Anda di halaman 1dari 75

ASUHAN KEPERAWATAN

PADA PASIEN DENGAN INFARK MIOKARD AKUT (IMA)

DISUSUN OLEH :

UNIT GAWAT DARURAT

RUMAH SAKIT QADR


KOMPLEK ISLAMIC VILLAGE KELAPA DUA
TANGERANG
BAB I
TINJAUAN TEORITIS

A. Anatomi dan Fisiologi Jantung

Putri & Wijaya (2013) di dalam buku Keperawatan Medikal Bedah 1 Secara
fisiologis, jantung adalah salah satu organ tubuh yang paling vital fungsinya di
bandingkan dengan organ tubuh vital lainnya. Dengan kata lain, apabila fungsi jantung
mengalami gangguan amat besar pengaruhnya terhadap organ-organ tubuh lainnya
terutama ginjal dan otak. Karena fungsi utama jantung adalah sebagai single pompa yang
memompakan darah keseluruh tubuh untuk kepentingan metabolisme sel-sel demi
kelangsungan hidup.
Berikut adalah uraian dengan beberapa sub-topik anatomi fisiologi jantung di
bawah ini:
a. Ukuran, posisi atau letak jantung
Jantung manusia mendekati ukuran kepalan tangannya atau dengan ukuran
panjang kira-kira 12cm dan lebar sekitar 9cm, jantung terletak antara tulang sternum,
tepatmya di bawah tulang mediasternum diantara kedua paru-paru dan bersentuhan
dengan diafragma, bagian atas jantung terletak di bawah sternal notch 1/3 dari
jantung berada disebelah kanan dari midline sternum, 2/3 nya disebelah kiri dari
midline sternum. Sedangkan bagian apek jantung di interkostal ke 5 atau tepatnya di
bawah puting susu.

b. Ruang jantung
Jantung kita di bagi menjadi 2 bagian ruang yaitu Atrium (serambi) dan ventrikel
(bilik).Karena atrium hanya memompakan darah dengan jarak yang pendek, yaitu ke
ventrikel. Oleh karena itu otot atrium lebih tipis dibandingkn dengan otot ventrikel.
Ruang atrium dibagi menjadi 2 bagian, yaitu atrium kanan dan atrium kiri. Demikian
halnya dengan ruang ventrikel, di bagi menjadi 2 yaitu ventrikel kanan dan ventrikel
kiri. Jadi kita boleh mengatakan kalau jantung dibagi menjadi 2 yaitu jantung bagian
kanan (atrium kanan dan ventrikel kanan) dan jantung kiri (atrium kiri dan ventrikel
kiri). Kedua atrium memiliki bagian luar organ masing-masing yaitu auricle.
Dimanan kedua atrium dihubungkan dengan satu auricle yang berfungsi menampung
darah apabila kedua atrium memiliki kelebihan volume.
c. Lapisan otot jantung
Syaifuddin (2012) di dalam buku anatomi fisiologi lapisan otot jantung terdiri dari 3
lapisan, yaitu:
1) Perikardium, Lapisan yang merupakan kantong pembungkus jantung, terletak
di mediastinum minus, terletak di belakang korpus streni dan rawan iga II-VI.
2) Perikardium fibrosum (visual): Bagian kantong yang membatasi pergerakan
jantung terikat di bawah sentrum tendinium diafragma, bersatu dengan
pembuluh darah besar, melekat pada sternum melalui ligamentum
sternoperikardial.
3) Perikardium serosum (parietal), dibagi menjadi dua bagian: Perikardium
parietalis membatasi perikardium fibrosum, sering disebut epikardium, dan
perikardium viseral (kavitas perikardialis) yang mangandung sedikit cairan yang
berfungsi melumas untuk mempermudah pergerakan jantung.
4) Miokardium
Lapisan otot jantung menerima darah dari arteri koronaria. Arteri koronaria kiri
bercabang menjadi arteri desending anterior dan arteri sirkumfleks. Arteri
koranaria kanan memberikan darah untuk sinoatrial node, ventrikel kanan,
permukaan diafragma ventrikel kanan. Vena koronaria mengembalikan darah ke
sinus kemudian bersirkulasi langsung ke dalam paru.
Susunan miokardium :
a. Susunan otot atria: Sangat tipis dan kurang teratur, serabut-serabutnya disusun
dalam dua lapisan. Lapisan luar mencakup kedua atria. Serabut Iuar ini paling
nyata di bagian depan atria. Beberapa serabut masuk ke dalam septum
atrioventrikular. Lapisan dalam terdiri dari serabut-serabut berbentuk
lingkaran.
b. Susunan otot ventrikuler: Membentuk bilik jantung dimulai dari cincin
atrioventrikular sampai ke apeks jantung.
c. Susunan otot atrioventrikular merupakan dinding pemisah antara serambi dan
bilik (atrium dan ventrikel).
5) Endokardium (permukaan dalam jantung).
Dinding dalam atrium diliputi oleh membran yang mengilat, terdiri dari jaringan
endotel atau selaput lendir endokardium, kecuali aurikula dan bagian depan
sinus vena kava.
d. Katup jantung
Nazmah A (2012) mengatakan di dalam buku panduan belajar membaca
Elektrokardiografi. Katup jantung adalah pintu penghubung antara kedua atrium
dengan kedua ventrikel dan kedua ventrikel dengan kedua cabang sirkulasinya.
Dimana katup jantung ini berfungsi mencegah aliran darah agar tidak balik ke ruang
jantung yang mempunyai tekanan lebih rendah. Ada 4 katup jantung yang harus kita
ketahui adalah sebagai berikut :
1) Katup trikuspid, yaitu katup yang menghubungkan antara atrium kanan dengan
ventrikel kanan. Katup triskupid ini mempunyai 3 daun katup.
2) Katup pulmonal, yaitu katup yang menghubungkan ventrikel kanan dengan
sirkulasi pulmonal. Katup pulmonal juga memiliki 3 daun katup.
3) Katup Mitral, yaitu katup Yang menghubungkan antara atrium kiri dengan
ventrikel kiri. Katup mitral mempunyai 2 daun katup, makanya sering disebut
dengan katup bicuspid.
4) Katup Aorta, yaitu katup yang menghubungkan antara ventrikel kiri dengan
sirkulasi sistemik. Katup aorta juga memiliki 3 daun katup.
Katup yang menghubungkan kedua atrium dengan kedua ventrikel dinamakan
katup atrioventrikular (katup mitral/biskupid dan katup trikuspid), sedangkan katup
yang menghubungkan antara kedua ventrikel dengan sirkulasi sistemik dan pulmonal
dinamakan katup semilunar (katup aorta dan katup pulmonal).
e. Pembuluh darah besar jantung
Putri & wijaya (2013) di dalam buku Keperawatan Medikal Bedah ada beberapa
pembuluh darah besar yaitu:
1) Vena cava superior, yaitu vena besar yang membawa darah kotor dari bagian
atas diafragma ke atrium kanan.
2) Vena cava inferior, yaitu vena besar yang membawa darah kotor dari bagian
bawah diafragma ke atrium kanan
3) Sinus coronary, yaitu vena besar di jantung yang membawa darah kotor dari
jantung sendiri.
4) Pulmonary trunk, yaitu pemuluh darah besar yang membawa darah kotor dari
ventrikel kanan ke arteri pulmonalis
5) Arteri pulmonalis, dibagi menjadi 2 yaitu kanan dan kiri yang membawa darah
kotor dari pulmonary trunk ke kedua paru-paru
6) Vena pulmonalis, dibagi menjadi 2 yaitu kanan dan kiri yang membawa darah
bersih dari kedua paru-paru ke atrium kiri.
7) Assending aorta, yaitu pembuluh darah besar yang membawa darah bersih dari
ventrikel kiri ke arkus aorta ke cabangnya yang bertanggung jawab dengan
organ tubuh bagian atas.
8) Dessending aorta, yaitu bagian aorta yang membawa darah bersih dan
bertanggung jawab dengan organ tubuh bagian bawah.
f. Arteri koroner
Arteri koroner berasal dari bagian proksimal aorta (cabang pertama aorta) sebagai
arteri koronaria kanan dan arteri koronaria kiri. Pembuluh ini tepat terletak tepat di
sebelah dalam terhadap epikardium pada permukaan jantung. Jantung menerima dua
perdarahan yaitu epikardium dan miokardium di perdarahi oleh arteri koronaria dan
cabang-cabangnya, sedangkan endokardium menerima O2 dan nutrien dari kontak
langsung dengan darah di dalam ruang jantung.
Arteri koroner kiri memperdarahi sebagaian terbesar ventrikel kiri, septum dan
atrium kiri. Arteri koroner kanan memperdarahi sisi diafragmatik ventrikel kiri,
sedikit bagian posterior septum dan ventrikel serta atrium kanan. Nodus SA lebih
sering diperdarahi oleh arteri koroner kanan daripada kiri. (cabang sirkumfleks).
Nodus AV 90% diperdarahi oleh arteri koroner kanan dan 10% diperdarahi oleh
arteri koroner kiri (cabang sirkumfleks). Dengan demikian, obstruksi arteri koroner
kiri sering menyebabkan infark anterior dan infark inferior disebabkan oleh obstruksi
arteri koroner kanan.

g. Siklus jantung
Nazmah A, (2012) di dalam buku panduan belajar membaca EKG Secara garis
besar siklus jantung terdiri dari dua 2 komponen yaitu sistolik atau kontraksi dan
diastolic atau relaksasi. Atau sering kita mendengarnya dengan sebutan Lub= Sistolik
dan Dup= Diastolic. Seperti yang sudah saya sampaikan sebelumnya bahwa untuk
mempermudah mempelajari siklus jantung, jantung di bagi menjadi dua bagian yaitu
jantung bagian kanan (Atrium dan Ventrikel Kanan) serta jantung bagian kiri
(Atrium dan Ventrikel Kiri).
Dimana atrium kanan menerima darah yang miskin oksigen dari vena kava
superior, vena kava inferior dan sinus koronarius. Dari atrium kanan darah akan
dialirkan ke ventrikel kanan melalui katup trikuspidalis. Dari ventrikel kanan darah
akan dipompakan ke 4 pulmonary arteri melalui katup pulmonal ke paru-paru kiri
dan kanan untuk di oksigenisasi.
Setelah darah di oksigenisasi di paru-paru, selanjutnya darah akan diteruskan ke
atrium kiri melalui 4 vena pulmonalis. Dari atrium kiri darah akan dialirkan ke
ventrikel kiri melalui katup biskupid atau katup mitral. Kemudian dari ventrikel kiri,
melalui katup aorta darah dipompakan ke seluruh organ tubuh termasuk ke jantung
itu sendiri kernudian setelah darah yang kaya akan oksigen dipakai maka darah akan
dikembalikan lagi ke atrium kanan (Nazmah Abu, 2012)

B. Definisi Infark Miokard Akut


Infark Miokard Akut (IMA) adalah terjadinya nekrosis miokard yang cepat
disebabkan oleh karena ketidakseimbangan yang kritis antara aliran darah dan kebutuhan
darah miokard ( Udjianti, 2010).
Infark myokardium merupakan blok total yang mendadak dari arteri koroner besar
atau cabang-cabangnya. Lamanya kerusakan myocardial bervariasi dan bergantung
kepada besar daerah yang diperfusi oleh arteri yang tersumbat. Infark myocardium dapat
berakibat nekrosis karena parut atau fibrosis, dan mendatangkan kematian mendadak
(Kasron, 2012).
Dari pengertian diatas maka dapat disimpulkan bahwa Akut Miokard Infark
(AMI) merupakan suatu keadaan dimana terjadi kerusakan atau kematian otot jantung
yang disebabkan oleh karena berkurangnya atau terhambatnya aliran darah koroner
secara tiba-tiba atau secara tiba-tiba kebutuhan oksigen meningkat tanpa disertai perfusi
arteri koroner yang cukup (Kasron, 2012).
Infark Miokard adalah penyumbatan sebagian atau lebih arteri koroner (dikenal
juga seranggan jantung), (Holloway, 2003). Infark Miokard adalah rusaknya jaringan
jantung akibat supllai darah yang tidak adekuat sehingga aliran darah ke koroner
berkurang, (Brunner & Sudarth, 2012).
Muttaqin, A (2013) mengatakan di dalam buku Keperawatan Medikal Bedah I,
Infark Miokard Akut di definisikan sebagai nekrosis miokardium yang disebabkan oleh
tidak adekuatnya pasokan darah akibat sumbatan akut pada arteri koroner. Sumbatan ini
sebagian besar disebabkan oleh terjadinya thombosis, vasokontriksi reaksi inflamasi, dan
mikroembolisasi distal. Kadang-kadang sumbatan ini dapat pula disebabkan oleh spasme
arteri kororner, emboli atau vaskulitis.
Menurut Aru, S (2013) di dalam buku Keperawatan Medikl Bedah 1, IMA dengan
ST elavasion Myocardial Infarction = STEMI) merupakan bagian dari spectrum sindrom
kororner akut (SKA) yang terdiri dari angina pectoris tak stabil, IMA tanpa elevasi ST,
dan IMA degan elevasi ST. STEMI umumnya terjadi jika aliran darah koroner menurun
secara mendadak setelah okulasi thrombus pada plak ateroklorosis yang sudah ada
sebelumnya.
Saputra, L (2013) mengemukakan bahwa infark miokarfium akut adalah kematian
sebagian sel-sel otot miokardium yang di sebabkan oleh kekurangan oksigen akibat
perfusi tidak normal.
Infark mioakard adalah suatu keadan ketidakseimbangan antara suplai &
kebutuhan oksigen miokard sehingga jaringan miokard mengalami kematian. Infark
menyebabkan kematian jaringan yang ireversibel. Sebesar 80-90% kasus MCI disertai
adanya trombus, dan berdasarkan penelitian lepasnya trombus terjadi pada jam 6-siang
hari. Infark tidak statis dan dapat berkembang secara progresif.
MCI apabila tidak segera di tangani atau dirawat dengan cepat dan tepat dapat
menimbulkan komplikasi seperti CHF, disritmia, syok kardiogenik yang dapat
menyebabkan kematian, dan apabila MCI sembuh akan terbentuk jaringan parut yang
menggantikan sel-sel miokardium yang mati, apabila jaringan parut yang cukup luas
maka kontraktilitas jantung menurun secara permanent, jaringan parut tersebut lemah
sehingga terjadi ruptur miokardium atau anurisma, maka diperlukan tindakan medis dan
tindakan keperawatan yang cepat dan tepat untuk mencegah komplikasi yang tidak
diinginkan. Hal ini dapat dicapai melalui pelayanan maupun perawatan yang cepat dan
tepat untuk memberikan pelayanan cepat dan tepat diperlukan pengetahuan, keterampilan
yang khusus dalam mengkaji, dan mengevaluasi status kesehatan klien dan diwujudkan
dengan pemberian asuhan keperawatan tanpa melupakan usaha promotif, preventif,
kuratif dan rehabilitatif. Peran Oksigen pada Miokard
a. Dibutuhkan pada saat aktivitas preload & afterload.
b. Kontraktilitas miokard
c. Diperlukan jantung untuk berdenyut.
d. Kelelahan & stres emosional meningkatkan denyut jantung.
C. Klasifikasi Infark Miokard
a. Berdasarkan lapisan otot yang terkena Akut Miokard Infark dapat dibedakan :
(Udjianti, 2010)
1) Akut Miokard Infark Transmural  mengenai seluruh lapisan otot jantung
(dinding ventrikel).
2) Akut Miokard Infark Non Transmural / Subendokardial Infark  infark otot
jantung bagian dalam (mengenai sepertiga miokardium).
b. Berdasarkan tempat oklusinya pada pembuluh darah koroner : ( Udjianti, 2010)
1) Akut Miokard Infark Anterior.
2) Akut Miokard Infark Posterior.
3) Akut Miokard Infark Inferior.
c. Menurut Rendi dan Margareth, (2012), jenis-jenis miokard infark terbagi menjadi 2
yaitu :
1. Miokard infark subendokardial
Daerah suendokardial merupakan daerah miokard yang amat peka terhadap
iskemia dan infark. Miokard infark subendokardial terjadi akiat aliran darah
subendokardial yang relative menutun dalam waktu yang lama sebagai akibat
peruahan derajat penyempitan arteri koroner atau dicetuskan oleh kondisi-kondisi
seperti hipotensi, perdasarhan, hipoksia. Derajat nekrosis dapat ertambah ila
disertai peningkatan kebutuhan oksigen miokard misalnya akiat takikardia atau
hipertrofi ventrikel.
2. Miokard infark transmural
Pada lebih 90% pasien miokard infark transmural berkaitan dengan trombosis
koroner. Trombosis sering terjadi di daerah yang mengalami penyempitan
arteriosklerotik. Penyea lain leih jarang ditemukan, termasuk disini misalnya
perdarahan dalam plague arteriosklerotik dengan hematom intramural, spasme
yang umumnya terjadi ditempat arteriosklerotik yang emoli koroner.
d. Menurut Morton, 2012 (dikutif dalam Nurafif & Kusuma, 2015) yang termasuk
didalam akut miokard infark :
1. Angina pectoris
Angina pectoris adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan
nyeri dada atau ketidaknyamanan yang disebabkan oleh penyakit arteri koronari,
pasien dapat menggambarkan sensasi seperti tekanan, rasa penuh, diremas, berat
atau nyeri. Angina pictoris disebabkan oleh iskemia myocardium reversible dan
sementara yang dicetuskan oleh ketidakseimbangan antara kebutuhan oksigen
myocardium dan suplai oksigen myocardium yang berasal dari penyempitan
arterosklerosis arteri koroner. Klasifikasi angina :
a) Angina stabil (dikenal sebagai angina stabil kronis, angina pasif, atau angina
ekssersional). Nyeri yang dapat diprediksi, nyeri terjadi pada saat aktivitas
fisik atau stress emosional dan berkurang dengan istirahat atau nitrogliserin.
b) Angina tidak stabil juga disebut angina pra-infark atau angina kresendo yang
mengacu pada nyeri dada jantung yang biasanya terjadi pada saat istirahat.
c) Angina varian yang juga dikenal sebagai angina prinzmetal atau angina
vasospatik, adalah bentuk angina tidak stabil.
Canadian Cardiovascular Society menggolongkan derajat angina berdasarkan
hasil anamnesis:
Derajat Angina Derajat Gejala
Kelas I ‘Aktivitas biasa tidak menyebabkan angina’
Angina apabila mengalami kelelahan
Kelas II ‘Aktivitas biasa sedikit terbatas’
Angina bila berjalan atau naik tangga dengan cepat, tenaga
terkuras setelah makan , dalam cuaca dingin , ketika berada
di bawah stres emosional , atau hanya selama beberapa jam
pertama setelah bangun
Kelas III ‘Ditandai pembatasan aktivitas fisik biasa '
Angina saat berjalan satu atau dua blok pada tingkatan
tangga
atau pada tangga utuh dengan kecepatan normal di bawah
kondisi yang normal
Kelas IV 'Ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas fisik tanpa
perasaan tidak nyaman ' atau ' angina saat istirahat’

2. Akut Miokard Infark tanpa elevasi ST (NSTEMI), disebabkan oleh penurunan


suplai oksigen dan atau peningkatan kebutuhan oksigen miokard yang
diperberat oleh obstruksi koroner.
3. Akut Miokard Infark dengan elevasi ST (STEMI), umumnya terjadi jika aliran
dalam koroner menurun secara mendadak setelah oklusi trombus pada plak
aterosklerotik yang sudah ada sebelumnya . Ini disebabkan karena injuri yang
disebabkan oleh faktor-faktor seperti merokok, hipertensi, dan akumulasi lipid.
D. Etiologi Infark Miokard

Nurarif dan Kusuma (2013) mengemukakan bahwa etiologi Infark Miokard Akut
1. Faktor penyebab
a. Suplai oksigen ke miokard berkurang yang disebabkan oleh 3 faktor :
1) Factor pembuluh darah : aterosklerosis, Spasme, Arteritis
2) Factor Sirkulasi : Hipotensi, Stenos aorta, insufisiensi
3) Factor Darah : anemia, Hipoksemia, polisitema
b. Perubahan curah jantung :
1) Aktivitas berlebihan
2) Emosi
3) Makan terlalu banyak
4) Hypertiroidisme
c. Kebutuhan oksigen miokard meningkat pada :
1) Kerusakan miokard
2) Hypertropimiokard
3) Hypertensi diastolic
2. Faktor risiko penyebab IMA
Faktor resiko yang menjadi pencetus terjadinya infark miokard akut adalah:
a. Faktor resiko yang dapat di ubah
- Mayor : merokok, hipertensi, obesitas, hiperlipidemia, hiperkolestrolimia dan
pola makan (diet tinggi lemak dan tinggi kalori)
- Minor : stress, kepribadian tipe A (emosional, agresif, dan ambivalen) dan
aktivitas fisik.
b. Yang tidak dapat diubah
- Hereditas/keturunan
- Usia lebih dari 40 tahun,
- Ras, insiden lebih tinggi orang yang berkulit hitam.
- Sex, pria lebih sering dari pada wanita. Insiden pada pria tinggi, sedangkan
pada wanita meningkat setelah menopause.

E. Patofisiologi IMA
Wijaya & Putri (2013) menjelaskan patofisiologinya adalah Iskemia yang
berlangsung lebih dari 30-45 menit akan menyebabkan kerusakan selular yang ireversibel
dan kematian otot atau neokrosis. Bagian miokardium yang mengalami infark atau
nekrosis akan berhenti berkontraksi secara permanent. Jaringan Yang mengalami infark
dikelilingi oleh suatu daerah iskemik yang berpotensi dapat hidup. Ukuran infark akhir
tergantung dari nasib daerah iskemik tersebut. Bila pinggir daerah ini mengalami nekrosis
maka besar daerah infark akan bertambah besar, sedangkan perbaikan iskemia akan
memperkecil daerah nekrosis.
lnfark miokardium biasanya menyerang ventrikel kiri. lnfark digambarkan lebih
lanjut sesuai letaknya pada dinding ventrikel. Misalnya, infark miokardium anterior
mengenai dinding anterior ventrikel kiri. Daerah lain yang biasanya terserang infark
adalah bagian inferior, lateral, posterior, dan septum.
Otot yang mengalami infark akan mengalami serangkaian perubahan selama
berlangsungnya proses penyembuhan. Mula-mula otot yang mengalami infark tampak
memar dan sianotik akibat terputusnya aliran darah regional. Dalam jangka waktu 24 jam
timbul edema pada selsel, respon peradangan disertai infiltrasi leukosit. Enzim-enzim
jantung akan terlepas dari sel-sel ini. Menjelang hari kedua atau ketiga mulaiproses
degradasi jaringan dan pembuangan semua serabut nekrotik. Selama fase ini dinding
nekrotik relatif tipis. Kira-kira pada minggu ketiga mulai terbentuk jaringan parut.
Lambat laun jaringan penyambung fibrosa menggantikan otot yang nekrosis dan
mengalami penebalan yang progresif. Pada minggu keenam parut sudah terbentuk dengan
jelas. infark miokardium jelas akan mengurangi fungsi ventrikel karena otot yang
nekrosis kehilangan daya kontraksi sedangkan otot yang iskemia di sekitarnya juga
mengalami gangguan daya kontraksi. Secara fungsional infark miokardium akan
menyebabkan perubahan-perubahan seperti pada iskemia : (1) Daya kontraksi menurun,
(2) Gerakan dinding abnormal, (3) Perubahan daya kembang dinding ventrikel, (4)
Pengurangan curah sekuncup, (5) Pengurangan fraksi ejeksi, (6) Peningkatan volume
akhir sistolik dan akhir diastolik ventrikel dan (7) Peningkatan tekanan akhir diastolik
ventrikel kiri.
Peningkatan frekuensi jantung dan daya kontraksi oleh refleks simpatik dapat
memperbaiki fungsi ventrikel. Penyempitan arteriola menyeluruh akan mempertinggi
resistensi perifer total, dengan demikian tekanan rata-rata arter akan meningkat. 
Penyempitan pembuluh vena akan mengurangi kapasitas vena, akan meningkatkan alir
balik vena ke jantung dan pengisian ventrikel. Pengisian ventrikel yang meningkat akan
meningkatkan daya kontraksi dan volume ejeksi. Dengan menurunnya fungsi ventrikel
maka dipadukan tekanan pengisian diastolik yang lebih tinggi agar curah sekuncup dapat
dipertahankan. Peningkatan tekanan pengisian diastolik dan volume ventrikel akan
menegangkan serabut miokardium, dan dengan demikian meningkatkan
kekuatan kontraksi sesuai hukum Starling. Tekanan pengisian sirkulasi dapat
ditingkatkan lebih lanjut lewat retensi natrium dan air oleh ginjal. Akibatnya, infark
miokardium biasanya disertai pembesaran ventrikel kiri sementara akibat dilatasi
kompensasi jantung. Bila perlu, dapat terjadi hipertrofi kompensasi jantung sebagai usaha
untuk meningkatkan daya kontraksi dan pengosongan ventrikel (Price, Silvia. 2006).
Dua jenis kelainan yang terjadi pada IMA adalah komplikasi hemodinamik dan
aritmia. Segera setelah terjadi IMA daerah miokard setempat akan memperlihatkan
penonjolan sistolik (diskinesia) dengan akibat penurunan ejection fraction, isi sekuncup
(stroke volume) dan peningkatan volume akhir distolik ventrikel kiri. Tekanan akhir
diastolik ventrikel kiri naik dengan akibat tekanan atrium kiri juga naik. Peningkatan
tekanan atrium kiri di atas 25 mmHg yang lama akan menyebabkan transudasi cairan ke
jaringan interstisium paru (gagal jantung). Pemburukan hemodinamik ini bukan saja
disebakan karena daerah infark, tetapi juga daerah iskemik di sekitarnya. Miokard yang
masih relatif baik akan mengadakan kompensasi, khususnya dengan bantuan
rangsangan adrenergeik, untuk mempertahankan curah jantung, tetapi dengan akibat
peningkatan kebutuhan oksigen miokard. Kompensasi ini jelas tidak akan memadai bila
daerah yang bersangkutan juga mengalami iskemia atau bahkan sudah fibrotik. Bila
infark kecil dan miokard yang harus berkompensasi masih normal, pemburukan
hemodinamik akan minimal. Sebaliknya bila infark luas dan miokard yang harus
berkompensasi sudah buruk akibat iskemia atau infark lama, tekanan akhir diastolik
ventrikel kiri akan naik dan gagal jantung terjadi. Sebagai akibat IMA sering terjadi
perubahan bentuk serta ukuran ventrikel kiri dan tebal jantung ventrikel baik yang
terkena infark maupun yang non infark. Perubahan tersebut menyebabkan remodeling
ventrikel yang nantinya akan mempengaruhi fungsi ventrikel dan timbulnya aritmia
(Guyton, 2010 ).
Perubahan-perubahan hemodinamik IMA ini tidak statis. Bila IMA makin
tenang fungsi jantung akan membaik walaupun tidak diobati. Hal ini disebabkan karena
daerah-daerah yang tadinya iskemik mengalami perbaikan. Daerah-daerah diskinetik
akibat IMA akan menjadi akinetik, karena terbentuk jaringan parut yang kaku. Miokard
sehat dapat pula mengalami hipertropi. Sebaliknya perburukan hemodinamik akan
terjadi bila iskemia berkepanjangan atau infark meluas. Terjadinya penyulit mekanis
seperti ruptur septum ventrikel, regurgitasi mitral akut dan aneurisma ventrikel akan
memperburuk faal hemodinamik jantung (Guyton, 2010).
Aritmia merupakan penyulit IMA tersering dan terjadi terutama pada menit-
menit atau jam-jam pertama setelah serangan. Hal ini disebabkan oleh perubahan-
perubahan masa refrakter, daya hantar rangsangan dan kepekaaan terhadap rangsangan.
Sistem saraf otonom juga berperan besar terhadap terjadinya aritmia. Pasien IMA
inferior umumnya mengalami peningkatan tonus parasimpatis dengan akibat
kecenderungan bradiaritmia meningkat, sedangkan peningkatan tonus simpatis pada
IMA inferior akan mempertinggi kecenderungan fibrilasi ventrikel dan perluasan infark
(Guyton, 2010 ).
F. Pathway

Aterosklerosis
Trombosis
Konstriksi arteri

Aliran darah ke jantung menurun

Pelepasan zat
Oksigen turun Merangsang
histamine, bradikinin,
Nosiseptor
prostaglandin, dll

Jaringan Miocard Iskemia Serabut A delta


Iskemik
Serabut C
Nekrose lebih dari 30 menit Infark
Sum-sum tulang

Supply dan kebutuhan oksigen ke jantung tidak seimbang Dorsal Root

STT (Spinothalamic trac)


Supply Oksigen ke Miocard turun SRT (Spinorectorlar trac)

Merespon nyeri dimana


dan seberapa besar
Seluler hipoksia
Metabolisme an aerob

Nyeri akut

Timbunan asam Nyeri Integritas membran sel berubah


laktat meningkat Akut

penurunan curah
Kontraktilitas turun
jantung/cardiac output
Fatique
Ansieta
s/

Intoleransi COP turun Kegagalan pompa


aktifitas jantung

Gangguan perfusi jaringan Gagal jantung Penurunan cardiac


output

Kelebihan volume Tekanan osmotic ≠ Aliran balik


Hipervolemia
cairan ekstravaskuler tekanan hidrostastik jantung tidak Perfusi Perifer
adekuat tidak efektif
G. Manifestasi klinis
Keluhan yang khas adalah nyeri dada retrosternal seperti diremas-remas, ditekan,
ditusuk, panas, atau ditindih barang berat. Nyeri dapat menjalar ke lengan (umumnya
kiri), bahu, leher, rahang bahkan ke punggung dan epigastrium. Nyeri berlangsung lebih
lama dari angina pektoris dan responsive terhadap nitrogliserin kadang-kadang, terutama
pada pasien diabetes dan orang tua, tidak ditemukan sama sekali. Nyeri dapat disertai
rasa mual, muntah, sesak, pusing, keringat dingin, berdebar-debar atau sinkope. Pasien
sering tampak ketakutan walaupun infark miokard akut ini dapat merupakan manifestasi
pertama penyakit jantung koroner namun bila anamesis dilakukan teliti hal ini sering
sebenarnya sudah didahului keluhan-keluhan angina, perasaan tidak enak didada atau
epigastrium. Kelainan pada pemeriksaan fisik tidak ada yang spesifik dan dapat normal.
Dapat ditemui bunyi jantung yakni S2 yang pecah, paradoksal dan irama gallop. Adanya
kreatifitas basal menunjukan adanya bendungan paru-paru. Takikardi, kulit yang pucat,
dingin dan hipotensi ditemukan pada kasus yang relatif berat, kadang-kadang ditemukan
pulsasi diskinetik yang tampak atau berada didinding dada pada infark miokard akut
imperior.
1. Gejala Klinis (PERKI, 2015):
a) Nyeri dada yang tiba-tiba dan berlangsung terus menerus, terletak di bawah
bagian sternum dan perut atas.
b) Rasa nyeri yang tajam dan berat, biasa menyebar ke bahu dan biasanya ke lengan
kiri.
c) Nyeri muncul secara spontan dan menetap selama beberapa jam samapi beberapa
hari dan tidak akan hilang dngan istirahat maupun nitrogliserin.
d) Nyeri sering disertai dengan nafas pendek, pucat, berkeringat dingin, pusing dan
kepala ringan, mual serta muntah
e) Keluhan yang khas adalah nyeri, seperti diremas-remas atau tertekan
f) Sering tampak ketakutan
g) Dapat ditemui bunyi jantung ke-2 yang pecah paradoksal, irama gallop
h) Takikardi, kulit yang pucat, dingin dan hipertensi ditemukan pada kasus yang
ralative lebih berat.
2. Tanda dan gejala Infark Miokard Akut (Udjianti,2010 )
a) Keringat dingin
b) Mual, muntah
c) Sulit bernafas
d) Cemas dan lemas
e) Nyeri dada
3. Adapun tanda dan gejala infark miokard (TRIAS) menurut Oman adalah:
a. Nyeri :
1) Nyeri dada yang terjadi secara mendadak dan terus-menerus tidak mereda,
biasanya diatas region sternal bawah dan abdomen bagian atas, ini merupakan
gejala utama.
2) Keparahan nyeri dapat meningkat secaara menetap sampai nyeri tidak
tertahankan lagi.
3) Nyeri dada serupa dengan angina, tetapi lebih intensif dan menetap (> 30
menit)
4) Nyeri tersebut sangat sakit, seperti tertusuk-tusuk yang dapat menjalar ke
bahu dan terus ke bawah menuju lengan (biasanya lengan kiri).
5) Nyeri mulai secara spontan (tidak terjadi setelah kegiatan atau gangguan
emosional), menetap selama beberapa jam atau hari, dan tidak hilang dengan
bantuan istirahat atau nitrogliserin (NTG).
6) Nyeri dapat menjalar ke arah rahang dan leher.
7) Nyeri sering disertai dengan sesak nafas, pucat, dingin, diaforesis berat,
pening atau kepala terasa melayang dan mual muntah.
8) Pasien dengan diabetes melitus tidak akan mengalami nyeri yang hebat karena
neuropati yang menyertai diabetes dapat mengganggu neuroreseptor
(mengumpulkan pengalaman nyeri).
Yang mendukung keluhan utama dilakukan dengan mengajukan serangkaian
pertanyaan mengenai nyeri dada pada klien secara PQRST meliputi :
1) Provoking Incident : nyeri setelah beraktivitas dan tidak berkurang setelah istirahat
dan setelah diberikan nitrogliserin.
2) Quality of Pain : seperti apa nyeri yang dirasakan klien. Sifat nyeri dapat seperti
tertekan, diperas atau diremas.
3) Region : Radiation, Relief : lokasi nyeri didaerah substernal atau nyeri diatas
perikardium.penyebaran nyeri sampai meluas hingga ke dada.Dapat terjadi
nyeri dan ketidakmampuan menggerakkan bahu dan tangan.
4) Severity (Scale) of Pain : klien ditanya dengan menggunakan rentang 0-4 atau 0-10
(visual analogue scale-VAS) dan klien akan menilai seberapa berat nyeri yang
dirasakan.Biasanya pada saat angina terjadi, skala nyeri berkisar antara 3-4 (0-
4) atau 7-9 (0-10).
5) Time : biasanya gejala nyeri timbul mendadak.Lama timbulnya umumnya
dikeluhkan > 15 mnt.Nyeri infark oleh miokardium dapat timbul pada waktu
istirahat, nyeri biasanya dirasakan semakin berat (progresif) dan berlangsung
lama.
4. Nurarif dan Kusuma (2013) mengatakan manifestasi klinis ST Elevasi Infark Miokard
Akut :
a. Lokasi substernal, rerosternal, dan prekordial
Sifat nyeri : rasa sakit, seperti di tekan, rasa terbakar, rasa tertindih benda berat,
seperti di tusuk, rasa diperas, dan di pelintir. Nyeri hebat pada dada kiri menyebar
ke bahu kiri, leher kiri dan lengan atas kiri. Nyeri membaik dengan istirahat atau
dengan obat nitrat.
b. Faktor pencetus : latihan fisik, stres emosi, udara dingin, dan sesudah makan
Gejala sulit bernafas, cemas dan lemas.
H. Komplikasi
1. Komplikasi yang muncul (Pratiwi, Rifki, Maharani, 2012) :
a) Aritmia
b) Regurgitasi katup
c) Stenosis
d) Kontraksi premature atrium
e) Gagal jantung kongesif (CHF)
f) Henti jantung
g) Kematian
h) Ventrikel takikardi/ventrikel (VT)
i) Fibrilasi
j) Disfungsi ventrikel kiri
k) Syok kardiogenik
l) Atrial taki kardi/atrial fibrilasi
m) Perdarahan minor
n) Infark ventrikel kanan
o) Kardimiopati dilastasi
p) Disfungsi otot papilaris
q) Defek septum ventrikel (VSD)
r) Ruptura JantungTromboembolismePerikarditis
s) Fibrilasi atrium (AF)
2. Menurut Udjianti (2010), perluasan infark dan iskemia pasca infark, aritmia (sinus
bradikardi, supraventrikular, takiaritmia, aritmia ventricular, gangguan konduksi),
disfungsi otot jantung (gagal jantung kiri, hipotensi), infark ventrikel kanan, defek
mekanik, rupture miokard, aneurisma ventrikel kiri, perikarditis, dan thrombus mural.
3. Wijaya dan Putri (2013), komplikasi Infark Miokard Akut sebagai berikut :
a. DisritmiaGangguan Keseimbangan Elektrolit.
b. Gagal Jantung Kongestif dan Syok Kardiogenik
c. Tromboemboli
d. Perikarditis
e. Ruptura Miokardium
f. Aneurisma Ventrikel
4. Komplikasi yang terjadi pada penyakit Infark miokard akut antara lain (Rendi dan
Margareth, 2012):
a) Gagal jantung kongesti
b) Syok kardiogenik
c) Disfungsi otot papilaris
d) Defek sektum ventrikelRuptura jantung
e) Aneurisma ventrikel
f) Tromboembolisme
g) Perikarditis
h) Aritmia
I. Pemeriksaan penunjang (Diagnostik) Infark Miokard
Beberapa pemeriksaan penunjang untuk IMA (Darma, 2009) :
1. Laboratorium
a. Cardiac marker
Peningkatan kadar enzim merupakan indikator spesifik untuk IMA, kadar titer
enzim-enzim ini mencerminkan luas IMA.Cardiac marker merupakan zat endogen
yang ada di dalam sel jantung dan apabila terdeteksi di sirkulasi darah
menandakan adanya kerusakan jantung. Dalam hal kasus atau penyakit infark
miokardial, sel otot jantung yang mengalami infark atau kematian akan
melepas cardiac marker ke darah sehingga apabila diukur di darah maka
kadar cardiac marker tersebut akan meningkat.
Cardiac marker yang dapat dipakai sebagai petanda adanya nekrosis atau
kerusakan jaringan jantung adalah:
 Mioglobin
 Isoenzim kreatinin kinase (CK-MB)
 Troponin I jantung (trop I)
 Troponin T jantung (trop T)
Kreatinin kinase merupakan enzim jantung sedangkan mioglobin dan troponin
merupakan protein (tanpa aktivitas enzim). Dari semua cardiac marker tersebut,
troponin I merupakan petanda yang paling spesifik pada kondisi infark jantung.
Berikut adalah ciri-ciri dari masing-masing cardiac marker tersebut:

Nilai Kembali
Cardiac Meningka
rujukan Puncak ke Keterangan
marker t
baseline

12-90 ng/ml 4-12 24-36 Muncul paling awal namun


Mioglobin 1-4 jam
jam jam tidak spesifik

Banyak ditemukan di sitosol,


48-72
CK-MB <10-13 U/L 4-9 jam 24 jam dapat meningkat di kondisi
jam
lain selain infark

Paling spesifik, banyak


terdapat di sarkomer jantung.
12-24
Tropoinin I/T <0,16 ug/L 4-9 jam 7-14 hari Trop T kurang spesifik karena
jam
Trop T juga terdapat di otot
rangka/skeletal

CK/CPK Pria dewasa : 6 jam dan 72 jam Enzim berkonsentrasi tinggi


(Creatinin 3.35 Ug/ml memuncak dalam jantung dan otot
Posfo Kinase) atau 30-180 dalam 16- rangka, konsentrasi rendah
IU/L pada jaringan otak, berupa
Wanita : 5-25
Ug/ml atau
25-150 IU/L
senyawa yang terfosforiasi
dan menjadi katalisator dalam
Anak laki-laki 24 jam
transfer fosfatke ADP
: 0-70 IU/L
(energy)
Anak Wanita
0-50 IU/L

b. Hasil darah penunjang


1) Kolesterol atau trigliserida serum: meningkat menunjukan arterisklerosis
2) Ketidakseimbangan elektrolit dapat mempengaruhi konduksi dan dapat
mempengaruhi kontraktilitas
3) Sel darah putih, leokosit (10.000-20.000) tampak pada hari ke-2 sehubungan
dengan proses implamasi
4) SGOT (Serum Glutamic Oxalo-acetic Transaminase)
Terdapat terutama di jantung, otot skelet, otak, hati dan ginjal. Dilepaskan
oleh sel otot  miokard yang rusak atau mati. Meningkat dalam 8-36 jam dan
turun kembali menjadi normal setelah 3-4 hari. Nilai normal laki-laki sampai
dengan 37 U/L dan untuk Perempuan sampai dengan 31 U/L
5) LDH (Lactat Dehidrogenase)
Enzim ini terdapat di jantung dan eritrosit dan tidak spesifik. Dapat meninggi
bila ada kerusakan jaringan tubuh. Pada IMA konsentrasi meningkat dalam
waktu 24-48 jam, mencapai puncaknya dalam 3-6 hari dan bisa tetap
abnormal 1-3 minggu. Isoenzimnya lebih spesifik. Nilai normal 80-240 U/L
c. Kemungkinan Di Luar Nekrosis Jantung yang Menyebabkan Peningkatan Cardiac
Marker
Di Indonesia, untuk cardiac marker kasus ACS biasanya yang umum dipakai
adalah CK-MB dan troponin T/I. Jika hanya terdapat atau memungkinkan
diperiksa CK-MB, perlu diperhatikan kemungkinan penyebab lain peningkatan
CK-MB yaitu pada kondisi:
Kondisi penyakit Keterangan

Saat inflamasi aktif, CK-MB dapat meningkat signifikan


Miokarditis
(tetapi tidak selalu)

Miositis Peningkatan CK-MB

Bedah jantung Dapat meningkat baik CK total dan CK-MB

Distrofi otot Kadang terjadi peningkatan CK-MB

Trauma otot Meningkat baik CK total dan CK-MB

Emboli paru Meningkat CK-MB

Rhabdomiolisis Meningkat baik CK total dan CK-MB

Hipotermia Adanya kerusakan otot jantung

Hipotiroidisme Akibat penurunan bersihan atau clearence

Kejang Peningkatan CK-MB karena keterlibatan jantung

Pelari jarak jauh Kerusakan otot rangka

Gagal ginjal Mekanisme belum diketahui

Overdosis alcohol Efek toksik alkohol pada otot rangka dan otot jantung

Morfin dan opiat lain dapat meningkatkan CK total dan


Overdosis opiate
CK-MB
Walaupun troponin I merupakan yang paling spesifik diantara CK-MB
dan troponin T, namun ada kondisi di luar infark yang menyebabkan peningkatan
troponin I, yaitu:
 Antibodi heterofilik, termasuk human anti-mouse antibody (HAMA)
 Faktor rheumatoid
 Autoantibodi
 Protein monoclonal
 Makrotroponin
 Terbentuknya imunokompleks
 Interferensi dari bilirubin tinggi, hemolisis
 Clot dari fibrin
2. EKG
a.Terdapat 2 jenis lead :
1) Lead bipolar : merekam perbedaan potensial dari 2 elektrode

 Lead I : merekam beda potensial antara tangan kanan (RA) dengan tangan
kiri (LA) yang mana tangan kanan bermuatan (-) dan tangan kiri
bermuatan (+)
 Lead II : merekam beda potensial antara tangan kanan (RA) dengan kaki
kiri (LF) yang mana tangan kanan bermuatan (-) dan kaki kiri bermuatan
(+)
 Lead III : merekam beda potensial antara tangan kiri (LA) dengan kaki kiri
(LF) yang mana tangan kiri bermuatan (-) dan kaki kiri bermuatan (+)
2) Lead unipolar : merekam beda potensial lebih dari 2 elektode
Dibagi 2 : lead unipolar ekstremitas dan lead unipolar prekordial
1) Lead unipolar ekstremitas
 Lead aVR : merekam beda potensial pada tangan kanan (RA) dengan
tangan kiri dan kaki kiri yang mana tangan kanan bermuatan (+)
 Lead aVL : merekam beda potensial pada tangan kiri (LA) dengan
tangan kanan dan kaki kiri yang mana tangan kiri bermuatan (+)
 Lead aVF : merekam beda potensial pada kaki kiri (LF) dengan tangan
kanan dan tangan kiri yang mana kaki kiri bermuatan (+)
2) Lead unipolar prekordial : merekam beda potensial lead di dada dengan
ketiga lead ekstremitas. Yaitu V1 s/d V6.

b. Kertas EKG
Kertas EKG merupakan kertas grafik yang terdiri dari garis horisontal dan
vertikal berbentuk bujur sangkar dengan jarak 1 mm. Garis yang lebih tebal
(kotak besar) terdapat pada setiap 5 mm. Garis horizontal menggambarkan waktu
(detik) yang mana 1 mm (1 kotak kecil) = 0,04 detik, 5 mm (1 kotak besar) = 0,20
detik. Garis vertical menggambarkan voltase yang mana 1 mm (1 kotak kecil) =
0,1 mV.

c.Kurva EKG
Kurva EKG menggambarkan proses listrik yang terjadi di atrium dan ventrikel.
Proses listrik terdiri dari :
1) Depolarisasi atrium (tampak dari gelombang P)
2) Repolarisasi atrium (tidak tampak di EKG karena bersamaan dengan
depolarisasi ventrikel)
3) Depolarisasi ventrikel (tampak dari kompleks QRS)
4) Repolarisasi ventrikel (tampak dari segmen ST)
Kurva EKG normal terdiri dari gelombang P,Q,R,S dan T kadang-kadang tampak
gelombang U.
d. EKG 12 Lead
 Lead I, aVL, V5, V6 menunjukkan bagian lateral jantung
 Lead II, III, aVF menunjukkan bagian inferior jantung
 Lead V1 s/d V4 menunjukkan bagian anterior jantung
 Lead aVR hanya sebagai petunjuk apakah pemasangan EKG sudah benar
e.Aksis jantung
Sumbu listrik jantung atau aksis jantung dapat diketahui dari bidang frontal dan
horisontal. Bidang frontal diketahui dengan melihat lead I dan aVF sedangkan
bidang horisontal dengan melihat lead-lead prekordial terutama V3 dan V4.
Normal aksis jantung frontal berkisar -30 s/d +110 derajat.Deviasi aksis ke kiri
antara -30 s/d -90 derajat, deviasi ke kanan antara +110 s/d -180 derajat.

f. Sekilas mengenai EKG Normal

1) Gelombang P
Nilai normal :
Lebar ≤ 0,12 detik
Tinggi ≤ 0,3 mV
Selalu (+) di lead II
Selau (-) di lead aVR
2) Interval PR
Diukur dari permulaan gelombang P sampai permulaan gelombang QRS.
Nilai normal berkisar 0,12-0,20 detik.
3) Gelombang QRS (kompleks QRS)
Nilai normal : lebar 0,04 - 0,12 detik, tinggi tergantung lead.
Gelombang Q : defleksi negatif pertama gelombang QRS
Nilai normal : lebar < 0,04 detik, dalam < 1/3 gelombang R. Jika dalamnya >
1/3 tinggi gelombang R berarti Q patologis.
Gelombang R adalah defleksi positif pertama pada gelombang QRS.
Umumnya di Lead aVR, V1 dan V2, gelombang S terlihat lebih dalam, dilead
V4, V5 dan V6 makin menghilang atau berkurang dalamnya.
4) Gelombang T
Merupakan gambaran proses repolirisasi Ventrikel. Umumnya gelombang T
positif, di hampir semua lead kecuali di aVR
5) Gelombang U
Adalah defleksi positif setelah gelombang T dan sebelum gelombang P
berikutnya. Penyebabnya timbulnya gelombang U masih belum diketahui,
namun diduga timbul akibat repolarisasi lambat sistem konduksi
Interventrikuler.
6) Interval PR
Interval PR diukur dari permulaan gelombang P sampai permulaan gelombang
QRS. Nilai normal berkisar antara 0,12 – 0,20 detik ini merupakan waktu
yang dibutuhkan untuk depolarisasi Atrium dan jalannya implus melalui
berkas His sampai permulaan depolarisasi Ventrikuler
7) Segmen ST
Segmen ST diukur dari akhir gelombang QRS sampai permulaan gelombang
T. segmen ini normalnya isoelektris, tetapi pada lead prekkordial dapat
berpariasi dari – 0,5 sampai +2mm. segmen ST yang naik diatas garis
isoelektris disebut ST eleveasi dan yang turun dibawah garis isoelektris
disebut ST depresi
g. Cara menilai EKG
a) Tentukan apakah gambaran EKG layak dibaca atau tidak
b) Tentukan irama jantung ( “Rhytm”)
c) Tentukan frekwensi (“Heart rate”)
d) Tentukan sumbu jantung (“Axis”)
e) Tentukan ada tidaknya tanda tanda hipertrofi (atrium / ventrikel)
f) Tentukan ada tidaknya tanda tanda kelainan miokard (iskemia/injuri/infark)
g) Tentukan ada tidaknya tanda tanda gangguan lain (efek obat obatan, gangguan
keseimbangan elektrolit, gangguan fungsi pacu jantung pada pasien yang
terpasang pacu jantung)
h. Menentukan frekwensi jantung
Cara menentukan frekwensi melalui gambaran EKG dapat dilakukan dengan 3
cara yaitu :
 300 dibagi jumlah kotak besar antara R – R’
 1500 dibagi jumlah kotak kecil antara R – R’
 Ambil EKG strip sepanjang 6 detik, hitung jumlah gelombang QRS dalam 6
detik tsb kemudian dikalikan 10 atau ambil dalam 12 detik, kalikan 5
i. Menentukan irama jantung
Dalam menentukan irama jantung urutan yang harus ditentukan adalah sebagai
berikut :
 Tentukan apakah denyut jantung berirama teratur atau tidak
 Tentukan berapa frekwensi jantung (HR)
 Tentukan gelombang P ada/tidak dan normal/tidak
 Tentukan interval PR normal atau tidak
 Tentukan gelombang QRS normal atau tidak
 Irama EKG yang normal implus (sumber listrik) berasal dari Nodus SA, maka
irmanya disebut dengan Irama Sinus (“Sinus Rhytem”)
a) EKG Normal

o Iramanya  teratur
o Frekwensi jantung (HR) 60 – 100 x/menit
o Gelombang P normal, setiap gelombang P selalu diikuti gel QRS, T
o Gelombang QRS normal (0,06 – <0,12 detik)
o PR interval normal (0,12-0,20 detik)
o Tidak ada elevasi atau depresi pada segmen ST

b) EKG pada kasus AMI


1) STEMI

Perubahan EKG yang terjadi pada fase awal adanya gelombang T tinggi
dan simetris. Setelah ini terdapat elevasi segmen ST. Perubahan yang terjadi
kemudian ialah adanya gelombang Q/QS yang menandakan adanya nekrosis.
Nekrosis miokard dilihat dari 12 lead EKG. Selama fase awal miokard infark
akut, EKG pasien yang mengalami oklusi total arteri koroner menunjukkan
elevasi segmen ST. Kemudian gambaran EKG berupa elevasi segmen ST
akan berkembang menjadi gelombang Q. Sebagian kecil berkembang menjadi
gelombang non-Q. Ketika trombus tidak menyebabkan oklusi total, maka
tidak terjadi elevasi segmen ST. Pasien dengan gambaran EKG tanpa elevasi
segmen ST digolongkan ke dalam unstable angina atau Non STEMI.
Infark yang menunjukkan abnormalitas gelombang Q disebut infark
gelombang Q. Pada sebagian kasus infark miokard, hasil rekaman EKG tidak
menunjukkan gelombang Q abnormal. Hal ini dapat terjadi pada infark
miokard dengan daerah nekrotik kecil atau tersebar. Gelombang Q dikatakan
abnormal jika durasinya ≥ 0,04 detik. Namun hal ini tidak berlaku untuk
gelombang Q di lead III, aVR, dan V1, karena normalnya gelombang Q di
lead ini lebar dan dalam.
Pada injury miokard, area yang terlibat tidak berdepolarisasi secara
sempurna. Area tersebut lebih positif dibandingkan daerah yang normal pada
akhir proses depolarisasi. Jika elektroda diletakkan di daerah ini, maka
potensial yang positif akan terekam dalam bentuk elevasi segmen ST. Jika
elektroda diletakkan di daerah sehat yang berseberangan dengan area injury,
maka terekam potensial yang negatif dan ditunjukkan dalam bentuk ST
depresi. ST depresi juga terjadi pada injury subendokard, dimana elektroda
dipisahkan dari daerah injury oleh daerah normal. Vektor ST bergerak
menjauhi elektroda, yang menyebabkan gambaran ST depresi.
Iskemik miokard memperlambat proses repolarisasi. Area iskemik
menjadi lebih negatif dibandingkan area yang sehat pada masa repolarisasi.
Vektor T bergerak menjauhi daerah iskemik. Elektroda yang terletak di daerah
iskemik merekam gerakan ini sebagai gelombang T negatif. Iskemia
subendokard tidak mengubah arah gambaran gelombang T, mengingat proses
repolarisasi secara normal bergerak dari epikard ke arah endokard. Karena
potensial elektrik dihasilkan repolarisasi subendokardium terhambat, maka
gelombang T terekam sangat tinggi.
Sadapan dimana gambaran infark terlihat tergantung pada lokasi.
Berdasarkan gelombang Q patologis dan elevasi ST pada sedapan EKG.
2) NSTEMI

Seperti disebutkan di atas bahwa EKG sangat penting membedakan antara


STEMI dengan kasus ACS tanpa elevasi segmen ST. Sedangkan untuk kasus
iskemi sub endokaridal, yang dalam hal ini UAP dan NSTEMI, akan
memperlihatkan dua pola utama yaitu:
 Depresi segmen ST
 Inversi atau mendatarnya gelombang T
Perlu diingat bahwa kondisi lain seperti hipertrofi ventrikel atau efek
digoksin dapat menyebabkan gambaran depresi segmen ST atau inversi
gelombang T. Namun, kondisi yang khas pada ACS adalah adanya dinamika
atau perubahan segmen ST dan gelombang T yang berubah dari
EKG baseline.
a) Depresi Segmen ST
Pola gambaran depresi segmen ST ada tiga yaitu upsloping, downsloping,
dan horizontal. Gambaran ketiganya adalah sebagai berikut:
Dari ketiga gambaran segmen ST tersebut, tidak semuanya mutlak
menunjukan kasus terjadinya iskemia atau ACS. Adapun untuk terjadinya
iskemia atau infark miokard, maka ciri depresi segmen ST cirinya adalah
sebagai berikut:
 Depresi horizontal atau downsloping ≥ 0,5 mm dari J-point (lihat
ilustrasi gambar) pada ≥ 2 sadapan yang berdekatan kuat mengarah
pada iskemia jantung
 Depresi segmen ST ≥ 1 mm lebih spesifik dan menunjukan prognosis
yang lebih buruk
 Depresi segmen ST ≥ 2 mm di ≥ 3 sadapan berkaitan dengan
kemungkinan besar probabilitas NSTEMI dan memprediksikan
mortalitas yang signifikan (35% tingkat kematian dalam 30 hari)
 Pola depresi segmen ST upsloping tidak spesifik untuk iskemia
jantung
 Pola ST depresi pada iskemia subendokardial tidak terlokalisasi
 Pada iskemia subendokardial terapat pola perpesi ST yang luas,
terutama di sadapan I, II, V4-6 menunjukan iskemia subendokardial.
 Pola depresi ST yang luas plus adanya elevasi ST di aVR > 1 mm
sugestif oklusi left main coronary artery (LMA)
 ST depresi yang terlokalisasi di daerah tertentu (terutama inferior atau
hanya di lateral) lebih mungkin merupakan perubahan resiprokal
akibat STEMI sehingga harus dicari adanya elevasi ST untuk
menyingkirkan diagnosis STEMI
b) Inversi Gelombang T

Inversi gelombang T yang mengarah ke iskemia jantung subendokardial


(UAP atau NSTEMI) adalah apabila:
 Minimal sedalam 1 mm
 Ada di ≥ dua sadapan yang berdekatan yang memiliki gelombang R
yang dominan (rasio R/S >1)
 Dinamik (tidak ada di EKG yang sebelumnya atau terdapat perubahan
gelombang T seiring waktu.
Perlu diingat bahwa inversi gelombang T hanya signifikan jika terlihat
pada kompleks QRS dengan depleksi positif (gelombang R dominan).
Inversi gelombang T dapat merupakan varian normal di sadapan III, aVR,
dan V1.
c) Macam – macam lokasi IMA berdasarkan EKG:
Lokasi Infark Q-wave / Elevasi ST A. Koroner
Anteroseptal V1 dan V2 LAD
Anterior V3 dan V4 LAD
Lateral V5 dan V6 LCX
Anterior ekstrinsif I, AVL, V1 – V6 LAD / LCX
High lateral I, AVL, V5 dan V6 LCX
Posterior V7–V9 (V1, V2*) LCX, PL
Inferior II, III, dan A VF PDA
Right ventrikel V2R – V4R RCA
* Gelombang R yang tinggi dan depresi ST di V1 – V2 sebagi mirror image dari
perubahan sedapan V7 – V9
LAD = Left Anterior Descending artery
LCX = Left Circumflex
RCA= Right Coronary Artery
PL = PosteriorDescending Artery
Diagnosis STEMI ditegakkan jika ditemukan angina akut disertai elevasi
segmen ST. Nilai elevasi segmen ST bervariasi, tergantung kepada usia, jenis
kelamin, dan lokasi miokard yang terkena. Bagi pria usia ≥ 40 tahun, S TEMI
ditegakkan jika diperoleh elevasi segmen ST di V1-V3 ≥ 2 mm dan ≥ 2,5 mm
bagi pasien berusia < 40 tahun. ST elevasi terjadi dalam beberapa menit dan
dapat berlangsung hingga lebih dari 2 minggu.
Diagnosis Non STEMI ditegakkan jika terdapat angina dan tidak disertai
dengan elevasi segmen ST yang persisten. Gambaran EKG pasien Non STEMI
beragam, bisa berupa depresi segmen ST, inversi gelombang T, gelombang T
yang datar atau pseudo-normalization, atau tanpa perubahan EKG saat
presentasi. Untuk menegakkan diagnosis Non STEMI, perlu dijumpai depresi
segmen ST ≥ 0,5 mm di V1-V3 dan ≥ 1 mm di sandapan lainnya. Selain itu
dapat juga dijumpai elevasi segmen ST tidak persisten (<20 menit), dengan
amplitudo lebih rendah dari elevasi segmen ST pada STEMI. Inversi gelombang
T yang simetris ≥ 2 mm semakin memperkuat dugaan Non STEMI.
Adapun keluhan utama adalah nyeri dada biasanya didaerah precordium
anterior dirasakan seperti diremas-remas, berat, tertekan dan terhimpit. Nyeri
mulai dirasakan dari rahang, leher, lengan, punggung dan epigastrium. Lengan
kiri lebih sering terasa nyeri daripada lengan kanan. Rasa sakit biasanya
berlangsung lebih dari setengah jam dan jarang berhubungan dengan aktivitas
serta tidak hilang istirahat atau pemberian nitrat. Nyeri disertai dengan rasa
mual, muntah, sesak, pusing, keringat dingin, berdebar-debar, gelisah, nyeri
kepala berat dan sinkop. Sesak nafas mungkin bersamaan dengan nyeri dada
sebagai tanda kemampuan atau fungsi vetrikel yang buruk pada keadaan
iskemik akut. Nausea dan nyeri abdomen sering dijumpai pada infark yang
mengenai dinding inferior.

3. Foto Rontgen dada


Mungkin normal atau menunjukkan pembesaran jantung diduga gagal jantung
kongestif atau aneurisma ventrikuler.
4. Ecokardiogram

Dilakukan untuk menentukan dimensi serambi, gerakan katup atau dinding


ventrikuler dan konfigurasi atau fungsi katup.
5. Angiografi koroner
Mengambarkan penyempitan penyumbatan arteri koroner dan merupakan gold
standar untuk pemeriksaan jantung koroner.
J. Pencegahan
Pencegahan dimulai dengan mengenal factor-faktor resiko. Dengan mengontrol factor-
faktor resiko yang ada dengan modifikasi gaya hidup.
1. Hindari merokok, stress mental, alcohol, kegemukan, konsumsi garam berlebihan,
obat-obatan golongan amfetamin, kokoin dan sejenisnya.
2. Kurangi kolesterol dan lemak dalam makanan.
3. Anjurkan konsumsi gizi yang seimbang dan berolahraga secara teratur.
4. Kurangi berat badan bila overweight atau obesitas.
5. Kurangi stress.

K. Penatalaksanaan Infark Miokard Akut


Tatalaksanaan IMA dengan elevasi ST saat ini mengacu pada data-data dari
evidence based berdasarkan penelitian randomized clinical trial yang terus berkembang
ataupun konsensus dari para ahli sesuai pedoman (guideline). Tujuan utama tatalaksana
IMA adalah diagnosis cepat, menghilangkan nyeri dada, penilaian dan implementasi
strategi reperfusi yang mungkin dilakukan, pemberian anti trombotik dan terapi
antiplatelet, pemberian obat penunjang dan tatalaksana komplikasi IMA. Terdapat
beberapa pedoman (guideline) dalam tatalaksana IMA dengan elevasi ST yaitu dari
ACC/AHA. Walaupun demikian perlu disesuaikan dengan kondisi sarana/fasilitas
ditempat masing-masing senter dan kemampuan ahli yang ada (khususnya dibidang
kardiologi intervensi).
1. Penatalaksanaan Non Reperfusi (PERKI, 2015):
Penatalaksaan ini biasa disingkat MONA (Morfin, Oksigen, Nitrogliserin, Aspirin)
a) Oksigen
Suplemen oksigen harus diberikan pada pasien dengan saturasi oksigen <90%.
Pada semua pasien STEMI tanpa komplikasi dapat diberikan oksigen selama 6
jam pertama.
b) Nitrogliserin (NTG)
Nitrogliserin sublingual dapat diberikan dengan aman dengan dosis 0,4 mg dapat
diberikan sampai 3 dosis dengan interval 5 menit. Selain mengurangi nyeri dada,
NTG juga dapat menurunkan kebutuhan oksigen miokard dengan menurunkan
npreload dan meningkatkan suplai oksigen miokard dengan cara dilatasi
pembuluh koroner yang terkena infark atau pembuluh koleteral. Jika nyeri dada
terus berlangsung dapat diberikan NTG intravena. NTG intravena juga diberikan
untuk mengendalikan hipertensi atau edema paru.
c) Mengurangi/Menghilangkan nyeri dada
Mengurangi atau menghilangkan nyeri dada sangat penting, karna nyeri dikaitkan
dengan aktivitas simpatis yang menyebabkan vasokontriksi dan meningkatkan
beban jantung.
d) Morfin
Morfin sangat efektif mengurangi nyeri dada dan merupakan analgesik pilihan
dalam tatalaksana nyeri dada pada STEMI. Morfin diberikan dengan dosis 2-4 mg
dan dapat diulang dengan interval 5-15 menit sampai dosis total 20 mg.
e) Aspirin
Aspirin merupakan tatalaksana dasar pada pasien yang dicurigai STEMI dan
efektif pada spektrum sindrom karena akut. Inhibisi cepatsiklooksingnae
trombosit yang dilanjutkan reduksi tromboksan A2 dicapai dengan absorpsi
aspirin bukkal dengan dosis 160-325 mg diruang emergensi. Selanjutnya aspirin
diberikan oral dengan dosis 75-162 mg.
f) Penyekat Beta
Jika morfin tidak berhail mengurangi nyeri dada, pemberian penyekat beta IV,
selain nitrat mungkin efektif. Regimen yang biasa diberikan adalah metoprolol 5
mg setiap 2-5 menit sampai total 3 dosis, dengan syarat frekuensi jantung >60
menit, tekanan darah sistolik >100 mmHg, interval PR <0,24 detik dan ronki tidak
lebih dari 10 cm dari diagframa. Lima belas menit setelah dosis IV terakhir
dilanjutkan dengan metoprolol oral dengan dosis 50 mg tiap 6 jam selama 48
jam,dan dilanjutkan 100 mg tiap 12 jam.
2. Penatalaksanaan Reperfusi Non mekanik :
a) Antitrombotik
Pengunaan terapi antiplatelet dan antitrombin selama fase awal STEMI
berdasarkan bukti klinis laboratoris bahwa trombosis mempunyai peran penting
dalam patogenesis. Mempertahankan patensi arteri koroner yang terkait infark.
Tujuan sekunder adalah penurunan tendensi pasien menjadi trombosis. Aspirin
merupakan antiplatelet terutama aspirin pada STEMI dapat dilihat pada
Antiplatelets Trialists’ Collaboration. Data dari hampir 20.000 pasien dengan
infark miokard yang berasal dari 15 randomised trial dikumpulkan dan
menunjukan penurunan relatif laju mortalitas sebesar 27%, dari 14,2% pada
kelompok kontrol dibandingkan 10,4% pada pasien yang mendapat antiplatelet.
Pada penelitian ISIS-2 pember ian aspirin menurunkan mortalitas vaskular
sebesar 23% dan infark nonfatal sebesar 49%.
Pada onset IMA kurang atau 12 jam :
 Terapi trombolitik atau PTCA primer ditentukan oleh kriteria pasien dan
institusi
 Door-to-balloon inflation (PCI) target 90 mnt
 Door-to-needle (fibrinolisis) target 30 mnt
Lanjutkan terapi tambahan:
• ACE inhibitors/angiotensin receptor blocker (ARB) diberikan dalam 24 jam
sejak gejala muncul
• HMG CoA reductase inhibitor (terapi statin)
Pada IMA lebih dari 12 jam :
Pasien risiko tinggi:
• Nyeri dada iskemik yg berulang
• Deviasi ST yg berulang/persisten
• VT
• Hemodinamik tdk stabil
• Tanda gagal pompa
• Strategi invasif awal, termasuk kateterisasi dan revaskularisasi untuk syok
dalam  48 jam setelah AMI
Lanjutkan ASA, heparin, dan terapi lain spt diindikasikan.
• Penghambat ACE/ARB
• HMG CoA reductase inhibitor (terapi statin)

Penatalaksanaan IMA (Jeffrey M. C & Scott K. 2012).


a. Penanganan nyeri.
Berupa terapi farmakologi : morphin sulfat, nitrat, penghambat beta (beta
blockers). Golongan utama terapi farmakologi yang diberikan :
1) Antikoagulan (mencegah pembentukan bekuan darah).
Pasien berusia 80 tahun atau lebih mungkin rentan terhadap komplikasi
perdarahan, dengan tingkat 13 berdarah per 100 orang-tahun. Penurunan
vitamin K dengan terapi koumarin meningkatkan risiko kalsifikasi arteri dan
kalsifikasi katup jantung, terutama jika terlalu banyak vitamin D. Dosis Obat
Antikoagulan:

Merek
Jenis Obat Keperluan dan Dosis
Dagang

Warfarin (oral) Notistil, Pengobatan dan pencegahan deep vein


thrombosis (DVT)
Umumnya dimulai dengan dosis 5 atau 10
Simarc-2 mg/hari dengan dosis rumatan (maintenance)
3-9 mg/hari, disesuaikan dengan pemeriksaan
INR dari darah.

Trombosis vena luar 2,5 mg satu kali sehari


selama 30-45 hari. DVT5-10 mg satu kali
sehari disesuaikan dengan berat badan.
Pencegahan komplikasi DVT pada operasi
perut dan tulang. 2,5 mg sekali sehari,
Fondaparinux(suntikan) Arixtra
dimulai saat 6-8 jam setelah operasi. Suntikan
dapat dilanjutkan sampai dengan 5-32
hari.Semua dosis diberikan dengan suntikan di
bawah lemak (subkutan/SC)

Pencegahan komplikasi DVT setelah operasi


10 mg sekali sehari, dimulai 6-10 jam setelah
operasi. Obat dilanjutkan sampai 5 minggu
setelah operasi penggantian panggul dan 12-14
hari setelah operasi penggantian lutut.
Pengobatan DVT dan emboli paru 15 mg
dua kali sehari selama 3 minggu. Setelah itu
Rivaroxaban(oral) Xarelto
diikuti dengan 20 mg satu kali sehari untuk
pengobatan lanjutan dan pencegahan
kambuhnya penyakit.
Pencegahan komplikasi stroke dan penyakit
emboli lain pada penyakit fibrilasi atrium
20 mg satu kali sehari dan dikonsumsi pada
sore hari.
Pencegahan komplikasi DVT setelah operasi
2,5 mg dua kali sehari, dimulai 12-24 jam
setelah operasi. Obat dilanjutkan sampai 32-38
setelah operasi penggantian panggul dan 10-14
hari setelah operasi penggantian lutut.
Pengobatan DVT dan emboli paru 2,5 mg
dua kali sehari selama 7 hari. Setelah itu diikuti
Apixaban(Oral) Eliquis
dengan 5 mg dua kali sehari dan 2,5 mg dua
kali sehari selama minimal 6 bulan untuk
mencegah kekambuhan.
Pencegahan komplikasi stroke dan penyakit
emboli lain pada penyakit fibrilasi atrium 5
mg dua kali sehari. Usia ≥ 80 tahun dan berat
badan ≤ 60 kg: 2,5 mg dua kali sehari.

Emboli arteri perifer, serangan jantung,


DVT, emboli paru
Dewasa: 75-80 U/kg berat badan (BB) atau
5.000-10.000 disuntikkan melalui pembuluh
darah vena (IV), diikuti dengan 18 U/kgBB
atau 1.000-2.000 U/jam melalui infus.Anak: 50
U/kgBB IV, diikuti dengan infus 15-25
U/kgBB/jam.
Heparin (suntikan) Hico, Inviclot
Pencegahan komplikasi DVT setelah operasi
5.000 U secara suntikan SC diberikan 2 jam
sebelum operasi, kemudian diberikan 2-3 kali
sehari selama 7 hari atau sampai pasien dapat
bergerak aktif.
DVT Dewasa: 15.000-20.000 U SC dua kali
sehari atau 8.000-10.000 U SC tiga kali sehari.
Anak-anak: 250 U/kgBB SC dua kali sehari.
Enoxaparin(suntikan) Lovenox Serangan jantung Dewasa: 30 mg (3.000 u)
IV diberikan bersama 1 mg/kgBB SC. Lalu
dilanjutkan dengan 1mg/kgBB (100 u/kg)
melalui SC dua kali sehari selama 8 hari atau
sampai keluar dari rumah sakit. Dua suntikan
pertama yang diberikan bersamaan (IV dengan
SC) tidak boleh melebihi 100 mg (10.000 u).
Pasien yang direncanakan pasang ring akan
ditambahkan dosis 300 mcg/kgBB (30u/kgBB)
melalui IV yang diberikan saat tindakan, bila
suntikan terakhir lebih dari 8 jam.Usia ≥ 75
tahun: 750 mcg/kgBB (75 u/kgBB) dua kali
sehari, dengan dosis maksimum 75 mg (7.500
u) pada 2 suntikan pertama.
Pencegahan komplikasi DVT akibat operasi
(Subkutan) Dewasa: 20-40 mg (2.000-4.000
u) sekali sehari selama 7-14 hari sampai pasien
dapat bergerak aktif, dosis pertama diberikan
10 jam-2 jam sebelum operasi. Untuk operasi
penggantian panggul, pengobatan dilanjutkan
sampai 3 minggu setelah operasi dengan dosis
40 mg (4.000 u) sekali sehari. Anak: 500-750
mcg/kgBB (50-75 u/kgBB) dua kal sehari.
Pengobatan deep vein thrombosis
Dewasa: 1 mg/kgBB (100 u/kgBB) dua kali
sehari atau 1.5 mg/kgBB (150 u/kgBB) satu
kali sehari.
Anak: 1-1,5 mg/kgBB (100-150 u/kgBB) dua
kali sehari.
Pencegahan gumpalan darah saat cuci
darah
Dewasa: 1 mg/kgBB (100 u/kgBB) disuntikan
melalui selang arteri yang menuju mesin saat
mulai cuci darah. Suntikan dapat diulang bila
diperlukan.

Serangan jantung Dewasa: 86 units/kgBB SC


dua kali sehari selama 6 hari. Dosis pertama
dapat diberikan melalui IV. Pencegahan
komplikasi DVT akibat operasi
(Subkutan)Dewasa: 2850 units sekali sehari
selama 7 hari atau sampai pasien bergerak
aktif, suntikan pertama diberikan 2-4 jam
sebelum operasi (pasien risiko sedang). 38-57
units/kgBB sekali sehari, diberikan 12 jam
sebelum operasi, lalu 12 jam setelah operasi,
Nadroparin(suntikan) Fraxiparine
dan dilanjutkan sampai 10 hari.
Pengobatan deep vein thrombosis 85
units/kgBB dua kali sehari atau 171
units/kgBB/hari sekali sehari.
Pencegahan gumpalan darah saat cuci
darah
Dewasa: 2.850 units (BB< 50kg), 3.800 units
(BB 50-69 kg), 5.700 units (BB ≥ 70 kg),
disuntikan melalui selang arteri yang menuju
mesin saat mulai cuci darah.

Parnaparin Fluxum Pencegahan komplikasi DVT akibat operasi


(suntikan) (Subkutan) Dewasa: 3.000-4.250 units,
diberikan 12 jam-2 jam sebelum operasi
sampai dengan 7-10 hari setelah operasi.
Pengobatan DVT 6.400 units selama 7-10
hari.

Sebagai antikoagulan pada pemasangan


ring Dosis awal adalah 0,75 mg/kgBB IV.
Bivalirudin Kemudian diberikan 1,75 mg/kg/jam selama
-
(suntikan) prosedur hingga 4 jam pasca pemasangan. Obat
dapat diteruskan 0,2 mg/kg/jam sampai 20 jam
setelah pemasangan.

Pencegahan DVT pasca operasi Dewasa: 110


mg diberikan 1-4 jam setelah operasi. Lalu
dilanjutkan 220 mg sekali sehari pada hari
selanjutnya sampai dengan 10 hari (operasi
penggantian lutut) atau 28-35 hari (operasi
penggantian panggul). Lansia ≥ 75 tahun:
Dimulai 75 mg, diberikan 1-4 jam setelah
Dabigatran(oral) Pradaxa
operasi, lalu diikuti dengan 150 mg sekali
sehari pada hari selanjutnya sampai 10 hari
(operasi penggantian lutut) atau 28-35 hari
(operasi penggantian panggul).
Fibrilasi atrium Dewasa: 150 mg dua kali
sehari. Lansia ≥ 75 tahun: 110 mg dua kali
sehari.

2) Trombolitik (penghancur bekuan darah, menyerang dan melarutkannya)


Kontraindikasi : Perdarahan, trauma, atau pembedahan (termasuk cabut gigi)
yang baru terjadi, kelainan koagulasi, diatesis pendarahan, diseksi aorta,
koma, riwayat penyakit serebrovaskuler terutama serangan terakhir atau
dengan berakhir cacat, gejala-gejala tukak peptik yang baru terjadi,
perdarahan vaginal berat, hipertensi berat, penyakit paru dengan kavitasi,
pankreatitis akut, penyakit hati berat, varises esofagus; juga dalam hal
streptokinase atau anistreplase, reaksi alergi sebelumnya terhadap salah satu
dari kedua obat tersebut. Munculnya antibodi terhadap streptokinase dan
anistreplase yang terus menerus terjadi dapat mengurangi efikasi pengobatan
berikutnya. Karena itu, kedua obat ini tidak boleh diulang setelah 4 hari sejak
pemberian pertama streptokinase atau anistreplase. Antibodi dapat juga
muncul setelah penggunaan streptokinase topikal pada luka.
Efek Samping: Efek samping trombolitik terutama mual, muntah, dan
perdarahan. Bila trombolitik digunakan pada infark miokard, dapat terjadi
aritmia reperfusi. Hipotensi juga dapat terjadi dan biasanya dapat diatasi
dengan menaikkan kaki penderita saat berbaring, mengurangi kecepatan infus
atau menghentikannya sementara. Nyeri punggung telah dilaporkan.
Perdarahan biasanya terbatas pada tempat injeksi, tetapi dapat juga terjadi
perdarahan intraserebral atau perdarahan dari tempat-tempat lain. Jika terjadi
perdarahan yang serius, trombolitik harus dihentikan dan mungkin diperlukan
pemberian faktor-faktor koagulasi dan obat-obat antifibrinolitik (aprotinin
atau asam traneksamat). Streptokinase dan anistreplase dapat menyebabkan
reaksi alergi dan anafilaksis. Selain itu, pemah dilaporkan terjadinya
sindrom Guillain-Barre setelah pengobatan streptokinase. ( Kasron, 2012).
Jenis Obat Dosis
ALTEPLASE Indikasi: 
Terapi trombolitik pada infark miokard akut,
embolisme paru dan stroke iskemik akut.
Kontraindikasi: 
Pada stroke akut, kejang yang menyertai stroke,
stroke berat, riwayat stroke pada pasien diabetes,
stroke 3 bulan sebelumnya, hipoglikemi,
hiperglikemi.
Dosis: 
Infark miokard, rejimen dipercepat (dimulai dalam
6 jam). Awal, injeksi intravena 15 mg, diikuti
dengan infus 35 mg selama 60 menit (total 100 mg
selama 90 menit); pada pasien dengan berat badan
kurang dari 65 kg, dosis diturunkan.
Infark miokard, terapi awal diberikan dalam 6-12
jam: Awal, injeksi intravena 10 mg, diikuti dengan
infus intravena 50 mg selama 60 menit. Kemudian
4 kali infus intravena 10 mg selama 30 menit (total
100 mg selama 3 jam; maksimal 1,5 mg/kg bb pada
pasien dengan berat badan kurang dari 65 kg).
Embolisme paru, injeksi intravena 10 mg selama 1-
2 menit, diikuti dengan infus intravena 90 mg
selama 2 jam; maksimal 1,5 mg/kg bb pada pasien
dengan berat badan kurang dari 65 kg.
Stroke akut, (terapi harus dimulai dalah 3 jam),
meliputi intravena 900 mcg/kg bb (maksimal 90
mg) selama 60 menit; 10% dosis diberikan melalui
injeksi intravena; Lansia. Tidak dianjurkan untuk
usia diatas 80 tahun.

STREPTOKINASE Indikasi:
Trombosis vena dalam, embolisme paru,
tromboembolisme arterial akut, trombosis lintas
arteriovena; infark miokard akut.
Dosis:
Trombosis vena dalam, embolisme paru,
tromboembolisme arterial akut, vena retina pusat
atau trombosis erfercil: infus intravena, 250.000
unit selama 30 menit, kemudian 100.000 unit setiap
jam selama sampai dengan 24-72 jam menurut
kondisiInfark miokard, 1.500.000 unit selama 60
menit.
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
PENGKAJIAN
1. Pengkajian Primer
a. Circulation
1) Nadi lemah, tidak teratur.
2) Capillary refill.
3) Takikardi.
4) TD meningkat / menurun.
5) Edema.
6) Gelisah.
7) Akral dingin.
8) Kulit pucat, sianosis.
9) Output urine menurun.
b. Airways
1) Sumbatan atau penumpukan secret.
2) Wheezing atau krekles.
3) Kepatenan jalan nafas.
c. Breathing
1) Sesak dengan aktifitas ringan atau istirahat.
2) RR lebih dari 24 kali/menit, irama ireguler dangkal.
3) Ronchi, krekles.
4) Ekspansi dada tidak penuh.
5) Penggunaan otot bantu nafas.
d. Disability
Status mental : Tingkat kesadaran secara kualitatif dengan Glascow Coma Scale (GCS)
dan secara kwantitatif yaitu Compos mentis : Sadar sepenuhnya, dapat menjawab semua
pertanyaan tentang keadaan sekelilingnya. Apatis : keadaan kesadaran yang segan untuk
berhubungan dengan kehidupan sekitarnya, sikapnya acuh tak acuh. Somnolen : keadaan
kesadaran yang mau tidur saja. Dapat dibangunkan dengan rangsang nyeri, tetapi jatuh
tidur lagi. Delirium : keadaan kacau motorik yang sangat, memberontak, berteriak-teriak,
dan tidak sadar terhadap orang lain, tempat, dan waktu. Sopor/semi koma : keadaan
kesadaran yang menyerupai koma,reaksi hanya dapat ditimbulkan dengan rangsang nyeri.
Koma : keadaan kesadaran yang hilang sama sekali dan tidak dapat dibangunkan dengan
rangsang apapun.
e. Exposure
Keadaan kulit, seperti turgor / kelainan pada kulit dsn keadaan ketidaknyamanan (nyeri)
dengan pengkajian PQRST.
2. Pengkajian Sekunder
a. Keluhan utama
Keluhan utama biasanya nyeri dada, perasaan sulit  bernafas, dan pingsan.
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Pengkajia yang mendukung keluhan utama dilakukan dengan mengajukan serangkaian
pertanyaan mengenai nyeri dada pada klien secara PQRST yang meliputi:
a) Provoking incident : nyeri setelah beraktivitas dan tidak berkurang dengan istirahat
dan setelah diberikan nitrogliserin.
b) Quality of pain : seperti apa nyeri yang dirasakan atau digambarkan klien. Sifat nyeri
dapat seperti tertekan, di peras, atau diremas.
c) Region : radiation, relief: lokasi nyeri di daerah substernal atau nyeri di atas
perikardium. Penyebaran nyeri dapat meluas hingga area dada. Dapat terjadi nyeri
dan ketidakmampuan menggerakkan bahu dan tangan.
d) Severity (Scale) of pain : klien ditanya dengan menggunakan rentang 0-4 atau 0-10
(visual analogue scale-VAS) dan klien akan menilai seberapa berat nyeri yang
dirasakan. Biasanya pada saat angina terjadi, skala nyeri berkisar antara 3-4 (skala 0-
4) atau 7-9 (skala 0-10).
e) Time : sifat mula timbunya (onset). Biasanya gejala nyeri timbul mendadak. Lama
timbulnya (durasi) nyeri dada umumnya dikeluhkan lebih dari 15 menit. Nyeri oleh
Infark Miokardium dapat timbul pada waktu istirahat, nyeri biasanya dirasakan lebih
berat dan berlangsung lebih lama. Gejala-gejala yang menyertai infark miokardium
meliputi dispnea, berkeringat, ansietas, dan pingsan.
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Pengkajian riwayat penyakit dahulu  akan sangat mendukung kelengkapan data kondisi
daaat ini. Data ini ddiperoleh dengan mengkaji apakah sebelumnya klien pernah
menderita nyeri dada, hipertensi, DM, hiperlipidemia. Cara mengkaji sebaiknya sekuens
dan terinci. Tanyakan mengenai obat-obatan yang biasa diminum oleh klien pada masa
yang lalu yang masih relevan dengan obat-obatan antiangina seperti nitrat dan
penghambat beta serta obat-obatan antihipertensi. Catat adanya efek samping yang terjadi
di masa lalu, alergi obat, dan reaksi alergi yang timbul. Seringkali klien menafsirkan
suatu alergi sebagai efek samping obat.
1) Riwayat Keluarga
Perawat senantiasa harus menanyakan tentang penyakit yang pernah di alami oleh
keluarga, anggota keluarga yang meninggal, dan penyebab kematian. Penyakit
jantung iskemik pada orang tua yang timbunya pada usia muda merupakan faktor
resiko utama terjadinya penyakit jantung iskemik pada keturunannya.
2) Riwayat pekerjaan dan pola hidup
3) Perawat menanyakan situasi tempat bekerja dan lingkungannya. Demikian pula
dengan kebiasaan sosial dengan menanyakan kebiasaan dan pola hidup misalnya
minum alkohol atau obat tertentu. Kebiasaan merokok dikaji dengan menanyakan
kebiasaan merokok sudah berapa lama, berapa batang perhari, dan jenis rokok.
Disamping pertanyaan-pertanyaan diatas, data biografi juga merupakan data yang
perlu diketahui seperti nama, umur, jenis kelamin, tempat tinggal, suku, dan agama
yang dianut oleh klien. Dalam mengajukan pertanyaan kepada klien, hendaknya
perhatikan kondisi klien. Bila klien dalam keadaan kritis, maka pertanyaan yang
diajukan bukan pertanyaan terbuka tetapi pertanyaan tertutup, yaitu pertanyaan yang
jawabannya adalah “ya” dan “tidak”. Atau pertanyaan yang dapat dijawab dengan
gerakan tubuh seperti mengangguk atau menggelengkan kepala sehingga tidak
memerlukan energi yang besar.
d. AMPLE
1) Alergi : Riwayat pasien tentang alergi yang dimungkinkan pemicu terjadinya
penyakitnya.
2) Medikasi : Berisi tentang pengobatan terakhir yang diminum sebelum sakit terjadi
(Pengobatan rutin maupun accidental).
3) Past Illness : Penyakit terakhir yang diderita klien, yang dimungkinkan menjadi
penyebab atau pemicu terjadinya sakit sekarang.
4) Last Meal : Makanan terakhir yang dimakan klien.
5) Environment/ Event : Pengkajian environment digunakan jika pasien dengan kasus
Non Trauma dan Event untuk pasien Trauma.
e. Pemeriksaan Fisik
1) Aktifitas
Data Subyektif :
a) Kelemahan.
b) Kelelahan.
c) Tidak dapat tidur.
d) Pola hidup menetap.
e) Jadwal olah raga tidak teratur.
Data Obyektif :
a) Takikardi.
b) Dispnea pada istirahat atau aktifitas.
2) Sirkulasi
Data Subyektif : riwayat IMA sebelumnya, penyakit arteri koroner, masalah tekanan
darah, diabetes mellitus.
Data Obyektif :
a) Tekanan darah : Dapat normal / naik / turun, perubahan postural dicatat dari tidur
sampai duduk atau berdiri.
b) Nadi : Dapat normal, penuh atau tidak kuat atau lemah / kuat kualitasnya dengan
pengisian kapiler lambat, tidak teratus (disritmia).
c) Bunyi jantung : Bunyi jantung ekstra : S3 atau S4 mungkin menunjukkan gagal
jantung atau penurunan kontraktilits atau komplain ventrikel.
d) Murmur
Bila ada menunjukkan gagal katup atau disfungsi otot jantung :
 Friksi ; dicurigai Perikarditis.
 Irama jantung dapat teratur atau tidak teratur.
 Edema : Distensi vena juguler, edema dependent , perifer, edema
umum,krekles mungkin ada dengan gagal jantung atau ventrikel.
 Warna : Pucat atau sianosis, kuku datar , pada membran mukossa atau bibir.
3) Integritas ego
Data Subyektif : menyangkal gejala penting atau adanya kondisi takut mati, perasaan
ajal sudah dekat, marah pada penyakit atau perawatan, khawatir tentang keuangan,
kerja, keluarga.
Data Obyektif : menoleh, menyangkal, cemas, kurang kontak mata, gelisah, marah,
perilaku menyerang, focus pada diri sendiri, koma nyeri.
4) Eliminasi
Data Obyektif : normal, bunyi usus menurun.
5) Makanan atau cairan
Data Subyektif : mual, anoreksia, bersendawa, nyeri ulu hati atau terbakar.
Data Obyektif : penurunan turgor kulit, kulit kering, berkeringat, muntah, perubahan
berat badan.
6) Hygiene
Data Subyektif atau Data Obyektif : Kesulitan melakukan tugas perawatan.
7) Neurosensori
Data Subyektif : pusing, berdenyut selama tidur atau saat bangun (duduk atau
istrahat).
Data Obyektif : perubahan mental, kelemahan.
8) Nyeri atau ketidaknyamanan
Data Subyektif :
a) Nyeri dada yang timbulnya mendadak (dapat atau tidak berhubungan dengan
aktifitas), tidak hilang dengan istirahat atau nitrogliserin (meskipun kebanyakan
nyeri dalam dan viseral).
b) Lokasi : Tipikal pada dada anterior, substernal , prekordial, dapat menyebar ke
tangan, rahang, wajah. Tidak tertentu lokasinya seperti epigastrium, siku, rahang,
abdomen, punggung, leher.
c) Kualitas : “Crushing ”, menyempit, berat, menetap, tertekan, seperti dapat dilihat.
d) Intensitas : Biasanya 10 (pada skala 1 -10), mungkin pengalaman nyeri paling
buruk yang pernah dialami.
e) Catatan : nyeri mungkin tidak ada pada pasien pasca operasi, diabetes
mellitus, hipertensi, lansia.
9) Pernafasan:
Data Subyektif :
a) Dispnea tanpa atau dengan kerja.
b) Dispnea nocturnal.
c) Batuk dengan atau tanpa produksi sputum.
d) Riwayat merokok, penyakit pernafasan kronis.
Data Obyektif :
a) Peningkatan frekuensi pernafasan.
b) Nafas sesak / kuat.
c) Pucat, sianosis.
d) Bunyi nafas (bersih, krekles, mengi), sputum.
10) Interaksi social
Data Subyektif :
a) Stress.
b) Kesulitan koping dengan stressor yang ada misal : penyakit, perawatan di RS.
Data Obyektif :
a) Kesulitan istirahat dengan tenang.
b) Respon terlalu emosi (marah terus-menerus, takut).
c) Menarik diri.
DAFTAR PUSTAKA

Amin Huda Nurarif & Hardhi Kusuma. (2015). Nanda nic-noc aplikasi jilid 1. Jakarta:
Mediaction
Aspiani Reny Y. 2015. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Kardiovaskular.
Jakarta: EGC
Canadian Cardiovascular Society. (1976). Canadian Cardiovascular Society grading of angina
pectoris. Retrieved Agustus 4, 2019, from Canadian Cardiovascular Society:
https://www.ccs.ca/images/Guidelines/Guidelines_POS_Library/Ang_Gui_1976.pdf
Darma, Surya. 2009. Sistematika Interpretasi EKG Pedoman Praktis. Jakarta: EGC.
Guyton, Arthur C. 2010. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Edisi 11. Jakarta: EGC.
Jeffrey M.C.& Scott K. (2012). Master Plan Kedaruratan Medik. Tangerang Selatan: Binarupa
Aksara
Kasron. 2012, Penyakit jantung penceghan serta Pengobatannya. Yogyakarta: Nuha Medika
Kasron. 2012. Kelainan dan Penyakit Jantung Pencegahan Serta Pengobatannya. Yogyakarta:
Nuha Medika
Mosby (2011). medical surgical nursing. Edisi 1.United States Of America
Muttaqin, A & nurachmach. Eds. (2012) Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Kardiovaskular. Jakarta: Salemba Medika
Nazmah A. 2012. Panduan Belajar Membaca EKG. Jakarta: CV. Trans Info Media.
Nurarif AH & Hardi, K. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis &
Nanda.Jilid 1. Jakarta: EGC
Priharjo. Robert. 2012. Pengkajian Fisik Keperawatan, edisi 2. Jakarta : EGC
Putri & Wijaya. 2013. Keperawatan Medikal Bedah 1. Yogyakarta: Nuha Medika.
Smeltzer C, dan Brenda G, Bare. 2012. Keperawatan Bedah. Jakarta : EGC
Suzane C Smeltzer & Brenda G Bare. 2013. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner
& Suddarth Edisi 8. Jakarta: EGC.
Thibodeau, P (2013). Anatomy & Pysiology. Edisi 8. United States Of America
Udjianti Wajan Juni. 2011. Keperawatan Kardiovaskular. Jakarta: salemba medika.
Udjianti,Wajan Juni.2010. Kesiswaan Kardiovaskuler. Jakarta: Salemba Medika.
Wijaya Andra S & Putri Yessie P. 2013. Keperawatan Medikal Bedah Keperawatan Dewasa
Teori dan Contoh ASKEP. Yogyakarta: Nuha Medika
ASUHAN KEPERAWATAN PADA Ny. A DENGAN INFARK MIOKARD AKUT

A. Pengkajian
Nama : Ny. A

Usia : 65 Tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

1. Primary Survey
GCS : 15 E : 4 M : 6 V: 5 = Composmentis

Keadaan Umum : Lemah

TD : 90/70 mmHg

HR : 52 x/menit

S : 35,0 oC

RR : 26 x/menit

SpO2 : 99 %

BB : 50 Kg

a) Circulation
TD : 90/70 mmHg
Nadi : 52 x/menit, denyut lemah, irama reguler

CRT : > 2 detik

Edema : Tidak ada edema

Akral : Dingin, ada sianosis perifer

b) Airway
Tidak ada secret, tidak ada obstruksi jalan nafas, tidak ada wheezing, tidak ada krekels,
jalan napas paten.

c) Breathing
RR : 26x/menit, irama regular, pernapasan orthopnea, merasa sesak saat beraktifitas, I :
E = 2: 1, ekspansi paru penuh, napas cepat dan dalam, penggunaan otot bantu napas,
tidak ada penurunan ekspansi paru. Auskultasi bunyi napas vesikuler, perkusi (sonor).

d) Disability
Kesadaran : GCS 15 (E4M6V5) compos mentis, tidak ada lateralisasi, pupil isokor :
3/3, tidak ada kaku kuduk.

e) Exposure
Tidak ada jejas, tidak ada lesi, tidak ada fraktur, tidak ada piting oedema.

f) Provoking incident : nyeri setelah beraktivitas dan tidak berkurang dengan istirahat.
g) Quality of pain : Sifat nyeri dapat seperti tertekan, di peras, atau diremas.
h) Region : radiation, relief: lokasi nyeri di daerah substernal atau nyeri di atas
perikardium. Penyebaran nyeri dapat meluas hingga area dada dan kebahu
belakang.
i) Severity (Scale) of pain : Skala Nyeri 8 (visual analogue scale-VAS).
j) Time :  Biasanya gejala nyeri timbul mendadak. Lama timbulnya (durasi) nyeri
dada dikeluhkan lebih dari 15 menit. Nyeri dapat timbul pada waktu istirahat, nyeri
biasanya dirasakan lebih berat dan berlangsung lebih lama. Keringat dingin dada
berdebar-debar (Palpitasi)
2. Secondary Survey
a) Keluhan utama
Nyeri dada sebelah kiri menjalar ke punggung belakang

b) Riwayat penyakit sekarang


Pasien datang ke UGD pada tanggal 12/06/2022 Pukul 03.45 WIB diantar oleh keluarga
dengan keluhan nyeri dada 1 hari setelah pulang dari RS Qadr, nyeri dada menjalar
kepunggung, keringat dingin dada berdebar-debar (palpitasi), lemas, kemudian langsung
dibawa ke RS Qadr, sebelumnya pernah dirawat di RS Qadr dengan riwayat penyakit
jantung dan dirawat oleh dokter jantung.

c) Riwayat penyakit dahulu


1) Riwayat penyakit : Riwayat sakit jantung (aritmia), Hipertensi
2) Riwayat keluarga
Riwayat Hipertensi

3) Riwayat pekerjaan dan pola hidup


Bekerja sebagai Ibu rumah tangga, jarang beraktifitas biasanya hanya diam dirumah.

d) AMPLE
1) A (Alergi) : Tidak ada riwayat alergi
2) M (Medikasi) : Amlodipin 10 mg P.O
3) P (Past Illness) : Sakit jantung, Hipertensi
4) L (Last Meal) : Bubur ± 4 sendok
5) E (Event/Environment) : Keluhan dirasakan saat naik tangga dan tiba-tiba pasien
merasa sesak, keringat dingin dan nyeri dada kiri menjalar ke punggung
e) Pemeriksaan fisik (Head to Toe)
1) Tanda-tanda vital
a. TD : 90/70 mmHg
b. N : 52 x/menit
c. S : 35 o C
d. RR : 26 x/menit
e. SpO2 : 99%
f. BB : 50 Kg
g. TB : 155 Cm
2) Kepala dan rambut
Tidak ada lesi, tidak ada benjolan tidak ada luka terbuka, rambut erwarna hitam dan
ada yang beruban

3) Wajah
Tidak ada luka, tidak ada benjolan, wajah simetris

4) Mata
Pupil isokhor : 3/3, konjungtiva tidak anemis, sclera anikterik, retina warna jernih,
visus 12/12

5) Hidung
Tidak ada luka, tidak ada benjolan, tidak polif, fungsi pernapasan baik

6) Mulut
Mukosa bibir tampak kering, tidak ada lesi, tidak benjolan, tidak ada stomatitis

7) Telinga
Tidak ada luka, tidak ada benjolan fungsi pendengaran masih baik

8) Leher
Tidak ada luka, tidak ada benjolan, tidak ada distensi vena jugularis

9) Paru-paru
a. Inspeksi : Bentuk dada normal, ekspansi paru penuh, Inspirasi : Ekspirasi
(2:1), Tidak ada jejas, tidak ada luka terbuka, pernapasan cepat dan dalam
penapasan orthopnea, otot bantu pernapasan
b. Palpasi : Tidak ada krepitasi, tidak ada benjolan
c. Perkusi : Perkusi paru di bagian apeks, mid, dan inferior sonor di kedua sisi
d. Auskultasi : Vesikuler di kedua sisi pada bagian apeks, mida dan inferior
10) Jantung
a. Inspeksi : Denyut ictus cordis tampak di IC 5 mid clavicule
b. Palpasi : Ictus cordis teraba di IC 5 mid clavicule
c. Perkusi : Pekak (redup)
d. Auskultasi : Irama regular, SI dan S1 reguler, tidak ada bunyi jantung
tambahan
11) Abdomen
a. Inspeksi : Bentuk supel, tidak ada luka atau benjolan
b. Auskultasi : Bising usus 15x/menit
c. Perkusi : Timphany
d. Palpasi : Tidak ada nyeri tekan, tidak ada pembesaran organ
12) Ekstremitas : Tidak ada pitting oedema di ke empat ekstremitas, akral dingin di
keempat ekstremitas, tidak ada clubbing figure, CRT > 2 dtk
13) Genetalia : Terpasang cathteter
f) Pemeriksaan penunjang
1) Laboratorium

2) EKG
EKG 1 : Pukul 04.10 WIB
Irama : Reguler

HR : 46 x/menit (Bradikardi)

Gel. P : Tidak tampak

QRS : 0,12

Segment ST : Elevasi di lead II, III, AVF, V4, V5, V6 dan Depresi di AVR, AVL,
V1, V2

Interpretasi : STEMI dengan Bradikardi

EKG 2 : Pukul 6.30 WI


Irama : reguler

HR : 53 x/menit

Gel. P : Tidak tampak

QRS : 0,08

Segment ST : Elevasi di lead II, III, AVF, V4,V5, V6 dan Depresi di AVR, V1, V2

Interpretasi : STEMI dengan Bradikardia

3) Rontgen Thorax
Interpretasi : CTR < 50% tida tampak kardiomegali
B. ANALISA DATA
No Analisa Data Etiologi Problem

1 Ds: Iskemik Nyeri Akut (D.0077)


- Pasien mengatakan
nyeri dada
- Provoking incident : Infark
nyeri setelah
beraktivitas dan tidak
berkurang dengan Merangsang
istirahat. Nosiseptor
- Quality of pain : Sifat
nyeri dapat seperti
tertekan, di peras, atau
diremas. Merangsang
- Region : radiation, pengeluaran
relief: lokasi nyeri di prostaglandin,
daerah substernal atau histamine dan
nyeri di atas bradikinin
perikardium.
Penyebaran nyeri
dapat meluas hingga Repson Nyeri
area dada dan kebahu
belakang.
- Severity (Scale) of
Nyeri
pain : Skala Nyeri 8
(visual analogue
scale-VAS).
- Time :  Biasanya
gejala nyeri timbul
mendadak. Lama
timbulnya (durasi)
nyeri dada dikeluhkan
lebih dari 15 menit.
Nyeri dapat timbul
pada waktu istirahat,
nyeri biasanya
dirasakan lebih berat
dan berlangsung lebih
lama. Keringat dingin
dada berdebar-debar
(Palpitasi)
Do:
- Ttv:
 Td: 90/70 mmHg
 N : x/menit
 Rr: 26 x/menit
- Pasien terlihat
meringis kesakitan
2 DS : Iskemik Penurunan curah jantung
(D.0008)
- Pasien mengatakan
keringat dingin
- Jantung terasa Infark
berdebar-debar
(Palpitasi)
DO : Supplay Oksigen
ke miokard turun
- KU : Lemah
- TD : 90/70 mmHg
- N : 52 x/menit, teraa
lemah Hipoksia seluler
- RR : 26 x/menit
- STEMI
- Orthopnea Integritas
- Mudah lelah saat membrane sel
aktifitas miokard berubah
- CRT > 2 detik
- Sianosis
- Warna kulit pucat
Penurunan
kontraktilitas
jantung

Penurunan Curah
Jantung

C. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri Akut berhubungan dengan agen cedera Fisiologis (Infark Miokard) (D.0077)
2. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan kontraktilitias jantung
(STEMI) (D.0008)

D. INTERVENSI KEPERAWATAN
N Diagnosa Luaran Keperawatan Intervensi Keperawatan
o Keperawatan

1 Nyeri Akut Setelah dilakukan Manajemen Nyeri (I.08238)


. (D.0077) tindakan keperawatan 1x5
Jam diharapkan tingkat Observasi
nyeri menurun (L.08066)
- Identifikasi lokasi,
dengan kriteria hasil:
karakteristik, durasi,
- Keluhan Nyeri frekuensi, kualitas,
menurun dari skala intensitas nyeri
8 menjadi 4 - Identifikasi skala nyeri
- Mampu tolernasi - Identifikasi respon non
terhadap nyeri verbal
- Tidak meringis - Identifikasi faktor yang
- Tampak meras memberat dan
nyaman memperingan nyeri
- Identifikasi pengetahuan
dan keyakinan tentang
nyeri
- Identifikasi pengaruh
budaya terhadap respon
nyeri
- Identifikasi pengaruh
nyeri pada kualitas
hidup
- Monitor keberhasilan
terapi komplementer
yang sudah diberikan
- Monitor efek samping
penggunaan analgetik

Terapeutik
- Berikan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
(Relaksasi nafas dalam,
massage, distraksi)
- Kontrol lingkungan
yang memperberat rasa
nyeri
- Fasilitasi istirahat dan
tidur

Edukasi
- Jelaskan strategi
meredakan nyeri
- Anjurkan memonitor
nyeri secara mandiri
- Anjurkan teknik non
farmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri

Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian
analgetik jika perlu
2 Penurunan curah Setelah dilakukan Perawatan jantung akut
jantung (D.0008) tindakan keperawatan 1x2 (I.02076)
Jam diharapkan Curah
jantung meningkat 1. Observasi
(L.02008) dengan kriteria
─ Identifikasi karakteristik 
hasil :
nyeri dada (meliputi faktor
─ Kekuatan nadi
perifer meningkat pemicu dan dan pereda,
─ Palpitasi menurun kualitas, lokasi, radiasi,
─ Tidak ada
bradikardi/ skala, durasi dan
takikardia frekuensi)
─ Tekanan darah
meningkat ─ Monitor EKG 12 sadapan
─ Tidak ada sianosis untuk perubahan ST dan T
perifer ─ Monitor Aritmia( kelainan
─ Urine output 0,5 irama dan frekuensi)
cc/kgBB ─ Monitor elektrolit yang
dapat meningkatkan resiko
aritmia( mis. kalium,
magnesium serum)
─ Monitor enzim jantung
(mis. CK, CK-MB,
Troponin T, Troponin I)
─ Monitor saturasi oksigen
─ Identifikasi stratifikasi
pada sindrom koroner
akut(mis. Skor TIMI,
Killip, Crusade)
2. Terapeutik
─ Pertahankan tirah baring
minimal 12 jam
─ Pasang akses intravena
─ Puasakan hingga bebas
nyeri
─ Berikan terapi relaksasi
untuk mengurangi
ansietas dan stres
─ Sediakan lingkungan
yang kondusif untuk
beristirahat dan
pemulihan
─ Siapkan menjalani
intervensi koroner
perkutan, jika perlu
─ Berikan dukungan
spiritual dan emosional
3. Edukasi
─ Anjurkan segera
melaporkan nyeri dada
─ Anjurkan menghindari
manuver Valsava (mis.
Mengedan sat BAB atau
batuk)
─ Jelaskan tindakan yang
dijalani pasien
─ Ajarkan teknik
menurunkan kecemasan
dan ketakutan
4. Kolaborasi
─ Kolaborasi pemberian
antiplatelat, jika perlu
─ Kolaborasi pemberian
antiangina (mis.
Nitrogliserin, beta
blocker, calcium channel
bloker)
─ Kolaborasi pemberian
morfin, jika perlu
─ Kolaborasi pemberian
inotropik, jika perlu
─ Kolaborasi pemberian
obat untuk mencegah
manuver Valsava (mis.,
pelunak, tinja,
antiemetik)
─ Kolaborasi pemberian
trombus dengan
antikoagulan, jika perlu
─ Kolaborasi pemeriksaan
x-ray dada , jika perlu

E. IMPLEMENTASI
Hari/tanggal Jam Implementasi Rasional & Respon
Minggu, 03.45 Memberikan O2 Nasal Canule 3 Lpm Membantu pemenuhan oksigen
12/06/2022
03.45 Memberikan posisi yang nyaman (Semi Membantu pengembangan
Fowler) ekspansi paru agar
pengembangan paru maksimal
dan inspirai O2 maksimal

03.50 Memasang Bedside Monitor Memonitor TTV secara berkala

03.50 Melakukan Pemeriksaan EKG Menila Listrik jantung

04.00 Melakukan pemeriksaan Laboratorium Menilai adanya infeksi, faktor


Darah lengkap, Gula darah, Ur, Cr, Rapid pencetus penyakit saat ini
Antigen

04.10 Memberikan terapi IVFD RL 5 tpm Sebagai Cairan yang memantu


dalam peningkatan cardiac
output

04.40 Memberikan terapi obat : ISDN membantu


memvasodilatasi pembuluh
-Inj. Ranitidin 50 mg iv darah dijantung sehingga
asupan O2 ke pembuluh darah
- Aspilet 1 tab P.O
koroner meningkat, Aspilet,
- ISDN 1 tab P.O memabantu mencegah
penumpukan plak pada dinding
- Sucralfat 2 cth P.O pembuluh darah

04.45 Menjelaskan kondisi dan fasilitas serta


rencana tindak lanjut

04.50 Melakukan Pemasangan Dowler Catheter Memonitor intake dan output


untuk menilai balance cairan

04.55 Memberikan IVFD RL loading 1 Kolf Meningkatkan cardiac output

04.55 Memberikan terapi Obat Aspilet dan CPG, memabantu


mencegah penumpukan plak
- Aspilet 3 tab P.O pada dinding pembuluh darah
- CPG 4 tab P.O
05.00 Ro. Thorax Menilai adanya pembengakan
jantung

05.05 Melakukan Skeren Persiapan Pre PCI

05.25 Memberikan IVFD RL kolf ke II loading Meningkatkan cardiac output


200 cc 20 tpm
06.00 Melakukan Perekaman EKG Ulang Menilai kembali listrik jantung
pasca terapi

07.10 Memberikan terapi inotropik (Drip Oat untuk meningkatkan


Dopamin 5µg/kgBB/Jam) Jalan 4,75 cardiac output
cc/jam dengan BB : 50 Kg

07.25 Monitor TTV


TD : 90/70 mmHg
N : 61 x/menit
RR : 24 x/menit
S : 36,0 oC
SpO2 : 99 %

07.30 Dosis titrasi Dopamin naik menjadi


10µg/kgBB/Jam menjadi 7,5 cc/jam

07.25 Monitor TTV


TD : 110/90 mmHg
N : 71 x/menit
RR : 24 x/menit
S : 36,0 oC
SpO2 : 99%

07.30 Buang Urin : 300 CC

08.10 Rujuk ke RS Primaya

F. Evaluasi
No Hari/tgl/jam Perkembangan
1 12/06/2022 S : Nyeri berkurang dibandingkan sebelumnya, skala 5

08.10 O : Tampak lebih rileks dibandingkan saat datang, tidak memegang area
nyeri , tidak meringis, RR : 24 x/menit, N : 71x/menit

A : Nyeri akut belum teratasi

P:

- Lakukan terapi nonfarmakologi nyeri


- Kolaborasi pemberian analgetik
2 12/06/2022 S : Badan masih terasa lemas, jantung masih berdebar-debar, keringat
dingin masih
08.10
O : KU : lemah, TD : 110/90 mmHg, N : 71 x/mnt, RR : 24 x/menit, akral
teraba hangat, tidak ada sianosis, BAK : 300 cc, EKG : STEMI

A : Penurunan curah jantung belum teratasi

P:

- Monitor tanda - tanda vital


- Monitor Balance cairan
- Monitor EKG
- Penatalaksanaan PCI (Percutaneous Coronary Intervention)

Anda mungkin juga menyukai