Anda di halaman 1dari 49

MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN DIARE DAN TYPOID FEVER

MATA KULIAH : KEPERAWATAN ANAK I


Dosen Pengampu :
1. Kili Astarani, S.Kep., Ns., M.Kep
2. Maria Anita Yusiana, S.Kep., Ns., M.Kes
3. Putu Indraswari Aryanti, S.Kep., Ns., M.Kep

Disusun Oleh:

Juliansya Britney E.S (01.2.19.00694)

Maria Susure (01.2.19.00696)

Militio Christiantoro (01.2.19.00697)

Yunita Kristiani (01.2.19.00710)

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN RS BAPTIS KEDIRI

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN

TAHUN AKADEMIK 2020/2021


KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa
karena berkat rahmatNya dan karuniaNya, sehingga kami dapat menyusun
makalah pada mata kuliah Keperawatan Anak I dengan baik dan tepat pada
waktunya.
Makalah ini dibuat dari berbagai informasi di internet dan buku
literatur yang ada serta beberapa bantuan dari pihak lain untuk membantu
menyelesaikan makalah ini. Terwujudnya tugas ini, tidak terlepas dari bantuan
dari berbagai pihak, oleh karena itu kami selaku kelompok mengucapkan
terima kasih kepada:
1. Ibu Kili Astarani, S.Kep., Ns., M.Kep, Ibu Maria Anita Yusiana, S.Kep.,
Ns., M.Kes, dan Ibu Putu Indraswari Aryanti, S.kep., Ns., M.kep selaku
dosen pengampu pada mata kuliah Keperawatan Anak I yang telah
memberikan ilmu dan wawasan dalam menyusun tugas ini.
2. Semua sumber-sumber yang telah membantu kami dalam menyelesaikah
makalah ini.
Kami menyadari bahwa masih ada banyak kekurangan yang mendasar
pada makalah ini. Oleh karena itu, kami mengundang pembaca untuk
memberikan saran serta kritik yang dapat membangun kami. Kritik dari
pembaca sangat kami harapkan untuk menyempurnakan makalah kami
selanjutnya.
Akhir kata, semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi
semua pihak baik itu penulis dan pembacanya.

Kediri, 1 April 2021

Penyusun

2
DAFTAR ISI

COVER.......................................................................................................
KATA PENGANTAR................................................................................ i
DAFTAR ISI............................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................... 1
1.1 Latar Belakang Masalah........................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah.................................................................................. 2
1.3 Tujuan Masalah...................................................................................... 2
1.4 Manfaat Masalah.................................................................................... 3
BAB II PEMBAHASAN........................................................................... 4
2.1 Konsep Diare ......................................................................................... 4
2.1.1 Definisi........................................................................................... 4
2.1.2 Klasifikasi ...................................................................................... 4
2.1.3 Etiologi........................................................................................... 5
2.1.4 Patofisiologi .................................................................................. 7
2.1.5 Manifestasi Klinis ......................................................................... 10
2.1.6 Pemeriksaan Penunjang ................................................................. 11
2.1.7 Penatalaksanaan............................................................................. 12
2.1.8 Asuhan Keperawatan Anak dengan Diare .................................... 15
2.2 Konsep Typoid Fever ............................................................................ 30
2.2.1 Definisi .......................................................................................... 30
2.2.2 Klasifikasi ...................................................................................... 30
2.2.3 Etiologi .......................................................................................... 30
2.2.4 Manifestasi Klinis ......................................................................... 31
2.2.5 Patofisiologi .................................................................................. 32
2.2.6 Komplikasi .................................................................................... 33
2.2.7 Pemeriksaan Penunjang ................................................................. 34
2.2.8 Asuhan Keperawatan Anak dengan Typoid Fever ........................ 35
Bab III Penutup ......................................................................................... 43
3.1 Kesimpulan ........................................................................................... 43
3.2 Saran ...................................................................................................... 43
Daftar Pustaka ........................................................................................... 44

3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Penyakit diare masih sering menimbulkan KLB (Kejadian Luar Biasa)
dengan penderita yang banyak dalam waktu yang singkat. Sampai saat ini
penyakit diare atau juga sering disebut gastroenteritis, masih merupakan
masalah kesehatan utama setiap orang di negara-negara berkembang
termasuk masyarakat di Indonesia, karena kurangnya pemahaman dan
penyuluhan tentang penyebab diare. Melihat kondisi negara Indonesia
yang sebagian besar penduduknya masih hidup di bawah garis kemiskinan,
penyakit diare masih menjadi penyakit yang sering menyerang masyarakat
Indonesia. Hal ini dikarenakan masyarakat kita yang masih belum
menyadari akan pentingnya sarana air bersih (Nursalam, 2005). Menurut
data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) (2012) setiap tahunnya lebih
dari satu milyar kasus gastroenteritis. Angka kesakitan diare pada tahun
2011 yaitu 411 penderita per 1000 penduduk. Diperkirakan 82% kematian
akibat gastroenteritis rotavirus terjadi pada negara berkembang, terutama
di Asia dan Afrika, dimana akses kesehatan dan status gizi masih menjadi
masalah. Sedangkan data profil kesehatan Indonesia menyebutkan tahun
2012 jumlah kasus diare yang ditemukan sekitar 213.435 penderita dengan
jumlah kematian 1.289, dan sebagian besar (70-80%) terjadi pada anak-
anak di bawah 5 tahun.
Typhoid merupakan penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan
oleh salmonella typhi, salmonella paratyphi A, salmonella paratyphi B,
salmonella typhi C. Penyakit ini mempunyai tanda – tanda khas berupa
perjalanan yang cepat yang berlangsung kurang lebih 3 minggu disertai
gejala demam, nyeri perut, dan erupsi kulit. Penyakit ini termasuk dalam
penyakit daerah tropis dan penyakit ini sangat sering di jumpai di Asia
termasuk di Indonesia. ( Widodo Djoko, 2009 ) Dewasa ini,
perkembangan ilmu dan teknologi kedokteran telah banyak
menyelamatkan nyawa manusia. Penyakit – penyakit yang selama ini tidak

1
terdiagnosis dan terobati, sekarang sudah banyak teratasi. Tetapi untuk
memperbaiki taraf kesehatan secara global tidak dapat mengendalkan
hanya pada tindakan kuratif, karena penyakit yang memerlukan biaya
mahal itu sebagian besar dapat dicegah dengan pola hidup sehat dan
menjauhi pola hidup beresiko. Artinya para pengambil kebijakan harus
mempertimbangkan untuk mengalokasi dana kesehatan yang lebih
menekankan pada segi preventif dari pada kuratif (Muttaqin Arif, 2011).
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan diare?
2. Apa saja klasifikasi dari diare?
3. Apa saja etiologi dari diare?
4. Bagaimana patofisiologi dari diare?
5. Apa saja manifestasi klinis dari diare?
6. Apa saja pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan?
7. Bagaimana penatalaksanaan dari diare?
8. Bagaimana asuhan keperawatan anak dengan diare?
9. Apa yang dimaksud dengan demam typoid/typoid fever?
10. Apa saja klasifikasi dari demam typoid?
11. Apa saja etiologi dari demam typoid?
12. Apa saja manifestasi klinis dari demam typoid?
13. Bagaimana patofisiologi dari demam typoid?
14. Apa saja komplikasi dari demam typoid?
15. Apa saja pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan?
16. Bagaimana asuhan keperawatan anak dengan diare?
1.3 Tujuan Masalah
1. Mengetahui apa yang dimaksud dengan diare
2. Mengetahui apa saja klasifikasi dari diare
3. Mengetahui apa saja etiologi dari diare
4. Mengetahui bagaimana patofisiologi dari diare
5. Mengetahui apa saja manifestasi klinis dari diare
6. Mengetahui apa saja pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan
7. Mengetahui bagaimana penatalaksanaan dari diare

2
8. Mengetahui bagaimana asuhan keperawatan anak dengan diare
9. Mengetahui apa yang dimaksud dengan demam typoid/typoid fever
10. Mengetahui apa saja klasifikasi dari demam typoid
11. Mengetahui apa saja etiologi dari demam typoid
12. Mengetahui apa saja manifestasi klinis dari demam typoid
13. Mengetahui bagaimana patofisiologi dari demam typoid
14. Mengetahui apa saja komplikasi dari demam typoid
15. Mengetahui apa saja pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan
16. Mengetahui bagaimana asuhan keperawatan anak dengan diare
1.4 Manfaat
Makalah ini diharapkan dapat memberi wawasan atau pengetahuan
tentang Asuhan Keperawatan dengan Kasus Diare dan Typoid Fever bagi
penyusun dan pembaca. Sehingga pembaca dapat memiliki pengetahuan
yang cukup tentang Asuhan Keperawatan dengan Kasus Diare dan Typoid
Fever.

3
3
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Konsep Diare


2.1.1 Definisi Diare
Diare adalah kondisi dimana seseorang buang air besar dengan
konsistensi lembek atau cair, bahkan dapat berupa air saja dan
frekuensinya lebih sering ( biasanya tiga kali atau lebih) dalam satu
hari (DEPKES 2011).
Menurut WHO diare adalah suatu penyekit yang ditandai dengan
perubahan bentuk dan konsistensi tinja yang lembek sampai mencair
dan bertambahnya frekuensi buang air besar yang lenih dari biasanya,
3 kali sehari atau lebih mungkin dapat disertai mual muntah atau tinja
yang berdarah (Simatupang 2004).
Jadi dapat diartikan suatu kondisi, buang air besar yang tidak
normal yaitu lebih dari tiga kali sehari dengan konsistensi tinja yang
encer dapat disertai atau tampak disertai darah atau lender sebagai
akibat dari terjadinya proses inflamasi pada lambung atau usus.

2.1.2 Klasifikasi
Jenis diare ada dua, yaitu Diare akut, Diare persisten atau Diare
kronik. Diare akut adalah diare yang berlangsung kurang dari 14 hari,
sementara Diare persisten atau diare kronis adalah diare yang
berlangsung lebih dari 14 hari ( muhammad jufri et al,2012).
1. Diare akut adalah buang air besar pada bayi atau anak lebih dari 3
kali perhari, disertai perubahan konsistensi tinja menjadi cair
dengan atau tanpa lendir dan darah yang berlangsung kurang dari
satu minggu.
2. Diare kronik adalah yang berlangsung lebih dari 14 hari dengan
etiologi non-infeksi.
3. Diare persisten adalah yang berlangsung lebih dari 14 hari dengan
etiologi infeksi

4
2.1.3 Etiologi
Ngastiyah (2014), mengatakan diare dapat disebabkan oleh
berbagaiinfeksi, selain penyebab lain seperti malabsorbsi. Diare
sebenarnyamerupakan salah satu gejala dari penyakit pada sistem
gastrointestinalatau penyakit lain di luar saluran pencernaan. Tetapi
sekarang lebihdikenal dengan “penyakit diare”, karena dengan sebutan
penyakit diareakan mempercepat tindakan penanggulangannya.
Penyakit diareterutama pada bayi perlu mendapatkan tindakan
secepatnya karenadapat membawa bencana bisa terlambat.
Faktor penyebab diare, antara lain :
1. Faktor Infeksi
a) Infeksi enteral; infeksi saluran pencernaan makanan
yangmerupakan penyebab utama diare pada anak. Meliputi
infeksienteral sebagai berikut :
- Infeksi bakteri : Vibrio, E.Coli, Salmonella,
Shigella,Campylobacter,Yersinia, Aeromonas, dan
sebagainya.
- Infeksi virus: Enterovirus (virus ECHO,
Coxsackie,Poliomyelitis) Adeno-virus, Rotavirus,
Astrovirus, dan lainlain.
- Infeksi parasit: cacing (Ascaris, Trichuris,
Oxyuris,Strongyloides); protozoa (Entamoeba histolytica,
Giardialamblia, Trichomonas hominis); jamur (Candida
albicans)
b) Infeksi parenteral ialah infeksi di luar alat pencernaan makanan
seperti: otitis media akut (OMA) tonsilitis/ tonsilofaringitis,
bronkopneumonia, ensefalitis, dan sebagainya. Keadaan ini
terutama terdapat pada bayi dan anak berumur di bawah 2
tahun.
2. Faktor malabsorbsi
a) Malabsorbsi karbohidrat: disakarida (intoleransi laktosa,
maltosa dan sukrosa); monosakarida (intoleransi glukosa,

5
fruktosa, dan galaktosa). Pada bayi dan anak yang terpenting
dan tersering (intoleransi laktosa).
b) Malabsorbsi lemak.
c) Malabsorbsi protein.
3. Faktor makanan, makanan basi, beracun, alergi terhadap makanan.
4. Faktor psikologis, rasa takut dan cemas (jarang, tetapi dapat terjadi
pada anak yang lebih besar).

Selain kuman, ada beberapa perilaku yang dapat meningkatan


resiko terjadinya diare, yaitu :
1. Tidak memberikan ASI secara penuh untuk 4-6 bulan pertama dari
kehidupan.
2. Menggunakan botol susu.
3. Menyimpan makanan masak pada suhu kamar.
4. Air minum tercemar dengan bakteri tinja.
5. Tidak mencuci tangan sesudah buang air besar, sesudah membuang
tinja, atau sebelum menjamaah makanan

Menurut Wong (2008), penyebab infeksius dari diare akut yaitu :


1. Agens virus
a. Rotavirus, masa inkubasi 1-3 hari. Anak akan mengalami
demam (38ºC atau lebih tinggi), nausea atau vomitus, nyeri
abdomen, disertai infeksi saluran pernapasan atas dan diare
dapat berlangsung lebih dari 1 minggu. Biasanya terjadi pada
bayi usia 6-12 bulan, sedangkan pada anak terjadi di usia lebih
dari 3 tahun.
b. Mikroorganisme, masa inkubasi 1-3 hari. Anak akan demam,
nafsu makan terganggu, malaise. Sumber infeksi bisa
didapatdari air minum, air di tempat rekreasi (air kolam
renang, dll), makanan. Dapat menjangkit segala usia dan dapat
sembuh sendiri dalam waktu 2-3 hari.
2. Agens bakteri

6
a. Escherichia coli, masa inkubasinya bervariasi bergantung pada
strainnya. Biasanya anak akan mengalami distensi abdomen,
demam, vomitus, BAB berupa cairan berwarna hijau dengan
darah atau mukus bersifat menyembur. Dapat ditularkan antar
individu, disebabkan karena daging yang kurang matang,
pemberian ASI tidak eksklusif.
b. Kelompok salmonella (nontifoid), masa inkubasi 6-72 jam
untuk gastroenteritis. Gejalanya bervariasi, anak bisa
mengalami nausea atau vomitus, nyeri abdomen, demam, BAB
kadang berdarah dan ada lendir, peristaltik hiperaktif, nyeri
tekan ringan pada abdomen, sakit kepala, kejang. Dapat
disebabkan oleh makanan dan minuman yang sudah
terkontaminasi oleh binatang seperti kucing, burung, dan
lainnya.
3. Keracunan makanan
a. Staphylococcus, masa inkubasi 4-6 jam. Dapat menyebabkan
kram yang hebat pada abdomen, syok. Disebabkan oleh
makanan yang kurang matang atau makanan yang disimpan
dilemari es seperti puding, mayones, makanan yang berlapis
krim.
b. Clostridium perfringens, masa inkubasi 8-24 jam. Dimana
anak akan mengalami nyeri epigastrium yang bersifat kram
dengan intensitas yang sedang hingga berat. Penularan bisa
lewat produk makanan komersial yang paling sering adalah
daging dan unggas.
c. Clostridium botulinum, masa inkubasi 12-26 jam. Anak akan
mengalami nausea, vomitus, mulut kering, dan disfagia.
Ditularkan lewat makanan yang terkntaminasi. Intensitasnya
bervariasi mulai dari gejala ringan hingga yang
dapatmenimbulkan kematian dengan cepat dalam waktu
beberapa jam.

2.1.4 Patofisiologi

7
Hidayat (2008), mengatakan proses terjadinya diare dapat disebabkan
oleh berbagai kemungkinan faktor diantaranya :
1. Faktor infeksi
a. Virus
Penyebab tersering diare pada anak adalah disebabkan
infeksi rotavirus. Setelah terpapar dengan agen tertentu, virus
akan masuk ke dalam tubuh bersama dengan makanan dan
minuman yang masuk ke dalam saluran pencernaan yang
kemudian melekat pada sel-sel mukosa usus, akibatnya sel
mukosa usus menjadi rusak yang dapat menurunkan daerah
permukaan usus. Sel-sel mukosa yang rusak akan digantikan
oleh sel enterosit baru yang berbentuk kuboid atau sel epitel
gepeng yang belum matang sehingga fungsi sel-sel ini masih
belum bagus. Hal ini menyebabkan vili-vili usus halus
mengalami atrofi dan tidak dapat menyerap cairan dan
makanan dengan baik.Selanjutnya, terjadi perubahan
kapasitas usus yang akhirnya mengakibatkan gangguan
fungsi usus dalam absorpsi cairan dan elektrolit. Atau juga
dikatakan adanya toksin bakteri atau virus akan menyebabkan
sistem transpor aktif dalam usus sehingga sel mukosa
mengalami iritasi yang kemudian sekresi cairan dan elektrolit
akan meningkat.
b. Bakteri
Bakteri pada keadaan tertentu menjadi invasif dan
menyerbu ke dalam mukosa, terjadi perbanyakan diri sambil
membentuk toksin.Enterotoksin ini dapat diresorpsi ke dalam
darah dan menimbulkan gejala hebat seperti demam tinggi,
nyeri kepala, dan kejang-kejang.Selain itu, mukosa usus yang
telah dirusak mengakibatkan mencret berdarah
berlendir.Penyebab utama pembentukan enterotoksin ialah
bakteri Shigella sp, E.coli.diare ini bersifat self-limiting
dalam waktu kurang lebih limahari tanpa pengobatan, setelah

8
sel-sel yang rusak diganti dengan sel-sel mukosa yang baru
(Wijoyo, 2013).
2. Faktor malabsorpsi
a. Gangguan osmotik
Cairan dan makanan yang tidak dapat diserap akan
terkumpul di usus halus dan akan meningkatkan tekanan
osmotik usus Akibatnya akan menyebabkan tekanan osmotik
dalam rongga usus meningkat. Gangguan osmotik meningkat
menyebabkan terjadinya pergeseran air dan elektrolit ke
dalam rongga usus. Hal ini menyebabkan banyak cairan
ditarik ke dalam lumen usus dan akan menyebabkan
terjadinya hiperperistaltik usus. Cairan dan makanan yang
tidak diserap tadi akan didorong keluar melalui anus dan
terjadilah diare (Nursalam, 2008).
b. Gangguan sekresi
Akibat rangsangan tertentu (misalnya toksin) pada
dinding usus akan terjadi peningkatan sekresi, air dan
elektrolit ke dalam rongga usus dan selanjutnya timbul diare
karena terdapat peningkatan isi rongga usus (Nursalam,
2008).
c. Gangguan motilitas usus
Hiperperistaltik akan mengakibatkan berkurangnya
kesempatan usus untuk menyerap makanan sehingga timbul
diare. Sebaliknya bisa peristaltik usus menurun akan
mengakibatkan bakteri tumbuh berlebihan, selanjutnya
timbul diare pula. Akibat dari diare yaitu kehilangan air dan
elektrolit yang dapat menyebabkan cairan ekstraseluler secara
tiba-tiba cepat hilang, terjadi ketidakseimbangan elektrolit
yang mengakibatkan syok hipovolemik dan berakhir pada
kematian jika tidak segera diobati (Nursalam, 2008).
3. Faktor makanan, ini dapat terjadi apabila toksin yang ada tidak
mampu diserap dengan baik. Sehingga terjadi peningkatan

9
peristaltik usus yang mengakibatkan penurunan kesempatan untuk
menyerap makanan yang kemudian menyebabkan diare (Hidayat,
2008). Diare akut berulang dapat menjurus ke malnutrisi energi
protein, yang mengakibatkan usus halus mengalami
perubahanyang disebabkan oleh PEM tersebut menjurus ke
defisiensi enzim yang menyebabkan absorpsi yang tidak adekuat
dan terjadilah diare berulang yang kronik. Anak dengan PEM
terjadi perubahan respons imun, menyebabkan reaksi
hipersensitivitas kulit terlambat, berkurangnya jumlah limfosit
dan jumlah sel T yang beredar. Setelah mengalami gastroenteritis
yang berat anak mengalami malabsorpsi. Malabsorpsi juga
terdapat pada anak yang mengalami malnutrisi, keadaan
malnutrisi menyebabkan atrofi mukosa usus, faktor infeksi silang
usus yang berulang menyebabkan malabsorpsi, enteropati dengan
kehilangan protein. Enteropati ini menyebabkan hilangnya
albumin dan imunogobulin yang mengakibatkan kwashiorkor dan
infeksi jalan nafas yang berat (Suharyono, 2008).
4. Faktor psikologis, faktor ini dapat mempengaruhi terjadinya
peningkatan peristaltik usus yang akhirnya mempengaruhi proses
penyerapan makanan yang dapat menyebabkan diare. Proses
penyerapan terganggu (Hidayat, 2008)

2.1.5 Manifestasi Klinis


1. Menurut lamanya diare :
a. Diare akut:
 Akan hilang dalam waktu 72 jam dari onset.
 Onset yang tak terduga dari BAB encer,rasa tidak
enak,gas-gas dalam perut.
 Nyeri pada kuadran kanan bawah di sertai kram dan
bunyi pada perut.
 Demam.
b. Diare kronik :
 Penurunan BB dan nafsu makan.

10
 Demam indikasi terjadi infeksi.
 Dehidrasi tanda-tandanya hipotensi takikardia, denyut
lemah
2. Menurut dehidrasi :
a. Pada anak yang mengalami diare tanpa dehidrasi (kekurangan
cairan), tanda-tandanya :
 Berak cair 1-2 x sehari.
 Nafsu makan berkurang.
 Masih ada keinginan untuk bermain.
b. Pada anak yang mengalami diare dengan dehidrasi ringan
atau sedang, tanda-tandanya :
 Berak cair 4-9 x sehari.
 Kadang muntah 1-2 kali sehari.
 Suhu tubuh kadang meningkat.
 Haus.
 Tidak nafsu makan.
 Badan lesu lemas
c. Pada anak yang mengalami diare dengan dehidrasi
berat,tanda-tandanya :
 Berak cari terus menerus.
 Muntah terus menerus.
 Haus mata cekung.
 Bibir kering dan biru.
 Tangan dan kaki dingin.
 Sangat lemas tidak nafsu makan.
 Tidak ada keinginan untuk bermain.
 Tidak BAK selama 6 jam.
 Kadang dengan kejang tau panas tinggi. (Titik Lestari,
2016)

2.1.6 Pemeriksaan Penunjang

11
Menurut Nuraarif & Kusuma (2015) pemeriksaan penunjang pada
diagnos medis diare adalah :
1. Pemeriksaan tinja meliputi pemeriksaan makroskopis dan
mikroskopis, Ph dan kadar gula dalam tinja, dan resistensi feses
(colok dubur).
2. Analisa gas darah apabila didapatkan tanda-tanda gangguan
keseimbangan asam basa.
3. Pemeriksaan kadar ureum dan kreatinin untuk mengetahui faal
ginjal.
4. Pemeriksaan elektrolit terutama kadar Na, K, kalsium dan Prosfat
2.1.7 Penatalaksanaan
Menurut Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit Dan
Penyehatan Lingkungan (2011) program lima langkah tuntaskan diare
yaitu:
1. Rehidrasi menggunakan Oralit osmolalitas rendah.
Oralit merupakan campuran garam elektrolit, seperti natrium
klorida (NaCl), kalium klorida (KCl), dan trisodium sitrat hidrat,
serta glukosa anhidrat.Oralit diberikan untuk mengganti cairan
dan elektrolit dalam tubuh yang terbuang saat diare. Walaupun air
sangat penting untuk mencegah dehidrasi, air minum tidak
mengandung garam elektrolit yang diperlukan untuk
mempertahankan keseimbangan elektrolit dalam tubuh Tanpa
dehidrasi - Tidak terdapat cukup tanda untuk diklasifikasikan
sebagai dehidrasi ringan atau berat - Beri cairan dan makanan
untuk menangani diare di rumah - Nasehati ibu kapan kembali
segera - Kunjungan ulang dalam waktu 5 hari jika tidak membaik
sehingga lebih diutamakan oralit. Campuran glukosa dan garam
yang terkandung dalam oralit dapat diserap dengan baik oleh usus
penderita diare.
Sejak tahun 2004, WHO/UNICEF merekomendasikan Oralit
dengan osmolaritas rendah. Berdasarkan penelitian dengan Oralit
osmolaritas rendah diberikan kepada penderita diare akan:

12
a. Mengurangi volume tinja hingga 25% b
b. Mengurangi mual muntah hingga 30% c
c. Mengurangi secara bermakna pemberian cairan melalui
intravena sampai 33%

Aturan pemberian oralit menurut banyaknya cairan yang


hilang, derajat dehidrasi dapat dibagi berdasarkan :

a. Tidak ada dehidrasi, bila terjadi penurunan berat badan 2,5%


Umur < 1 tahun : ¼ - ½ gelas setiap kali anak mencret
Umur 1 – 4 tahun : ½ - 1 gelas setiap kali anak mencret
Umur diatas 5 Tahun : 1 – 1½ gelas setiap kali anak mencret
b. Dehidrasi ringan bia terjadi penurunan berat badan 2,5%-5%
Dosis oralit yang diberikan dalam 3 jam pertama 75 ml/ kgbb
dan selanjutnya diteruskan dengan pemberian oralit seperti
diare tanpa dehidrasi.
c. Dehidrasi berat bila terjadi penurunan berat badan 5-10%
Penderita diare yang tidak dapat minum harus segera dirujuk
ke Puskesmas. Untuk anak dibawah umur 2 tahun cairan
harus diberikan dengan sendok dengan cara 1 sendok setiap 1
sampai 2 menit. Pemberian dengan botol tidak boleh
dilakukan.Anak yang lebih besar dapat minum langsung dari
gelas.Bila terjadi muntah hentikan dulu selama 10 menit
kemudian mulai lagi perlahan-lahan misalnya 1 sendok setiap
2-3 menit.Pemberian cairan ini dilanjutkan sampai dengan
diare berhenti.
2. Zinc diberikan selama 10 hari berturut-turut
Zinc merupakan salah satu zat gizi mikro yang penting untuk
kesehatan dan pertumbuhan anak. Zinc yang ada dalam tubuh
akan menurun dalam jumlah besar ketika anak mengalami diare.
Untuk menggantikan zinc yang hilang selama diare, anak dapat
diberikan zinc yang akan membantu penyembuhan diare serta
menjaga agar anak tetap sehat. Zinc merupakan salah satu zat gizi

13
mikro yang penting untuk kesehatan dan pertumbuhan anak. Zinc
yang ada dalam tubuh akan menurun dalam jumlah besar ketika
anak mengalami diare. Untuk menggantikan zinc yang hilang
selama diare, anak dapat diberikan zinc yang akan membantu
penyembuhan diare serta menjaga agar anak tetap sehat.
Obat Zinc merupakan tablet dispersible yang larut dalam
waktu sekitar 30 detik. Zinc diberikan selama 10 hari berturut-
turut dengan dosis sebagai berikut:
a. Balita umur < 6 bulan: 1/2 tablet (10 mg)/ hari
b. Balita umur ≥ 6 bulan: 1 tablet (20 mg)/ hari
3. Pemberian Makan
Memberikan makanan selama diare kepada balita (usia 6
bulan ke atas) penderita diare akan membantu anak tetap kuat dan
tumbuh serta mencegah berkurangnya berat badan. Sering sekali
balita yang terkena diare jika tidak diberikan asupan makanan
yang sesuai umur dan bergizi akan menyebabkan anak kurang
gizi. Bila anak kurang gizi akan meningkatkan risiko anak terkena
diare kembali. Oleh karena perlu diperhatikan:
a. Bagi ibu yang menyusui bayinya, dukung ibu agar tetap
menyusui bahkan meningkatkan pemberian ASI selama diare
dan selama masa penyembuhan (bayi 0 – 24 bulan atau
lebih).
b. Dukung ibu untuk memberikan ASI eksklusif kepada bayi
berusia 0- 6 bulan, jika bayinya sudah diberikan makanan
lain atau susu formula berikan konseling kepada ibu agar
kembali menyusui eksklusif. Dengan menyusu lebih sering
maka produksi ASI akan meningkat dan diberikan kepada
bayi untuk mempercepat kesembuhan karena ASI memiliki
antibodi yang penting untuk meningkatkan kekebalan tubuh
bayi.
c. Anak berusia 6 bulan ke atas, tingkatkan pemberian makan.
Makanan Pendamping ASI (MP ASI) sesuai umur pada bayi

14
6 – 24 bulan dan sejak balita berusia 1 tahun sudah dapat
diberikan makanan keluarga secara bertahap.
d. Setelah diare berhenti pemberian makanan ekstra diteruskan
selama 2 minggu untuk membantu pemulihan berat badan
anak.
4. Antibiotik Selektif
Antibiotik hanya diberikan jika ada indikasi, seperti diare
berdarah atau diare karena kolera, atau diare dengan disertai
penyakit lain. Efek samping dari penggunaan antibiotik yang
tidak rasional adalah timbulnya gangguan fungsi ginjal, hati dan
diare yang disebabkan oleh antibiotik.
5. Nasihat kepada orang tua/pengasuh
Berikan nasihat dan cek pemahaman ibu/pengasuh tentang
cara pemberian Oralit, Zinc, ASI/makanan dan tanda-tanda untuk
segera membawa anaknya ke petugas kesehatan jika anak:
a. Buang air besar cair lebih sering
b. Muntah berulang-ulang
c. Mengalami rasa haus yang nyata
d. Makan atau minum sedikit
e. Demam
f. Tinjanya berdarah
g. Tidak membaik dalam 3 hari
2.1.8 Konsep Asuhan Keperawatan
Dalam proses keperawatan, asuhan keperawatan dibagi menjadi 5
tahap yaitu:
1. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian keperawatan adalah tahap awal dari proses
keperawatan dan merupakan suatu proses yang sistematis dalam
pengumpulan data dari berbagai sumber data untuk mengevaluasi
dan mengidentifikasi status kesehatan klien.
Pengkajian keperawatan merupakan dasar pemikiran dalam
memberikan asuhan keperawatan sesuai dengan kebutuhan klien.

15
Pengkajian yang lengkap, dan sistematis sesuai dengan fakta atau
kondisi yang ada pada klien sangat penting untuk merumuskan
suatu diagnosa keperawatan dan dalam memberikan asuhan
keperawatan sesuai dengan respon individu ( Olfah& Ghofur,
2016 ).
a. Anamnesis: pengkajian mengenai nama lengkap, jenis
kelamin, tanggal lahir, umur, tempat lahir, asal suku bangsa,
nama orang tua, pekerjaan orang tua, dan penghasilan.
1) Keluhan utama
Biasanya pasien mengalamin buang air besar (BAB)
lebih dari 3 kali sehari, BAB < 4 kali dan cair (diare
tanpa dehidrasi), BAB 4-10 kali dan cair (dehidrasi
ringan/ sedang), atau BAB > 10 kali (dehidrasi berat).
Apabila diare berlangsung.
2) Riwayat kesehatan
Biasanya pasien mengalami:
- Bayi atau anak menjadi cengeng, gelisah, suhu
badan mungkin meningkat, nafsu makan berkurang
atau tidak ada, dan kemungkinan timbul diare.
- Tinja makin cair, mungkin disertai lendir atau lendir
dan darah. Warna tinja berubah menjadi kehijauan
karena bercampur empedu.
- Anus dan daerah sekitarnya timbul lecet karena
sering defekasi dan sifatnya makin lama makin
asam.
- Gejala muntah dapat terjadi sebelum atau sesudah
diare.
- Apabila pasien telah banyak kehilangan cairan dan
eletrolit, maka gejala dehidrasi mulai tampak.
- Diuresis: terjadi oliguri (kurang 1 ml/kg/BB/jam)
bila terjadi dehidrasi. Urine normal pada diare tanpa
dehidrasi.Urine sedikit gelap pada dehidrasi ringan

16
atau sedang.Tidak ada urine dalam waktu 6 jam
(dehidrasi berat) (Nursalam, 2008).
3) Riwayat kesehatan dahulu
- Kemungkinan anak tidak dapat imunisasi campak
Diare lebih sering terjadi pada anak-anak dengan
campak atau yang baru menderita campak dalam 4
minggu terakhir, sebagai akibat dari penuruan
kekebalan tubuh pada pasien. Selain imunisasi
campak, anak juga harus mendapat imunisasi dasar
lainnya seperti imunisasi BCG, imunisasi DPT, serta
imunisasi polio
- Adanya riwayat alergi terhadap makanan atau obat-
obatan (antibiotik), makan makanan basi, karena
faktor ini merupakan salah satu kemungkinan
penyebab diare.
- Riwayat air minum yang tercemar dengan bakteri
tinja, menggunakan botol susu, tidak mencuci
tangan setelah buang air besar, dan tidak mencuci
tangan saat menjamah makanan.
- Riwayat penyakit yang sering terjadi pada anak
berusia dibawah 2 tahun biasanya adalah batuk,
panas, pilek, dan kejang yang terjadi sebelumnya,
selama, atau setelah diare. Informasi ini diperlukan
untuk melihat tanda dan gejala infeksi lain yang
menyebabkan diare seperti OMA, tonsilitis,
faringitis, bronkopneumonia, dan ensefalitis
(Nursalam, 2008).
4) Riwayat kesehatan keluarga
Adanya anggota keluarga yang menderita diare
sebelumnya, yang dapat menular ke anggota keluarga
lainnya.Dan juga makanan yang tidak dijamin
kebersihannya yang disajikan kepada anak. Riwayat

17
keluarga melakukan perjalanan ke daerah tropis
(Nursalam, 2008; Wong, 2008).
5) Riwayat nutrisi
Riwayat pemberian makanan sebelum mengalami
diare, meliputi:
- Pemberian ASI penuh pada anak umur 4-6 bulan
sangat mengurangi resiko diare dan infeksi yang
serius.
- Pemberian susu formula. Apakah dibuat
menggunakan air masak dan diberikan dengan botol
atau dot, karena botol yang tidak bersih akan mudah
menimbulkan pencemaran.
- Perasaan haus. Anak yang diare tanpa dehidrasi
tidak merasa haus (minum biasa).Pada dehidrasi
ringan atau sedang anak merasa haus ingin minum
banyak.Sedangkan pada dehidrasi berat, anak malas
minum atau tidak bisa minum (Nursalam, 2008).
b. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum
- Diare tanpa dehidrasi: baik, sadar
- Diare dehidrasi ringan atau sedang: gelisah, rewel
- Diare dehidrasi berat: lesu, lunglai, atau tidak sadar
2) Berat badan
Menurut S. Partono dalam Nursalam (2008), anak yang
mengalami diare dengan dehidrasi biasanya mengalami
penurunan berat badan, sebagai berikut:

Kehilangan berat badan

Tingkat dehidrasi Bayi Anak

Dehidrasi ringan 5% (50ml/kg) 3%(30


ml/kg)

18
Dehidrasi sedang 5-10%(50-100 6%(60
ml/kg) ml/kg)

Dehidrasi berat 10-15%(100-150 9%(90


ml/kg) ml/kg)

3) Pemeriksaan fisik
- Kepala
Kepala Anak berusia di bawah 2 tahun yang
mengalami dehidrasi, ubun-ubunnya biasanya
cekung
- Mata
Anak yang mengalami diare tanpa dehidrasi, bentuk
kelopak matanya normal.Apabila mengalami
dehidrasi ringan atau sedang kelopak matanya
cekung (cowong).Sedangkan apabila mengalami
dehidrasi berat, kelopak matanya sangat cekung.
- Hidung
Biasanya tidak ada kelainan dan gangguan pada
hidung, tidak sianosis, tidak ada pernapasan cuping
hidung.
- Telinga
Biasanya tidak ada kelainan pada telinga.
- Mulut dan Lidah
 Diare tanpa dehidrasi: Mulut dan lidah basah
 Diare dehidrasi ringan: Mulut dan lidah kering
 Diare dehidrasi berat: Mulut dan lidah sangat
kering
- Leher
Tidak ada pembengkakan pada kelenjar getah
bening, tidak ada kelainan pada kelenjar tyroid.
- Thorak

19
 Jantung
Inspeksi : Pada anak biasanya iktus kordis
tampak terlihat.
Auskultasi : Pada diare tanpa dehidrasi denyut
jantung normal, diare dehidrasi ringan atau
sedang denyut jantung pasien normal hingga
meningkat, diare dengan dehidrasi berat
biasanya pasien mengalami takikardi dan
bradikardi.
- Paru-paru
 Inspeksi
Diare tanpa dehidrasi biasanya pernapasan
normal, diare dehidrasi ringan pernapasan
normal hingga melemah, diare dengan dehidrasi
berat pernapasannya dalam.
- Abdomen
 Inspeksi
Anak akan mengalami distensi abdomen, dan
kram.
 Palpasi
Turgor kulit pada pasien diare tanpa dehidrasi
baik, pada pasien diare dehidrasi ringan kembali
< 2 detik, pada pasien dehidrasi berat kembali >
2 detik.
 Auskultasi
Biasanya anak yang mengalami diare bising
ususnya meningkat
- Ektremitas
Anak dengan diare tanpa dehidrasi Capillary refill
(CRT) normal, akral teraba hangat. Anak dengan
diare dehidrasi ringan CRT kembali < 2 detik, akral

20
dingin. Pada anak dehidrasi berat CRT kembali > 2
detik, akral teraba dingin, sianosis.
- Genitalia
Anak dengan diare akan sering BAB maka hal yang
perlu di lakukan pemeriksaan yaitu apakah ada
iritasi pada anus.
c. Pemeriksaan diagnostik
1) Pemeriksaan laboratrium
- Pemeriksaan AGD, elektrolit, kalium, kadar natrium
serum Biasanya penderita diare natrium plasma >
150 mmol/L, kalium > 5 mEq/L
- Pemeriksaan urin Diperiksa berat jenis dan
albuminurin. Eletrolit urin yang diperiksa adalah
Na+ K+ dan Cl. Asetonuri menunjukkan adanya
ketosis (Suharyono, 2008).
- Pemeriksaan tinja Biasanya tinja pasien diare ini
mengandung sejumlah ion natrium, klorida, dan
bikarbonat.
- Pemeriksaan pH, leukosit, glukosa Biasanya pada
pemeriksaan ini terjadi peningkatan kadar protein
leukosit dalam feses atau darah makroskopik
(Longo, 2013). pH menurun disebabkan akumulasi
asama atau kehilangan basa (Suharyono, 2008).
- Pemeriksaan biakan empedu bila demam tinggi dan
dicurigai infeksi sistemik ( Betz, 2009
2) Pemeriksaan Penunjang
- Endoskopi
Endoskopi gastrointestinal bagian atas dan biopsi
D2, jika dicurigai mengalami penyakit seliak atau
Giardia. Dilakukan jika pasien mengalami mual dan
muntah.

21
 Sigmoidoskopi lentur, jika diare berhubungan
dengan perdarahan segar melalui rektum.
 Kolonoskopi dan ileoskopi dengan biopsi, untuk
semua pasien jika pada pemeriksaan feses dan
darah hasilnya normal, yang bertujuan untuk
menyingkirkan kanker.
- Radiologi
 CT kolonografi, jika pasien tidak bisa atau tidak
cocok menjalani kolonoskopi
 Ultrasonografi abdomen atau CT scan, jika di
curigai mengalami penyakit bilier atau prankeas
- Pemeriksaan lanjutan
 Osmolalitas dan volume feses setelah 48 jam
berpuasa akan mengidentifikasi penyebab
sekretorik dan osmotik dari diare.
 Pemeriksaan laksatif pada pasien-pasien yang
dicurigai membutuhkan sampel feses dan serologi
(Emmanuel, 2014). 2. Diagnosa Keperawatan
yang Mungkin Muncu.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan merupakan suatu penilaian klinis
mengenai respons klien terhadap masalah kesehatan atau proses
kehidupan yang dialaminya baik berlangsung aktual maupun
potensial. Diagnosa keperawatan bertujuan untuk
mengidentifikasi respons klien individu, keluarga dan komunitas
terhadap situasi yang berkaitan dengan kesehatan. Diagnosa
keperawatan yang sering muncul pada kasus diare menurut
Nuraarif&Kusuma (2015) dan PPNI (2017) sebagai berikut :
a. Gangguan pertukaran gas
b. Diare
c. Hipovolemi
d. Gangguan integritas kulit

22
e. Defisit nutrisi
f. Risiko syok
g. Ansietas
3. Intervensi Keperawatan
Menurut PPNI (2018) Intervensi keperawatan adalah segala
treatment yang dikerjakan oleh perawat yang didasarkan pada
pengetahuan dan penilaian klinis untuk mencapai luaran
(outcome) yang diharapkan PPNI (2019). Adapun intervensi yang
sesuai dengan penyakit diare adalah sebagai berikut :
a. Gangguan pertukaran gas b.d perubahan membran alveolar-
kapiler.
1) Tujuan : Setelah dilakukan intervensi keperawatan
diharapkan pertukaran gas pasien meningkat dengan
kriteria hasil :
- Pola nafas membaik
- Warna kulit membaik
- Sianosis membaik
- Takikardia membaik
2) Intervensi
Obsevasi
- Monitor frekuensi,irama,dan kedalaman upaya nafas
- Monitor pola nafas
- Monitor saturasi oksigen
- Monitor nilai analisa gas darah
Terapeutik
- Dokumentasikan hasil pemantauan
Edukasi
- Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
- Informasikan hasil pemantauan, jika perlu
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian obat
b. Diare b.d fisiologis ( proses infeksi ) 1)

23
1) Tujuan : Setelah dilakukan intervensi keperawatan
diharapkan eliminasi fekal pasien membaik dengan
kriteria hasil :
- Konsistensi feses meningkat
- Frekuensi defekasi/bab meningkat
- Peristaltik usus meningkat
- Kontrol pengeluaran feses meningkat
- Nyeri abdomen menurun
2) Intervensi
Observasi
- Identifiksi penyebab diare
- Identifikasi riwayat pemberian makan
- Identifikasi gejala invaginasi
- Monitor warna, volume, frekuensi, dan konsistensi
tinja
- Monitor jumlah pengeluaran diare
Terapeutik
- Berikan asupan cairan oral (oralit)
- Pasang jalur intravena
- Berikan cairan intravena
- Ambil sample darah untuk pemeriksaan darah lengkap
- Ambil sample feses untuk kultur, jika perlu.
Edukasi
- Anjurkan manghindari makanan pembentuk gas,
pedas, dan mengandung laktosa
- Anjurkan makanan porsi kecil dan sering secara
bertahap
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian obat pengeras feses
- Kolaborasi pemberian obat antimotilitas
c. Hipovolemi b.d kehilangan cairan aktif

24
1) Tujuan : Setelah dilakukan intervensi keperawatan
diharapkan status cairan pasien membaik dengan kriteria
hasil :
- Turgor kulit membaik
- Frekuensi nadi membaik
- Tekanan darah membaik
- Membrane mukosa membaik
- Intake cairan membaik
- Output urine meningkat
2) Intervensi
Obsevasi
- Periksa tanda dan gejala hypovolemia ( missal
frekuensi nadi meningkat, nadi teraba lemah, tekanan
darah menurun, tekanan nadi menyempit, turgor kulit
menurun, membrane mukosa kering, volume urin
menurun,haus,lemah).
- Monitor intake dan output cairan
Terapeutik
- Hitung kebutuhan cairan
- Berikan asupan cairan oral
Edukasi
- Anjurkan memperbanyak asupan cairan oral
- Anjurkan menghidari posisi mendadak
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian cairan isotonis (Nacl.RL)
- Kolaborasi pemberian infus cairan kristaloid 20 ml/kg
bb untuk anak.
d. Gangguan integritas kulit b.d ekskresi/BAB sering
1) Tujuan : Setelah dilakukan intervensi keperawatan
diharapkan integritas kulit dan jaringan meningkat
dengan kriteria hasil :
- Kerusakan lapisan kulit menurun

25
- Nyeri menurun
- Kemerahan menurun
- Tekstur membaik
2) Intervensi
Observasi
- Identifikasi penyebab gangguan integritas kulit
Terapeutik
- Ubah posisi tiap 2 jam jika tirah baring
- Bersihkan perineal dengan air hangat, terutama
selama periode diare
- Gunakan petroleum berbahan petroleum atau minyak
pada kulit kering
Edukasi
- Anjurkan menggunakan pelembab
- Anjurkan minum air yang cukup
- Anjurkan meningkatkan asupan buah dan sayur
- Anjurkan mandi dan menggunakan sabun secukupnya
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian obat topical
e. Defisit nutrisi b.d penurunan intake makanan
1) Tujuan : Setelah dilakukan intervensi keperawatan
diharapkan status nutrisi pasien membaik dengan kriteria
hasil :
- Porsi makanan yang dihabiskan meningkat
- Diare menurun
- Frekuensi makan membaik
- Nafsu makan membaik
- Bising usus membaik
2) Intervensi
Observasi
- Identifikasi status nutrisi
- Identifikasi alergi dan intoleransi makanan

26
- Identifikasi makanan yang disukai
- Identifikasi keburuhan kalori dan nutrisi
- Monitor asupan makanan
- Monitor berat badan
- Monitor hasil pemeriksaan laboratorium
Terapeutik
- Berikan makanan secara menarik dan suhu yang
sesuai
- Berikan makanan tinggi kalori dan protein
Edukasi
- Anjurkan diet yang diprogramkan
Kolaborasi
- Kolaborasi dengn ahli gizi untuk menetukan jumlh
kalori dan jenis nutsisi yang dibutuhkan jika perlu.
- Kolaborasi pemberian obat antimetik jika perlu
f. Risiko Syok
1) Tujuan : Setelah dilakukan intervensi keperawatan
diharapkan tingkat syok pasien menurun dengan kriteria
hasil :
- Kekuatan nadi meningkat
- Output urine meningkat
- Frekuensi nafas membaik
- Tingkat kesadaran meningkat
- Tekanan darah sistolik,diastolic membaik
2) Intervensi
Observasi
- Monitor status kardiopulmonal
- Monitor frekuensi nafas
- Monitor status oksigenasi
- Monitor status cairan
- Monitor tingkat kesdaran dan respon pupil
- Monitor jumlah,warna,dan berat jenis urine

27
Terapeutik
- Berikan oksigen untuk mempertahankan saturasi
oksigen >94%
- Pasang jalur IV, jika perlu
Edukasi
- Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
- Jelaskan penyebab/factor risiko syok
- Anjurkan memperbanyak asupan cairan oral
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian IV, jika perlu
g. Ansietas b.d perubahan status kesehatan
1) Tujuan : Setelah dilakukan intervensi keperawatan
diharapkan tingkat ansietas pasien menurun dengan
kriteria hasil :
- Perilaku gelisah menurun
- Perilaku tegang menurun
- Frekuensi pernapasan menurun
- Pucat menurun
- Kontak mata membaik
2) Intervensi
Obsevasi
- Identifikasi saat tingkat ansietas berubah
- Monitor tanda-tanda ansietas
Terapeutik
- Ciptakan suasana terapeutik untuk mengurangi
kecemasan
- Temani pasien untuk mengurangi kecemasan
- Gunakan pedekatan yang tenang dan meyakinkan
- Gunakan nada suara lemah lembut dengan irama
lambat
Edukasi

28
- Latih kegiatan pengalihan untuk mengurangi
ketegangan
- Anjurkan keluarga untuk tetap bersama pasien
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian obat antiansietas jika perlu
4. Implementasi Keperawatan
Pelaksanaan adalah realisasi rencana tindakan untuk mencapai
tujuan yang telah di tetapkan.Kegiatan dalam pelaksanaan juga
meliputi pengumpulan data berkelanjutan, mengobservasi respon
klien selama dan sesudah pelaksaan tindakan, serta menilai data
yang baru. Faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan
keperawatan antara lain:
a. Kemampuan intelektual, teknikal, dan interpersonal.
b. Kemampuan menilai data baru.
c. Kreativitas dan inovasi dalam membuat modifikasi rencana
tindakan.
d. Penyesuaian selama berinteraksi dengan klien.
e. Kemampuan mengambil keputusan dalam memodifikasi
pelaksanaan.
f. Kemampuan untuk menjamin kenyamanan dan keamanan serta
efektivitas tindakan.
5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi keperawatan merupakan tahap akhir dari rangkaian
proses keperawatan yang berguna apakah tujuan dari tindakan
keperawatan yang telah dilakukan tercapai atau perlu pendekatan
lain. Evaluasi keperawatan mengukur keberhasilan dari rencana
dan pelaksanaan tindakan keperawatan yang dilakukan dalam
memenuhi kebutuhan klien.Penilaian adalah tahap yang
menentukan apakah tujuan tercapai. Evaluasi selalu berkaitan
dengan tujuan yaitu pada komponen kognitif, afektif, psikomotor,
perubahan fungsi dan tanda gejala yang spesifik ( Olfah& Ghofur,
2016).

29
2.2 Konsep Typoid Fever
2.2.1 Definisi
Demam thypoidadalah penyakit infeksi akut yang mengenai
saluran cerna, dengan gejala demam kurang lebih satu minggu,
biasanya terjadi gangguan pencernaan dan gangguan kesadaran
(Sodikin, 2011).
Demam thypoid merupakan penyakit infeksi menular yang terjadi
pada anak maupun dewasa. Anak merupakan yang paling rentan yang
biasanya banyak terjadi pada anak usia 5-19 tahun. Penyakit ini
berhubungan erat dengan higiene perorangan dan sanitasi
lingkungan.kematian demam thypoid pada anak lebih rendah bila di
banding dengan dewasa (Dewi, 2011).

2.2.2 Klasifikasi
Klasifikasi demam thypoid menurut WHO (2003) :
1. Demam thypoid akut non komplikasi
Penderita dikarakterisasi dengan demam berkepanjangan
abnormalis fungsi bowel (konstipasi pada pasien dewasa dan diare
pada anak), sakit kepala, malaise, dan anoreksia.Saat periode
demam, sampai 25% penyakit menunjukkan adanya resespot pada
dada, abdomen dan punggung.
2. Demam thypoid dengan komplikasi

Keadaan penderita demam thypoid mungkin dapat berkembang


menjadi komplikasi parah.Bergantung pada kualitas pengobatan
dan keadaan kliniknya, hingga 10% pasien dapat mengalami
komplikasi, mulai dari melena, perforasi dan usus.
3. Keadaan karier

Keadaan karier thypoid terjadi pada 1-5% pasien, tergantung


umur pasien.Karier typhoid bersifat kronis dalam hal sekresi
Salmenella typhi di feses.
2.2.3 Etiologi

30
Menurut Suratun dan Lusianah (2016) etiologi dari demam tifoid
disebabkan oleh Salmonella typhi (S. Typhi), Paratyphi A, Paratyphi
B, and Paratyphi C. Salmonella typhi merupakan basil garam negatif,
berflagel dan tidak berspora, anaerob fakultatif masuk ke dalam
keluarga enterobacteriaceae, panjang 1-3 um dan lebar 0.5-0.7 um,
berbentukbatang single atauberpasangan. Salmonella typhi hidup
dengan baik pada suhu 37○C dan dapat hidup pada air steril yang
beku dan dingin, air tanah, air laut dan debu selama
bermingguminggu, dapat hidup berbulan-bulan dalam telur yang
terkontaminasi dan tiram beku. Parasite hanya pada tubuh
manusia.Dapat dimatikan pada suhu 60○C selama 15 menit.Hidup
subur pada medium yang mengandung garam empedu.Salmonella
typhi mempunyai beberapa komponen antigen, yaitu:
1. Antigen O (Antigen Somatik), terletak pada lapisan luar dari
tubuh kuman. Mempunyai struktur kimia
lipopolisakarida/endotoksin, tahan terhadap panas dan alkohol
tetapi tidak tahan terhadap formaldehid.
2. Antigen H (Antigen Flagella) yang terletak pada flagella, fimbriae
atau pili dari kuman. Mempunyai struktur kimia suatu protein dan
tahan terhadap formaldehid tetapi tidak tahan terhadap panas
alkohol.
3. Antigen Vi yang terletak pada kapsul (envelope) dari kuman yang
dapat melindungi kuman terhadap fagositosis (Harahap, 2011).
Selain itu, Salmonella typhi juga dapat menghambat proses
aglutinasi antigen O oleh anti O serum. Antigen Vi berhubungan
dengan daya invasif bakteri dan efektivitas vaksin (Putra, 2012).
Ketiga macam antigen tersebut di dalam tubuh penderita akan
menimbulkan pula pembentukan 3 macam antibodi yang lazim
disebut aglutinin (Harahap, 2011).

2.2.4 Manifestasi Klinis


Manifestasi klinis pada anak umumnya bersifat lebih ringan, lebih
bervariasi bila dibandingkan dengan penderita dewasa. Bila hanya

31
berpegang pada gejala atau tanda klinis, akan lebih sulit untuk
menegakkan diagnosis demam thypoid pada anak, terutama pada
penderita yang lebih muda, seperti pada thypoid kongenital ataupun
thypoid pada bayi. Masa inkubasi rata-rata bervariasi antara 7-20 hari,
dengan masa inkubasi terpendek 3 hari dan terpanjang 60
hari.Dikatakan bahwa masa inkubasi mempunyai korelasi dengan
jumlah kuman yang ditelan, keadaan umum atau status gizi serta
status imunologis penderita. Secara garis besar gejala-gejala yang
timbul dapat dikelompokkan:
1. Demam satu minggu atau lebih
2. Gangguan saluran pencernaan
3. Gangguan kesadaran

Dalam minggu pertama, keluhan dan gejala menyerupai penyakit


infeksi akut pada umumnya, seperti demam, nyeri kepala, anoreksia,
mual, muntah, diare, konstipasi. Pada pemeriksaan fisik hanya
didapatkan suhu badan yang meningkat.Pada minggu kedua, gejala
atau tanda klinis menjadi makin jelas, berupa demam remiten,
pembesaran hati dan limpa, perut kembung mungkin disertai gangguan
kesadaran dari yang ringan sampai berat.
2.2.5 Patofisiologi
Bakteri salmonella thypi masuk kedalam tubuh melalui
makanan dan air yang tercemar.Sebagian kuman dihancurkan oleh
asam lambung, dan sebagian masuk ke usus halus, mencapai
plague peyeri di ileum terminalis yang hipertropi. Salmonella
thypimemiliki fimbria khusus yang dapat menempel kelapisan
plague peyeri, sehingga bakteri dapat difagositosis. Setelah
menempel, bakteri memproduksi protein yang mengganggu brush
bobder usus dan memaksa sel usus dan di presentasikan
kemakrofag. Kuman memiliki berbagi mekanisme sehingga dapat
terhindar dari serangan system imun seperti polisakarida kapsul Vi.

32
Penggunaan mikrofag sebagai kendaraan dan gen salmonella
patogencity island 2 .setelah sampai kelenjar getah bening
menseterika, kuman kemudian masuk kealiran darah melalui
ductustorasikus sehingga terjadi bakterimia pertama asimtomatik.
Salmonella thypi juga bersarang dalam system retikulo endothelial
tertama limpa dan hati, dimana kuman meninggalkan selfagosit
berkembangbiak dan masuk sirkulasi darah lagi sehingga terjadi
bakterimia kedua dengan gejala siskemik. Salmonella typhi
menghasilkan endoktoksin yang berperan dalam inflamasi local
jaringan temapat kuman berkembang biak merangsang pelepasan
zat pirogen dan leukosit jaringan sehingga muncul demam dan
gejala siskemik lain. Perdarahan saluran cerna dapat terjadi akibat
erosi pembulu darah sekitar plague peyeri. Apabila proses
patologis semakin berkembang, perforasi dapat terjadi (Wibisono
et al, 2014).
Peningkatan pristaltik usus mengakibatkan pergerakan isi usus
lebih cepat, sehingga diruang usus terisi udara yang berakibat pada
lambung. Maka dapat terjadi peningkatan asam lambung dan
mengakibatkan mual, muntah dan anoreksia yang berdampak pada
penurunan nafsu makan sehingga pemasukan nutrisi peroral
berkurang (Rampengan, 2008).

2.2.6 Komplikasi
Demam tifoid menurut Riyadi (2012) & Ngastiyah (2014) dapat
memiliki komplikasi pada berbagi sistem organ tubuh. Diantaranya
adalah :
1. Perdarahan usus
Bila hanya sedikit ditemukan perdarahan maka dilakukan
pemeriksaan benzidine. Jika perdarahan banyak terjadi melena,
dapat disertai nyeri diperut.
2. Perforasiusus
Timbul biasanya pada minggu ketiga atau setelahnya dan terjadi
pada bagian distal ileum.

33
3. Peritonitis
Biasanya menyertai perforasi tetapi dapat juga terjadi tanpa
perforasi usus. Ditemukan gejala abdomen akut, yaitu nyeri perut
hebat dan dinding pada abdomen tegang.
2.2.7 Pemeriksaan Penunjang
Menurut Wibisionoet al (2014) ada pun pemeriksaan penunjang yang
ada pada demam tifoid antara lain :
1. Pemeriksaan darah perifer
Leucopenia/leukositosis, anemia jaringan, trombositopenia
2. Uji widal
Deteksi titer terhadap salmonella parathypi yakni agglutinin O (dari
tubuh kuman dan agglutinin H (flagetakuman). Pembentukan
agglutinin dimulai dari terjadi pada awal minggu pertama demam,
puncak pada minggu keempat dan tetap tinggi dalam beberapa
minggu dengan peningkatan agglutinin O terlebih dahulu dengan
diikuti agglutinin H. agglutinin O menetap selama 4-6 bulan
sedangkan agglutinin H menetap sekitar 9-12 bulan. Titer antibody
O >1:320 atau antibody H >1:6:40 menguatkan diagnosis pada
gambaran klinis yang khas.
3. Uji TURBEX

Uji semi kuantitatif kolometrik untuk deteksi antibody anti


salmonella thypi0-9. Hasil positif menunjuk kan salmonella
serogroup D dan tidak spesifik salmonella paratyphi menunjuk kan
hasil negative.
4. Uji typhidot
Detekai IgM dan IgG pada protein. Membrane luar salmonella
typhi. Hasil positif didapat dari hasil 2-3 hari setelah infeksi dan
spesifik mengidentisifikasi IgM dan IgG terhadap salmonella typhi.
5. Uji IgM Dipstick
Deteksi khusus IgM spesifik salmonella typhi specimen serum atau
darah dengan menggunakan strip yang mengandung anti
genlipopolisakarida salmonella tiphy dan anti IgM sebagai control

34
sensitivitas 65-77% dan spesitivitas 95%-100%. Akurasi
didapatkan dari hasil pemerikasaan 1 minggu setelah timbul gejala
6. Kultur darah

Hasil positif memastikan demam thyfoid namun hasil negative


tidak menyingkirkan.
2.2.8 Konsep Asuhan Keperawatan pada Demam Typoid
Berdasarkan tanda dan gejala penyakit demam thypoid, maka
asuhan keperawatan yang prioritas ditegakkan adalah berisikan
tentang pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan,
implementasi, evaluasi.
a. Pengkajian
Menurut Nursalam (2008) Adapun pengkajian, diagnosa
keperawatan dan perencanaan keperawatan pada anak dengan
demam tifoid adalah sebagai berikut :
1. Identitas :
Sering ditemukan pada anak berumur diatas satu tahun.
2. Keluhan Utama
Berupa perasaan tidak enak badan, lesu, nyeri kepala, pusing,
dan kurang bersemangat, serta nafsu makan kurang (terutama
selama masa inkubasi).

3. Riwayat Kesehatan
meliputi A (antropometric measurement) pengukuran
antropometri, B (biochemical data) data biomedis, C (clinical
sign) tanda-tanda klinis status gizi, D (dietary) tentang diet.
4. Suhu Tubuh
Pada kasus yang khas, demam berlangsung selama 3 minggu,
bersifat febris remiten dan suhunya tidak tinggi sekali.Selama
minggu pertama, suhu tubuh berangsur-angsur naik setiap
harinya, biasanya menurun pada pagi hari dan meningkat lagi
pada sore dan malam hari.dalam minggu kedua, pasien terus

35
berada dalam keadaan demam.Pada minggu ketiga, suhu
berangsur turun dan normal kembali pada akhir minggu ketiga.
5. Kesadaran
Umumnya kesadaran pasien menurun walaupun tidak berapa
dalam, yaitu apatis sampai samnolen, jarang terjadi sopor,
koma, atau gelisah (kecuali bila penyakitnya berat dan
terlambat mendapat pengobatan).Disamping gejala-gejala
tersebut mungkin terdapat gejala lainnya.Pada punggung dan
anggota gerak dapat ditemukan reseola, yaitu bintikbintik
kemerahan karena emboli basil dalam kapiler kulit yang dapat
ditemukan pada minggu pertama demam.Kadang-kadang
ditemukan pula bradikardia dan epistaksis pada anak besar.
6. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum dan tingkat kesadaran
Pada fase awal penyakit biasanya tidak didapatkan adanya
perubahan pada tingkat kesadaran. Pada fase lanjut. Secara
umum pasien terlihat sakit berat dan sering terjadi
penurunan tingkat kesadaran ( apatis, delirium).
b. Tanda-tanda vital Suhu

Pada fase 7-14 hari didapatkan suhu tubuh meningkat 39-


41°C pada malam hari dan biasanya turun pada pagi hari.
Nadi : Pada pemeriksaan nadi ditemukan penurunan
frekuensi nadi (bradikardi relatif). Pernafasan : Meningkat.
7. Tekanan darah
Cenderung menurun B1 (Breathing) Sistem pernafasan
biasanya tidak ditemukan adanya kelainan. Tetapi akan
mengalami perubahan jika terjadi respon akut dengan gejala
batuk kering. Pada beberapa kasus berat bisa didapatadanya
komplikasi tanda dan gejala pneumonia.
8. B2 (Blood)
Penurunan tekanan darah.Keringat dingin.Dan diaphoresis
sering didapatkan pada minggu pertama. Kulit pucat akan akral

36
dingin berhubungan dengan penurunan kadar hemoglobin.
Pada minggu ketiga, respon toksin sistemik dapat mencapai
otot jantung dan terjadi miokarditis dengan manifestasi
penurunan curah jantung dengan tanda denyut nadi lemah,
nyeri dada, dan kelemahan fisik.
9. B3 (Brain)
Pada pasien dengan dehidrasi berat akan terjadi penurunan
perfusi serebral dengan manifestasi sakit kepala, perasaan lesu,
gangguan mental seperti halusinasi dan delirium. Pada
beberapa pasien bisa didapatkan kejang umum yang
merupakan respon terlibatnya sistem pusat saraf pusat oleh
infeksi S. typhi.Didapatkan ikterus pada sklera terjadi pada
kondisi berat.
10. B4 (Bladder)
Pada kondisi berat akan didapatkan penurunan urin output
respon dari penurunan curah jantung.
11. B5 (Bowel)

Inspeksi : Lidah kotor berselaput putih dan tepi hiperemis


disertai stomatitis. Tanda ini jelas mulai nampak pada minggu
kedua berhubungan dengan infeksi sistemik dan endotoksin
kuman. Sering muntah, Perut kembung , Distensi abdomen.
a. Auskultasi : Didapat penurunan bising usus kurang dari 5
kali per menit pada minggu pertama dan terjadi konstipasi,
serta selanjutnya meningkat akibat diare.
b. Perkusi : Didapatkan suara timpani abdomen akibat
kembung.
c. Palpasi : Hepatomegali dan splenomegali. Pembesaran
hati dan limpa mengindikasikan infeksi RES yang mulai
terjadi pada minggu kedua. Nyeri tekan abdomen,
merupakan tanda terjadinya perforasi dan peritonitis
12. B6 (Bone)

37
Respon sistemik akan menyebabkan malaise. Kelemahan fisik
umum, dan didapatkan kram otot ekstremitas. Pemeriksaan
integumen sering di dapatkan kulit kering turgor kulit
menurun, maka tampak pucat, rambut agak kusam, dan yang
terpenting sering didapatkan tanda roseola ( bintik merah pada
leher, punggung dan paha). Roseola merupakan suatu nodul
kecil sedikit menonjol dengan diameter 2-4 mm, berwarna
merah, pucat, serta hilang pada penekanan, lebih sering terjadi
pada akhir minggu pertama dan awal minggu kedua. Roseola
ini merupakan embolin kuman dimana didalamnya
mengandung kuman salmonella dan terutama didapatkann
daerah perut, dada, dan terkadang bokong maupun bagian
fieksor dari lengan atas.( Muttaqin& Sari,2011).
b. Diagnosa Keperawatan
Menurut Nursalam (2008) diagnosa keperawatan yang lazim
didapatkan pada anak dengan demam tifoid adalah sebagai berikut:
1) Kebutuhan nutrisi berhubungan dengan kurangnya asupan
makanan yang tidak adekuat
2) Hipertermia berhubungan dengan proses infeksi salmonella
thypi.
3) Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan intake
dan output yang tidak adekuat.
4) Nyeri berhubungan dengan proses inflamasi pada usus.
5) Resiko tinggi komplikasi berhubungan dengan proses inflamsi
pada usus.
6) Komplikasi berhubungan dengan proses peradangan pada
dinding usus halus.
c. Intervensi Keperawatan
Perencanaan pada klien anak dengan demam tifoid Menurut
Nursalam (2008) berdasarkan diagnosa keperawatan yaitu :
a) Kebutuhan nutrisi berhubungan dengan kurangnya asupan
makanan yang tidak adekuat.

38
Tujuan : Pasien mampu mempertahankan kebutuhan nutrisi
yang adekuat.
Kriteria hasil : Nafsu makan, meningkat, Pasien mampu
menghabiskan makanan sesuai dengan porsi yang diberikan.
- Intervensi: Awasi pemasukan atau jumlah kalori.
Rasional : Mengidentifikasi defisiensi, mengawasi masukan
kalori dan kualitas konsumsi makanan.
- Intervensi: Berikan perawatan mulut sebelum makan.
Rasional : Menghilangkan rasa tak enak dan dapat
meningkatkan nafsu makan.
- Intervensi: Berikan makanan sedikit tapi sering.
Rasional : Makan sedikit tapi sering dapat menurunkan
kelemahan, meningkatkan pemasukan dan mengurangi rasa
mual.
- Intervensi: Anjurkan makan pada posisi duduk tegak.
Rasional : Menurunkan rasa penuh pada abdomen.
- Intervensi: Kolaborasi dengan tim gizi untuk memberikan
diet sesuai kebutuhan klien
Rasional : Berguna dalam membuat program diet untuk
memenuhi kebutuhan klien.
- Intervensi: Kolaborasi dalam pemberian obat antiematik
sesuai indikasi.
Rasional : Diberikan ½ jam sebelum makan, dapat
menurunkan mual dan meningkatkan toleransi makanan.
b) Hipertermia berhubungan dengan proses infeksi salmonella
thypi.
Tujuan : suhu tubuh normal/terkontrol.
Kriteria hasil : tanda-tanda vital dalam batas normal, turgor
kulit kembali membaik.
- Intervensi: Pantau suhu klien (derajatnya), perhatikan
menggigil.

39
Rasional : suhu 38-41°C menunjukkan proses infeksius
akut.
- Intervensi: Pantau suhu lingkungan, batasi atau tambahkan
line tempat tidur sesuai indikasi.
Rasional : suhu ruangan atau jumlah selimut harus di ubah
untuk mempertahankan suhu mendekati normal.
- Intervensi: Berikan kompres dan hindari penggunaan
alkohol.
Rasional : dapat membantu mengurangi demam,
penggunaan air es dan atau alkohol mungkin menyebabkan
kedinginan, selain itu alkohol dapat mengeringkan kulit.
- Intervensi: Pakaikan baju yang tipis dan menyerapkan
keringat.
Rasional : akan mempermudah terjadinya evaporasi akibat
panas dalam tubuh.
- Intervensi: Kolaborasi dalam pemberian anti piretik
contohnya paracetamol.
Rasional : digunakan untuk mengurangi demam dengan aksi
sentralnya pada hipothalamus.
- Intervensi: Kolaborasi pemberian selimut dingin.
Rasional : digunakan untuk mengurangi demam umumnya
lebih besar dari 39,5°C-40°C pada waktu terjadi kerusakan
pada otak.
c) Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan intake
dan output yang tidak adekuat.
Tujuan : Kebutuhan cairan terpenuh.
Kriteria hasil : Mempertahankan volume cairan adekuat.
- Intervensi : Kaji tanda-tanda vital.
Rasional : Hipotensi, takikardi, demam, dapat menunjukkan
respon terhadap efek kehilangan cairan.
- Intervensi : Observasi kulit kering berlebihan dan membran
mukosa, penurunan turgor kulit.

40
- Intervensi : Pertahankan per oral, tirah baring, hindari kerja/
batasi aktifitas.
Rasional : Kolon diistirahatkan untuk penyembuhan dan
untuk menurunkan kehilangan cairan usus.
- Intervensi : Observasi perdarahan dan tes fase tiap hari
untuk adanya samar.
Rasional : diet tidak adekuat dan penurunan obsorbsi dapat
memasukkan defisiensi vitamin K dan merusak kogulasi
potensial resiko perdarahan.
- Intervensi : berikan cairan parenteral, tranfusi darah sesuai
indikasi.
Rasional : mempertahankan istirahat usus akan memerlukan
penggantian cairan untuk memperbaiki kehilangan atau
anemia.
d) Gangguan rasa aman dan nyaman berhubungan dengan proses
infllamasi pada usus.
Tujuan : mempertahankan kondisi pasien dalam keadan amam
dan nyaman.
Kriteria hasil : pasien merasa aman dan nyaman
- Intervensi: Lakukan perawatan mulut 2x1 hari
Rasional : Menghilangkan rasa tak enak dan dapat
meningkatkan nafsu makan.
- Intervensi: Berikan minum dengan sering.
Rasional : agar selaput lendir mulut dan tenggorokan tidak
kering.
- Intervensi: Ajarkan anak dan keluarga untuk tentang proses
penyakit dan alasan untuk terapi.
Rasional : untuk meningkatkan kepatuhan.
- Intervensi: Atur posisi pasien senyaman mungkin sesuai
keinginan pasien.
Rasional : Posisi yang nyaman akan membantu memberikan
kesempatan pada otot untuk relaksasi seoptimal mungkin.

41
e) Resiko tinggi komplikasi dengan proses inflamasi pada usus.
Tujuan : komplikasi tidak terjadi.
Kriteria hasil : mempertahankan intake yang adekuat.
- Intervensi: Pertahankan pencucian tangan yang benar.
Rasional : untuk mengurangi resiko penyebaran infeksi.
- Intervensi: Ajarkan anak bila mungkin, tindakan
perlindungan seperti pencucian tangan setalah mengunakan
toilet.
Rasional : untuk mencegah penyebaran infeksi dan
mencegah komplikasi.
- Intervensi: Pemberian terapi sesuai program dokter.
Rasional : mempertahankan kerja sama dengan team
kesehatan lain untuk mencegah komplikasi.
- Intervensi: Kaji abdomen untuk adanya distensi, nyeri tekan
dan adanya bising usus.
Rasional : untuk mengkaji adanya tidak nya peristaltic usus
d. Implementasi
Menurut Carpenito (2009). komponen implementasi dalam
proses keperawatan mencakup penerapan ketrampilan yang
diperlukan untuk mengimplentasikan intervensi keperawatan.
Ketrempilan dan pengetahuan yang diperlukan untuk implementasi
biasanya berfokus pada: Melakukan aktivitas untuk klien atau
membantu klien. Melakukan pengkajian keperawatan untuk
mengidentifikasi masalah baru atau memantau status masalah yang
telah ada Memberi pendidikan kesehatan untuk membantu klien
mendapatkan pengetahuan yang baru tentang kesehatannya atau
penatalaksanaan gangguan.Membantu klien membuat keptusan
tentang layanan kesehatannya sendiri.Berkonsultasi dan membuat
rujukan pada profesi kesehatan lainnya untuk mendapatkan
pengarahan yang tepat.Memberi tindakan yang spesifik untuk
menghilangkan, mengurangi, atau menyelesaikan masalah
kesehatan.Membantu klien melakukan aktivitasnya sendiri

42
Membantu klien mengidentifikasi risiko atau masalah dan
menggali pilihan yang tersedia.

e. Evaluasi
Menurut Asmadi (2008) Evaluasi adalah tahap akhir dari
proses keperawatan yang merupakan perbandingan yang sistematis
dan terencana antara hasil akhir yang teramati dan tujuan atau
kriteria hasil yang dibuat pada tahap perencanaan. Evaluasi
dilakukan secara bersinambungan dengan melibatkan klien dan
tenaga kesehatan lainnya. Jika hasil evaluasi menunjukkan
tercapainya tujuan dan criteria hasil, klien bisa keluar dari siklus
proses keperawatan. Jika sebalinya, kajian ulang (reassessment).
Secara umum, evaluasi ditunjukkan untuk : Melihat dan menilai
kemampuan klien dalam mencapai tujuan. Menetukan apakah
tujuan keperawatan telah tercapai atau belum.Mengkaji penyebab
jika tujuan asuhan keperawatan belum tercapai.

43
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Diare pada anak merupakan penyakit yang umumnya diakibatkan oleh
infeksi atau dapat disebabkan oleh faktor makanan maupun psikologis
pada anak yang dapat menyebabkan dehidrasi, syok, dan kematian.
Berdasarkan pada hasil pembahasan dapat disimpulkan bahwa gangguan
kekurangan volume cairan pada anak dapat teratasi dibuktikan dengan
mukosa lembab, anak tidak rewel, tidak tampak lemah, cairan tubuh mulai
seimbang, dan turgor kulinya elastis.

Demam tifoid atau Typhoid Faver adalah suatu sindrom sistemik berat
yang secara klasik di sebabkan oleh Salmonella Typhi. Salmonella Syphi
termasuk dalam genus Salmonella (Garna, 2012).

3.2 Saran
Sebaiknya diperhatikan dengan benar intake maupun output serta TTV
pada anak dan pelaksanaan yang utama yaitu dehidrasi yang benar

Diharapkan penulisdapat menggunakan atau memanfaatkan waktu sefektif


mungkin, sehingga dapat memberikan asuhan keperawatan pada pasien
secara optimal.

43
DAFTAR PUSTAKA

Brunner dan Suddrat.2002, Buku Ajar Ilmu Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8.
EGC, jakarta.
Carpenito, Lynda Juall. 2009. Diagnosis Keperawatan: Aplikasi Pada Praktek
Klinis. Edisi 9. Jakarta: EGC
Nursalam.2008. Asuhan Keperawatan Bayi dan Anak. Jakarta: Salemba Medika.
Rampengan TH, Laurent IR, penyuting. Demam tifoid: penyakit infeksi tropik
pada anak. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 1993
Ridha Nabiel. 2014. Buku Ajar Keperawatan Anak. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Farikhah Nailirrohman. 2017. Asuhan Keperawatan Pada Klien Diare Dengan
Masalah Kekurangan Volume CairanDi Ruang Anak Rsud Bangil
Pasuruan. Jombang: Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan.Farikhah
Nailirohman.pdf
Hidayatun Najah. 2020. Asuhan Keperawatan Pada Klien Anak Gengan Diare
Yang Di Rawat Di Rumah Sakit. Kalimantan Timut: Politeknik Kesehatan.
KTI Hidayatun Najah.pdf
Lidia Paramita. 2017. Asuhan Keperawatan Pada Anak Dengan Diare Di Ruang
2 Ibu Dan Anak Rs Reksodiwiryo Padang. Padang: Politekkes Kemenkes
Padang. KTI_LIDIA_PARAMITA.pdf
Catur Widiah Soetami. Asuhan Keperawatan Pada An “A” Dengan Diagnosa
Demam Typoid Di Ruang Sakura Rsu Anwar Medika
Sidoarjo.http://eprints.kertacendekia.ac.id/. Diakses pada tanggal 1 April
2021 pukul 16: 34
Mia Pratamawati. Asuhan Keperawatan Pada Anak Yang Mengalami Demam
Tifoid Dengan Masalah Hipertermia Dirumah Sakit Panti Waluya
Malang.Http://Repository.Stikespantiwaluya.Ac.Id/. Diakses Pada Tanggal
1 April 2021 Pukul 17:20
Windi Yanuarti Ningsih. Asuhan Keperawatan Pada Klien Thypoid Dengan
Masalah Ketidakseimbangan Nutrisi: Kurang Dari Kebutuhan Tubuh
Ruang Serunirsud JOMBANG. http://repo.stikesicme-jbg.ac.id/. Diakses
pada tanggal 1 April 2021 pukul 16:40

44

Anda mungkin juga menyukai