Anda di halaman 1dari 23

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN THYPOID ABDOMINALIS

DISUSUN OLEH :
Cindy Sonia Tampubolon
201814201006

DOSEN PENGAMPU :
Rumiris Simatupang, SKM,M.Kes

PROGRAM STUDY ILMU KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN NAULI HUSADA SIBOLGA
2020/2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, karena atas anugerah-Nya tugas asuhan
keperawatan yang berjudul “Asuhan Keperawatan pasien Thypoid abdominalis.” Ini dapat
selesai
Adapun tujuan penyusunan asuhan keperawatan ini adalah untuk memenuhi tugas dari
mata kuliah Keperawatan Komunitas.
Namun kami menyadari bahwa dalam penyusunan Asuhan Keperawatan krisis tiroid ini
masih terdapat banyak kekurangan, karena itu kami sangat mengharapkan berbagai kritik dan
saran yang membangun sebagai evaluasi demi penyempurnaan asuhan keperawatan ini
selanjutnya.
Semoga laporan Asuhan Keperawatan ini dapat bermanfaat. Terimakasih.

Tapanuli Utara, 24 juni 2021

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................. i

DAFTAR ISI ........................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................... 1

A. Latar Belakang.............................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ........................................................................................1

BAB II TINJAUN TEORI

A. Pengertian Thypoid Abdominalis..................................................................


B. Etiologi...........................................................................................................
C. Patofisiologi………………...........................................................................
D. Manifestasi klinik………..............................................................................
E. Epidemiologi ……………………………………………………………….
F. Komplikasi………………………………………………………………….
G. Penatalaksanaan medis...................................................................................
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN PADA THYPOID ABDOMINALIS
A. Pengkajian ………………………………………………………………….
B. Riwayat kesehtatan …………………………………………………………
C. Pola fungsi kesehatan……………………………………………………….
D. Pemeriksaan fisik……………………………………………………………
E. Analisa data…………………………………………………………………
F. Diagnose keperawatan dan prioritas masalah………………………………
G. Intervensi keperawatan……………………………………………………
H. Implementasi keperawatan…………………………………………………
I. Evaluasi……………………………………………………………………
BAB IV PENUTUP
1) KESIMPULAN.................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Data World Health Organisation (WHO) memperkirakan angka insidensi di seluruh dunia
sekitar 17 juta jiwa per tahun, angka kematian akibat Thypoid Abdominalis mencapai 600.000
dan 70% nya terjadi di Asia. Di Indonesia sendiri, penyakit Thypoid Abdominalis bersifat
endemik, menurut WHO angka penderita Thypoid Abdominalis di Indonesia mencapai 81% per
100.000 (WHO, 2013).

Profil kesehatan Indonesia tahun 2010 Thypoid Abdominalis masih menjadi masalah
kesehatan masyarakat. Diketahui dari 10 macam penyakit menepati urutan ke-3, terbanyak dari
pasien rawat inap di rumah sakit tahun 2010 yaitu sebanyak 41.081 kasus dan yang meninggal
274 orang Case Fatality Rate sebesar 0,67%. Penyakit ini tersebar di seluruh wilayah dengan
insidensi yang tidak berbeda jauh antara daerah. Diperkirakan terdapat 800 penderita per
100.000 penduduk setiap tahun yang ditemukan sepanjang tahun (Kemenkes RI, 2011).
Hasil laporan tahunan Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Tenggara bahwa tahun 2011 yang
menderita Thypoid Abdominalis sebanyak 991 penderita, sedangkan menurut data tahun 2012
sebanyak 1.049 orang yang mengidap penyakit Thypoid Abdominalis selain itu ada data yang
diperoleh dari Dinas Kesehatan Provinsi pada tahun 2014, pasien yang menderita
Salah satu masalah yang timbul pada pasien demam Thypoid yaitu hipertermia.
Hipertermi adalah suatu keadaan dimana seorang individu mengalami peningkatan suhu tubuh di
atas 37,8ºC peroral atau 38,8ºC perrektal karena faktor eksternal. Hipertermi berhubungan ketika
sistem kontrol suhu normal tubuh tidak dapat secara efektif mengatur suhu internal (Librianty,
2014).
Peran perawat dalam hal penanganan masalah kesehatan ini mencakup 4 peranan yaitu
upaya peningkatan kesehatan (promotif), pencegahan penyakit (preventif), penyembuhan
penyakit (kuratif), dan pemulihan kesehatan (rehabilitatif) yang dilaksanakan secara menyeuruh,
hal-hal yang bias dilakukan adalah seperti memberikan penyuluhan mengenai masalah
kesehatan, memberikan pendidikan kesehatan kepada pasien maupun masyarakat seperti
memberikan informasi bagaimana melakukan pencegahan secara dini terhadap masalah Thypoid
Abdominalis dan upaya penyembuhannya. Serta peran kita yang terakhir adalah bagaimana cara
kita memberikan pelayanan yang baik sebagai seorang perawat dalam pemulihan kesehatan
pasien atau masyarakat (Syaiful, 2015).

B. Rumusan Masalah
Mengetahui bagaimana penatalaksanaan perawatan pada pasien thypoid abdominalis

C. Tujuan
1. Tujuan umum
Mampu melakukan perawatan pada Tn. L dengan gangguan sistem percernaan
thypoid abdominalis
2. Tujuan khusus
o Mampu melakukan pengkajian keperawatan
o Mampu melakukan diagnosa keperawatan
o Mampu membuat intervensi keperawatan
o Mampu melakukan implementasi
o Mampu melakukan evaluasi
BAB II

TINJAU TEORI

A. Defenisi

Thypoid Abdominalis ialah penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai saluran cerna
dengan gejala demam lebih dari 7 hari, gangguan pada saluran cerna dan gangguan kesadaran
(Wijayaningsih, 2013). Thypoid Abdominalis ialah penyakit sistemik akut yang di sebabkan oleh
infeksi bakteri negatif, genus salmonella yaitu salmonella typhi yang masuk ke dalam makanan,
minuman atau bahan-bahan lain yang dicemari bakteri tersebut (Yudi, 2008). Thypoid
Abdominalis adalah penyakit infeksi bakteri pada usus halus dan terkadang pada aliran darah,
yang di sebabkan oleh kuman salmonella typhi atau salmonella paratyphi A, B dan C, yang
terkadang juga dapat menyebabkan gastroenteritis (keracunan makanan) dan septikemia (tidak
menyerang usus). (Ardiansyah, 2012).
Demam typhoid atau Typhoid Fever ialah suatu sindrom sistemik terutama disebabkan oleh
Salmonella typhi. Demam merupakan jenis terbanyak dari salmonelosis. Jenis lain dari demam
enterik adalah demam paratifoid yang disebabkan oleh S. paratyphi A, S. schottmuelleri (semula
S. paratyphi B), dan S. hirschfeldii (semula S. paratyphi C). Thypoid Abdominalis
memperlihatkan gejala lebih berat dibandingkan demam enterik yang lain (Widagdo, 2011).

Beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa penyakit Thypoid Abdominalis


adalah suatu penyakit infeksi akut yang menyerang manusia khususnya pada saluran pencernaan
yaitu pada usus halus yang disebabkan oleh kuman salmonella typhi yang masuk melalui
makanan atau minuman yang tercemar dan ditandai dengan demam berkepanjangan lebih dari
satu minggu, gangguan pada saluran pencernaan, dan lebih di perburuk dengan gangguan
penurunan kesadaran.

B. Penyebab
Penyebab utama dari penyakit Thypoid Abdominalis adalah salmonella enteric yang dapat
hidup di lingkungan yang kering tetapi peka terhadap klorinisasi dan plepasteurisasi. Salmonella
paratypi adalah kuman penyebab penyakit demam paratifoid. Sedangkan yang dinamakan
salmonella schotmulleri dahulu disebabkan sebagai penyebab demam paratifoid C (Ranuh 2013).
Menurut Widagdo (2011) Etiologi dari demam tifoid adalah Salmonella typhi, termasuk genus
Salmonella yang tergolong dalam family Enterobacteriaceae. Salmonella bersifat bergerak,
berbentuk spora, tidak berkapsul, gram (-). Tahan terhadap berbagai bahan kimia, tahan beberapa
hari/minggu pada suhu kamar, bahan limbah, bahan makanan kering, bahan farmasi, dan tinja.
Salmonella mati pada suhu 54,4º C dalam 1 jam atau 60º c dalam 15 menit. Salmonella
mempunyai antigen O (somatik) adalah komponen dinding sel dari lipopolisakarida yang stabil
pada panas dan antigen H (flagelum) adalah protein yang labil terhadap panas. Pada S. typhi,
juga pada S. Dublin dan S. hirschfeldii terdapat antigen Vi yaitu polisakarida kapsul.

C. Patofisiologi
Bakteri salmonella typhi masuk ke dalam tubuh melalui makanan dan air yang tercemar.
Sebagian kuman dihancurkan oleh asam lambung, dan sebagian masuk ke usus halus, mencapai
plague peyeri di ileum terminalis yang hipertrofi. Salmonella typhi memiliki fimbria khusus yang
dapat menempel ke lapisan plague peyeri, sehingga bakteri dapat di fagositosis. Setelah
menempel, bakteri memproduksi protein yang mengganggu brush bonder usus dan memaksa sel
usus untuk membentuk kerutan membran yang akan melapisi bakteri dalam vesikel. Bakteri
dalam vesikel akan menyebrang melewati sitoplasma sel usus dan di presentasikan ke makrofag
(Wibisono et al, 2014).
Kuman memiliki berbagai mekanisme sehingga dapat terhindar dari serangan system
imun seperti polisakarida kapsul Vi. Penggunaan makrofag sebagai kendaraan dan gen
Salmonella patogencity Island 2 (SPI2) (Wibisono et al, 2014).
Setelah sampai kelenjar getah bening mensenterika, kuman kemudian masuk ke aliran darah
melalui duktus torasikus sehingga terjadi bakteremia pertama yang asimtomatik. Salmonella
typhi juga bersarang dalam sistem retikuloendotelial terutama hati dan limpa, dimana kuman
meninggalkan sel fagosit berkemang biak dan masuk sirkulasi darah lagi sehingga terjadi
bakteremia kedua dengan gejala sistemik. Salmonella typhi menghasilkan endotoksin yang
berperan dalam inflamasi lokal jaringan tempat kuman berkembang biak merangsang pelepasan
zat pirogendan leukosit jaringan sehingga muncul demam dan gejala sistemik lain. Perdarahan
saluran cerna dapat terjadi akibat erosi pembuluh darah sekitar plague peyeri. Apabila proses
patologis semakin berkembang, perorasi dapat terjadi (Wibisono et al, 2014).

D. Manifestasi Klinik

a. Nyeri kepala, lemah, lesu, nyeri otot pada minggu pertama,


Demam yang tidak terlalu tinggi dan berlangsung selama 3 minggu, minggu pertama
peningkatan suhu tubuh berflukutasi. Biasanya suhu tubuh meningkat pada malam hari
dan menurun pagi hari. Pada minggu kedua suhu tubuh terus meningkat, dan minggu
ketiga suhu berangsurangsur turun dan kembali normal.
b. Gangguan pada saluran cerna: halitosis (bau nafas yang menusuk), bibir kering dan
pecah-pecah lidah di tutupi selaput putih kotor (coated tongue), metorismus, mual, tidak
nafsu makan, hepatomegali, splenomegali yang disertai nyeri perabaan.
c. Gangguan kesadaran: penurunan kesadaran (apatis, somnolen).

E. Pemeriksaan Penunjang

Menurut Suriadi & Yuliani (2006) pemeriksaan penunjang Thypoid Abdominalis adalah :

a. Pemeriksaan darah tepi Leokopenia, limfositosis, aneosinofilia, anemia,


trombositopenia. Pemeriksaan sum-sum tulang Menunjukkan gambaran hiperaktif
sumsum tulang.
b. Biakan empedu
Terdapat basil salmonella typosa pada urin dan tinja. Jika pada pemeriksaan
selama dua kali berturut-turut tidak didapatkan basil salmonella typosa pada urin
dan tinja, maka pasien dinyatakan betul-betul sembuh.
c. Pemeriksaan widal
Didapatkan titer terhadap antigen 0 adalah 1/200 atau lebih, sedangkan titer
terhadap antigen H walaupun tinggi akan akan dapat tetap tinggi setelah
dilakukan imunisasi atau bila penderita telah lama sembuh.

F. Komplikasi
Menurut Widagdo (2011) Komplikasi dari Thypoid Abdominalis dapat digolongkan dalam
intra dan ekstra intestinal. Komplikasi intestinal diantaranya ialah :
a. Perdarahan
Dapat terjadi pada 1-10 % kasus, terjadi setelah minggu pertama dengan ditandai
antara lain oleh suhu yang turun disertai dengan peningkatan denyut nadi.
b. Perforasi usus
Terjadi pada 0,5-3 % kasus, setelah minggu pertama didahului oleh perdarahan
berukuran sampai beberapa cm di bagian distal ileum ditandai
dengan nyeri abdomen yang kuat, muntah, dan gejala peritonitis. Komplikasi
ekstraintestinal diantaranya ialah :
c. Sepsis
Ditemukan adanya kuman usus yang bersifat aerobic

d. Hepatitis dan kholesistitis


Ditandai dengan gangguan uji fungsi hati, pada pemeriksaan amylase
serum menunjukkan peningkatan sebagai petunjuk adanya komplikasi
pancreatitis
e. Pneumonia atau bronchitis
Sering ditemukan yaitu kira-kira sebanyak 10 %, umumnya disebabkan
karena adanya superinfeksi selain oleh salmonella
f. Miokarditis toksik
Ditandai oleh adanya aritmia, blok sinoatrial, dan perubahan segmen ST
dan gelombang T, pada miokard dijumpai infiltrasi lemak dan nekrosis
g. Trombosis dan flebitis
Jarang terjadi, komplikasi neurologis jarang menimbulkan gejala residual
yaitu termasuk tekanan intrakranial meningkat, thrombosis serebrum,
ataksia serebelum akut, tuna wicara, tuna rungu, mielitis tranversal, dan
psikosis
h. Komplikasi lain
Pernah dilaporkan ialah nekrosis sumsum tulang, nefritis, sindrom
nefrotik, meningitis, parotitis, orkitis, limfadenitis, osteomilitis, dan
artritis.

G. Penatalaksanaan
Menurut Ngastiyah (2005) & Ranuh (2013) pasien yang di rawat dengan diagnosis
observasi Thypoid Abdominalis harus dianggap dan diperlakukan langsung sebagai pasien
Thypoid Abdominalis dan di berikan pengobatan sebagai berikut:

10
a. Isolasi pasien, desinfeksi pakaian dan ekskreta

b. Perawatan yang baik untuk menghindari komplikasi, mengingat sakit yang


lama, lemah, anoreksia, dan lain-lain
c. Istirahat selama demam sampai 2 minggu setelah suhu normal kembali
(istirahat total), kemudian boleh duduk, jika tidak panas lagi boleh berdiri
kemudian berjalan diruangan
d. Diet makanan harus mengandung cukup cairan, kalori dan tinggi protein.
Bahan makanan tidak boleh mengandung banyak serat, tidak merangsang
dan tidak menimbulkan gas.dianjurkan minum susu 2 gelas sehari. Apabila
kesadaran pasien menurun di berikan makanan cair, melalui sonde
lambung. Jika kesadaran dan nafsu makan anak baik dapat juga di berikan
makanan lunak.
e. Pemberian antibiotik
Dengan tujuan menghentikan dan mencegah penyebaran bakteri. Obat antibiotik
yang sering di gunakan adalah :

a) Chloramphenicol dengan dosis 50 mg/kg/24 jam per oralatau dengan dosis 75


mg/kg/24 jam melalui IV dibagi dalam 4 dosis. Cloramhenicol dapat
menyembuhkan lebih cepat tetapi relapse terjadi lebih cepat pula dan obat tersebut
dapat memberikan efek samping yang serius
b) Ampicillin dengan dosis 200 mg/kg/24 jam melalui IV di bagi dalam 6 dosis.
Kemampuan obat ini menurunkan demam lebih rendah dibandingkan dengan
chloramphenicol
c) Amoxicillin dengan dosis 100mg/kg/24 jam per os dalam3 dosis
d) Trimethroprim-sulfamethoxazol masing-masing dengan dosis 50 mg SMX/kg/24
jam per os dalam 2 dosis,merupakan pengobatan klinik yang efisien
e) Kotrimoksazol dengan dosis 2x 2 tablet (satu tablet mengandung 400mg
sulfamethoxazole dan 800 mg trimetroprim.Efektifitas obat ini hampir sama
dengan cloromphenicol

11
BAB III

FORMAT PENGKAJIAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN PERAWATAN


THYPOID ABOMINALIS

A. PENGKAJIAN
1. IDENTITAS PASIEN

Nama :Tn. L
Jenis kelamin : Laki laki
Usia : 45 tahun
Status pernikahan : Menikah
Agama : Islam
Suku bangsa : Jawa
Pendidikan : SMA
Bahasa yang digunakan : Bahasa indonesia
Pekerjaan : Wiraswasta
Alamat : Sibolga
Diagnose medis : Typus

2. PENANGGUNG JAWAB
Nama : Ny. D
Jenis kelamin : Perempuan
Usia : 40 tahun
Hubungan dengan pasien : Istri
Pendidikan : SMA

12
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Alamat : Sibolga

3. RIWAYAT KESEHATAN
Riwayat kesehatan sekarang : Typus
Riwayat kesehatan kesehatan masa lalu : -
Riwayat imunisasi :
Riwayat kesehatan keluarga : tidak ada keluarga yang menderita penyakit
typus

4. PEMERIKSAAN FISIK
kepala : warna rambut coklat kemerahan
wajah : terlihat pucat
mata : simetris, konjungtivitis tidak anemis, kelopak mata tidak odema, skelra
tidakicterus
hidung : tidak asa secret
mulut : lidah kotor, gigi kuning, dan berbau, dan bibir kering.
Leher : tidak ada pembesaran vena jugularis dan kelenjar tyroid
Dada : simetris
Perut : tidak ada kembung tetapi terdapt nyeri tekan
Genetalia : tidak ada kelainan
Ekstremitas : simetris, tidak odema
Kulit : turgor baik

5. ANALISA DATA

DATA ETIOLOGI MASALAH

1. DS : klien mengatakan belum pernah Defesit perawatan Kurangnya nafsu


sikat gigi selama sakit diri makan disebabkan
DO : gigi kuning dan berbau oleh lidah yang

13
kotor, gigi kuning
dan berbau, serta
bibir kering.
2. DS: Klien mengatakan badannya Peningkatan suhu hipetermi
panas tubuh
DO: Keadaan umum lemah, kulit
terasa panas
3. DS: klien mengatakakan selama sakit Defesit perawatan
belum pernah mandi diri mandi
DO: klien terlihat merah
4. DS: Klien mengatakakan sudah dua Hipetermi
hari demam dan bersifat naik turun
DO: TTV: TD : 90/70 mmHg, N:
82x/menit, S: 39ºC, P: 20x/menit
5. DS: Klien mengatakan belum pernah Defesit perawatan
membersihkan area mulut dan lidah diri kebersihan area
DO: Lidah kotor dan terdapat selaput mulut
putih

6. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Gangguan rasa nyaman terhadap kurang nya nafsu makan, disebabkan oleh lidah
yang kotor,gigi yang kuning dan berbau, dan bibir yang kering
b. Gangguan rasa nyaman terhadap suhu tubuh karena kekurangan cairan didalam
tubuh, disebabkan oleh suhu tubuh yang meningkat
c. Hipetermi berhubungan dengan penyakit
d. Defesit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan dan kurangnya nafsu
makan

7. INTERVENSI KEPERAWATAN

14
N DIAGNOSA NOC NIC
O KEPERAWATAN
1.a. Gangguan rasa nyaman terhadap Tingkat nyaman : bersihkan sekitar area
kurang nya nafsu makan, Terkendali mulut dan gigi yang yang
disebabkan oleh lidah yang kotor
kotor,gigi yang kuning dan
berbau, dan bibir yang kering

2 Gangguan rasa nyaman terhadap Suhu tubuh Pemberian cairan infus


suhu tubuh karena kekurangan normal
cairan didalam tubuh, disebabkan
oleh suhu tubuh yang meningkat

3. Hipetermi berhubungan dengan Setelah Fever treatment


penyakit. dilakukan
tindakan 1. Monitor suhu
keperawatan sesering mungkin
selama 3x24
jam diharapkan 2. Monitor warna dan
suhu tubuh suhu kulit
normal, dengak
kriteria hasil : 3. Monitor tekanan
1. Suhu tubuh darah, nadi dan RR
dalam rentang
normal 4. Monitor penurunan
tingkat kesadaran
2. Nadi dan RR
dalam rentang 5. Berikan anti piretik
normal Berikan pengobatan
untuk mengatasi
Tidak ada penyebab demam

15
perubahan warna
kulit dan tidak ada
pusing, merasa
Nyaman
4. Devisit perawatan diri : mandi Setelah Self Care assistane :
berhubungan dengan kelemahan dilakukan ADLs
tindakan 1. Monitor kemampuan
keperawatan klien untuk perawatan
selama 3x24 diri yang mandiri
jam diharapkan
Self care :
Activity of
Daily Living
5. Klien mengatakan selama Kriteria hasil : 2. Monitor kebutuhan
sakit belum pernah sikat gigi klien untuk alat-
1. Keadaan alat bantu untuk
umum baik kebersihan diri,
berpakaian,
2. Klien tampak berhias, toileting
rapih dan dan makan
bersih 3. Pertimbangkan
usia klien jika
Klien merasa mendorong
nyaman pelaksanaan
aktivitas sehari-
hari
4. Sediakan bantuan
sampai klien
mampu secara
utuh untuk
melakukan self-
care

16
5. Dorong klien
untuk melakukan
aktivitas sehari-
hari yang normal
sesuai kemampuan
yang dimiliki

8. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN

N DIAGNOSA KEPERAWATAN HARI/TANGGAL IMPLEMENTASI


O
1. Kurang nafsu makan Selasa 22 juni 2021 Membantu pasien
untuk
membersihkan
sekitar area mulut
dan gigi
2 Suhu tubuh meningkat Rabu 23 juni 2021 Memberikan cairan
infus

9. EVALUASI KEPERAWATAN

N DIAGNOSA KEPERAWATAN HARI/TANGGAL EVALUASI


O
1. Kurang nafsu makan Kamis 24 juni 2021 S: Istri klien
mengatakan bahwa
porsi makan pasien

17
atau suaminya
sudah bertambah
O : porsi makan
klien habis
P : intervensi
dilanjutkan
2 Suhu tubuh meningkat Jumat 25 juni 2021 S: istri klien
mengatakan suhu
tubuh suaminya
mulai normal, sejak
pemberian infus
O : Klien tampak
rileks
P: Intervensi
dilanjutkan
3. Memonitor warna dan suhu kulit Sabtu 26 juni 2021 S: klien mengatakn
suhu tubuh pasien
meningkat padasaat
sore hari
O: Setelah klien
meminum obat suhu
tubuh klien klien
berangsur menurun
P: Intervensi
dilanjutkan
4. Memonitor tekanan darah , nadi dan Minggu 27 juni TTV: TD 100/70
RR 2021 mmHg, N

80x/menit, S
37,9ºC, P
20x/menit
P: masalah belum

18
teratasi

5. Memonitor penurunan tingkat Senin 28 juni 2021 S: klien mengatakan


keasadaran suhu tubuhnya tidak
seperti hari
sebelumya panas.
O: keadaan umum
cukup. Tingkat
kesadaran
composmentis
Kulit
teraba
hangat
Klien
nampak
tenang

6 Memonitor kebutuhan klien untuk Selasa 29 juni 2021 S:


alat-alat bantu untuk
kebersihan diri, berpakaian, berhias, Klien mengatakan
toileting dan makan. ke kamar mandi
untuk toileting
masih di bantu
keluarga
Klien mengatakan
sudah mandi
dengan cara
mengelap basah
badan dan
menggosok gigi
sendiri
Klien mengatakan

19
makan dilakukan
secara mandiri

O:

Keadaan
umum
cukup Klien
nampak
tenang
Klien terlihat
bersih dan rapi
Kulit lembab
sehabis mandi
P:
Masalah belum
teratasi

20
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan

Setelah mempelajari teori-teori dari pengalaman langsung di lahan praktek melalui


studi kasus serta kesenjangan yang terjadi antara teori dan praktek tentang teori penyakit
thypoid abdominalis, maka penulis dapat menarik kesimpulan sebagai berikut :

1. Umumnya klien thypoid abdominalis yang berkunjung ke Puskesmas setelah ada


keluhan : demam tinggi biasanya suhu tubuh meningkat pada malam hari dan
menurun pagi hari, nyeri kepala, lemah, lesu, nyeri otot pada minggu pertama,
gangguan pada saluran cerna : halitosis (bau nafas yang menusuk), bibir kering dan
pecah-pecah lidah di tutupi selaput putih kotor (coated tongue), metorismus, mual,
tidak nafsu makan, hepatomegali, splenomegali yang disertai nyeri perabaan.
Gangguan kesadaran : penurunan kesadaran (apatis, somnolen) yang sama ditemukan
keluhan Tn. A saat pengkajian adanya, demam, bibir kering dan pecah-pecah lidah di
tutupi selaput putih kotor (coated tongue), dan lemah.
2. Diagnosa keperawatan pada kasus Tn. A masih sama terdapat pada teori antara lain
adalah hipertermi berhubungan dengan penyakit dan devisit perawatan diri : mandi
berhubungan dengan kelemahan.

21
DAFTAR PUSTAKA

Ardiansyah. Muhamad. 2012. Medikal Bedah untuk mahasiswa. DIVA Press: Jogjakarta Dinas
Kesehatan Kota Kendari, 2016. Laporan Data Angka Kesakitan 2016. Dinas

Kesehatan Kota Kendari: Kendari.

Dinas Kesehatan Kota Kendari, 2017. Laporan Data Angka Kesakitan 2017. Dinas Kesehatan
Kota Kendari: Kendari.

Dinas Kesehatan Provinsi Sultra, 2014. Laporan Data Angka Kesakitan 2015. Dinas
Kesehatan Provinsi Sultra: Kendari.

Debora. 2011. Proses Keperawatan dan Pemeriksaan Fisisk. Jakarta: Salemba medika.
Inawati, 2017. Demam Tifoid. Artikel Kesehatan Departemen Patologi Anatomi Dosen

Fakultas Kedokteran Universitas Wijaya Kusuma Surabaya.

Kemenkes RI, 2011. Laporan Data Angka Demam Thypoid. Departemen Kesehatan Republik
Indonesia Dinas: Jakarta.

Librianty, 2014. Gangguan Metabolisme Hipertermia. Artikel kesehatan diakses di


http://www.kerjanya.net padatanggal 10 Juni 2018 pukul 20.15 WIB.

Nelwan, 2012. Tata Laksana Terkini Demam Tifoid. Jurnal penelitian CDK-192/vol. 39 no. 4
Divisi Penyakit Tropik dan Infeksi Departemen Ilmu Penyakit Dalam,
FKUI/RSCM-Jakarta.

Ngastiyah. (2006). Perawatan Anak Sakit. Jakarta : EGC.

22
23

Anda mungkin juga menyukai