Anda di halaman 1dari 25

TUGAS MAKALAH ONKOLOGI

Oleh

NAMA : RAHMI YULITA


NIM : 2020243084

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS PERINIS INDONESIA
PADANG
2022
KOMUNIKASI PADA PASIEN TERMINAL/ PALIATIF
Oleh: RAHMI YULITA

1. Konsep Komunikasi Pada Pasien Paliatif


Perawat memerlukan metode ilmiah dalam melakukan proses terapeutik yaitu
proses keperawatan. Proses keperawatan dianggap metode yang tepat untuk
menjelaskan esensi keperawatan, basis ilmiah, teknologi, dan asumsi humanis yang
mendorong pemikiran kritis dan kreativitas dan izin memecahkan masalah dalam
praktek profesional. Proses keperawatan adalah metode yang diterima secara luas dan
telah disarankan sebagai metode ilmiah untuk prosedur membimbing dan memenuhi
syarat perawatan. Baru-baru ini, proses keperawatan telah didefinisikan sebagai suatu
cara yang sistematis dan dinamis untuk memberikan asuhan keperawatan yang
beroperasi melalui lima langkah yang saling terkait: pengkajian, diagnosis,
perencanaan, implementasi, dan evaluasi (Hagos, dkk, 2014).
Komunikasi merupakan suatu yang sangat penting dalam pelaksanaan asuhan
keperawatan. Perawat tidak dapat melakukan proses keperawatan dengan baik bila tidak
terjalin komunikasi yang baik antara perawat dengan klien, perawat dengan keluarga
atau orang yang berpengaruh bagi klien, dan perawat dengan tenaga kesehatan lainnya.
Komunikasi yang efektif adalah keterampilan inti untuk semua profesional kesehatan
dan staf keperawatan khususnya karena perawat menghabiskan lebih banyak waktu
dengan pasien dan keluarga daripada kesehatan lainnya profesional (Bramhall, 2014).
Mengembangkan hubungan baik adalah yang tidak terpisahkan untuk
mempromosikan perawatan klien yang baik. Mendukung hubungan dengan klien dan
perawat tumbuh dari kontak dengan hangat, tulus dan penuh perhatian profesional
kesehatan. Ketika perawat berkomunikasi secara efektif dengan hangat, mendengarkan
aktif dan menunjukkan kasih sayang, mungkin klien akan lebih terbuka untuk
melaporkan pengalaman ataupun masalah mereka. Perawat memiliki peran penting
dalam perawatan klien. Oleh karena itu, setiap titik kontak dapat menjadi kesempatan
untuk meningkatkan perawatan pasien dan hubungan menggunakan komunikasi yang
efektif (Bramhall, 2014).

2. Komunikasi Pada Pasien Terminal Sesuai Dengan Tahapan Berduka


a. Denial
Pada tahap ini kita dapat mempergunakan teknik komunikasi: 1)
listening(dengarkan apa yang diungkapkan pasien); 2) silent (mengkomunikasikan
minat perawat pada pasien secara non verbal); 3) broad opening (mengkomunikasikan
topik/pikiran yang sedang dipikirkan pasien).
b. Angger
Pada tahap ini kita dapat mempergunakan tekhnik komunikasi listening: perawat
berusaha dengan sabar mendengar apapun yang dikatakan pasien dengan cara
bargaining: a) focusing, b) bantu pasien mengembangkan topik atau hal yang penting,
c) sharing perception, dan d) menyampaikan pengertian perawat dan mempunyai
kemampuan untuk meluruskan kerancuan.
c. Acceptance
Pada tahap ini kita dapat menggunkan dengan cara: 1) Informing (membantu
dalam memberikan penkes tentang aspek yang sesuai dengan kesejahteraan atau
kemandirian pasien); 2) broad opening (komunikasikan kepada pasien tentang apa yang
dipikirkannya dan harapan-harapannya); 3) focusing (membantu pasien mendiskusikan
hal yang mencapai topik utama dan menjaga agar tujuan komunikasi tercapai).

3. Persiapan Pasien
Fase denial
Fase deniel terdiri dari: 1) beri keamanan emosional yaitu dengan memberikan
sentuhan dan ciptakan suasana tenang; dan 2) menganjurkan pasien untuk tetap dalam
pertahanan dengan tidak menghindar dari situasi sesungguhnya.
Fase anger
Fase anger meliputi: 1) membiarkan pasien untuk mengekspresikan keinginan,
menggambarkan apa yang akan dan sedang terjadi pada mereka; dan 2) beri perhatian
dan lingkungan yang nyaman dan cegah injuri.
Fase bargaining
Fase bargaining antara lain: 1) ajarkan pasien agar dapat membuat keputusan
dalam hidupnya yang bermakna; dan 2) dengarkan pasien pada saat bercerita tentang
hidupnya.
Fase depresi
Fase depresi antara lain: 1) perlakukan pasien dengan sabar, penuh perhatian
dan tetap realitas; dan 2) kaji pikiran dan perasaan serta persepsi pasien jika ada asal
pengertian harusnya diklarifikasi.
Fase acceptance
Fase acceptance antara lain: 1) bina hubungan saling percaya; dan 2)
pertahankan hubungan pasien dengan orang-orang terdekat.

4. Intervensi Dengan Keluarga


Intervensi dengan keluarga yang dilakukan pada pasien dengan penyakit
terminal antara lain: 1) bantu keluarga untuk mengenal koping pasien dalam melewati
fase ini; 2) bantu keluarga dalam melewati proses kematian, resolusi yang dapat
dilakukan setelah kematian; dan 3) fokus aspek sosial.

5. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Penyakit Terminal


Pengkajian
Pengkajian pada klien dengan penyakit terminal, menggunakan pendekatan
holistik yaitu suatu pendekatan yang menyeluruh terhadap klien bukan hanya pada
penyakit dan aspek pengobatan dan penyembuhan saja akan tetapi juga aspek
psikososial lainnya. Salah satu metode untuk membantu perawat dalam mengkaji data
psikososial pada klien terminal yaitu dengan menggunakan metode “PERSON”.
Personal Strenghat yaitu kekuatan seseorang ditunjukkan melalui gaya hidup,
kegiatannya atau pekerjaan contoh yang positif: bekerja ditempat yang menyenangkan
bertanggung jawab penuh dan nyaman dan bekerja dengan siapa saja dalam kegiatan
sehari-hari. Contoh yang negative seperti kecewa dalam pengalaman hidup, bekerja
dengan siapa saja dalam kegiatan sehari-hari.
Emotional Reaction yaitu reaksi emosional yang ditunjukkan dengan klien.
Contoh yang positif seperti binggung tetapi mampu memfokuskan keadaan sedangkan
contoh yang negative seperti tidak berespon (menarik diri). Respon to Stress yaitu
respon klien terhadap situasi saat ini atau dimasa lalu. Contoh yang positif seperti
memahami masalah secara langsung dan mencari informasi, menggunakan perasaannya
dengan sehat misalnya: latihan dan olah raga. Sedangkan contoh yang negative seperti
menyangkal masalah dan pemakaian alkohol. Support System yaitu: keluarga atau orang
lain yang berarti. contoh yang positif mencari dukungan keluarga, aktif di lembaga
masyarakat sedangkan contoh yang negatif seperti tidak mempunyai dukungan
keluarga.
Optimum Health Goal yaitu: alasan untuk menjadi lebih baik (motivasi) Contoh
yang positif: menjadi orang tua, melihat hidup sebagai pengalaman positif sedangkan
contoh yang negative seperti memandang hidup sebagai masalah yang terkuat dan
berfikiran tidak mungkin mendapatkan yang terbaik. Nexsus yaitu: bagian dari bahasa
tubuh mengontrol seseorang mempunyai penyakit atau mempunyai gejala yang serius.
Contoh yang positif seperti melibatkan diri dalam perawatan dan pengobatan sedangkan
coontoh yang negative seperti tidak berusaha melibatkan diri dalam perawatan serta
menunda keputusan.

6. Pengkajian yang perlu diperhatikan pasien dengan penyakit terminal


menggunakan pendekatan meliputi.
Faktor predisposisi
Yaitu faktor yang mempengaruhi respon psikologis klien pada penyakit
terminal, sistem pendekatan bagi klien. Klas Kerud telah mengklasifikasikan
pengkajian yang dilakukan yaitu : riwayat psikosisial, termasuk hubungan-hubungan
interpersonal, penyalahgunaan zat, perawatan psikiatri sebelumnya, banyaknya distress
yang dialami dan respon terhadap krisis, kemampuan koping, sosial support sistem
termasuk sumber-sumber yang ada dan dibutuhkan support tambahan, ingkat
perkembangan, fase penyakit cepat terdiagnosa, pengobatan dan post pengobatan,
identitas kepercayaan diri, pendekatan nilai-nilai dan filosofi hidup, adanya reaksi sedih
dan kehilangan, pengetahuan klien tentang penyakit, pengalaman masa lalu dengan
penyakit, persepsi dan wawasan hidup respon klien terhadap penyakit terminal, persepsi
terhadap dirinya, sikap, keluarga, lingkungan, tersedianya fasilitas kesehatan dan
beratnya perjalanan penyakit dan kapasitas individu untuk membuat psikosial kembali
dalam penderitaan.
Fokus sosiokultural
Pasien mengekpresikannya sesuai dengan tahap perkembangan, pola kultur atau
latar belakang budaya terhadap kesehatan, penyakit, penderitaan dan kematian yang
dikomunikasikan baik secara verbal maupun non verbal. Faktor- faktor yang
mempengaruhi terjadinya reaksi klien terminal, yaitu: prognosa akhir penyakit yang
menyebabkan kematian, faktor transisi dari arti kehidupan menuju kematian support
dari keluarga dan orang terdekat, hilangnya harga diri, karena kebutuhan tidak
terpenuhi sehingga klien menarik diri, cepat tersinggung dan tidak ada semangat hidup.
Selain itu etiologi dari penyakit terminal dapat merupakan faktor predisposisi,
diantaranya penyakit kanker, enyakit akibat infeksi yang parah/ kronis, Congestif Renal
Failure (CRF), stroke multiple sklerosis, akibat kecelakaan yang fatal
Faktor perilaku
Bila klien terdiagnosa penyakit terminal maka klien akan mengalami krisis dan
keadaan ini mengakibatkan keadaan mental klien tersinggung sehingga secara langsung
dapat menganggu fungsi fisik/penurunan daya tahan tubuh.
Respon terhadap diagnose
Biasanya terjadi pada klien yang terdiagnosa penyakit terminal adalah shock
atau tidak percaya perubahan konsep diri klien terancam, ekspresi klien dapat berupa
emosi kesedihan dan kemarahan.
Isolasi sosial
Pada klien terminal merupakan pengalaman yang sering dialami, klien
kehilangan kontak dengan orang lain dan tidak tahu dengan pasti bagaimana pendapat
orang terhadap dirinya.

7. Mekanis Koping
Denial
Adalah mekanisme koping yang berhubungan dengan penyakit fisik yang
berfungsi pelindung kien untuk memahami penyakit secara bertahap, tahapan tersebut
adalah: tahap awal (initial stage) yaitu tahap menghadapi ancaman terhadap kehilangan
“saya harus meninggal karena penyakit ini”, tahap kronik (kronik stage). Persetujuan
dengan proses penyakit “aku menyadari dengan sakit akan meninggal tetapi tidak
sekarang” dan tahap akhir (finansial stage) yaitu menerima kehilangan “saya akan
meninggal” kedamaian dalam kematiannya sesuai dengan kepercayaan.

Regresi
Mekanisme klien untuk menerima ketergantungan terhadap fungsi perannya.
Mekanisme ini juga dapat memecahkan masalah pada peran sakit klien dalam masa
penyembuhan.
Kompensasi
Suatu tindakan dimana klien tidak mampu mengatasi keterbatasannya karena
penyakit yang dialami.
Selain dari faktor-faktor yang mempengaruhi diatas, yang perlu dikaji saat
pengkajian pada klien terminal singkat “kesadaran“ antara lain adalah:
Belum menyadari (closed awereness)
Yaitu klien dan keluarga tidak menyadari kemungkinan akan kematian, tidak
mengerti mengapa klien sakit, dan mereka yakin klien akan sembuh.
Berpura-pura (mutual pralensa)
Yaitu klien, keluarga, perawat dan tenaga kesehatan lainnya tahu prognosa
penyakit terminal.
Menyadari (open awereness)
Yaitu klien dan keluarga menerima/mengetahui klien akan adanya kematian dan
merasa tenang mendiskusikan adanya kematian.

8. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien penyakit terminal antara lain:
1) anxietas/ cemas berhubungan dengan antisipasi kehilangan, konflik yang tidak
terselesaikan, rasa takut, 2) isolasi diri berhubungan dengan perasaan tidak berharga,
perasaan meninggalkan aktivitasnya, menarik diri, 3) perubahan rasa nyaman
berhubungan dengan nyeri fisiologi atau emosional, 4) depresi berhubungan dengan
keadan fisik yang bertambah peran dan kunjungan keluarga yang tidak teratur, 5)
gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan perubahan status mental, denial,
kehilangan kepercayaan (trust), depresi, riwayat keterampilan komunikasi verbal, 6)
menarik diri/ isolasi diri berhubungan dengan ketidakmampuan mengekpresikan
perasaannya, 7) tidak efektifnya koping individu berhubungan dengan rasa bersalah,
rasa takut, gangguan mood, gangguan mengambil keputusan, 8) Tidak efektifnya
koping keluarga berhubungan dengan rasa takut, 9) ketidakmampuan mengekpresikan
perasaannya berhubungan dengan denial, aspek fisik perawatan klien, 10) perubahan
proses keluarga berhubungan dengan perubahan peran, kehilangan anggota keluarga,
stress financial, 11) takut (kematian atau ketidak tahuan) berhubungan dengan hilang
control, tidak memprediksi masa depan, 12) antisipasi berduka berhubungan dengan
antisipasi kehilangan, rasa takut, perubahan self image, 13) disfungsi berduka
berhubungan dengan kehilangan rasa bersalah, marah, konflik yang tidak terselesaikan,
14) putus harapan berhubungan dengan melihat harapan hidup, perubahan fisik dan
mental, hilang control, merasa hidup sendiri, 15) Gangguan peran b.d. perubahan
fungsi, 16) Potensial self care defisit berhubungan dengan ilangnya fungsi mental,
meningkatnya ketergantungan pada orang lain tentang perawatan, 17) gangguan self
konsep berhubungan dengan kehilangan fungsi fisik/ mental, meningkatnya
ketergantungan pada orang lain tentang perawatan, 18) dystress spiritual berhubungan
dengan rasa salah yang tak terselesaikan, marah yang tidak terselesaikan, perasaan
putus harapan dan putus pertolongan, ketidakmampuan untuk memaafkan diri dari
orang lain.

9. Perencanaan Keperawatan
Tujuan perawatan pada pasien terminal adalah membantu klien untuk hidup
lebih nyaman dan sepenuhnya sampai meninggal, membantu keluarga memberi support
pada pasien, membantu klien dan keluarga untuk menerima perhatian. Kriteria hasil dan
manajemen efektif adalah koping yang efektif, pasien dan keluarga yang tidak
mengetahui kematian, ditandai dengan: Percakapan antara keluarga dan klien tentang
hari terakhir dan jam terakhir yang disukai, percakapan antara klien dan keluarga
tentang kepercayaan spiritual dan tentang adanya kematian dan interaksi antara klien
dan keluarga yang berhubungan dengan arti kehidupan dan ketakutan yang
berhubungan dengan kematian.
Proses pemisahan yang berguna bagi klien dan keluarga, ditandai dengan klien
memberi kenang-kenangan pada anggota keluarga, klien mengucapkan selamat tinggal
pada tiap-tiap anggota keluarga, perubahan ekspresi verbal tentang cinta antara kelurga
dan klien, klien membuang semua harapannya, diskusi antara klien dan pasangannya
tentang bagaimana mengelakan kematian pada anaknya dan bagaimana anak
berpartisipasi dalam upacara pemakaman, tidak ada ekpresi dystress berhubungan
dengan nyeri, komunikasi dengan pengunjung meskipun klien menjadi pendengar,
berusaha memberikan perhatian dan sedikit komentar, menonton TV atau membaca
sendiri.

10. Intervensi Keperawatan


Komunikasi
Pada tahap denial gunakan teknik komunikasi listening (dengarkan apa yang
diungkapkan klien ), pertahankan kontak mata, observasi komunikasi non verbal. Tahap
Angger, pada tahap ini kita dapat mempergunakan teknik komunikasi listening seperti
perawat berusaha dengan sabar mendengarkan apapun yang dikatakan klien lalu
diklarifikasikan. Tahap bargaining yang dapat dilakukan perawat adalah membantu
klien mengembangkan topik atau hal yang penting, menyampaikan pengertian perawat
dan mempunyai untuk kemampuan meluruskan kerancuan.
Pada tahap acceptance perawat dapat membantu dalam memberikan pendidikan
kesehatan tentang aspek yang sesuai dengan kesejahteraan dan kemandirian klien
seperti melaksanakan kegiatan sesuaai dengan kemampuan, lebih mendekatkan diri
kepada Tuhan, menggunakan unakan waktu luang dengan aktivitas bermanfaat dan
pemikiran positif menyampaikan pada klien tentang apa yang dipikirkan dan harapan-
harapannya.
Selanjutnya dalah tahap focusing pada tahap ini perawat dapat membantu klien
mendiskusikan hal yang menjadi topik utama dan menjaga agar tujuan komunikasi
tercapai.
Persiapan klien
Fase denial beri keamanan emosional yaitu dengan memberikan sentuhan dan
ciptakan suasana tenang, Konfirmasikan rasa takut terhadap sesuatu yang tidak
diketahuinya dengan menanyakan kepada klien apa yang dipersepsikannya tentang
kehidupan setelah mati.
Intervensi dengan keluarga
Bantu klien untuk mengerti tentang pentingnya komunikasi diantara klien dan
keluarga, berikan support yang bermutu yang didapatkan dengan cara berbagi
pengalaman dan perasaan, bantu keluarga untuk mengenal koping klien dalam melewati
fase ini, beri keyakinan yang realistik bahwa hubungan yang terbuka dan jujur adalah
hal penting bagi klien dalam melewati fase ini, bantu keluarga dalam melewati proses
kematian, resolusi yang dapat dilakukan setelah kematian.
Intervensi untuk pemberi asuhan
Adakan pertemuan untuk mengemukakan atau mengekpresikan perasaan
pemberi asuhan tentang kematian yang sudah dekat (study mengidentifikasikan staf
yang merawat klien dengan penyakit terminal lebih suka menjauh atau tidak sering
berada dekat dengan klien), pertemuan tim atau penulisan laporan tentukan apa yang
telah dikatakan kien bagi pengetahuan dengan lainnya yang akan berinteraksi dengan
klien.
Evaluasi
Asuhan keperawatan dapat dievaluasi melalui apakah klien “terminal” ditinggal
sendirian lebih dari klien yang “non terminal” ketika anggota staf merasa tidak nyaman
disekitar klien “drying” maka mereka tidak dapat memberikan perawatan yang baik
pada mereka. Sehingga klien lebih senang ditinggal sendirian. Evaluasi tingkat
kenyamanan klien baik fisik, emosi dan spiritual dapat memberikan/menjadikan bukti
bahwa perawatan yang efektif meskipun klien mme gaya/pola mereka sendiri.
Evaluasi perawat dapat menjadi pendengar yang baik, mengkaji pertanyaan
untuk menentukan iterest (rasa tertarik), kebutuhan-kebutuhan dan tugas-tugas klien
serta anggota keluarga, berkomunikasi secara teratur dengan anggota keluarga klien,
bertindak sebagai penengah antara dokter, klien dan keluarga, menjamin kenyamanan
fisik dan emosi, mensupport spiritual keluarga, menemukan cara untuk membuat masa-
masa terakhir klien menjadi sangat berguna, merawat klien dengan penuh respek dan
menjaga martabatnya, membantu klien mengontrol dirinya semaksimal mungkin, tidak
memberikan informasi (rahasia) sebanyak mungkin kecuali bagi klien yang siap
mendengarnya, membimbing klien dalam pendekatannya menerima kematian,
mengembangkan dan menggunakan support bagi dirinya untuk tetap empati terhadap
kien dying, berbagi kenyamanan dengan menggunakan humor-humor natural,
menemukan keunikan setiap klien.
Evaluasi pada pasien klien dapat mempertahankan kontrol nyeri, berinteraksi
dengan keluarga, teman-teman dan staf perawatan, berdiskusi dan mengekpresikan rasa
takutnya, mempersiapkan dirinya terhadap kematian, melakukan aktivitas yang
dirasakan sangat bermanfaat bagi dirinya, mengekpresikan perasaan-perasaaannya
dengan cara yang tepat, mengembangkan dan menggunakan support spiritualnya,
mengembangkan dan menggunakan support sosialnya, menjawab pertanyaan dokter,m
enemukan cara untuk mengekpresikan keunikan pribadinya dalam menghadapi
kematian atau “lifing dying”.

11. Teknik Menyampaikan Berita Buruk Pada Pasien Paliatif Dan Keluarga
Berita buruk adalah berita (informasi) yang secara drastis dan negatif mengubah
pandangan hidup pasien tentang masa depannya. Berita buruk sering diasosiasikan
dengan suatu diagnosis terminal, namun seorang dokter keluarga mungkin akan
menghadapi banyak situasi yang termasuk dalam bagian berita buruk, seperti hasil USG
seorang ibu hamil yang menunjukkan bahwa janinnya telah meninggal, pasien di
diagnosa menderita kanker stadium empat, kecelakaan yang mengakibatkan kehilangan
anorgan tubuh atau pasien menderita penyakit kronik lainnya.
Menyampaikan berita buruk pada pasien adalah salah satu tanggung jawab
seorang petugas medis yang harus dikerjakan dalam praktek pelayanan kesehatan.
Menyampaikan berita buruk merupakan keterampilan komunikasi yang penting dan
menantang. Terdapat kewajiban secara sosial dan moral bagi petugas medis untuk
bersikap sensitif dan tepat dalam menyampaikan berita buruk. Secara medikolegal
petugas medis berkewajiban menyampaikan atau menginformasikan diganosis yang
secara potensial berakibat fatal. Jika petugas medis tidak menyampaikan dengan tepat,
komunikasi tentang berita buruk akan berakibat pada munculnya perasaan ketidak
percayaan, kemarahan, ketakutan, kesedihan atau pun rasa bersalah pada diri pasien.
Hal-hal tersebut dapat berefek konsekuensi emosional jangka panjang pada keluarga
pasien.

Tujuan melakukan komunikasi efektif:


1. Memberikan informasi yang dimengerti sesuai dengan kebutuhan dan keinginan
pasien
2. Mendukung pasien dengan ketrampilan untuk mengurangi dampak emosional
3. Mengembangkan strategi dalam bentuk rencana pengobatan dengan masukan
dan kerjasama pasien.

12. Strategi penyampaian berita buruk:


Menurut Buckman’s 6-step guide dalam menyampaikan berita buruk yang dikenal
dengan singkatan “S.P.I.K.E.S.”
S – etting, listening Skills
P – atient’s Perception
I – nvite patient to share Information
K – nowledge transmission
E - xplore Emotions and Empathize
S – ummarize& Strategize

Setting, Listening Skills


Sebelum menyampaikan kabar buruk kepada pasien, perlu adanya persiapan untuk
menjamin kelancaran penyampaian informasi kepada pasien, sebagai berikut:
a. Persiapkan diri sendiri
Dokter/ perawat sebagai penyampai ‘bad news’ mempersiapkan mental terlebih
dahulu agar tidak ikut larut dalam emosi pasien nantinya, namun tetap berempati
sebagaimana mestinya.
b. Perkenalkan diri
Yang harus dihindari: tampak nervous di hadapan pasien, bahkan sebelum
menyampaikan kabar buruk. Tips: siapkan tissue di saku, untuk diberikan pada
pasien bila pasien menangis.
c. Privasi pasien
Penyampaian kabar buruk tidak boleh dilakukan di tempat yang ramai atau
banyak orang. Hendaknya dilakukan di tempat tenang yang tertutup seperti
kamar praktek ataupun dengan menutup tirai di sekeliling tempat tidur pasien.
d. Libatkan pendamping
Untuk menghindari kesan kurang baik yang dapat muncul bila pasien dan dokter
berada di tempat tertutup (untuk menjaga privasi), diperlukan satu pendamping.
Yang dapat menjadi pendamping:
- Keluarga terdekat pasien satu saja, apabila terlalu banyak dapat menyulitkan
dokter untuk menangani emosi dan persepsi banyak orang sekaligus.
- Perawat atau ko ass yang ikut terlibat dalam perawatan pasien.
e. Posisi duduk
Posisi pasien dan dokter sebaiknya setara. Dokter menyampaikan kabar buruk
dalam posisi duduk. Tujuan: untuk menghilangkan kesan bahwa dokter berkuasa
atas pasien dan memojokkan pasien Sebaiknya penghalang fisik seperti meja,
dihindari. Duduk di sofa jika ada lebih baik.

1. Listening mode: ON
Sebelum menyampaikan kabar buruk, hendaknya persiapkan kemampuan ‘mendengar’,
secara prinsip meliputi:
- Silence: Jangan memotong kata-kata pasien ataupun berbicara tumpang
tindih dengan pasien
- Repetition: Ulangi kata-kata pasien atau berikan tanggapan, untuk
menunjukkan pemahaman terhadap apa yang ingin disampaikan pasien.
- Availability: Dokter harus ada di tempat mulai awal hingga akhir
penyampaian kabar buruk. Jangan sampai ada gangguan berupa interupsi,
seperti ada sms, telepon, , atau aktifkan mode silent, jika ada tamu minta
bantuan pada perawat untuk mengatasi tamu yang mungkin datang.

2. Patient’s Perception
Sebelum menyampaikan kabar buruk, hendaknya dokter/perawat mengetahui persepsi
pasien terhadap:
- Kondisi medis dirinya sendiri: Tanyakan sejauh mana informasi yang pasien
ketahui tentang penyakitnya beserta kemungkinan terburuk yang ditimbulkan
oleh penyakit tersebut.
- Harapannya terhadap hasil medikasi yang ia tempuh: Tanyakan perkiraan pasien
terhadap hasil medikasi. Tujuan mengetahui kedua aspek tersebut bukan semata-
mata untuk mengubah persepsi pasien agar sesuai dengan kenyataan, melainkan
sebagai jalan untuk menilai kesenjangan antara persepsi dan harapan pasien
dengan kenyataan sebagai pertimbangan penyampaian kabar buruk agar tidak
terlalu membuat pasien terguncang.

3. Invitation to share Information


- Tanyakan apakah pasien ingin tahu perkembangan mengenai keadaannya atau
tidak. Apabila pasien menyatakan diri belum siap, pertimbangkan untuk
menyampaikan di waktu lain yang lebih tepat dan minta pasien untuk
mempersiapkan diri terlebih dahulu.
- Apabila pasien menyatakan ingin tahu perkembangan mengenai keadaannya,
tanyakan sejauh mana ia ingin tahu, secara umum ataukah mendetail.

4. Knowledge transmission “Penyampaian ‘bad news’”


Sebelum menyampaikan kabar buruk, lakukan ‘warning shot’ sebagai pembukaan
katakan pada pasien bahwa ada ‘kabar buruk’ yang akan disampaikan pada pasien agar
pasien tidak kaget.
Cara penyampaian:
- Gunakan bahasa yang sama dan hindari jargon medis.
- Sampaikan informasi sedikit demi sedikit (bertahap)
- Setiap menyampaikan sepenggal informasi, nilai ekspresi dan tanggapan pasien,
beri waktu pasien untuk bertanya ataupun sekedar mengekspresikan emosinya.
Bila kondisi pasien tampak memungkinkan untuk menerima informasi tahap
selanjutnya, teruskan penyampaian informasi. Bila pasien tampak sangat
tergunjang hingga tidak memungkinkan untuk menerima lebih banyak informasi
lagi, pertimbangkan penyampaian ulang kabar buruk di lain waktu sambil
mempersiapkan pasien.
- Sampaikan dengan intonasi yang jelas namun lembut, tempo yang tidak terlalu
cepat dengan jeda untuk memberi kesempatan pada pasien dalam mencerna
kalimat yang ia terima.

5. Explore Emotions and Empathize


- Amati selalu ekspresi dan emosi pasien serta apa yang mendasari perubahan
emosinya (informasi mana yang merubah emosinya), nilai sejauh mana
kondisi emosi pasien.
- Tunjukkan pengertian atas kondisi emosi pasien. Dalam hal ini,
menunjukkan pengertian tidak diartikan sebagai ‘mengerti apa yang
dirasakan pasien’, namun lebih pada ‘dapat memahami bahwa apa yang
dirasakan pasien saat ini adalah sesuatu yang dapat dimaklumi’.

6. Summarize and Strategize


- Di akhir percakapan, review kembali percakapan secara keseluruhan: simpulkan
‘kabar buruk’ yang tadinya disampaikan secara bertahap (sedikit demi sedikit).
- Simpulkan juga tanggapan yang diberikan pasien selama kabar buruk
disampaikan, tunjukkan bahwa dokter mendengarkan dan mengerti apa yang
disampaikan pasien.
- Berikan pasien kesempatan bertanya
- Berikan feed back
- Diskusikan rencana untuk menindaklanjuti kabar buruk yang telah disampaikan
pada pasien

Berikut Protokol enam langkah untuk menyampaikan berita buruk.


1. Persiapan  Pilih ruangan yang menjamin privacy, dan usahakan baik dokter,
perawat maupun pasien bisa duduk dalam posisi yangnyaman.
 Tanyakan pada pasien apakah dia menghendaki ada orang lain yang
menemaninya, apakah suami / istri, anak, atau keluarga lainnya. Biarlah
pasien sendiri yangmemutuskan.
 Mulailahdenganmemberikanpertanyaanseperti:“Bagaimana perasaan
anda sekarang?“.
(Pertanyaan ini untuk mulai melibatkan pasien dan menunjukkan pada
pasien bahwa percakapan selanjutnya adalah percakapan dua arah. Pasien
tidak hanya mendengarkan dokter bicara).
2 Mencari Mulailah mengajukan pertanyaan untuk menggali informasi dari pasien
Tahu supaya anda dapat mulai memahami.
Sebany  Apakah pasien sudah tahu mengenai penyakitnya/ situasinya. Contoh :
ak Apa "Saya menderita kanker paru-paru, dan saya memerlukanpembedahan".
Informa  Seberapa banyak dia tahu ? Darimana dia tahu ? ("dokter A mengatakan
si Yang ada sesuatu kelainan yang ditemukan di foto roentgen dadasaya")
Sudah  Tingkat pengetahuan pasien ("Dok, saya terkena Adenocarcinoma
Dimilik T2N0")
i Pasien  Situasi emosional pasien ("Saya takut jangan – jangan saya terkena
kanker, Dok … sampai – sampai seminggu ini saya jadi susahtidur").
 Terkadang pasien atau keluarga pasien (orang tua pada pasien anak)
mungkin tidak bisa menjawab atau merespon pertanyaan anda, dan
mungkin memang tidak mengetahui sama sekali mengenai penyakit
mereka.
 Pada kasus–kasus seperti itu, teknik yang bisa digunakan untuk
menstimulasi diskusi adalah dengan menanyakan kembali tentang hal –
hal yang sudah mereka ketahui seperti riwayat penyakit dan hasil
pemeriksaan atau hasil test yang telah dilakukansebelumnya.
3 Mencari  Penting untuk menanyakan pada pasien seberapa detil informasi yang
Tahu ingin didengarnya. Apakah sangat detil, atau hanya gambaran besarnya
Seberap saja?
a  Perlu diperhatikan bagaimana cara bertanya, dan kemungkinan reaksi
Banyak pasien. (Setiap pasien tidak akan sama , bahkan pada pasien yang sama
kah kemungkinan akan berubah permintaannya selama dalam satu
Informa sesipercakapan).
si Yang  Beberapa pertanyaan yang sering digunakan pada tahap ini misalnya:
Ingin “Bapak/ibu, bila nanti situasi atau kondisi/ hasil test menunjukkan
Diketah sesuatu yang serius, apakah saya bisa memberitahukan
ui padaandamengenaimasalahtersebut?”
Pasien “Apakah bapak / ibu ingin saya menjelaskan secara rinci atau
hanyagarisbesardarikondisibapak/ibusekarang?”
“Bapak / Ibu, hasil test anda sudah keluar. Apakah saya bisa
menjelaskan pada bapak / ibu, atau bapak / ibu ingin agar
sayamenjelaskankondisiandapadakeluarga?”
4 BERBA  Penting untuk mempersiapkan segala data sebelum anda bertemu
GI denganpasien.
INFOR  Topik pada tahap ini biasanya adalah mengenai diagnosis, terapi /
MASI penanganan, prognosis, serta dukungan / fasilitas apa saja yang bisa
diperoleh oleh pasien dankeluarganya.
 Berikan informasi dalam potongan kecil, dan pastikan untuk berhenti
menjelaskan (beri jeda di antara potongan – potongan informasi itu)
untuk memastikan bahwa pasien paham dengan yang kitajelaskan.
 Ingatlah untuk menerjemahkan istilah medis ke dalam bahasa Indonesia,
dan jangan mencoba untuk mengajar patofisiologi (jelaskan dengan
lebihsederhana).
 Beberapa contoh bahasa yang bisa digunakan untuk menyampaikan
berita buruk :
“ Pak Harun, saya khawatir bahwa kabar yang akan saya
sampaikaniniadalahkabaryangkurangbaik.Hasiltestanda
ternyatamenunjukkanbahwaandapositifterkenaHIV.”
“BuSiti,mohonmaafsayaterpaksamenyampaikankabarini.
Hasilbiopsibenjolanpadapayudaraibumenunjukkanbahwa ibu terkena
kankerpayudara.”
“Bu Dinar, hasil test putri anda sudah keluar, dan ternyata hasilnya
tidak seperti yang kita harapkan. Hasil tersebut
menunjukkanbahwaputriandaterkenaleukemia.”
5 Menang  Jika anda tidak memberikan tanggapan terhadap emosi yang muncul
gapi pada pasien, anda sama saja seperti “meninggalkan urusan sebelum
Perasaa urusan tersebut selesai ..”. Selain itu Anda juga bisa dianggap sebagai
n seorang dokter/perawat yang tidak memiliki kepedulian pada pasien.
Pasien Kalimat – kalimat yang bisa digunakan pada tahap ini :
“Saya tahu bahwa hasil ini adalah hasil yang tidak kita harapkan….”
“Saya tahu bahwa kabar ini adalah kabar yang tidak
mengenakkan….”
“Setelahmengetahuihasilnya,kira–kirahalapakahyangbisa saya bantu?”
6 Perenca  Pada titik ini Anda perlu mensintesis rasa kekhawatiran pasien dan isu-
naan isu medis ke dalam rencana konkret yang dapat dilakukan dalam rencana
Dan perawatanpasien.
Tindak  Buatlah rencana langkah – demi langkah dan berikan penjelasan yang
Lanjut lengkap pada pasien tentang apa saja yang harus dilakukannya pada tiap
langkah, dan apa saja yang mungkin terjadi, dan apa saja yang bisa
membantu mengatasinya bila ternyata muncul hal yang tidakdiinginkan.
 Ada baiknya dokter/perawat mencari tahu tentang harapan pasien,
ataupun alasan pertanyaanmereka.
 Hal tersebut bisa dilakukan dengan cara memberikan pertanyaan.
Berikut adalah contoh – contoh kalimat ataupun pertanyaan yang biasa
digunakan:
‘jadi, apa sebenarnya yang menjadi kekhawatiranbapak mengenai
pengobatan?”
“Jadisituasinyamemangdemikian,Ibu...Tetapimungkin
masihadasesuatuyangbisasayabantuuntukibu?...”
“Jadi ibu ingin mengetahui tentang berapa
persenkemungkinan putra ibu bisa bertahan ?”
Contoh Komunikasi Penyampaian Berita Buruk Pada Pasien Paliatif :
Naskah Dialog Menyampaikan Berita Buruk Pada Pasien Dengan
DiagnosaDiagnosis Ca Pulmo Pada Seorang Laki-Laki, Perokok Berat Umur
54Tahun

1. Kondisi Klien
Tn.B usia 54 tahun datang ke rumah sakit dengan keluhanbatuk berdahak, klien
tampak sesak nafasdan nafas pendek, klien juga mengeluh lemah dan nafsu makan
menurun.Klien merupakan perokok berat, setelah dilakukan pemeriksaan dan
didapatkan bahwa pasien di diagnosis mengalami Ca Pulmo.

2. Strategi komunikasi dalam pelaksanaan Tindakan keperawatan paliatif


Orientasi
Perawat : Assalamu’alaikum pak, selamat pagi.
Klien : Wa’alaikumsalam suster, selamat pagi
Perawat : Perkenalkan pak saya PerawatAlin, yang bertugas pada pagi ini dari jam 8
pagi smpai jam 2 siang nanti, sesuai dengan standar operasional prosedur
rumah sakit, bisa bapak sebutkan nama dan tanggal lahir bapak ?
Klien : Nama saya Bimo tanggal lahir 21Oktober1967 dan saat ini usia saya 60
tahun.
Perawat : Bapak tinggal dimana pak?
Klien : Rumah saya di kapalo Lubuak Buaya sus.
Perawat : Bapak datang ke sini bersama siapa pak?
Klien :Bersama keluarga saya sus
Perawat :Saya boleh tau pekerjaan bapak apa pak?
Klien : Saya sebagai satpam di perusahaan Indah Melati sus.
Perawat : Baiklah pak, bagaimana perasaan bapak pagi ini pak?
Klien :Alhamdulillah baik sus, tapi saya makin sering batuk dan sesak nafas sus.
Perawat :Biasanya terjadi kapan saja pak?
Klien : Tidak menentu sus, tapi sering dari biasanya sus.
Perawat :Baiklah pak, kalau begitu kita berbincang-bincang mengenai penyakit
bapak, bapak mau pak?
Klien : Boleh sus, di sini saja kan sus.
Perawat : Boleh pak
Menggali Informasi
Perawat : Dari gejala penyakit yang bapak rasakan tadi, apakah ibu sudah
mengetahui tentang penyakit bapak ?
Klien :Saya kurang tau sus, saya Cuma mengira saya sesak nafas biasa sus.
Perawat : Baik pak, kemarin kita sudah melakukan pemeriksaan ulang dan saat ini
hasilnya sudah ada sama saya pak, apabila nanti situasi dan kondisi hasil test
menunjukkan hasil yang serius , apakah saya bisa memberitahu bapak
mengenai masalah tersebut ?
Klien : Boleh sus, saya juga ingin tau apa penyakit saya yang sebenarnya sus
Perawat : Bapak sudah siap mendengarkan hasil dari pemeriksaan kemaren pak?
Klien : Insyaa Allah sus, saya siap
Perawat : Begini pak, dari hasil pemeriksaan kemarin bapak dinyatakan menderita
kanker paru-paru pak
Klien : Kanker paru-paru sus?
Perawat : Iya pak
Klien : Ya Allah, kenapa saya bisa mengidap kanker paru-paru sus?
Perawat : Dari data pengkajian terhadap bapak, bapak merupakan perokok berat ya
pak?
Klien : Iya sus, saya sudah lama merokok dan kadang sehari bisa 3 bungkus saya
habiskan, apa karena merokok saya terkena kanker paru ini ya sus?
Perawat : Kemungkinan besar kanker paru yang bapak alami sekarang dikarenakan
bapak perokok berat pak.
Klien : Astagfirullah ya Allah, saya menyesal sekali tidak mendengarkan anak
saya ketika di minta berhenti merokok sus.
Perawat : Saya paham perasaan bapak saat ini, sekarang kita Cuma bisa berdoa dan
berharap kepada Allah agar penyakit bapak bisa disembuhkan ya pak, dan
bapak juga mengikuti proses pengobatan dengan baik ya pak
Klien : Baik sus
Perawat : Mungkin hasil pemeriksaan ini bukan hasil yang bapak harapkan, namun
saya yakin bapak kuat menghadapinya.
Klien : Iya Sus, saya sangat ingin sehat kembali dan bagaimana ya sus rencana
pengobatan untuk saya ?
Perawat : Kami sudah menyusun rencana pengobatan untuk bapak dan dokter sudah
memberikan resep obat untuk bapak minum dan saya yang akan memantau
kesehatan bapak.
Klien :Baik sus, saya mohon lakukan yang terbaik ya Sus
Perawat :Baik pak, apakah ada lagi yang ingin bapak tanyakan ?
Klien :Tidak Sus, sudah cukup
Perawat :Sekian pertemuan kita ya pak, bapak silahkan beristirahat ya pak, kalau ada
yang perlu di tanyakan atau bapak perlu bantuan saya bisa hubungi saya di
ruangan nurse station ya pak, kalau begitu saya izin kembali ke ruangan saya
ya pak, Assalamu’alaikum
Klien : Wa’alaikumsalam, Terimakasih sus
Naskah Dialog Menyampaikan Berita Buruk Pada Pasien Dengan
DiagnosaDiagnosis Ca Mamae Pada Seorang Ibu, Umur 40Tahun
Kondisi Klien
Di rumah sakit X telah dirawat pasien bernama Ny.V berusia 40 tahun. Beliau 3 hari
dirawat di rumah sakit X dikarenakan kanker payudara (Ca mamae). Penyakit
kanker payudara beliau sudah memasuki stadium akhir, pasien belum mengetahui
penyakit apa yang diderita sehingga harus dirawat di RS X dengan kurun waktu
yang lama, yang beliau ketahui hanya ada luka dan nyeri di area payudara. Ibu V
mempunyai 2 anak, dua perempuan, anak pertama berusia 27 tahun sudah bekerja
sebagai pengusaha beras dan yang bungsu 17 tahun masih SMA. Suami dari Ibu V
berada diluar negri karena sebuah pekerjaan yang mengharuskannya merantau
Strategi komunikasi dalam pelaksanaan Tindakan keperawatan paliatif
Orientasi
Perawat : Assalamu’alaikum ibu, selamat pagi.
Klien : Wa’alaikumsalam suster, selamat pagi
Perawat : Perkenalkan bu saya PerawatNada, yang bertugas pada pagi ini dari jam 8
pagi sampai jam 2 siang nanti, sesuai dengan standar operasional prosedur
rumah sakit, bisa ibu sebutkan nama dan tanggal lahir ibu ?
Klien : Nama saya Vivi Nofrianti tanggal lahir 21Oktober1981 dan saat ini usia
saya 40 tahun.
Perawat : Ibu tinggal dimana bu?
Klien : Rumah saya di Kuranji sus.
Perawat : Ibu datang ke sini bersama siapa bu?
Klien :Bersama anak-anak saya sus
Perawat :Saya boleh tau pekerjaan ibu apa bu?
Klien : Saya sebagai sekretaris di suatu perusahaan sus.
Perawat : Baiklah bu, bagaimana perasaan ibu pagi ini bu?
Klien : Kurang baik sus, saya makin sering merasakan nyeri pada bagian payudara
saya sus
Perawat :Biasanya terjadi kapan saja bu?
Klien : Tidak menentu sus, tapi sering dari biasanya sus.
Perawat : Baiklah ibu, kalau begitu kita berbincang-bincang mengenai penyakit ibu,
ibu mau bu?
Klien : Boleh sus, di sini saja kan sus.
Perawat : Boleh ibu
Menggali Informasi
Perawat : Dari gejala penyakit yang ibu rasakan tadi, apakah ibu sudah mengetahui
tentang penyakit ibu ?
Klien :Saya kurang tau sus, saya Cuma mengira saya nyeri biasa saja sus.
Perawat : Baik bu, kemarin kita sudah melakukan pemeriksaan dan saat ini hasilnya
sudah ada sama saya bu, apabila nanti situasi dan kondisi hasil test
menunjukkan hasil yang serius , apakah saya bisa memberitahu ibu
mengenai masalah tersebut ?
Klien : Boleh sus, saya juga ingin tau apa penyakit saya yang sebenarnya sus
Perawat : ibu sudah siap mendengarkan hasil dari pemeriksaan kemaren bu?
Klien : Insyaa Allah sus, saya siap
Perawat : saya mulai ya ibu untuk penyampaian hasil lab nya. Dari tanda gejala yang
ibu rasakan seperti nyeri dibagian payudara, pembengkakan payudara,
keluar cairan dari payudara, adanya benjolan di payudara ibu juga itu
menjerumus ke tanda dan gejala kanker ibu
Klien : apakah itu artinya saya mengalami kanker payudara
Perawat : begini ibu, penyakit pada payudara ibu saat ini sedang mengalami proses
kemunduran, dan dari data hasil lab ibu positif kanker payudara dengan
stadium akhir ibu
Klien : apa sus? tidak mungkin, saya tidak mau menderita kanker
Perawat : Kami akan membantu proses pengobatan ibu tetapi kami tidak menjamin
kesembuhan ibu 100% bu
Klien : apa salah saya sehingga harus mengalami hal ini sus ? (Pasien menangis)
saya akan mati sus, saya akan mati karena penyakit ini
Perawat : Kematian itu akan dialami oleh semua orang ibu. termasuk saya, saya juga
akan meninggal, hanya bagaimana cara saya meninggal belum saya ketahui.
Umur hanya Allah yang tahu ibu, kami akan memberikan perawatan terbaik
untuk ibu
Klien : (Pasien menangis)
Perawat : Saya paham perasaan ibu saat ini, sekarang kita Cuma bisa berdoa dan
berharap kepada Allah agar penyakit ibu bisa disembuhkan ya bu, dan ibu
juga mengikuti proses pengobatan dengan baik ya ibu
Klien : Baik sus, tapi bagaimana dengan pekerjaan saya sus
Perawat : Kami akan memberikan surat izin kepada atasan ibu untuk memberikan
cuti agar ibu bisa melakukan pengobatan dan memperoleh tunjangan sesuai
penyakit ibu
Klien : Lalu apakah payudara saya akan diangkat sus
Perawat : Iya ibu
Pasien : saya malu pada suami saya sus, nanti bagaimana keadaan tubuh saya jika
payudara saya harus diangkat 1 sus
Perawat : Tidak apa-apa ibu karena sel kanker ibu sudah mengakar harus kami
lakukan tindakan pengangkatan kankernya
Klien :Saya tidak mau sus saya tidak mau
Perawat : untuk proses penyembuhan kanker ibu ada beberapa tindakan yang harus
dilakukan yang pertama adalah pengangkatan kankernya yaitu di payudara
ibu
Pasien : Kalau begitu baik sus saya setuju dengan tindakan tersebut
Perawat :Baik ibu, apakah ada lagi yang ingin ibu tanyakan ?
Klien :Tidak Sus, sudah cukup
Perawat :Sekian pertemuan kita ya bu, ibu silahkan beristirahat ya bu, kalua ada yang
perlu di tanyakan atau ibu perlu bantuan saya bisa hubungi saya di ruangan
nurse station ya bu, kalau begitu saya izin kembali ke ruangan saya ya bu,
Assalamu’alaikum
Klien : Wa’alaikumsalam, Terimakasih sus
DAFTAR PUSTAKA

Afnuhaji, R. (2015). Komunikasi Terapeutik dalam Keperawatan Jiwa.


Yogyakarta : Gosyen Publishing.
Alligood, M. R. (2018). Nursing Theorist and Their Works. United States of America:
Elsevier. Diperoleh dari https://books.google.co.id/books pada 08 Maret
2018.
Bramhall, E. (2014). Effective Communication Skills in Nursing Practice.
Retrieved on September 1, 2014, from
http://journals.rcni.com/doi/pdfplus/10.7748/ns.29.14.53.e9355
Campbell, M. L. (2009). Nurse to Nurse: Palliative Care. United States of America:
The McGraw-Hill Companies
Gibson, J. L. (1996). Organisasi: perilaku, struktur, proses. Diterjemahkan olehNinuk
Adriani. Jakarta: Binarupa Aksara.
Hagos, F.,et al. (2014). Application of Nursing Process and Its Affecting Factorsamong
Nurses Working in Mekelle Zone Hospitals, Northern Ethiopia.Ethiopia :
Hindawi Publishing Corporation Nursing Research and Practice.
Hastuti, R.Y. (2016). Panduan Praktek Profesi Ners Keperawatan Jiwa.
Klaten :Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Muhammadiyah Klaten. Retrieved
onMay, 2016, from
https://www.stikesmukla.ac.id/downloads/prodi/ners/Kep.Jiwa%20ners
%20VII%202016.pdf
Ismani. (2001). Etika keperawatan. Jakarta: Widya Medika.
Kementerian Kesehatan RI. (2017). Petunjuk Teknis Paliatif Kanker pada Dewasa.
ISSN 2088-270X.
Kourkouta, L., & Papathanasiou, I.V. (2014). Communication in Nursing
Practice. Retrieved on February 20, 2014, from
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3990376/
Lalongkoe, & Edison. (2014). Komunikasi Terapeutik : Pendekatan PraktisPraktisi
Kesehatan. Yogyakarta : Graha Ilmu.
Lumenta, B. (1989). Pelayanan medis citra, konflik dan harapan. Yogyakarta:Penerbit
Kanisius
Manurung, S. (2003). Hubungan karakteristik individu perawat dan organisasi dengan
penerapan komunikasi ierapeutik di ruang rawat inap Rumah Sakit
Persahabatan Jakarta Tahun 2003 (Tesis, Universitas Indonesia). Diakses
dari
https://media.neliti.com/media/publications/117147-ID none.pdf
Musliha & Fatmawati, S. (2009). Komunikasi keperawatan: Plus materi
komunikasi terapeutik. Yogyakarta: Nuha Medika.
Notoatmodjo, S. (2002). Metodologi penelitian kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.
Notoatmodjo, S. (2003). Pendidikan dan perilaku kesehatan. Jakarta: RinekaCipta.
Nurniningsih, D. R. (2012). Hubungan antara Karakteristik Perawat denganKinerja
Perawat di Instalasi Rawat Jalan RSUP DR. Kariadi Semarang(Skripsi,
Universitas Muhammadiyah Semarang). Diakses
darihttps://jurnal.unimus.ac.id/index.php/psn12012010/article/view/1150
Persatuan Perawat Nasional Indonesia. (2015). Pendidikan Keperawatan.Retrieved on
2015, from http://inna-ppni.or.id/index.php/pendidikankeperawatan
Potter & Perry. (2010). Buku Ajar Fundamental Keperawatan Volume 2, Edisi 4.
Jakarta: EGC.
Rasjidi, I. (2010). Perawatan Paliatif Suportif dan Bebas Nyeri pada Kanker. Jakarta:
Sagung Seto.
Rifiani, N. & Sulihandari, H. (2013). Prinsip-prinsip dasar keperawatan. Jakarta:Dunia
Cerdas.
Rochmawati, E., Wiechula, R., & Cameron, K. (2016). Current Status of Palliative Care
Services in Indonesia: A Literature Review. Journal of International Council
of Nurses. 63 (2): 180-90. doi: 10.1111/inr.12236.
Rudianti, Y. (2011). Hubungan komunikasi organisasi dengan kinerja
perawatpelaksana di ruang rawat inap salah satu Rumah Sakit Swasta
Surabaya(Tesis, Universitas Indonesia Jakarta). Diakses dari
www.lontar.ui.ac.id/file?file=pdf/a bstrak-20282765.pdf
Sherko, E., Sotiri, E., & Lika, E. (2013). Therapeutic Communication. JAHR,Volume
4, No.7
Smet, B. (2004). Psikologi kesehatan. Jakarta: Grasindo.
Varcarolis, E. (2015). Psycosocial Nursing Tools Unit Three : Developing
Therapeutic Relationships. Retrieved on January 8, 2015, from
http://www.ohsu.edu/xd/outreach/occyshn/trainingeducation/upload/developi
ngtheraputicrelationships_ch10.pdf
Baile WF, Buckman R, Lenzi R, Glober G, Beale EA, Kudelka AP. SPIKES- A six step
protocol for Delivering Bad News: Application to the Patient with Cancer.
The Oncologist. 2000; 5:302-311
FallowfieldL,JenkinsV.Communicatingsad,bad,anddifficultnewsinmedicine. The
Lancet. 2004; 363: 312-319.
Buckman, R. (2001). Communication skills in palliative care: a practical
guide. Neurologic clinics, 19(4), 989-1004.

Anda mungkin juga menyukai