A. Latar Belakang
Atrial fibrilasi (AF) merupakan suatu aritmia jantung paling umum yang
melibatkan peran dari bagian-bagian jantung, terutama atrium1. Pengertian kata
AF berasal dari fibrillating atau bergetarnya otot-otot jantung atrium, jadi bukan
merupakan suatu kontraksi yang terkoordinasi. Hal ini sering diidentifikasi
dengan peningkatan denyut jantung dan ketidakteraturan irama jantung.
Sedangkan untuk indicator untuk mementukan ada tidaknya AF adalah tidak
adanya gelombang P pada elektrokardiogram (EKG), yang secara normal ada saat
kontraksi atrium yang terkoordinasi2.
Atrial fibrilasi merupakan aritmia yang paling umum ditemukan dalam
praktek klinis3. Hal ini juga menyumbang 1/3 dari penerimaan pasien rumah sakit
untuk gangguan irama jantung4. Hal itu juga sesuai dengan pernyataan bahwa
tingkat penerimaan untuk AF telah meningkat dalam beberapa tahun terakhir 5.
Sedangkan untuk presentase stroke yang berasal dari AF berkisar 6-24% dari
semua stroke iskemik, sedangkan 3-11% dari mereka yang secara struktural
terdiagnosis AF, memiliki jantung yang normal6. Dari sekitar 2,2 juta orang di
Amerika Serikat, ditemukan kurang lebih 160.000 kasus baru setiap tahun. Pada
prevalensi umum AF, terdapat peningkatan seiring dengan bertambahnya usia,
yaitu sekitar 1-2%. Pada usia kurang dari 50 tahun (<50 tahun), prevalensi AF
kurang lebih berkisar pada nilai presentase 1 % dan kemudian meningkat menjadi
9 % pada usia 80 tahun. AF lebih banyak dijumpai pada laki-laki dibandingkan
dengan wanita, walaupun sebenarnya tidak ada kepustakaan yang mengatakan
adanya perbedaan yang relevan antara jenis kelamin pria dengan wanita yang
mempengaruhi prevalensi AF7.
Pada dasarnya, jantung bisa melakukan kontraksi karena adanya system
konduksi sinyal elektrik yang berasal dari nodus sino-atrial (SA). Pada AF, nodus
SA tidak mampu melakukan fungsinya secara normal, hal ini menyebabkan tidak
teraturnya konduksi sinyal elektrik dari atrium ke ventrikel. Akibat dari hal
tersebut, detak jantung menjadi tidak teratur dan terjadi peningkatan denyut
jantung. Keadaan ini dapat terjadi dan berlangsung dari menit ke minggu atau
dapat terjadi sepanjang waktu selama bertahun-tahun. Kecenderungan alami dari
AF sendiri adalah kecenderungan untuk menjadi kondisi kronis dan menyebabkan
adanya komplikasi lain8.
AF seringkali tanpa disertai adanya gejala, tapi terkadang AF dapat
menyebabkan palpitasi, penurunan kesadaran, nyeri dada dan gagal jantung
kongestif. Orang dengan AF biasanya memiliki peningkatan signifikan risiko
stroke (hingga >7 kali populasi umum). Pada AF, risiko stroke meningkat tinggi,
hal ini dikarenakan adanya pembentukan gumpalan di atrium sehingga
menurunkan kemampuan kontraksi jantung, khususnya pada atrium kiri jantung9.
Disamping itu, tingkat peningkatan risiko stroke tergantung juga pada jumlah
faktor risiko tambahan. Tetapi, banyak orang dengan AF memang memiliki faktor
risiko tambahan dan AF juga merupakan penyebab utama dari stroke10.
AF dapat diobati dengan pengobatan yang baik dengan memperlambat
denyut jantung atau mengembalikan irama jantung kembali normal. Elektrik
kardioversi juga dapat digunakan untuk mengkonversi irama jantung AF kembali
ke irama jantung yang normal. Disamping hal tersebut, bedah dan terapi berbasis
kateter juga dapat digunakan untuk mencegah terulangnya AF dalam individu-
individu tertentu.
B. Tujuan
Untuk mengetahui definisi, tanda serta gejala, patofisiologi dan tata
laksana atrial fibrilasi.
C. Manfaat
Referat ini diharapkan dapat menambah wawasan ilmu pengetahuan
khususnya tentang penyakit jantung atrial fibrilasi.
BAB II
PEMBAHASAN
1. Atrial fibrilasi adalah suatu gangguan pada jantung (aritmia) yang ditandai
dengan ketidakteraturan irama denyut jantung dan peningkatan frekuensi
denyut jantung, yaitu sebesar 350-650 x/menit.
2. Menurut AHA (American Heart Association), klasifikasi dari atrial fibrilasi
dibedakan menjadi 4 jenis, yaitu AF deteksi pertama, paroksismal AF,
persisten AF dan kronik/permanen AF.
3. Mekanisme AF terdiri dari 2 proses, yaitu proses aktivasi lokal dan multiple
wavelet reentry.
a. Aktivasi lokal merupakan mekanisme AF yang berasal dari fokus ektopik
yang dominan (vena pulmonalis superior), dimana fokus ektopik ini
menimbulkan sinyal elektrik yang mempengaruhi aktivitas potensial aksi
nodus SA pada atrium.
b. Multiple wavelet reentry merupakan proses potensial aksi yang berulang-
ualng, melibatkan sirkuit/jalur depolarisasi, tidak tergantung pada adanya
fokus ektopik seperti pada proses aktivasi lokal dan dipengaruhi oleh
pembesaran atrium, pemendekan periode refractory serta penurunan
kecepatan konduksi.
4. Terjadinya AF akan menimbulkan disfungsi hemodinamik jantung, yaitu
hilangnya koordinasi aktivitas mekanik jantung, ketidakteraturan respon
ventrikel dan ketidakteraturan denyut jantung.
5. Sasaran utama pada penatalaksanaan AF adalah mengontrol ketidakteraturan
irama jantung, menurunkan peningkatan denyut jantung dan
menghindari/mencegah adanya komplikasi tromboembolisme.
DAFTAR PUSTAKA