Oleh:
Seto Wahyu P 180070200011182
Rossa Arianda V 180070200011190
Kusuma Ghaisani S 180070200011199
Yusuf Mannagali 180070200011216
Pembimbing :
dr. Satrio Wibowo, Sp. A (K), M.Si, Med
Daftar Gambar......................................................................................................4
Daftar Tabel..........................................................................................................5
BAB I.................................................................................................................... 6
1.3 Tujuan........................................................................................................7
1.4 Manfaat......................................................................................................7
BAB II................................................................................................................... 8
2.1 Definisi.......................................................................................................8
2.2 Epidemiologi..............................................................................................8
2.3 Etiologi.....................................................................................................10
2.4 Patofisiologi..............................................................................................11
2.5 Klasifikasi.................................................................................................13
3 Pemeriksaan Penunjang..............................................................................16
2.8 Diagnosis.................................................................................................18
2.10 Talaksana................................................................................................20
2.10.1 Rehidrasi..............................................................................................20
2.10.2 Zinc.......................................................................................................22
2.10.3 Nutrisi...................................................................................................22
2.10.4 Antibiotik...............................................................................................23
2.11 Komplikasi................................................................................................26
2.12 Prognosis.................................................................................................27
Daftar Tabel
PENDAHULUAN
Diare adalah penyakit yang ditandai dengan buang air besar lebih dari tiga
kali dalam sehari baik cair maupun lembek. Diare merupakan salah satu
penyebab tingginya morbiditas dan mortilitas pada balita di seluruh dunia dengan
3 juta kematian tiap tahunnya (Ikatan Dokter Anak Indonesia, 2011). Usia balita
adalah usia yang paling mudah terkena diare karena sistem kekebalan tubuh
pada anak masih rendah sehingga mudah diserang oleh bakteri (Kemenkes RI,
2011). Berdasarkan hasil survei yang dilakukan oleh Riskesdas tahun 2013
usia prevalensi tertinggi adalah pada usia 1-4 tahun yaitu 12,2%. Juga
terbanyak adalah diare (31,4%) dan pneumonia (23,8%) (Kemenkes RI, 2011).
dalam tinja, dan nyeri saat mengeluarkan tinja. Praktisnya, diare berdarah dapat
adalah infeksi bakteri atau amoeba. Infeksi yang disebabkan oleh bakteri dikenal
sebagai disentri basiler dan merupakan penyebab tersering disentri pada anak.
amoeba. Selain diare berdarah, anak juga mengalami demam, nyeri perut
terutama menjelang buang air besar, pada pemeriksaan tinja rutin didapatkan
jumlah leukosit dan eritrosit yang meningkat, dan pada pemeriksaan biakan tinja
kematian dibandingkan dengan tipe diare akut yang lain. Penyakit ini dapat
disebabkan oleh bakteri (disentri basiler) dan amoeba (disentri amoeba). Di dunia
sekurangnya 200 juta kasus dan 650.000 kematian terjadi akibat disentri basiler
negara yang sedang berkembang yang berada di daerah tropis. Hal ini
dan kondisi sosial ekonomi serta kultural yang menunjang. Penyakit ini biasanya
1.3 Tujuan
1.4 Manfaat
pada anak bagi tenaga kesehatan khususnya dokter muda di RSUD Dr. Saiful
Anwar, Malang
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi
Disentri berasal dari bahasa Yunani, yaitu dys (gangguan) dan enteron
(usus), yang berarti radang usus yang menimbulkan gejala meluas dengan gejala
buang air besar dengan tinja berdarah, diare encer dengan volume sedikit,
buang air besar dengan tinja bercampur lender (mucus) dan nyeri saat buang air
ditandai dengan sakit perut dan buang air besar yang encer secara terus
menerus (diare) yang bercampur lendir dan darah (Depkes RI, 1999).
tukak terbatas di colon yang ditandai dengan gejala khas yang disebut sebagai
sindroma disentri, yakni: 1) sakit di perut yang sering disertai dengan tenesmus,
2.2 Epidemiologi
dengan diare. Sekitar 10% episode diare pada balita adalah disentri, tetapi
merupakan penyebab sekitar 15% kematian karena diare. Disentri pada bayi dan
anak yang kurang gizi biasanya berat, memperlihatkan dehidrasi pada waktu
sakit atau pada anak jarang tidak mendapat ASI. Juga mempunyai efek yang
lebih jelek terhadap status gizi daripada diare cair akut. Disentri terjadi dengan
frekuensi lebih sering dan berat pada anak yang sakit campak atau menderita
campak bulan sebelumnya. Episode diare yang dimulai dengan disentri lebih
sering menjadi persisten daripada mulai dengan diare cair (Depkes RI, 1999).
Shigellosis adalah endemik di seluruh dunia di mana dia bertanggung jawab
untuk sekitar 120 juta kasus disentri yang parah dengan darah dan lendir dalam
dari lima tahun. Sekitar 1,1 juta orang diperkirakan meninggal akibat infeksi
Shigella setiap tahun, dengan 60% dari kematian yang terjadi pada anak di
bawah usia 5 tahun (WHO, 2009). Dengan tidak adanya vaksin yang efektif yang
telah menjadi sumber utama keprihatinan. Selama survei dari 600.000 orang dari
Shigellas terisolasi di 5% dari episode diare 60 000 terdeteksi antara 2000 dan
2004 dan sebagian besar isolat bakteri resisten terhadap amoksisilin dan
sebuah penelitian surveilans yang dilakukan antara Agustus 2001 dan Juli 2003
Shigellosis (32/1000/year) dengan 73% sampai 95% dari isolat resisten terhadap
2009).
terjadi pada sekitar 12% penduduk dunia atau 50% penduduk di daerah tropis
amubiasis tinggi di negara berkembang antara lain Meksiko, Afrika Selatan dan
(Rozaliyani, 2011).
2.3 Etiologi
Disentri didefinisikan sebagai diare yang disertai darah dalam tinja. Penyebab
bayi dan lebih jarang adalah Salmonella; disentri yang disebabkan oleh
Salmonella ini biasanya tidak berat. Escherichia coli enteroinvasif relative lebih
mirip dengan Shigella dan menyebabkan disentri berat. Namun begitu infeksi
Disentri basiler, disebabkan oleh Shigella,sp. Shigella adalah basil non motil,
Karena kekebalan tubuh yang didapat bersifat serotipe spesifik, maka seseorang
dapat terinfeksi beberapa kali oleh tipe yang berbeda. Genus ini memiliki
diare, adanya lendir dan darah dalam tinja, perut terasa sakit dan tenesmus.
Amoeba (Disentri amoeba), disebabkan Entamoeba hystolitica. E.histolytica
menjadi patogen dengan cara membentuk koloni di dinding usus dan menembus
Siklus hidup amoeba ada 2 bentuk, yaitu bentuk trofozoit yang dapat
bergerak dan bentuk kista. Bentuk trofozoit ada 2 macam, yaitu trofozoit
komensal (berukuran < 10 mm) dan trofozoit patogen (berukuran > 10 mm).
penyakit. Bila pasien mengalami diare, maka trofozoit akan keluar bersama tinja.
Sementara trofozoit patogen yang dapat dijumpai di lumen dan dinding usus
disentri. Diameternya lebih besar dari trofozoit komensal (dapat sampai 50 mm)
ini bertanggung jawab terhadap terjadinya gejala penyakit namun cepat mati
apabila berada di luar tubuh manusia. Bentuk kista juga ada 2 macam, yaitu kista
Bentuk kista hanya dijumpai di lumen usus. Bentuk kista bertanggung jawab
terhadap terjadinya penularan penyakit dan dapat hidup lama di luar tubuh
manusia serta tahan terhadap asam lambung dan kadar klor standard di dalam
sistem air minum. Diduga kekeringan akibat penyerapan air di sepanjang usus
yang ditandai dengan diare, dengan konsistensi tinja biasanya lunak, disertai
darah. Kuman Shigella secara genetik bertahan terhadap pH yang rendah, maka
dapat melewati barrier asam lambung. Ditularkan secara oral melalui air,
makanan, dan lalat yang tercemar oleh ekskreta pasien. Setelah melewati
lambung dan usus halus, kuman ini menginvasi sel epitel mukosa kolon dan
sigmoid, sedang pada ilium hanya hiperemik saja. Pada keadaan akut dan fatal
ditemukan mukosa usus hiperemik, lebam dan tebal, nekrosis superfisial, tapi
biasanya tanpa ulkus. Pada keadaan subakut terbentuk ulkus pada daerah folikel
limfoid, dan pada selaput lendir lipatan transversum didapatkan ulkus yang
dangkal dan kecil, tepi ulkus menebal dan infiltrat tetapi tidak berbentuk ulkus
bergaung.
lain ShET1, ShET2, dan toksin Shiga, yang mempunyai sifat enterotoksik,
virulen sehingga kuman lebih mampu menginvasi sel eptitel mukosa kolon dan
menyebabkan kelainan pada selaput lendir yang mempunyai warna hijau yang
khas. Pada infeksi yang menahun akan terbentuk selaput yang tebalnya sampai
1,5 cm sehingga dinding usus menjadi kaku, tidak rata dan lumen usus mengecil.
dapat berubah menjadi patogen sehingga dapat menembus mukosa usus dan
menimbulkan ulkus. Akan tetapi faktor yang menyebabkan perubahan ini sampai
saat ini belum diketahui secara pasti. Diduga baik faktor kerentanan tubuh
usus. Bentuk ulkus amoeba sangat khas yaitu di lapisan mukosa berbentuk kecil,
terjadi ulkus di permukaan mukosa usus menonjol dan hanya terjadi reaksi
radang yang minimal. Mukosa usus antara ulkus-ulkus tampak normal. Ulkus
dapat terjadi di semua bagian usus besar, tetapi berdasarkan frekuensi dan urut-
urutan tempatnya adalah sekum, kolon asenden, rektum, sigmoid, apendiks dan
Masa inkubasi berkisar antara 7 jam sampai 7 hari. Lama gejala rerata 7 hari
sampai 4 minggu. Pada fase awal pasien mengeluh nyeri perut bawah,
diare disertai demam yang mencapai 40°C. Selanjutnya diare berkurang tetapi
tinja masih mengandung darah dan lendir, tenesmus, dan nafsu makan menurun
(Davis, 2007).
Bentuk klinis dapat bermacam-macam dari yang ringan, sedang sampai yang
berat. Sakit perut terutama di bagian sebelah kiri, terasa melilit diikuti
timbul mendadak dan berat, onsetnya cepat, berak seperti air dengan lendir dan
terjadi sepsis dan dapat meninggal bila tidak cepat ditolong. Akibatnya timbul
rasa haus, kulit kering dan dingin, turgor kulit berkurang karena dehidrasi. Muka
Pada kasus yang sedang keluhan dan gejalanya bervariasi, tinja biasanya
Sedangkan pada kasus yang ringan, keluhan/gejala tersebut di atas lebih ringan.
akut secara menahun. Kejadian ini jarang sekali bila mendapat pengobatan
Pasien ini tidak menunjukkan gejala klinis sama sekali. Hal ini disebabkan
karena amoeba yang berada dalam lumen usus besar tidak menginvasi ke
dinding usus.
mengeluh perut kembung, kadang nyeri perut ringan yang bersifat kejang. Dapat
timbul diare ringan, 4-5 kali sehari, dengan tinja berbau busuk. Kadang juga tinja
pada lokasi ulkusnya. Keadaan umum pasien biasanya baik, tanpa atau sedikit
demam ringan (subfebris). Kadang dijumpai hepatomegali yang tidak atau sedikit
nyeri tekan.
Keluhan pasien dan gejala klinis lebih berta dibanding disentri ringan, tetapi
lendir dan darah. Pasien mengeluh perut kram, demam dan lemah badan disertai
Keluhan dan gejala klinis lebih berta lagi. Penderita mengalami diare disertai
darah yang banyak, lebih dari 15 kali sehari. Demam tinggi (40°C-40,5°C)
diselingi dengan periode normal atau tanpa gejala. Keadaan ini dapat berjalan
1. Pemeriksaan tinja
penting. Biasanya tinja berbau busuk, bercampur darah dan lendir. Untuk
pemeriksaan mikroskopik diperlukan tinja yang segar. Kadang diperlukan
Pada pemeriksaan tinja yang berbentuk (pasien tidak diare), perlu dicari
bentuk kista karena bentuk trofozoit tidak akan dapat ditemukan. Dengan
sediaan langsung tampak kista berbentuk bulat dan berkilau seperti mutiara. Di
ujung tumpul, sedangkan inti tidak tampak. Untuk dapat melihat intinya, dapat
digunakan larutan lugol. Akan tetapi dengan larutan lugol ini badan-badan
kromatoid tidak tampak. Bila jumlah kista sedikit, dapat dilakukan pemeriksaan
Dalam tinja pasien juga dapat ditemukan trofozoit. Untuk itu diperlukan tinja
yang masih segar dan sebaiknya diambil bahan dari bagian tinja yang
mengandung darah dan lendir. Pada sediaan langsung dapat dilihat trofozoit
yang seperti kaca. Jika tinja berdarah, akan tampak amoeba dengan
eritrosit di dalamnya. Bentik inti akan nampak jelas bila dibuat sediaan dengan
amoeba. Akan tetapi pemeriksaan ini tidak berguna untuk carrier. Pada
pemeriksaan ini akan didapatkan ulkus yang khas dengan tepi menonjol,
(Sya’roni, 2006).
3. Foto rontgen kolon
ulkus tidak tampak. Kadang pada kasus amoebiasis kronis, foto rontgen kolon
dengan barium enema tampak ulkus disertai spasme otot. Pada ameboma
Uji serologi banyak digunakan sebagai uji bantu diagnosis abses hati amebik
(invasif). Oleh karena itu uji ini akan positif pada pasien abses hati dan disentri
amoeba dan negatif pada carrier. Hasil uji serologis positif belum tentu
menderita amebiasis aktif, tetapi bila negatif pasti bukan amebiasis (Sya’roni,
2006)
1. Pemeriksaan tinja.
tinja yang seksama dan teliti karena basil shigela mudah mati . Untuk itu
2. Enzim immunoassay.
Hal ini dapat mendeteksi toksin di tinja pada sebagian besar penderita yang
3. Sigmoidoskopi.
Sebelum pemeriksaan sitologi ini, dilakukan pengerokan daerah sigmoid.
4. Aglutinasi.
Hal ini terjadi karena aglutinin terbentuk pada hari kedua, maksimum pada
1/50 dan pada S.flexneri aglutinasi antibodi sangat kompleks, dan oleh karena
bagian distal kolon dan secara progresif berkurang di segmen proksimal usus
2.8 Diagnosis
Disentri basiler
dilakukan kultur dari bahan tinja segar atau hapus rektal. Pada fase akut infeksi
Perbedaan utama adalah kultur Shigella yang positif dan perbaikan klinis
2007).
Disentri amoeba
karena amebiasis dapat terjadi bersamaan dengan penyakit lain. Oleh karena itu,
abses piogenik. Salah satu caranya yaitu dengan dilakukannya pungsi abses
(Sya’roni, 2006).
ada/jarang. Toksemia ringan dapat terjadi, tenesmus jarang dan sakit berbatas.
Tinja biasanya besar, terus menerus, asam, berdarah, bila berbentuk biasanya
tercampur lendir. Lokasi tersering daerah sekum dan kolon asendens, jarang
Disentri basiler: Penyakit ini biasanya timbul secara akut, sering disertai adanya
toksemia, tenesmus akan tetapi sakit biasanya sifatnya umum. Tinja biasanya
kecil-kecil, banyak, tak berbau, alkalis, berlendir, nanah dan berdarah, bila tinja
berbentuk dilapisi lendir. Daerah yang terserang biasanya sigmoid dan dapat
Eschericiae coli
Manifestasi klinis dari EHEC dapat menyebabkan penyakit diare sendiri atau
dengan nyeri abdomen. Diare pada mulanya cair tapi beberapa hari menjadi
Infeksi Rotavirus
Invaginasi
2.10 Talaksana
Pada seluruh anak dengan diare berdarah harus dilakukan assessmen dan
terapi sesuai dengan tatalaksana diare akut, yaitu rehidrasi, pemberian zinc,
serta pemberian nutrisi yang cukup. Namun, sebagai tambahan, seluruh bayi dan
anak-anak dengan diare berdarah harus diberikan terapi antibiotik yang efektif
terhadap shigella karena diare berdarah pada kelompok usia ini lebih sering
Selain itu, apabila tidak ditangani dengan cepat, diare berdarah yang disebabkan
diimbangi dengan asupan cairan yang cukup. Dehidrasi terjadi karena banyaknya
cairan yang keluar melalui diare. Anak dengan disentri sebaiknya diberi minum
yang cukup, terutama bila mereka mengalami demam. Infus diberikan bila anak
mengalami dehidrasi berat atau sulit mendapat asupan makan karena hilang
nafsu makan. Selama anak masih mau minum dan makan dalam jumlah cukup,
Pasien dengan diare akut dengan dehidrasi ringan sedang juga diterapi
dengan prinsip yang sama, namun terdapat target pemberian cairan dalam 4 jam
Apabila anak menginginkan cairan lebih dari target pemberian cairan tanpa
adanya tanda tanda kelebihan cairan seperti edema pada mata, maka pemberian
gagal maka pemberian cairan pada anak dapat dilanjutkan dengan pemasangan
NGT dan secara intravena dengan menggunakan ringer laktat dengan jumlah
melalui intravena. Jumlah cairan yang diberikan sebanyak 100 ml/KgBB dapat
berupa cairan ringer laktat ataupun cairan normal saline. Pada anak usia
cairan sebanyak 70 ml/kgBB selama 5 jam. Pada anak usia diatas 12 bulan,
pemberian oralit secara peroral harus diberikan apabila anak telah dapat
jam apabila anak menunjukan perbaikan. Apabila dehidrasi berat telah teratasi,
2.10.2 Zinc
serta menurunkan insiden diare tiga bulan setelah terjadinya infeksi. Dosis yang
diberikan, yaitu 20 mg satu kali sehari untuk usia 0 – 6 bulan atau 10 mg satu kali
sehari untuk usia diatas 6 bulan, diberikan selama 10 – 14 hari. Selain itu, dapat
mungkin dapat diberikan pada anak malnutrisi yang tidak mendapat vitamin A
2.10.3 Nutrisi
Makanan yang diberikan hendaknya dalam porsi sedikit namun sering. Upayakan
anak agar mau makan. Pilih makanan kaya energi dan zat gizi yang disukai
anak. Berikan pula satu kali makanan tambahan setiap hari dengan menu yang
sama setidaknya selama 1 minggu setelah diare berhenti. Pemberian ASI sangat
makanan dan minuman sebelum di konsumsi oleh penderita diare, dan berikut
2. Cuci tangan pakai sabun dan air bersih sebelum makan dan sesudah buang air
besar
2.10.4 Antibiotik
yang efektif infeksi lumen yaitu, paromomycin, iodoquinol, dan diloxanide furoate.
waktu kurang dari 10 hari. Pemberian jangka pendek berkaitan dengan terjadinya
dua antibiotic yang efektif terhadap shigella sudah diberikan namun tidak
Amebiasis asimtomatik
Luminal Agent
Paromomycin PO 25 – 35 mg/kgBB/hari dibagi
menjadi 3 dosis selama 7 hari
Diloxanide furoate PO 20 mg/kgBB/hari dibagi menjadi 3
dosis untuk 10 hari (maksimal 1,5 gram)
Iodoquinol PO 30 – 40 mg/kgBB/hari dibagi
menjadi 3 dosis selama 20 hari
(maksimal 2 gram)
Disentri Amoba
Metronidazole PO 10 mg/kgBB tiga kali sehari selama
Atau 10 hari (maksimal 750 gram)
Tinidazole (≥3 tahun) PO 50 mg/kgBB satu kali sehari selama
5 hari (maksimal 2 gram)
pasien dengan gejala disentri harus menerima terapi antimikroba. Obat yang
efektif untuk pengobatan memiliki kriteria antara lain, efektif secara in vitro
(KHBM) strain shigella yang menginfeksi, efektif diberikan per oral, tersedia
dalam bentuk sirup (untuk anak), dan dengan harga yang tidak mahal.
terjadi resistensi secara luas terhadap terapi yang digunakan sebelumnya, yaitu
ditinggalkan. Meski dengan konsenterasi serum dan aktivitas in vitro yang baik,
informasi sering kali sulit didapatkan. Saat ini, antibiotic pilihan yang digunakan
Sebagian besar kasus tidak memerlukan rawat inap, namun bayi dengan
usia kurang dari dua bulan, anak-anak dengan sakit berat, yaitu terlihat letargi,
terdapat distensi abdomen, adanya nyeri tekan pada abdomen ataupun kejang,
anak-anak dengan kondisi lain yang memerlukan tatalaksana lebih lanjut perlu di
Terapi Dosis
Suspected sepsis IM atau IV 100 mg/kgBB satu kali sehari selama 5 hari
tanda-tanda perbaikan, seperti tidak adanya demam, feses dengan jumlah darah
lebih sedikit, dan peningkatan nafsu makan. Apabila tidak ada perbaikan setelah
antibiotik dan ganti dengan antibiotik second-line atau antibiotik lain yang
antibiotic diberikan tetap tidak ada perbaikan pertimbangkan kondisi lain atau
2.11 Komplikasi
Dehidrasi: Dehidrasi merupakan komplikasi dari seluruh bentuk diare akut dan
merupakan komplikasi paling sering pada disentri. Pada anak dengan disentri
anak.
Deplesi Potassium: Deplesi Potassium dapat dicegah dengan pemberian cairan
Shiga. Toksin akan diabsorbsi dan menyebabkan kerusakan pada sel endotel di
kapiler glomerulus. Apabila tes laboratorium tidak dapat dilakukan, lihat tanda-
tanda pada pasien, seperti mudah lebam, pallor, kesadaran menurun, dan output
tekanan intra abdomen, sering terjadi pada infant dikarenakan belum otot-otot
magnesium sulfat hangat, hal ini dapat mengurangi prolaps dengan mengurangi
edema.
pada kolon, peningkatan produksi nitric oxide, dan terjadi inhibisi mortilitas otot
pada kolon. Biasanya disertai dengan demam, distensi abdomen, nyeri tekan
2.12 Prognosis
Secara umum, apabila terapi dilakukan dengan baik dan tidak terlambat,
baik terhadap terapi yang sesuai, meski infeksi dan terapi yang diberikan tidak
masa mendatang. Mortalitas berkisar antara 1.9% sampai denan 9.1%, namun
pada kasus dimana terdapat rupture kolon atau necrotizing colitis mortalitas
Pada disentri basiler, nyeri perut dan diare mungkin dapat tetap terjadi
hingga beberapa hari atau minggu setelah dilakukan terapi. Morbiditas dan
mortalitas dikaitkan dengan ada tidaknya komplikasi yang terjadi, baik itu ekstra
dengan mencuci tangan atau sebelum menyiapkan makanan. Tak hanya tangan
anak tetapi juga orangtua serta pengasuh. Kuman yang terdapat pada tangan
yang sudah menjamah keberbagai tempat dapat dicegah melalui cuci tangan
dengan sabun. Menurut Adam Felman (2007) ada beberapa langkah yang baik
2. Pastikan apa sudah terbuka atau tidak tutup botol atau tempat minum yang ingin
kita minum, dan bersihkan dahulu bagian lubang botol atau tempat minuman
diimbangi dengan asupan cairan yang cukup. Dehidrasi terjadi karena banyaknya
cairan yang keluar melalui diare. Anak dengan disentri sebaiknya diberi minum
yang cukup, terutama bila mereka mengalami demam. Infus diberikan bila anak
mengalami dehidrasi berat atau sulit mendapat asupan makan karena hilang
nafsu makan. Selama anak masih mau minum dan makan dalam jumlah cukup,
Makanan yang diberikan hendaknya dalam porsi sedikit namun sering. Upayakan
anak agar mau makan. Pilih makanan kaya energi dan zat gizi yang disukai
anak. Berikan pula satu kali makanan tambahan setiap hari dengan menu yang
sama setidaknya selama 1 minggu setelah diare berhenti. Pemberian ASI sangat
paragraf diatas, namun ada beberapa sumber lain yang memberikan informasi
Berikut cara mecegah dysentri basiller menurut Centre for Food Safety
2. Cuci tangan yang baik dengan sabun dan air sebelum makan atau
di masak dan mentah secara terpisah, gunakan alat dapur yang berbeda untuk
5. Simpan makanan di bawah suhu 4 celcius atau pada suhu 60 celcius jika
Dan dilanjut kan dengan cara mecegah dysentri amoeba menurut Centre for
Health Protection, department of healt, the government of the Hong Kong Spesial
kesehatan pada dua hal, yaitu kebersihan diri dan kebersihan makanan
menggunakan toilet.
2. Cuci tangan menggunakan sabun cair dan air, dan gosok selama 20
detik. Kemudian bilas dengan air dan keringkan dengan handuk kertas sekali
pakai atau pengering tangan. Jika fasilitas mencuci tangan tidak tersedia, atau
ketika tangan tidak terlihat kotor, kebersihan tangan dengan handrub dapat
yaitu pilih (pilih bahan baku yang aman), bersikan (jaga kebersihan tangan dan
2. Minum hanya dari air yang sudah matang atau minum dari air yang
sudah terpercaya sumber airnya, seperti air botol yang terdapat di supermarket
3. Hindari minuman dengan es yang tidak di ketahui dari mana sumber es-
nya
4. Beli makanan segar yang bersih pada tempat dan sumber yang baik
6. Cuci dan bersihkan buah dan hindari makan makanan sayur yang
mentah
immunocompromised.
Daftar Pustaka
https://www.cfs.gov.hk/english/whatsnew/whatsnew_fsf/whatsnew_fsf_dysentery.html.
{Accessed 06 Jul 2019}
Ikatan Dokter Anak Indonesia., 2011. Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak
Indonesia. Jilid 2 cetakan pertama. Jakarta. Badan Penerbit IDAI.
Juffrie, M. and Mulyani, N.S., 2009. Modul pelatihan diare. UKK Gastro-hepatologi IDAI,
Nelson, J., & Singh, U. (2018). Entamoeba histolytica (Amebiasis). Principles and
Practice of Pediatric Infectious Diseases, 1310–1316.e2. doi:10.1016/b978-0-
323-40181-4.00263-2
Sya’roni A., Hoesadha Y., 2006. Disentri Basiler. Buku Ajar Penyakit Dalam.
FKUI:Jakarta.
World Health Organization, 2009. Buku Saku: Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah
Sakit. WHO Indonesia : Jakarta