Anda di halaman 1dari 10

Materi

INTI 2 Konseling Perubahan Perilaku

DESKRIPSI SINGKAT

Konseling Adherence pada Odha menggunakan strategi komunikasi


perubahan perilaku untuk mendukung pasien melakukan perubahan
dalam pola aktifitas hariannya yang akan berkaitan dengan minum
obat dalam dalam hal ini penekanan pada konsistensi adherence
terapi ARV yang harus dijalankan seumur hidup .

Materi ini akan mempelajari tentang bagaimana seorang petugas


harus mampu melakukan penilaian penerimaan pasien akan status
HIV nya, tahapan perubahan perilaku dan melakukan wawancara
motivasional sehingga proses konseling dapat berjalan dan berfokus
pada kebutuhan pasien (patient center)

URAIAN MATERI
Pokok Bahasan 1: Penilai penerimaan pasien terhadap status HIV (Kubler-
Ross)

Perubahan perilaku yang harus diperhatikan dalamkasus-HIV adalah


“reaksi terhadap penyakit yang tidak dapat disembuhkan”.Teori yang
terkenal dibuat oleh Elizabeth Kubler-Roos yaitu : shock – denial – anger
– bargaining– depression – acceptance.

a. Tahapan penyesuaian seseorang terhadap suatu stresor:


1) Stadium1. Goncangan dan Penyangkalan (Shock- Denial).Saat
dikatakan bahwa mereka mengidap HIV, pasien akan mengalamai
goncangan emosi. Pasien mungkin tampak bingung pada awalnya
dan selanjutnya menolak untuk mempercayai diagnosis atau
menyangkal bahwa semuanya itu adalah salah. Dalam kasus seperti
ini petugas harus berkomunikasi dengan pasien dan keluarga pasien
tentang informasi dasar mengenai penyakit, prognosis (ramalan
kondisi perjalanan penyakit) dan pilihan
5
pengobatan. Konseling dilakukan secara langsung dengan tetap
menghormati pasien atau keluarganya.
2) Stadium 2 - Kemarahan (Anger). Pasien menjadi frustrasi, mudah
tersinggung dan marah karena mereka sakit. Suatu respon yang
sering adalah, "Mengapa saya?" Mereka mungkin menjadi marah
kepada Tuhan,teman atau anggota keluarga bahkan sangat mungkin
menyalahkan dirinya sendiri.Kemarahan dapat dialihkan kepada
keluarga dan petugas. Pasien dalam stadium kemarahan sulit untuk
diobati. Mungkin seorang petugas mempunyai kesulitan untuk
memahami bahwa kemarahan tersebut merupakan reaksi
emosional yang dapat diperkirakan. Petugas yang benar-benar
menjadi sasaran kemarahan dapat menarik diri dari pasien atau
memindahkan pasien ke petugas lain.

Respon yang empatik dapat membantu menghilangkan kemarahan


pasien dan dapat membantu memusatkan kembali pada perasaan
yang ada (seperti rasa sedih, ketakutan dan kesepian) yang
mendasari kemarahan tersebut. Petugas harus mengenali bahwa
kemarahan dapat mencerminkan keinginan pasien untuk
dikendalikan karena mereka merasa benar-benar di luar kendali.

3) Stadium 3 - Perundingan (Bargaining). Pasien mungkin berusaha


untuk berunding dengan keluarga, teman atau bahkan dengan
Tuhan.Sebagai balasan kesembuhan, mereka akan memenuhi satu
atau banyak janji yang dibuatnya seperti memberikan derma dan
beribadah dengan teratur.
Aspek lain dari perundingan adalah pasien percaya bahwa dengan
ia menjadi baik (patuh, tidak bertanya-tanya, bergembira) maka
petugas dan keluarga akan menjadi lebih baik terhadapnya.
4) Stadium 4-Depresi (Depression). Di dalam stadium keempat, pasien
menunjukkan tanda klinis depresi - penarikan diri, gerakan
melambat, gangguan tidur, putus asa dan kemungkinan ide bunuh

6
diri. Depresi mungkin merupakan reaksi terhadap efek penyakit
pada kehidupan mereka (seperti kehilangan pekerjaan, kesulitan
ekonomi, tidak berdaya, tidak mempunyai harapan dan isolasi dari
teman dan keluarga). Jika gangguan depresi berat dan ide bunuh
diri timbul, pengobatan dengan obat antidepresan perlu diberikan
atau dirujuk ke ahlinya. Semua orang merasakan suatu derajat
kesedihan saat menunggu kematiannya sendiri dan kesedihan yang
normal tidak memerlukan intervensi obat.Tetapi gangguan depresi
berat dan ide bunuh diri yang aktif dapat diturunkan derajatnya
dan tidak boleh dianggap sebagai suatu reaksi normal terhadap
ancaman kematian. Seseorang yang menderita akibat gangguan
depresi berat mungkin tidak mampu mempertahankan harapan.
Harapan dapat mempertinggi martabat dan kualitas hidup pasien.
5) Stadium 5 - Penerimaan (Acceptance). Pasien menyadari bahwa
kematian tidak dapat dihindari dan mereka menerima bahwa
kematian dialami semua orang. Perasaan mereka dapat terentang
dari suatu suasana hati yang netral sampai suasana hati gembira. Di
dalam situasi yang ideal, pasien menguasai perasaan mereka
mengenai kematian yang tidak dapat dihindari dan mampu untuk
berbicara tentang kematian pada orang yang tidak mengetahuinya.
Orang yang mempunyai kepercayaan agama yang kuat dan yakin
akan kehidupan setelah kematian dapat menemukan ketenangan
dalam kepercayaan rohani mereka, tidak merasa takut pada
kematian.

Pada konseling adherence, petugas/petugas harus paham dan


dapat menilai ada ditahapan mana pasien dalam menerima status
HIV nya sehingga pasien mampu secara mandiri memahami dan
menjalankan pentingnya terapi ARV dalam sepanjang perjalanan
hidupnya dimulai dengan diagnosis HIV bagi dirinya disampaikan.
Sehingga konsistensi dalam menjalankan terapi ARV dapat
terlaksana.

7
Pokok Bahasan 2: Penilaian Tahapan perubahan Perilaku (de
clemete) Tahapan Perubahan Perilaku
1. Perubahan perilaku adalah sebuah proses yang bertahap.
Memahami tahapan membantu penguatan proses konseling.
Penting diketahui bahwa tidak ada perubahan yang mutlak, sesuai
yang diperkirakan.
2. Seorang pasien dapat berubah-ubah tahapannya naik atau turun,
sampai pada suatu saat pasien dapat berhasil mengubah perilaku.
3. Tahapan ini adalah alat petugas untuk menilai sampai tahapan di
mana pasien berubah perilakunya.
4. Tahapan perubahan perilaku menurut The Centres for Disease
Control HIV Preventionand Couselling Guidelines of 1993 dan
dipadukan dengan teori spiral perubahan perilaku Prochaska De
Clemente, dkk 1994 adalah sebagai berikut:
a. Pengetahuan terkait dengan pra kontemplasi
b. Bermakna bagi diri sendiri terkait dengan kontemplasi
c. Menimbang untung rugi terkait dengan persiapan
d. Membangun kapasitas diri terkait dengan persiapan
e. Ujicoba dan percobaan penerapan terkait dengan tindakan
f. Perubahan perilaku terkait dengan rumatan.

8
Sumber : Prochaska, 1992

Sumber : Ali, R & Marsden, J., 2007

Keterangan gambar:
1. Pra-perenungan. Pada tahap pra kontemplasi, pasien belum
memiliki pengetahuan tentang perilaku mereka. Petugas perlu
menumbuhkan kesadaran diri pasien agar memahami risiko akibat
perilakunya, meskipun saat itu mereka belum mau mengubah
perilakunya. Gunakan pertanyaan terbuka untuk penilaian. pasien
belum menyadari adanya akibat dari perbuatannya. Belum
berkeinginan atau belum berminat untuk berubah.

2. Perenungan. Pada tahap kontemplasi ini pasien menyadari


informasi dan makna bagi dirinya berkaitan dengan perilaku yang
rentan pada dirinya.
9
3. Persiapan.
Pada tahap pasien perlu melakukan persiapan dua langkah.

Petugas perlu menilai keputusan pasien untuk berubah. Mulailah


terlebih dahulu dengan menanyakan apa saja keuntungan bila akan
mengubah perilaku saat ini, kemudian dengan menanyakan apa
kerugiannya. Lanjutkan dengan menanyakan apa keuntungannya
bila tidak akan mengubah perilaku saat ini, kemudian lanjutkan
dengan menanyakan apa kerugiannya.

4. Action/ Tindakan.
Dalam tahap tindakan ini, pasien mencoba menerapkan langkah
perubahan perilaku ke depan. Strategi konseling dalam masa uji
coba tersebut antara lain:
a. Merencanakan cara menghadapi hambatan yang mungkin akan
dihadapi pasien.
b. Membuat kerangka ulang jika terdapat kegagalan yang dialami
pasien.
c. Pasien/petugas/petugas harus ingat bahwa model perubahan
perilaku ada kemungkinan berkali-kali untuk mengalami
kegagalan.

Meskipun pelaksanaan uji coba tidak selalu berhasil namun


sekecil apapun perubahan perilaku dapat dipertimbangkan
sebagai keberhasilan dan yang harus didukung oleh petugas/
petugas.

5. Rumatan/ Memelihara.
Memelihara/ mempertahankan perubahan perilaku merupakan
tahap rumatan yang aman sepanjang waktu secara alamiah dan
berkesinambungan. Diharapkan perubahan perilaku dapat berubah

10
seiring dengan perubahan kehidupan seseorang. Dalam tahap
rumatan pasien mencapai sasaran misalnya bekerja keras untuk
tetap mempertahankannya,. Pasien melatih diri dengan cara
mempertahankan keberlanjutannya. Bila pasien mengalami
'slipe‘ dalam adherence pasien lupa minum obat satu atau dua kali
sedangkan ‘relapse’ dalam konteks kepatuhan minm obat drop out
minum ARV tanpa alasan. Pasien tidak panik karena pasien yakin ia
sudah dibekali keterampilan untuk mengatasi diri. Pasien akan
segera mengubah diri dengan mengakui kesalahannya dan
mengambil langkah perbaikan.

Pokok Bahasan 3 : Alat bantu konseling perubahan Perilaku

Alat bantu berupa Instrument “penggaris kesiapan” dalam konseling


perubahan perilaku sangat di perlukan, sehingga petugas dapat menilai
seberapa besar keberhasilan dari perubahan perilaku Odha dalam
kesiapan untuk selalu adherence sepanjang hidup.

Alat ukur yang digunakan dengan cara membuat satu garis Panjang dengan
angka 1 sampai dengan 10 dengan garis tengah 5 dan 6 sebagai angka
pertengahan kepada tidak siap dan siap dan realistik pasien dalam memilih
angka kesiapan

 Seberapa penting perubahan pola hidup anda untuk Kesehatan


anda
 Seberapa yakin anda mampu berubah
 Seberapa realistik anda mampu Kembali kekebiasaan lama anda
setelah menjalani perubahan untuk Kesehatan anda
RANGKUMAN
Konseling perubahan perilaku dalam adherence sangat penting, karena
hal ini akan mempengaruhi efektefitas pengobatan ARV pada Odha
dan akan menghindarkan Odha dari resistensi ARV menjadikan hidup
Odha lebih berkualitas. Pengetahuan pasien akan obat ARV yang
diminum nya serta dukungan yang adekuat akan memberikan kemampuan
dan kemandirian pasien dalam menjalankan terapi ARV

11
DAFTAR PUSTAKA

1. American Psychiatric Association.1994. Diagnostic and statistical


manual of mental disorders. 4 th..ed. Washington D.C:
Author.175-191;175-272.
2. Departemen Kesehatan R.I. Direktorat Jenderal Pelayanan
Medik.1993.Pedoman Penggolongan dan Diagnosis
Gangguan Jiwa di Indonesia III (PPDGJ III).
3. Groth-Marnat, Gerry, 2003. Handbook of Psychological
Assesment. New York: Van Nostrand Reinhold Company. Inc.
638.
4. Meier, S.T. & Davis, S. R. 2001. 4th.ed. The Elements of
Counseling. United Kingdom: Brooks/Cole. Thomson Learning.
.:58-59).
5. Ivey, A.E.; Ivey, M.B.; Smeke-Morgan, L.1997.Counseling and
Psychotherapy. A Multicultural Perseptive. Boston: Allyn &
Bacon.50-88;380-403.

12

Anda mungkin juga menyukai