
higienitas dan sanitasi diri dan lingkungan.
Pola hidup bersih dan sehat juga beberapa sudah diterapkan oleh pasien.
Pasien sudah menerapkan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan. Hal
ini diketahui dari riwayat persalinan anak pertamanya, yaitu di bidan. Anak
pasien juga diberikan ASI eksklusif hingga 6 bulan dan dilanjutkan hingga
usia 2 tahun. Setiap bulan anak dibawa ke puskesmas untuk ditimbang dan
dicatat perkembangannya.
29
Pasien selalu mencuci tangan tanpa sabun sebelum dan setelah makan,
sebelum masak, dan jika tangannya terasa kotor. Setelah dilakukan intervensi,
bahwa banyak kuman bersumber dari tangan, pasien dan keluarganya mulai
mencuci tangan menggunakan sabun.
Sumber air di rumah pasien adalah dari PAM, air tersebut jernih, bersih, dan
tidak berbau. Setiap masak selalu menggunakan air untuk mencuci bahan
makanan dan sayuran.
30
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Penyakit demam tifoid (typhoid fever) atau yang biasanya disebut tifus
merupakan penyakit yang disebabkan oleh bakteri Salmonellatyphi yang
menyerang bagian saluran pencernaan. Selama terjadi infeksi, bakteri tersebut
bermultiplikasi dalam sel fagositik mononuklear dan secara berkelanjutan
dilepaskan ke aliran darah. Penularan Salmonella typhi sebagian besar
melalui minuman/makanan yang tercemar oleh bakteri yang berasal dari
penderita atau pembawa bakteri dan biasanya keluar bersama-sama dengan
tinja.
Masa tunas demam tifoid berlangsung 10 sampai 14 hari, Salah satu upaya
pencegahan yang dapat dilakukan untuk mencegah penyakit ini adalah
menjaga kebersihan, mengonsumsi makanan dan minuman yang terjamin
kebersihannya
5.2 Saran
1. Bagi Mahasiswa
Mampu menerapkan teori yang didapat selama perkuliahan Ilmu Penyakit
Tropis dan mengaplikasikannya di lapangan.
2. Bagi Pendidikan
Sebagai tambahan materi , dapat meningkatkan mutu pendidikan dimasa
yang akan datang.
3. Bagi Puskesmas
Mampu mengajak masyarakat agar dapat menerapkan hidup bersih dan
sehat.
31
EVALUASI
Kasus 1
Ny B umur 34 Tahun datang ke Puskesmas mengeluh demam, pusing, mual dan
tidak berselera makan, dan mengatakan salah satu keluarganya ada yang
mengalami penyakit tifoid dan beberapa minggu kemudin ny B terkena penyakit
yang sama dengan salah satu keluarganya itu.
Berdasarkan kasus diatas penyakit tifoid dapat menular melalui ?
j. Oral – Kotoran
k. Udara
l. Sentuhan
m. Keringat
32
DAFTAR PUSTAKA
33
Mutiarasari dan Handayani. (2017). Karakteristik Usia, Jenis
Kelamin, Tingkat Demam, Kadar Hemoglobin, Leukosit
dan Trombosit Penderita Demam tipoid Pada Pasien
Anak Di RSU Anutapura Tahun 2013. Jurnal Ilmiah
Kedokteran, Vol. 4 No. 2.
34