Anda di halaman 1dari 35

ASUHAN KEPERAWATAN

TYPOID ABDOMINALIS

Di Kerjakan Oleh :
Amanda Dwi Silviana (201901009)
Andrik Ika Febrianti (201901010)
Galuh Sukma Jatining P (201901033)
Gilang Wirama Adi (201901034)
Muhammad Sulthoni A (201901056)
Nabilla Safitri (201901057)
Rachma Diah Ayu W D (201901066)
Silfi Risqi Romadhoni (201901077)
Silvia Eka Agustin (201901078)
Zolanda Margareta (201901093)

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


STIKES KARYA HUSADA KEDIRI
2021/2010
KATA PENGANTAR

Puji Syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah dapat menyelesaikan tugas
makalah yang berjudul “ASUHAN KEPERAWATAN TYPOID ABDOMINALIS”, tepat
pada waktunya.

Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas KMB II.
Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan tentang Asuhan
Keperawatan Typoid Abdominalis bagi para pembaca dan juga bagi penulis.

Kami juga mengucapkan terima kasih kepada dosen Bapak Andika Siswoaribowo,
S.Kep.NS.M.Kep selaku dosen fasilitator tugas Asuhan Keperawatan tentang Typoid
Abdominalis kelompok 5.

Kami menyadari, makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang membangun akan kami nantikan demi kesempurnaan
makalah ini.

Pare, 15 Maret 2021

(Penulis)

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................i

DAFTAR ISI.........................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN......................................................................................1

1.1 Latar Belakang.............................................................................................1


1.2. Rumusan Masalah........................................................................................3
1.3. Tujuan...........................................................................................................3
1.3.1 Tujuan Umum........................................................................................3
1.3.2 Tujuan Khusus.......................................................................................3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA..........................................................................4

2.1. Definisi........................................................................................................4
2.2. Anatomi Fisiologi........................................................................................5
2.3. Patofisiologi................................................................................................9
2.4. Manifestasi Klinik.....................................................................................11
2.5. Pemeriksaan Penunjang.............................................................................11
2.6. Komplikasi................................................................................................11
2.7. Penatalaksanaan........................................................................................12
BAB III PEMBAHASAN...................................................................................16

3.1. Kasus Semu...............................................................................................16


3.2. Pengkajian.................................................................................................16
3.3. Riwayat Kesehatan....................................................................................17
3.4. Pemeriksaan Fisik.....................................................................................17
3.5. Pemeriksaan Penunjang.............................................................................18
3.6. Analisis Data.............................................................................................18
3.7. Diagnosa Keperawatan..............................................................................19
3.8. Intervensi...................................................................................................20
3.9. Implementasi.............................................................................................23
3.10.Evaluasi.....................................................................................................25

ii
BAB IV KESIMPULAN.....................................................................................27

4.1 Kesimpulan.................................................................................................27
4.2 Saran...........................................................................................................27
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................28

iii
iv
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Tifus adalah penyakit infeksi perut yang disebabkan oleh Salmonella typhii. Nama
Tifus lebih populer disebut Tifus Abdominalis, Demam Tifoid atau Demam enterik.
Profil pengendalian penyakit dan lingkungan sehat tahun 2006 melaporkan bahwa tifus
menjadi masalah kesehatan masyarakat. Angka kesakitan dan kematian akibat tifus
adalah 500 per 100.000 penduduk, dan angka kematian 65%. Tujuan dari penelitian ini
adalah untuk mengetahui prevalensi tifus dan hubungannya dengan beberapa determinan
yang ada di Indonesia. Penelitian ini menggunakan desain potong lintang dengan analisis
deskriptif tentang hubungan faktor determinan dengan prevalensi tifus di Indonesia tahun
2007. Sampel penelitian adalah semua sampel yang menjawab kuisioner tentang Tifus.
Mengumpulkan data dengan kuesioner langsung. Faktor determinan dalam analisis
adalah karakteristik individu, status demografi, status ekonomi, dan lingkungan. Hasil
penelitian menunjukkan prevalensi tifoid klinis 1,5% dengan kisaran prevalensi (0,4% -
2,6%).

Thypoid Abdominalis merupakan infeksi sistemik yang disebabkan oleh Salmonella


enterica serovar typhi (S typhi) (Nelwan, 2012). Menurut Inawati (2017) Gejala biasanya
muncul 1-3minggu setelah terkena, dan gejala 2 meliputi demam tinggi, malaise, sakit
kepala, mual, kehilangan nafsu makan, sembelit atau diare, bintik-bintik merah muda di
dada (Rose spots), dan
pembesaran limpa dan hati (Inawati, 2017). Salah satu masalah yang timbul pada pasien
demam Thypoid yaitu hipertermia. Hipertermi adalah suatu keadaan dimana seorang
individu mengalami peningkatan suhu tubuh di atas 37,8ºC peroral atau 38,8ºC perrektal
karena faktor eksternal. Hipertermi berhubungan ketika system kontrol suhu normal
tubuh tidak dapat secara efektif mengatur suhu internal (Librianty, 2014).

Peran perawat dalam hal penanganan masalah kesehatan ini mencakup 4 peranan
yaitu upaya peningkatan kesehatan (promotif), pencegahan penyakit (preventif),
penyembuhan penyakit (kuratif), dan pemulihan kesehatan (rehabilitatif) yang
dilaksanakan secara menyeuruh, hal-hal yang bias dilakukan adalah seperti memberikan

1
penyuluhan mengenai masalah kesehatan, memberikan pendidikan kesehatan kepada
pasien maupun masyarakat seperti memberikan informasi bagaimana melakukan
pencegahan secara dini terhadap masalah Thypoid Abdominalis dan upaya
penyembuhannya. Serta peran kita yang terakhir adalah bagaimana cara kita memberikan
pelayanan yang baik sebagai seorang perawat dalam pemulihan kesehatan pasien atau
masyarakat (Syaiful, 2015).
Demam typhoid merupakan suatu penyakit infeksi sistemik yang disebabkan oleh
Salmonella typhi yang masih dijumpai secara luas di berbagai negara berkembang yang
terutama terletak di daerah tropis dan subtropis. Penyakit ini juga merupakan masalah
kesehatan masyarakat yang penting karena penyebarannya berkaitan erat dengan
urbanisasi, kepadatan penduduk, kesehatan lingkungan, sumber air dan sanitasi yang
buruk serta standar higiene industri pengolahan makanan yang masih rendah
(WidodoJoko, 2009).
Demam typhoid merupakan suatu penyakit infeksi sistemik yang disebabkan oleh
Salmonella typhi yang masih dijumpai secara luas di berbagai negara berkembang yang
terutama terletak di daerah tropis dan subtropis. Penyakit ini juga merupakan masalah
kesehatan masyarakat yang penting karena penyebarannya berkaitan erat dengan
urbanisasi, kepadatan penduduk, kesehatan lingkungan, sumber air dan sanitasi yang
buruk serta standar higienes industri pengolahan makanan yang masih rendah
(WidodoJoko, 2009).
Demam typhoid merupakan suatu penyakit infeksi sistemik yang disebabkan oleh
Salmonella typhi yang masih dijumpai secara luas di berbagai negara berkembang yang
terutama terletak di daerah tropis dan subtropis. Penyakit ini juga merupakan masalah
kesehatan masyarakat yang penting karena penyebarannya berkaitan erat dengan
urbanisasi, kepadatan penduduk, kesehatan lingkungan, sumber air dan sanitasi yang
buruk serta standar higiene industri pengolahan makanan yang masih rendah
(WidodoJoko, 2009).
Demam typhoid merupakan suatu penyakit infeksi sistemik yang disebabkan oleh
Salmonella typhi yang masih dijumpai secara luas di berbagai negara berkembang yang
terutama terletak di daerah tropis dan subtropis. Penyakit ini juga merupakan masalah
kesehatan masyarakat yang penting karena penyebarannya berkaitan erat dengan
urbanisasi, kepadatan enduduk, kesehatan lingkungan, sumber air dan sanitasi yang
buruk serta standar higiene industri pengolahan makanan yang masih rendah (Widodo
Joko, 2009).

2
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa definisi Thypoid Abdominalis ?
2. Bagaimana etiologi Thypoid Abdominalis ?
3. Bagaimana patofisiologi Thypoid Abdominalis ?
4. Apa saja manifestasi klinis dari Thypoid Abdominalis ?
5. Bagaimana pemeriksaan diagostik Thypoid Abdominalis ?
6. Bagaimana penatalaksaan dari Thypoid Abdominalis ?
7. Apa saja komplikasi yang ada pada Thypoid Abdominalis ?
8. Bagaimana konsep asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan pencernaan
akibat Thypoid Abdominalis ?

1.3 Tujuan
1. Tujuan Umum
Mampu memberikan asuhan keperawatan kepada klien dengan gangguan
sistem pencernaan akibat Thypoid Abdominalis
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui dan memahami pengertian gangguan pencernaan akibat Thypoid
Abdominalis
b. Mengetahu dan memahami penyebab gagguan pencernaan akibat Thypoid
Abdominalis
c. Mengetahui dan memahami patofisiologi gangguan pencernaan akibat
Thypoid Abdominalis
d. Mengetahui dan memahami WOC dari Thypoid Abdominalis
e. Mampu melakukan pengkajian kepada klien dengan gngguan pencernaan
akibat Thypoid Abdominalis
f. Mampu menentukan diagnosa keperawatan kepada klien dengan gangguan
pencernaan akibat Thypoid Abdominalis
g. Mampu membuat intervensi keperawatan kepada klien dengan gangguan
pencernaan akibat Thypoid Abdominalis
h. Mampu melakukan implementasi keperawatan kepada klien dengn gangguan
pencernaan akibat Thypoid Abdominalis
i. Mampu melakukan evaluasi keperawatan kepada klien dengn gangguan
pencernaan akibat Thypoid Abdominalis

3
4
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DEFINISI
Thypoid Abdominalis ialah penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai
saluran cerna dengan gejala demam lebih dari 7 hari, gangguan pada saluran cerna
dan gangguan kesadaran.
Thypoid Abdominalis ialah penyakit sistemik akut yang di sebabkan oleh
infeksi bakteri negatif, genus salmonella yaitu salmonella typhi yang masuk ke dalam
makanan, minuman atau bahan-bahan lain yang dicemari bakteri tersebut (Yudi,
2008).
Thypoid Abdominalis adalah penyakit infeksi bakteri pada usus halus dan
terkadang pada aliran darah, yang di sebabkan oleh kuman salmonella typhi atau
salmonella paratyphi A, B dan C, yang terkadang juga dapat menyebabkan
gastroenteritis (keracunan makanan) dan septikemia (tidak menyerang usus).
Demam typhoid atau Typhoid Fever ialah suatu sindrom sistemik terutama
disebabkan oleh Salmonella typhi. Demam merupakan jenis terbanyak dari
salmonelosis. Jenis lain dari demam enterik adalah demam paratifoid yang disebabkan
oleh S. paratyphi A, S. schottmuelleri (semula S. paratyphi B), dan S. hirschfeldii
(semula S. paratyphi C). Thypoid Abdominalis memperlihatkan gejala lebih berat
dibandingkan demam enterik yang lain.
Beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa penyakit Thypoid
Abdominalis adalah suatu penyakit infeksi akut yang menyerang manusia khususnya
pada saluran pencernaan yaitu pada usus halus yang disebabkan oleh kuman
salmonella typhi yang masuk melalui makanan atau minuman yang tercemar dan
ditandai dengan demam berkepanjangan lebih dari satu minggu, gangguan pada
saluran pencernaan, dan lebih di perburuk dengan gangguan penurunan kesadaran.

4
2.2 ANATOMI FISIOLOGI

1. Organ Pencernaan Utama


a. Mulut
Mulut adalah rongga lonjong pada permulaan saluran pencernaan. Terdiri atas
dua bagian, bagian luar yang sempit atau vestibula yaitu ruang diantara gusi serta
gigi dengan bibir dan pipi, dan bagian dalam yaitu rongga mulut yang di batasi di
sisi - sisinya oleh tulang maxilaris dan Semua gigi, dan di sebuah belakang
bersambung dengan awal faring. Atap mulut di bentuk oleh palatum, dan lidah
terletak di lantainya dan terikat pada tulang hioid. Di garis tengah terdapat lipatan
membran mukosa (frenulum linguas) menyambung lidah dengan lantai mulut. Di
kedua sisi terletak papila sublingualis, yang memuat lubang kelenjar ludah
submandibularis. Sedikit external dari papila ini terletak lipatan sublingualis
tempat lubang-lubang halus kelenjar ludah sublingualis bermuara. Selaput lendir
mulut di tutupi oleh epitelium yang berlapis-lapis. Dibawahnya terletak kelenjar –
kelenjar halus yang mengeluarkan lendir. Selaput ini sangat kaya akan pembuluh
darah dan juga memuat banyak ujung akhir saraf sensoris
b. Faring dan Esofagus
Faring atau tekak terletak di belakang hidung, mulut dan laring (tenggorokan).
Faring berupa saluran berbentuk kerucut dari bahan membran berotot (maskulo

5
membranosa) dengan bagian terlebar di sebelah atas dan berjalan dari dasar
tengkorak sampai di ketinggian 13 vertebra servikal ke enam, yaitu ketinggian
tulang rawan krikoid tempat faring bersambung dengan esofagus. Esofagus adalah
sebuah tabung berotot yang panjangnya dua puluh sampai dua puluh lima
sentimeter, di atas di mulai dari faring sampai pintu trakea dan di depan tulang
punggung. Setelah melalui torax menembus diafragma untuk masuk ke dalam
abdomen dan menyambung dengan lambung. Esofagus berdinding empat lapis. Di
sebelah luar terdiri atas lapisan jaringan ikat yang renggang, sebuah lapisan otot
yang terdiri atas dua lapis serabut otot, yang satu berjalan longitudinal dan yang
lain sirkuler, sebuah lapisan submukosa dan di paling dalam terdapat selaput
lendir mukosa.
c. Lambung
Merupakan bagian saluran pencernaan yang terdiri dari bagian atas disebut
fundus, bagian utama dan bagian bawah yang horizontal yakni antrum pilorik.
Lambung berhubungan langsung dengan esofagus melalui orifisium atau kardia
dan dengan duodenum melalui orifisium pilorik, lambung ini terletak di bawah
diafragma dan di depan pankreas, limfa menempel pada sebelah kiri fundus.
Lambung memiliki dua fungsi. Pertama fungsi motorik, yakni sebagai reservoir
yaitu menampung makanan sampai dicerna sedikit - demi sedikit dan sebagai
pencampur yakni memecah makanan menjadi partikel-partikel kecil dan campur
dengan asam lambung. Kedua fungsi sekresi dan pencernaan yakni untuk
mensekresi pepsin dan HCl yang akan 14 memecah protein menjadi pepton,
sedang amylase memecah amilum menjadi maltose, lipase memecah lemak
menjadi asam lemak dan gloserol, untuk membentuk sekresi gastrin, mensekresi
faktor intrinsik yang memungkinkan mengabsorpsi vitamin B12 usus halus yaitu
di ilieum dan mensekresi mukus yang bersifat protektif. Pada lambung makanan
berada 2-6 jam kemudian mencampur makanan dengan getah lambung (cairan
asam bening tak berwarna) yang mengandung 0.4 % HCl yang mengasamkan
semua makanan yang bekerja sebagai antiseptik dan desinfektan. Dalam getah
lambung terdapat beberapa enzim diantaranya pepsin yang dihasilkan oleh
pepsinogen yang berfungsi mengubah makanan menjadi bahan yang lebih mudah
larut dan renin yang berfungsi untuk membekukan susu atau membentuk kasein
dari karsinogen yang dapat larut.

6
d. Usus Halus
Usus halus adalah tabung yang kira-kira sekitar dua setengah meter panjang
dalam keadaan hidup. Angka yang biasa di berikan enam meter adalah penemuan
setelah mati bila otot telah kehilangan tonusnya. Usus halus memanjang dari
lambung sampai katup ileokolika tembang bersambung dengan usus besar. Usus
halus terletak di daerah umbilicus dan di kelilingi oleh usus besar. Usus halus
terdiri dari 3 bagian yaitu :
1) Duadenum adalah bagian pertama usus halus yang 25 cm panjangnya,
berbentuk sepatu kuda, dan kepalanya mengelilingi 15 kepala prankeas. Satu
lubang yaitu di sebut ampula hepatoprankeatika atau ampula pateri, sepuluh
sentimeter dari vilorus.
2) Yeyunum menempati dua per lima sebelah atas dari usus halus yang
selebihnya.
3) Ileum menempati tiga per lima akhir. Fungsi usus halus adalah mencerna
dan mengabsorsi khime dari lambung. Isinya yang cair (khime) di jalankan
oleh serangkaiaan gerakan peristaltik yang cepat. Setiap gerakan lamanya
satu second dan antara dua gerakan ada istirahat beberapa second.

Terdapat juga jenis gerakan lain seperti berikut :

1) Gerakan segmental ialah gerakan yang memisahkan beberapa segmen usus


yang satu dengan yang lain karena diikat oleh gerakan konstriksi serabut
sikuler. Hal ini memungkinkan isi yang cair ini sementara bersentuhan
dengan dinding.
2) Gerakan penduluan atau ayunan menyebabkan isi usus bercampuran dua
cairan pencerna masuk duodenum melalui saluran-saluran mereka yaitu
empedu melalui hati dan getah prankeas.
e. Usus besar
Usus besar atau kolon yang kira-kira satu setengah meter panjangnya adalah
sambungan dari usus halus dan mulai di katup ilekolik atau ileosekal yaitu tempat
sisa makanan lewat. Kolon sebagai 16 kantung yang mekar dan terdapat apendix
vermiformis atau umbay cacing. Apendik juga terdiri atas empat lapisan dinding
yang sama seperti usus lainya hanya lapisan submukosanya berisi sejumlah besar

7
jaringan limfe yang di anggap mempunyai fungsi serupa dengan tonsil. Sebagian
terletak di bawah sekum dan sebagian di belakang sekum atau di sebut
retrosekum. Sekum terletak di daerah iliaka kanan dan menempel pada otot
iliopoas. Dari sini kolon naik melalui daerah sebelah kanan lumbal dan di sebut
kolon asendens. Di bawah hati berbelok pada tempat yang di sebut flexura
hepatika, lalu berjalan melalui peti daerah epigastrik dan umbilikal sebagai kolon
transversus. Di bawah limpa membelok sebagai kolon desendens. Di daerah kanan
iliaka terdapat belokan yang di sebut flexura sigmoid dan di bentuk kolon
sigmodieus atau kolon pelvis, dan kemudian masuk pelvis dan menjadi rektum.
Rektum ialah yang sepuluh sentimeter terbawah dari usus besar, di mulai pada
kolon sigmoideus dan berakhir pada saluran yang kira-kira tiga sentimeter
panjangnya. Saluran ini berakhir ke dalam anus yang di jaga oleh otot internal dan
external.
2. Organ aksesoris
Organ aksesoris terdiri dari hati, kantung empedu, dan prankeas. Ke tiga organ
ini membantu terlaksananya sistem pencernaan makanan secara kimia.
a. Hati
Merupakan kelenjar terbesar di dalam tubuh yang terletak di bagian teratas
dalam rongga abdomen di sebelah kanan di bawah diafragma. Hati terbagi dalam
dua belahan utama kanan dan kiri. Permukaan atas berbentuk cembung dan
terletak di bawah diafragma. Permukaan bawah tidak rata dan memperlihatkan
lekukan (fisura tranversus). Permukaannya di lintasi oleh berbagai pembuluh
darah yang masuk keluar hati. Visura longitudinal memisahkan belahan kanan dan
kiri di permukaan bawah.
b. Kantong Empedu
Merupakan sebuah kantung berbentuk terong dan merupakan membran
berotot. Letaknya di dalam sebuah lekukan disebelah permukaan bawah hati
sampai di pinggiran depannya. Panjangnya delapan kantung empedu terbagi
dalam sebuah fundus, badan, leher dan terdiri dari atas tiga pembungkus yakni :

1) Sebelah luar pembungkus serosa peritoneal

2) Sebelah tengah jaringan berotot tidak bergaris.

3) Sebelah dalam membran mukosa.

8
c. Prankeas

Merupakan kelenjar majemuk bertandan, struknya sangat mirip dengan


kelenjar ludah. Panjangnya kira-kira lima belas sentimeter mulai dari duodenum
sampai limpa. Prankeas terdiri atas tiga bagian: yaitu bagian kepala prankeas yang
terletak di sebelah kanan rongga abdomen dan di dalam lekukan rongga abdomen,
badan prankeas yang 18 letaknya di belakang lambung dan di depan vertebra lumbalis
pertama dan ekor prankreas yang merupakannbagian yang runcing di sebelah kiri dan
menyentuh limpan.

2.3 ETIOLOGI
Penyebab utama dari penyakit Thypoid Abdominalis adalah salmonella enteric
yang dapat hidup di lingkungan yang kering tetapi peka terhadap klorinisasi dan
plepasteurisasi. Salmonella paratypi adalah kuman penyebab penyakit demam
paratifoid. Sedangkan yang dinamakan salmonella schotmulleri dahulu disebabkan
sebagai penyebab demam paratifoid.
Etiologi dari demam tifoid adalah Salmonella typhi, termasuk genus
Salmonella yang tergolong dalam family Enterobacteriaceae. Salmonella bersifat
bergerak, berbentuk spora, tidak berkapsul, gram (-). Tahan terhadap berbagai bahan
kimia, tahan beberapa hari/minggu pada suhu kamar, bahan limbah, bahan makanan
kering, bahan farmasi, dan tinja. Salmonella mati pada suhu 54,4º C dalam 1 jam atau
60º C dalam 15 menit. Salmonella mempunyai antigen O (somatik) adalah komponen
dinding sel dari lipopolisakarida yang stabil pada panas dan antigen H (flagelum)
adalah protein yang labil terhadap panas. Pada S. Typhi, juga pada S. Dublin dan S.
Hirschfeldii terdapat antigen Vi yaitu polisakarida kapsul.

2.4 PATOFISIOLOGI
Bakteri salmonella typhi masuk ke dalam tubuh melalui makanan dan air yang
tercemar. Sebagian kuman dihancurkan oleh asam lambung, dan sebagian masuk ke
usus halus, mencapai plague peyeri di ileum terminalis yang hipertrofi. Salmonella
typhi memiliki fimbria khusus yang dapat menempel ke lapisan plague peyeri,
sehingga bakteri dapat di fagositosis. Setelah menempel, bakteri memproduksi protein

9
yang mengganggu brush bonder usus dan memaksa sel usus untuk membentuk
kerutan ocal em yang akan melapisi bakteri dalam vesikel. Bakteri dalam vesikel
akan menyebrang melewati sitoplasma sel usus dan di presentasikan ke makrofag.
Kuman memiliki berbagai mekanisme sehingga dapat terhindar dari serangan
system imun seperti polisakarida kapsul Vi. Penggunaan makrofag sebagai kendaraan
dan gen Salmonella patogencity Island 2 (SPI2).
Setelah sampai kelenjar getah bening mensenterika, kuman kemudian masuk ke aliran
darah melalui ocal torasikus sehingga terjadi ocal emia pertama yang asimtomatik.
Salmonella typhi juga bersarang dalam ocal retikuloendotelial terutama hati dan
limpa, dimana kuman meninggalkan sel fagosit berkemang biak dan masuk sirkulasi
darah lagi sehingga terjadi ocal emia kedua dengan gejala sistemik. Salmonella typhi
menghasilkan endotoksin yang berperan dalam inflamasi ocal jaringan tempat
kuman berkembang biak merangsang pelepasan zat pirogendan leukosit jaringan 20
sehingga muncul demam dan gejala sistemik lain. Perdarahan saluran cerna dapat
terjadi akibat erosi pembuluh darah sekitar plague peyeri. Apabila proses patologis
semakin berkembang, perorasi dapat terjadi.

PATHWAY

10
2.5 MANIFESTASI KLINIK

menifestasi klinik tifoid yaitu:

1. Nyeri kepala, lemah, lesu, nyeri otot pada minggu pertama,


2. Demam yang tidak terlalu tinggi dan berlangsung selama 3 minggu, minggu
pertama peningkatan suhu tubuh berflukutasi. Biasanya suhu tubuh meningkat
pada malam hari dan menurun pagi hari. Pada minggu kedua suhu tubuh terus
meningkat, dan minggu ketiga suhu berangsurangsur turun dan kembali
normal.
3. Gangguan pada saluran cerna: halitosis (bau nafas yang menusuk), bibir
kering dan pecah-pecah lidah di tutupi selaput putih kotor (coated tongue),
metorismus, mual, tidak nafsu makan, hepatomegali, splenomegali yang
disertai nyeri perabaan.
4. Gangguan kesadaran: penurunan kesadaran.
2.6 PEMERIKSAAN PENUNJANG

11
5. Pemeriksaan darah tepi Leokopenia, limfositosis, aneosinofilia, anemia,
trombositopenia.
6. Pemeriksaan sum-sum tulang Menunjukkan gambaran hiperaktif sumsum
tulang.
7. Biakan empedu
Terdapat basil salmonella typosa pada urin dan tinja. Jika pada pemeriksaan
selama dua kali berturut-turut tidak didapatkan basil salmonella typosa pada
urin dan tinja, maka pasien dinyatakan betul-betul sembuh.
8. Pemeriksaan widal
Didapatkan titer terhadap antigen 0 adalah 1/200 atau lebih, sedangkan titer
terhadap antigen H walaupun tinggi akan akan dapat tetap tinggi setelah
dilakukan imunisasi atau bila penderita telah lama sembuh
2.7 KOMPLIKASI
9. Perdarahan
Dapat terjadi pada 1-10 % kasus, terjadi setelah minggu pertama dengan
ditandai antara lain oleh suhu yang turun disertai dengan peningkatan denyut
nadi.
10. Perforasi usus
Terjadi pada 0,5-3 % kasus, setelah minggu pertama didahului oleh
perdarahan berukuran sampai beberapa cm di bagian distal ileum ditandai 22
dengan nyeri abdomen yang kuat, muntah, dan gejala peritonitis. Komplikasi
ekstraintestinal diantaranya ialah :
a. Sepsis
Ditemukan adanya kuman usus yang bersifat aerobic
b. Hepatitis dan kholesistitis
Ditandai dengan gangguan uji fungsi hati, pada pemeriksaan amylase
serum menunjukkan peningkatan sebagai petunjuk adanya
komplikasi pancreatitis
c. Pneumonia atau bronchitis
Sering ditemukan yaitu kira-kira sebanyak 10 %, umumnya
disebabkan karena adanya superinfeksi selain oleh salmonella
d. Miokarditis toksik

12
Ditandai oleh adanya aritmia, blok sinoatrial, dan perubahan segmen
ST dan gelombang T, pada miokard dijumpai infiltrasi lemak dan
nekrosis
e. Trombosis dan flebitis
Jarang terjadi, komplikasi neurologis jarang menimbulkan gejala
residual yaitu termasuk tekanan intrakranial meningkat, thrombosis
serebrum, ataksia serebelum akut, tuna wicara, tuna rungu, mielitis
tranversal, dan psikosis
f. Komplikasi lain

Pernah dilaporkan ialah nekrosis sumsum tulang, nefritis, sindrom


nefrotik, meningitis, parotitis, orkitis, limfadenitis, osteomilitis, dan
artritis.

2.8 PENATALAKSANAAN

11. Isolasi pasien, desinfeksi pakaian dan ekskreta


12. Perawatan yang baik untuk menghindari komplikasi, mengingat sakit yang
lama, lemah, anoreksia, dan lain-lain
13. Istirahat selama demam sampai 2 minggu setelah suhu normal kembali
(istirahat total), kemudian boleh duduk, jika tidak panas lagi boleh berdiri
kemudian berjalan diruangan
14. Diet makanan harus mengandung cukup cairan, kalori dan tinggi protein.
Bahan makanan tidak boleh mengandung banyak serat, tidak merangsang dan
tidak menimbulkan gas.dianjurkan minum susu 2 gelas sehari. Apabila
kesadaran pasien menurun di berikan makanan cair, melalui sonde lambung.
Jika kesadaran dan nafsu makan anak baik dapat juga di berikan makanan
lunak.
15. Pemberian antibiotik
Dengan tujuan menghentikan dan mencegah penyebaran bakteri. Obat
antibiotik yang sering di gunakan adalah :
a. Chloramphenicol dengan dosis 50 mg/kg/24 jam per oralatau dengan dosis
75 mg/kg/24 jam melalui IV dibagi dalam 4 dosis. Cloramhenicol dapat
menyembuhkan lebih cepat tetapi relapse terjadi lebih cepat pula dan obat
tersebut dapat memberikan efek samping yang serius

13
b. Ampicillin dengan dosis 200 mg/kg/24 jam melalui IV di bagi dalam 6
dosis. Kemampuan obat ini menurunkan demam lebih rendah dibandingkan
dengan chloramphenicol
c. Amoxicillin dengan dosis 100mg/kg/24 jam per os dalam3 dosis
d. Trimethroprim-sulfamethoxazol masing-masing dengan dosis 50 mg
SMX/kg/24 jam per os dalam 2 dosis,merupakan pengobatan klinik yang
efisien
e. Kotrimoksazol dengan dosis 2x 2 tablet (satu tablet mengandung 400mg
sulfamethoxazole dan 800 mg trimetroprim.Efektifitas obat ini hampir sama
dengan cloromphenico
J. Konsep Asuhan Keperawatan Secara Umum
1. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian merupakan tahap awal dari proses keperawatan. Disini,
semua data-data dikumpulkan secara sistematis guna menentukan status
kesehatan klien saat ini. Pengkajian harus dilakukan secara komprehensif
terkait dengan aspek biologis, psikologis, sosial, maupun spiritual klien.
Tujuan pengkajian adalah untuk mengumpulkan informasi dan membuat data
dasar klien. Metode utama yang dapat digunakan dalam pengumpulan data
adalah wawancara, observasi, dan pemeriksaan fisik serta diagnostic (Asmadi,
2008)
Data yang perlu dikaji dari pasien Typoid Abdominalis:
Identifikasi kisaran tanda dan gejala yang dilaporkan oleh pasien dalam
riwayat keperawatan dan pemeriksaan fisik
Kaji hasil pemeriksaan widal
Kaji suhu dan keadaan umum pasien
Kaji apakah ada tanda tanda dehidrasi
Kaji pasien apakah mengalami kejang
.2 Diagnosa, Tujuan dan Luaran, Intervensi Typoid Abdominalis ( SDKI,
SLKI & SIKI)
- Diagnosa Keperawatan
Suatu diagnose keperawatan adalah penilaian klinis tentang respon
manusia terhadap gangguan kesehatan atau proses kehidupan atau kerentanan
terhadap respon tersebut dari seorang individu, keluarga, kelompok atau
komunitas (NANDA-I 2013).

14
- Tujuan dan Luaran Keperawatan
Luaran keperawatan menunjukkannstatus diagnosankeperawatan
setelah dilakukan intervensi keperawatan (Gemini et all, 2020;ICNP,2015)
- Intervensi Keperawatan
Tahap perencaan dapat disebut sebagai inti atau pokok dari proses
keperawatan sebab perencanaan merupakan keputusan awal yang memberi
arah bagi tujuan yang ingin dicapai., hal yang akan dilakukan, termasuk
bagaimana, kapan, dan siapa yang akan melakukan tindakan keperawatan.
Karenanya, dalam menyusun rencana tindakan keperawatan untuk klien,
keluarga dan orang terdekat perlu dilibatkan secara maksimal (Asmadi,2008)
-Implementasi Keperawatan
Implementasi adalah tahap ketika perawat mengaplikasikan asuhan
keperawatan kedalam bentuk tindakan guna membantu klien mencapai tujuan
yang telah ditetapkan. Kemampuan yang harus dimiliki perawat pada tahap
implementasi adalah kemampuan komunikasi yang efektif, kemampuan
melakukan teknik psikomotor, kemampuan melakukan observasi sistematis,
kemampuan memberikan pendidikan kesehatan, kemampuan advokasi, dan
kemampuan evaluasi ( Asmadi, 2008)
- Evaluasi Keperawatan
Evaluasi adalah tahap akhir dari proses keperawatan yang merupakan
perbandingan yang sistematis dan terencana antara hasil akhir yang teramati
dan tujuan atau kriteria hasil yang dibuat pada tahap perencanaan.
Evaluasi dilakukan secara berkesinambungan dengan melibatkan klien
dan tenaga kesehatan lainnya. Jika hasil evaluasi menunjukkan tercapainya
tujuan dan kriteria hasil, klien bisa keluar dari siklus proses keperawatan. Jika
sebaliknya, klien akan masuk kembali kedalam siklus tersebut mulai dari
pengkajian ulang (Reassessment). Secara umum, evaluasi ditujukan untuk :
-Melihat dan menilai kemampuan klien dalam mencapai tujuan
-Menentukan apakah tujuan keperawatan telah tercapai atau belum
- Mengkaji penyebab jika tujuan asuhan keperawatan belum
Hasil akhir yang diharapkan untuk pasien :

15
BAB III

PEMBAHASAN

KASUS ASUHAN KEPERAWATAN TYPHOID ABDOMINALIS

3.1 Kasus Semu


Seorang anak perempuan bernama A berusia 17 tahun, datang ke RS bersama ibunya
pada tanggal 24 Februari 2021. Dengan keluhan demam disertai pusing dan mual. Ibunya

16
mengatakan anaknya sudah demam selama 15 hari bersifat turun naik dan suhu tubuh
meningkat pada malam hari dan menurun pagi hari. Sejak 4 hari yang lalu, demam tinggi
terus menerus tidak turun walaupun telah minum obat. Ibu mengatakan anaknya lemah
dan tidak bisa beraktivitas seperti biasanya sehingga memerlukan bantuan keluarga. Anak
terlihat wajahnya pucat, bibir kering dan pecah-pecah, lidah ditutupi selaput putih kotor
dan kulit terlihat memerah. Anak mengatakan tidak nafsu makan 2 minggu ini dan selalu
ingin muntah. Ibu mengatakan, sebelum dibawa ke RS anaknya mengalami kejang,
kondisi anaknya semakin lemah dan lebih banyak tidur. Anak juga mengatakan sering
sesak nafas setelah beraktivitas dan mudah lelah.
Pada pemeriksaan fisik, di dapatkan hasil TTV, TD: 90/70 mmHg, RR: 20x/menit, N:
100x/menit, S: 39ºC, TB: 150 cm, BB: 45 kg (BB sebelumnya 50 kg). Ditemukan rambut
rontok yang berlebih dan sariawan pada area mulut. Dari hasil pemeriksaan laboratorium
darah lengkap di temukan Hb 14,5 /dl, leukosit 19.000/ul, trombosit 17.000/ul. Dari hasil
pemeriksaan tersebut diagnosa medis: Typhoid Abdominalis.

3.2 Pengkajian
Nama : An. A Nama Ibu : Ny. B
Umur : 17 tahun Umur : 35 tahun
Agama : Islam Agama : Islam
Alamat : Kediri Alamat : Kediri
Pekerjaan : Pelajar. Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga.

3.3 Riwayat Kesehatan


1. Keluhan Utama
Keluhan demam, disertai pusing dan mual. Demam pertama kali muncul sejak 15 hari
yang lalu. Demam tinggi terus menerus tidak turun walaupun telah minum obat. Ibu
mengatakan anaknya lemah, sesak nafas paa saat beraktivitas dan mudah lelah. Anak
mengeluhkan tidak nafsu makan dan selalu ingin muntah. Ibu mengatakan, sebelum
dibawa ke RS anaknya kejang.
2. Alasan Datang

17
Demam tidak turun, kondisi semakin lemah, mengalami kejang dan pasien tidak mau
makan karena mual dan muntah.
3. Riwayat Keluarga
Ayah dan ibu Tn. C 40 tahun dan Ny. B 35 tahun. Pasien merupakan anak kedua dari
Tn. N dan Ny. Diantara anggota keluarga, ayah pernah dirawat karena typhoid 2 tahun
yang lalu dan tidak menuntaskan pengobatan di RS.
4. Riwayat Tumbuh Kembang
TB 150 cm, BB 45 kg (BB sebelumnya 50 kg).

3.4 Pemeriksaan Fisik


1. Keadaan umum : Lemah
2. Kesadaran : Composmetis
3. TTV
a. TD : 90/70 mmHg
b. N : 100 x/menit
c. RR : 20x/menit
d. S : 39oC
e. BB : mengalami penurunan dari 50 kg menjadi 45 kg
f. TB : 150 cm
4. Kepala
a. Rambut : rambut berwarna hitam dan rontok yang berlebih
b. Wajah : wajah terlihat pucat, terkadang wajah tampak memerah
c. Mata : konjungtiva normal, kemampuan penglihatan baik dan tatapan
terlihat lemah dan sayu
d. Hidung : tidak ditemukan polip dan fungsi penciuman baik
e. Telinga : bentuk telinga simetris dan keadaan telinga bersih bebas dari serumen
f. Mulut : terdapat sariawan pada area mulut
g. Bibir : bibir kering dan pecah-pecah
5. Leher

Tidak ada pembengkakan pada leher dan tidak ada pembesaran kelenjar tiroid

6. Ekstremitas
Tidak terdapat nyeri otot dan sendi pada ekstremitas atas dan bawah.

18
3.5 Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Darah Lengkap
Hb 14,5/dl, leukosit 19.000/ul, trombosit 17.000/ul.
2. Tes Widal
Thyph 1/160.

3.6 Analisis Data

No Data Etiologi Masalah


Keperawatan
1. DS: Proses penyakit Hipertermia
- Ibu pasien mengatakan anaknya
demam selama 15 hari naik turun Proses inflamasi
- Ibu pasien mengatakan anaknya
kejang sebelum dibawa ke RS. Hipertermia
DO:
- TTV
 TD : 90/70 mmHg
 N : 100 x/menit
 RR : 20x/menit
 S : 39oC
-Kulit terlihat memerah
-Leukostit 19.000 ul
2. DS: Mual muntah Defisit Nutrisi
- Pasien mengatakan tidak nafsu
makan 2 minggu ini dan selalu BB turun 10%
ingin muntah
DO: Defisit Nutrisi
- TTV
 TD : 90/70 mmHg
 N : 100 x/menit
 RR : 20x/menit
 S : 39oC
- BB 45 kg (sebelumnya 50 kg)

19
- Rambut rontok (+)
- Sariawan (+)
3. DS: Kelemahan pada otot Intoleransi Aktivitas
- Ibu mengatakan kondisi anaknya
semakin lemah dan tidak bisa Susah beraktivitas
beraktivitas seperti biasanya
sehingga memerlukan bantuan Intoleransi Aktivitas
keluarga
- Pasien mengatakan sering sesak
nafas setelah beraktivitas
DO:
- Pasien tampak lemah
- TTV
 TD : 90/70 mmHg
 N : 100 x/menit
 RR : 20x/menit
 S : 39oC.

3.7 Diagnosa Keperawatan


1. Hipertermia b.d proses inflamasi d.d suhu diatas normal
2. Defisit nutrisi b.d ketidakmampuan mencerna makanan d.d tidak nafsu makan selama
2 minggu dan selalu ingin muntah
3. Intoleransi aktivitas b.d kelemahan pada otot d.d kondisi semakin lemah dan lebih
banyak tidur.

3.8 Intervensi

Diagnosa Hari/Tanggal Tujuan dan Kriteria Intervensi (SIKI)


Keperawatan Hasil (SLKI)
Hipertermia Rabu, 24 Februari Setelah dilakukan tindakan Manajemen Hipertermia
(D.0130) 2021 1x24 jam, maka (1.15506)

20
termoregulasi membaik 1. Identifikasi penyebab
dengan kriteria hasil : hipertermia
- Suhu tubuh membaik 2. Monitor suhu tubuh
3. Sediakan lingkungan
- Kejang menurun
yang nyaman
- Pucat menurun 4. Berikan cairan oral
5. Lakukan pendinginan
eksternal (kompres
hangat)
6. Anjurkan tirah baring
7. Kolaborasi pemberian
cairan dan elektrolit
intravena

Regulasi Temperature
(1.14578)
1. Monitor suhu tubuh
anak tiap dua jam
2. Monitor tekanan darah,
frekuensi, pernafasan
dan nadi
3. Monitor warna dan
suhu kulit
4. Tingkatkan asupan
cairan dan nutrisi yang
adekuat.
Defisit Nutrisi Rabu, 24 Februari Setelah dilakukan tindakan Manajemen Nutrisi
(D.0019) 2021 1x24 jam, maka status (1.03119)
nutrisi membaik dengan 1. Identifikasi status
kriteria hasil : nutrisi
- Nafsu makan membaik 2. Identifikasi kebutuhan
- Sariawan menurun kalori dan jenis nutrient
- Rambut rontok 3. Lakukan oral hygiene
menurun. sebelum makan

21
4. Berikan makanan
tinggi kalori dan tinggi
protein
5. Kolaborasi dengan ahli
gizi untuk mennetukan
jumlah kalori dan jenis
nutrient yang
dibutuhkan.

Promosi Berat Badan


(1.03136)
1. Identifikasi
kemungkinan penyebab
BB kurang
2. Monitor adanya mual
dan muntah
3. Monitor jumlah kalori
yang dikonsumsi
sehari-hari
4. Berikan perawatan
mulut sebelum
pemberian makanan
5. Hidangkan makanan
secara menarik
6. Jelaskan makanan yang
bergizi tinggi, namun
tetap terjangkau.
Intoleransi Rabu, 24 Februari Setelah dilakukan tindakan Manajemen Energi
Aktivitas 2021 1x24 jam, maka toleransi (1.05178)
(D.0056) aktivitas meningkat dengan 1. Identifikasi gangguan
kriteria hasil : fungsi tubuh yang
- Keluhan lelah menurun mengakibatkan
- Dispneu setelah kelelahan
aktivitas menurun 2. Monitor kelelahan fisik

22
- Lemah menurun. dan emosional
3. Monitor lokasi dan
ketidaknyamanan
selama melakukan
aktivitas
4. Anjurkan tirah baring
5. Anjurkan melakukan
aktivitas secara
bertahap
6. Ajarkan strategi koping
untuk mengurangi
kelelahan.

3.9 Implementasi

Diagnosa Tanggal/Jam Tindakan Paraf


Hipertermia 24 Februari 2021 / Manajemen Hipertermia (1.15506)
(D.0130) 09.00 WIB 1. Mengidentifikasi penyebab
hipertermia
2. Melakukan monitoring suhu tubuh
3. Menyediakan lingkungan yang
nyaman
4. Memberikan cairan oral
5. Melakukan pendinginan eksternal
(kompres hangat)
6. Menganjurkan tirah baring
7. Melakukan kolaborasi pemberian
cairan dan elektrolit intravena

Regulasi Temperature (1.14578)


1. Melakukan monitoring suhu tubuh

23
anak tiap dua jam
2. Melakukan monitoring tekanan darah,
frekuensi, pernafasan dan nadi
3. Melakukan monitoring warna dan
suhu kulit
4. Meningkatkan asupan cairan dan
nutrisi yang adekuat.
Defisit Nutrisi 24 Februari 2021 / Manajemen Nutrisi (1.03119)
(D.0019) 09.00 WIB 1. Mengidentifikasi status nutrisi
2. Mengidentifikasi kebutuhan kalori dan
jenis nutrient
3. Melakukan oral hygiene sebelum
makan
4. Memberikan makanan tinggi kalori dan
tinggi protein
5. Melakukan kolaborasi dengan ahli gizi
untuk mennetukan jumlah kalori dan
jenis nutrient yang dibutuhkan.

Promosi Berat Badan (1.03136)


1. Mengidentifikasi kemungkinan
penyebab BB kurang
2. Melakukan monitoring adanya mual
dan muntah
3. Melakukan monitoring jumlah kalori
yang dikonsumsi sehari-hari
4. Memberikan perawatan mulut sebelum
pemberian makanan
5. Menghidangkan makanan secara
menarik
6. Menjelaskan makanan yang bergizi
tinggi, namun tetap terjangkau.

Intoleransi 24 Februari 2021 / Manajemen Energi (1.05178)

24
Aktivitas 09.00 WIB 1. Identifikasi gangguan fungsi tubuh
(D.0056) yang mengakibatkan kelelahan
2. Monitor kelelahan fisik dan emosional
3. Monitor lokasi dan ketidaknyamanan
selama melakukan aktivitas
4. Anjurkan tirah baring
5. Anjurkan melakukan aktivitas secara
bertahap
6. Ajarkan strategi koping untuk
mengurangi kelelahan.

3.10 Evaluasi

Diagnosa Tanggal/Jam Catatan Perkembangan Paraf


Keperawatan
Hipertermia 27 Februari 2021 / S :
(D.0130) 09.00 WIB - Ibu pasien mengatakan anaknya masih
demam naik turun dan sudah tidak
kejang
O:
- TTV
 TD : 100/70 mmHg
 N : 100x /menit
 RR : 20x /menit
 S : 37,8oC
- Kulit terlihat memerah

A : Masalah teratasi sebagian

P : Intervensi dilanjutkan
Defisit Nutrisi 27 Februari 2021 / S :

25
(D.0019) 09.00 WIB - Pasien mengatakan sudah bisa makan
sedikit dan tidak muntah
O:
- TTV
 TD : 100/70 mmHg
 N : 100x /menit
 RR : 20x /menit
 S : 37,8oC
- Sariawan (+)
- Rambut masih sedikit rontok

A : Masalah teratasi sebagian

P : Intervensi dilanjutkan
Intoleransi 27 Februari 2021 / S :
Aktivitas 09.00 WIB - Pasien mengatakan sudah tidak sesak
(D.0056) nafas setelah beraktivitas tetapi masih
membutuhkan bantuan keluarga saat
beraktivitas
O:
- TTV
 TD : 120/70 mmHg
 N : 100x /menit
 RR : 20x /menit
 S : 37,8oC

A : Masalah teratasi sebagian

P : Intervensi dilanjutkan

26
BAB IV
KESIMPULAN

4.1. Kesimpulan
Thypoid Abdominalis adalah suatu penyakit infeksi akut yang menyerang
manusia khususnya pada saluran pencernaan yaitu pada usus halus yang disebabkan
oleh kuman salmonella typhi yang masuk melalui makanan atau minuman yang
tercemar dan ditandai dengan demam berkepanjangan lebih dari satu minggu,
gangguan pada saluran pencernaan, dan lebih di perburuk dengan gangguan
penurunan kesadaran.
Umumnya klien thypoid abdominalis yang berkunjung ke Puskesmas setelah
ada keluhan : demam tinggi biasanya suhu tubuh meningkat pada malam hari dan
menurun pagi hari, nyeri kepala, lemah, lesu, nyeri otot pada minggu pertama,
gangguan pada saluran cerna : halitosis (bau nafas yang menusuk), bibir kering dan
pecah-pecah lidah di tutupi selaput putih kotor (coated tongue), metorismus, mual,
tidak nafsu makan, hepatomegali, splenomegali yang disertai nyeri perabaan.

4.2. Saran
Penyakit thypoid abdominalis merupakan gangguan pada sistem pencernaan
yang disebabkan oleh “Salmonella Typhi” untuk mengidentifikasi keadaan dirinya.
Pendidikan/penyuluhan kesehatan perlu ditingkatkan dan dilaksanakan secara intensif
kepada; individu, keluarga, kelompok, masyarakat, tentang cara penularan dan cara
27
pencegahan, pemberantasan, penanggulangan, pengobatan penyakit thypoid
abdominalis, agar masyarakat dapat berperan serta aktif memelihara dan
meningkatkan derajat kesehatannya serta dapat segera memeriksakan kesehatannya.

28
DAFTAR PUSTAKA

Rohmah, Nikmatur (2009). Proses Keperawatan Teori dan Aplikasi. Jakarta :Ar.Ruzz
media.

Kurniasih, Niska (2018). Gangguan Sistem Pencernaan: Thypoid Abdominalis.Kendari: KTI


PPNI (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan
Keperawatan, Edisi 1, Jakarta: DPP PPNI.

PPNI (20018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.

PPNI (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator Diagnostik,
Jakarta: DPP PPNI.

Hirawati,dkk.2012. Hubungan Faktor Determinan Dengan Kejadian Tifoid Di Indonesia


Tahun 2007. http://www.litbang.kemkes.go.id:8080/handle/123456789/79890. Diakses pada
01 Maret 2021

28

Anda mungkin juga menyukai