komunikasi adalah suatu alat yang penting untuk membina hubungan teraupetik dan
dapat mempengaruhi kualitas pelayanan keperawatan.
Untuk memperoleh riwayat medis (history) yang komprehensif dan mampu untuk
melakukan pemeriksaan fisik yang lengkap bergantung pada teknik komunikasi
interpersonal terapeutik yang baik. Untuk mendapatkan informasi yang penting maka
petugas kesehatan memerlukan komunikasi yang efektif dengan pasien, pendamping
pasien, dan seluruh tim Kesehatan yang terlibat. Informasi spesifik yang didapat akan
dapat merupakan petunjuk yang mengarah kepada perlukaan yang dialami pasien
bahkan sampai dengan diagnosis.
Komunikasi nonverbal, meliputi ekspresi wajah, bahasa tubuh, dan kontak mata, adalah
bentuk komunikasi yang kuat. Penting bagi petugas untuk menyadari bahasa tubuh
petugas dan bahasa tubuh pasie. Gerakan tubuh (gesture) , dan sikap Anda terhadap
pasien sangat penting dalam mendapatkan kepercayaan dari setiap pasien dan
keluarganya. Carilah isyarat nonverbal, seperti raut wajah dan gesture pasien, yang
menunjukkan apakah pasien merasa nyaman. Temuan ini dapat menjadi indikator kunci
dari tingkat ketidak nyamanan, rasa sakit, atau ketakutan. Perlu diingat bahwa pasien
dapat datang dengan komorbidit yang mempersulit penilaian dan dapat menunda
manajemen pasien. Kesabaran sangat penting ketika kondisi seperti tersebut
memerlukan pendekatan yang komplek.
Komunikasi terapeutik adalah keterampilan yang dikembangkan dari waktu ke waktu.
Untuk membantu mengembangkan keterampilan ini, teknik komunikasi verbal dan
nonverbal berikut ini penting untuk dipraktekan dalam keseharaian petugas :
Berbicara dengan pasien setinggi mata pasien dan pertahankan kontak mata
yang baik pada saat berbicara. Terkhusus pada pasien yang mengalami
ketakutan, sulit mendengar, atau lanjut usia.
Bicaralah dengan jelas dan perlahan. Bahkan jika pasien memiliki gangguan
pendengaran, tingkatkan volume suara anda hanya jika pasien meminta
Pertahankan posisi tubuh yang terbuka dan penuh perhatian selama
wawancara. Cobalah untuk tidak terlihat terburu-buru atau bingung.
Ekpresikan pemahaman petugas tentang apa yang dikatakan psien dengan
cara mengangguk dan memparafrasekan kata-kata pasien.
Hindari prilaku yang mengganggu konsentrasi seperti menulis saat pasien
berbicara, mengetuk-ketuk atau bermain HP dan lain lain.
Melalui bahasa nonverbal, petugas harus dapat meyakinkan pasien bahwa
keberadaan petugas adalah membantu kebutuhan pasien.
Beri tahu pasien tentang apa dan alasan apa yang akan petugas lakukan
terhadap pasien. Ketika hendak mentransfer pasien jelaskan kemana pasien
akan di tranfer dan apa yang akan pasien dapatkan Ketika tiba di tempat tujuan.
Ajukan pertanyaan dengan kata "apa", dan hindari pertanyaan dengan kata
"mengapa" dapat terdengar seperti menuduh pasien dan keluarga mereka.
Tunjukkan empati dengan membenarkan rasa sakit, kesusahan, kemarahan,
dan perasaan pasien lainnya.
Jawab pertanyaan pasien karena dapat membantu mengurangi kecemasan dan
ketakutan.
Perkuat perilaku empati dan peduli.
Hormati hak kerahasiaan pasien dengan menjaga suara petugas tetap
lembut/pelan di tempat umum atau semiprivat baik itu di prahospital atau ri
dafilitas kesehatan
Jaga martabat (kesopanan) pasien dengan mencegah sebanyak mungkin
bagian tubuh pasien terekpos selama pemeriksaan fisik. Melakukan hal
tersebut itu akan meningkatkan tingkat kepercayaan pasien pada proses
perawatan yang petugas berikan dan membuat pasien lebih bersedia untuk
berbagi informasi tentang kondisi kesehatannya
Jika Petugas mencurigai pasien dapat menjadi kasar (violance), berinteraksilah
dengan pasien dengan cara yang tenang dan lembut sambil meminta sumber
daya tambahan. Jangan mencoba menangani pasien yang memiliki tendensi
melakukan kekerasan seorang diri.
Berkomunikasi dalam situasi khusus
Penyesuaian dalam teknik komunikasi Anda atau meminta bantuan tor mungkin
diperlukan dalam situasi khusus, seperti ketika bahasa isyarat diperlukan untuk
pasien tunarungu. Sebagai aturan umum, berkomunikasi dengan pasien
menggunakan terminologi yang disesuaikan dengan pengetahuan dan
pemahaman mereka. Sebagai contoh, mungkin lebih tepat untuk bertanya
kepada pasien tentang riwayat masalah jantung daripada bertanya tentang
episode infark miokard sebelumnya.
Pendamping pasien mungkin dapat membantu komunikasi petugas dan pasien. Selain
itu, belajar bagaimana mengajukan beberapa pertanyaan dasar dalam bahasa isyarat,
dan menafsirkan jawabannya, dapat membantu petugas dalam berkomunikasi dalam
situasi seperti ini. Petugas juga dapat menggunakan alat bantu (HP atau kertas) untuk
bertukar jawaban dan pertanyaan tertulis.
Clinical Reasoning
Telah disepakati bahwa kemahiran keterampilan petugas Kesehatan saja tidak dapat
menjamin perawatan yang berkualitas. Keterampilan penalaran klinis juga penting.
Penalaran klinis melibatkan penilaian kondisi pasien yang benar, dikombinasikan
dengan pengetahuan anatomi, fisiologi, dan patofisiologi yang diperkuat dengan
pengalaman klinis untuk dapat memberikan pertanyaan terarah berkenaan dengan
keluhan pasien. Pemahaman tentang epidemiologi proses penyakit manusia sangat
penting untuk diagnosis dini, terutama ketika tanda-tanda dan gejala pasien tidak
menunjukkan penyebab yang jelas. Unsur-unsur yang berkontribusi terhadap penalaran
klinis adalah sebagai berikut :
Pemeriksaan fisik juga merupakan aspek penting dari clinical reasoning. Tenderness
temuan klinis spesifik lainnya pada lokasi lokasi anatomi tertentu dapat membantu
untuk mempertajam diagnostic banding yang dibuat oleh petugas. Setelah petugas
dapat mengidentifikasi sistem organ yang terlibat, Petugas dapat menggunakan
pengetahuan patofisiologi untuk menentukan diagnosis banding yang paling mungkin
terjadi.
Clinical reasoning bukanlah ilmu pasti. Sama seperti seorang ilmuwan, bagaimanapun,
Anda dapat menguji diagnosis banding yang telah disusun untuk menentukan apakah
diagnosis tersebut adalah benar sebagai penyebab dari keluhan penderita. Ini dicapai
melalui pemeriksaan dan pengujian lebih lanjut. Proses ini dapat mulai dari menanykan
pertanyaan yang laian atau pertanyaan lebih spesifik kepada pasien. Petugas juga
dapat melakukan pemeriksaan tambahan seperti pemeriksaan gula darah, ECG 12 lead
untuk menguji diagnosis banding yang telah dibuat sebelumnya. Informasi tambahan
digabungkan dengan pengetahuan yang ada maka diagnosis banding dapat di tegakan
atau di modifikasi.
Untuk memberikan perawatan berkualitas dan terbaik untuk pasien, setiap petugas
harus memiliki pengetahuan dasar/inti yang diperlukan sesuai ingkat pelatihannya
(Gambar 1-1). Pengetahuan ini harus ditingkatkan dengan pengalaman dan akal sehat
untuk mengembangkan keterampilan clinical reasoning yang andal. Petugas harus
dapat berpikir dan bekerja dengan cepat dan efektif di bawah tekanan ekstrem
menggunakan clinical reasoning untuk menentukan diagnosis kerja dan rencana
perawatan yang akurat berdasarkan protokol perawatan pasien atau standing order.
Clinical Decision Making
Clinical decision making atau Pengambilan keputusan klinis adalah proses di mana
keputusan tentang masalah kesehatan pasien dan intervensi/terapi yang tepat dibuat,
dipertimbangkan dan dilaksanakan untuk kesembuhan pasien. Seperti clinical
reasoning, pengambilan keputusan klinis adalah proses berkelanjutan yang terjadi pada
setiap tahap perawatan, dimulai dengan pembuatan diagnosis banding. Keduanya
membutuhkan pengetahuan anatomi, fisiologi, dan patofisiologi yang cukup;
kemampuan untuk melakukan keterampilan pemeriksaan; dan sumber daya yang
cukup untuk memanfaatkan alat diagnostik yang kompleks ke dalam berbagai keadaan
gawat darurat. Walaupun prosesnya sering tidak disadari, pendekatan pengambilan
keputusan klinis meliputi :
Pattern recognition / Pengenalan pola: proses mengenali dan mengklasifikasikan
data (pola) berdasarkan pengetahuan dan pengalaman masa lalu. petugas
membandingkan presentasi pasien dengan presentasi pasien serupa yang
pernah ditemui. Menganalisa diagnosis serupa dan strategi mana yang efektif
dan mana yang tidak, merupakan dasar yang berguna untuk membuat
keputusan klinis.
Membuat hipotesis: Ini dapat digambarkan sebagai memanfaatkan metode
ilmiah dengan memulai dengan keluhan utama pasien, dilanjutkan mencari
penjelasan penyebab yang mungkin (hipotesis), mengumpulkan dan mensintesis
informasi, dan akhirnya menerima atau menolak hipotesis.
Perkiraan probabilitas: Ini memengaruhi pemrosesan informasi yang petugas
kumpulkan selama pemeriksaan pasien. Sebagai contoh, petugas dapat
menyingkirkan penyebab infeksi tropis sebagai penyebab keluhan utama pasien
dengan demam, jika petugas dapat dengan yakin menentukan pasien tidak ada
riwayat memiliki perjalanan ke luar negeri atau melakukan kontak dengan
seseorang dengan penyakit infeksi tropis.
Diagnosis banding: Ini merupakan bagian integral dari aplikasi AMLS pathway.
petugas mulai dengan membuat diagnosis banding di awal pemeriksaan setelah
primary survey. Diagnosis banding adalah daftar penyebab potensial yang
mungkin untuk kondisi pasien, disusun secara terstruktur dengan penyebab yang
paling mungkin di di letakan pada bagian paling atas. Diagnosis banding
kemudian disempurnakan atau ditata ulang saat petugas memperoleh informasi
tambahan (dari riwayat amnanesa pasien yang lebih terperinci, pemeriksaan
fisik, dan test diagnostic). Meskipun petugas mungkin tidak dapat sepenuhnya
mengerucutkan diagnosis banding menjadi diagnosis tunggal, proses
pembuatan, revisi, dan penyempurnaan diagnosis banding sangat membantu
pengambilan keputusan klinis dan mencegah terlewatnya diagnosis potensial
yang mungkin menjadi penyebab dari keluhan pasien.
Kombinasi teknik komunikasi terapeutik yang terasah dengan baik, kemampuan untuk
pattern recognition, membuat diagnosis banding yang mungkin sebagai hipotesis,
kemampuan penilaian probabilitas diagnosis yang telah disusun, dan keterampilan
clinical reasoning yang dapat diandalkan, semua tersebut pada akhirnya
memungkinkan petugas dapat membuat keputusan klinis yang tepat, dapat mengukur
tingkat keparahan (mengancam nyawa/sakit atau tidak sakit) penyakit atau cedera
pasien dan memulai intervensi yang tepat paada waktu yang tepat. Keterampilan
pengambilan keputusan klinis seseorang menjadi semakin dapat diandalkan dengan
pengalaman yang semakin terasah sesuai waktu. Namun, proses lain dapat
mengganggu pengambilan keputusan klinis.
Cognitive Bias
Pada pembahasan sebelumnya sudah diperingatkan agar petugas menghindri tunnel
vision pada diagnosis tertentu. Tunnel vision tersebut dapat diakibatkan dari cognitive
bias yang bisa diakibatkan oleh anchoring bias, confirmation bias dan dan premature
closure (Tabel 1-1). Ilmuwan menjelaskan ada dua sistem bagi otak kita dalam
mengelola pemrosesan informasi: intuitif dan analitis.dapat mengakibatkan cognitive
bias. Sistem intuitif kita memproses informasi dengan cara cepat, menghubungkan dan
mengintegrasikan fakta, perasaan, dan pengamatan, seringkali dilakukan secara tidak
sadar, seeing kali car aini (walupun tidak selalu) mengarah pada kesimpulan yang
benar secara objektif. "Trust you gut” merupakan bentuk dari cara pengelolan informasi
melalui sistem intuitif ini, dan hasilnya bisa berupa akurasi luar biasa atau kesalahan
yang fatal.
Kebalikan nya sistem analitik memroses informasi secara lebih lambat biasanya
dilakukan secara sadar dan dan tertata dalam memproses fakta yang tersimpan.
Dalam konteks AMLS pathway, petugas menggunakan system intiutif untuk menyususn
diagnosis banding awal secara cepat dengan berbagai tingkat akurasi, selanjutnya
petugas akan menggunakan sistem analitik dimana secara sistematis akan memproses
informasi yang dikumpulkan melalui penilaian pasien dan pengujian diagnostic.
Interaksi kedua sistem ini diharapkan membawa petugas ke jalur pengambilan
keputusan yang tepat untuk perawatan pada pasien. Tindakan tergesa-gesa, didorong
oleh sistem intuitif, tanpa konfirmasi oleh sistem analitik, dapat membawa peyugas
kepada pengambilan keputusan yang tidak optimal untuk perawatan pasien. AMLS
pathway menyediakan kerangka kerja untuk pemrosesan informasi pasien yang cermat
dan sistematis, membangun wawasan yang diperoleh dari waktu ke waktu melalui
penilaian dan perawatan banyak pasien.
Secara ilmiah juga telah terbukti bahwa sistem analitik juga dapat goyah di bawah
tekanan. Menggunakan enam R dapat membantu petugas menyatukan semuanya dan
membuat penilaian yang lebih baik di bawah tekanan (kotak Rapid Recall). AMLS
pathway memberi petugas proses yang efisien untuk menerapkan penalaran dan
keterampilan pengambilan keputusan klinis sehingga petugas untuk mengelola pasien
Anda secara efektif.
Rapid Recall
6R
1 Read the scane Observasi lingkungan, potensial bahaya dan kemungkinan
mekanisme perlukaan
2 Read the patient Periksa/analisa kondisi pasien, periksa tanda-tanda vitalnya,
tatalaksana kondisi yang mengancam nyawa, cari/tentukan
keluhan utama, dan catat kesan umum pasien.
3 React Tatalaksana kondisi yang mengancam nyawa (ABC) sesuai
urutan prioritas Ketika ancaman tersebut teridentifikasi, dan
tatalaksana pasien berdasarkan cardinal presentation
4 Reevaluate Menilai kembali tanda-tanda vital, dan mempertimbangkan
kembali manajemen medis awal pasien.
5 Revise Atas dasar evaluasi ulang petugas dan tambahan data dari
management amnanesa, pemeriksaan fisik, hasil tes diagnostik, dan
respons pasien terhadap intervensi awal, revisi rencana
manajemen sesuai dengan gambaran klinis baru pasien.
6 Review Menilai mencoba mencari kekurangan dari semua proses
perfomance mulai dari awal panggilan hingga pertemuan dengan
pasien, memberi petugas kesempatan untuk merefleksikan
pengambilan keputusan klinis dan kebutuhan peningkatan
keterampilan atau kebutuhan peningkatan pengetahuan
yang lebih dalam
AMLS Pathway
Advanced Medical Life Support (AMLS) pathway adalah proses yang dapat diadalkan
untuk mengidentifikasi berbagai keadaan kegawat daruratan medis dan tatalaksana
awal yang efektif sehingga diharapkan dapat menurunkan morbiditas dan mortalitas
pasien. Penentuan diagnosis prehospital/hospital dan rencana tatalaksana yang tepat
dan cepat memerlukan kemampuan penilaian pasien yang baik.
Keberhasilan AMLS pathway tergantung pada integrasi penilaian dan intervensi BLS
dan ALS. Secara garis besar data yang didapat dari keluhan utama atau penampakan
awal pasien, amnanesa, pemeriksaan fisik, dan hasil pemeriksaan penunjang
diagnostik harus dapat diambil kesimpulan diagnosis yang menjadi penyebab masalah
medis pasien. Misalnya, jika keluhan utama adalah nyeri punggung bawah, petugas
harus menindak lanjuti dengan mengejar pertanyaam/pemeriksaan yang relevan yang
dapat dengan keluhan utama tersebut seperti :
Apakah pasien pernah mengalami cedera baru baru ini?
Apakah pasien mengalami kelemahan atau mati rasa di ekstremitas atau
selangkangan?
Apakah pasien mengalami gangguan pada saluran cerna atau saluran
kemih?
Apakah pasien mengalami demam?
Apakah ada penjalaran rasa sakit
Faktor apa yang membuatnya keluhan menjadi lebih baik atau lebih
buruk?
Apakah rasa sakitnya konstan atau hilang timbul?
Pernahkah pasien mengalami gejala seperti ini sebelumnya?
Ada atau tidak adanya tanda-tanda dan gejala yang terkait dengan keluhan utama atau
penampakan awal pasien, sama pentingnya. Informasi yang diperoleh dari jawaban
pasien akan membantu petugas mengurutkan kemungkinan diagnosis banding paling
kuat sampai lemah dengan menggunakan keterampilan pengambilan keputusan klinis.
Ketika petugas melihat kondisi serupa berulang kali, maka ketika petugas mendapati
kasus baru yang serupa , mereka dapat segera mengidentifikasi kesamaan dengan
kasus lampu berdasarkan pengalaman. Amnanesa, pemeriksaan fisik untuk
mendapatkan tada dan gejala, membuat diagnosis banding, dan ingatan akan
penanganan kasus serupa dimana telah di diagnosis dan tatalaksana dengan tepat
merupakan dasar untuk evaluasi pasien yang baru ditangani. Pengetahuan petugas
tentang patofisiologi dan pengetahuan yang diperoleh dari pengalaman perawatan
pasien meningkatkan efektivitas pengambilan keputusan klinis saat ini.
Ketika petuugas berbicara dengan pasien untuk mendapatkan riwayat penyakit dan
melakukan pemeriksaan fisik, petugas juga dituntut mencari kondisi kritis yang
mengancam nyawa dan tidak mengancam jiwa yang harus ditatalaksana segere sesuai
protokol dan pedoman medis yang berlaku. Petugas juga harus mendapatkan kesan
umum terhadap kondisi pasien (sick/not sick). Tidak lupa semua temuan harus
didokumentasikan secara lengkap dan dikomunikasikan dengan jelas ke fasilitas
Kesehatan yang akan dituju.
AMLS pathway mendukung manajemen pasien berbasis penilaian. AMLS pathway
bukan keterampilan berdasarkan hafalan. Sebaliknya, AMLS pathway mengakui
bahwa meskipun semua komponen proses penilaian (Gambar 1-2) penting untuk
perawatan pasien, mereka dinilai/dilakukan berdasarkan presentasi unik pasien.
Misalnya, jika petugas memiliki indeks kecurigaan yang tinggi bahwa pasien mengalami
cedera yang mengancam nyawa, pemeriksaan fisik yang dilakukan secara cepat
mungkin merupakan prioritas yang lebih tinggi daripada mendapatkan riwayat medis
masa lalu. Namun, Riwayat medis juga tidak dihilangkan; amnanesa riwayat medis
hanya diberikan prioritas yang lebih rendah selama proses penilaian. Hal yang
berkebalikan juga dapat dilakukan pada kondisi yang lain. Dengan pasien yang sakit
akan tetapi tidak mengancam nyawa, mungkin lebih tepat untuk mempertoleh riwayat
penyakit pasien saat ini dan riwayat medis masa lalu dilanjutkan melakukan
pemeriksaan fisik dalam perjalanan ke fasilitas penerima. Pemeriksaan fisik dan riwayat
medis sekarang dan masa lalu bukanlah entitas yang terpisah. Mereka biasanya
dievaluasi bersama-sama.
AMLS Pathway
Observasi Awal
Situasi/Lingkungan Pasien
Keamanan cardinal presentasi/keluhan utama
Petunjuk lingkungan/situasi Primary survey
Impresi Awal
Identifikasi keadaan mengancam nyawa dan tatalaksana segera
sick/non sick ?
Susun diagnosis banding
Pemeriksaan mendetail
Amnanesa Secondary Survey Diagnostik
SAMPLER Vital Sign ECG, GD Stik
PQRST Pemeriksaan fisik menyeluruh/terfokus SpO2, ECTO2
Tatalaksana lanjutan
Eveluasi ulang
perbaiki diagnosis banding Disposisi Pasien
Modifikasi tatalaksana
Selama survei sekunder, petugas harus melakukan pendekatan yang dinamis dan
fleksibel dalam penilaian/pemeriksaan pasien. Prosesnya harus sistematis, tetapi harus
tetap dinamis dan mudah beradaptasi untuk mengkonfirmasi atau menghilangkan atau
menambahkan diagnosis banding karena lebih banyak temuan didapat dan perlu juga
mengamati respons terapi yang sudah diberikan untuk dijadikan data untuk evaluasi
diagnosis dan terapi.
Meskipun AMLS pathway mendukung fleksibilitas dalam menentukan kapan harus
mendapatkan rincian spesifik dari riwayat pasien dan pemeriksaan fisik, satu prinsip
penting adalah observasi awal di tempat kejadian harus dilakukan untuk memastikan
tempat kejadian aman sebelum survei primer dilakukan sehingga setiap keadaan
darurat medis yang mengancam jiwa dapat diidentifikasi dan dikelola tanpa penundaan.
Pembahasan AMLS pathway (algoritma Gambar 1-2) dibahas lebih mendetail pada
bahasan dibawah ini.
Observasi Awal