Oleh
3. Persiapan Pasien
Fase denial
Fase deniel terdiri dari: 1) beri keamanan emosional yaitu dengan memberikan
sentuhan dan ciptakan suasana tenang; dan 2) menganjurkan pasien untuk tetap dalam
pertahanan dengan tidak menghindar dari situasi sesungguhnya.
Fase anger
Fase anger meliputi: 1) membiarkan pasien untuk mengekspresikan keinginan,
menggambarkan apa yang akan dan sedang terjadi pada mereka; dan 2) beri perhatian
dan lingkungan yang nyaman dan cegah injuri.
Fase bargaining
Fase bargaining antara lain: 1) ajarkan pasien agar dapat membuat keputusan
dalam hidupnya yang bermakna; dan 2) dengarkan pasien pada saat bercerita tentang
hidupnya.
Fase depresi
Fase depresi antara lain: 1) perlakukan pasien dengan sabar, penuh perhatian
dan tetap realitas; dan 2) kaji pikiran dan perasaan serta persepsi pasien jika ada asal
pengertian harusnya diklarifikasi.
Fase acceptance
Fase acceptance antara lain: 1) bina hubungan saling percaya; dan 2)
pertahankan hubungan pasien dengan orang-orang terdekat.
7. Mekanis Koping
Denial
Adalah mekanisme koping yang berhubungan dengan penyakit fisik yang
berfungsi pelindung kien untuk memahami penyakit secara bertahap, tahapan tersebut
adalah: tahap awal (initial stage) yaitu tahap menghadapi ancaman terhadap kehilangan
“saya harus meninggal karena penyakit ini”, tahap kronik (kronik stage). Persetujuan
dengan proses penyakit “aku menyadari dengan sakit akan meninggal tetapi tidak
sekarang” dan tahap akhir (finansial stage) yaitu menerima kehilangan “saya akan
meninggal” kedamaian dalam kematiannya sesuai dengan kepercayaan.
Regresi
Mekanisme klien untuk menerima ketergantungan terhadap fungsi perannya.
Mekanisme ini juga dapat memecahkan masalah pada peran sakit klien dalam masa
penyembuhan.
Kompensasi
Suatu tindakan dimana klien tidak mampu mengatasi keterbatasannya karena
penyakit yang dialami.
Selain dari faktor-faktor yang mempengaruhi diatas, yang perlu dikaji saat
pengkajian pada klien terminal singkat “kesadaran“ antara lain adalah:
Belum menyadari (closed awereness)
Yaitu klien dan keluarga tidak menyadari kemungkinan akan kematian, tidak
mengerti mengapa klien sakit, dan mereka yakin klien akan sembuh.
Berpura-pura (mutual pralensa)
Yaitu klien, keluarga, perawat dan tenaga kesehatan lainnya tahu prognosa
penyakit terminal.
Menyadari (open awereness)
Yaitu klien dan keluarga menerima/mengetahui klien akan adanya kematian dan
merasa tenang mendiskusikan adanya kematian.
8. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien penyakit terminal antara lain:
1) anxietas/ cemas berhubungan dengan antisipasi kehilangan, konflik yang tidak
terselesaikan, rasa takut, 2) isolasi diri berhubungan dengan perasaan tidak berharga,
perasaan meninggalkan aktivitasnya, menarik diri, 3) perubahan rasa nyaman
berhubungan dengan nyeri fisiologi atau emosional, 4) depresi berhubungan dengan
keadan fisik yang bertambah peran dan kunjungan keluarga yang tidak teratur, 5)
gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan perubahan status mental, denial,
kehilangan kepercayaan (trust), depresi, riwayat keterampilan komunikasi verbal, 6)
menarik diri/ isolasi diri berhubungan dengan ketidakmampuan mengekpresikan
perasaannya, 7) tidak efektifnya koping individu berhubungan dengan rasa bersalah,
rasa takut, gangguan mood, gangguan mengambil keputusan, 8) Tidak efektifnya
koping keluarga berhubungan dengan rasa takut, 9) ketidakmampuan mengekpresikan
perasaannya berhubungan dengan denial, aspek fisik perawatan klien, 10) perubahan
proses keluarga berhubungan dengan perubahan peran, kehilangan anggota keluarga,
stress financial, 11) takut (kematian atau ketidak tahuan) berhubungan dengan hilang
control, tidak memprediksi masa depan, 12) antisipasi berduka berhubungan dengan
antisipasi kehilangan, rasa takut, perubahan self image, 13) disfungsi berduka
berhubungan dengan kehilangan rasa bersalah, marah, konflik yang tidak terselesaikan,
14) putus harapan berhubungan dengan melihat harapan hidup, perubahan fisik dan
mental, hilang control, merasa hidup sendiri, 15) Gangguan peran b.d. perubahan
fungsi, 16) Potensial self care defisit berhubungan dengan ilangnya fungsi mental,
meningkatnya ketergantungan pada orang lain tentang perawatan, 17) gangguan self
konsep berhubungan dengan kehilangan fungsi fisik/ mental, meningkatnya
ketergantungan pada orang lain tentang perawatan, 18) dystress spiritual berhubungan
dengan rasa salah yang tak terselesaikan, marah yang tidak terselesaikan, perasaan
putus harapan dan putus pertolongan, ketidakmampuan untuk memaafkan diri dari
orang lain.
9. Perencanaan Keperawatan
Tujuan perawatan pada pasien terminal adalah membantu klien untuk hidup
lebih nyaman dan sepenuhnya sampai meninggal, membantu keluarga memberi support
pada pasien, membantu klien dan keluarga untuk menerima perhatian. Kriteria hasil dan
manajemen efektif adalah koping yang efektif, pasien dan keluarga yang tidak
mengetahui kematian, ditandai dengan: Percakapan antara keluarga dan klien tentang
hari terakhir dan jam terakhir yang disukai, percakapan antara klien dan keluarga
tentang kepercayaan spiritual dan tentang adanya kematian dan interaksi antara klien
dan keluarga yang berhubungan dengan arti kehidupan dan ketakutan yang
berhubungan dengan kematian.
Proses pemisahan yang berguna bagi klien dan keluarga, ditandai dengan klien
memberi kenang-kenangan pada anggota keluarga, klien mengucapkan selamat tinggal
pada tiap-tiap anggota keluarga, perubahan ekspresi verbal tentang cinta antara kelurga
dan klien, klien membuang semua harapannya, diskusi antara klien dan pasangannya
tentang bagaimana mengelakan kematian pada anaknya dan bagaimana anak
berpartisipasi dalam upacara pemakaman, tidak ada ekpresi dystress berhubungan
dengan nyeri, komunikasi dengan pengunjung meskipun klien menjadi pendengar,
berusaha memberikan perhatian dan sedikit komentar, menonton TV atau membaca
sendiri.
11. Teknik Menyampaikan Berita Buruk Pada Pasien Paliatif Dan Keluarga
Berita buruk adalah berita (informasi) yang secara drastis dan negatif mengubah
pandangan hidup pasien tentang masa depannya. Berita buruk sering diasosiasikan
dengan suatu diagnosis terminal, namun seorang dokter keluarga mungkin akan
menghadapi banyak situasi yang termasuk dalam bagian berita buruk, seperti hasil USG
seorang ibu hamil yang menunjukkan bahwa janinnya telah meninggal, pasien di
diagnosa menderita kanker stadium empat, kecelakaan yang mengakibatkan kehilangan
anorgan tubuh atau pasien menderita penyakit kronik lainnya.
Menyampaikan berita buruk pada pasien adalah salah satu tanggung jawab
seorang petugas medis yang harus dikerjakan dalam praktek pelayanan kesehatan.
Menyampaikan berita buruk merupakan keterampilan komunikasi yang penting dan
menantang. Terdapat kewajiban secara sosial dan moral bagi petugas medis untuk
bersikap sensitif dan tepat dalam menyampaikan berita buruk. Secara medikolegal
petugas medis berkewajiban menyampaikan atau menginformasikan diganosis yang
secara potensial berakibat fatal. Jika petugas medis tidak menyampaikan dengan tepat,
komunikasi tentang berita buruk akan berakibat pada munculnya perasaan ketidak
percayaan, kemarahan, ketakutan, kesedihan atau pun rasa bersalah pada diri pasien.
Hal-hal tersebut dapat berefek konsekuensi emosional jangka panjang pada keluarga
pasien.
1. Listening mode: ON
Sebelum menyampaikan kabar buruk, hendaknya persiapkan kemampuan ‘mendengar’,
secara prinsip meliputi:
- Silence: Jangan memotong kata-kata pasien ataupun berbicara tumpang
tindih dengan pasien
- Repetition: Ulangi kata-kata pasien atau berikan tanggapan, untuk
menunjukkan pemahaman terhadap apa yang ingin disampaikan pasien.
- Availability: Dokter harus ada di tempat mulai awal hingga akhir
penyampaian kabar buruk. Jangan sampai ada gangguan berupa interupsi,
seperti ada sms, telepon, , atau aktifkan mode silent, jika ada tamu minta
bantuan pada perawat untuk mengatasi tamu yang mungkin datang.
2. Patient’s Perception
Sebelum menyampaikan kabar buruk, hendaknya dokter/perawat mengetahui persepsi
pasien terhadap:
- Kondisi medis dirinya sendiri: Tanyakan sejauh mana informasi yang pasien
ketahui tentang penyakitnya beserta kemungkinan terburuk yang ditimbulkan
oleh penyakit tersebut.
- Harapannya terhadap hasil medikasi yang ia tempuh: Tanyakan perkiraan pasien
terhadap hasil medikasi. Tujuan mengetahui kedua aspek tersebut bukan semata-
mata untuk mengubah persepsi pasien agar sesuai dengan kenyataan, melainkan
sebagai jalan untuk menilai kesenjangan antara persepsi dan harapan pasien
dengan kenyataan sebagai pertimbangan penyampaian kabar buruk agar tidak
terlalu membuat pasien terguncang.
1. Kondisi Klien
Tn.B usia 54 tahun datang ke rumah sakit dengan keluhanbatuk berdahak, klien
tampak sesak nafasdan nafas pendek, klien juga mengeluh lemah dan nafsu makan
menurun.Klien merupakan perokok berat, setelah dilakukan pemeriksaan dan
didapatkan bahwa pasien di diagnosis mengalami Ca Pulmo.