MODUL
Keperawatan
Paliatif
Penyusun :
Tim Dosen Program Studi Sarjana Keperawatan
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, sehingga Modul
Keperawatan Paliatif ini dapat diselesaikan. Modul Keperawatan Paliatif Program Studi S1
Ilmu Keperawatan Stikes Karya Husada ini dirasa sangat perlu untuk diterbitkan sebagai
pedoman bagi mahasiswa dan dosen dalam proses pembelajaran. Modul ini diharapkan dapat
menjadi panduan pencapaian kompetensi terkait dengan Keperawatan Paliatif.
Besar harapan kami agar modul ini dapat digunakan sebagai acuan peserta didik
dalam melatih meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan mengembangkan pembelajaran
secara mandiri. Semoga modul ini dapat dipergunakan dengan sebaik-baiknya. Kami merasa
masih banyak kekurangan dalam pembuatan modul ini, sehingga kritik dan saran yang
membangun untuk peningkatan kualitas modul ini sangat kami harapkan.
Kediri, 2020
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR…………………………………………………………..............................................
DAFTAR ISI……………………………………………………………………............................................
I. Komunikasi Penyampaian Prognosa.........................................................................
II. Komunikasi Penyampaian/Breaking Bad News.……………………...........................
III. Komunikasi Menjelang Ajal …………………………..................................................
IV. Manajemen Nyeri Non Farmakologi………………………………………………........
V. Manjemen Stres …………………….….....................................................................
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………...
5
TOPIK 1
KOMUNIKASI EFEKTIF PROGNOSIS NEWS
A. PENDAHULUAN
Perawatan paliatif merupakan pendekatan yang dilakukan untuk meningkatkan kualitas hidup
pada pasien dan keluarga dalam menghadapi masalah yang terkait dengan penyakit yang
mengancam jiwa melalui pencegahan dan meringankan penderitaan. Menghadapi dan
merawat seorang pasien penyakit kronis bukan hal mudah. Apalagi ketika angka harapan
hidup makin menurun. Di sana ada penolakan dan penyangkalan. Komunikasi jadi kunci
keberhasilan perawatan paliatif. Baik komunikasi mulai dari penyampaian berita buruk,
prognosis dan perawatan pasien dengan kasus paliatif.
TUJUAN PEMBELAJARAN
B. URAIAN MATERI
Pengertian
Prognosis news adalah penyampaian berita mengenai prediksi dari kemungkinan
perawatan, durasi dan hasil akhir suatu penyakit berdasarkan pengetahuan umum dari
patogenesis dan kehadiran faktor risiko penyakit.
Prognosis muncul setelah diagnosis dibuat dan sebelum rencana perawatan dilakukan.Faktor-
faktor prognosis adalah karakteristik yang memprediksi hasil akhir suatu penyakit begitu
penyakit itu muncul.
Kategori prognosis adalah sebagai berikut :
1. Ad vitam, menunjuk pada pengaruh penyakit terhadap proses kehidupan.
2. Ad functionam, menunjuk pada pengaruh penyakit terhadap fungsi organ atau fungsi
manusia dalam melakukan tugasnya.
3. Ad sanationam, menunjuk pada penyakit yang dapat sembuh total sehingga dapat
beraktivitas seperti biasa.
Prognosis digolongkan sebagai berikut:
1. Sanam : sembuh
2. Bonam : baik
3. Malam : buruk/jelek
4. Dubia : tidak tentu/ragu-ragu
6
b. Bahasa tubuh
Bahasa tubuh akan sangat bermakna saat menyampaikan sebuah informasi kepada pasien
maupun keluarga. Usahakan untuk tidak berbicara dan bergerak dengan terburu-buru dalam
menyampaikan berita. Agar suasana lebih santai, duduklah yang nyaman dengan posisi kaki
menapak seluruhnya di lantai. Biarkan posisi bahu rendah dan santai, lepaskan jaket atau
scort (jika digunakan), dan letakkan kedua tangan pada lutut (secara psikologis, posisi ini
menunjukkan posisi yang netral).
c. Kontak mata
Pertahankan kontak mata dengna pasien atau keluarga selama periode pembicaraan. Saat
percakapan lebih intens atau mulai ada perubahan semosi, seperti pasien hendak menangis
atau marah, alihkan kontak mata sejenak ke arah titik lain, sikap ini akan sangat membantu
bagi perubahan emosi mereka.
d. Sentuhan
Sentuhan selam proses percakapan mungkin akan sangat membantu bila a) kita menyentuh
area yang tidak sakit/dalam perawatan, seperti lengan, atau telapak tangan, b) perawat
nyaman dalam melakukan sentuhan, c) pasien tidak keberatan dengan sentuhan yang
diberikan. Sentuhan yang diberikan oleh perawat selam berkomunikasi atau pada respon
emosi tertentu akan dapat membantu untuk menenangkan pasien, namun apabila pasien
merasa tidak nyaman dengan sentuhan yang diberikan segera hentikan agar tidak
memunculkan persepsi negatif dari pasien maupun keluarga.
e. Introduksi
Pada saat melakukan komunikasi dengan pasien maupun keluarga, sangat-sangat penting
untuk memperkenalkan kepada mereka siapa dan apa peran kita. Proses perkenalan atau
introduksi percakapan ini seringkali diawali dengan metode bersalaman terlebih dahulu, selain
untuk meperkenalkan diri metode ini juga memberikan kesan bahwa proses pembicaraan yang
akan dilakukan adalah dalam konteks yang resmi dan professional.
P: PERCEPTION
Sebelum memberikan informasi lebih jauh, sangat penting untuk mengetahui apa yang telah
diketahui oleh pasien maupun keluarg tentang kondisi yang dialami saat ini dan dampaknya
kedepan. Faktanya, penyampaian informasi akan terasa aneh, tak berguna, dan bahkan tidak
memungkinkan tanpa mengetahui lebih dahulu apa persepsi yang mereka pahami atas
kondisinya saat ini. Pada semua kasus, kita harus mencoba untuk menemukan apa yang
pasien pahami tentang dampak penyakitnya pada masa depan mereka dan bukan terfokus
untuk menemukan secara detail apa yang menjadi penyebab dari diagnosis yang diberikan
saat ini. Beberapa pertanyaan berikut mungkin akan sangat membantu untuk mengungkapakn
persepsi:
“Apa yang telah anda upayakan untuk penyakit anda selama ini?”
“apa yang telah dijelaskan oleh dokter atau tenaga kesehatan sebelumnya tentang penyakit
dan prognosis penyakit anda?”
“Apakah anda khawatirkan tentang diri anda?”
“Apakah anda memikirkan sesuatu yang serius sedang terjadi pada diri anda?”
8
I: INVITATION
Invitation atau mengungkapkan seberapa besar rasa keingintahuan atau kemauan pasien dan
keluarga untuk mendengar kebenaran dari berita yang akan disampaikan. Terlebih lagi yang
akan disampaikan adalah berita buruk yang tentunya bersifat positif. Sangat penting bagi
perawat untuk membentuk kalimat yang baik dalam menyampaikan berita buruk, beberapa
contoh yang dapat digunakan sebagai berikut :
“Apakah anda adalah orang yang sangat berkenan mengetahui apa yang sebenarnya terjadi?”
“Apakah anda menginginkan saya untuk menceritakan prognosis penyakit secara detail?”
“Apakah anda tipe orang yang menyukai diberikan informasi yang penuh tentang apa yang
salah/buruk atau hanya berkenan mendengar tentang rencana tindakan yang akan diberikan
saja?”
“Apakah anda berkenan mendengar tentang apa yang sebenarnya terjadi atau menginginkan
kami untuk menceritakan gambarannya saja?”
“Berkenankah anda jika saya menceritakan tentang prognosis yang relevan dengan kondisi
anda atau adakah orang yang anda percayai untuk berbicara dengan saya?”
Perlu dicatat dalam pendekatan ini, jika pasien tidak berkenan berita secara menyeluruh,
perawat tidak harus menghentikan seluruh tahapan komunikasi. Cukup sampaikan:
“Kami akan tetap bersedia untuk berkomunikasi dengan anda atau dengan keluarga tentang
tindakan-tindakan yang perlu untuk dilakukan saja, tidak tentang penyakitnya secara detail
termasuk tentang prognosis yang terburuk”.
“Kami akan selalu terbuka untuk berkomunikasi, kapan saja jika anda atau keluarga berubah
fikiran untuk berdiskusi tentang keadaan pasien secara lebih jauh lagi”.
K: KNOWLEDGE
Knowledge diartikan sebagai proses bagaimana informasi medis atau berita buruk ini
disampaikan dengan baik. Dapat dilakukan dengan dua langkah; Aligning (keselarasan) dan
Educating (mendidik).
Aligning (Keselarasan)
Pada poin percakapan ini, perawat harus mendengarkan tentang seberapa besar
pengetahuan pasien terhadap situasi dan harus belajar menggunakan kata-kata yang dapat
menggambarkan pengetahuan. Awali proses komunikasi dengan mentampaikan informasi,
berikan penguatan pada bagian-bagian yang telah dipahami dengan baik oleh pasien atau
keluarga (bila perlu gunakan istilah atau bahasa pasien). Sikap ini akan meningkatkan
kepercayaan diri pasien maupun keluarga tentang pandangan mereka terhadap situasi yang
terjadi. Saat apa yang dipahami oleh pasien dan keluarga sama maksudnya dengan apa yang
disampaikan oleh perawat, maka ini disebut dengan keselarasan.
Educating (Mendidik)
Setelah kita memahami apa yang telah dipahami oleh pasien maupun keluarga, maka proses
berikutnya adalah untuk meningkatkan pengetahuan pasien dengan kondisi yang paling dekat
dengan fakta kondisi medis atau situasi yang sebenarnya terjadi dan prognosis penyakitnya.
Proses ini tidak serta merta terjadi, pemahaman pasien dan keluarga tentang kondisinya tidak
dapat dipaksakan untuk langsung memahami saat itu juga, terkadang butuh proses beberapa
waktu untuk dapat meningkatkan pengetahuan pasien. Tahapan yang baik dalam
9
menyampaikan informasi adalah sedikit demi sedikit atau bertahap. Perawat dapat
menggunakan tahapan komunikasi untuk meningkatkan pengetahuan sebagai berikut:
- Berikan informasi dengan porsi kecil terlebih dahulu.
- Gunakan bahasa yang standar atau yang mudah dipahami pasien/keluarga.
- Pastikan penerimaan informasi secara berulang-ulang.
- Berikan penguatan atas pemahaman.
- Sampaikan informasi dalam setiap tindakan atau kegiatan yang melibatkan pasien (bila
perlu).
- Dengarkan pertanyaan dari pasien disela percakapan.
- Siapkan poin-poin penting.
E: EMOTION AND EMPATHIC
Sebagai salah satu teknik komunikasi yang efektif dan terapeutik, maka dalam prosesnya
sangat penting untuk memahami respon emosi dan menunjukkan empati terhadap kondisi
yang dihadapi pasien.
S: STRATEGY AND SUMMARY
Setelah mempelajari materi ini, mahasiswa diharapkan mampu untuk memberikan komunikasi
yang bersifat terapeutik sesuai dengan tahapan-tahapan komunikasi yang efektif pada pasien
yang telah mendapatkan informasi tentang prognosis penyakitnya
C. TUJUAN
Mampu melakukan komunikasi efektif penyampaian prognosis pada pasien dan keluarga.
E. PENGKAJIAN
1. Pengkajian dilakukan dengan cara wawancara dan observasi pada pasien dan keluarga
(pelaku rawat).
2. Keinginan pasien untuk mengetahui atau tidak mengetahui kondisi sebenarnya
3. Sejauh mana pasien ingin mengetahui kondsi yang sebenarnya
4. Kesiapan pasien untuk menerima informasi berkaitan dengan kondisi yang sebenarnya
5. Melakukan pemeriksaan diagnostik atau penunjang pada pasien
6. Melakukan pemeriksaan diagnostik banding pada pasien
10
F. PELAKSANAAN
Uraian
NO. Langkah Langkah Komunikasi
Kerja
a. Ciptakan lingkungan yang nyaman dan tenang
Tahap
1. b. Libatkan keluarga atau orang terdekat
Persiapan
dilakukan
j. Menyampaikan kembali seluruh informasi yang sudah
disampaikan oleh perawat untuk memudahkan pasien
mengingat kembali
k. Amati kembali respon pasien
l. Berikan penguatan: memegang tangan, menepuk
pundak, menyiapkan tisu dll
7. Sikap a. Empati
A. DAFTAR TILIK
1 Pra Interaksi/responsi
a. Mengidentifikasi kondisi pasien sebelum 10
kontak
b. Mengidentifikasi kesiapan perawat 10
sebelum bertemu pasien
c. Mengeksplorasi emosi, kemampuan, 10
kelemahan sebelum bertemu pasien
2 Perkenalan/Orientasi
a. Salam terapeutik 5
b. Evaluasi dan validasi kemampuan klien 10
c. Kontrak (topik/tindakan, waktu, dan 5
tempat)
d. Tujuan tindakan/pembicaraan 5
12
3 Kerja 20
a. Mengidentifikasi tempat yang nyaman
untuk pasien, menggunakan bahasa
tubuh, sentuhan, kontak mata, dan
memperkenalkan diri
b. Memastikan pemahaman pasien dan
keluarga tentang prognosis
c. Memastikan bahwa informasi yang
disampaikan cukup detail dan sesuai
dengan keinginan pasien dan keluarga
d. Memastikan pasien dan keluarga
memahami apa yang sudah disampaikan
dan melakukan edukasi tentang prognosis
e. Bersikap empati dan peduli terhadap
respon yang ditunjukkan pasien dan
keluarga
f. Menyimpulkan kembali
4 Terminasi
a. Evaluasi respons klien 5
b. Rencana tindak lanjut 5
c. Kontrak yang akan datang (topik, tempat, 5
dan waktu)
5 Dokumentasi hasil pengkajian 10
TOTAL 100
Keterangan Score :
1 = Mahasiswa tidak melakukan tindakan
2 = Mahasiwa mampu melakukan tindakan dengan bimbingan maksimal
3 = Mahasiswa mampu melakukan tindakan dengan bimbingan minimal
4 = Mahasiswa mampu melakukan tindakan dengan tepat secara mandiri
G. DAFTAR PUSTAKA
Kemenkes RI. 2016. Modul TOT Paliatif kanker bagi tenaga kesehatan. Kemenkes: Jakarta
Tim Paliatif RSCM. 2015. Modul Paliatif RSCM. Rumah Sakit DR Cipto Mangunkusumo.
Jakarta
Wahyuliati, Tri. (2016). Ketrampilan Komunikasi – Menyampaikan Berita Buruk (Skills of
Communication – Breaking Bad News. Disampaikan pada Seminar Nasional : Maternal –
Neonatal Health Care Wonosobo.
http://repository.umy.ac.id/handle/123456789/4350
https://www.academia.edu/17960810/BREAKING_BAD_NEWS
14
TOPIK 2
A. PENDAHULUAN
Berita buruk dalam dunia kesehatan adalah suatu berita yang secara drastis dan negatif
mengubah pandangan pasien terhadap dirinya dan atau masa depannya. Berita buruk yang
dimaksud adalah setiap informasi yang merugikan dan berpotensi serius untuk
mempengaruhi individu terhadap pandangan pada dirinya dan atau masa depannya dan
atau menempatkan mereka pada situasi akan perasaan tidak adanya harapan, putus asa,
ancaman terhadap kesejahteraan mental atau fisik seseorang, berisiko mengganggu
kemapanan, atau di mana suatu pesan yang diberikan menimbulkan suatu pilihan yang
sempit bagi individu dalam hidupnya. Ada banyak alasan mengapa seorang petugas medis
merasa mengalami kesulitan dalam menyampaikan berita buruk. Ketrampilan berkomunikasi
dalam penyampaian kepada pasien dengan baik bukan merupakan keterampilan opsional.
Hal itu adalah suatu bagian penting dari praktek profesional. Kesalahan dalam komunikasi
dapat menimbulkan dampak yang serius baik secara fisik maupun psikis bahkan dapat
menimbulkan permasalahan yang harus diselesaikan di pengadilan. Itu sebabnya
penguasaan ketrampilan dalam komunikasi khususnya dalam menyampaikan sutau berita
buruk merupakan hal penting dalam praktek kesehatan.
Tujuan: Mahasiswa mampu:
a. Melakukan pengkajian kondisi pasien
b. Menetapkan diagnosis keperawatan
c. Melakukan tindakan penyampaian komuniasi efektif (penyampaian berita buruk)
d. Melakukan evaluasi tindakan komunikasi
e. Melakukan dokumentasi
B. DEFINISI
Berita buruk adalah berita (informasi) yang secara drastis dan negatif mengubah
pandangan hidup pasien tentang masa depannya. Berita buruk sering diasosiasikan dengan
suatu diagnosis terminal, namun seorang dokter keluarga mungkin akan menghadapi
banyak 2 situasi yang termasuk dalam bagian berita buruk, seperti hasil USG seorang ibu
15
hamil yang menunjukkan bahwa janinnya telah meninggal, atau gejala polidispi dan
penurunan berat badan seorang remaja yang terbukti merupakan onset diabetes.
Menyampaikan berita buruk pada pasien adalah salah satu tanggung jawab seorang
petugas kesehatan yang harus dikerjakan dalam praktek pelayanan kesehatan.
Menyampaikan berita buruk merupakan keterampilan komunikasi yang penting dan
menantang. Terdapat kewajiban secara sosial dan moral bagi petugas medis untuk bersikap
sensitif dan tepat dalam menyampaikan berita buruk. Secara medikolegal petugas medis
berkewajiban menyampaikan atau menginformasikan diganosis yang secara potensial
berakibat fatal. Jika petugas medis tidak menyampaikan dengan tepat, komunikasi tentang
berita buruk akan berakibat pada munculnya perasaan ketidak percayaan, kemarahan,
ketakutan, kesedihan atau pun rasa bersalah pada diri pasien. Hal-hal tersebut dapat
berefek konsekuensi emosional jangka panjang pada keluarga pasien. Terdapat hubungan
yang kuat antara persepsi pasien yang menerima informasi adekuat tentang penyakit dan
pengobatannya dengan penyesuaian psikologis pasien dalam jangka waktu yang lebih lama.
Pasien yang menyadari mereka menerima terlalu banyak atau terlalu sedikit informasi
mempunyai risiko lebih besar untuk mengalami stress atau berkembang menjadi cemas dan
atau depresi. Petugas medis sering merasa kesulitan dalam menyampaikan berita buruk
terutama untuk penyakit yang mengancam jiwa. Alasannya antara lain merasa tidak siap dan
tidak mempunyai pengalaman dalam menyampaikan berita buruk, khawatir berita tersebut
akan membuat stress dan memberi efek negatif pada pasien dan keluarganya, serta akan
mengganggu hubungan terapetik. Petugas medis merasakan bahwa tugas tersebut tidak
menyenangkan dan tidak nyaman; Petugas medis tidak ingin menghilangkan harapan
pasien, khawatir dengan reaksi emosional pasien dan atau keluarganya, atau merasa tidak
yakin bagaimana menghadapi respon emosi yang sangat dalam. Hal-hal tersebut sering
dijadikan alasan dokter untuk menunda menyampaikannya.
Mengingat bahwa menyampaikan berita buruk merupakan salah satu bagian dari
komunikasi, maka dengan mempelajari dan melatih keterampilan berkomunikasi petugas
medis akan mampu menyampaikan berita buruk dengan cara yang dapat mengurangi
ketidak nyamanan dan lebih memuaskan pasien dan keluarganya. Penyampaian berita
buruk dengan sikap dan cara yang tepat dapat meningkatkan penerimaan pasien dan
keluarga tentang 3 penyakitnya dan rencana terapi lebih lanjut, pendorong pencapaian
16
tujuan terapi yang realistis, memberi dukungan mental serta menguatkan hubungan pada
pasien.
Pada kondisi paliatif, perubahan kondisi maupun informasi tentang status kesehatan pasien
akan sangat besar peluangnya, terutama tentang perburukan kondisi atau mungkin juga
kondisi pasien yang menjelang ajal. Oleh karena itu, diperlukan pendekatan yang sistematik
dan logis untuk dapat menyampaikan berita-berita buruk tentang kondisi kesehatan pasien.
Setting, Perception, Invitation, Knowledge, Emotion and Empathic, Strategy and Summary
(SPIKES) Protokol adalah salah satu teknik komunikasi yang dapat digunakan dalam
menyampaikan berita buruk pada pasien paliatif dan menjelang ajal. Berikut adalah
penjelasan tahapan SPIKES protokol:
S :SETTING
Konteks dari Setting ini adalah konteks fisik atau kondisi saat menyampaikan berita kepada
pasien yang meliputi 5 (lima) komponen mayor; menyediakan ruang yang optimal, bahasa
tubuhm kontak mata sentuhan dan introduksi.
Apabila memungkinkan, saat berkomunikasi dengan pasien upayakan ada keluarga atau
orang terdekat untuk mendampingi pasien. Terkadang perawat juga perlu untuk
mendominasi percakapan, untuk memastikan apa yang disampaikan sangat jelas bagi
pasien dan keluarga. Pada beberapa kondisi, penting juga untuk menyediakan tisu, ketika
pasien atau keluarga mulai bersedih dan menangis atas berita yang disampaikan segera
berikan tisu. Tindakan ini dapat diartikan bahwa kita memberikan izin kepada pasien
maupun keluarga untuk bersedih atau menangis sebagai respon yang fisiologis.
Bahasa tubuh
Bahasa tubuh akan sangat bermakna saat menyampaikan sebuah informasi kepada pasien
maupun keluarga. Usahakan untuk tidak berbicara dan bergerak dengan terburu-buru dalam
menyampaikan berita. Agar suasana lebih santai, duduklah yang nyaman dengan posisi kaki
menapak seluruhnya di lantai. Biarkan posisi bahu rendah dan santai, lepaskan jaket atau
scort (jika digunakan), dan letakkan kedua tangan pada lutut (secara psikologis, posisi ini
menunjukkan posisi yang netral).
Kontak mata
Pertahankan kontak mata dengna pasien atau keluarga selama periode pembicaraan. Saat
percakapan lebih intens atau mulai ada perubahan semosi, seperti pasien hendak menangis
atau marah, alihkan kontak mata sejenak ke arah titik lain, sikap ini akan sangat membantu
bagi perubahan emosi mereka.
Sentuhan
Sentuhan selam proses percakapan mungkin akan sangat membantu bila a) kita menyentuh
area yang tidak sakit/dalam perawatan, seperti lengan, atau telapak tangan, b) perawat
nyaman dalam melakukan sentuhan, c) pasien tidak keberatan dengan sentuhan yang
diberikan. Sentuhan yang diberikan oleh perawat selam berkomunikasi atau pada respon
emosi tertentu akan dapat membantu untuk menenangkan pasien, namun apabila pasien
merasa tidak nyaman dengan sentuhan yang diberikan segera hentikan agar tidak
memunculkan persepsi negatif dari pasien maupun keluarga.
Introduksi
Pada saat melakukan komunikasi dengan pasien maupun keluarga, sangat-sangat penting
untuk memperkenalkan kepada mereka siapa dan apa peran kita. Proses perkenalan atau
introduksi percakapan ini seringkali diawali dengan metode bersalaman terlebih dahulu,
18
selain untuk meperkenalkan diri metode ini juga memberikan kesan bahwa proses
pembicaraan yang akan dilakukan adalah dalam konteks yang resmi dan professional.
P: PERCEPTION
Sebelum memberikan informasi lebih jauh, sangat penting untuk mengetahui apa yang telah
diketahui oleh pasien maupun keluarg tentang kondisi yang dialami saat ini dan dampaknya
kedepan. Faktanya, penyampaian informasi akan terasa aneh, tak berguna, dan bahkan tidak
memungkinkan tanpa mengetahui lebih dahulu apa persepsi yang mereka pahami atas
kondisinya saat ini. Pada semua kasus, kita harus mencoba untuk menemukan apa yang
pasien pahami tentang dampak penyakitnya pada masa depan mereka dan bukan terfokus
untuk menemukan secara detail apa yang menjadi penyebab dari diagnosis yang diberikan
saat ini. Beberapa pertanyaan berikut mungkin akan sangat membantu untuk mengungkapakn
persepsi:
“Apa yang telah anda upayakan untuk penyakit anda selama ini?”
“apa yang telah dijelaskan oleh dokter atau tenaga kesehatan sebelumnya tentang penyakit
anda?”
“dari gejala yang anda alami sebelumnya, apa yang menurut anda terjadi pada diri anda?”
“Apakah anda memikirkan sesuatu yang serius sedang terjadi pada diri anda?”
I: INVITATION
Invitation atau mengungkapkan seberapa besar rasa keingintahuan atau kemauan pasien dan
keluarga untuk mendengar kebenaran dari berita yang akan disampaikan. Terlebih lagi yang
akan disampaikan adalah berita buruk yang tentunya bersifat positif. Sangat penting bagi
perawat untuk membentuk kalimat yang baik dalam menyampaikan berita buruk, beberapa
contoh yang dapat digunakan sebagai berikut :
“Apakah anda adalah orang yang sangat berkenan mengetahui apa yang sebenarnya terjadi?”
“Apakah anda tipe orang yang menyukai diberikan informasi yang penuh tentang apa yang
salah/buruk atau hanya berkenan mendengar tentang rencana tindakan yang akan diberikan
saja?”
“Apakah anda berkenan mendengar tentang apa yang sebenarnya terjadi atau menginginkan
kami untuk menceritakan gambarannya saja?”
“Berkenankah anda jika saya menceritakan tentang hal apapun yang relevan dengan kondisi
anda atau adakah orang yang anda percayai untuk berbicara dengan saya?”
Perlu dicatat dalam pendekatan ini, jika pasien tidak berkenan berita secara menyeluruh,
perawat tidak harus menghentikan seluruh tahapan komunikasi. Cukup sampaikan:
“Kami akan tetap bersedia untuk berkomunikasi dengan anda atau dengan keluarga tentang
tindakan-tindakan yang perlu untuk dilakukan saja, tidak tentang penyakitnya secara detail”.
“Kami akan selalu terbuka untuk berkomunikasi, kapan saja jika anda atau keluarga berubah
fikiran untuk berdiskusi tentang keadaan pasien secara lebih jauh lagi”.
K: KNOWLEDGE
Knowledge diartikan sebagai proses bagaimana informasi medis atau berita buruk ini
disampaikan dengan baik. Dapat dilakukan dengan dua langkah; Aligning (keselarasan) dan
Educating (mendidik).
Aligning (Keselarasan)
Pada poin percakapan ini, perawat harus mendengarkan tentang seberapa besar
pengetahuan pasien terhadap situasi dan harus belajar menggunakan kata-kata yang dapat
menggambarkan pengetahuan. Awali proses komunikasi dengan mentampaikan informasi,
berikan penguatan pada bagian-bagian yang telah dipahami dengan baik oleh pasien atau
keluarga (bila perlu gunakan istilah atau bahasa pasien). Sikap ini akan meningkatkan
kepercayaan diri pasien maupun keluarga tentang pandangan mereka terhadap situasi yang
terjadi. Saat apa yang dipahami oleh pasien dan keluarga sama maksudnya dengan apa yang
disampaikan oleh perawat, maka ini disebut dengan keselarasan.
Educating (Mendidik)
20
Setelah kita memahami apa yang telah dipahami oleh pasien maupun keluarga, maka proses
berikutnya adalah untuk meningkatkan pengetahuan pasien dengan kondisi yang paling dekat
dengan fakta kondisi medis atau situasi yang sebenarnya terjadi. Proses ini tidak serta merta
terjadi, pemahaman pasien dan keluarga tentang kondisinya tidak dapat dipaksakan untuk
langsung memahami saat itu juga, terkadang butuh proses beberapa waktu untuk dapat
meningkatkan pengetahuan pasien. Tahapan yang baik dalam menyampaikan informasi
adalah sedikit demi sedikit atau bertahap. Perawat dapat menggunakan tahapan komunikasi
untuk meningkatkan pengetahuan sebagai berikut:
Sebagai salah satu teknik komunikasi yang efektif dan terapeutik, maka dalam prosesnya
sangat penting untuk memahami respon emosi dan menunjukkan empati terhadap kondisi
yang dihadapi pasien.
Setelah mempelajari materi ini, mahasiswa diharapkan mampu untuk memberikan komunikasi
yang bersifat terapeutik sesuai dengan tahapan-tahapan komunkasi yang efektif pada pasien
dengan breking badnews.
21
C. TUJUAN
Mampu melakukan komunikasi efektif penyampaian berita buruk pada pasien dan keluarga.
D. PERSIAPAN PASIEN DAN LINGKUNGAN
Pasien dan keluarga ditempatkan ruangan khusus untuk menyampaikan informasi kondisi
kesehatan dan diagnosis pasien
E. PENGKAJIAN
1. Pengkajian dilakukan dengan cara wawancara dan observasi pada pasien dan keluarga
(pelaku rawat).
2. Melakukan pemeriksaan diagnostik atau penunjang pada pasien
3. Melakukan pemeriksaan diagnostik banding pada pasien
F. PELAKSANAAN
Uraian Langkah
NO. Langkah Komunikasi
Kerja
7. Sikap b. Empati
JUMLAH
B. DAFTAR TILIK
1 Pra Interaksi/responsi
2 Perkenalan/Orientasi
a. Salam terapeutik 5
23
d. Tujuan tindakan/pembicaraan 5
3 Kerja 20
l. Menyimpulkan kembali
4 Terminasi
TOTAL 100
Keterangan Score :
24
∑ Bobot x score
Total Nilai = X 100 =
40
G. DAFTAR PUSTAKA
Wahyuliati, Tri. (2016). Ketrampilan Komunikasi – Menyampaikan Berita Buruk (Skills of
Communication – Breaking Bad News. Disampaikan pada Seminar Nasional :
Maternal – Neonatal Health Care Wonosobo.
http://repository.umy.ac.id/handle/123456789/4350
https://www.academia.edu/17960810/BREAKING_BAD_NEWS
25
TOPIK 3
PENDAHULUAN
Komunikasi terapeutik tidak diajarkan dalam semua pendidikan tenaga kesehatan karena
belum dianggap sebagai hal yang penting dalam proses perawatan pasien. Namun pada kondisi
perawatan Paliatif, dukungan komunikasi yang baik bisa menjadi terapi pendukung yang penting,
bahkan tidak menutup kemungkinan bisa menjadi cara utama dalam melakukan perawatan. Poin
penting dalam komunikasi pada pasien dengan kondisi paliatif adalah bagaimana persepsi dan
emosi pasien didengarkan maupun dimengerti oleh tenaga profesional. Tidak sedikit pasien dengan
kondisi paliatif ini mengalami peningkatan emosi yang tak terkendali, akibat dari kondisi maupun
proses pengobatan yang tak kunjung menunjukkan hasil yang diharpakna. Pada fase inilah,
komunikasi yang baik pada pasien akan dapat menyelesaikan masalah, emosi yang muncul bisa
dikendalikan dan kebutuhan yang diinginkan bisa dipenuhi. Meskipun komunikasi tidak memberikan
jaminan terhadap kesembuhan pasien, tetapi dengan komunikasi yang baik, diharapkan pasien
dapat memahami dan menerima kondisi yang saat ini sedang mereka hadapi. Perawat menjadi
salah satu tenaga kesehatan yang penting dan mempunyai peluang besar untuk melakukan tindakan
komunikasi terapeutik pada pasien paliatif. Mengingat, perawat akan selalu kontak dengan pasien
selama 24 jam masa dinasnya.
Seperti telah disebutkan diatas, komunikasi dalam perawatan paliatif sangatlah penting sejak
pertama kali bertemu dengan pasien dalam perawatan paliatif hingga kesempatan terakhir
menjelang ajal. Pembicaran yang signifikan dalam perawatan paliatif terdiri dari 2 (dua) element : 1)
bagaimana informasi medis disampaikan kepada pasien (bearing the news); 2) bagaimana
komunikasi bisa menjadi tindakan terapeutik terhadap perasaan dan emosi pasien (therapeutic or
supportive dialogue) (Emanuel, Librach, 2014). Pada aplikasinya, percakapan pada pasien dengan
kondisi paliatif seringkali menggabungkan keduanya, diawali dengan penyampaian informasi medis
pada awal komunikasi, dan biasanya membutuhkan dialog yang terapeutik pada tahap akhirnya.
Pada kondisi paliatif, perubahan kondisi maupun informasi tentang status kesehatan pasien
akan sangat besar peluangnya, terutama tentang perburukan kondisi atau mungkin juga kondisi
pasien yang menjelang ajal. Oleh karena itu, diperlukan pendekatan yang sistematik dan logis untuk
dapat menyampaikan berita-berita buruk tentang kondisi kesehatan pasien. Setting, Perception,
Invitation, Knowledge, Emotion and Empathic, Strategy and Summary (SPIKES) Protokol adalah
26
salah satu teknik komunikasi yang dapat digunakan dalam menyampaikan berita buruk pada pasien
paliatif dan menjelang ajal. Berikut adalah penjelasan tahapan SPIKES protokol:
S :SETTING
Konteks dari Setting ini adalah konteks fisik atau kondisi saat menyampaikan berita kepada
pasien yang meliputi 5 (lima) komponen mayor; menyediakan ruang yang optimal, bahasa
tubuhm kontak mata sentuhan dan introduksi.
a. Menyediakan ruang yang optimal
Pastikan privasi saat berbicara dengan pasien maupun dengan keluarga, terutama jika hal
yang akan disampaikan adalah berita buruk bagi kondisi pasien. Jika di rumah sakit, bisa
disampaikan di ruang perawatan pasien jika kondisi memungkinkan, namun bila tidak
tersedia ruangan yang cukup memadai, penyampaian bisa dilakukan dengan keluarga
pasien di ruang tersendiri yang terjamin privasinya. Kondisikan ruangan agar tenang dan
nyaman, seperti menutup pintu, mematikan televisi atau radio untuk beberapa saat, dan
upayakan posisi perawat sangat dekat dengan pasien maupun dengan keluarga, tidak
terhalang meja maupun benda yang lain agar kedekatan perawat-pasien/keluarga lebih
terasa. Jika ada catatan medis yang ingin disampaikan, pastikan untuk menghafalnya
terlebih dahulu, hindari menyampaikan informasi sambil membaca catatan medis pasien.
Upayakan juga dalam berkomunikasi dengan kondisi sama-sama duduk, kecuali memang
kondisi yang sangat tidak memungkinkan untuk duduk bersama. Perhatikan juga posisi
saat berkomunikasi, usahakan pandangan mata perawat selaras dengan posisi mata
pasien atau keluarga yang akan menerima informasi. Jika pasien atau keluarga terlihat
tidak puas atau marah terhadap informasi yang disampaikan, posisi terbaik adalah jika
posisi duduk perawat lebih rendah dari pasien, secara psikologis posisi ini dapat
menurunkan emosi pasien.
Apabila memungkinkan, saat berkomunikasi dengan pasien upayakan ada keluarga atau
orang terdekat untuk mendampingi pasien. Terkadang perawat juga perlu untuk
mendominasi percakapan, untuk memastikan apa yang disampaikan sangat jelas bagi
pasien dan keluarga. Pada beberapa kondisi, penting juga untuk menyediakan tisu, ketika
pasien atau keluarga mulai bersedih dan menangis atas berita yang disampaikan segera
berikan tisu. Tindakan ini dapat diartikan bahwa kita memberikan izin kepada pasien
maupun keluarga untuk bersedih atau menangis sebagai respon yang fisiologis.
f. Bahasa tubuh
27
Bahasa tubuh akan sangat bermakna saat menyampaikan sebuah informasi kepada
pasien maupun keluarga. Usahakan untuk tidak berbicara dan bergerak dengan terburu-
buru dalam menyampaikan berita. Agar suasana lebih santai, duduklah yang nyaman
dengan posisi kaki menapak seluruhnya di lantai. Biarkan posisi bahu rendah dan santai,
lepaskan jaket atau scort (jika digunakan), dan letakkan kedua tangan pada lutut (secara
psikologis, posisi ini menunjukkan posisi yang netral).
g. Kontak mata
Pertahankan kontak mata dengna pasien atau keluarga selama periode pembicaraan. Saat
percakapan lebih intens atau mulai ada perubahan semosi, seperti pasien hendak
menangis atau marah, alihkan kontak mata sejenak ke arah titik lain, sikap ini akan sangat
membantu bagi perubahan emosi mereka.
h. Sentuhan
Sentuhan selam proses percakapan mungkin akan sangat membantu bila a) kita
menyentuh area yang tidak sakit/dalam perawatan, seperti lengan, atau telapak tangan, b)
perawat nyaman dalam melakukan sentuhan, c) pasien tidak keberatan dengan sentuhan
yang diberikan. Sentuhan yang diberikan oleh perawat selam berkomunikasi atau pada
respon emosi tertentu akan dapat membantu untuk menenangkan pasien, namun apabila
pasien merasa tidak nyaman dengan sentuhan yang diberikan segera hentikan agar tidak
memunculkan persepsi negatif dari pasien maupun keluarga.
i. Introduksi
Pada saat melakukan komunikasi dengan pasien maupun keluarga, sangat-sangat penting
untuk memperkenalkan kepada mereka siapa dan apa peran kita. Proses perkenalan atau
introduksi percakapan ini seringkali diawali dengan metode bersalaman terlebih dahulu,
selain untuk meperkenalkan diri metode ini juga memberikan kesan bahwa proses
pembicaraan yang akan dilakukan adalah dalam konteks yang resmi dan professional.
P: PERCEPTION
Sebelum memberikan informasi lebih jauh, sangat penting untuk mengetahui apa yang
telah diketahui oleh pasien maupun keluarg tentang kondisi yang dialami saat ini dan
dampaknya kedepan. Faktanya, penyampaian informasi akan terasa aneh, tak berguna,
dan bahkan tidak memungkinkan tanpa mengetahui lebih dahulu apa persepsi yang
mereka pahami atas kondisinya saat ini. Pada semua kasus, kita harus mencoba untuk
menemukan apa yang pasien pahami tentang dampak penyakitnya pada masa depan
28
mereka dan bukan terfokus untuk menemukan secara detail apa yang menjadi penyebab
dari diagnosis yang diberikan saat ini. Beberapa pertanyaan berikut mungkin akan sangat
membantu untuk mengungkapakn persepsi:
“Apa yang telah anda upayakan untuk penyakit anda selama ini?”
“apa yang telah dijelaskan oleh dokter atau tenaga kesehatan sebelumnya tentang
penyakit anda?”
“Apakah anda khawatirkan tentang diri anda?”
“dari gejala yang anda alami sebelumnya, apa yang menurut anda terjadi pada diri anda?”
“Apakah anda memikirkan sesuatu yang serius sedang terjadi pada diri anda?”
I: INVITATION
Invitation atau mengungkapkan seberapa besar rasa keingintahuan atau kemauan pasien
dan keluarga untuk mendengar kebenaran dari berita yang akan disampaikan. Terlebih lagi
yang akan disampaikan adalah berita buruk yang tentunya bersifat positif. Sangat penting
bagi perawat untuk membentuk kalimat yang baik dalam menyampaikan berita buruk,
beberapa contoh yang dapat digunakan sebagai berikut :
“Apakah anda adalah orang yang sangat berkenan mengetahui apa yang sebenarnya
terjadi?”
“Apakah anda menginginkan saya untuk menceritakan diagnosis secara detail?”
“Apakah anda tipe orang yang menyukai diberikan informasi yang penuh tentang apa yang
salah/buruk atau hanya berkenan mendengar tentang rencana tindakan yang akan
diberikan saja?”
“Apakah anda berkenan mendengar tentang apa yang sebenarnya terjadi atau
menginginkan kami untuk menceritakan gambarannya saja?”
“Berkenankah anda jika saya menceritakan tentang hal apapun yang relevan dengan
kondisi anda atau adakah orang yang anda percayai untuk berbicara dengan saya?”
Perlu dicatat dalam pendekatan ini, jika pasien tidak berkenan berita secara menyeluruh,
perawat tidak harus menghentikan seluruh tahapan komunikasi. Cukup sampaikan:
“Kami akan tetap bersedia untuk berkomunikasi dengan anda atau dengan keluarga
tentang tindakan-tindakan yang perlu untuk dilakukan saja, tidak tentang penyakitnya
secara detail”.
“Kami akan selalu terbuka untuk berkomunikasi, kapan saja jika anda atau keluarga
berubah fikiran untuk berdiskusi tentang keadaan pasien secara lebih jauh lagi”.
29
K: KNOWLEDGE
Knowledge diartikan sebagai proses bagaimana informasi medis atau berita buruk ini
disampaikan dengan baik. Dapat dilakukan dengan dua langkah; Aligning (keselarasan)
dan Educating (mendidik).
Aligning (Keselarasan)
Pada poin percakapan ini, perawat harus mendengarkan tentang seberapa besar
pengetahuan pasien terhadap situasi dan harus belajar menggunakan kata-kata yang
dapat menggambarkan pengetahuan. Awali proses komunikasi dengan mentampaikan
informasi, berikan penguatan pada bagian-bagian yang telah dipahami dengan baik oleh
pasien atau keluarga (bila perlu gunakan istilah atau bahasa pasien). Sikap ini akan
meningkatkan kepercayaan diri pasien maupun keluarga tentang pandangan mereka
terhadap situasi yang terjadi. Saat apa yang dipahami oleh pasien dan keluarga sama
maksudnya dengan apa yang disampaikan oleh perawat, maka ini disebut dengan
keselarasan.
Educating (Mendidik)
Setelah kita memahami apa yang telah dipahami oleh pasien maupun keluarga, maka
proses berikutnya adalah untuk meningkatkan pengetahuan pasien dengan kondisi yang
paling dekat dengan fakta kondisi medis atau situasi yang sebenarnya terjadi. Proses ini
tidak serta merta terjadi, pemahaman pasien dan keluarga tentang kondisinya tidak dapat
dipaksakan untuk langsung memahami saat itu juga, terkadang butuh proses beberapa
waktu untuk dapat meningkatkan pengetahuan pasien. Tahapan yang baik dalam
menyampaikan informasi adalah sedikit demi sedikit atau bertahap. Perawat dapat
menggunakan tahapan komunikasi untuk meningkatkan pengetahuan sebagai berikut:
- Berikan informasi dengan porsi kecil terlebih dahulu.
- Gunakan bahasa yang standar atau yang mudah dipahami pasien/keluarga.
- Pastikan penerimaan informasi secara berulang-ulang.
- Berikan penguatan atas pemahaman.
- Sampaikan informasi dalam setiap tindakan atau kegiatan yang melibatkan pasien
(bila perlu).
- Dengarkan pertanyaan dari pasien disela percakapan.
- Siapkan poin-poin penting.
E: EMOTION AND EMPATHIC
30
Sebagai salah satu teknik komunikasi yang efektif dan terapeutik, maka dalam prosesnya
sangat penting untuk memahami respon emosi dan menunjukkan empati terhadap kondisi
yang dihadapi pasien.
S: STRATEGY AND SUMMARY
Sebagai tahap akhir dari komunikasi, perawat harus menyimpulkan hal inti dari percakapan
dan menyampaikan strategi untuk menghadapi/memecahkan masalah berikutnya.
Rencana atau strategi harus disampaikan, meskipun kemungkinan hanya kecil, sikap ini
akan menunjukkan bahwa perawat sangat peduli dengan kondisi yang akan dihadapai oleh
pasien dan keluarga, terutama pada pasien yang menjelang ajal. Contoh kalimat yang
dapat digunakan :
“Apabila kondisi buruk terus terjadi dan tidak kunjung membaik, maka kita harus
melakukan persiapan agar pasien meninggal dalam keadaan tenang”
“Apabila keadaan pasien tidak mengalami perkembangan dalam beberapa hari, maka
mohon maaf keluarga harap untuk ikhlas untuk menghadapi kondisi terburuk”
Tahap berikutnya perawat perlu membuat simpulan dari percakapan baik dari sisi perawat
maupun dari sisi pasien. Berikan kesimpulan dalam kalimat yang tidak terlalu panjang dan
bertele-tele. Sebelum kesimpulan disampaikan, berikan penegasan kepada pasien atau
keluarga untuk menanyakan tentang hal yang mungkin masih menjadi beban. Perawat bisa
menyampaikan dengan kalimat :
“Baiklah, apakah saudara masih menghendaki saya menjelaskan sesuatu lagi?”
“Apakah sekarang masih ada yang hendak ditanyakan kepada kami?”
Untuk sesi penutup, perawat bisa menyampaikan kontrak dengan pasien atau keluarga,
dengan kalimat seperti:
“baiklah, kita akan bertemu kembali pada kunjungan esok pagi ya”
31
“Bapak/ibu, kita akan bertemu kembali setelah proses persiapan perawatan selesai ya”
Setelah mempelajari materi ini, mahasiswa diharapkan mampu untuk memberikan
komunikasi yang bersifat terapeutik sesuai dengan tahapan-tahapan komunkasi yang
efektif pada pasien menjelang ajal.
C. URAIAN MATERI
Komunikasi mejelang ajal adalah teknik komunikasi yang efektif untuk menyampaikan
informasi dan kondisi kesehatan pasien paliatif, baik kepada pasien maupun kepada
keluarga pasien.
D. PELAKSANAAN
1 Pra Interaksi/responsi
a. Mengidentifikasi kondisi 10
pasien sebelum kontak
b. Mengidentifikasi kesiapan 10
perawat sebelum bertemu
pasien
c. Mengeksplorasi emosi, 10
kemampuan, kelemahan
sebelum bertemu pasien
2 Perkenalan/Orientasi
a. Salam terapeutik 5
b. Evaluasi dan validasi 10
kemampuan klien
c. Kontrak (topik/tindakan, 5
waktu, dan tempat)
d. Tujuan tindakan/pembicaraan 5
3 Kerja 20
a. Mengidentifikasi tempat
yang nyaman untuk pasien,
32
DAFTAR PUSTAKA
Emanuel L. Linda, Librach L. S. 2014. Palliative Care E-Book: Core Skills and
Competencies.
33
TOPIK 4
PENDAHULUAN
Keluhan nyeri merupakan keluhan yang paling umum kita temukan/dapatkan ketika kita
sedang melakukan tugas kita sebagai bagian dari tim kesehatan, baik itu di tataran pelayanan rawat
jalan maupun rawat inap. Dikarenakan seringnya keluhan itu kita temukan kadang kala kita sering
menganggap hal itu sebagai hal yang biasa sehingga perhatian yang kita berikan tidak cukup
memberikan hasil yang memuaskan di mata pasien. Untuk itu pemahaman tentang nyeri dan
penanganannya sudah menjadi keharusan bagi setiap tenaga kesehatan, terutama perawat yang
dalam rentang waktu 24 jam sehari berinteraksi dengan pasien.
Kompetensi ini menggambarkan tindakan perawat dalam mengatasi menyelasaikan
masalah keperawatan nyeri pada pasien dengan menggunakan manajemen nyeri non
farmakologik. Peran perawat dalam menangani nyeri yang di alami pasien menurut
Doctherman dan Bulecheck dalam buku Nursing Interventions Classification (2004) adalah
1. Mencari faktor-faktor yang menyebabkan meningkatnya nyeri yang dialami pasien
2. Mengevaluasi riwayat nyeri pasien dan keluarga dalam menghadapi nyeri
3. Mengevaluasi efektivitas tindakan pengendalian nyeri yang telah di lakukan pada masa lalu
4. Membantu memberi dukungan pada pasien dan keluarga
5. Menentukan berapa sering melakukan penilaian dan pemantauan kenyamanan pasien
6. Memberi informasi kepada pasien tentang nyeri pasien seperti penyebab nyeri,
berapa lama nyeri akan berlangsung dan prosedur yang akan dilakukan
7. Mengurangi dan menghilangkan faktor-faktor yang memicu atau menyebabkan nyeri
(misalnya ketakutan, kelelahan, kurangnya pengetahuan)
8. Kaji penggunaaan metode farmakologi nyeri pasien
9. Berkolaborasi dengan pasien dan profesionalisme kesehatan lainnya untuk memilih dan
menerapkan farmakologi yang sesuai
10. Mengevaluasi efektifitas langkah-langkah control nyeri yang digunakan melalui
penilaian yang berkelanjutan
11. Menyarankan pasien untuk istirahat dalam mengurangi nyeri
12. Mendorong pasien untuk mendiskusikan rasa nyeri yang dialaminya
34
13. Memberikan informasi kepada perawat lainnya serta anggota keluarga mengenai strategi
managemen nyeri non farmakologi
14. Menggunakan pendekatan multidisiplin untuk managemen nyeri
15. Pertimbangkan kesediaan pasien untuk berpartisipasi, kemampuan pasien berpartisipasi
untuk memilih strategi nyeri
16. Mengajarkan prinsip-prinsip managemen nyeri
17. Mengajarkan penggunaan teknik non farmakologi (misalnya relaksasi, terapi musik,
distraksi,terapi aktifitas, akupresur, terapi es dan panas, masase dll).
35
A. URAIAN MATERI
Intervensi keperawatan mandiri menurut Bangun & Nur’aeni (2013), merupakan
tindakan pereda nyeri yang dapat dilakukan perawat secara mandiri tanpa
tergantung pada petugas medis lain dimana dalam pelaksanaanya perawat
dengan pertimbangan dan keputusannya sendiri. Banyak pasien dan anggota tim
kesehatan cenderung untuk memandang obat sebagai satu-satunya metode untuk
menghilangkan nyeri. Namun banyak aktifitas keperawatan nonfarmakologi yang dapat
membantu menghilangkan nyeri, metode pereda nyeri nonfarmakologi memiliki
resiko yang sangat rendah. Meskipun tidakan tersebut bukan merupakan pengganti
obat-obatan (Smeltzer & Bare, 2008).
Beberapa metode menurunkan nyeri non farmakologi:
a) Masase dan Stimulasi Kutaneus
Masase adalah stimulasi kutaneus tubuh secara umum. Sering dipusatkan
pada punggung dan bahu. Masase dapat membuat pasien lebih nyaman (Smeltzer &
Bare, 2008). Sedangkan stimulasi kutaneus adalah stimulasi kulit yang dilakukan
selama 3-10 menit untuk menghilangkan nyeri, bekerja dengan cara
melepaskan endofrin, sehingga memblok transmisi stimulus nyeri (Potter & Perry,
2010). Salah satu teknik memberikan masase adalah tindakan masase
36
punggung dengan usapan yang perlahan (Slow stroke back massage). Stimulasi
kulit menyebabkan pelepasan endorphin, sehingga memblok transmisi stimulus nyeri. Teori
gate control mengatakan bahwa stimulasi kulit mengaktifkan transmisi serabut saraf
sensori A Beta yang lebih besar dan lebih cepat. Proses ini menurunkan transmisi nyeri
melalui serabut C dan delta-A yang berdiameter kecil sehingga gerbang sinaps menutup
transmisi implus nyeri (Potter & Perry, 2010).
b) Efflurage Massage
Effleurage adalah bentuk masase dengan menggunakan telapak tangan
yang memberi tekanan lembut ke atas permukaan tubuh dengan arah sirkular secara
berulang (Reeder dalam Parulian, 2014). Langkah-langkah melakukan teknik ini
adalah kedua telapak tangan melakukan usapan ringan, tegas dan konstan
dengan pola gerakan melingkari abdomen, dimulai dari abdomen bagian bawah di
atas simphisis pubis, arahkan ke samping perut, terus ke fundus uteri kemudian
turun ke umbilicus dan kembali ke perut bagian bawah diatas simphisis
pubis, bentuk pola gerakannya seperti “kupu-kupu”. Masase ini dilakukan selama
3–5 menit dan berikan lotion atau minyak/baby oil tambahan jika dibutuhkan
(Berman, Snyder, Kozier, dan Erb, 2009). Effleurage merupakan teknik masase yang
aman, mudah untuk dilakukan, tidak memerlukan banyak alat, tidak memerlukan
biaya, tidak memiliki efek samping dan dapat dilakukan sendiri atau dengan
bantuan orang lain (Ekowati, 2011).
37
c) Distraksi
Distraksi yang memfokuskan perhatian pasien pada sesuatu selain pada nyeri
dapat menjadi strategi yang sangat berhasil dan mungkin merupakan mekanisme
terhadap teknik kognitif efektif lainnya. Distraksi diduga dapat menurunkan persepsi
nyeri dengan menstimulasi sistem kontrol desenden, yang mengakibatkan lebih sedikit
stimuli nyeri yang ditransmisikan ke otak (Smeltzer and Bare, 2008).
Beberapa sumber-sumber penelitian terkait tentang teknik distraksi yang
ditemukan peneliti sejauh ini efektif diterapkan pada pasien anak-anak terutama usia
prasekolah sebagaimana dalam penelitian Pangabean pada tahun (2014), menurut
Pangabean salah satu teknik distraksi adalah dengan bercerita dimana teknik distraksi
bercerita merupakan salah satu strategi non farmakologi yang dapat menurunkan nyeri.
Hal ini terbukti pada penelitiannya dimana teknik distraksi dengan bercerita efektif dalam
menurunkan nyeri anak usia prasekolah pada pemasangan infus yakni dari nyeri skala
3 ke nyeri skala 2. Sartika, Yanti, Winda (2015), menambahkan salah satu teknik distraksi
yang dapat dilakukan dalam penatalaksanaan nyeri lainnya adalah dengan menonton
film cartun animasi, dimana ini terbukti dalam penelitiannya bahwa dengan
diberikan distraksi berupa menonton film cartun animasi efektif dalam menurunkan
nyeri anak usia prasekolah saat pemasangan infus.
d) Terapi Musik
Terapi musik adalah usaha meningkatkan kualitas fisik dan mental dengan
rangsangan suara yang terdiri dari melodi, ritme, harmoni, bentuk dan gaya yang
diorganisir sedemikian rupa hingga tercipta musik yang bermanfaat untuk kesehatan fisik
dan mental (Eka, 2011). Perawat dapat menggunakan musik dengan kreatif di
berbagai situasi klinik, pasien umumnya lebih menyukai melakukan suatu
kegiatan memainkan alat musik, menyanyikan lagu atau mendengarkan musik. Musik
yang sejak awal sesuai dengan suasana hati individu, merupakan pilihan yang
paling baik (Elsevier dalam Karendehi, 2015). Musik menghasilkan perubahan status
kesadaran melalui bunyi, kesunyian, ruang dan waktu. Musik harus didengarkan
minimal 15 menit supaya dapat memberikan efek terapiutik. Dalam keadaan perawatan
akut, mendengarkan musik dapat memberikan hasil yang sangat efektif dalam upaya
mengurangi nyeri (Potter & Perry, 2010).
38
39
40
segar dan sehat (Bangun, 2013). Kondisi gelombang alpha ideal untuk perenungan,
memecahkan masalah, dan visualisasi, bertindak sebagai gerbang kreativitas
seseorang. Minyak lavender adalah salah satu aromaterapi yang terkenal
memiliki efek menenangkan.
k) Kompres Dingin
Metode sederhana yang dapat di gunakan untuk mengurangi nyeri yang secara
alamiah yaitu dengan memberikan kompres dingin pada area nyeri, ini merupakan
alternatif pilihan yang alamiah dan sederhana yang dengan cepat mengurangi rasa
nyeri selain dengan memakai obat-obatan. Terapi dingin menimbulkan efek analgetik
dengan memperlambat kecepatan hantaran saraf sehingga impuls nyeri yang mencapai
otak lebih sedikit (Price, Sylvia & Anderson dalam Rahmawati, 2014).
Kompres dingin merupakan suatu prosedur menempatkan suatu benda dingin
pada tubuh bagian luar. Dampak fisiologisnya adalah vasokontriksi pada pembuluh
darah, mengurangi rasa nyeri, dan menurunkan aktivitas ujung saraf pada otot (Tamsuri,
2007). Sensasi dingin diberikan pada sekitar area yang terasa nyeri, pada sisi tubuh
yang berlawanan yang berhubungan dengan lokasi nyeri. Setiap klien akan memiliki
respons yang berbeda-beda terhadap area yang diberikan terapi. Terapi yang diberikan
dekat dengan area yang terasa nyeri cenderung bekerja lebih baik (Potter & Perry, 2010).
Menurut pendapat Novita dalam Supriadi (2014), pada umumnya dingin lebih mudah
menembus jaringan dibandingkan dengan panas. Ketika otot sudah mengalami
penurunan suhu akibat aplikasi dingin, efek dingin dapat bertahan lebih lama dibanding
dengan panas karena adanya lemak subkutan yang bertindak sebagai insulator, di sisi
lain lemak subkutan merupakan barrier utama energi dingin untuk menembus otot. Dalam
bidang keperawatan kompres dingin banyak digunakan untuk mengurangi rasa
nyeri. Dingin memberikan efek fisiologis yakni menurunkan respon inflamasi,
menurunkan aliran darah dan mengurangi edema, mengurangi rasa nyeri lokal
(Tamsuri, 2007).
l) Kompres Hangat
Kompres hangat adalah suatu metode dalam penggunaan suhu hangat yang
dapat menimbulkan efek fisiologis (Anugraheni, 2013). Kompres hangat dapat
digunakan pada pengobatan nyeri dan merelaksasikan otot-otot yang tegang (Price, Sylvia
& Wilson, 2005). Kompres hangat dilakukan dengan mempergunakan buli-buli panas
atau kantong air panas secara konduksi dimana terjadi pemindahan panas dari buli-buli
40
41
ke dalam tubuh sehingga akan menyebabkan pelebaran pembuluh darah dan akan
terjadi penurunan ketegangan otot sehingga nyeri yang dirasakan akan berkurang
atau hilang (Smeltzer & Bare, 2008). Kompres hangat memiliki beberapa
pengaruh meliputi melebarkan pembuluh darah dan memperbaiki peredaran daerah
di dalam jaringan tersebut, pada otot panas memiliki efek menurunkan ketegangan,
meningkatkan sel darah putih secara total dan fenomena reaksi peradangan serta
adanya dilatasi pembuluh darah yang mengakibatkan peningkatan sirkulasi darah
serta peningk atan tekanan kapiler. Tek anan oksigen da n karbondioksida
didalam darah akan meningkat sedangkan derajat keasaman darah akan mengalami
penurunan (Anugraheni,2013).
Penggunaan kompres air hangat dapat membuat sirkulasi darah lancar,
vaskularisasi lancar dan terjadi vasodilatasi yang membuat relaksasi pada otot
karena otot mendapat nutrisi berlebih yang dibawa oleh darah sehingga kontraksi otot
menurun(Anugraheni, 2013).
m) Tehnik Akupresur
Akhir-akhir ini terapi non farmakologi banyak menjadi pilihan masyarakat terutama
ibu bersalin untuk mengatasi nyeri persalinan. Terapi non farmakologi yang juga
sering disebut sebagai terapi komplementer, salah satunya adalah teknik akupresur titik
pada tangan, memiliki banyak kelebihan antara lain mudah diterapkan dan cukup aman
(tidak menimbulkan resiko) dibanding terapi farmakologi. Akupresur disebut juga
akupunktur tanpa jarum, atau pijat akupunktur. Teknik ini menggunakan tenik
penekanan, pemijatan, dan pengurutan sepanjang meridian tubuh atau garis aliran
energi. Teknik akupresur ini dapat menurunkan nyeri. Sedangkan teknik akupresur
titik pada tangan yaitu dilakukan pada titik yang terletak sepanjang lipatan tangan
ketika jari-jari menyatu pada telapak tangan. Titik ini membantu pelepasan
endorphin ke dalam tubuh sehingga sangat membantu untuk menurunkan nyeri saat
kontraksi (Suroso, 2013). Menurut Wang dkk dalam Triastuti (2013), akuplesur telah
terbukti sebanding ibuprofen (NSAID’s) selain itu, akuplesur dapat memberikan
manfaat preventif dan kuratif, mudah, murah, efektif, dapat dilakukan siapa saja
bahkan oleh diri sendiri dan kapan saja.
Ada beberapa cara pemijatan akupresur yang dapat dilakukan (Depkes dalam
Triastuti, 2013):
1. Menggunakan alat pijat berupa jari tangan (jempol, telunjuk, atau jari
41
42
lainnya).
2. Pijatan dapat dilakukan dengan ditekan-tekan dan di putar-putar atau
diurut sepanjang meridian. Untuk bayi di bawah umur 1 tahun,
sebaiknya dilakukan pengobatan dengan mengeulus elus (meraba)
perjalanan meridian saja dan jangan dipijat seperti orang dewasa.
3. Pijatan bisa dimulai setelah menemukan titik pijatan yang tepat, yaitu
timbulnya reaksi pada titik pijat yang berupa rasa nyeri atau pegal.
4. Reaksi pijatan, setiap pemberian rangsangan terhadap titik pijat akan
memberikan reaksi, oleh karena itu untuk perangsangan atau pemijatan
yang akan dilakukan harus diperhitungkan secara cermat, reaksi apa
yang ditimbulkan, reaksi penguatan (yang) atau reaksi (yin). Bila pijatan
yang bereaksi yang maka dapat dilakukan selama 30 kali tekanan atau
putaran, sedangkan reaksi yin dilakukan pemijatan lebih dari 40 kali.
Menurut Hartono dalam Triastuti (2013), dalam pemijatan sebaiknya
jangan terlalu keras dan pemijatan yang benar harus dapat menciptakan
sensasi rasa (nyaman, pegal, panas, gatal, perih, kesemutan dan
sebagainya) sehingga dapat merangsang keluarnya hormone
endorphrin (hormone sejenis morfin yang dihasilkan tubuh untuk
memberikan rasa tenang).
5. Arah pijatan mengikuti arah putaran jarum jam atau searah dengan jalannya
meridian dan arah pemijatan dapat juga disesuaikan dengan sifat
penyakit yang di derita.
42
B. PELAKSANAAN GUIDED IMAGERY
43
E. DAFTAR TILIK
BOBOT
ELEMEN
NO. KRITERIA UNJUK KERJA BOBOT SCORE X
KOMPETENSI
SCORE
1. Pengkajian a. Kaji tingkat nyeri
b. Identifikasi kediapan pasien dalam 1
melakukan GIM
2. Persiapan Alat a. Peralatan dipersiapkan secara lengkap
dan tepat.
b. Peralatan sudah disusun secara 2
ergonomis.
c. Dst.
3. Persiapan Pasien y. Terjalin hubungan saling percaya.
dan Lingkungan z. Informed consent sudah dilakukan.
å. Privasi klien dijaga. 1
ä. Posisi klien diatur sesuai kebutuhan.
ö. Dst.
4. Pelaksanaan Tahap-tahap GIM dilakukan sesuai
3
Standart Operating Pocedure (SOP).
5. Evaluasi a. Respon pasien dievaluasi
1
b. Evaluasi tingkat nyeri post intervensi
6. Dokumentasi c. Waktu pelaksanaan tindakan
didokumentasikan
d. Tingkat nyeri sudah didokumentasikan 1
e. Nama dan tanda tangan perawat
sudah didokumentasikan
7. Sikap c. Komunikatif dan sopan
d. Hati-hati 1
e. Tidak tergesa-gesa
JUMLAH 10
Keterangan Score :
44
9 = Mahasiswa tidak melakukan tindakan
10 = Mahasiwa mampu melakukan tindakan dengan bimbingan maksimal
11 = Mahasiswa mampu melakukan tindakan dengan bimbingan minimal
12 = Mahasiswa mampu melakukan tindakan dengan tepat secara mandiri
∑ Bobot x score
Total Nilai = x 100 =
40
45
DAFTAR PUSTAKA
46
TOPIK 5
MANAJEMEN STRES
A. PENDAHULUAN
Kompetensi manajemen stress menggambarkan kemampuan perawat dalam membantu
pasien dalam pengelolaan stres yang dialaminya dengan cara mengontrol sumber stres agar tidak
menimbulkan efek negatif. Tindakan ini dilakukan dengan cara mengenal penyebab stress dan
mengetahui teknik-teknik mengelola stress, sehingga orang lebih baik dalam menguasai stress
dalam kehidupan. Manajemen stres berarti membuat perubahan dalam cara berfikir, merasa dan
dalam cara berperilaku dan mengajarkan seseorang belajar menanggulangi stres yang dialami
secara adaptif dan efektif (Potter dan Perry, 2006). Stres merupakan sumber dari berbagai
penyakit pada manusia, apabila stres tidak cepat ditanggulangi atau dikelola dengan baik, maka
akan berdampak lebih lanjut seperti mudah terjadi gangguan atau terkena penyakit (Sunaryo,
2013). Di dalam manajemen stres diperlukan suatu pencegahan agar seseorang tidak terjatuh
dalam keadaan stres, maka sebaiknya seseorang perlu memiliki kekebalan dalam mencegah
stres agar mampu mengontrol stresor yang datang.
B. URAIAN MATERI
Stres adalah perubahan yang disebabkan oleh kejadian dalam pengalaman kehidupan, atau
akibat pengalaman seorang individu ketika melakukan penyesuaian terhadap kondisi yang
dihadapi secara terus menerus dalam menghadapi lingkungan. Stres merupakan realitas
kehidupan setiap hari, tidak dapat dihindari. Akibat situasi tersebut dapat berdampak secara fisik
maupun emosional, baik dalam hal positif atau hal negatif yang dirasakan seorang individu. Stres
sebagai hal positif, dimana stres dapat membantu individu beradaptasi, juga dapat mengakibatkan
suatu kesadaran baru dan suatu peningkatan minat terhadap hal-hal yang baru. Sebagai hal
negatif stres dapat mengakibatkan seorang individu merasa curiga, penolakan, marah, dan
distres, yang dapat mendorong kearah permasalahan kesehatan seperti sakit kepala, gangguan
perut, sariawan, kesulitan untuk tidur, borok, tekanan darah tinggi, penyakit jantung, dll.
Kejadian akibat kehilangan, kematian seseorang yang tercinta, kelahiran anak, promosi
pekerjaan, atau suatu hubungan baru, kita dapat mengalami stress. Di dalam tubuh akan
47
menyesuaikan diri terhadap perubahan akibat kejadian tersebut, stres akan membantu atau
sebaliknya menghalangi, tergantung pada bagaimana kita bereaksi terhadap situasi tersebut.
Tanda dan Gejala stres
Respons individu terhadap stres, dengan sumber stres yang sama memberikan respon yang
berbeda. Respon terhadap stres terus bertumbuh sedemikian rupa sehingga kita selalu dapat
merespons sesuai dengan kebiasaan yang dimiliki. Sistem kekebalan tubuh dan stres menjadi
sangat penting dalam pengelolaan / manajemen stres. Akibat dari stres dapat dibagi menjadi tiga
kategori, yakni fisik, emosi dan perilaku. Gejala tersebut dapat memburuk secara progresif dan
mengakibatkan berbagai penyakit serius yang berhubungan dengan stres.
a. Gejala fisik :
Daerah kepala :
a. Sakit kepala
b. Kelopak mata berkedip-kedip tanpa sadar
c. Hidung bergerak-gerak tanpa sadar
d. Rasa nyeri di muka atau rahang
e. Pusing
Sistem pencernaan :
a. Mulut atau tenggorokan kering
b. Sulit menelan
c. Sariawan
d. Sembelit
e. Rasa mual
f. Sakit perut
g. Diare
h. Berat badan bertambah
i. Nafsu makan hilang
Sistem persyarafan :
a. Sulit bicara
b. Berbicara kurang jelas atau
terbata-bata
c. Sakit punggung
d. Nyeri otot
48
e. Rasa lemah
f. Tangan dan kaki dingin
g. Tremor
Sistem Kardiovaskuler :
a. Sakit di bagian dada
b. Rasa panas di perut
c. Jantung berdebar-debar
d. Tekanan darah tinggi
Lain-lain :
a. Kulit gatal-gatal,
b. Sering buang air kecil
c. Berkeringat secara berlebihan
d. Tidak dapat tidur
e. Hubungan sex tidak prima
f. Kelelahan kronis
g. Persendian bengkak
h. Alergi yang semakin sensitive
i. Sering flu
j. Cenderung mengalami kecelakaan
k. Menstruasi secara berlebihan
l. Nafas terengah-engah.
b. Gejala emosional
Berbagai gejala emosional dapat dialami saat stres adalah : mudah tersinggung, suasana
hati berubah-ubah, depresi, sikap agresif yang tidak normal, kehilangan ingatan, bergairah
secara berlebihan, gelisah terhadap hal-hal kecil, mimpi buruk, merasa tidak berdaya,
berperilaku implusif, menarik diri, tingkah laku neurotik, pikiran yang kacau, amarah,
ketidakmampuan membuat keputusan, khawatir, panik, sering menangis, muncul pikiran
untuk bunuh diri, kehilangan kontrol, berkurangnya ketertarikan seksual, mengalami periode
kebingungan.
c. Gejala perilaku
49
Berbagai gejala perilaku yang dialami yaitu : suka menggemeretakan gigi, dahi berkerut,
gelak tawa gelisah bernada tinggi, mengantuk-antukan kaki atau jari, menggigit kuku,
menarik atau memutarkan rambut, merokok secara berlebihan, memakai obat-obat secara
berlebihan, mengkonsumsi alkohol secara berlebihan, makan secara kompulsif, berjalan
mondar-mandir, melakukan penundaan yang kronis, kehilangan ketertarikan pada
penampilan fisik, perilaku sosial berubah secara tiba-tiba, kelambanan kronis.
Sumber Stres (Stressor) :
a. Lingkungan, antara lain : cuaca/perubahan iklim, suara, hubungan dengan
pimpinan/teman kerja, peraturan, kemacetan lalu lintas, gempa bumi/bencana alam,
transmigrasi/urbanisasi, lingkungan baru seperti lingkungan kampus/sekolah (saat
individu menjadi siswa/mahasiswa baru.
b. Tubuh/fungsi fisiologis, antara lain : tumbuh kembang seorang individu, seperti
menjelang remaja perubahan tubuh, menarrche, mimpi basah, proses menua seperti
waktu menstruasi yang tak menentu, rambut rontok, perubahan selera makan,
perubahan berat badan, proses penyakit kronis seperti penyakit TBC yang
memerlukan kontrol serta minum obat yang terus menerus, atau penyakit jantung
yang beresiko serangan jantung/heart attack, kondisi nutrisi seperti gizi buruk/KKP
atau obesitas.
c. Pikiran, antara lain : persepsi terhadap masalah yang dihadapi seperti trauma
riwayat masa lalu, riwayat pelecehan seksual di tempat kerja yang mempengaruhi
hubungan intim, prakiraan/mimpi yang tidak sesuai dengan yang diharapkan,
pengalaman masa lalu yang tidak menyenangkan dan membayangi sampai saat ini.
Faktor-faktor yang mempengaruhi dampak stresor, antara lain:
a. Sifat stresor, artinya stresor bagi klien seperti ketika menghadapi ujian klien langsung
mengalami berbagai gejala fisik/emosi/perilaku
b. Jumlah stresor yang tinggi dan terjadi pada waktu yang sama, akan menimbulkan
mudah tersinggung, misalnya saat tsunami anaknya meninggal dan suami meninggal
c. Lama pemaparan terjadinya stres yang berasal dari stresor yang sama
mengakibatkan kemampuan turun tenaga habis, seperti baru saja dilanda PHK
seminggu kemudian mengalami kecelakaan yang mengakibatkan kecacatan.
d. Pengalaman yang lalu dalam mengatasi stress bila baik akan mengurangi terjadinya
stres., seperti saat menghadapi ujian sidang thesis walaupun berat dengan berbagai
50
masalah akademik namun karena individu tsb tetap mengulang dan konsultasi
dengan pembimbing disertai banyak bertanya dengan teman/pembimbing lain serta
membaca buku, indv tersebut berhasil dalam thesisnya.
e. Tingkat perkembangan, dengan perbedaan usia akan menimbulkan respon yang
berbeda, seperti saat remaja mencoba memiliki hubungan dekat dengan respon
ambivalens dan eforia dalam menanggapi masalah hubungan tsb, tetapi dengan
berjalannya waktu dan usia saat dewasa menemukan teman hidup/pasangan
individu tsb dapat berespon dengan baik dan stabil.
Tehnik Manajemen Stres
Langkah pertama dalam manajemen stres adalah mengenali tanda dan gejala yang
mengisyaratkan seseorang sedang mengalami stres. Berikutnya adalah memilih teknik
penanganan stres, yang terdiri dari empat cara yaitu :
1. Cara Fisik : latihan Relaksasi Otot Progresif (ROP) & latihan nafas
2. Cara pikiran : hipnosis lima jari, stop berfikir dan berfikir positif
3. Cara lingkungan : lingkungan fisik dan lingkungan sosial
4. Cara Spiritual : beribadah, misalnya : sholat, dzikir, berdoa, wudhu
C. PELAKSANAAN KEGIATAN
1. Manajemen stres dengan cara fisik : Relaksasi Otot Progresif
52
tidur sehingga dapat merasakan ketegangan
dibelakang leher dan punggung atas
kemudian rilekskan. Ulangi sekali lagi
j. Gerakan ke-11 yaitu mengangkat tubuh dari
sandaran kursi atau tempat tidur. Kemudian
punggung dilengkungkan dan dada
dibusungkan selama 5 detik kemudian
lepaskan selama 10 detik. Ulangi sekali lagi.
k. Gerakan ke-12 yaitu menarik napas panjang
dan dalam untuk mengisi paru paru dengan
udara sebanyak-banyaknya. Ulangi sekali lagi.
l. Gerakan ke-13 yaitu menarik kuat-kuat perut
ke dalam kemudian tahan selama 5 detik
sampai perut menjadi kencang dan keras.
Lepaskan selama 10 detik
m. Gerakan ke-14 yaitu menarik kuat-kuat perut
kedalam kemudian tahan selama 5 detik
sampai perut menjadi kencang dan keras.
Lepaskan selama 10 detik dan ulangi sekali
lagi.
4 Evaluasi :
1. Menanyakan Perasaan pasien setelah
melakukan terapi PMR
2. Memberikan reinnforcment positif kepada
pasien.
3. Mengucapkan salam.
5 Dokumentasi
a. Waktu pelaksanaan.
b. Nama dan tanda tangan perawat
c. Respon pasien
4 Evaluasi :
a. Menanyakan perasaan pasien setelah melakukan
hipnosis lima jari, stop berfikir, berfikir positif
b. Memberikan reinnforcment positif kepada pasien.
c. Mengucapkan salam.
5 Dokumentasi
a. Waktu pelaksanaan.
b. Nama dan tanda tangan perawat
c. Respon pasien
4 Evaluasi :
a. Menanyakan perasaan pasien setelah melakukan
adaptasi lingkungan fisik dan lingkungan sosial
b. Memberikan reinnforcment positif kepada pasien.
c. Mengucapkan salam.
5 Dokumentasi
a. Waktu pelaksanaan.
b. Nama dan tanda tangan perawat
c. Respon pasien
Petunjuk pengisian:
1. Berilah tanda (V) jika klien dan keluarga mampu melakukan kemampuan di bawah ini.
2. Tuliskan tanggal setiap dilakukan penilaian
Tgl Tgl Tgl Tgl
No Kemampuan
A Klien
1. Mengenal tanda dan gejala stres
2. Melaksanakan latihan fisik
a. ROP
b. Latihan nafas
3. Melaksanakan latihan Pikiran
”Stop Pikir”
4. Memanfaatkan anggota keluarga sebagai
support sistem
B Keluarga
1 Mengenal tanda dan gejala stress.
2. Melaksanakan intervensi lingkungan:
a. rumah yang rapi dan bersih
b. Warna-warna yang sejuk dan indah
56
c. Suara yang sejuk
d. Pemandangan yang hijau
3. Memfasilitasi latihan :
a. Fisik : ROP dan lat nafas
b. Pikiran : ”Stop Pikir”
DAFTAR TILIK
BOBOT
ELEMEN
NO. KRITERIA UNJUK KERJA BOBOT SCORE X
KOMPETENSI
SCORE
1. Pengkajian a. Keadaan umum pasien diidentifikasi.
b. Indikasi pemberian latihan manajemen
stres
1
c. Kemmapuan pasien dalam melakukan
manajemen stres
57
5. Evaluasi c. Respon pasien dievaluasi
1
d. Memberikan reinforcement positif
6. Dokumentasi f. Waktu pelaksanaan tindakan
didokumentasikan
g. Nama dan tanda tangan perawat 1
sudah didokumentasikan
h. Respon pasien
7. Sikap f. Komunikatif dan sopan
g. Hati-hati
1
h. Tidak tergesa-gesa
JUMLAH 10
Keterangan Score :
13 = Mahasiswa tidak melakukan tindakan
14 = Mahasiwa mampu melakukan tindakan dengan bimbingan maksimal
15 = Mahasiswa mampu melakukan tindakan dengan bimbingan minimal
16 = Mahasiswa mampu melakukan tindakan dengan tepat secara mandiri
∑ Bobot x score
Total Nilai = x 100 =
40
58
DAFTAR PUSTAKA
Berman, Audrey, et al. 2015. Fundamental of Nursing Concept, Process, and Practice – 8 th ed. New
Jersy : Perason Education.
Hawari, D. 2011. Manajemen Stres, Cemas dan Depresi. Jakarta : FKUI
Potter, D. F., & Perry, A. G. 2005. Buku ajar : Fundamental keperawatan, konsep, proses, dan praktik
(Edisi 4). Jakarta : EGC.
Sunaryo. (2013). Psikologi Untuk Keperawatan, Edisi 2. Jakarta : EGC
59
60