Anda di halaman 1dari 67

LEMBAR KERJA PRAKTIKUM

KEPERAWATAN PALIATIF DAN MENJELANG AJAL

FAJAR ALIFAH
2011316052

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
2022
Lembaran Kerja 2

Komunikasi efektif pada pasien palliatif dan keluarga

Kompetensi dasar :
Mahasiswa mampu melakukan roleplay komunikasi pada pasien palliatif dan keluarga:
menyampaikan berita buruk.

Tujuan pembelajaran
Setelah mengikuti praktikum ini mahasiswa mampu mensimulasikan/ roleplay komunikasi
kepada pasien atau keluarga dalam konteks palliatif care dengan baik: menyampaikan berita
buruk.
Kegiatan sebelum praktikum
1. Coba saudara jelaskan apa yang dimaksud dengan komunikasi efektif pada pasien
palliatif?
Perawatan paliatif adalah pendekatan yang bertujuan meningkatkan kualitas hidup
pasien (dewasa dan anak - anak) dan keluarga dalam menghadapi penyakit
yangmengancam jiwa, dengan cara meringankan penderitaan rasa sakit melalui
identifikasi dini, pengkajian yang sempurna, dan penatalaksanaan nyeri serta masalah
lainnya baik fisik, psikologis, sosial atau spiritual. (World Health Organization (WHO)
2016). Maka Komunikasi Efektif pada pasien paliatif adalah Komunkasi yang terjadi
antara tenaga kesehatan (perawat) dengan pasien paliatif/terminal, dimana penyampaian
informasi lebih memperhatikan dukungan emosional dan psikologis pasien, agar pasien
tidak merasa tertekan dan lebih tenang saat berkomunkasi dengan perawat. Karena pada
pasien palatif yang dibutuhkan bukanlah pengobatan intensif melainkan dukungan
psikologis dan spiritual dari lingkungan sekitarnya sehingga dapat memaksimalkan
kualitas hidup pasien dan asuhan keperawatan paliatif dapat tercapai secara optimal
1. Teknik komunikasi fase denial (pengingkaran)
a. Memberikan kesempatan untuk menggunakan koping yang konstruktif dalam
menghadapi kehilangan dan kematian
b. Selalu berada didekat klien
c. Pertahankan kontak mata
2. Teknik komunikasi fase anger (marah)
a. Memberikan kesempatan pada pasien untuk mengekspresikan perasaannya,
hearing dan menggunakan teknik respek.
3. Teknik komunikasi fase Bargening (tawar menawar)
a. Memberi kesempatan kepada pasien untuk menawar dan menanyakan kapada
pasien apa yang diinginkan
4. Teknik komunikasi fase depression
a. Jangan mencoba menenangkan klien dan biarkan klien dan keluarga
mengekspresikan kesedihannya.
5. Teknik komunikasi fase occeptance (penerimaan)
a. Meluangkan waktu untuk klien dan sediakan waktu untuk mendiskusikan
perasaan keluarga terhadap kematian pasien
Komunikasi efektif pada pasien paliatif tidak sadar :
 Komunikasi dengan pasien yang tidak sadar merupakan suatu komunikasi dengan
menggunakan teknik komunikasi khusus/trapeutik dikarenakan fungsi sensorik dan
motorik pasien mengalami penurunan sehingga seringkali stimulus dari luar tidak dapat
diterima dan klien tidak dapat merespons kembali stimulus tersebut

b. Menurut saudara apa saja yang harus diperhatikan dan dipersiapkan saat memberitahu
berita buruk pada pasien dan keluarga?
Yang harus dipersiapkan :
1. Setting, Listening Skills
sebelum menyampaikan kabar buruk kepada pasien, perlu adanya persiapan untuk
menjamin kelancaran penyampaian informasi kepada pasien, seperti Persiapkan
diri sendiri, Perkenalkan diri, Privasi pasien, Libatkan pendamping, Posisi duduk
2. Listening mode: ON
Sebelum menyampaikan kabar buruk, hendaknya persiapkan kemampuan
‘mendengar’, secara prinsip meliputi Silence, Repetition, Availability
Yang harus diperhatikan :
1. Patient’s Perception
Sebelum menyampaikan kabar buruk, hendaknya dokter/perawat mengetahui
persepsi pasien terhadap: Kondisi medis dirinya sendiri, Harapannya terhadap
hasil medikasi yang ia tempuh
2. Invitation to share Information
Tanyakan apakah pasien ingin tahu perkembangan mengenai keadaannya atau
tidak. Apabila pasien menyatakan diri belum siap, pertimbangkan untuk
menyampaikan di waktu lain yang lebih tepat dan minta pasien untuk
mempersiapkan diri terlebih dahulu.Apabila pasien menyatakan ingin tahu
perkembangan mengenai keadaannya, tanyakan sejauh mana ia ingin tahu, secara
umum ataukah mendetail.
3. Knowledge transmission “Penyampaian ‘bad news’”
Sebelum menyampaikan kabar buruk, lakukan ‘warning shot’ sebagai pembukaan
katakan pada pasien bahwa ada ‘kabar buruk’ yang akan disampaikan pada pasien
agar pasien tidak kaget.
4. Explore Emotions and Empathize
Amati selalu ekspresi dan emosi pasien serta apa yang mendasari perubahan
emosinya (informasi mana yang merubah emosinya), nilai sejauh mana kondisi
emosi pasien
5. Summarize and Strategize
Di akhir percakapan, review kembali percakapan secara keseluruhan: simpulkan
‘kabar buruk’ yang tadinya disampaikan secara bertahap (sedikit demi sedikit).
Simpulkan juga tanggapan yang diberikan pasien selama kabar buruk
disampaikan, tunjukkan bahwa dokter mendengarkan dan mengerti apa yang
disampaikan pasien. Berikan pasien kesempatan bertanya Berikan feed back
Diskusikan rencana untuk menindaklanjuti kabar buruk yang telah disampaikan
pada pasien
Kegiatan selama praktikum

Menyampaikan Berita Buruk:


Berita buruk adalah berita (informasi) yang secara drastis dan negatif mengubah pandangan
hidup pasien tentang masa depannya. Berita buruk sering diasosiasikan dengan suatu diagnosis
terminal, namun seorang dokter keluarga mungkin akan menghadapi banyak situasi yang
termasuk dalam bagian berita buruk, seperti hasil USG seorang ibu hamil yang menunjukkan
bahwa janinnya telah meninggal, pasien di diagnosa menderita kanker stadium empat,
kecelakaan yang mengakibatkan kehilangan anorgan tubuh atau pasien menderita penyakit
kronik lainnya.

Menyampaikan berita buruk pada pasien adalah salah satu tanggung jawab seorang petugas
medis yang harus dikerjakan dalam praktek pelayanan kesehatan. Menyampaikan berita buruk
merupakan keterampilan komunikasi yang penting dan menantang. Terdapat kewajiban secara
sosial dan moral bagi petugas medis untuk bersikap sensitif dan tepat dalam menyampaikan
berita buruk. Secara medikolegal petugas medis berkewajiban menyampaikan atau
menginformasikan diganosis yang secara potensial berakibat fatal. Jika petugas medis tidak
menyampaikan dengan tepat, komunikasi tentang berita buruk akan berakibat pada munculnya
perasaan ketidak percayaan, kemarahan, ketakutan, kesedihan atau pun rasa bersalah pada diri
pasien. Hal-hal tersebut dapat berefek konsekuensi emosional jangka panjang pada keluarga
pasien.

Tujuan melakukan komunikasi efektif:


1. Memberikan informasi yang dimengerti sesuai dengan kebutuhan dan keinginan pasien
2. Mendukung pasien dengan ketrampilan untuk mengurangi dampak emosional
3. Mengembangkan strategi dalam bentuk rencana pengobatan dengan masukan dan
kerjasama pasien.

Strategi penyampaian berita buruk:


Menurut Buckman’s 6-step guide dalam menyampaikan berita buruk yang dikenal dengan
singkatan “S.P.I.K.E.S.”
S – etting, listening Skills
P – atient’s Perception
I – nvite patient to share Information
K – nowledge transmission
E - xplore Emotions and Empathize
S – ummarize & Strategize

Setting, Listening Skills


Sebelum menyampaikan kabar buruk kepada pasien, perlu adanya persiapan untuk menjamin
kelancaran penyampaian informasi kepada pasien, sebagai berikut:
a. Persiapkan diri sendiri
Dokter/ perawat sebagai penyampai ‘bad news’ mempersiapkan mental terlebih dahulu
agar tidak ikut larut dalam emosi pasien nantinya, namun tetap berempati sebagaimana
mestinya.
b. Perkenalkan diri
Yang harus dihindari: tampak nervous di hadapan pasien, bahkan sebelum
menyampaikan kabar buruk. Tips: siapkan tissue di saku, untuk diberikan pada pasien
bila pasien menangis.
c. Privasi pasien
Penyampaian kabar buruk tidak boleh dilakukan di tempat yang ramai atau banyak
orang. Hendaknya dilakukan di tempat tenang yang tertutup seperti kamar praktek
ataupun dengan menutup tirai di sekeliling tempat tidur pasien.
d. Libatkan pendamping
Untuk menghindari kesan kurang baik yang dapat muncul bila pasien dan dokter berada
di tempat tertutup (untuk menjaga privasi), diperlukan satu pendamping. Yang dapat
menjadi pendamping:
- Keluarga terdekat pasien satu saja, apabila terlalu banyak dapat menyulitkan dokter
untuk menangani emosi dan persepsi banyak orang sekaligus.
- Perawat atau ko ass yang ikut terlibat dalam perawatan pasien.
e. Posisi duduk
Posisi pasien dan dokter sebaiknya setara. Dokter menyampaikan kabar buruk dalam
posisi duduk. Tujuan: untuk menghilangkan kesan bahwa dokter berkuasa atas pasien
dan memojokkan pasien Sebaiknya penghalang fisik seperti meja, dihindari. Duduk di
sofa jika ada lebih baik.

Listening mode: ON
Sebelum menyampaikan kabar buruk, hendaknya persiapkan kemampuan ‘mendengar’, secara
prinsip meliputi:
- Silence: Jangan memotong kata-kata pasien ataupun berbicara tumpang tindih
dengan pasien
- Repetition: Ulangi kata-kata pasien atau berikan tanggapan, untuk menunjukkan
pemahaman terhadap apa yang ingin disampaikan pasien.
- Availability: Dokter harus ada di tempat mulai awal hingga akhir penyampaian
kabar buruk. Jangan sampai ada gangguan berupa interupsi, seperti ada sms,
telepon, , atau aktifkan mode silent, jika ada tamu minta bantuan pada perawat
untuk mengatasi tamu yang mungkin datang.

2. Patient’s Perception
Sebelum menyampaikan kabar buruk, hendaknya dokter/perawat mengetahui persepsi pasien
terhadap:
- Kondisi medis dirinya sendiri: Tanyakan sejauh mana informasi yang pasien ketahui
tentang penyakitnya beserta kemungkinan terburuk yang ditimbulkan oleh penyakit
tersebut.
- Harapannya terhadap hasil medikasi yang ia tempuh: Tanyakan perkiraan pasien
terhadap hasil medikasi. Tujuan mengetahui kedua aspek tersebut bukan semata-mata
untuk mengubah persepsi pasien agar sesuai dengan kenyataan, melainkan sebagai
jalan untuk menilai kesenjangan antara persepsi dan harapan pasien dengan kenyataan
sebagai pertimbangan penyampaian kabar buruk agar tidak terlalu membuat pasien
terguncang.
3. Invitation to share Information
- Tanyakan apakah pasien ingin tahu perkembangan mengenai keadaannya atau tidak.
Apabila pasien menyatakan diri belum siap, pertimbangkan untuk menyampaikan di
waktu lain yang lebih tepat dan minta pasien untuk mempersiapkan diri terlebih dahulu.
- Apabila pasien menyatakan ingin tahu perkembangan mengenai keadaannya, tanyakan
sejauh mana ia ingin tahu, secara umum ataukah mendetail.

4. Knowledge transmission “Penyampaian ‘bad news’”


Sebelum menyampaikan kabar buruk, lakukan ‘warning shot’ sebagai pembukaan katakan pada
pasien bahwa ada ‘kabar buruk’ yang akan disampaikan pada pasien agar pasien tidak kaget.
Cara penyampaian:
- Gunakan bahasa yang sama dan hindari jargon medis.
- Sampaikan informasi sedikit demi sedikit (bertahap)
- Setiap menyampaikan sepenggal informasi, nilai ekspresi dan tanggapan pasien, beri
waktu pasien untuk bertanya ataupun sekedar mengekspresikan emosinya. Bila kondisi
pasien tampak memungkinkan untuk menerima informasi tahap selanjutnya, teruskan
penyampaian informasi. Bila pasien tampak sangat tergunjang hingga tidak
memungkinkan untuk menerima lebih banyak informasi lagi, pertimbangkan
penyampaian ulang kabar buruk di lain waktu sambil mempersiapkan pasien.
- Sampaikan dengan intonasi yang jelas namun lembut, tempo yang tidak terlalu cepat
dengan jeda untuk member kesempatan pada pasien dalam mencerna kalimat yang ia
terima.

5. Explore Emotions and Empathize


- Amati selalu ekspresi dan emosi pasien serta apa yang mendasari perubahan emosinya
(informasi mana yang merubah emosinya), nilai sejauh mana kondisi emosi pasien.
- Tunjukkan pengertian atas kondisi emosi pasien. Dalam hal ini, menunjukkan
pengertian tidak diartikan sebagai ‘mengerti apa yang dirasakan pasien’, namun lebih
pada ‘dapat memahami bahwa apa yang dirasakan pasien saat ini adalah sesuatu yang
dapat dimaklumi’.

6. Summarize and Strategize


- Di akhir percakapan, review kembali percakapan secara keseluruhan: simpulkan ‘kabar
buruk’ yang tadinya disampaikan secara bertahap (sedikit demi sedikit).
- Simpulkan juga tanggapan yang diberikan pasien selama kabar buruk disampaikan,
tunjukkan bahwa dokter mendengarkan dan mengerti apa yang disampaikan pasien.
- Berikan pasien kesempatan bertanya
- Berikan feed back
- Diskusikan rencana untuk menindaklanjuti kabar buruk yang telah disampaikan pada
pasien
Berikut Protokol enam langkah untuk menyampaikan berita buruk:

1.Persiapan  Pilih ruangan yang menjamin privacy, dan usahakan baik dokter, perawat
maupun pasien bisa duduk dalam posisi yang nyaman.
 Tanyakan pada pasien apakah dia menghendaki ada orang lain yang
menemaninya, apakah suami / istri, anak, atau keluarga lainnya. Biarlah
pasien sendiri yang memutuskan.
 Mulailah dengan memberikan pertanyaan seperti: “Bagaimana perasaan
anda sekarang ?“.
(Pertanyaan ini untuk mulai melibatkan pasien dan menunjukkan pada pasien
bahwa percakapan selanjutnya adalah percakapan dua arah. Pasien tidak
hanya mendengarkan dokter bicara).
2 Mencari Tahu Mulailah mengajukan pertanyaan untuk menggali informasi dari pasien
Sebanyak Apa supaya anda dapat mulai memahami.
Informasi Yang  Apakah pasien sudah tahu mengenai penyakitnya/ situasinya. Contoh :
Sudah Dimiliki "Saya menderita kanker paru-paru, dan saya memerlukan pembedahan".
Pasien  Seberapa banyak dia tahu ? Darimana dia tahu ? ("dokter A mengatakan
ada sesuatu kelainan yang ditemukan di foto roentgen dada saya")
 Tingkat pengetahuan pasien ("Dok, saya terkena Adenocarcinoma T2N0 ")
 Situasi emosional pasien ("Saya takut jangan – jangan saya terkena
kanker, Dok … sampai – sampai seminggu ini saya jadi susah tidur").
 Terkadang pasien atau keluarga pasien (orang tua pada pasien anak)
mungkin tidak bisa menjawab atau merespon pertanyaan anda, dan
mungkin memang tidak mengetahui sama sekali mengenai penyakit
mereka.
 Pada kasus–kasus seperti itu, teknik yang bisa digunakan untuk
menstimulasi diskusi adalah dengan menanyakan kembali tentang hal –
hal yang sudah mereka ketahui seperti riwayat penyakit dan hasil
pemeriksaan atau hasil test yang telah dilakukan sebelumnya.

3 Mencari Tahu  Penting untuk menanyakan pada pasien seberapa detil informasi yang
Seberapa ingin didengarnya. Apakah sangat detil, atau hanya gambaran besarnya
Banyakkah saja ?
Informasi Yang  Perlu diperhatikan bagaimana cara bertanya, dan kemungkinan reaksi
Ingin Diketahui pasien. (Setiap pasien tidak akan sama , bahkan pada pasien yang sama
Pasien kemungkinan akan berubah permintaannya selama dalam satu sesi
percakapan).
 Beberapa pertanyaan yang sering digunakan pada tahap ini misalnya:
“Bapak/ibu, bila nanti situasi atau kondisi/hasil test menunjukkan
sesuatu yang serius, apakah saya bisa memberitahukan pada anda
mengenai masalah tersebut ?”
“Apakah bapak / ibu ingin saya menjelaskan secara rinci atau hanya garis
besar dari kondisi bapak / ibu sekarang ?”
“Bapak / Ibu, hasil test anda sudah keluar. Apakah saya bisa menjelaskan
pada bapak / ibu, atau bapak / ibu ingin agar saya menjelaskan kondisi
anda pada keluarga ?”
4 BERBAGI  Penting untuk mempersiapkan segala data sebelum anda bertemu dengan
INFORMASI pasien.
 Topik pada tahap ini biasanya adalah mengenai diagnosis, terapi /
penanganan, prognosis, serta dukungan / fasilitas apa saja yang bisa
diperoleh oleh pasien dan keluarganya.
 Berikan informasi dalam potongan kecil, dan pastikan untuk berhenti
menjelaskan (beri jeda di antara potongan – potongan informasi itu) untuk
memastikan bahwa pasien paham dengan yang kita jelaskan.
 Ingatlah untuk menerjemahkan istilah medis ke dalam bahasa Indonesia,
dan jangan mencoba untuk mengajar patofisiologi (jelaskan dengan lebih
sederhana).
 Beberapa contoh bahasa yang bisa digunakan untuk menyampaikan
berita buruk :
“ Pak Harun, saya khawatir bahwa kabar yang akan saya sampaikan ini
adalah kabar yang kurang baik. Hasil test anda ternyata menunjukkan
bahwa anda positif terkena HIV.”
“Bu Siti, mohon maaf saya terpaksa menyampaikan kabar ini. Hasil biopsi
benjolan pada payudara ibu menunjukkan bahwa ibu terkena kanker
payudara.”
“Bu Dinar, hasil test putri anda sudah keluar, dan ternyata hasilnya tidak
seperti yang kita harapkan. Hasil tersebut menunjukkan bahwa putri anda
terkena leukemia.”
5 Menanggapi  Jika anda tidak memberikan tanggapan terhadap emosi yang muncul pada
Perasaan Pasien pasien, anda sama saja seperti “meninggalkan urusan sebelum urusan
tersebut selesai ..”. Selain itu Anda juga bisa dianggap sebagai seorang
dokter/perawat yang tidak memiliki kepedulian pada pasien.
Kalimat – kalimat yang bisa digunakan pada tahap ini :
“Saya tahu bahwa hasil ini adalah hasil yang tidak kita harapkan….”
“Saya tahu bahwa kabar ini adalah kabar yang tidak
mengenakkan….”
“Setelah mengetahui hasilnya, kira –kira hal apakah yang bisa saya bantu ?”

6 Perencanaan  Pada titik ini Anda perlu mensintesis rasa kekhawatiran pasien dan isu-isu
Dan Tindak
medis ke dalam rencana konkret yang dapat dilakukan dalam rencana
Lanjut
perawatan pasien.
 Buatlah rencana langkah – demi langkah dan berikan penjelasan yang
lengkap pada pasien tentang apa saja yang harus dilakukannya pada tiap
langkah, dan apa saja yang mungkin terjadi, dan apa saja yang bisa
membantu mengatasinya bila ternyata muncul hal yang tidak diinginkan.
 Ada baiknya dokter/perawat mencari tahu tentang harapan pasien,
ataupun alasan pertanyaan mereka.
 Hal tersebut bisa dilakukan dengan cara memberikan pertanyaan.
Berikut adalah contoh – contoh kalimat ataupun pertanyaan yang biasa
digunakan :
‘jadi, apa sebenarnya yang menjadi kekhawatiran bapak mengenai
pengobatan ?”
“Jadi situasinya memang demikian, Ibu... Tetapi mungkin masih ada sesuatu
yang bisa saya bantu untuk ibu ?...”
“Jadi ibu ingin mengetahui tentang berapapersen kemungkinan putra ibu
bisa bertahan ?”
CEKLIST MENYAMPAIKAN BERITA BURUK

SKOR BOBOT
No ASPEK KETERAMPILAN YANG DINILAI
0 1 2
1 Perawat bersikap ramah pada pasien (memperlihatkan bahasa 1
tubuh yang baik).
2 Perawat mempersilahkan pasien masuk dalam ruang yang 1
memberikan privacy yang cukup (sesuai kondisi).
3 Perawat menawarkan pada pasien apakah dia ingin ditemani oleh 1
keluarganya atau siapa pun yang diinginkannya(sesuai
kondisi).
4 Perawat membuka percakapan dan berusaha melibatkan pasien 1
5 Perawat mengajukan pertanyaan pada pasien untuk mengetahui/ 2
mengeksplorasi sampai di mana pasien telah mengetahui
keaadaan dirinya.
(termasuk seberapa tingkat pengetahuan pasien dan situasi atau
keadaan emosi pasien).
6 Perawat menanyakan pada pasien seberapa detil informasi yang 1
ingin didengarnya
7 Perawat memberikan informasi dengan cara yang tepat sesuai 3
diagnosis dan penatalaksanaan, serta sesuai dengan situasi
dan latar belakang pasien beserta keluarganya.
8 Perawat memastikan bahwa pasien paham dengan 1
penjelasannya.
9 Perawat memberikan tanggapan terhadap emosi yang muncul 2
pada pasien
10 Perawat menjelaskan perencanaan terapi dan penanganan sesuai 3
diagnosis.
11 Perawat memastikan apakah pasien (dan keluarganya) paham 1
dengan penjelasan mengenai terapi dan penanganan.
12 Perawat melibatkan pasien dalam merencanakan terapi dan 2
penatalaksanaan selanjutnya.
13 Perawat menjawab pertanyaan tentang prognosis sesuai dengan 3
diagnosis dengan cara yang tepat
14 Perawat memberikan kesempatan pada pasien dan keluarganya 1
untuk mengajukan pertanyaan (di sepanjang wawancara)
15 Perawat menjawab pertanyaan dari pasien (dan keluarganya) 2
dengan perhatian dan sopan (di sepanjang wawancara)
16 Perawat mengakhiri wawancara dengan tepat. 1
Aspek profesionalisme 1 2 3 4
JUMLAH SKOR
Keterangan :
0 Bila tidak dilakukan mahasiswa, atau sudah dilakukan tetapi keliru
1 Bila sudah dilakukan mahasiswa tapi belum tepat (meliputi diagnosis,
prognosis, dan penatalaksanaan)
2 Bila sudah dilakukan mahasiswa dan dianggap tepat (minimal 75% tepat),
meliputi diagnosis, prognosis, dan penatalaksanaan
Nilai akhir = Jumlah Skor x 100
Catatan :
Urutan tindakan (teknik komunikasi) dalam check list bisa berubah (fleksibel), tergantung
jalannya komunikasi antara dokter dan pasien.
Tugas Role play:
Lakukan role play bergantian dengan rekan anda, dan gunakan ceklis yang ada.
Kasus untuk role play :
1. Penyampaian diagnosis Ca Mammae pada seorang ibu rumah tangga berumur 36
tahun.
2. Penyampaian diagnosis Hemiplegia pada pasien cedera tulang punggung(akibat
kecelakaan lalu lintas), laki-laki usia 40 tahun.
3. Penyampaian diagnosis Leukemia pada anak umur 6 tahun (berita disampaikan
pada orang tuanya).
4. Penyampaian diagnosis Gagal Ginjal pada pasien penderita Diabetes kronis umur
60 tahun.
5. Penyampaian diagnosis Ca Pulmo pada seorang laki-laki, perokok berat umur 54
tahun.
Kegiatan setelah praktikum
1. Tuliskan lah skenario komunikasi efektif penyampaian beritaburuk pada salah satu
kasus dibawah ini:
a. Penyampaian keputusan terapi amputasi jari pada pemain piano profesional
b. Penyampaian hasil pemeriksaan pap smear dengan hasil neoplasia cervix uteri
c. penyampaian hasil pemeriksaan anak perempuan usia SMP yang positif
hamil (ditemani oleh orang tua).

SKENARIO TUGAS KEPERAWATAN PALIATIF

Kasus : Penyampaian diagnosis Hemiplegia pada pasien cedera tulang punggung


(akibat kecelakaan lalu lintas)

Perawat : “selamat pagi bu”


Pasien : “selamat pagi sus”
Perawat : “sebelumnya bu masih ingat dengan nadiya bu? perawat jaga kemarin pagi .
boleh nadiya cek gelang pasiennya bu ?”
Pasien : “silahkan sus “
Perawat :” benar ya bu atas nama ibu A tempat tanggal lahir bekasi 19 november
1999 RM 34042”
Pasien : “iya sus “
Perawat : “Sebelumnya sesuai dengan kontrak waktu kemarin kita bertemu hari ini
jam 09.00 setelah kemarin melakukan pemeriksaan CT scan.”
Pasien : “oh iya sus”
Perawat : “sebelumnya saya izin menutup sampiran agar kita nyaman berbincang di
ruangan rawat ibu, sebelum kita berbincang- bincang ibu mau ditemani siapa bu?
Anak ibu bagaimana?”
Pasien :”boleh sus saya mau ditemani anak saya saja , sebentar sus saya panggil
saudara saya. kakak kesini kak temani aku“
Keluarga pasien : “iya, kakak kesana”
Keluarga pasien : “selamat pagi sus “
Perawat : “pagi juga bu mari bu silahkan duduk”
Perawat : “ibu bagaimana keadaannya hari ini? Apa yang ibu rasakan atau keluhkan ?
Pasien : “kurang baik sus ... saya tidak bisa tidur karena memikirkan kenapa bagian
tubuh sebelah kiri saya tidak dapat digerakan”
Perawat : “oh ibu tidak bisa tidur karena memikirka kenapa bagian tubuh sebelah kiri
ibu tidak dapat digerakan seperti itu ya bu?”
Pasien : “Iya sus”
Perawat : “Sebelumnya apakah ibu sudah tau mengenai kenapa ibu tidak bisa
menggerakan tubuh sebelah kiri ibu?”
Pasien : “saya tidak tau sus, yang saya tau tubuh sebelah kiri saya tidak bisa digerakan
sama sekali dan saya memerlukan pengobatan lebih disini, kemarin Dr S menjelaskan
bahwa kemungkinan ada cedera di pungung saya sehingga Dr S menyarankan untuk
dilakukan pemeriksaan CT Scan untuk memastikannya. Jujur sus saya takut apabila
yang saya alami ini alami parah sekali sejak Dr mengatakan kemungkinan saya
mengalami kelumpuhan dan harus dibuktikan dengan pemeriksaan lanjut. Setelah
saya melakukan ct scan dan kembali ke ruangan saya sudah tidak bisa tidur sama
sekali sus. Saya mengira apa yang saya rasakan ini memang kelumpuhan.”
Perawat : “oh jadi seperti itu pemikiran ibu?”
Pasien : “iya sus”
Perawat : sebelumnya kenapa ibu bisa mengalami cedera di pungung ibu? apakah ibu
tau?
Pasien : “saya mengalami kecelakaann lalu lintas dan saya terpental dari motor
sehingga punggung saya menghantam aspal dengan keras sus.”
Perawat : “berarti ibu merasakan bahwa kelumpuhan atau ketidakmampuan otot untuk
menggerakan anggota tubuh ibu karena kecelakaan yang ibu alami kemarin?”
Perawat : “ibu sebelumnya hasil tes pemeriksaan CT scan ibu sudah keluar,
sebelumnya nadiya izin bertanya berapa banyak informasi yang mau ibu dengar
mengenai hasil pemeriksaan yang ibu lakukan.”
Pasien :”iya sus saya ingin mendengar secara detail sus”
Perawat : “baiklah ibu sebelumnya saya harus menyampaikan kabar yang kurang baik
di dengar ibu dan keluara tapi dengan berat hati saya wajib menyampaikan kabar ini.
Sesuai hasil ct scan saraf ibu memang ada kelainan sehingga menyebabkan anggota
tubuh sebelah kiri ibu tidak bisa digerakkan”
Pasien : “iya sus lalu..?”
Perawat : “jadi begini ibu pemeriksaan CT scan ibu adalah pemeriksaan atau prosedur
yang menggabungkan serangkaian gambar X-ray yang diambil dari berbagai sisi di
sekitar tubuh seseorang. Pemeriksaan ini menggunakan komputer untuk membuat
gambar cross-sectional tulang, pembuluh darah, dan jaringan lunak yang ada di dalam
tubuh orang tersebut. CT scan memiliki banyak kegunaan. Kendati demikian,
prosedur ini paling cocok digunakan untuk memeriksa secara cepat orang-orang yang
dicurigai mengalami luka dalam akibat kecelakaan mobil atau jenis trauma
lainnya. CT scan bisa digunakan untuk memvisualisasikan hampir semua bagian
tubuh dan untuk mendiagnosis penyakit atau cedera. Jadi bisa disimpulkan dari
pemeriksaan dokter sebelumnya yang melakukan pemeriksaan fisik dan ditambah
hasil CT scan yang ditemukan kelainan di CT scan ibu di diagnosis Hemiplegia atau
biasa disebut kondisi kelumpuhan atau kemampuan otot untuk bergerak yang terjadi
pada salah satu sisi tubuh yang sebagian kasus hemiplegia disebabkan oleh cedera
saraf tulang belakang, cedera pada leher hingga patah atau stroke. Gejala utama sama
seperti yang ibu ibu rasakan yaitu hilangnya kemampuan untuk menggerakan salah
satu atau banyak otot atau gejala lainnya gangguan koordinasi gerakan, rasa
kesemutan, kelelahan dan kekakuan.”
Pasien : “Menangis” berarti benar ya sus apa yang terjadi dengan saya adalah
kelumpuhan yang diakibatkan cedera punggung saya saat kecelakaan lalu lintas,
Perawat : “benar ibu,, sabar ya bu.. saya tau kabar ini memang mengejutkan ibu,.. ibu
jangan patah semangat harus tetap kuat banyak berdoa dengan tuhan ya bu”
Pasien : “hikh hik iya suss “
Perawat : “sebelumnya setelah mendengar penjelasan saya adakah yang bisa saya
bantu bu?” (Sambil menenangkan pasien)”
Pasien : “iya sus, saya izin bertanya sus mengenai pengobatan saya agar saya bisa
sembuh sus ?
Perawat : “oh baiklah sebelumnya nadiya izin menjelaskan terapi yang diberikan
dokter bu terdapat berbagai pengobatan atau perawatan yang bisa digunakan untuk
memperbaiki gerakan pada pengidap hemiplegia, misalnya pada lengan dan tungkai
kaki. Perawatannya ini bisa meliputimodified constraint-induced therapy. Terapi ini
bertujuan untuk mendorong pengunaan bagian tubuh yang mengalami kelumpuhan,
Perawatannya juga bisa menggunakan stimulasi listik. Tujuan terapi ini untuk
memperkuat bagian tubuh yang melemah, meningkatkan kewaspadaan sensori, hingga
meningkatkan jangkauan gerak. Setidaknya dibutuhkan waktu berminggu-minggu,
berbulan-bulan, hingga bertahun-tahun untuk mencapai pemulihan secara penuh dari
hemiplegia yang dialami. Selain hal-hal di atas, dokter juga akan merekomendasikan
latihan fisik dan fisioterapi untuk membantu mengatasi hemiplegia, seperti itu bu”
Pasien : “oh jadi banyak ya sus pengobatan atau terapi yang bisa saya lakukan seperti
fisioterapi, stimulasi listik dan sebagainya “
Perawat : “iya benar bu, masih banyak terapi yang bisa ibu lakukan, jadi ibu bisa
berdiskusi dengan keluarga mengenai pilihan terapi dan bisa saat jam visit dokter ibu
bisa menyampaikannya dengan dokter terapi apa yang ibu lakukan“
Pasien : “ baik sus saya akan pertimbangkan terapi yang akan saya pilih dengan
keluarga saya “
Keluarga pasien : “terimakasih sus atas penjelasannya “
Perawat : “iya sama- sama kak, kalau ibu ada yang ingin ditanyakan lagi boleh
sertanya bu !”
Pasien : “maaf sus sebelumnya saya izin bertanya tapi bukan mengenai penyakit saya”
Perawat :” iya silahkan bu”
Pasien : “Untuk jam visit dokter itu biasanya kapan ya bu ?”
Perawat : “oh jam visit dokter besok pagi bu jam 10.00 jadi ibu masih punya waktu
untuk berdiskusi dengan keluarga ibu, tolong kakaknya jaga ibunya ya kak “
Pasien dan keluarga : “iya sus baik sus terimakasi sus“
Perawat : “baik ibu karena kontrak waktu kita sudah selesai dan ibu juga sudah faham
nadiya izin kembali ke ruangan jaga. Apabila ada yang baru ingat mau ditanyakan ibu
bisa panggil saya dengan tombol nurse button dibawah tempat tidur “
Pasien : baik sus , terimakasi sus
Perawat : “iya ibu , kakak sama- sama kalau begitu permisi selamat pagi, ibu tetap
semangat ya , pasti ibu bisa melewati keadaan ini . semangat bu “
Pasien : “baik sus insyaallah”
Referensi
1. Baile WF, Buckman R, Lenzi R, Glober G, Beale EA, Kudelka AP. SPIKES- A
six step protocol for Delivering Bad News: Application to the Patient with
Cancer. The Oncologist. 2000; 5:302-311.
2. Fallowfield L,Jenkins V. Communicating sad, bad, and difficult news in medicine.
The Lancet. 2004; 363: 312-319.
3. Buckman, R. (2001). Communication skills in palliative care: a practical
guide. Neurologic clinics, 19(4), 989-1004.
Lembaran Kerja 3

Pengkajian Nyeri Pasien Paliatif

Kompetensi dasar :
Mahasiswa mampu melakukan pengkajian nyeri pada pasien paliatif

Tujuan pembelajaran:
Setelah mengikuti praktikum ini mahasiswa mampu melakukan pengkajian nyeri pada pasien
paliatif dengan tepat.
Kegiatan sebelum praktikum
2. Coba saudara jelaskan jenis-jenis nyeri yang saudara ketahui!
Nyeri diklasifikasikan berdasar beberapa hal, antara lain:
1. Berdasarkan waktu durasi nyeri:
a. Nyeri akut: nyeri yang berlangsung kurang dari 3 bulan, mendadak akibattrauma
atau inflamasi, tanda respons simpatis, penderita anxietassedangkan keluarga
suportif.
b. Nyeri kronik: nyeri yang berlangsung lebih dari 3 bulan, hilang timbulatau terus
menerus, tanda respons parasimpatis, penderita depresisedangkan keluarga lelah.
2. Berdasarkan etiologi:
a. Nyeri nosiseptif: rangsang timbul oleh mediator nyeri, seperti pada pascatrauma
operasi dan luka bakar.
b. Nyeri neuropatik: rangsang oleh kerusakan saraf atau disfungsi saraf,seperti pada
diabetes mellitus, herpes zooster.
3. Berdasarkan intensitas nyeri:
a. Skala visual analog score: 1- 10
b. Skala wajah Wong Baker: tanpa nyeri, nyeri ringan, nyeri sedang, nyeriberat.
4. Berdasarkan lokasi:
a. Nyeri superfisial: nyeri pada kulit, subkutan, bersifat tajam, terlokasi.
b. Nyeri somatik dalam: nyeri berasal dari otot, tendo, tumpul, kurangterlokasi.
c. Nyeri visceral: nyeri berasal dari organ internal atau organpembungkusnya, seperti
nyeri kolik gastrointestinal dan kolik ureter.
d. Nyeri alih/referensi: masukan dari organ dalam pada tingkat spinaldisalahartikan
oleh penderita sebagai masukan dari daerah kulit padasegmen spinal yang sama.
e. Nyeri proyeksi: misalnya pada herpes zooster, kerusakan sarafmenyebabkan nyeri
yang dialihkan ke sepanjang bagian tubuh yangdiinervasi oleh saraf yang rusak
tersebut sesuai dermatom tubuh.
f. Nyeri phantom: persepsi nyeri dihubungkan dengan bagian tubuh yanghilang
seperti pada amputasi ekstremitas

3. Sebutkan instrument yang bisa digunakan untuk menilai nyeri yang dirasakan pasien!

Pengkajian nyeri subjektif dapat digunakan pada pasien yang sadar. Berikut beberapa
instrumen yang dapat digunakan:
1. NRS (Numeric Ratting Scale): cara mengkaji nyeri secara subjektif yang sering
digunakan. Metode yang digunakan adalah angka 0-10, dengan menggunakan NRS
kita dapat menentukan tingkat/derajat nyeri pasien dimana 0 (tidak ada nyeri), 1-4
(nyeri ringan), 5-6 (nyeri sedang), 7-10 (nyeri berat).

2. VAS (Visual Analog Scale): Skala berupa garis lurus yang panjangnya 10 cm, dengan
deskripsi pada masing-masing angkanya. <4 (nyeri ringan), 4-7 (nyeri sedang) dan 7-
19 (nyeri berat).
3. Wong-Baker Faces Pain Scale: Instrumen pengkajian nyeri ini biasanya digunakan
pada pasien anak-anak kurang dari 12 tahun. Pengkajian nyeri dipusatkan pada
ekspresi wajah yang terdiri dari enam animasi wajah, dari ekspresi tersenyum, kurang
bahagia, sedih, dan wajah penuh air mata (rasa sakit yang paling buruk).

Pengkajian nyeri objektif dapat digunakan pada pasien yang mengalami penurunan


kesadaran (terintubasi)
1. Nonverbal Adult Pain Scale (NVPS): Instrumen ini dapat digunakan pada pasien
dewasa yang mengalami penurunan kesadaran (terintubasi dan tersedasi). NVPS
terdiri dari 3 indikator perilaku dan fisiologi (tekanan darah, denyut jantung,
respiratory rate, kulit). Perhatikan gambar di bawah untuk memahami bagaimana
penilaian nyeri dengan NVPS
2. FLACC Scale: Pengkajian nyeri yang terdiri dari item wajah, kaki, aktivitas, tangisan,
dan kenyamanan. Instrumen ini dapat digunakan pada orang dewasa yang mengalami
gangguan komunikasi verbal. Hasil FLACC dapat ditentukan dengan skor 0
(nyaman), 1-3 (ringan), 4-6 (sedang) dan 7-10 (berat)

3. Comfort Scale: Instrumen
psikologis pada pasien kritis anak-anak di bawah usia 18 tahun dan juga pada pasien
dewasa yang terpasang ventilator. Comfort scale terdiri dari 8 item indikator penilaian
yakni kewaspadaan, ketenangan, respon pernapasan, gerakan fisik, ketegangan wajah,
gerakan otot, tekanan darah dan denyut nadi. Hasil penilaian terdiri dari 1-5, dimana 1
merupakan tidak berespon dan 5 paling tidak nyaman. Perhatikan gambar dibawah ini

4. Behavior Pain Scale (BPS) adalah instrumen pengkajian nyeri pada pasien kritis. BPS
terdiri dari tiga item penilaian yakni ekspresi wajah, pergerakan bibir atas dan
komplians terhadap ventilator. Setiap item tersebut memiliki 1-4 skor. Jika ditemukan
hasil <3 menandakan tidak nyeri, sementara jika skor 12 (sangat nyeri).
5. CRIES Scale: Pengkajian nyeri dengan melihat adanya tangisan, oksigenasi, vital
signs, ekspresi wajah dan tidur (sleepless).
6. critical-Care Pain Observasion Tool (CPOT) merupakan instrumen pengkajian nyeri
yang terdiri dari 4 item penilaian yakni ekspresi wajah, pergerakan badan, tegangan

otot dan keteraturan dengan ventilator (pasien terintubasi) dan tidak terintubasi. Total
skor CPOT adalah 8 (semakin tinggi skor yang didapat mengindikasikan tingkat nyeri
yang dialami pasien)

4. Jelaskan dengan ringkas bagaimana proses ternyadinya nyeri!

Mekanisme nyeri
Tiga hal penting dalam mekanisme nyeri yakni: mekanisme nosisepsi, perilaku nyeri, dan
plastisitas nyeri.
1. Mekanisme nosisepsi
a. Proses transduksi adalah rangsang noksius dapat berasal dari bahan kimia,seperti
yang terjadi pada proses inflamasi menimbulkan sensitisasi danmengaktifasi
reseptor nyeri. Bisa juga diartikan sebagai pengubahanberbagai stimuli oleh
reseptor menjadi impuls listrik yang mampumenimbulkan potensial aksi akhiran
saraf.
b. Proses transmisi adalah penyaluran impuls saraf sensorik dilakukan olehserabut A
delta bermyelin dan serabut C tak bermyelin sebagai neuronpertama, kemudian
dilanjutkan traktus spinothalamikus sebagai neuronkedua dan selanjutnya di
daerah thalamus disalurkan sebagai neuron ketigasensorik pada area somatik
primer di korteks serebri.
c. Proses modulasi terjadi pada sistem saraf sentral ketika aktivasi nyeridapat
dihambat oleh analgesik endogen seperti endorphine, sistem inhibisisentral
serotonin dan noradrenalin, dan aktivitas serabut A beta.
d. Proses persepsi merupakan hasil akhir proses interaksi yang kompleks,dimulai
dari proses transduksi, transmisi, dan modulasi sepanjang aktivasisensorik yang
sampai pada area primer sensorik korteks serebri danmasukan lain bagian otak
yang pada gilirannya menghasilkan suatuperasaan subyektif yang dikenal sebagai
persepsi nyeri atau disebutdengan kesadaran akan adanya nyeri.
2. Perilaku nyeri (Neuromatrik Melzack)
Neuromatrik adalah sistem yang kompleks, meliputi jaras-jaras yangmelibatkan
medulla spinalis, thalamus, jaringan abu-abu periaaqueductal, korteks
somatosensorik, dan sistem limbik. Faktor yang mempengaruhi neuromatrik termasuk
faktor genetik, keadaan fisiologik, faktor psikososial, termasuk masukan aferen
primer yang dianggap dari kerusakan jaringan, sistem imunoendokrin, sistem inhibisi
nyeri, tekanan emosi, dan status penyakit. Neuromatrik dianggap bertanggung jawab
terhadap pembentukan persepsi kita terhadap nyeri dan menentukan perilaku nyeri.
3. Mekanisme adaptif menjadi maladaptif
Mekanisme adaptif mendasari konsep nyeri sebagai alat proteksi tubuh,merujuk
kerusakan jaringan pada proses inflamasi dan trauma pada nyeri akut.Pada nyeri
fisiologik, nyeri memiliki tendensi untuk sembuh dan berlangsung terbatas selama
nosisepsi masih ada, serta dianggap sebagai gejala penyakit.Pada nyeri kronik,
fenomena allodinia, hiperalgesia, nyeri spontan bukan saja menjadi gejala tetapi
merupakan penyakit tersendiri. Keadaan nyeri patologik terjadi ketika nosisepsi tetap
timbul setelah penyembuhan usai dan tidak proporsional dengan kelainan fisik yang
ada. Mekanisme maladaptif terjadi karena plastisitas saraf di tingkat perifer maupun
sentral. Tingkat perifer, mekanisme ditimbulkan oleh sensitisasi nosiseptor, aktivitas
ektopik termasuk timbulnya tunas-tunas baru di bagian distal lesi dan di ganglion
radiks dorsalis saraf lesi, interaksi antara serabut saraf dan timbulnya reseptor
adrenergik alfa-2. Pada tingkat sentral, mekanisme ditimbulkan oleh sensitasi sentral
Kegiatan selama praktikum

Nyeri Pasien Paliatif


Pasien paliatif terminal menderita nyeri akibat dari penyakitnya, efek dari pengobatannya,
faktor psikis, dan factor-faktor lain yang memerlukan penilaian individual serta pendekatan
yang detail dan menyeluruh.Untuk dapat memberikan tatalaksana nyeri yang baik dan
memadai, selain pemahaman tentang layanan paliatif, perlu juga pemahaman tentang nyeri
berkaitan dengan definisi,psikofisiologi dan patofisiologi nyeri serta pedoman tatalaksana nyeri
baik terapi nyeri farmakologis maupun terapi nyeri non farmakologis.

Penilaian Gejala Nyeri


PQRST:
- P : Paliatif ; penyebab nyeri ,
- Q : Quality;kualitas nyeri,
- R : Regio; lokasi dan penyebaran nyeri,
- S : Subyektif; deskripsi oleh pasien mengenai tingkat nyerinya,
- T : Temporal : periode/waktu yang berkaitan dengan nyeri

OPQRS:
- Onset: tentukan kapan terjadinya nyeri
- Provocation: apa yang memperburuk nyeri. Apakah posisi? Apakah memburuk dengan
menarik napas dalam atau palpasi pada dada? Apakah nyeri menetap
- Quality (kualitas): Tanyakan bagaimana jenis nyerinya. Biarkan pasien menjelaskan
dengan bahasanya sendiri.
- Radiation (radiasi): Apakah nyeri berjalan (menjalar) ke bagian tubuh yang lain? Di
mana?
- Severity (keparahan): Gunakan perangkan penilaian nyeri (sesuai untuk pasien)
untuk pengukuran keparahan nyeri yang konsisten. Gunakan skala nyeri yang sama
untuk menilai kembali keparahan nyeri dan apakah nyeri berkurang atau memburuk

COLDERRA:
- Characteristic (karakteristik): Apakah nyeri bersifat tumpul, sakit, tajam, menusuk atau
menekan.
- Onset :Kapan nyeri mulai terasa
- Location:lokasi nyeri
- Duration:durasi, berapa lama nyeri berlangsung; terus menerus atau hilang timbul
- Exacerbation (eksaserbasi): Apa yang memperburuk nyeri
- Radiation (radiasi): penyebaran
- Relief (pereda) Apa yang meredakan nyeri
- Associated sign/symptom (tanda-tanda dan gejala yang berhubungan) Mual, cemas,
perasaan lainnya.
Penilaian Intensitas Nyeri:
Berikut ini Lembar Pengkajian Nyeri yang bisa digunakan:
1. Nama : Ny. S
2. Usia : 21
3. Jenis Kelamin : P
4. Alamat : Jakarta
5. Durasi: 4 bulan terakhir
6. Seberapa derajat nyeri anda saat ini?(beri lingkaran)

7. Berapa derajat nyeri yang terhebat selama 4 minggu terakhir? 6

8. Berapakah rerata derajat nyeri anda dalam 4 minggu terakhir?

9. Deskripsikan nyeri anda (pilih salah satu)


a. Nyeri persisten tanpa fluktuasi
b. Nyeri menyerang dengan periode bebas nyeri diantaranya
c. Nyeri persisten dengan serangan nyeri hebat mendadak
d. Nyeri sedang menyerang dengan periode nyeri ringan diantaranya
10. Apakah nyeri anda menjalar ? YA/ TIDAK
11. Tandai daerah nyeri anda
12. Jawablah pertanyaan berikut dengan memberi tanda silang (X) pada kolom yang
tersedia
Nilai minimal 0 dan nilai maksimal 35, tambahkan skor 2 bila nyeri menjalar
- Skor 0-12 : nyeri murni nosiseptif
- Skor 13-18 : meragukan adanya komponen nyeri neuropatik
- Skor > 19 : jelas ada komponen neuropatik

13. Adakah penyakit penyerta ? DM, kanker Hati


14. Riwayat pengobatan sebelumnya ? terapi insulin dan Kemoterapi
15. Kapan nyeri anda memburuk ? (pagi, siang, malam)
16. Hal-hal yang memprovokasi munculnya nyeri anda ? berjalan sedikit, mual
17. Seberapa besar pengobatan anda sebelumnya menolong anda ? sedikit membantu
18. Apakah mengganggu tidur ? iya
19. Adakah riwayat trauma sebelumnya ? pernah terjatuh dan perut kiri membentur benda
tumpul

Kesimpulan
1. Nyeri akut / kronik
2. Derajat nyeri saat ini ringan/ sedang/ berat
3. Tipe nyeri nosiseptif/ campuran/ neuropatik
4. Rencana tindak lanjut :

Pemeriksa (Nama terang dan paraf) Nadiya Ayu Nopihartati


Tanggal 22 September 2020

Pengkajian Nyeri Populasi Khusus


Critical Care Pain Obserbvation Tool (CPOT) merupakan instrument asesmen nyeri yang
digunakan pada pasien yang tidak sadar (tidak bisa mengungkapkan keluhan nyeri secara
verbal) dengan melakukan penilaian pada 4 kategori yaitu ekspresi wajah, gerakan tubuh,
ketegangan otot dan kepatuhan terhadap pemakaian ventilator atau vokalisasi. Indikasi CPOT
adalah untuk digunakan di ruang perawatan intensive baik untuk orang dewasa maupun anak-
anak, dimana terjadi penurunan kesadaran dan atau pemasangan alat pernafasan (adanya
intubasi maupun telah dilakukan ekstubasi).

Silahkan dilengkapi tabel dibawah ini:


Perangkat pengkajian nyeri Critical Care Pain Obserbvation Tool
Indikator Kondisi Skor Keterangan
Ekspresi wajah Rileks 0 Tidak ada ketegangan otot
Kaku 1 Mengerutkan kening,
mengangkat alis
Meringis 2 Menggigit selang ETT.
Gerakan tubuh Tidak ada gerakan abnormal 0 Tidak bergerak (tidak
kesakit-an) atau posisi
normal (tidak ada gerakan
lokalisasi nyeri)
Lokalisasi nyeri 1 Gerakan hati-hati, meyentuh
lokasi nyeri, mencari
perhatian melalui gerakan
Gelisah 2 Mencabut ETT, mencoba
untuk duduk, tidak
mengikuti perintah,
mengamuk, mencoba keluar
dari tempat tidur.
Aktivasi alarm Pasien kooperatif 0 Alarm tidak berbunyi
ventilator mekanik terhadap kerja
ventilator
mekanik
Alarm aktif tapi mati sendiri 1 Batuk, alarm berbunyi tetapi
berhenti secara spontan.
Alarm selalu aktif 2 Alarm sering berbunyi
Berbicara jika pasien Berbicara dalam 0 Bicara dengan nada pelan
diekstubasi. nada normal atau
tidak ada suara
Mendesah, 1 Mendesah, mengerang
mengeran
Menangis 2 Menangis, berteriak
Ketegangan otot Tidak ada ketegangan otot 0 Tidak ada ketegangan otot
Tegang, kaku 1 Gerakan otot pasif
Sangat tegang dan kaku 2 Gerakan sangat kuat.

Interpretasi:
Esesmen pasien untuk menilai derajat dan intensitas nyeri dengan menggunakan CPOT akan
didapat kesimpulan data:
0-2 : nyeri ringan/ tidak nyeri
3-4: nyeri sedang
5-6: nyeri berat
7-8: nyeri sangat berat.
Kegiatan Setelah Praktikum
1. Selain Critical Care Pain Obserbvation Tool (CPOT), coba saudara sebutkan instrument
lain yang bisa digunakan pada populasi khusus!

Pengkajian nyeri objektif dapat digunakan pada pasien yang mengalami penurunan


kesadaran (terintubasi)
1. Nonverbal Adult Pain Scale (NVPS): Instrumen ini dapat digunakan pada pasien
dewasa yang mengalami penurunan kesadaran (terintubasi dan tersedasi). NVPS
terdiri dari 3 indikator perilaku dan fisiologi (tekanan darah, denyut jantung,
respiratory rate, kulit). Perhatikan gambar di bawah untuk memahami
bagaimana penilaian nyeri dengan NVPS

2. FLACC Scale: Pengkajian nyeri yang terdiri dari item wajah, kaki, aktivitas,
tangisan, dan kenyamanan. Instrumen ini dapat digunakan pada orang dewasa
yang mengalami gangguan komunikasi verbal. Hasil FLACC dapat ditentukan
dengan skor 0 (nyaman), 1-3 (ringan), 4-6 (sedang) dan 7-10 (berat)
3. Comfort Scale: Instrumen ini sangat cocok digunakan dalam mengkaji tingkat
distres psikologis pada pasien kritis anak-anak di bawah usia 18 tahun dan juga
pada pasien dewasa yang terpasang ventilator. Comfort scale terdiri dari 8 item
indikator penilaian yakni kewaspadaan, ketenangan, respon pernapasan,
gerakan fisik, ketegangan wajah, gerakan otot, tekanan darah dan denyut nadi.
Hasil penilaian terdiri dari 1-5, dimana 1 merupakan tidak berespon dan 5

paling tidak nyaman. Perhatikan gambar dibawah ini


4. Behavior Pain Scale (BPS) adalah instrumen pengkajian nyeri pada pasien
kritis. BPS terdiri dari tiga item penilaian yakni ekspresi wajah, pergerakan
bibir atas dan komplians terhadap ventilator. Setiap item tersebut memiliki 1-4
skor. Jika ditemukan hasil <3 menandakan tidak nyeri, sementara jika skor 12
(sangat nyeri).
5.
CRIES Scale: Pengkajian nyeri dengan melihat adanya tangisan, oksigenasi, vital

signs, ekspresi wajah dan tidur (sleepless).


6. Critical-Care Pain Observasion Tool (CPOT) merupakan instrumen pengkajian
nyeri yang terdiri dari 4 item penilaian yakni ekspresi wajah, pergerakan badan,

tegangan otot dan keteraturan dengan ventilator (pasien terintubasi) dan tidak
terintubasi. Total skor CPOT adalah 8 (semakin tinggi skor yang didapat
mengindikasikan tingkat nyeri yang dialami pasien).
Referensi
Bervik H, Borchgrevink PC, Allen SM< et al, 2008, Assessment of Pain,British Journal of
Anaesthesia, 101(1): 17-24.

Gregory J, Richardson C, 2014, The Use of Pain Assessment Tools inClinical Practice: A Pilot
Survey, J Pain Relief, 3:140.

Hauget A, Stinson JN, McGrath PJ, 2010, Measurement of Self ReportedPain Intensity in
Childrens and Adolescents, J of PsychosomaticRes, 68:329-336.

Herr K, Coyne PJ, McCaffery M, 2011, Pain Assessment in The PatientUnable to Self Report:
Position Statement with Clinical PracticeRecommendations, Pain Manag Nurs, 12(4).
Lembaran Kerja 4

Asuhan Keperawatan Pada Pasien Paliatif dengan Masalah Psikologis

Kompetensi dasar :
Mahasiswa mampu memberikan asuhan keperawatan pada pasien paliatif dengan masalah
psikologis

Tujuan pembelajaran:
Setelah mengikuti praktikum ini mahasiswa mampu menyusun asuhan keperawatan pada
pasien paliatif dengan masalah psikologis
Kegiatan sebelum praktikum
4. Coba saudara sebutkan masalah psikologis apa saja yang mungkin muncul pada pasien
paliatif?
1. DELIRIUM
Delirium adalah kondisi bingung yang terjadi secara akut dan perubahan
kesadaran yang muncul dengan perilaku yang fluktuatif. Gangguan kemampuan
kognitif mungkin merupakan gejala awal dari delirium. Delirium sangat mengganggu
keluarga karena adanya disorientasi, penurunan perhatian dan konsentrasi, tingkah
laku dan kemampuan berfikir yang tidak terorganisir, ingatan yang terganggu dan
kadang muncul halusinasi. Kadang muncul dalam bentuk hiperaktif atau hipoaktif dan
perubahan motorik seperti mioklonus. Penyebab delirium bermacam macam, seperti:
a. Gangguan biokimia: hiperkalsemia, hiponatremia, hipoglikemia, dehidrasi
b. Obat: opioid, kortikosteroid, sedative, antikolinergik, benzodiazeepin
c. Infeksi
d. Gangguan fungsi organ: gagal ginjal, gagal hati
e. Anemia, hipoksia
f. Gangguan SSP: tomor, perdarahan
2. Depresi
Harus dibedakan antara depresi dan sedih. Sedih adalah reaksi normal pada saat
seseorang kehilangan sesuatu. Lebih sulit mendiagnosa depresi. Kadang diekspresikan
sebagai gangguan somatik. Kadang bercampur dengan kecemasan. Kemampuan
bersosialisasi sering menutupi adanya depresi. Depresi adalah penyebab penderitaan
yang reversibel. Gejala psikologis pada depresi mayor`adalah:
a. Rasa tidak ada harapan/putus asa
b. Anhedonia
c. Rasa bersalah dan malu
d. Rendah diri dan tak berguna
e. Ide untuk bunuh diri yang terus menerus
f. Ambang nyeri menurun
g. Perhatian dan konsentrasi menurun
h. Gangguan memori dan kognitif
i. Pikiran negatif
j. Perasaan yang tidak realistik
3. KECEMASAN
Cemas dan takut banyak dijumpai pada pasien stadium lanjut. Cemas dapat
muncul sebagai respon normal terhadap keadaan yang dialami. Mungkin gejala dari
kondisi medis, efek samping obat seperti bronkodilator, steroid atau metilfenidat atau
reaksi fobia dari kejadian yang tidak menyenangkan seperti kemoterapi. Kecemasan
pada pasien terminal biasanya kecemasan terhadap terpisahnya dari orang
yangdicintai, rumah, pekerjaan, cemas karena ke tidakpastian, menjadi beban
keluarga, kehilangan control terhadap keadaan fisik, gagal menyelesaikan tugas,
gejala fisik yang tidak tertangani dengan baik, karena ditinggalkan, tidak tahu
bagaimana kematian akan terjadi, dan hal yang berhubungan dengan spiritual.
Cemas ditandai oleh perasaan takut atau ketakutan yang sangat dan dapat
muncul dengan bentuk gejala fisik seperti palpitasi, mual, pusing, perasaan sesak
nafas, tremor, berkeringat atau diare.

4. Sebagai perawat apa yang harus dilakukan untuk membantu mengatasi masalah
psikologis pasien paliatif?
1. Melakukan perawatan
2. Membantu pasien dalam membuat Advanced care planning (wasiat atau keingingan
terakhir)
3. Memberikan Informasi dan edukasi perawatan pasien
4. Memberikan Dukungan psikologis, kultural dan sosial
5. Respon pada fase terminal: memberikan tindakan sesuai wasiat atau keputusan
keluarga bila wasiat belum dibuat, misalnya: penghentian atau tidak memberikan
pengobatan yang memperpanjang proses menuju kematian (resusitasi, ventilator,
cairan, dll)
6. Siapkan bantuan sosial worker dan rohaniawan
7. Berikan waaktu bagi keuarga untuk selalu bersama pasien
8. Pastikan KELUARGA TELAH DIINFORMASIKAN TENTANG TANDA TANDA
KEMATIAN dan berikan pendampingan
9. Berikan pendampingan Anticipatory bereavement
10. Dukungan bagi anak 2 dan cucu dan beri mereka kesempatan bersama pasien
11. Dukungan dalam melakukan ritual sesuai agama, keyakinan dan adat yang dianut
Kegiatan selama praktikum
Beberapa gangguan psikiatri yang bisa dilami pada pasien paliatif adalah:
1. DELIRIUM
Delirium adalah kondisi bingung yang terjadi secara akut dan perubahan kesadaran yang
muncul dengan perilaku yang fluktuatif. Gangguan kemampuan kognitif mungkin merupakan
gejala awal dari delirium. Delirium sangat mengganggu keluarga karena adanya disorientasi,
penurunan perhatian dan konsentrasi, tingkah laku dan kemampuan berfikir yang tidak
terorganisir, ingatan yang terganggu dan kadang muncul halusinasi. Kadang muncul dalam
bentuk hiperaktif atau hipoaktif dan perubahan motorik seperti mioklonus. Penyebab delirium
bermacam macam, seperti:
a. Gangguan biokimia: hiperkalsemia, hiponatremia, hipoglikemia, dehidrasi
b. Obat: opioid, kortikosteroid, sedative, antikolinergik, benzodiazeepin
c. Infeksi
d. Gangguan fungsi organ: gagal ginjal, gagal hati
e. Anemia, hipoksia
f. Gangguan SSP: tomor, perdarahan
Pada pasien dengan fase terminal, sering agitasi diartikan sebagai tanda nyeri, sehingga dosis
opioid ditingkatkan, sehingga bisa meyebabkan delirium. Dalam hal ini mungkin cara
pemberian opioid perlu dirubah. Precipitator: nyeri, fatik, retensi urin, konstipasi, perubahan
lingkungan dan stimuli yang berlebihan.
Tata laksana pasien dengan delirium:
a. Koreksi penyebab yang dapat segera diatasi : penyebab yang mendasari atau
pencetusnya
b. Non Medikamentosa :
- Pastikan berada di tempat yang tenang, dan pasien merasa aman, nyaman dan
familier
- Singkirkan barang yang dapat membahayakan.
- Jangan sering mengganti petugas
- Hadirkan keluarga, dan barang barang yang dikenal
- Dukungan emosional
c. Medikamentosa : Haloperidol, Risperidone, Olanzepine, Benzodiazepine, Loarazepam,
Midazolam.
2. DEPRESI
Harus dibedakan antara depresi dan sedih. Sedih adalah reaksi normal pada saat seseorang
kehilangan sesuatu. Lebih sulit mendiagnosa depresi. Kadang diekspresikan sebagai gangguan
somatik. Kadang bercampur dengan kecemasan. Kemampuan bersosialisasi sering menutupi
adanya depresi. Depresi adalah penyebab penderitaan yang reversibel. Gejala psikologis pada
depresi mayor`adalah:
a. Rasa tidak ada harapan/putus asa
b. Anhedonia
c. Rasa bersalah dan malu
d. Rendah diri dan tak berguna
e. Ide untuk bunuh diri yang terus menerus
f. Ambang nyeri menurun
g. Perhatian dan konsentrasi menurun
h. Gangguan memori dan kognitif
i. Pikiran negatif
j. Perasaan yang tidak realistik
Tata laksana depresi:
a. Depresi ringan dan sedang: dukungan, empati, penjelasan, terapi kognitif, simptomatis
b. Depresi berat: Terapi suportif Obat: SSRI selama 4 – 6 minggu. Bila gagal berikan TCA
Psikostimulan: methylpenidate 5 – 20 mg pagi hari
3. KECEMASAN
Cemas dan takut banyak dijumpai pada pasien stadium lanjut. Cemas dapat muncul sebagai
respon normal terhadap keadaan yang dialami. Mungkin gejala dari kondisi medis, efek samping
obat seperti bronkodilator, steroid atau metilfenidat atau reaksi fobia dari kejadian yang tidak
menyenangkan seperti kemoterapi. Kecemasan pada pasien terminal biasanya kecemasan
terhadap terpisahnya dari orang yangdicintai, rumah, pekerjaan, cemas karena ke tidakpastian,
menjadi beban keluarga, kehilangan control terhadap keadaan fisik, gagal menyelesaikan tugas,
gejala fisik yang tidak tertangani dengan baik, karena ditinggalkan, tidak tahu bagaimana
kematian akan terjadi, dan hal yang berhubungan dengan spiritual.
Cemas ditandai oleh perasaan takut atau ketakutan yang sangat dan dapat muncul dengan
bentuk gejala fisik seperti palpitasi, mual, pusing, perasaan sesak nafas, tremor, berkeringat
atau diare.
Tata laksana kecemasan:
a. Non Medikamentosa :
- Dukungan termasuk mencari dan mengerti kebutuhan dan apa yang menjadi
kecemasannya dengan mendengarkan dengan seksama dan memberikan perhatian
pada hal- hal yang khusus.
- Memberikan informasi yang jelas dan meyakinkan bahwa akan terus memberikan
dukungan untuk mencapai harapan yang realistik.
- Intervensi psikologi: distraksi untuk menghilangkan kejenuhan dan pikiran yang
terpusat pada diri sendiri.
- Perawatan spiritual
b. Medikamentosa:
- Benzodiazepin: diazepam, alprazolam, lorazepam
- Penghambat Beta untuk mengatasi gejala perifer
Buatlah asuhan keperawatan pada kasus berikut ini:
Kasus 1:
Ny. A usia 55 tahun menderita kanker payudara stadium 4a dan sudah melakukan mastektomi
total. Ny. A juga sudah mengikuti rangkaian pengobatan untuk menyembuhkan kanker nya
yaitu, kemoterapi, radioterapi. Hasil pemeriksaan terakhir, sel kanker pada tubuh Ny.A sudah
menyebar ke paru dan hepar. Saat ini Ny.A sering mengeluh nyeri dan sesak. Lokasi nyeri di
daerah dada dan perut, deskripsi: panas, sakit. Durasi : Berlangsung 1-5 jam. Skala : Besar nyeri
9, dengan rata-rata 5. Ny. A juga mengeluhkan gejala-gejala berupa kesedihan, gangguan tidur,
gangguan vegetatif yang berupa penurunan nafsu makan yang bermakna. Tidak bisa merasakan
kesenangan sebagaimana biasanya. Menyerah pada keadaan, tidak melakukan tindakan apapun
untuk mengurangi keluhan, menunggu serangan nyeri berulang. Tidak mampu bekerja tetapi
dapat tinggal di rumah, memerlukan berbagai tingkat bantuan. Ia mampu merawat diri sendiri
namun tak mampu melakukan kegiatan kerja/normal. Pada kasus diatas coba analisa masalah
psikis apa yang dialami oleh Ny.A, dan buatkan asuhan keperawatan nya.

Kasus 2:
Tn. B usia 60 tahun menderita kanker paru dan hasil pemeriksaan terakhir kanker sudah
metastase ke hepar dan usus. Tn. B sangat terpukul dengan kondisi nya saat ini, Tn. B saat ini
sedang menjalani kemoterapi yang kedua, saat ini Tn B mengeluh nyeri dada dan sesak. Lokasi
nyeri di daerah dada deskripsi: panas, sakit. Durasi : Berlangsung 4-8 jam. Skala : Besar nyeri
10, dengan rata-rata 8. Tn B juga mengeluhkan gangguan tidur, gangguan vegetatif yang berupa
penurunan nafsu makan yang bermakna. Tidak bisa merasakan kesenangan sebagaimana
biasanya. Menyerah pada keadaan, tidak melakukan tindakan apapun untuk mengurangi
keluhan, dan beberapa kali mengatakan keinginan untuk bunuh diri. Tn. B tidak mampu bekerja
tetapi dapat tinggal di rumah, memerlukan berbagai tingkat bantuan. Ia tidak mampu merawat
diri sendiri. Pada kasus diatas coba analisa masalah psikis apa yang dialami oleh Tn.B, dan
buatkan asuhan keperawatan nya.

Pertanyaan:
1. Masalah keperawatan apa yang dialami oleh pasien pada kasus 1 dan 2
2. Buatkan Asuhan Keperawatan pada pasien tersebut.
Referensi
Butcher, H.K., Bulecheck, G.M., Dochterman, J.M., Wagner, C.M. Ed. Nurjannah, I. (2018). Nursing
Interventions Classification (NIC) Edisi Ketujuh bahasa Indonesia. Yogyakarta :Mocco
Media
Moorhead, S., Swanson, E., Johnson, M., Maas, M.L. Ed. Nurjannah, I. (2018). Nursing Outcomes
Classification (NOC) Edisi keenam bahasa Indonesia. Yogyakarta :Mocco Media
PPNI (2016) Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia. Dewan Pengurus Pusat Persatuan
Perawat Nasional Indonesia.
NANDA-I Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2018-2020. Ed. Herdman, T.H.,
Kamitsuru, S. 2018. Jakarta: EGC
FORMAT PENGKAJIAN
ASKEP PALIATIF DAN TERAPI KOMPLEMENTER

KASUS 1
Ny. A usia 55 tahun menderita kanker payudara stadium 4a dan sudah melakukan
mastektomi total. Ny. A juga sudah mengikuti rangkaian pengobatan untuk menyembuhkan
kanker nya yaitu, kemoterapi, radioterapi. Hasil pemeriksaan terakhir, sel kanker pada
tubuh Ny.A sudah menyebar ke paru dan hepar. Saat ini Ny.A sering mengeluh nyeri
dan sesak. Lokasi nyeri di daerah dada dan perut, deskripsi: panas, sakit. Durasi :
Berlangsung 1-5 jam. Skala : Besar nyeri 9, dengan rata-rata 5. Ny. A juga
mengeluhkan gejala-gejala berupa kesedihan, gangguan tidur, gangguan vegetatif yang
berupa penurunan nafsu makan yang bermakna. Tidak bisa merasakan kesenangan
sebagaimana biasanya. Menyerah pada keadaan, tidak melakukan tindakan apapun
untuk mengurangi keluhan, menunggu serangan nyeri berulang. Tidak mampu bekerja
tetapi dapat tinggal di rumah, memerlukan berbagai tingkat bantuan. Ia mampu
merawat diri sendiri namun tak mampu melakukan kegiatan kerja/normal.
I. IDENTITAS
1. Nama : Ny. A
2. Tanggal Lahir : 55 Tahun
3. Alamat :-
4. Pekerjaan :
5. Pendidikan :
6. Status Perkawinan :
7. Agama :
8. Suku bangsa :
9. Identitas keluarga yang bertanggunga jawab :
10. Status poli : Rawat jalan: Rawat inap: No. Reg RS :
11. Status Rujukan : Dirujuk dari : Datang sendiri :
12. Diagnosa Rujukan : KANKER PAYUDARA STADIUM 4a (Mastektomi Total)
II. KELUHAN UTAMA: Nyeri dan sesak
III. ANAMNESA
1. Riwayat penyakit sekarang : KANKER PAYUDARA STADIUM 4a (Mastektomi
Total)
2. Riwayat penyakit dahulu :
3. Riwayat alergi:
4. Faktor keturunan : ya: tidak:
5. Riwayat nyeri: Ya:  Skala : 9
a) Frekuensi: Terus Menerus Kadang-kadang  Dengan gerakan
Istirahat Lain-lain.........
b) Kualitas :
Tajam/ sharp aching/ sakit
Throbbing/ berdenyut pressure like/ seperti ditekan
Gnawing/ perih sekali rasa tertarik/ dragging
Rasa terjepit/ squeazing rasa seperti di remas
Nyeri kotik/ coticky pain burning/ rasa terbakar/ panas
Stioging/ sengatan listrik prestest/ kesemutan
Seperti di tusuk/ lancinating rumb/ matirasa/ kaku
c) Durasi: ± 1-5 jam

d) Seberapa derajat nyeri anda saat ini?(beri lingkaran)

e) Berapa derajat nyeri yang terhebat selama 4 minggu terakhir? (beri lingkaran)

f) Berapakah rerata derajat nyeri anda dalam 4 minggu terakhir?


g) Deskripsikan nyeri anda (pilih salah satu)
a. Nyeri persisten tanpa fluktuasi
b. Nyeri menyerang dengan periode bebas nyeri diantaranya
c. Nyeri persisten dengan serangan nyeri hebat mendadak
d. Nyeri sedang menyerang dengan periode nyeri ringan diantaranya
h) Apakah nyeri anda menjalar ? YA/ TIDAK
i) Tandai daerah nyeri anda

6. KELUHAN LAIN :
 Aneroksia
 Dry mouth
 Dysphagia
 Stomatitis
 Cought
 Dyspnea
 Nausea
 Vomiting
 Konstipasi
 Diare
 Inkonstinentia urine
 Inkonstinentia alvy
 Fistel
 Uleus
 Lympnoedema
 General weakness
 Lain-lain

IV. PEMERIKSAAN
1. Fisik
1) Tanda vital : T : N: RR: S: BB: - (Mengatakan mengalami
penurunan
nafsu makan)
2) Keadaan umum : Baik/ Lemah/ Kesakitan/ Cachexia/ Perilaku Silent
3) Kesadaran : Compas mentis/ apatis/ somnolen/ sopor/ soporocomatous/
coms
4) GGS :
5) Kepala- leher : Anemia/ Icteric/ Stoma :
Tumor :
Pembesaran kelenjar :
6) Thorax :
Paru : sel kanker telah menyebar ke paru
Jantung :
R. mamma :
7) Abdomen : distensi/ ascites/ meteorismus
Stoma :
Tumor :
Hepar : Sel kanker telah menyebar ke hepar
Lien :
8) Sistem urogenetal
o Vaginal discharge / rectal discharge
o Tumor :
9) Sistem muskoloskeletal & ekstremitas
Motorik : Tumor :
Sensorik : Fraktur :
Refleks fisologis : Ulcus :
Refleks pathologis : Oedema :
Luas gerik sendi :
2. Status psikiartik
1) Komunikasi terbuka / lancar/ terputus-putus / bahasa non verbal / mutisme
2) Memahami tentang penyakit & harapan hidup
 Pasien :
Sudah tahu Fase : denial / anger / bergaining / depresi /acceptance
Belum tahu ingin tahu/ tidak mau tahu
 Keluarga :
Sudah tahu Fase : denial / anger / bergaining / depresi / acceptance
Belum tahu ingin tahu / tidak mau tahu
3. Mood : normal/ cemas/ depresi/ marah/ anhedonia
Afek : serasi/ tidak serasi
4. Proses pikir : jernih/ bingung/ gangguan insight/ preokupasi
5. Hubungan interpersonal : biasa/ dingin/ menarik diri/ cari kambing hitam
6. Persepsi :normal/ halusinasi/ ilusi/ depersonalisasi/ derealisasi
7. Arti nyeri / sakit : hukuman/ tantangan/ musuh/ ke gagalan/ nilai positif/
cobaan
8. Kemauan : wajar/ menurun/ meningkat/ negativistik/ ambivalem
3. Pemeriksaan psikologis pasien berdasarkan HDRS
Status Psikologis Pasien :
<6 = Tidak ada depresi
6 – 17 = Depresi ringan
18 – 24 = Depresi sedang
>24 = Depresi berat
II. PENGOBATAN YANG SUDAH DITERIMA
1. Obat :
2. Operasi : mastektomi total
3. Radioterapi : 
4. Kemoterapi : 
5. Rehabilitasi :
6. Komplementer :
7. Alternative :
III. STATUS SOSIAL
1. Pekerjaan suami / istri penderita
PNS / Swasta / wirausaha / buruh / petani / pensiunan / tidak bekerja
2. Jumlah anggota keluarga
3. Yang merawat utama sehari-hari
4. Status tempat tinggal
5. Hubungan penderita dengan keluarga dan lingkungan
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Laboratorium
2. Radiologi
3. Patologi anatomi : sel kanker sudah menyebar ke paru dan hepar
V. Diangnosa:
1. Utama: kanker payudara stadium 4a
2. Paliatif:
 Nyeri :
 Selain nyeri: -
VI. PERMASALAHAN
1. Fisik:
a. Nyeri : lokasi: dada dan perut
b. Selai nyeri :
2. Psikologis :
a. Depresi :
b. Cemas :
c. Problem lain : Ny. A mengatakan tidak bisa merasakan kesenangan
sebagaimana biasanya, menyerah pada keadaan, tidak melakukan apapun
untuk mengurangi keluhan, bahkan menunggu serangan nyeri berulang.
3. Sosial : Ny.A mengatakan tidak mampu bekerja tetapi dapat tinggal di
rumah, memerlukan berbagai tingkat bantuan. Mampu merawat diri sendiri namun
tidak mampu melakukan kegiatan kerja/normal.
4. Spiritual :
5. Kultural :
ANALISA DATA
No DATA PENYEBAB ETIOLOGI
1 Data Subyektif : Infiltrasi Tumor Nyeri Kronis
- Klien mengatakan nyeri di daerah dada
- Klien mengatakan nyeri berlangsung 1-5 jam
- Klien mengeluhkan terasa panas di daerah
dada dan perut
- Klien mengeluhkan sulit tidur
- Klien mengatakan tidak merasakan
kesenangan seperti biasanya
- Klien mengatakan tidak melakukan tindakan
apapun untuk mengurangi keluhan hanya
menunggu serangan nyeri berulang

Data Obyektif :
- Wajah Ny. A tampak meringis kesakitan
- Skala Nyeri : 9 dengan rata rata 5
- Klien tidak mempu melakukan kegiatan
kerja/normal
2 Data Subyektif : Penurunan Keputusasaan
- Klien mengatakan tidak merasakan kondisi fisiologis
kesenangan sebagaimana biasanya
- Klien mengatakan menyerah kepada keadaan
- Klien mengatakan tidak melakukan apapun
untuk mengurangi rasa nyerinya dan hanya
menunggu serangan nyeri berulang
- Klien mengatakan tidak mampu bekerja
- Klien mengatakan memerlukan berbagai
bantuan dari orang lain
- Klien mengatakan tidak mampu melakukan
kegiatan kerja/normal
Data Obyejtif :
- Klien tampak lemah
- Gerakan klien terbatas
- Klien tidak dapat melakukan kegiatan secara
normal

Diagnosa Keperawatan (SDKI)


1. Nyeri Kronis berhubungan dengan infiltrasi tumor
2. Keputusasaan berhubungan dengan penurunan kondisi fisiolgis
Intervensi Keperawatan (SIKI & SLKI)
Diagnosa
No. Luaran Intervensi
Keperawatan
1 Nyeri kronik Setelah dilakukan asuhan MANAJEMEN NYERI (I. 08238)
b/d Infiltras keperawatan didapatkan 1. Observasi
Tumor Kontrol Nyeri a. lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,
Meningkat dengan kualitas, intensitas nyeri
criteria hasil : b. Identifikasi skala nyeri
a. Melaporkan nyeri c. Identifikasi respon nyeri non verbal
terkontrol meningkat d. Identifikasi faktor yang memperberat
b. Kemampuan dan memperingan nyeri
mengenali onset nyeri e. Identifikasi pengetahuan dan
meningkat keyakinan tentang nyeri
c. Kemampuan f. Identifikasi pengaruh budaya terhadap
mengenali penyebab respon nyeri
nyeri meningkat g. Identifikasi pengaruh nyeri pada
d. Kemampuan kualitas hidup
menggunakan teknik h. Monitor keberhasilan terapi
non farmakologis komplementer yang sudah diberikan
meningkat i. Monitor efek samping penggunaan
e. Dukungan orang analgetik
terdekat meningkat 2. Terapeutik
a. Berikan teknik nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri (mis. TENS,
hypnosis, akupresur, terapi musik,
biofeedback, terapi pijat, aroma terapi,
teknik imajinasi terbimbing, kompres
hangat/dingin, terapi bermain)
b. Control lingkungan yang memperberat
rasa nyeri (mis. Suhu ruangan,
pencahayaan, kebisingan)
c. Fasilitasi istirahat dan tidur
d. Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri
dalam pemilihan strategi meredakan
nyeri
3. Edukasi
a. Jelaskan penyebab, periode, dan
pemicu nyeri
b. Jelaskan strategi meredakan nyeri
c. Anjurkan memonitor nyri secara
mandiri
d. Anjurkan menggunakan analgetik
secara tepat
e. Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
4. Kolaborasi
a. Kolaborasi pemberian analgetik, jika
perlu
2 Keputusasaan Setelah dilakukan asuhan Promosi Harapan (I.09307)
berhubungan keperawatan didapatkan 1. Observasi
dengan Harapan meningkat a. Identivikasi harapan pasien
penurunan dengan criteria hasil : dan keluarga dalam pencapaian
kondisi fisiolgis a. Selera makan hidup
meningkat 2. Terapiutik
b. Inisiatif a. Sadarkan bahwa kondisi yang
meningkat dialami memiliki nilai penting
c. Minat komunikasi b. Pandu mengingat kembali
verbal meningkat kenangan yang menyenangkan
d. Afek datar c. Libatkan pasien secara aktif
menurun dalam perawatan
e. Mengangkat bahu d. Kembngkan rencana
saat bicara perawatan yang melibatkan
menurun tingkat pencapaian tujuan
f. Pola tidur sederhana sampai dengan
membaik kompleks
e. Berikan kesempatan kepda
pasien dan keluarga terlibat
dengan dukungan kelompok
f. Ciptakan lingkungan yang
memudahakan mempraktekan
kebutuhan sepiritual
3. Edukasi
a. Anjurkan mengungkaokan
perasaanterhadap kondisi
dengan realistis
b. Anjurkan mempertahankan
hubungan(mis. menyebutkan
nama orang yang dicintai)
c. Anjurkan mempertahankan
hubungan terapeutik dengan
orang lain
d. Latih menyusun tujuan sesuai
harapan
e. Latih cara mengembangakn
sepiritual diri
f. Latih cara mengenang dan
minikmati masa lalu (mis.
prestasi, pengalaman )
FORMAT PENGKAJIAN
ASKEP PALIATIF DAN TERAPI KOMPLEMENTER

KASUS 2
Tn. B usia 60 tahun menderita kanker paru dan hasil pemeriksaan terakhir kanker sudah
metastase ke hepar dan usus. Tn. B sangat terpukul dengan kondisinya saat ini, Tn. B saat
ini sedang menjalani kemoterapi yang kedua, saat ini Tn B mengeluh nyeri dada dan
sesak. Lokasi nyeri di daerah dada deskripsi: panas, sakit. Durasi :Berlangsung 4-8
jam. Skala :Besar nyeri 10, dengan rata-rata 8. Tn B juga mengeluhkan gangguan tidur,
gangguan vegetatif yang berupa penurunan nafsu makan yang bermakna. Tidak bisa
merasakan kesenangan sebagaimana biasanya. Menyerah pada keadaan, tidak
melakukan tindakan apapun untuk mengurangi keluhan, dan beberapa kali
mengatakan keinginan untuk bunuh diri. Tn. B tidak mampu bekerja tetapi dapat
tinggal di rumah, memerlukan berbagai tingkat bantuan. Ia tidak mampu merawat diri
sendiri.
I. IDENTITAS
1. Nama : Tn. B
2. Tanggal Lahir : 60 Tahun
3. Alamat :-
4. Pekerjaan : Tidak bekerja
5. Pendidikan :-
6. Status Perkawinan :-
7. Agama :-
8. Suku bangsa :-
9. Identitas keluarga yang bertanggunga jawab :
10. Status poli : Rawat jalan: Rawat inap: No. Reg RS :
11. Status Rujukan : Dirujuk dari : Datang sendiri :
12. Diagnosa Rujukan : KANKER PARU (Metastase ke Hepar dan Usus)
II. KELUHAN UTAMA: Nyeri dada dan sesak
III. ANAMNESA
1. Riwayat penyakit sekarang : KANKER PARU (Metastase ke Hepar dan Usus)
2. Riwayat penyakit dahulu :
3. Riwayat alergi:
4. Faktor keturunan : ya: tidak:
5. Riwayat nyeri: Ya:  Skala : 8
a) Frekuensi: Terus Menerus Kadang-kadang  Dengan gerakan
Istirahat Lain-lain …………
b) Kualitas :
Tajam/ sharp aching/ sakit
Throbbing/ berdenyut pressure like/ seperti ditekan
Gnawing/ perih sekali rasa tertarik/ dragging
Rasa terjepit/ squeazing rasa seperti di remas
Nyeri kotik/ coticky pain burning/ rasa terbakar/ panas
Stioging/ sengatan listrik prestest/ kesemutan
Seperti di tusuk/ lancinating rumb/ matirasa/ kaku
c) Durasi: 4-8 jam
d) Seberapa derajat nyeri anda saat ini?(beri lingkaran)

e) Berapa derajat nyeri yang terhebat selama 4 minggu terakhir? (beri lingkaran)

f) Berapakah rerata derajat nyeri anda dalam 4 minggu terakhir?

g) Deskripsikan nyeri anda (pilih salah satu)


a. Nyeri persisten tanpa fluktuasi
b. Nyeri menyerang dengan periode bebas nyeri diantaranya
c. Nyeri persisten dengan serangan nyeri hebat mendadak
d. Nyeri sedang menyerang dengan periode nyeri ringan diantaranya
h) Apakah nyeri anda menjalar ? YA/ TIDAK
i) Tandai daerah nyeri anda

6. KELUHAN LAIN :
 Aneroksia
 Dry mouth
 Dysphagia
 Stomatitis
 Cought
 Dyspnea
 Nausea
 Vomiting
 Konstipasi
 Diare
 Inkonstinentia urine
 Inkonstinentia alvy
 Fistel
 Uleus
 Lympnoedema
 General weakness
 Lain-lain

IV. PEMERIKSAAN
1. Fisik
10) Tanda vital : T : N: RR: S: BB: - (Mengatakan mengalami
penurunan
nafsu makan)
11) Keadaan umum : Baik/ Lemah/ Kesakitan/ Cachexia/ Perilaku Silent
12) Kesadaran : Compos mentis/ apatis/ somnolen/ sopor/ soporocomatous/
coms
13) GGS :
14) Kepala- leher : Anemia/ Icteric/ Stoma :
Tumor :
Pembesaran kelenjar :
15) Thorax :
Paru : Sel kanker telah menyebar di paru
Jantung :
R. mamma :
16) Abdomen : distensi/ ascites/ meteorismus
Stoma :
Tumor :
Hepar : Sel kanker telah menyebar ke hepar
Lien :
17) Sistem urogenetal
o Vaginal discharge / rectal discharge
o Tumor :
18) Sistem muskoloskeletal & ekstremitas
Motorik : Tumor :
Sensorik : Fraktur :
Refleks fisologis : Ulcus :
Refleks pathologis : Oedema :
Luas gerik sendi :
2. Status psikiartik
1) Komunikasi terbuka / lancar/ terputus-putus / bahasa non verbal / mutisme
2) Memahami tentang penyakit & harapan hidup
 Pasien :
Sudah tahu Fase : denial / anger / bergaining / depresi /acceptance
Belum tahu ingin tahu/ tidak mau tahu
 Keluarga :
Sudah tahu Fase : denial / anger / bergaining / depresi / acceptance
Belum tahu ingin tahu / tidak mau tahu
3. Mood : normal/ cemas/ depresi/ marah/ anhedonia
Afek : serasi/ tidak serasi
4. Proses pikir : jernih/ bingung/ gangguan insight/ preokupasi
5. Hubungan interpersonal : biasa/ dingin/ menarik diri/ cari kambing hitam
6. Persepsi : normal/ halusinasi/ ilusi/ depersonalisasi/ derealisasi
7. Arti nyeri / sakit : hukuman/ tantangan/ musuh/ ke gagalan/ nilai positif/
cobaan
8. Kemauan : wajar/ menurun/ meningkat/ negativistik/ ambivalem
3. Pemeriksaan psikologis pasien berdasarkan HDRS
Status Psikologis Pasien :
<6 = Tidak ada depresi
6 – 17 = Depresi ringan
18 – 24 = Depresi sedang
>24 = Depresi berat
V. PENGOBATAN YANG SUDAH DITERIMA
1. Obat :
2. Operasi :
3. Radioterapi :
4. Kemoterapi : Kemoterapi yang kedua
5. Rehabilitasi :
6. Komplementer :
7. Alternative :
VI. STATUS SOSIAL
1. Pekerjaan suami / istri penderita
PNS / Swasta / wirausaha / buruh / petani / pensiunan / tidak bekerja
2. Jumlah anggota keluarga
3. Yang merawat utama sehari-hari
4. Status tempat tinggal
5. Hubungan penderita dengan keluarga dan lingkungan
VII. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Laboratorium
2. Radiologi
3. Patologi anatomi : sel kanker sudah menyebar ke hepar dan usus
VIII. Diangnosa:
1. Utama: kanker paru (sudah menyebar ke hepar dan usus)
2. Paliatif:
 Nyeri :
 Selain nyeri: -
IX. PERMASALAHAN
1. Fisik:
a. Nyeri : lokasi: dada
b. Selain nyeri : sesak.
2. Psikologis :
d. Depresi : Tn. B menyerah pada keadaan, tidak melakukan
tindakan apapun untuk mengurangi keluhan, dan beberapa kali mengatakan
keinginan untuk bunuh diri.
e. Cemas :
f. Problem lain : Tn. B mengatakan tidak bisa merasakan kesenangan
sebagaimana biasanya, mengeluhkan gangguan tidur, sangat terpukul dengan
kondisinya saat ini.

3. Sosial : Tn. B mengatakan tidak mampu bekerja tetapi dapat tinggal di


rumah, memerlukan berbagai tingkat bantuan, dan tidak mampu merawat diri
sendiri.
4. Spiritual :
5. Kultural :
ANALISA DATA
No DATA PENYEBAB ETIOLOGI
1 Data Subyektif : Infiltrasi Tumor Nyeri Kronis
- Klien mengatakan nyeri di daerah dada
- Klien mengatakan nyeri berlangsung 4-8
jam
- Klien mengeluhkan terasa panas dan sesak
di daerah dada
- Klien mengeluhkan sulit tidur
- Klien mengatakan tidak merasakan
kesenangan seperti biasanya
- Klien mengatakan tidak melakukan
tindakan apapun untuk mengurangi keluhan

Data Obyektif :
- Wajah Ny. A tampak meringis kesakitan
- Skala Nyeri : 10 dengan rata rata 8
- Klien tidak mempu melakukan kegiatan
kerja/normal
2 Data Subyektif : Penurunan Keputusasaan
- Klien mengatakan tidak merasakan kondisi fisiologis
kesenangan sebagaimana biasanya
- Klien mengatakan menyerah kepada
keadaan
- Klien mengatakan tidak melakukan apapun
untuk mengurangi rasa nyerinya dan
beberapa kali ingin melakukan bunuh diri
- Klien mengatakan tidak mampu bekerja
- Klien mengatakan memerlukan berbagai
bantuan dari orang lain
- Klien mengatakan tidak mampu melakukan
kegiatan kerja/normal
Data Obyejtif :
- Klien tampak lemah
- Gerakan klien terbatas
- Klien tidak dapat melakukan kegiatan
secara normal

3. DATA SUBJEKF
Penyakit terminal Resiko bunuh
- Klien mengatakan merasa terpukul diri
dengan keadaann saaat ini
- Klien menyerah dengan keadaan saat ini
- Klien mengatakan pernah beberapa kali
ingin bunuh diri
DATA OBJEKTIF
- Klien tampak depresi

Diagnosa Keperawatan (SDKI)


1. Nyeri Kronis berhubungan dengan infiltrasi tumor
2. Keputusasaan berhubungan dengan penurunan kondisi fisiolgis
3. Resiko bunuh diri berhubungan dengan penyakit terminal
Intervensi Keperawatan (SIKI & SLKI)

Diagnosa
No. Luaran Intervensi
Keperawatan
1 Nyeri kronik Setelah dilakukan asuhan MANAJEMEN NYERI (I. 08238)
b/d Infiltras keperawatan didapatkan Kontrol 1. Observasi
Tumor Nyeri Meningkat dengan criteria a. lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
hasil : b. Identifikasi skala nyeri
a. Melaporkan nyeri terkontrol c. Identifikasi respon nyeri non verbal
meningkat d. Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri
b. Kemampuan mengenali onset e. Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri
nyeri meningkat f. Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon nyeri
c. Kemampuan mengenali g. Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup
penyebab nyeri meningkat h. Monitor keberhasilan terapi komplementer yang sudah diberikan
d. Kemampuan menggunakan i. Monitor efek samping penggunaan analgetik
teknik non farmakologis
meningkat 2. Terapeutik
e. Dukungan orang terdekat a. Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri (mis. TENS,
meningkat hypnosis, akupresur, terapi musik, biofeedback, terapi pijat, aroma terapi, teknik
imajinasi terbimbing, kompres hangat/dingin, terapi bermain)
b. Control lingkungan yang memperberat rasa nyeri (mis. Suhu ruangan,
pencahayaan, kebisingan)
c. Fasilitasi istirahat dan tidur
d. Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan strategi meredakan
nyeri
3. Edukasi
a. Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
b. Jelaskan strategi meredakan nyeri
c. Anjurkan memonitor nyri secara mandiri
d. Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
e. Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
4. Kolaborasi
a. Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu
2 Keputusasaan Setelah dilakukan asuhan Promosi Harapan (I.09307)
berhubungan keperawatan didapatkan Harapan 1. Observasi
dengan meningkat dengan criteria hasil : a. Identivikasi harapan pasien dan keluarga dalam pencapaian hidup
penurunan a. Selera makan meningkat 2. Terapiutik
kondisi fisiolgis b. Inisiatif meningkat a. Sadarkan bahwa kondisi yang dialami memiliki nilai penting
c. Minat komunikasi verbal b. Pandu mengingat kembali kenangan yang menyenangkan
meningkat c. Libatkan pasien secara aktif dalam perawatan
d. Afek datar menurun d. Kembngkan rencana perawatan yang melibatkan tingkat pencapaian tujuan
e. Mengangkat bahu saat bicara sederhana sampai dengan kompleks
menurun e. Berikan kesempatan kepda pasien dan keluarga terlibat dengan dukungan
f. Pola tidur membaik kelompok
f. Ciptakan lingkungan yang memudahakan mempraktekan kebutuhan sepiritual
3. Edukasi
a. Anjurkan mengungkaokan perasaanterhadap kondisi dengan realistis
b. Anjurkan mempertahankan hubungan(mis. menyebutkan nama orang yang
dicintai)
c. Anjurkan mempertahankan hubungan terapeutik dengan orang lain
d. Latih menyusun tujuan sesuai harapan
e. Latih cara mengembangakn sepiritual diri
f. Latih cara mengenang dan minikmati masa lalu (mis. prestasi, pengalaman )
3. Resiko Bunuh Setelah dilakukan asuhan Pencegahan Bunuh Diri
Diri b.d keperawatan didapatkan Ekspektasi Observasi
penyakit meningkat dengan criteria hasil : - Identifikasi gejala risiko bunuh diri ( kehilangan)
terminal a. Verbalisasi ancaman kepada - Identifikasi keinginan dan pikiran RBD
orang lain menurun - Monitor lingkungan bebas bahaya secara rutin
b. Verbalisasi keinginan bunuh - Monitor lingkungan bebas bahaya secara rutin (Mis: pisau cukur dll)
diri menurun - Monitor adanya perubahan mood dan perilaku
c. Verbalisaso isyarat bunuh Terapeutik
diri menurun - Libatkan dalam perencanaan perawatan mandiri
- Libatkan keluarga dalam perencanaan perawatan
- Lakukan pendekatan langsung dan tidak menghakimi saat membahas
bunuh diri
- Berikan lingkungan dengan pengamanan ketat dan mudah di pantau
- Tingkatkan pengawasan pada kondisi tertentu
- Lakukan intervensi perlindungan
- Hindar diskusi berulang mengenai RBD

Anda mungkin juga menyukai