Oleh
Dosen Pengampu :
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas selesainya
makalah ini dengan judul “Asuhan Keperawatan Pada Benigna Prostat Hiperplasia
(BPH)” sebagai penugasan mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah II.
Penulis mengucapkan terima kasih pada semua pihak yang telah membantu
dalam pembuatan makalah ini. Kiranya dapat berguna bagi pendidikan kesehatan
khususnya bagi perawat dan pembaca.
Penulis sadar bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Kami
mengharapkan kritik serta saran yang membangun dari seluruh pembaca sehingga
makalah ini menjadi lebih sempurna.
(Penulis)
ANATOMI DAN FISIOLOGI PROSTAT
BAB I
ANATOMI DAN FISIOLOGI
A. Buli-buli
Buli-buli merupakan organ berongga yang terdiri atas tiga lapis otot destrusor
yang saling beranyaman. Disebelah dalam adalah otot sirkuler, ditengah merupakan
otot longitudinal, dan paling luar merupakan otot sirkuler. Mukosa buli-buli terdiri
atas sel-sel transisional. Pada dasar buli-buli kedua muara ureter dan meatus uretra
internum membentuk suatu segitiga yang disebut trigonum buli-buli. (Purnomo,
2000)
Secara anatomi bentuk buli-buli terdiri atas tiga permukaan , yaitu: permukaan
superior yang berbatasan dengan rongga peritonium, dua permukaan inferior lateral,
dan permukaan posterior. Pemukaan superior adalah merupakan lobus minoris
( daerah terlemah ) dinding buli-buli. (Purnomo, 2000)
Buli-buli berfungsi menampung urine dari ureter dan kemudian
mengeluarkannya melalui uretra dalam mekanisme miksi ( berkemih ). Dalam
menampung urine, buli-buli mempunyai kapasitas maksimal yang volumenya untuk
orang dewasa kurang lebih adalah 300-450 ml, sedangkan kapasitas buli-buli pada
anak –anak menurut formula Koff adalah : (Purnomo, 2000)
Kapasitas buli-buli = { umur (tahun ) + 2 } x 30 ml
Pada saat kosong buli-buli terletak dibelakang simpisis pubis dan pada saat
penuh berada diatas simpisis sehingga dapat dipalpasi dan di perkusi. (Purnomo,
2000)
Buli-buli yang terisi penuh memberikan rangsangan pad syaraf aferen dan
menyebabkan aktivasi pusat miksi di medula spinalis segmen sakral S 2-4. Hal ini
akan menyebabkan kontraksi otot destruso, terbukanya leher buli-buli dan relaksasi
spingter uretra sehingga terjadilah proses miksi. (Purnomo, 2000)
B. Uretra
Uretra merupakan tabung yang menyalurkan urine keluar dari buli-buli
melalui proses miksi. Pada pria organ ini berfungsi juga dalam menyalurkan cairan
mani. (Purnomo, 2000)
Uretra ini diperlengkapi dengan spingter uretra interna yang terletak pada
perbatasan buli-buli dan uretra, dinding terdiri atas otot polos yang disyarafi oleh
sistem otonomik dan spingter uretra eksterna yang terletak pada perbatasan uretra
anterior dan posterior, dinding terdiri atas otot bergaris yang dapat diperintah sesuai
dengan keingian seseorang. Panjang uretra dewasa 23-25 cm. (Purnomo, 2000)
Secara anatomis uetra terdiri dari dua bagian yaitu uretra posterior dan uretra
anterior. Kedua uretra ini dipisahkan oleh spingter uretra eksternal. (Purnomo, 2000)
Uretra posterior pada pria terdiri atas uretra pars prostatika yaitu bagian
uretra yang dilingkupi oleh kelenjar prostat, dan uretra pars membranasea. Dibagian
posterior lumen uretra prostatika terdapat suatu tonjolan verumontanum, dan
disebelah kranial dan kaudal dari verumontanum ini terdapat krista uretralis. Bagian
akhir dari vasdeferen yaitu kedua duktus ejakulatorius terdapat dipinggir kanan dan
kiri verumontanum, sedangkan sekresi kelenjar prostat bermuara didalam duktus
prostatiks yang tersebar di uretra prostatika. (Purnomo, 2000)
Uretra anterior adalah bagian uretra yang dibungkus oleh korpus spongiosum
penis. Uretra anterior terdiri atas: 1. Pars bulbosa, 2. Pars pendularis, 3. Fossa
navikulare, dan 4. Meatus uretra eksterna. Didalam lumen uretra anterior terdapat
beberapa muara kelenjar yang berfungsi dalam proses reproduksi, yaitu kelenjar
Cowperi berada didalam diafragma urogenitalis bermuara diuretra pars bulbosa, serta
kelenjar Littre yaitu kelenjar para uretralis yang bermuara di uretra pars pendularis.
(Purnomo, 2000)
C. Kelenjar prostat
Prostat adalah suatu organ yang terdiri dari komponen kelenjar, stroma dan
muskular. Kelenjar ini mulai tumbuh pada kehamilan umur 12 minggu karena
pengaruh dari horman androgen yang berasal dari testis janin. Prostat merupakan
derivat dari jaringan embrional sinus urogenital. Kelenjar prostat bentuknya seperti
konnus terbalik yang terjepit ( kemiri ). (Hardjowijoto S.1999)
Letak kelenjar prostat disebelah inferior buli-bulu, didepan rektum dan
membungkus uretra posterior. Ukuran rata-rata prostat pada pria dewasa 4 x 3 x 2,5
cm dan beratnya kurang lebih 20 gram. (Purnomo, 2000)
Pada tahun 1972 Mc. NEAL, mengemukakan konsep tantang zona anatomi
dari prostat. Menurut Mc. NEAL, komponen kelenjar dari prostat sebagian besar
terletak/membentuk zona perifer. Zona perifer ini ditambah dengan zona sentral yang
terkecil merupakan 95 % dari komponen kelenjar. Komponen kelenjar yang lain (5%)
membentuk zona transisi. Zona transisi ini terletak tepat di luar uretra di daerah
verumontanum. Proses hiperplasia dimulai di zona transisi ini. Sebagian besar proses
keganasan (60-70 % ) bermula di zona perifer, sebagian lagi dapat tumbuh di zona
transisi dan zona sentral. (Hardjowijoto S.1999)
Prostat menghasilkan suatu cairan yang merupakan salah satu komponen dari
cairan ejakulat. Cairan kelenjar ini dialirkan melalui duktus sekretorius dan bermuara
di uretra posterior untuk kemudian bersama cairan semen yang lain pada saat
ejakulasi. Cairan ini merupakan 25 % dari volume ejakulat. (Purnomo, 2000)
Jika kelenjar ini mengalami hiperplasia jinak atau berubah menjadi kanker
ganas dapat membuntu uretra posterior dan mengakibatkan terjadinya obstruksi
saluran kemih. (Purnomo, 2000)
Kelenjar prostat terletak di bawah kandung kemih dan mengelilingi /
mengitari uretra posterior dan disebelah proximalnya berhubungan dengan buli-buli,
sedangkan bagian distalnya kelenjar prostat ini menempel pada diafragma urogenital
yang sering disebut sebagai otot dasar panggul. Kelenjar ini pada laki-laki dewasa
kurang lebih sebesar buah kemiri atau jeruk nipis. Ukuran, panjangnya sekitar 4 - 6
cm, lebar 3 - 4 cm, dan tebalnya kurang lebih 2 - 3 cm. Beratnya sekitar 20 gram.
Prostat terdiri dari :
Jaringan Kelenjar 50 - 70 %
Jaringan Stroma (penyangga)
30 - 50 %
Kapsul/Musculer
Kelenjar prostat menghasilkan cairan yang banyak mengandung enzym yang
berfungsi untuk pengenceran sperma setelah mengalami koagulasi (penggumpalan) di
dalam testis yang membawa sel-sel sperma. Pada waktu orgasme otot-otot di sekitar
prostat akan bekerja memeras cairan prostat keluar melalui uretra. Sel – sel sperma
yang dibuat di dalam testis akan ikut keluar melalui uretra. Jumlah cairan yang
dihasilkan meliputi 10 – 30 % dari ejakulasi. Kelainan pada prostat yang dapat
mengganggu proses reproduksi adalah keradangan (prostatitis). Kelainan yang lain
sepeti pertumbuhan yang abnormal (tumor) baik jinak maupun ganas, tidak
memegang peranan penting pada proses reproduksi tetapi lebih berperanan pada
terjadinya gangguan aliran kencing. Kelainanyang disebut belakangan ini
manifestasinya biasanya pada laki-laki usia lanjut. (Subhan, 2002)
BAB II
BPH (BENIGNA PROSTAT HIPERPLASIA)
A. DEFINISI
BPH adalah kondisi patologis yang paling umum pada pria lansia dan
penyebab paling sering untuk intervensi medis pada pria di atas usia 60 tahun.
(Smeltzer : 2001 ; 1625).
BPH adalah hiperplasia dari kelenjar periurethral yang kemudian mendesak
jaringan prostat yang asli ke perifer dan menjadi kapsul bedah. (R. Sjamsuhidayat
dalam Buku Ajar Ilmu Bedah, 1997)
Prostat Hiperplasia adalah pembesaran glandula dan jaringan seluler
kelenjar prostat yang berhubungan dengan perubahan endokrin berkenaan dengan
proses penuaan. Kelenjar prostat mengitari leher kandung kemih dan urethra,
sehingga hipertropi prostat sering menghalangi pengosongan kandung kemih.
(Susan Martin Tucker, 1998)
B. ETIOLOGI
Belum diketahui secara pasti penyebab terjadinya hiperplasi prostat. Tetapi
beberapa hipotesis yang erat kaitannya dengan hiperplasi prostat adalah :
1. Peningkatan kadar dihidrotestoteron dan proses aging (menjadi tua)
2. Adanya ketidakseimbnagan estrogen – progesterone
3. Interaksi antara sel stroma dan sel epitel prostat
4. Berkurangnya kematian sel
5. Teori stem sel (Purnomo : 2003 ; 70)
Beberapa teori yang menjelaskan tejadinya hiperplasia pada kelenjar
periurethral, yaitu :
Teori Sel Stem (Isaac, 1984, 1987)
Berdasarkan teori ini pada keadaan normal kelenjaar periurethral dalam
keseimbangan antara yang tumbuh dengan yang mati (steadystate). Sel baru
biasanya tumbuh dari sel stem. Oleh karena sesuatu sebab seperti faktor usia,
gangguan keseimbangan hormonal atau faktor pencetus yang lain maka sel
stem tersebut akan dapat berproliferasi lebih cepat sehingga terjadi hiperplasia
kelenjar periurethral.
Teori Reawakening dari jaringan kembali seperti perkembangan seperti pada
masa tingkat embrionik, sehingga jaringan periurethral dapat tumbuh lebih
cepat dari jaringan sekitarnya.
Teori yang mengatakan bahwa hiperplasia disebabkan oleh karena terjadinya
usia akan terjadi perubahan keseimbangan testoteron dan estrogen. Dengan
bertambahnya usia akan terjadi perubahan keseimbangan testoteron dan
estrogen, karena produksi testoteeron menurun dan terjadi konversi testoteron
menjadi estrogen pada jaringan adiposa di perifer. Perubahan konsentraasi
relatif testoteron dan estrogen akan menyebabkan produksi dan potensiasi
faktor pertumbuhan lain yang dapat menyebabkan terjadinya pembesaran
prostat.
Penyebab yang pasti dari terjadinya Benign Prostatic Hyperplasia sampai
sekarang belum diketahui secara pasti, tetapi hanya 2 faktor yang mempengaruhi
terjadinya Benign Prostatic Hyperplasia yaitu testis dan usia lanjut.
Karena etiologi yang belum jelas maka melahirkan beberapa hipotesa yang
diduga timbulnya Benign Prostatic Hyperplasia antara lain :
1. Hipotesis Dihidrotestosteron (DHT)
Peningkatan 5 alfa reduktase dan reseptor androgen akan menyebabkan epitel
dan stroma dari kelenjar prostatmengalami hiperplasia.
2. Ketidak seimbangan estrogen – testoteron
Dengan meningkatnya usia pada pria terjadi peningkatan hormon Estrogen
dan penurunan testosteron sedangkan estradiol tetap. yang dapat
menyebabkan terjadinya hyperplasia stroma.
3. Interaksi stroma - epitel
Peningkatan epidermal gorwth faktor atau fibroblas gorwth faktor dan
penurunan transforming gorwth faktor beta menyebabkan hiperplasia stroma
dan epitel.
4. Penurunan sel yang mati
Estrogen yang meningkat menyebabkan peningkatan lama hidup stroma dan
epitel dari kelenjar prostat.
5. Teori stem cell
Sel stem yang meningkat mengakibatkan proliferasi sel transit.
(Roger Kirby, 1994 : 38).
C. MANIFESTASI KLINIS
Komplek gejala obstruktif dan iritatif (Prostatisme) mencakup :
Peningkatan frekuensi berkemih
Nocturia
Dorongan ingin berkemih, anyang-anyangan
Abdomen tegang
Penurunan volume urine dan harus mengejan saat berkemih
Urine terus menetes setelah berkemih ( dribbling )
Retensi urine, kekambuhan ISK ( Infeksi Saluran Kemih )
Anureksia, mual muntah, rasa tidak nyaman pada epigastrik. (Smeltzer: 2001;
1625)
Keluhan pada saluran kemih bagian bawah :
- Obstruksi :
Hesistensi (harus menunggu lama bila mau miksi)
Pancaran miksi lemah
Intermitten (Miksi terputus)
Miksi tidak puas
- Iritasi : frekuensi sering, nokturia, urgensi, disuria
- Gejala di luar saluran kemih :
Keluhan pada penyakit hernia/hemoroid sering meikuti penyakit hipertropi
prostat. Timbulnya kedua penyakit ini karena sering mengejan pada saat
miksi sehingga mengakibatkan penigkatan tekanan intra abdominal.
Pada pemeriksaan fisik mungkin didapatkan buli-buli yang terisi penuh dan
teraba massa kistus di daerah supra sympisis akibat retensi urine, kadang-
kadang didapatkan urine yang selalu menetes tanpa disadari oleh pasien dan
keadaan ini merupakan pertanda dari inkontinensia paradoksal (Basuki,
2000)
Derajat Benigne Prostat Hyperplasia
Benign Prostatic Hyperplasia terbagi dalam 4 derajat sesuai dengan gangguan
klinisnya :
1. Derajat satu, keluhan prostatisme ditemukan penonjolan prostat 1 – 2 cm, sisa
urine kurang 50 cc, pancaran lemah, necturia, berat + 20 gram.
2. Derajat dua, keluhan miksi terasa panas, sakit, disuria, nucturia bertambah
berat, panas badan tinggi (menggigil), nyeri daerah pinggang, prostat lebih
menonjol, batas atas masih teraba, sisa urine 50 – 100 cc dan beratnya + 20 –
40 gram.
3. Derajat tiga, gangguan lebih berat dari derajat dua, batas sudah tak teraba, sisa
urine lebih 100 cc, penonjolan prostat 3 – 4 cm, dan beratnya 40 gram.
4. Derajat empat, inkontinensia, prostat lebih menonjol dari 4 cm, ada penyulit
keginjal seperti gagal ginjal, hydroneprosis.
Gejala klinis yang ditimbulkan oleh Benign Prostatic Hyperplasia disebut
sebagai Syndroma Prostatisme. Syndroma Prostatisme dibagi menjadi dua yaitu :
1. Gejala Obstruktif yaitu :
a.Hesitansi yaitu memulai kencing yang lama dan seringkali disertai dengan
mengejan yang disebabkan oleh karena otot destrussor buli-buli
memerlukan waktu beberapa lama meningkatkan tekanan intravesikal
guna mengatasi adanya tekanan dalam uretra prostatika.
b. Intermitency yaitu terputus-putusnya aliran kencing yang disebabkan
karena ketidakmampuan otot destrussor dalam pempertahankan tekanan
intra vesika sampai berakhirnya miksi.
c.Terminal dribling yaitu menetesnya urine pada akhir kencing.
d. Pancaran lemah : kelemahan kekuatan dan kaliber pancaran destrussor
memerlukan waktu untuk dapat melampaui tekanan di uretra.
e.Rasa tidak puas setelah berakhirnya buang air kecil dan terasa belum puas.
2. Gejala Iritasi yaitu :
a.Urgency yaitu perasaan ingin buang air kecil yang sulit ditahan.
b. Frekuensi yaitu penderita miksi lebih sering dari biasanya dapat terjadi
pada malam hari (Nocturia) dan pada siang hari.
c.Disuria yaitu nyeri pada waktu kencing.
(Basuki, 2000)
D. PATOFISIOLOGI
2. Pemeriksaan Radiologi
Pada Pemeriksaan Radiologi ditujukan untuk
a. Menentukan volume Benign Prostatic Hyperplasia
b. Menentukan derajat disfungsi buli-buli dan volume residual urine
c. Mencari ada tidaknya kelainan baik yang berhubungan dengan Benign
Prostatic Hyperplasia atau tidak
Beberapa Pemeriksaan Radiologi
a. Intra Vena Pyelografi ( IVP ) : Gambaran trabekulasi buli (buli-buli dilihat
sebelum, saat dan sesudah isinya dikosongkan), adanya refluks urine dan
residual urine post miksi, dipertikel buli, fungsi ekskresi ginjal dan adanya
hidronefrosis.
Indikasi : disertai hematuria, gejala iritatif menonjol disertai urolithiasis
Tanda BPH : Impresi prostat, hockey stick ureter
b. BOF (Bulk Overzich Fottomeeter) : Untuk mengetahui adanya kelainan
pada renal, batu dan metastase pada tulang.
c. Retrografi dan Voiding Cystouretrografi : untuk melihat ada tidaknya
refluk vesiko ureter/striktur uretra.
d. USG : Untuk menentukan volume urine, volume residual urine dan menilai
pembesaran prostat jinak/ganas. Pemeriuksaan dapat dilakukan secara
transrektal, transuretal dan suprapubik.
3. Pemeriksaan Endoskopi : inspeksi visual setiap rongga tubuh dengan alat
endoskop.
4. Pemeriksaan Uroflowmetri
Berperan penting dalam diagnosa dan evaluasi klien dengan obstruksi leher
buli-buli
Q max : > 15 ml/detik non obstruksi
10 - 15 ml/detik border line
< 10 ml/detik obstruktif
5. Pemeriksaan Laborat
Urinalisis (test glukosa, bekuan darah, UL, DL, RFT, LFT, Elektrolit, Na,/K,
Protein/Albumin, pH dan Urine Kultur)
Jika infeksi:pH urine alkalin, spesimen terhadap Sel Darah Putih, Sel Darah
Merah atau PUS.
RFT evaluasi fungsi renal
Serum Acid Phosphatase Prostat Malignancy.
Trauma bedah yang direncanakan, menimbulkan rentang respon fisiologis
dan psikologis pada klien, tergantung pada individu dan pengalaman masa
lalu yang unik, pola koping, kekuatan dan keterbatasan. Kebanyakan klien
dan keluarganya memandang setiap tindakan bedah merupakan peristiwa
besar dan mereka bereaksi dengan takut dan ansietas pada tingkat tertentu.
(Subhan, 2002)
G. PENATALAKSANAAN
Tujuan penatalaksanaan adalah :
1 Memperbaiki keluhan miksi
2 Meningkatkan kualitas hidup
3 Mengurangi obstruksi intravesika
4 Menurunkan volume residu urine setelah miksi
5 Mencegah progesifitas penyakit
6 Klien tidak akan mengalami berbagai komplikasi dari pengobatan retensi urine.
Pilihan penatalaksanaan BPH
Observasi Medikamentosa Operasi Invansif
minimal
A. PENGKAJIAN
Riwayat Keperawatan
- Suspect BPH umur > 60 tahun
- Pola urinari : frekuensi, nocturia, disuria.
- Gejala obstruksi leher buli-buli : prostatisme (Hesitansi, pancaran,
melemah, intermitensi, terminal dribbling, terasa ada sisa) Jika frekuensi
dan noctoria tak disertai gejala pembatasan aliran non Obstruktive seperti
infeksi.
- BPH hematuri
Pemahaman klien tentang kejadian
- Ahli bedah bertanggung jawab, untuk menjelaskan sifat operasi, semua
pilihan alternatif, hasil yang diperkirakan dan kemungkinan komplikasi
yang dapat terjadi. Ahli bedah mendapatkan dua consent (ijin) satu untuk
prosedur bedah dan satu untuk anestesi. Perawat bertanggung jawab
untuk menentukan pemahaman klien tentang informasi, lalu
memberitahu ahli bedah apakah diperlukan informasi lebih banyak
(informed consent).
Kondisi akut dan kronis :
- Untuk mengkompensasi pengaruh trauma bedah dan anestesi, tubuh
manusia membutuhkan fungsi pernafasan, sirkulasi, jantung, ginjal, hepar
dan hematopoetik yang optimal. Setiap kondisi yang mengganggu fungsi
sistem ini (misalnya: DM, gagal jantung kongestif, PPOM. Anemia,
sirosuis, gagal ginjal) dapat mempengaruhi pemulihan. Disamping itu
faktor lain, misalnya usia lanjut, kegemukan dan penyalahgunaan obat /
alkohol membuat klien lebih rentan terhadap komplikasi.
Pengalaman bedah sebelumnya
- Perawat mengajukan pertanyaan spesifik pada klien tentang pengalaman
pembedahan masa lalu. Informasi yang didapatkandigunakan untuk
meningkatkan kenyamanan (fisik dan psikologis) untuk mencegah
komplikasi serius.
Status Nutrisi
- Status nutrisi klien praoperatif secara langsung mempengaruhi responnya
pada trauma pembedahan dan anestesi. Setelah terjadi luka besar, baik
karena trauma atau bedah, tubuh harus membentuk dan memperbaiki
jaringan serta melindungi diri dari infeksi. Untuk membantu proses ini,
klien harus meningkatkan masukan protein dan karbohidrat dengan
cukup untuk mencegah keseimbangan nitrogen negatif,
hipoalbuminemia, dan penurunan berat badan. Status nutrisi merupakan
akibat masukan tidak adekuat, mempengaruhi metabolik atau
meningkatkan kebutuhan metabolik.
Status cairan dan elektrolit
- Klien dengan gangguan keseimbangan cairan dan elektolit cenderung
mengalami shock, hipotensi, hipoksia, dan disritmia, baik pada
intraoperatif dan pascaoperatif. Fluktuasi valume cairan merupakan
akibat dari penurunan masukan cairan atau kehilangan cairan abnormal.
Status emosi.
- Respon klien, keluarga dan orang terdekat pada tindakan pembedahan
yang direncanakan tergantung pada pengalaman masa lalu, strategi
koping, signifikan pembedahan dan sistem pendukung.
- Kebanyakan klien dengan pembedahan mengalami ancietas dan
ketakutan yang disebabkan penatalaksanaan tindakan operasi, nyeri, dan
immobilitas.
A. TUR – P
Setelah TUR – P klien dipasang tree way folley cateter dengan retensi balon
30 – 40 ml. Kateter di tarik untuk membantu hemostasis
Intruksikan klien untuk tidak mencoba mengosongkan bladder Otot bladder
kontraksi nyeri spasme
CBI (Continuous Bladder Irigation) dengan normal salin mencegah
obstruksi atau komplikasi lain CBI – P. Folley cateter diangkat 2 – 3 hari
berikutnya
Ketika kateter diangkat timbul keluhan : frekuensi, dribbling, kebocoran
normal
Post TUR – P : urine bercampur bekuan darah, tissue debris meningkat
intake cairan minimal 3000 ml/hari membantu menurunkan disuria dan
menjaga urine tetap jernih.
B. OPEN PROSTATECTOMY
Resiko post operative bleeding pada 24 jam pertama oleh karena bladder
spsme atau pergerakan
Monitor out put urine tiap 2 jam dan tanda vital tiap 4 jam
Arterial bleeding urine kemerahan (saos) + clotting
Venous bleeding urine seperti anggur traction kateter
Vetropubic prostatectomy
Observasi : drainage purulent, demam, nyeri meningkat deep wound
infection, pelvic abcess
Suprapubic prostatectomy
Perlu Continuous Bladder Irigation via suprapubic klien
diinstruksikan tetap tidur sampai Continuous Bladder Irigation
dihentikan
Kateter uretra diangkat hari 3 – 4 post op
Setelah kateter diangkat, kateter supra pubic di clamp dan klien disuruh
miksi dan dicek residual urine, jika residual urine ± 75 ml, kateter
diangkat
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
PREOPERASI
1. Perubahan pola eliminasi urine berhubungan dengan obstruksi urinari,
disuria, inkontinensia, retensi urin, kehilangan fungsi tonus
otot/neurologis
2. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan refluk urine dalam VU
3. Nyeri akut berhubungan dengan iritasi mukosa VU
4. Resiko tinggi disfungsi seksual berhubungan dengan penyakit BPH
5. Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang
kemungkinan prosedur bedah
6. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis, dan kebutuhan
pengobatan berhubungan dengan tidak mengenal sumber informasi.
POSTOPERASI
1. Nyeri akut berhubungan dengan luka insisi jaringan prostat, trauma
pemasangan kateter.
2. Perubahan pola eliminasi berhubungan dengan prosedur pembedahan,
pemasangan kateter.
3. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan prosedur invasif,
insisi bedah, dan terbukanya jaringan dengan dunia luar.
4. Resiko tinggi disfungsi seksual berhubungan dengan ancaman konsep
diri/perubahan status kesehatan setelah pengangkatan prostat.
C. INTERVENSI
PREOPERASI
NO DIAGNOSA TUJUAN INTERVENSI RASIONAL
KEPERAWATAN
1. Perubahan pola Setelah dilakukan tindakan - Kaji pola sebelumnya dan - Memberikan informasi
eliminasi urine keperawatan 3 x 24 jam bandingkan dengan pola mengenai perubahan yang
berhubungan dengan diharapkan pola eliminasi yang sekarang mungkin selanjutnya
obstruksi urinari, lien kembali normal. memerlukan
disuria, inkontinensia, KH : pengkajian/intervensi
- Buat program latihan
retensi urin, kehilangan - Berkemih dengan - Menstimulasi kesadaran
defekasi/kandung kemih.
fungsi tonus jumlah normal klien, meningkatkan
Tingkatkan partisipasi klien
otot/neurologis - Menunjukkan perilaku pengaturan fungsi tubuh dan
sesuai tingkat
yang meningkatkan membantu menghindari
kemampuannya
kontrol kandung kecelakaan
- Hindari perasaan yang
kemih/ urinaria. - Hal tersebut dapat diterima
diburu-buru
sebagai suatu instruksi yang
menimbulkan keadaan marah
dan tidak kooperatif dengan
aktivitas
- Sadari adanya tanda-tanda - Dapat menunjukkan
nonverbal seperti gelisah, dorongan, tidak ada perhatian
memegang diri sendiri, atau terhadap tanda tersebut,
membuka-buka baju dan/atau tidak mampu
menentukan letak kamar
mandi
Kolaborasi:
- Berikan obat pelembek
- Diperlukan untuk
feses, metamacil, gliserin
memfasilitasi/menstimulasi
supositoria sesuai indikasi
defekasi yang teratur
2. Resiko tinggi infeksi Setelah dilakukan tindakan - Catat karakteristik urine - Urine keruh dan bau
berhubungan dengan keperawatan diharapkan dan perhatikan apakah menunjukkan infeksi
refluk urine dalam VU klien tidak mengalami perubahan berhubungan (pielonefritis).
infeksi dengan keluhan nyeri
KH : panggul
- Urine secara normal asam,
- Tidak tampak tanda- - Tes pH urine dengan kertas
yang menghambat
tanda infeksi nitrazin, beritahu dokter
pertumbuhan berkemih/ISK
- Mencapai waktu bila pH lebih dari 6,4
penyembuhan - Ganti balutan sesuai - Drainase basah bertindak
- Menyatakan indikasi, bila memakai sesuai sumbu untuk luka dan
pemahaman terhadap memberikan media untuk
factor resiko pertumbuhan bakteri
- Kaji area lipatan kulit di
- Menunjukkan teknik, - Penggunaan antibiotic dan
lipatan paha, bawah lengan
perubahan pola hidup jebakan lipatan kulit yang
dan payudara
untuk menurunkan lembab merupakan area yang
resiko meningkatkan resiko infeksi
- Awasi tanda vital
- Peninggian suhu
menunjukkan komplikasi
ISK dan/atau pernapasan
- Laporkan penghentian - Drainase konstan 10 hari.
aliran urine tiba-tiba Penghentian tadi dapat
mengindikasikan
pembentukan plag dan
menimbulkan pembentukan
abses
3. Nyeri akut Setelah dilakukan tindakan - Kaji nyeri, perhatikan - Memberikan informasi untuk
berhubungan dengan keperawatan selama 2 x 24 lokasi, intensitas (skala 0- membantu dalam
iritasi mukosa VU jam diharapkan rasa nyeri 10) lamanya menentukan
berkurang dan hilang pilihan/kefektifan intervensi
KH: - Plester selang drainase - Mencegah penarikan
- Melaporkan nyeri pada paha dan kateter pada kandung kemih dan erosi
hilang/timbul abdomen pertemuan penis-skrotal
- Tampak rileks - Pertahankan tirah baring - Tirah baring diperlukan pada
- Mampu untuk awal fase retensi akut.
tidur/istirahat dengan Namun ambulasi dini dapat
tepat. memperbaiki pola berkemih
normal dan menghilangkan
kolik nyeri
- Dorong menggunakan
- Meningkatkan relaksasi otot
rendam duduk, sabun
hangat untuk perineum
Kolaborasi:
- Lakukan masase prostat - Membantu dalam evakuasi
duktus kelenjar untuk
menghilangkan
kongesti/inflamasi.
Kontraindikasi bila infeksi
- Berikan obat sesuai terjadi
indikasi: narkotik (missal: - Untuk menghilangkan nyeri
eperidin) berat, memberikan relaksasi
mental dan fisik
4. Resiko tinggi disfungsi Setelah dilakukan tindakan - Berikan keterbukaan pada - Dapat mengalami ansietas
seksual berhubungan perawatan diharapkan klien pasien/orang terdekat untuk tentang efek bedah dan dapat
dengan penyakit BPH dapat mengatasi masalah membicarakan tentang menyembunyikan pertanyaan
seksual yang dihadapi. masalah inkontinensia dan yang diperlukan. Ansietas
KH : fungsi seksual. dapat kemampuan untuk
- Menyatakan menerima informasi yang
pemahaman tentang diberikan sebelumnya.
- Berikan informasi akurat
situasi individual - Impotensi fisiologis terjadi
tentang harapan
- Menunjukkan bila saraf perineal dipotong
kembalinya fungsi seksual.
keterampilan selama prosedur
penyelesaian masalah radikal.aktivitas seksual
seksual yang dihadapi dapat dilakukan seperti biasa
- Tampak rileks - Diskusikan dasar anatomi. dalam 6-8 minggu.
Jujur dalam menjawab - Saraf pleksus mengontrol
pertanyaan pasien. aliran secara posterior ke
prostat melalui kapsul. Pada
prosedur tidak melibatkan
kapsul prostat, impotens dan
sterilitas biasanya tidak
menjadi konsekuensi.
Prosedur bedah mungkin
tidak memberikan
- Diskusikan ejakulasi
pengobatan permanen, dan
retrograd bila pendekatan
hipertropi dapat berulang.
transuretral/suprapubik
- Cairan seminal mengalir
digunakan.
dalam kandung kemih dan
disekresikan melalui urine.
Ini tidak mempengaruhi
6. Kurang pengetahuan Setelah dilakukan tindakan - Kaji ulang proses penyakit - Memberikan dasar
tentang kondisi, keperawatan selama 1 x 24 pengetahuan dimana pasien
prognosis, dan jam diharapkan klien dapat membuat pilihan
kebutuhan pengobatan mengetahui informasi informasi terapi.
- Dorong menyatakan rasa
berhubungan dengan tentang kondisi, prognosis, takut/ perasaan dan - Membantu pasien mengalami
tidak mengenal sumber dan kebutuhan pengobatan perhatian. perasaan dapat merupakan
informasi. KH : - Berikan informasi bahwa rehabilitasi vital.
- Menyatakan kondisi tidak ditularkan - Mungkin merupakan
pemahaman proses secara seksual ketakutan yang tak
penyakit - Bicarakan masalah seksual, dibicarakan.
- Mengidentifikasi contoh bahwa selama - Aktivitas seksual dapat
hubungan tanda gejala periode prostatitis, koitus meningkatkan nyeri selama
proses penyakit dihindari tetapi mungkin episode akut tetapi dapat
- Berpartisipasi dalam membantu dalam memberikan masase pada
program pengobatan pengobatan kondisi kronis. adanya penyakit kronis.
- Berikan informasi tentang
anatomi dasar seksual. - Memiliki informasi tentang
POSTOPERASI
NO DIAGNOSA TUJUAN INTERVENSI RASIONAL
KEPERAWATAN
1. Nyeri akut berhubungan Setelah dilakukan tindakan - Kaji nyeri, perhatikan - Nyeri tajam intermiten
dengan luka insisi keperawatan selama 2 x 24 lokasi, intensitas (skala 0- dengan dorongan
jaringan prostat, trauma jam diharapkan nyeri klien 10) berkemih / pasae urine
pemasangan kateter. hilang / berkurang. sekitar kateter
KH : menunjukkan spasme
- Melaporkan nyeri kandung kemih, yang
hilang/terkontrol cenderung lebih berat
- Tampak rileks pada pendekatan
- Dapat istirahat dengan suprapubik atu TUR
tenang / tepat (biasanya menurun
- Pertahankan patensi
setelah 48 jam).
kateter dan sistem
- Mempertahankan fungsi
drainase. Pertahankan
kateter dan drainase
selang bebas dari lekukan
sistem, menentukan
dan bekuan.
resiko distensi/spasme
- Tingkatkan pemasukan
kandung kemih
sampai 3000 ml/hr sesuai
- Menurunkan iritasi
toleransi. dengan mempertahnkan
aliran cairan konstan ke
- Berikan pasien informasi mukosa kandung kemih.
akurat tentang kateter, - Menghilangkan ansietas
drainase dan spasme dan meningkatkan
kandung kemih. kerjasama dengan
- Berikan tindakan prosedur tertentu.
kenyamanan (sentuhan - Menurunkan tegangan
terapeutik, pengubahan otot, memfokuskan
posisi, pijatan punggung) kembali perhatian, dan
dan aktivitas terapeutik dapat meningkatkan
- Dorong penggunaan teknik koping.
relaksasi, contoh pedoman - Membantu pasien untuk
imajinasi, aktivitas istirahat lebih efektif dan
terapeutik. memfokuskan kembali
perhatian, menurunkan
nyeti dan
- Berikan rendam duduk
ketidaknyamanan.
atau lampu penghangat
- Meningkatkan perfusi
bila diindikasikan. jaringan dan perbaikan
edema, dan meningkatkan
penyembuhan
- Berikan antispasmodik
(pendekatan perineal).
Oksibutinin klorida
(Ditropan); Merilekskan otot
polos, untuk
memberikan
penurunan spasme
Propantelin bromida
dan nyeri.
(Pro-Bantanin).
Menghilangkan
spasme kandung
kemih oleh kerja anti
kolinergik. Biasanya
dihentikan 24-48 jam
sebelum perkiraan
pengangkatan kateter
untuk meningkatkan
kontrol kontraksi
kandung kemih.
2. Perubahan pola eliminasi Setelah dilakukan tindakan - Kaji haluaran urine dan - Retensi dapat terjadi
urine berhubungan keperawatan 3 x 24 jam sistem kateter/drainase, karena edema area bedah,
dengan prosedur diharapkan pola eliminasi khususnya selama irigasi bekuan darah, dan spasme
pembedahan, pemasangan lien kembali normal. kandung kemih kandung kemih.
kateter KH : - Bantu pasien memilih - Mendorong pasase urine
- Berkemih dengan jumlah posisi normal untuk danmeningkatkan rasa
normal berkemih, contoh berdiri, normalitas
- Menunjukkan perilaku berjalan ke kamar mandi,
yang meningkatkan dengan frekuensi sering
kontrol kandung kemih/ setelah kateter dilepas.
- Kateter biasanya dilepas
urinaria. - Perhatikan waktu, jumlah
setelah 2-5 hari setelah
berkemih, dan ukuran
pembedahan, tetapi
aliran setelah kateter
berkemih dapat berlanjut
dilepas.
menjadi masalah untuk
menjadi beberapa waktu
karena edema uretral dan
kehilangan tonus.
- Dorong pasien untuk - Berkemih dengan
berkemih bila terasa dorongan mencegah
dorongan tetapi tidak lebih retensi urine.
dari 2-4 jam per protokol. Keterbatasan berkemih
untuk tiap 4 jam
meningkatkan tonus
kandung kemih dan
membantu latihan ulang
- Ukur volum residu bila ada kandung kemih.
kateter suprapubik. - Mengawasi keefektifan
pengosongan kandung
- Dorong pemasukan cairan kemih.
3000 ml sesuai toleransi. - Mempertahankan hidrasi
Batasi cairan pada malam, adekuat dan perfusi ginjal
setelah kateter dilepas. untuk aliran urine.
Penjadwalan cairn
menurunkan kebutuhan
berkemih/gangguan tidur
- Instruksikan pasien untuk
pasien untuk latihan selama malam hari.
perineal, contoh - Membantu meningkatkan
mengencangkan bokong, kontrol kandung
menghentikan dan kemih/sfingter/urine,
memulai aliran urine. meminimalkan
- Anjurkan pasien bahwa inkontinensia.
“penetasan” diharapkan
setelah kateter dilepas dan - Informasi membantu