Anda di halaman 1dari 6

Komunikasi Kesehatan pada Situasi Khusus

A. Pasien Marah

Pasien marah, Menurut Javad Hekmat-panah (2013), kondisi dimana pasien atau
keluarga dari pasien telah disampaikan mengenai berita buruk. Kemarahan pasien
juga dapat terjadi ketika pasien salah tafsir tentang pelayanan yang telah diberikan.
Lalu, terkadang pasien marah atau pura-pura “marah” hanya untuk memanipulasi
sistem. Farrel and Gray (1992) mengusulkan model agresi tiga tahap, yaitu:

1. Reflect – ini mencakup penggunaan pendekatan secara therapeutic dan non-


therapeutic.
2. Relate – melibatkan kombinasi dari kemampuan interpersonal, terutama ketika
menghadapi situasi sulit dan terkadang interfensi secara fisik seperti perlawanan.
3. Review – tahap terakhir ini meliputi peninjauan hasil akhir yang akan berguna
dimasa yang akan datang.
Seperti yang kita ketahui pasien marah akan jauh lebih sensitif dengan pasien
pada umunya, maka dari itu kita harus memperhatikan apa saja sikap yang kita harus
lakukan saat menghadapi pasien marah, seperti :
1. Ketahui masalah dan berikan empati yang cukup untuk pasien
2. Tetap tenang dalam segala kondisi.
3. Buat Pasien merasa bahwa mereka memiliki pilihan
4. Jika tidak ada ancaman, tetaplah bersama pasien/keluarga pasien dalam
menangani masalah .
5. Jika ada ancaman, lebih baik kita meninggalkan pasien tersebut dan mencari
bantuan dan pertolongan.

Kemudian sikap-sikap apa saja yang dapat kita hindari atau sebaiknya tidak kita
lakukan adalah :
1. Tidak memotong pembicaraan dan tidak mengintimidasi pasien maupun keluarga
pasien.
2. Memberikan kesepatakan yang tidak dapat ditepati.
3. Tidak berbicara dengan nada bicara yang tinggi dan agresif karena dapat
menimbulkan rasa terancam dari pasien.
4. Tidak terlibat atau mengkaitkan masalah pasien dengan emosional pribadi.
Setelah mengetahui sikap apa saja yang dapat kita lakukan dan tidak lakukan saat
berinteraksi dengan pasien marah, kita juga harus mengetahui tanda-tanda yang biasa
mereka lakukan dari pasien marah ,yaitu:
1. Mereka suka merasa diacuhkan, tidak dihormati, dan diperlakukan dengan
berbeda dan pasien mengekspresiknnya dengan marah.
2. Pasien marah juga terkadang ada yang berpura-pura marah untuk meminta
unwarranted certificate atau pengobatan yang seharusnsya tidak didapatkan oleh
pasien tersebut.
B. Pasien Geriatri

Geriatri adalah cabang disiplin ilmu kedokteran yang mempelajari aspek


kesehatan dan kedokteran termasuk pelayanan kesehatan pada warga lanjut usia
dengan mengkaji semua aspek kesehatan berupa promosi, pencegahan, diagnosis,
pengobatan, dan rehabilitasi. Sedangkan , Pasien Geriatri itu sendiri adalah pasien
lanjut usia dengan multi penyakit dan/atau gangguan akibat penurunan fungsi organ,
psikologi, sosial, ekonomi dan lingkungan yang membutuhkan pelayanan kesehatan
secara terpadu. Melakukan komunikasi kesehatan dengan pasien geriatrik tentu
memiliki etika atau sikap yang bisa diterapkan agar terjalinnya komunikasi yang
selaras , yaitu :

1. Asertif adalah sikap yang dapat menerima, mendengarkan, dan peduli terhadap apa
yang diungkapkan oleh pasien geriatri. Pasien geriatri atau lanjut usia pada umumnya
akan kembali seperti anak kecil yang cenderung manja dan ingin selalu diperhatikan.
Dengan sikap arsetif kita dapat memberikan empati dan mendengarkan keluh kesah
sang pasien tanpa memberlakukannya seperti anak kecil.
2. Responsif adalah selalu menanggapi apa yang terjadi pada pasien. Untuk menerapkan
sikap responsif kepada pasien geriatri itu seperti, selalu tanggap dan juga selalu
berusaha untuk aktif bertanya kepada pasien geriatri mengenai perubahan kondisi
pasien tersebut ,karena pasien geriatri biasanya cenderung pasif.
3. Fokus adalah sikap dimana seseorang tetap konsisten dalam penyampaian informasi
kepada pasien geriatri. Pasien geriatri umumnya akan menyampaikan pernyataan yang
tidak sesuai bagi petugas kesehatan. Oleh karena itu, sebaiknya kita memberikan
informasi mengenai maksud dan tujuan dari pembicaraan.
4. Suportif adalah sifat yang dibutuhkan dalam menghadapi pasien geriatri yang merasa
gelisah akan kondisi yang dialaminya. Di saat gelisah pasien geriatri butuh dukungan
agar bisa kembali tenang dan memiliki semangat hidup.
5. Kesabaran dan keikhlasan adalah sikap utama yang harus dimiliki pelayan kesehatan
dalam menghadapi pasien geriatri. Seperti yang kita tau pasien lanjut usia akan butuh
banyak pertolongan untuk melakukan aktivitas dalam kesehariannya, kita harus bisa
bersabar dan ikhlas saat membantu pasien tersebut, sebaiknya kita tidak
menjadikannya beban dan juga tidak merasa direpotkan.
Dari sikap yang dapat diterapkan untuk pasien geriatri, kita jadi mengetahui
gambaran apa saja sikap yang perlu kita hindari saat mencoba berkomunikasi dengan
pasien tersebut, yaitu seperti :
1. Kemarahan adalah sesuatu hal yang wajar, namun sebaiknya kita hindari disaat
berinteraksi dengan pasien geriatri. Pasien geriatric cenderung akan merasa tidak
berguna dan kehilangan semangat hidup ketika mendapat tekanan dari luar seperti
kemarahan.
2. Meremehkan. Sikap meremehkan harus sangat dihindari bukan hanya kepada pasien
geriatri, tetapi juga pada pasien lainnya. Karena pada dasarnya kita sebagai manusia
ingin merasa dihargai oleh manusia lainnya.
3. Berbicara dengan pasien dengan jarak yang jauh. Petugas kesehatan harus selalu
berusaha semangat meskipun dalam keadaan lelah. Kita sebagai petugas kesehatan
harus lebih mendekati pasien .Meskipun pasien dalam keadaan parah, petugas
kesehatan sebaiknya tidak menunjukan rasa jijik terhadap pasien.
Dari segi kondisi sang pasien geriatri, kita dapat mengetahui apa saja tantanganatau
ha mbatan saat berinteraksi dengan pasien geriatri :

1. Sikap resistensi pasien, sikap ini merupakan sikap dimana pasien tidak bersedia
melakukan suatu perubahan seperti menjalani pengobatan atau operasi untuk
menangani penyakit yang dideritanya . Dalam hal ini, sangat dibutuhkannya
dukungan dan komunikasi yang baik antara petugas kesehatan dengan pasien
2. Masalah pendengaran yang terganggu. Cara berkomunikasi yang dapat dilakukan
yaitu berbicara kepada pasien dengan suara yang jelas, pelan, dan bervolume normal,
tataplah pasien untuk memastikan bahwa pasien dapat menyimak gerakan bibir, dan
gunakan isyarat tubuh. Untuk memastikan jika pasien dapat menangkap informasi
yang ingin disampaikan, sebaiknya kita meminta pasien untuk mengulangi informasi
yang telah disampaikan dengan perlahan. Karena, jika kita hanya mendengar kata
“Ya” atau “Tidak” dikhawatirkan maksud yang pasien tangkap berbeda.
3. Penglihatan yang sudah menurun. Untuk mengatasinya kita dapat mengakali dengan
menggunakan objek-objek yang berwarna kontras dan saat memperlihatkan tulisan,
gunakan tulisan yang memiki ukuran dan bentuk yang jelas. Selain itu, kita juga harus
mengatur jarak dengan pasien , pastikan jangan terlalu jauh .

Dalam bekomunikasi dengan pasien lansia, terdapat beberapa tahapan yang dapat kita
lakukan , yaitu :
1. Tahap prainteraksi atau persiapan. Pada tahap ini belum adanya interaksi ,sebaiknya
sebelum memulai untuk berinteraksi, dokter atau tenaga medis lainnya sudah
mengetahui nama, umur, jenis kelamin, dan keluhan pasien.
2. Tahap perkenalan, pada tahap ini mulai memasuki perkenalan antara pasien lansia
dengan tenaga medis seperti membicarakan pengalaman yang baik dan tidak terlalu
privasi agar terjalinnya koneksi yang baik.
3. Tahapan kerja, pada tahap ini terjadi pengenalan lebih lanjut dengan komunikasi yang
baik akan menciptakan ketenangan pada pasien sehingga pengobatan dapat berjalan
lancar.
4. Tahap terminasi, antara pasien dengan tenaga medis sudah memiliki keakraban dan
ikatan yang sangat dekat seperti keluarga.

C. Paien Pasif atau Depresif

Pasien pasif merupakan pasien yang sulit berkomunikasi dengan petugas kesehatan,
pasien akan memiliki keterbatasan atau kesengganan dalam berkomunikasi dengan
petugas kesehatan atau mungkin pasien yang pasif juga menolak di saat pengambilan
tindakan, seperti mengikuti program pengobatan. Pasien pasif juga dapat disebabkan oleh
depresi. Depresi itu sendiri merupakan salah satu masalah kesehatan mental utama saat ini,
yang merupakan gangguan emosi. Dalam kondisi atau situasi ini, mungkin ada banyak
alasan mengapa pasien tidak komunikatif ,diantaranya seperti :
 Sangat pemalu dan pendiam
 Malu akan suatu aspek pada masalahnya
 Merasa sedih dan depresi
 Mengalami pengalaman yang cukup menyakitkan
 Menderita fisk atau gangguan kognitif yang berefek pada pemahaman pasien
 Hanya menginginkan untuk menghalangi jalannya konsultasi
 Mencoba untuk melindungi dirinya dari perasaan stress dan tenggelam oleh
pikiran akan kondisi pasien
Setelah mengetahui pengertian dan penyebab dari pasien pasif, kita sebagai petugas
kesehatan harus mengetahui sikap apa yang sesuai saat menangani pasien pasif atau
depresif. Lloyd dan Bor (1996) merekomendasi atau menyarankan beberapa hal atau
sikap yang kita dapat gunakan saat mencoba untuk berinteraksi dengan pasien yang tidak
komunikatif, seperti :

 Mempersiapkan waktu yang lebih lama untuk berkonsultasi dengan pasien


 Amati perilaku pasien secara hati-hati, khususnya pada perilaku yang non verbal
 Tunjukan atau berikan empati kepada pasien, dengan menggunakan bahasa tubuh
 Jangan menunjukan sikap frustasi atau marah terhadap pasien
 Berikan penjelasan yang jelas tujuan dari diadakannya sebuah wawancara dan
informasi yang ingin didapatkan
 Gunakan bahasa fasilitasi, dan tutup pertanyaan jika dibutuhkan

Menurut Sheldon (2019) Contoh dan cara berkomunikasi dengan pasien depresi dapat
dilakukan dengan memperhatikan beberapa hal, diantaranya :

 Berikan perhatian. Tunjukan pemahaman, kepedulian, dan menerima segala perilaku


yang ditunjukan oleh pasien seperti menangis, dan marah.
 Mendukung aktivitas pasien, usahakan agar pasien melakukan aktivitas aktivitas
sederjana seperti melipat pakaian.
 Menganggap serius setiap pernyataan dan ide pasien yang menunjukan keinginan
untuk bunuh diri, kemudian rujuklah pasien kepada professional yang sesuai sebagai
penanganan.
 Pasien jangan dibiarkan untuk membuat keputusan besar sendiri
 Mulailah percakapan dengan “Anda terlihat tidak senang” atau semacamnya.

Seperti halnya Lloyd, Bor dan Sheldon , terkemuka lain seperti Duxbury (2000)
menyarankan beberapa sikap yang mungkin kita dapat ambil atau kita lakukan sebagai
petugas kesehan dalam berinteraksi dengan pasien pasif atau depresif, yaitu :
1. Prescriptive : profesional kesehatan atau petugas kesehatan mungkin butuh
memberikan tindakan langsung, khususnya pada tahap awal, dan bahkan terkadang
melakukannya langsung demi kepentingan pasien tersebut
2. Cathartic : hal ini mungkin penting untuk membantu pasien mengekspresikan
perasaan dan emosinya yang memengaruhi tindakan atau perilakunya tersebut
sehingga pasien dapat diatasi secara langsung
3. Catalytic : tujuannya di sini untuk mengembalikan kesejahteraan dengan
memfasilitasi perubahan perilaku dan gaya hidup dengan membantu pasien
mengembangkan dan menggunakan kemampuan baru dan untuk meningkatkan
kepercayaan diri pasien.
Dengan mengetahui beberapa sikap yang disarankan beberapa pendapat terkemuka,
kita dapat memahami sikap apa saja yang sebaiknya tidak kita lakukan saat mencoba
berinteraksi dengan pasien pasif atau depresif, yaitu

 Tidak menunjukan sikap marah atau tindakan yang menunjukan ketidaksabaran kita
terhadap perilaku pasien
 Memaksa pasien untuk memberikan secara langsung informasi yang sifatnya sangat
personal
 Tidak memberikan empati atau kepedulian yang cukup bagi pasien

D. Kesimpulan
Jadi kesimpulannya petugas kesehatan harus mengetahui etika atau bersikap saat
berinteraksi dengan pasien . Karena, pasien yang ditangani pasti memiliki kondisi yang
berbeda-beda dari segi penyakit yang sedang dialami, pengalaman-pengalaman masa lalu
yang berefek sampai sekarang, serta kondisi keluarga dari sang pasien. Ketika kita
mempukul rata semua pasien, dikhawatirkan tidak terjalinnya komunikasi yang baik, akan
adanya miscommunication antara pasien dengan petugas kesehatan. Jadi, kita sebagai
petugas kesehatan harus tau betul dengan siapa kita bicara, apa tujuan dari komunikasi
tersebut, dan bagaimana cara penyampaiannya.
E. Daftar Pustaka

 Ayuningtyas F dkk. Komunikasi terepeutik pada lansia di graha werdha aussi Kusuma
lestari, depok. Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jakarta [Internet]. 2017
Des [cited 2019 Sep 10];10(2):201-15. Available from:
https://ejournal.unisba.ac.id/index.php/mediator/article/view/2911/0
 Berry D. Health communication theory and practice. New York: Two Penn Plaza;
2007
 Berry, Dianne.2007.Health Communication Theory and Practice.New York : Library
of Congress Cataloging.
 Berry, Diane. 2007. Health Communication Theory and practice. Berkshire: Open
University Press
 BPS. Statistik Penduduk Lanjut Usia 2018 [Internet].2018 Des 21 [cited 2019
Sep10].Available from:https://www.bps.go.id/publication/download.html?
nrbvfeve=ZWFkYmFiNjUwN2MwNjI5NGI3NGFkZjcx&xzmn=aHR0cHM6Ly93d3
cuYnBzLmdvLmlkL3B1YmxpY2F0aW9uLzIwMTgvMTIvMjEvZWFkYmFiNjUw
N2MwNjI5NGI3NGFkZjcxL3N0YXRpc3Rpay1wZW5kdWR1ay1sYW5qdXQtdXN
pYS0yMDE4Lmh0bWw
%3D&twoadfnoarfeauf=MjAxOS0wOS0xMSAwNToxMzozMg%3D%3D
 Fanani, Achmad, dan Trikaloka Putri.2013.Komunikasi Kesehatan.Yogyakarta :
Merkid Press Yogyakarta.
 Hekmat-panah, Javad. 2013. Communication With and on Behalf of Patients. North
Carleston: CreateSpace Independent Publishing Platform.
 HUMASPMK. Jumlah Penduduk Indonesia Terbesar Ke Empat Dunia Setelah China,
India Dan Amerika [Internet]. Jakarta: Kementerian Koordinator Bidang
Pembangunan Manusia dan Kebudayaan; 2015 Sep 21; cited 2019 Sep 10. Available
from: http://kemenkopmk.go.id/artikel/jumlah-penduduk-indonesia-terbesar-ke-
empat-dunia-setelah-china-india-dan-amerika
 Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 47 PMK No. 79 ttg Penyelenggaraan
Pelayanan Geriatri di RS [Internet].2014 [cited 2019 Sep 10]. Available from:
http://bprs.kemkes.go.id/v1/uploads/pdffiles/peraturan/47%20PMK%20No.
%2079%20ttg%20Penyelenggaraan%20Pelayanan%20Geriatri%20di%20RS.pdf
 Lloyd, M. and Bor, R. (1996). Communication Skills for Medicine. Edinburgh:
Churchill Livingstone.
 Lumongga, Namora.2009.Depresi Tinjauan Psikologis.Jakarta : Kencana.
 Mundakir. Buku Ajar Komunikasi Pelayanan Kesehatan.Yogyakarta: Indomedia
Pustaka Penerbit & Distributor; 2016 April
 Rahmadiana, Metta. 2012. Komunikasi Kesehatan : Sebuah Tinjauan. Jurnal
Psikogenesis. Vol. 1, No. 1/ Desember 2012
 Renata S. Health Communication: Theory to Practice. USA : Jossey-bass. 2007
 Rosenbaum, 2000. Counseling Skill for Health Professional 4th Edition. Nelson
Thornes Ltd.

Anda mungkin juga menyukai