Anda di halaman 1dari 21

Komunikasi terapeutik

komunikasi adalah suatu alat yang penting untuk membina hubungan teraupetik dan
dapat mempengaruhi kualitas pelayanan keperawatan.

Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang dirancang dan direncanakan untuk


tujuan terapi, dalam rangka membina hubungan antara perawat dengan pasien agar
dapat beradaptasi dengan stress, mengatasi gangguan psikologis, sehingga pasien
dapat terbuka dan mempercayai petugas Kesehatan, dapat melegakan serta membuat
pasien merasa nyaman, yang pada akhirnya mempercepat proses kesembuhan pasien.

Komunikasi teraupetik menjadi sangat penting karena dapat mempengaruhi


keberhasilan pengobatan dan tingkat kepuasan pasien terhadap pelayanan kesehatan
yang diberikan.

Komunikasi terapeutik menggunakan berbagai teknik dan strategi komunikasi, baik


verbal maupun nonverbal, untuk mendorong pasien mengekspresikan perasaan
mereka dan untuk mencapai hubungan empati yang positif dengan pasien.

Untuk memperoleh riwayat medis (history) yang komprehensif dan mampu untuk
melakukan pemeriksaan fisik yang lengkap bergantung pada teknik komunikasi
interpersonal terapeutik yang baik. Untuk mendapatkan informasi yang penting maka
petugas kesehatan memerlukan komunikasi yang efektif dengan pasien, pendamping
pasien, dan seluruh tim Kesehatan yang terlibat. Informasi spesifik yang didapat akan
dapat merupakan petunjuk yang mengarah kepada perlukaan yang dialami pasien
bahkan sampai dengan diagnosis.

Komunikasi Verbal dan Non Verbal yang efektif


Komunikasi verbal yang efektif adalah proses yang dinamis. Menurut Bayer Institute for
Health Care Communication, Petugas EMS/ Medis menjalankan 4 fungsi utama
komunikasi yang disebut 4 Es, yakni: engagement, empathy, education, dan
enlistment.
 Engagement adalah hubungan antara petugas dan pasien. Petugas harus
menjalin hubungan yang nyaman dengan pasien agar pasien tetap tenang
sehingga memfasilitasi untuk memperoleh anamnesis yang menyeluruh dan
akurat. Kata-kata dan tindakan petugas harus menunjukan perhatian yang tulus
dari petugas. Gagal dalam upaya memperkenalkan diri; memarahi pasien,
memeberi pertanyaan yang agresif dan cepat; dan menyela mereka ketika
mereka sedang berbicara dapat merusak ikatan yang perlu petugas bangun dan
kembangkan yang dapat menyebabkan pasien melepaskan hubungan antara
petugas dan dirinya. Saat melakukan kontak dengan pasien dan atau
pendamping pasien pastikan untuk memperkenalkan diri. Hubungan yang baik
akan membangun kepercayaan pasien pada petugas dan institusi Kesehatan
dan dapat memfasilitasi komunikasi terbuka. Sebagai poin penting dari proses ini
adalah buat kesan pertama yang positif.
 Emphathy mengacu pada penampakan ketulusan petugas dengan perasaan
cemas, sakit, takut, panik, atau kehilangan daripasien. Empati berakar pada 3
rasa belas kasih atas apa yang dialami pasien. Akui kepada pasien apa yang
Anda dengar dan pahami dengan meringkas atau memparafrasakan informasi
yang telah dibagikan pasien. Terima apa yang dikatakan pasien kepada Anda,
terlepas dari keadaan seputar panggilan tersebut. Empati sangat penting dalam
situasi seperti upaya bunuh diri, overdosis obat yang tidak disengaja, dan kasus
kekerasan dalam rumah tangga. Ini adalah keterampilan yang harus
dimatangkan dan ditingkatkan sepanjang karier penyedia. SEücation pasien
Anda memperkuat ikatan Anda dengan memberi tahu mereka apa yang terjadi
dan apa yang Anda lakukan. Mulailah dengan bertanya
 Education, memperkuat hubungan positif antara petugas dan pasien dengn
menjelaskan apa yang terjadi dan apa yang akan petugas lakukan. Mulailah
dengan menanyakan apa yang pasien telah ketahui, dan dilanjutkan pertanyaan
mendetail sampai petugas mendapatkan semua informasi yang butuhkan. Beri
update informasi keapada pasien setiap bertatap muka. Jelaskan tes dan
prosedur yang akan dilakukan dalam istilah yang sederhana dan lugas, sehingga
membantu mengurangi kecemasan pasien.
 Enlistment melibatkan pasien untuk berpartisipasi dalammengambil
keputusan untuk perawatan dan pengobatan mereka sendiri. Ketika petugas
meminta persetujuan pasien untuk perawatan, tindakan atau pengobatan diri
mereka sendiri, pastikan untuk menjelaskan sepenuhnya kemungkinan efek
samping atau potensi hasil buruk yang terkait dengan perawatan, tindakan atau
pengobatan yang akan dilakukan. Misalnya, sebelum memberikan pasien tablet
nitrogliserin, jelaskan tujuan pengobatan dan potensi pasien mengalami sakit
kepala akibat efek samping yang sering terjadi dari obat nitrogliserin. Jelaskan
kepada pasien bagaimana manfaat pengobatan lebih besar daripada efek
samping/risikonya.

Komunikasi nonverbal, meliputi ekspresi wajah, bahasa tubuh, dan kontak mata, adalah
bentuk komunikasi yang kuat. Penting bagi petugas untuk menyadari bahasa tubuh
petugas dan bahasa tubuh pasie. Gerakan tubuh (gesture) , dan sikap Anda terhadap
pasien sangat penting dalam mendapatkan kepercayaan dari setiap pasien dan
keluarganya. Carilah isyarat nonverbal, seperti raut wajah dan gesture pasien, yang
menunjukkan apakah pasien merasa nyaman. Temuan ini dapat menjadi indikator kunci
dari tingkat ketidak nyamanan, rasa sakit, atau ketakutan. Perlu diingat bahwa pasien
dapat datang dengan komorbidit yang mempersulit penilaian dan dapat menunda
manajemen pasien. Kesabaran sangat penting ketika kondisi seperti tersebut
memerlukan pendekatan yang komplek.
Komunikasi terapeutik adalah keterampilan yang dikembangkan dari waktu ke waktu.
Untuk membantu mengembangkan keterampilan ini, teknik komunikasi verbal dan
nonverbal berikut ini penting untuk dipraktekan dalam keseharaian petugas :
 Berbicara dengan pasien setinggi mata pasien dan pertahankan kontak mata
yang baik pada saat berbicara. Terkhusus pada pasien yang mengalami
ketakutan, sulit mendengar, atau lanjut usia.
 Bicaralah dengan jelas dan perlahan. Bahkan jika pasien memiliki gangguan
pendengaran, tingkatkan volume suara anda hanya jika pasien meminta
 Pertahankan posisi tubuh yang terbuka dan penuh perhatian selama
wawancara. Cobalah untuk tidak terlihat terburu-buru atau bingung.
 Ekpresikan pemahaman petugas tentang apa yang dikatakan psien dengan
cara mengangguk dan memparafrasekan kata-kata pasien.
 Hindari prilaku yang mengganggu konsentrasi seperti menulis saat pasien
berbicara, mengetuk-ketuk atau bermain HP dan lain lain.
 Melalui bahasa nonverbal, petugas harus dapat meyakinkan pasien bahwa
keberadaan petugas adalah membantu kebutuhan pasien.
 Beri tahu pasien tentang apa dan alasan apa yang akan petugas lakukan
terhadap pasien. Ketika hendak mentransfer pasien jelaskan kemana pasien
akan di tranfer dan apa yang akan pasien dapatkan Ketika tiba di tempat tujuan.
 Ajukan pertanyaan dengan kata "apa", dan hindari pertanyaan dengan kata
"mengapa" dapat terdengar seperti menuduh pasien dan keluarga mereka.
 Tunjukkan empati dengan membenarkan rasa sakit, kesusahan, kemarahan,
dan perasaan pasien lainnya.
 Jawab pertanyaan pasien karena dapat membantu mengurangi kecemasan dan
ketakutan.
 Perkuat perilaku empati dan peduli.
 Hormati hak kerahasiaan pasien dengan menjaga suara petugas tetap
lembut/pelan di tempat umum atau semiprivat baik itu di prahospital atau ri
dafilitas kesehatan
 Jaga martabat (kesopanan) pasien dengan mencegah sebanyak mungkin
bagian tubuh pasien terekpos selama pemeriksaan fisik. Melakukan hal
tersebut itu akan meningkatkan tingkat kepercayaan pasien pada proses
perawatan yang petugas berikan dan membuat pasien lebih bersedia untuk
berbagi informasi tentang kondisi kesehatannya
 Jika Petugas mencurigai pasien dapat menjadi kasar (violance), berinteraksilah
dengan pasien dengan cara yang tenang dan lembut sambil meminta sumber
daya tambahan. Jangan mencoba menangani pasien yang memiliki tendensi
melakukan kekerasan seorang diri.
Berkomunikasi dalam situasi khusus
Penyesuaian dalam teknik komunikasi Anda atau meminta bantuan tor mungkin
diperlukan dalam situasi khusus, seperti ketika bahasa isyarat diperlukan untuk
pasien tunarungu. Sebagai aturan umum, berkomunikasi dengan pasien
menggunakan terminologi yang disesuaikan dengan pengetahuan dan
pemahaman mereka. Sebagai contoh, mungkin lebih tepat untuk bertanya
kepada pasien tentang riwayat masalah jantung daripada bertanya tentang
episode infark miokard sebelumnya.

Komunikasi Dalam Situasi Khusus


Penyesuaian teknik komunikasi dan atau bantuan dari pihak luar mungkin diperlukan
dalam beberapa kondisi, seperti ketika bahasa isyarat diperlukan untuk pasien
tunarungu. Sebagai aturan umum, gunakan terminologi umum yang disesuaikan
dengan pengetahuan pasien ketika berkomunikasi dengan pasien. Sebagai contoh,
mungkin lebih tepat untuk bertanya kepada pasien tentang riwayat masalah jantung
yang pernah dialami daripada bertanya tentang episode infark miokard sebelumnya
Perbedaan Kultur dan Bahasa
Semua petugas Kesehatan menghadapi pasien dari berbagai latar belakang budaya,
termasuk etnis, ras, agama, atau orientasi seksual. Misalnya, beberapa budaya
mendorong orang untuk mengekspresikan emosi mereka, sedangkan yang lain
melihatnya sebagai tanda kelemahan. Kedekatan dapat menunjukkan penerimaan dan
keakraban, sementara yang lain mungkin dapat menyinggung atau mengitimidasi.
Beberapa petugas mungkin secara sadar atau tidak sadar memaksakan nilai-nilai
budaya mereka kepada pasien mereka karena mereka percaya nilai-nilai mereka lebih
baik. Sikap ini dapat membiaskan usaha pendekatan petugas terhadap pasien
sehingga menggangu upaya pengobatan. Di Indonesia yang terdiri dari banyak bahasa
daerah dan juga sekaligus daerah wisata yang memiliki wisatawan berbahasa asing.
banyak daerah, sangat bermanfaat bagi petugas mempelajari beberapa frasa umum
dari Bahasa daerah setempat ataupun Bahasa asing (Bahasa yang sering digunakan
pasien pada daerah tersebut). Petugas juga dapat meminta bantuan pendamping
pasien atau orang di sekitar untuk menjadi penerjemah antara petugas dan pasien.
Penderita dengan gangguan pendengaran

Penderita dengan gangguan pendengaran dapat berkomunikasi melalui bahasa isyarat,


gerak tubuh, tulisan, atau membaca bibir — dimana salah satu atau semuanya mungkin
sulit dilakukan ketika mereka sakit atau terluka. Beberapa orang dengan tuli memiliki
gangguan partial sistem bicara atau mendengar mereka. Cobalah untuk menentukan
kemampuan pasien untuk berkomunikasi seefektif mungkin

Pendamping pasien mungkin dapat membantu komunikasi petugas dan pasien. Selain
itu, belajar bagaimana mengajukan beberapa pertanyaan dasar dalam bahasa isyarat,
dan menafsirkan jawabannya, dapat membantu petugas dalam berkomunikasi dalam
situasi seperti ini. Petugas juga dapat menggunakan alat bantu (HP atau kertas) untuk
bertukar jawaban dan pertanyaan tertulis.

Clinical Reasoning
Telah disepakati bahwa kemahiran keterampilan petugas Kesehatan saja tidak dapat
menjamin perawatan yang berkualitas. Keterampilan penalaran klinis juga penting.
Penalaran klinis melibatkan penilaian kondisi pasien yang benar, dikombinasikan
dengan pengetahuan anatomi, fisiologi, dan patofisiologi yang diperkuat dengan
pengalaman klinis untuk dapat memberikan pertanyaan terarah berkenaan dengan
keluhan pasien. Pemahaman tentang epidemiologi proses penyakit manusia sangat
penting untuk diagnosis dini, terutama ketika tanda-tanda dan gejala pasien tidak
menunjukkan penyebab yang jelas. Unsur-unsur yang berkontribusi terhadap penalaran
klinis adalah sebagai berikut :

 Pengetahuan dalam ilmu kedokteran


 Kemampuan untuk mengumpulkan dan mengorganisasi data
 Kemampuan untuk fokus pada data spesifik dan multipel
 Kemampuan untuk mengidentifikasi ambiguitas medis
 Kemampuan untuk memahami data yang relevan / tidak relevan
 Kemampuan untuk menganalisis dan membandingkan situasi
 Kemampuan untuk menjelaskan alasan

Ketika proses amnanesa pasien, Petugas mulai menganalisis jawaban berdasarkan


pengetahuan medis yang mendasari. Setelah keluhan utama, riwayat penyakit saat ini,
riwayat medis masa lalu, dan pemeriksaan sistem tubuh telah selesai. Petugas dapat
mulai merumuskan diagnosis banding, yang merupakan hipotesis kerja tentang tentang
masalah yang dihadapi pasien Ketika informasi historis, penilaian temuan klinis, dan
hasil tes yang telah dievaluasi, sejumlah penyakit atau kondisi dapat dikesampingkan
sehingga diagnosis banding menjadi menyempit sampai petugas dapat menemukan
diagnosis yang paling mungkin dan dijadikan diagnosis kerja – yang diduga menjadi
penyebab kondisi pasien. Diagnosis kerja menjadi diagnosis definitif menunggu
konfirmasi dengan tes diagnostik lebih lanjut, umumnya dilakukan di fasilitas kesehatan.

Ruang lingkup dari clinical reasoning


Penyusunan diagnosis banding bukanlah proses statis. Data seperti vital sign, suara
paru-paru, temuan pemeriksaan neurologis, pengukuran saturasi oksigen, respons
terhadap intervensi, hasil tes laboratorium dan pemeriksaan radiografi, dan informasi
lainnya digunakan untuk Menyusun potensial diagnosis banding. Ketika peugas
menyusun diagnosis banding, mulailah dengan membuka segala kemungkinan yang
dapat menjadi diagnosis penyebab — yaitu, sistem tubuh mana yang mungkin
berkontribusi terhadap keluhan pasien. Misalnya, nyeri dada bisa melibatkan jantung,
pernapasan, atau sistem pencernaan. Pendekatan ini akan membantu petugas
menghindari tunnel vision, yang didefinisikan sebagai mengunci pada suatu diagnosis
tertentu sebelum mempertimbangkan semua kemungkinan diagnosis yang mungkin
terjadi. Misalnya penderita dengan nyeri dada, petugas sudah menyimpulan diagnosis
penyebab adalah sindroma coranary acute tanpa mempertimbangkan kemungkinan
bisa gastritis, pneoumothorak, nyeri otot dll. Karena nyeri dada dapat diakibatkan pleh
banyak sistem, penting bagi petugas untuk mempertimbangkan semua diagnosis yang
mungkin dan mengesampingkan masing-masing secara sistematis untuk menentukan
diagnosis.

Petugas dapat mulai dengan mempertimbangkan keluhan utama pasien. Sejumlah


besar penyakit atau cedera dapat dikesampingkan dengan cepat hanya dengan
mengidentifikasi keluhan utama. Misalnya, pasien dengan keluhan utama nyeri dada.
Pengetahuan petugas memberi wawasan tentang potensi masalah yang menyebabkan
nyeri dada, segera petugas membuat diagnosis banding yang mungkin antara lain
serangan jantung, refluks gastroesofagus, emboli paru, atau diseksi aorta. Pasien
dengan keluhan utama nyeri dada kecil kemungkinan mengalami perdarahan saluran
cerna; Oleh karena itu, petugas dapat menggunakan keluhan utama untuk segera
mempersempit diagnosis. Selain keluhan utama, tanda-tanda dan gejala yang terkait
dengan keluhan utama dan riwayat penyakit penderita dapat digunakan untuk
mempersempit diagnosis lebih lanjut.

Pemeriksaan fisik juga merupakan aspek penting dari clinical reasoning. Tenderness
temuan klinis spesifik lainnya pada lokasi lokasi anatomi tertentu dapat membantu
untuk mempertajam diagnostic banding yang dibuat oleh petugas. Setelah petugas
dapat mengidentifikasi sistem organ yang terlibat, Petugas dapat menggunakan
pengetahuan patofisiologi untuk menentukan diagnosis banding yang paling mungkin
terjadi.

Clinical reasoning bukanlah ilmu pasti. Sama seperti seorang ilmuwan, bagaimanapun,
Anda dapat menguji diagnosis banding yang telah disusun untuk menentukan apakah
diagnosis tersebut adalah benar sebagai penyebab dari keluhan penderita. Ini dicapai
melalui pemeriksaan dan pengujian lebih lanjut. Proses ini dapat mulai dari menanykan
pertanyaan yang laian atau pertanyaan lebih spesifik kepada pasien. Petugas juga
dapat melakukan pemeriksaan tambahan seperti pemeriksaan gula darah, ECG 12 lead
untuk menguji diagnosis banding yang telah dibuat sebelumnya. Informasi tambahan
digabungkan dengan pengetahuan yang ada maka diagnosis banding dapat di tegakan
atau di modifikasi.

Untuk memberikan perawatan berkualitas dan terbaik untuk pasien, setiap petugas
harus memiliki pengetahuan dasar/inti yang diperlukan sesuai ingkat pelatihannya
(Gambar 1-1). Pengetahuan ini harus ditingkatkan dengan pengalaman dan akal sehat
untuk mengembangkan keterampilan clinical reasoning yang andal. Petugas harus
dapat berpikir dan bekerja dengan cepat dan efektif di bawah tekanan ekstrem
menggunakan clinical reasoning untuk menentukan diagnosis kerja dan rencana
perawatan yang akurat berdasarkan protokol perawatan pasien atau standing order.
Clinical Decision Making
Clinical decision making atau Pengambilan keputusan klinis adalah proses di mana
keputusan tentang masalah kesehatan pasien dan intervensi/terapi yang tepat dibuat,
dipertimbangkan dan dilaksanakan untuk kesembuhan pasien. Seperti clinical
reasoning, pengambilan keputusan klinis adalah proses berkelanjutan yang terjadi pada
setiap tahap perawatan, dimulai dengan pembuatan diagnosis banding. Keduanya
membutuhkan pengetahuan anatomi, fisiologi, dan patofisiologi yang cukup;
kemampuan untuk melakukan keterampilan pemeriksaan; dan sumber daya yang
cukup untuk memanfaatkan alat diagnostik yang kompleks ke dalam berbagai keadaan
gawat darurat. Walaupun prosesnya sering tidak disadari, pendekatan pengambilan
keputusan klinis meliputi :
 Pattern recognition / Pengenalan pola: proses mengenali dan mengklasifikasikan
data (pola) berdasarkan pengetahuan dan pengalaman masa lalu. petugas
membandingkan presentasi pasien dengan presentasi pasien serupa yang
pernah ditemui. Menganalisa diagnosis serupa dan strategi mana yang efektif
dan mana yang tidak, merupakan dasar yang berguna untuk membuat
keputusan klinis.
 Membuat hipotesis: Ini dapat digambarkan sebagai memanfaatkan metode
ilmiah dengan memulai dengan keluhan utama pasien, dilanjutkan mencari
penjelasan penyebab yang mungkin (hipotesis), mengumpulkan dan mensintesis
informasi, dan akhirnya menerima atau menolak hipotesis.
 Perkiraan probabilitas: Ini memengaruhi pemrosesan informasi yang petugas
kumpulkan selama pemeriksaan pasien. Sebagai contoh, petugas dapat
menyingkirkan penyebab infeksi tropis sebagai penyebab keluhan utama pasien
dengan demam, jika petugas dapat dengan yakin menentukan pasien tidak ada
riwayat memiliki perjalanan ke luar negeri atau melakukan kontak dengan
seseorang dengan penyakit infeksi tropis.
 Diagnosis banding: Ini merupakan bagian integral dari aplikasi AMLS pathway.
petugas mulai dengan membuat diagnosis banding di awal pemeriksaan setelah
primary survey. Diagnosis banding adalah daftar penyebab potensial yang
mungkin untuk kondisi pasien, disusun secara terstruktur dengan penyebab yang
paling mungkin di di letakan pada bagian paling atas. Diagnosis banding
kemudian disempurnakan atau ditata ulang saat petugas memperoleh informasi
tambahan (dari riwayat amnanesa pasien yang lebih terperinci, pemeriksaan
fisik, dan test diagnostic). Meskipun petugas mungkin tidak dapat sepenuhnya
mengerucutkan diagnosis banding menjadi diagnosis tunggal, proses
pembuatan, revisi, dan penyempurnaan diagnosis banding sangat membantu
pengambilan keputusan klinis dan mencegah terlewatnya diagnosis potensial
yang mungkin menjadi penyebab dari keluhan pasien.

Kombinasi teknik komunikasi terapeutik yang terasah dengan baik, kemampuan untuk
pattern recognition, membuat diagnosis banding yang mungkin sebagai hipotesis,
kemampuan penilaian probabilitas diagnosis yang telah disusun, dan keterampilan
clinical reasoning yang dapat diandalkan, semua tersebut pada akhirnya
memungkinkan petugas dapat membuat keputusan klinis yang tepat, dapat mengukur
tingkat keparahan (mengancam nyawa/sakit atau tidak sakit) penyakit atau cedera
pasien dan memulai intervensi yang tepat paada waktu yang tepat. Keterampilan
pengambilan keputusan klinis seseorang menjadi semakin dapat diandalkan dengan
pengalaman yang semakin terasah sesuai waktu. Namun, proses lain dapat
mengganggu pengambilan keputusan klinis.

Cognitive Bias
Pada pembahasan sebelumnya sudah diperingatkan agar petugas menghindri tunnel
vision pada diagnosis tertentu. Tunnel vision tersebut dapat diakibatkan dari cognitive
bias yang bisa diakibatkan oleh anchoring bias, confirmation bias dan dan premature
closure (Tabel 1-1). Ilmuwan menjelaskan ada dua sistem bagi otak kita dalam
mengelola pemrosesan informasi: intuitif dan analitis.dapat mengakibatkan cognitive
bias. Sistem intuitif kita memproses informasi dengan cara cepat, menghubungkan dan
mengintegrasikan fakta, perasaan, dan pengamatan, seringkali dilakukan secara tidak
sadar, seeing kali car aini (walupun tidak selalu) mengarah pada kesimpulan yang
benar secara objektif. "Trust you gut” merupakan bentuk dari cara pengelolan informasi
melalui sistem intuitif ini, dan hasilnya bisa berupa akurasi luar biasa atau kesalahan
yang fatal.
Kebalikan nya sistem analitik memroses informasi secara lebih lambat biasanya
dilakukan secara sadar dan dan tertata dalam memproses fakta yang tersimpan.
Dalam konteks AMLS pathway, petugas menggunakan system intiutif untuk menyususn
diagnosis banding awal secara cepat dengan berbagai tingkat akurasi, selanjutnya
petugas akan menggunakan sistem analitik dimana secara sistematis akan memproses
informasi yang dikumpulkan melalui penilaian pasien dan pengujian diagnostic.
Interaksi kedua sistem ini diharapkan membawa petugas ke jalur pengambilan
keputusan yang tepat untuk perawatan pada pasien. Tindakan tergesa-gesa, didorong
oleh sistem intuitif, tanpa konfirmasi oleh sistem analitik, dapat membawa peyugas
kepada pengambilan keputusan yang tidak optimal untuk perawatan pasien. AMLS
pathway menyediakan kerangka kerja untuk pemrosesan informasi pasien yang cermat
dan sistematis, membangun wawasan yang diperoleh dari waktu ke waktu melalui
penilaian dan perawatan banyak pasien.

Tabel 1.1 Kesalahan kognitif yang umum dilakukan


Jenis cognitive bias diskripsi
Anchoring Kecenderungan untuk secara tidak sadra mengunci
gejala/tanda awal yang menonjol pada saat primary
survey kedalam satu diagnostic tertentu dan gagal untuk
menghubungkan gejala awal/tanda awal tersebut dengan
informasi yang didapat selanjutnya.
Confirmation bias Kecenderungan untuk hanya mencari bukti yang
mendukung diagnosis awal dan gagal melihat bukti yang
membantah diagnosis awal, meskipun bukti yang terakhir
sering lebih persuasif dan definitif.
Premature closure Kecenderungan untuk membuat keputusan/membuat
diagnosis terburu buru, sebelum informasi yang mendasari
sepenuhnya diverifikasi.

Secara ilmiah juga telah terbukti bahwa sistem analitik juga dapat goyah di bawah
tekanan. Menggunakan enam R dapat membantu petugas menyatukan semuanya dan
membuat penilaian yang lebih baik di bawah tekanan (kotak Rapid Recall). AMLS
pathway memberi petugas proses yang efisien untuk menerapkan penalaran dan
keterampilan pengambilan keputusan klinis sehingga petugas untuk mengelola pasien
Anda secara efektif.

Rapid Recall
6R
1 Read the scane Observasi lingkungan, potensial bahaya dan kemungkinan
mekanisme perlukaan
2 Read the patient Periksa/analisa kondisi pasien, periksa tanda-tanda vitalnya,
tatalaksana kondisi yang mengancam nyawa, cari/tentukan
keluhan utama, dan catat kesan umum pasien.
3 React Tatalaksana kondisi yang mengancam nyawa (ABC) sesuai
urutan prioritas Ketika ancaman tersebut teridentifikasi, dan
tatalaksana pasien berdasarkan cardinal presentation
4 Reevaluate Menilai kembali tanda-tanda vital, dan mempertimbangkan
kembali manajemen medis awal pasien.
5 Revise Atas dasar evaluasi ulang petugas dan tambahan data dari
management amnanesa, pemeriksaan fisik, hasil tes diagnostik, dan
respons pasien terhadap intervensi awal, revisi rencana
manajemen sesuai dengan gambaran klinis baru pasien.
6 Review Menilai mencoba mencari kekurangan dari semua proses
perfomance mulai dari awal panggilan hingga pertemuan dengan
pasien, memberi petugas kesempatan untuk merefleksikan
pengambilan keputusan klinis dan kebutuhan peningkatan
keterampilan atau kebutuhan peningkatan pengetahuan
yang lebih dalam

AMLS Pathway
Advanced Medical Life Support (AMLS) pathway adalah proses yang dapat diadalkan
untuk mengidentifikasi berbagai keadaan kegawat daruratan medis dan tatalaksana
awal yang efektif sehingga diharapkan dapat menurunkan morbiditas dan mortalitas
pasien. Penentuan diagnosis prehospital/hospital dan rencana tatalaksana yang tepat
dan cepat memerlukan kemampuan penilaian pasien yang baik.
Keberhasilan AMLS pathway tergantung pada integrasi penilaian dan intervensi BLS
dan ALS. Secara garis besar data yang didapat dari keluhan utama atau penampakan
awal pasien, amnanesa, pemeriksaan fisik, dan hasil pemeriksaan penunjang
diagnostik harus dapat diambil kesimpulan diagnosis yang menjadi penyebab masalah
medis pasien. Misalnya, jika keluhan utama adalah nyeri punggung bawah, petugas
harus menindak lanjuti dengan mengejar pertanyaam/pemeriksaan yang relevan yang
dapat dengan keluhan utama tersebut seperti :
 Apakah pasien pernah mengalami cedera baru baru ini?
 Apakah pasien mengalami kelemahan atau mati rasa di ekstremitas atau
selangkangan?
 Apakah pasien mengalami gangguan pada saluran cerna atau saluran
kemih?
 Apakah pasien mengalami demam?
 Apakah ada penjalaran rasa sakit
 Faktor apa yang membuatnya keluhan menjadi lebih baik atau lebih
buruk?
 Apakah rasa sakitnya konstan atau hilang timbul?
 Pernahkah pasien mengalami gejala seperti ini sebelumnya?

Ada atau tidak adanya tanda-tanda dan gejala yang terkait dengan keluhan utama atau
penampakan awal pasien, sama pentingnya. Informasi yang diperoleh dari jawaban
pasien akan membantu petugas mengurutkan kemungkinan diagnosis banding paling
kuat sampai lemah dengan menggunakan keterampilan pengambilan keputusan klinis.
Ketika petugas melihat kondisi serupa berulang kali, maka ketika petugas mendapati
kasus baru yang serupa , mereka dapat segera mengidentifikasi kesamaan dengan
kasus lampu berdasarkan pengalaman. Amnanesa, pemeriksaan fisik untuk
mendapatkan tada dan gejala, membuat diagnosis banding, dan ingatan akan
penanganan kasus serupa dimana telah di diagnosis dan tatalaksana dengan tepat
merupakan dasar untuk evaluasi pasien yang baru ditangani. Pengetahuan petugas
tentang patofisiologi dan pengetahuan yang diperoleh dari pengalaman perawatan
pasien meningkatkan efektivitas pengambilan keputusan klinis saat ini.
Ketika petuugas berbicara dengan pasien untuk mendapatkan riwayat penyakit dan
melakukan pemeriksaan fisik, petugas juga dituntut mencari kondisi kritis yang
mengancam nyawa dan tidak mengancam jiwa yang harus ditatalaksana segere sesuai
protokol dan pedoman medis yang berlaku. Petugas juga harus mendapatkan kesan
umum terhadap kondisi pasien (sick/not sick). Tidak lupa semua temuan harus
didokumentasikan secara lengkap dan dikomunikasikan dengan jelas ke fasilitas
Kesehatan yang akan dituju.
AMLS pathway mendukung manajemen pasien berbasis penilaian. AMLS pathway
bukan keterampilan berdasarkan hafalan. Sebaliknya, AMLS pathway mengakui
bahwa meskipun semua komponen proses penilaian (Gambar 1-2) penting untuk
perawatan pasien, mereka dinilai/dilakukan berdasarkan presentasi unik pasien.
Misalnya, jika petugas memiliki indeks kecurigaan yang tinggi bahwa pasien mengalami
cedera yang mengancam nyawa, pemeriksaan fisik yang dilakukan secara cepat
mungkin merupakan prioritas yang lebih tinggi daripada mendapatkan riwayat medis
masa lalu. Namun, Riwayat medis juga tidak dihilangkan; amnanesa riwayat medis
hanya diberikan prioritas yang lebih rendah selama proses penilaian. Hal yang
berkebalikan juga dapat dilakukan pada kondisi yang lain. Dengan pasien yang sakit
akan tetapi tidak mengancam nyawa, mungkin lebih tepat untuk mempertoleh riwayat
penyakit pasien saat ini dan riwayat medis masa lalu dilanjutkan melakukan
pemeriksaan fisik dalam perjalanan ke fasilitas penerima. Pemeriksaan fisik dan riwayat
medis sekarang dan masa lalu bukanlah entitas yang terpisah. Mereka biasanya
dievaluasi bersama-sama.
AMLS Pathway

Observasi Awal
Situasi/Lingkungan Pasien
Keamanan cardinal presentasi/keluhan utama
Petunjuk lingkungan/situasi Primary survey

Impresi Awal
Identifikasi keadaan mengancam nyawa dan tatalaksana segera
sick/non sick ?
Susun diagnosis banding

Pemeriksaan mendetail
Amnanesa Secondary Survey Diagnostik
SAMPLER Vital Sign ECG, GD Stik
PQRST Pemeriksaan fisik menyeluruh/terfokus SpO2, ECTO2

Perbaharui diagnosis banding


berdasarkan pemeriksaan & clinical reasoning

kritis Mengancam nyawa Tidak emergensi

Tatalaksana lanjutan
Eveluasi ulang
perbaiki diagnosis banding Disposisi Pasien
Modifikasi tatalaksana

Gaambar 1-2 AMLS Parhway

Selama survei sekunder, petugas harus melakukan pendekatan yang dinamis dan
fleksibel dalam penilaian/pemeriksaan pasien. Prosesnya harus sistematis, tetapi harus
tetap dinamis dan mudah beradaptasi untuk mengkonfirmasi atau menghilangkan atau
menambahkan diagnosis banding karena lebih banyak temuan didapat dan perlu juga
mengamati respons terapi yang sudah diberikan untuk dijadikan data untuk evaluasi
diagnosis dan terapi.
Meskipun AMLS pathway mendukung fleksibilitas dalam menentukan kapan harus
mendapatkan rincian spesifik dari riwayat pasien dan pemeriksaan fisik, satu prinsip
penting adalah observasi awal di tempat kejadian harus dilakukan untuk memastikan
tempat kejadian aman sebelum survei primer dilakukan sehingga setiap keadaan
darurat medis yang mengancam jiwa dapat diidentifikasi dan dikelola tanpa penundaan.
Pembahasan AMLS pathway (algoritma Gambar 1-2) dibahas lebih mendetail pada
bahasan dibawah ini.

Observasi Awal

Keamanan Tempat kejadian

Petugas prehospital/ambulan akan tiba di tempat kejadian terlebih dahulu sebelum


bertemu dengan pasien. Pada fase ini maka petugas harus mendapatkan gambaran
umum tentang kejadian yang dihadapapi dengn cara menggabungkan informasi yang
didapat dari operator call center dan pengamatan petugas terhadap tempat kejadian.
Gambaran umum tentang tempat kejadian termasuk didalamny adalah: adanya potensi
bahaya terhadap petugas atau penderita, petunjuk tentang penyebab penyebab
masalah yang dihadapi pasien, termasuk didalamnya adalah benda yang bisa dijadikan
bukti di pengadilan. Pada kebanyakan kasus hasil pengamatan kejadian harus
dievaluasi Kembali secara berkesinambungan sampai petugas dan penderita telah
meninggalkan lokasi. Pada lingkungan rumah sakit juga dapat diterapkan prinsip seperti
diatas, keadaan seperti rel samping tempat tidur pasien yang dalam kondisi turun
sementara pasien dalam keadaan penurunan kesadaran akan menempatkan pasien
dalam resiko jatuh.

Petugas prehospital Ketika menerima panggilan pasien maka akan memasuki


lingkungan pasi yang dapat berupa rumah, kantor, atau kendaraan. Emosi seperti
Kemarahan atau kecemasan dapat menjadi bagian dari lingkungan, khususnya pada
peristiwa yang mengakibatkan stres seperti kecelakaan atau serangan kekerasan yang
baru saja terjadi. Kehadiran petugas kesehatan, penegak hukum, atau personel
pemadam kebakaran dapat membuat orang yang melakukan/mengalami kekerasan
merasa terancam. Terdapat prilaku tertentu yang dapat dijadikan tanda (red flag)
sebelum terjadinya ledakan kemarahan atau serangan fisik. Kewaspadaan terhadap
potensi atau ancaman kekerasan terhadap petugas kesehatan sangat penting dimana
pun lokasinya, meskipun dengan kehadiran petugas keamanan di lokasi. Petugas
kesehatan harus menyadari adanya peningkatan emosi atau petunjuk prilaku yang
mengindikasikan adanya eksalasi emosi yang menjurus ke situasi yang berbahaya,
seperti seperti jalan mondar-mandir, gestur tubuh dan kata-kata bermusuhan.
Sebelum mendekati pasien, survei lingkungan dan pengaruh pasien. Kewaspadaan ini
sangat penting dalam situasi pra-rumah sakit dan di rumah sakit. Tentukan jumlah
pasien, anggota keluarga, atau pengamat yang hadir dan apakah ada sumber daya
tambahan yang diperlukan, seperti lebih banyak ambulans, penegakan hukum, dan
bantuan kebakaran atau bahan berbahaya (hazmat)
Bukti senjata, alkohol, atau perlengkapan narkoba dapat menjadi indikator awal bahwa
situasinya tidak aman dan diperlukan cadangan penegakan hukum. Kaji situasi untuk
alat bantu, seperti tongkat, kursi roda, dan konsentrator oksigen, yang menunjukkan
kondisi kronis dengan potensi presentasi perfusi yang buruk.
Dalam pengaturan pra-rumah sakit, kebisingan latar belakang yang tidak
menyenangkan seperti orang-orang yang berdebat harus menimbulkan kekhawatiran
yang cukup bagi Anda untuk menghubungi penegak hukum untuk membantu di tempat
kejadian. Gangguan yang kurang mengancam seperti televisi harus dimatikan atau
dihilangkan.
Penting untuk melindungi integritas TKP dan pelestarian bukti terkait, serta keselamatan
korban. Bekerja samalah dengan kolega Anda untuk menjaga suasana tetap aman.
Menunjuk satu orang untuk melakukan kontak dengan pasien sementara yang lain
tetap waspada terhadap masalah, praktik yang diikuti dalam penegakan hukum
(Gambar 1-4). Simpan peralatan komunikasi Anda bersama Anda. Pada panggilan yang
melibatkan overdosis, kejahatan kekerasan, atau potensi paparan bahan berbahaya,
panggung pada jarak yang wajar dan tunggu penegak hukum memberi tahu Anda
bahwa tempat kejadian aman. Dengarkan naluri Anda — jika situasinya tidak terasa
benar, pergilah, jika perlu, dan mintalah bantuan. Selalu ikuti protokol lokal atau
institusional untuk situasi seperti itu. Pastikan dokumentasi tepat waktu dan merupakan
cerminan situasi yang akurat

Tindakan Pencegahan Standar


Standar tindakan pencegahan dan alat pelindung diri (APD) perlu diperhatikan dan
disesuaikan dengan tugas yang dihadapi. APD termasuk sarung tangan, kacamata
pelindung, gaun, masker wajah, dan respirator (HEPA dan N-95) (Gambar 1-5). Jika
senjata pemusnah massal telah digunakan atau bahan berbahaya lainnya telah
tersebar, tingkat APD yang lebih tinggi mungkin diperlukan untuk mencegah
kontaminasi oleh bahan yang berpotensi mematikan.

Anda mungkin juga menyukai