Anda di halaman 1dari 39

BAB I

LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN DENGAN


GANGGUAN BENIGNA PROSTAT HIPERTROPI

A. Konsep Dasar
1. Pengertian
a. Hiperplasia prostatis benigna (benign protatic hyperplasia-BPH)
adalah pembesaran prostate yang mengenai uretra, menyebabkan
gejala urinaria. (Nur Salam.2006:135)
b. Hiperplasia prostate benigna adalah pembesaran progresif dari
kelenjar protat (secara umum pada pria lebih tua dari 50 tahun)
menyebabkan berbagai derajat obstruksi uretral dan pembatasan aliran
urinarius. (Marilynn E. Doenges, dkk.1999:671)
c. Hiperplasia nodular, juga disebut juga hyperplasia kelenjar dan
stroma, merupakan kelainan prostate yang sangat sering ditemukan.
Ditandai dengan proliferasi elemen epitel dan stroma, yang
menyebabkan kelenjar membesar dan pada sebagian kasus, obstruksi
aliran kemih. (Robbins.2007:744)
d. Hipertropi prostate merupakan hyperplasia kelenjar periuretral
yang mendesak jaringan prostate yang asli ke perifer dan menjadi
simpai bedah. (Syamsuhidajat.1997:1058)
e. BPH (benigna prostate hipertropi) adalah suatu keadaan patologis
yang paling umum pada pria berusia lansia dan penyebab kedua yang
paling sering untuk intervensi medis pada pria diatas usia 60 tahun.
(Smeltzer.2002:1625)
f. BPH merupakan kelenjar yang dapat terasa sebagai objek yang
keras dan licin melalui pemeriksaan rectal. Pembesaran kelenjar sering
terjadi pada usia 50 tahun dan menyebabkan obstruksi mikturisi
dengan menjepit uretra. (Gibson.2002:335)
2. Anatomi dan Fisiologi
Saluran perkemihan, meliputi :
a. Ginjal
Ginjal adalah sepasang organ saluran kemih yang terletak di
rongga retroperitoneal bagian atas. Bentuknya menyeripai kacang
dengan sisi cekungnya menghadap ke medial. Pada sisi ini terdapat
hilus ginjal yaitu tempat struktur-struktur pembuluh darah, system
limfatik, system saraf dan ureter menuju dan meninggalkan ginjal.
Besar ginjal sangat bervariasi, hal ini tergantung pada jenis
kelamin, umur, serta ada tidaknya ginjal pada sisi yang lain. Pada
autopsy klinis didapatkan bahwa ukuran ginjal orang dewasa rata-rata
adalah 11,5cm (panjang) x 6cm (lebar) x 3,5 (tebal). Beratnya
bervariasi antara 120-170 gram, atau kurang lebih 0,4% dari berat
badan.
Secara anatomis ginjal terbagi menjadi 2 bagian yaitu korteks
dan medulla ginjal. Di dalam korteks terdapat berjuta-juta nefron
sedangkan di dalam medulla banyak terdapat duktuli ginjal. Nefron
adalah unit fungsional terkecil dari ginjal yang terdiri dari tubulus
kontortus proksimalis, tubulus kontortus distalis dan duktus
kolegentes.
Darah yang membawa sisa-siasa metabolisme tubuh difiltrasi
(disaring) di dalam glomeruli kemudian di tubuli ginjal, beberapa zat
yang masih diperlukan tubuh mengalami reabsorbsi dan zat-zat hasil
sisa metabolisme mengalami sekresi bersama air membentuk urine.
Setiap hari tidak kurang 180 liter cairan tubuh difiltrasi di glomerolus
dan menghasilkan urine 1-2 liter. Urine yang terbentuk di dalam
nefron disalurkan melalui piramida ke system pelvikalises ginjal untuk
kemudian disalurkan ke dalam ureter.
Fungsi ginjal selain membuang sisa-sisa metabolisme tubuh
melalui urine, ginjal berfungsi juga dalam mengontrol sekresi hormon-
hormon aldosteron dan ADH (anti diuretic hormone) dalam mengatur
jumlah cairan tubuh, mengatur metabolisme ion kalsium dan vitamin
D, menghasilkan beberapa hormone, antar lain: eritropoetin yang
berperan dalam mengatur tekanan darah, serta hormone prostaglandin.

b. Ureter
Ureter adalah organ yang berbentuk tabung kecil yang
mengalirkan urine dari pielum ginjal ke dalam buli-buli. Pada orang
dewasa panjangnya kurang lebih 20cm. Dindingnya terdiri atas
mukosa yang dilapisi oleh sel-sel transisional, otot-otot polos sirkuler
dan longitudinal yang dapat melakukan gerakan peristaltic
(berkontraksi) guna mengeluarkan urine ke buli-buli.
Sepanjang perjalanan ureter dari pielum menuju buli-buli,
secara anatomis terdapat beberapa tempat yang ukuran diameternya
relative lebih sempit dari pada di tempat lain, sehingga batu atau
benda-banda lain yang berasal dari ginjal sering kali tersangkut di
tempat itu. Tempat-tempat penyempitan itu antara lain:
Pada pembatasan antar pelvis renalis dan ureter atau
pelvi-ureter junction.
Tempat ureter menyilang arteri iliaka di rongga
pelvis.
Pada saat ureter masuk ke buli-buli.
Untuk kepentingan radiology dan kepentingan pembedahan, ureter
dibagi menjadi 2 bagian yaitu:
Ureter pars abdominalis, yaitu yang berada dari
pelvis renalis sampai menyilang vasa iliaka.
Ureter pars pelvika, yaitu mulai dari persilangan
dengan vasa iliaka sampai masuk ke buli-buli.
Disamping itu secara radiologist yreter dibagi dalam 3 bagian, yaitu:
1) Ureter proksimal mulai dari pelvis renalis sampai
batas atas sacrum.
2) Ureter medial mulai dari batas atas sacrum
sampai pada batas bawah sacrum.
3) Ureter distal mulai batas bawah sacrum sampai
masuk ke buli-buli.

c. Buli-Buli / Vesika Urinaria


Buli-buli adalah organ berongga yang terdiri atas 3 lapis otot
detrusor yang saling beranyaman. Secara anatomic bentuk buli-buli
terdiri atas 3 permukaan, yaitu:
1) Permukaan superior yang berbatasan dengan rongga
peritoneum.
2) Dua permukaan inferiolateral.
3) Permukaan posterior.
Buli-buli berfungsi menampung urine dari ureter dan kemudian
mengeluarkannya melalui uretra dalam mekanisme miksi (berkemih).
Dalam menampung urine, buli-buli mempunyai kapasitas maksimal,
yang volumenya untuk orang dewasa kurang lebih adalah 300-450ml,
sedangkan kapasitas buli-buli pada anak menurut formula dari Koff
adalah :
Kapasitas buli-buli = { umur (tahun) + 2 } x 30 ml
Pada saat kosong, buli-buli terletak di belakang simpisis pubis
dan pada saat penuh berada di atas simfisis sehingga dapat dipalpasi
dan diperkusi. Buli-buli yang terisi penuh memberikan rangsangan
pada saraf aferen dan menyebabkan aktivitas pusat miksi di medulla
spinalis segmen sacral S2-4. Hal ini akan menyebabkan kontraksi otot
destruksor terbukanya leher buli-buli dan ralaksasi sfingter uretra
sehingga terjadilah proses miksi.

d. Uretra
Uretra merupakan tabung yang menyalurkan urine keluar dari
buli-buli melalui proses miksi. Secara anatomis uretra dibagi menjadi
2 bagian, yaitu uretra posterior dan uretra anterior. Pada pria , organ ini
berfungsi juga dalam menyalurkan cairan mani. Uretra diperlengkapi
dengan sfingter uretra interna yang terletak pada perbatasan buli-buli
dan uretra, serta sfingter uretra eksterna yang terletak pada perbatasan
uretra anterior dan posterior.
Panjang uretra wanita kurang lebih 3-5 cm, sedangkan uretra
pria dewasa kurang lebih 23-25 cm. Perbedaan panjang inilah yang
menyebabkan keluhan hambatan pengeluaran urine lebih sering terjadi
pada pria. Uretra posterior pad pria terdiri atas uretra pars prostatika
yaitu bagian uretra yang dilingkupi oleh kelenjar prostate, dan uretra
pars membranasea. Sedangkan uretra anterior adalah bagian uretra
yang dibungkus oleh korpus spongiosum penis.
Gambar saluran perkemihan :

Saluran
Reproduksi,
meliputi :

a. Testis
Testis merupakan organ kelamin laki-laki tempat spermatozoa
dan hormone laki-laki dibentuk. Testosteron dihasilkan oleh testis,
berkembang di dalam abdomen sewaktu janin, dan turun melalui saluran
inguinal kiri dan kanan masuk ke dalam skrotum menjelang akhir
kehamilan (Syaifuddin.2006:264). Bila testis tak berhasil turun ke dalam
skrotum, maka testis tetap berada di dalam abdomen atau berada di dalam
kanalis inguinalis. Keadaan ini disebut kriptorsidisme (Kus
Irianto.2004:327).
Kelenjar testis bentuknya seperti telur, banyaknya 2 buah
menghasilkan sel mani atau sperma. Testis terletak menggantung pada
urat-urat spermatic di dalam skrotum. Sepasang kelenjar yang masing-
masing sebesar telur ayam tersimpan di dalam skrotum masing-masing di
tunika testis. Fungsi testis :
Membentuk gamet-gamet baru yaitu spermatozoa,
dilakukan di tubulus seminiferus.
Menghasilkan hormone testosterone, dilakukan oleh
sel interstisial.
Hormon testosterone ini disekresi oleh testis, sebagian besar
berkaitan dengan protein plasma. Berad dalam darah 15-30 menit,
kemudian disekresi (Syaifuddin.2006:264). Testosteron, hormone kelamin
laki-laki, disekresi oleh sel interstisiil, yaitu sel-sel yang terletak di dalam
ruang antara tubula-tubula seminiferus testis dibawah rangsangan
hormone perangsang sel interstisiil (ICSH) dari hipofisis yang sebenarnya
adalah bahan yang sama dengan hormone luteinising (LH). Pengeluaran
testosterone bertambah dengan nyata pada masa pubertas dan bertanggung
jawab atas pengembangan sifat-sifat kelamin sekunder, yaitu pertumbuhan
jenggot, suara lebih berat dan pembasaran genetalia (Evelyn Pearce.2004:
268-269).
b. Epididimis
Epididimis merupakan saluran halus yang panjangnya 6 cm -
terletak di sepanjang atas tepid an belakang dari testis. Terdiri dari kepala /
kaput yang terletak di atas katup testis. Badan dan ekor epididimis
sebagian ditutupi oleh lapisan visceral, lapisan ini pada mediastinum
menjadi lapisan parietal ( Syaifuddin.2006:266).
Bagian kepala terdiri dari sejumlah duktus eferens yang keluar
dari rate testis. Duktus epididimis berpanampang 1/10 cm dan panjangnya
600 cm, terdiri dari epitel berlapis semu bersilia.
Fungsi epididimis ialah sebagai tempat penyimpanan dan
pematangan spermatozoa. Umur spermatozoa di dalam epididiomis kira-
kira 1 bulan (Kus Irianto.2004:329).
Semen terdiri dari secret epididimis vesika seminalis dan
prostate serta mengandung spermatozoa, yang dikeluarkan setiap
ejakulasi. Spermatozoa bergerak dalam semen, lingkungan cairanalkalis
melindungi dari keasaman (Syaifuddin.2006:266).
c. Vas Deferens
Saluran vas deferens keluar dari epididimis berjalan lurus
meninggalkan kantung buah pelir (testis) untuk menuju rongga panggul.
Vas deferens tersebut masuk di daerah lipat paha yang berjalan diantara
serabut-serabut otot untuk masuk ke dalam rongga panggul. Di dalam
rongga panggul kedua vas deferens kanan dan kiri saling mendekat di
belakang kandung kemih kemudian menembus kelenjar prostate (glandula
prostate) untuk bermuara dalam uretra dalam penis. Jadi, uretra-penis
selain mengalirkan air kemih juga menyalurkan sel-sel mani (Kus
Irianto.2004:329).
Prostat merupakan organ fibrimuskular yang mengelilingi leher
vesika dan bagian proksimal uretra pada pria. Beratnya sekitar 20 gram
pada pria dewas dan terdiri dari bagian anterior dan bagian posterior.
Suplai darah prostate diberikan oleh arteri vesika. Drainasevena prostate
bersifat difus dan bermuara ke dalam plexur santorini. Persarafan prostate
terutama berasal dari simfatis plexus hipogastrikus dan serabut yang
berasal dari nervus sakralis ketiga dan keempat melalui plexus sakralis.
Drainase limfe prostate ke nadi limfatisi obturatoria, iliaka interna, iliaka
eksterna, dan pre sakralis, serta sangat penting dalam mengevaluasi luas
penyebaran penyakit dari prostate.

d. Penis
Penis (zakar) berjumlah sebuah, didalamnya terdapat 3 buah
organ yang berbentuk segitiga. Dua diantaranya berdampingan dan disebut
bentuk bunga karang dari penis dan yang satu lagi yang berada
dibawahnya disebut bentuk bunga karang dubur (korpus kavernosum
uretra).
Glans penis tertutup oleh korpus penis, kulit penutup ini
disebut prepusium. Penis (zakar) terdiri dari jaringan seperti busa dan
terletak memanjang. Tempat muara uretra dari glans penis adalah
frenulum atau kulup.
Penis merupakan alat yang mempunyai jaringan erektil yang
satu sama lainnya dilapisi oleh jaringan fibrosa ringan erektil ini terdiri
dari rongga-rongga seperti karet busa. Dengan adanya rangsangan seksual,
karet busa ini akan dipenuhi darah sebagai vasopresi.
Gambar saluran reproduksi :

e. Kelenjar Tambahan
Vesika Seminalis
Kelenjar yang panjangnya 5-10 cm, berupa kantong seperti
hurif S berbelok-belo, sekretnya yang alkalis bersama dengan
cairan prostate merupakan bagian terbesar semen yang
mengandung fruktosa yang merupakan sumber energi untuk
spermatozoa. Vesika seminalis bermuara pada duktus deferens
pada bagian hamper masuk prostate. Dindingnya tipis,
mengandung serabut otot dan mukosa, terbagi menjadi ruang-
ruang dan lekuk-lekuk yang penampangnya memperlihatkan
gambaran jembatan membrane mukosa.
Vesika seminalis mempunyai saluran yang dinamai duktus
vesika seminalis. Duktus vesika seminalis ini akan bergabung
dengan duktus deferens. Penggabungan dari kedua duktus ini
membentuk duktus baru yang bernama duktus ejakulatorius yang
bermuara pada 2 buah kelenjar tubulo alveolar yang terlatak di
kanan dan kiri di belakang leher kandung kemih. Secret vesika
seminalis merupakan komponen pokok dari air mani. Fungsinya
mensekresi cairan yang banyak mengandung fruktosa dan vitamin,
kental dan bersifat alkalis.

Kelenjar Prostat
Prostat adalah organ genetakia pria yang terletak di
sebelah inferior buli-buli, depan rectum dan membungkus uretra
posterior. Bentuknya seperti buah kemiri dengan ukuran 4 x 3 x
2,5 cmdan beratnya kurang lebih 20 gram (Basuki B
Purnomo.2003:7-8). Mc Neal (1976 at Purnomo,1976) membagi
kelenjar prostate dalam beberapa zona, yaitu zona perifer, sentral,
transisional, fibromuskuler anterior dan periuretra.
Pertumbuhan kelenjar ini sangat bergantung pada
hormone testosterone. Dalam sel-sel kelenjar prostate, hormone ini
akan diubah menjadi DHT dengan bantuan enzim alfa reduktase.
Testosteron Dihidrotestosteron
Alpha reduktase
Dihidrotestosteron inilah yang secara langsung memacu
m-RNA dalam sel-sel kelenjar prostate hormone untuk mensintesis
protein sehingga terjadi pertumbuhan kelenjar prostate (Nursalam,
M Nurs. (Hons).2006:125-126). Prostat menghasilakan suatu
cairan yang merupakan salah satu komponen dari cairan ejakulat.
Cairan ini dialirkan melalui duktus sekretorius dan bermuara dib
uretra posterior untuk kemudian dikeluarkan bersama cairan semen
yang lain pada saat ejakulasi. Volume cairan prostate merupakan
25% dari seluruh volume ejakulat (Basuli B Purnomo.2003:8).
Gambar prostate :

Kelenjar Bulbouretral
Ada sepasang, terltak pada diafragma urogenital di bawah
kelenjar prostate, salurannya bermuara di uretra spongiosa.
Fungsinya menghasilkan lendir yang alkalis (Kus
Irianto.2004:331).

4) Etiologi
Hingga sekarang masih belum diketahui secara pasti terjadinya
hyperplasia prostate, tetapi beberapa hipotesis menyebutkan bahwa
hyperplasia prostate erat kaitannya dengan peningkatan kadar
dihidrotestosteron (DHT) dan proses aging (menjadi tua). Beberapa
hipotesis yang diduga sebagai penyebab timbulnya hyperplasia prostate
adalah :
a. Teori dihidrotestosteron
Dihidrotestosteron atau DHT adalah metabolit androgen
yang sangat penting pada pertumbuhan sel-sel kelenjar prostate.
Dibentuk dari testosterone di dalam sel prostate oleh enzim 5alpha
reduktase dengan bantuan koenzim NADPH. DHT yang telah
terbentuk berkaitan dengan reseptor androgen (R4) membentuk
kompleks DHT-R4 pada inti sel dan selanjutnya terjadi sintesis
protein growth factor yang menstimulasi pertumbuhan sel prostate.
Pada berbagai penelitian dikatakan bahwa kadar DHT pada
BPH tidak jauh berbeda dengan kadarnya pada prostate normal,
hanya saja pada BPH aktivitas enzim 5 alpha reduktase dan
jumlah reseptor androgen lebih banyak pada BPH. Hal ini
menyebabkan sel-sel prostate pada BPH lebih sensitive terhadap
DHT sehingga replikasi sel lebih banyak terjadi dibandingkan
dengan prostate normal.

b. Ketidakseimbangan antara estrogen testosterone


Pada usia yang semakin tua, kadar testosterone menurun,
sedangkan kadar estrogen relative tetap sehingga perbandingan
antara estrogen : testosterone relative meningkat. Telah diketahui
bahwa estrogen di dalam prostate berperan dalam terjadinya
proliferasi sel-sel kelenjar prostate dengan cara meningkatkan
sensitivitas sel-sel prostate terhadap rangsangan hormone
androgen, meningkatkan jumlah reseptor androgen, dan
menurunkan jumlah kematian sel-sel prostate (apoptosis). Hasil
akhir dari semua keadaan ini adalah, meskipun rangsangan
terbentuknya sel-sel baru akibat rangsangan testosterone menurun,
tetapi sel-sel prostate yang telah ada mempunyai umur yang lebih
panjang sehingga massa prostate jadi lebih besar.
c. Interaksi Stroma-Epitel
Cunha (1973) membuktikan bahwa diferensasi dan
pertumbuhan sel epitel prostate secara tidak langsung dikontrol
oleh sel-sel stroma melalui suatu mediator (growth factor) tertentu.
Setelah sel-sel stroma mendapatkan stimulasi dari DHT dan
estradiol, sel-sel stroma mensintesis suatu growth factor yang
selanjutnya mempengaruhi sel-sel stroma itu sendiri secara
intrakrin dan autokrin, serta mempengaruhi sel-sel epitel secara
parakrin. Stimulasi itu menyebabkan terjadinya proliferasi sel-sel
epitel maupun sel stroma.

d. Berkurangnya Kematian Sel Prostat


Program kematian sel (apoptosisi) pada sel prostate adalah
mekanisme fisiologik untuk mempertahankan homeostasis kelenjar
prostate. Pada apoptosis terjadi kondensasi dan fragmentasi sel
yang selanjutnya sel-sel yang mengalami apoptosis akan
difagotosis oleh sel-sel disekitarnya kemudian didegradasi oleh
enzim lisosom.
Pada jaringan normal, terdapat keseimbangan antara laju
proliferasi sel dengan kematian sel. Pada saat terjadi pertumbuhan
prostate sampai pada prostate dewasa, penambahan jumlah sel-sel
prostate baru dengan yang mati dalam keadaan seimbang.
Berkurangnya jumlah sel-sel prostate yang mengalami apoptosis
menyebabkan pertambahan massa prostate.
Sampai sekarang belum dapat diterangkan secara pasti
factor-faktor yang menghambat proses apoptosis. Diduga hormone
androgen berperan dalam menghambat proses kematian sel karena
setelah dilakukan kastrasi, terjadi peningkatan aktivitas kematian
sel kelenjar prostate. Estrogen diduga mampu memperpanjang usia
sel-sel prostate, sedangkan factor pertumbuhan TGF berperan
dalam proses apoptosis.

e. Teori Sel Stem


Untuk mengganti sel-sel yang telah mengalami apoptosis,
selalu dibentuk sel-sel baru. Di dalam kelenjar prostate dikenal
suatu sel stem, yaitu sel yang mempunyai kemampuan
berproliferasi sangat ekstensif. Kehidupan sel ini sangat tergantung
pada keberadaan hormone androgen, sehingga jika hormone ini
kadarnya menurun seperti yang terjadi pada kastrasi, menyebabkan
terjadinya apoptosis. Terjadinya proliferasi sel-sel pada BPH di
postulasikan sebagai ketidaktepatnya aktivitas sel strem sehingga
terjadi produksi yang berlebihan sel stroma maupun sel epitel.

5) Patofisiologi
a. Hiperplasia Prostat Jinak
Pembesaran prostate menyebabkan penyempitan lumen urethra
prostatika dan menghambat aliran urin. Keadaan ini menyebabkan
tekanan intravesikal. Untuk dapat mengeluarkan urin, buli-buli harus
berkontraksi lebih kuat guna melawan tahanan itu. Kontraksi yang
terus-menerus ini menyebabkan perubahan anatomic dari buli-buli
berupa hipertrofi otot detrusor, trabekulasi, terbentuknya selula, selula
dan diventrikel buli-buli. Fase penebalan otot detrusor ini disebut fase
kompensasi.
Perubahan strutur buli-buli dirasakan oleh pasien sebagai
keluhan pada saluran kemih sebelah bawah atau LUTS (
yang dahulu dikenal dengan gejala-gejala prostatismus.
Dengan semakin meningkatnya resistensi urethra otot detrusor
masuk ke dalam fase dekompensasi dan akhirnya tidak mampu lagi
untuk berkontraksi sehingga terjadi retensi urin. Tekanan intravesikal
yang semakin tinggi akan diteruskan ke seluruh bagian buli-buli tidak
terkecuali pada kedua muara ureter. Tekanan pada kedua muara ureter
ini dapat menimbulkan aliran balik urin dari buli-buli ke ureter atau
terjadi refluks vesicoureter. Keadaan ini jika berlangsung terus akan
mengakibatkan hidroureter, hidronefrosis, bahkan akhirnya dapat jatuh
ke dalam gagal ginjal.

b. Karsinoma Prostat
Tumor yang berada pada kelenjar prostate tumbuh menembus
kapsul prostate dan mengadakan infiltrasi ke organ sekitarnya.
Penyebaran secara limfogen melalui kelenjar limfe pada daerah pelvis
menuju kelenjar limfe retroperitoneal dan penyebaran secara
hematogen melalui vena vertebralis menuju tulang-tulang pelvis,
femur sebelah proksimal, vertebra lumbalis, kosta, paru, hepar, dan
otak.
Metasfosis tulang pada umumnya merupakan proses
osteoblastik, meskipun kadang-kadang bias juga terjadi proses
osteolitik. Kanker prostate terbagi dalam 3 stadium :
Stadium I
Perkembangan awal kanker yang biasanya diperoleh
melalui pemeriksaan mikroskopik yang tidak dapat
dilakukan dokter.
Stadium II
Kanker dapat dirasakan, tetapi masih terbatas dalam
kelenjar prostate saja.
Stadium III
Kanker telah menyebar ke seluruh prostate dan / atau
menyebar ke jaringan terdekatnya.
Stadium IV
Kanker telah berkembang dan menyebar ke nodus limfa,
tulang, paru-paru, atau organ tubuh lainnya.
5. a. Tanda dan Gejala Prostat Jinak
Boyarsky dan kawan-kawan membagi gejala prostate hipertrofi
menjadi :
1) Gejala Obstruktif, yaitu gejala harus menunggu pada
permulaan miksi (hesitancy), miksi terputus (intermittency),
menetes pada akhir miksi (terminal dribbling), pancaran miksi
menjadi lemah, rasa belum puas sehabis miksi.
2) Gejala Iritatif, yaitu bertambahnya frekuensi miksi (frekuensi),
nokturia, miksi sulit ditahan (urgensi), dan nyeri pada waktu miksi
(disuria).
Gejala obstruksi disebabkan oleh karena destrusor gagal
berkontraksi dengan cukup kuat atau gagal berkontraksi cukup lama
sehingga kontraksi terputus-putus, sedangkan gejala iritatif disebabkan
oleh karena pengosongan yang tidak sempurna pada saat miksi atau
pembesaran prostate menyebabkan rangsangan pada vesika, sehingga
vesika sering berkontraksi meskipun belum penuh, keadaan membuat
scoring untuk menentukan beratnya keluhan klinik penderita prostate
hipertrofi.
Gejala iritatif yang sering dijumpai ialah bertambahnya
frekuensi miksi yang biasanya lebih dirasakan pada malam hari. Sering
miksi pada malam hari disebut nokturia, hal ini disebabkan oleh
menurunnya hambatan kortikal selama tidur dan juga menurunnya
tonus spingter dan urethra. Sedangkan gejala obstruksi biasanya lebih
disebabkan oleh karena prostate dengan volume besar. Apabila vesika
mengalami dekompensasi, maka akan terjadi retensi urin sehingga
pada akhir miksi masih ditemukan sisa urin di dalam vesika, hal ini
menyebabkan rasa tidak tuntas pada akhir miksi. Jika keadaan ini
berlanjut pada suatu saat akan terjadi kemacetan total sehingga
penderita tidak mampu lagi miksi.
Derajat berat gejala klinik prostate hipertrofi dipakai untuk
menentukan derajat berat keluhan subyektif, yang ternyata tidak selalu
sesuai dengan besarnya volume prostate. Benigna Prostat Hyperplasia
(BPH) terbagi dalam 4 derajat sesuai dengan gangguan klinisnya :
1) Derajat satu, keluhan prostatisme ditemukan penonjolan
prostate 1-2 cm sisa urin kurang dari 50cc, pancaran lemah,
nokturia, beratnya 20 gram.
2) Derajat dua, keluhan miksi terasa panas , sakit, disuria,
nokturia bertambah berat, panas pada badan tinggi (menggigil),
nyeri daerah pinggang, prostate lebih menonjol, batas atas
masih teraba, sisa urin 50-100cc dan beratnya 20-40 gram.
3) Derajat tiga, gangguan lebih berat dari derajat dua, batas
sudah tak teraba, sisa urin lebih 100cc, penonjolan prostate 3-4
cm, dan beratnya 40 gram.
4) Derajat empat, inkontinensia, prostate lebih menonjol dari
4cm, hidronefrosis.
b. Tanda dan Gejala Prostat Ganas
Pada kanker prostate stadium dini, sering kali tidak
menunjukkan gejala / tanda-tanda klinis. Tanda-tanda itu biasanya
muncul setelah kanker berada pada stadium yang lebih lanjut. Kurang
lebih 10% pasien yang dating berobat ke dokter mengeluh adanya
gangguan saluran kemih berupa kesulitan miksi, nyeri kencing atau
hematuria yang menandakan bahwa kanker telah menekan urethra.
Meskipun jarang, kanker dapat menekan rectum dan
menyebabkan keluhan BAB. Kanker prostate yang sudah mengadakan
metastasis ke tulang memeberikan gejala nyeri tulang, fraktur pada
tempat metastasis., atau kelainan neurologis jika metastasis pada
tulang vertebra.
Tumor ganas prostate dapat menyebabkan sumbatan pada
saluran kemih juga dapat menimbulkan gejala demam oleh karena
adanya sepsis. Dengan adanya tumor ganas lanjut pada saluran kemih,
maka adanya anemi sudah dapat diduga walaupun tanpa disertai
perdarahan. Hal ini terutama terjadi pada tumor ganas prostate yang
sudah bermetastasis ke tulang sehingga mengurangi jumlah sumsum
tulang.

6. Test Diagnostik
a. Test diagnostic
prostate jinak
1) Pemeriksaan rectum: yaitu melakukan palpasi pada prostate
melalui rectum atau rectal toucher, untuk mengetahui
pembesaran prostate.
2) Urinalisis: untuk mendeteksi adanya protein atau darah
dalam air kemih, berat jenis dan osmolaritas, serta pemeriksaan
mikroskopik air kemih.
3) Pemeriksaan laboratorium (darah): yaitu untuk mengetahui
adanya peningkatan kadar prostate spesifik antigen (PSA).
4) Cytoscopy: untuk melihat gambaran penbesaran prostate
dan perubahan dinding kandung kemih.
5) Transrektal Ultrasonography: dilakukan untuk mengetahui
pembesaran dan adanya hidronefrosis.
6) Intravenous Pyelography (IVP): untuk mengetahui stryktur
kaliks, pelvis dan ureter struktur ini akan mengalami distorsi
bentuk apabila terdapat kista, lesi dan obstruksi.
7) Uroflowmetri.

b. Test diagnostic
prostate ganas
1) DRE (Digital Rectal Exam)
Pemeriksaan ini dilakukan dengan memasukkan jari
pada anus untuk merasakan secara fisik benjolan pada prostate.
Pada pemeriksaan ini harus diperhatikan konsistensi prostate
apakah simetris, adakah nodul pada prostate, apakah batas atas
teraba. Pada prostate ganas, prostate teraba keras atau teraba
benjolan yang konsistensinya lebih keras dan sekitarnya atau
letaknya asimetris dengan bagian yang lebih keras.
2) PSA Test
PSA Test adalah pemeriksaan darah dengan mengukur
kadar PSA yang dapat menunjukkan apakah ada kanker
prostate.
3) Trans Rectal Ultrasound
Jika test di atas dianggap mencurigakan, maka dokter
akan mempergunakan trans rectal ultrasound untuk
mengevaluasi prostate. Sebuah alat kecil berukuran seperti
rokok akan dimasukkan ke dalam anus untuk kemudian
diperoleh gambar dari kelenjar prostate melalui gelombang
suara yang dihasilkan.
4) Biopsi
Jika test awal menunjukkan gejala kanker prostate,
maka dokter akan meyakinkan dengan melakukan tes biopsy.
Dokter akan mengambil sample jaringan dari kelenjar prostate
dan akan diperiksa laboratorium apakan terdapat kelainan
dalam prostate dan seberapa agresi kanker tersebut.
5) Scan Tulang
Saat ini mengambil gambar, untuk mengetahui apakah
kanker prostate sudah menyebar ke tulang. Kanker prostate tak
hanya dapat menyebar pada tulang, tapi juga seluruh tubuh,
seperti tulang pinggang dan tulang punggung.
6) CT Scan
CT Scan akan menghasilkan gambar yang dapat
diperbesar, untuk melihat apakah nodus limfa atau organ lain
ada yang berkembang tidak normal.
7) MRI
Test ini menghasilkan gambar yang lebih detail karena
menggunakan magnet tubuh dan gelombang radio. MRI dapat
mendeteksi kemungkinan perkembangan kanker sampai nodus
limfa dan tulang.
8) Biopsi Nodus Limfa
Jika terdeteksi adanya pembesaran nodus limfa dengan
CT scan atau MRI, maka biopsy nodus limfa diperlukan untuk
menentukan sejauh mana kanker tersebut dapat disembuhkan,
biasanya dengan pemeriksaan mikroskopik di laboratorium.

7. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan
Prostat Jinak
1) Mandiri:
Perubahan gaya hidup, yaitu mengurangi minum-
minuman beralkohol dan yang mengandung kafein.
Kateterisasi, ada 2 macam cara:
Katererisasi intermitten, buli-buli dapat
dikosongkan dam kateter segera dilepas, beberapa
pasien kemudian dapat miksi sendiri dengan
spontan.
Kateterisasi indwelling, sangat berguna
terutama bila penderita dulunya pernah
mengalami retensi urin akut.
Tiap hari hendaknya kateter dibersihkan dan tiap minggu
diganti dengan kateter baru.
Pemeriksaan rectum : yaitu melakukan palpasi pada
prostate melalui rectum atau rectal toucher, untuk
mengetahui pembesaran prostate.
2) Pengobatan:
Alpha blocker, alpha 1-adrenegic reseptor
antagonists (misalnya: dexatoksin, teratosin, alfatosim,
dan lemsulosin) dapat memperbaiki gejala-gejala BPH.
Alpha blocker dapat merelaksasi otot pada prostate dan
leher kandung kemih, dan menurunkan derajat hambatan
aliran urin.
5 alpha-reduktase inhibitor (misalnya: finas teride
and dutasteride) ketika digunakan bersama dengan alpha
blocker dapat menurunkan proresifitas pembesaran
prostate.
3) Pemberian
Obat Anti Mikrobial
4) Pembedahan
Prostatectomy adalah penbedahan dengan
mengeluarkan seluruh atau sebagian dari kelenjar prostate.
Abnormalitas prostate, seperti sebuah tumor atau apabila
`kelenjar prostate membesar karena alas an dapat menghambat
aliran urin. Terdapat beberapa bentuk operasi pada prostate,
diantaranya:
Transurectal Resection of Prostat (TURP)
Suatu alat sitoscopy dimasukkan melalui
uretra ke prostate, dimana jaringan disekeliling di
eksisi. TURP adalah suatu pembedahan yang dilakukan
pada BPH dan hasilnya senpurna dengan tingkat
kebersihan 80-90%.
Reseksi kelenjar prostate dilakukan transuretra dengan
mempergunakan cairan pembilas agar daerah yang akan
direseksi tetap terang dan tidak tertutup oleh darah.
Cairan yang dipergunakan merupakan larutan non
ionic, yang dimaksukan agar tidak terjadi hantaran
listrik pada saat operasi. Cairan yang sering dipakai dan
harganya cukup murah yaitu hydrogen steril (aquades).
Salah satu kerugian dari aquades adalah sifatnya yang
lupotonik sehingga cairan ini dapat masuk ke sirkulasi
sistemik melalui pembuluh darah vena yang terbuka
pada saat reseksi. Kelebihan H2O dapat menyebabkan
terjadinya hiponatremia relative atau gejala intoksikasi
air atau dikenal dengan sindroma TURP. Sindrma ini
ditandai dengan pasien yang mulai gelisah, kesadaran
somnolens, tekanan darah meningkat, dan terdapat
bradikardi. Jika tidak segera diatasi, pasien akan
mengalami edema otot yang akhirnya jatuh dalam koma
dan meninggal. Angka mortalitas sindroma TURP
adalah sebesar 0,99%.
Untuk mengurangi resiko timbulnya sindroma
TURP operator harus membatasi diri untuk tidak
melakukan reseksi lebih dari 1 jam. Disamping itu,
beberapa operator memasang sistostomi suprapubik
terlebih dahulu sebelum reseksi dihaprapkan dapat
mengurangi penyerapan air ke sirkulasi sistemik.
Open Prostatectomy
Open prostatectomy adalah suatu prosedur
pembedahan dengan melakukan insisi pada kulit dan
mengangkat adenoma. Prostat melalui kapsula prostate
(retropubic prostatectomy) atau RPP / melalui kamdung
kemih (suprapubic prostatectomy) SPP.
Laparoscopy Prostatectomy
Suatu Laparocopy atau empat insisi kecil
dibuat diabdomen dan seluruh prostate dikeluarkan
secar hati-hati dimana saraf lebih mudah rusak dengan
teknik retropubic atau suprapubic. Laparoscopic
prostatectomy lebih menguntungkan dibandingkan
dengan pembedahan radikal perineal prostatectomy
atau retropubic prostatectomy dan lebih ekonomis
dibandingkan teknik bantuan robot.
Robotic-assisted Prostatectomy
Robotic-assisted prostatectomy atau
pambadahan dengan bantuan robot. Tangan-tangan
robot laparoscopy dikendalikan oleh seorang ahli
bedah. Robot memberikan ahli bedah lebih banyak
ketrampilan daripada laparoscopi konvensional dengan
menawarkan keuntungan-keuntungan yang lebih
daripada open prostatectomy diantaranya insisi lebih
kecil, nyeri ringan, perdarahan sedikit, resiko infeksi
rendah, waktu penyembuhan lebih cepat dan perawatan
lebih pendek.
Radical Perineal Prostatectomy
Radical perineal prostatectomy adalah suatu
insisi yang dibuat diabdomen bawah, dan kemudian
prostate dikeluarkan (diangkat) melalui belakang tulang
pubis (retropubic). Radical prostatectomy adalah suatu
kunci pada kanker prostate.
Transuretral Electro Vaporitation of The Prostat
(TVP).
Transuretral Plasmakinetic Vaporitation
Prostatectmy (TUPVP).
Laser TURP.
Visual Laser Ablation (VLAP).
Transuretral microwave Thermo Theraphy
(TUMT).
Transuretral Needle Ablation (TUNA).
b. Penatalaksanaan kanker prostate
Pembedahan
Protatektomi radikal (penagnkatan prostate dan vesika seminalis)
masih merupakan prosedur bedah standar bagi pasien yang
mengalami penyakit yang secara potensial dapat disembuhkan
dan usia harapan hidupnya mencapai 10 tahun atau lebih.
Prosedur ini mungkin diikuti dengan orkhiektomi bilateral
(pengangkatan testis).
Radiasi
Jika kanker prostate dideteksi pada tahap awalnya, pengobatan
yang diberikan mungkin terapi radiasi kuratif, baik teleterapi
dengan akselerator linear / iradasi interstisial (implantansi
radioaktif iodine / emas yang dikombinasi dengan
limfadenoktomi pelvis).
Terapi hormonal
Terapi hormonal adalah salah satu metode yang digunakan lebih
untuk mengontrol daripada penyembuhan kanker prostate. Tetapi
hormonal untuk kanker prostate tahap lanjut menekan semua
stimulasi androgenic ke prostate dengan mengurangi kadar
tertosteron plasma yang bersirkulasi / mengganggu perubahan
menjadi dan / pengikatan dengan dihidrotesteron. Akibatnya,
epitilium prostate mengalami atrofi (mengecil). Tetapi hormonal
dilakukan baik melalui orkhiektomi (pengangkatan testis) /
dengan pemberian medikasi.
Terapi Lainnya
Cryosurgery kelenjar prostate adalah upaya terbaru untuk
menyingkirkan kanker prostate pada pasien yang secara fisik
tidak dapat mentoleransi pembedahan / pada mereka yang
mengalami kanker prostate kambuhan.
Kemoterapi seperti doksorubisin, sisplantin, dan siklofosfamid
juga dapat digunakan. Untuk menjaga agar saluran uretral tetap
paten maka dibutuhkan reseksi transurethral berulang. Apabila
hal ini tidak praktis, drainase kateter dilakukan dengan cara rute
suprapubik / transurethral. Pada kanker prostate yang sudah
lanjut, transfuse darah diberikan untuk mempertahankan kadar
hemoglobin yang adekuat karena sumsum tulang telah
tergantikan oleh tumor.

8. Komplikasi
Komplikasi pada prostate jinak :
a. Komplikasi Pre Operasi
Retensi urin akut dan involusi kontraksi kandung kemih.
Refluks kandung kemih, hidroureter, dan hidronefrosis.
Gross hematuri dan urineary tract infection (UTI).

b. Komplikasi Post Operasi


Perdarahan pasca operasi dan retensi bekuan darah.
ISK (Infeksi Saluran Kemih).
Ejakulasi retrograde, impotensi.
Inkontinensia.
Striktur uretra.
Sindrom TURP : pada 2% pasien penyerapan cairan irigasi
melalui sinus vena pada prostate menyebabkan hiponatremia,
hipotensi, dan asidosis metabolic.
Komplikasi pada prostate ganas:
Komplikasi dapat terjadi karena penyakit itu sendiri atau karena
terapi pengobatan yang dilakukan. Yang paling khawatirkan, terapi
pengobatan akan berpengaruh pada fungsi seksual pria, seperti
timbulnya disfungsi ereksi meski masih dapat diatasi. Komplikasi
yang umum terjadi :
Penyebaran kanker.
Penyaebaran kankr prostate terjadi melalui aliran darah atau
system limfa, mempengaruhi tulang dan organ tubuh lain. Terapi
kanker prostate yang telah menyebar, dilakukan dengan terapi
hormone.
Nyeri.
Nyeri pada tulang dapat terjadi pada penderita kanker prostate.
Kesulitan dalam buang air kecil.
Disfumgsi ereksi atau impotensi.
Ini dapat terjadi karena kanker prostate itu sendiri atau karena
terapi penyembuhan yang dilakukan, seperti pembedahan, radiasi,
dan terapi hormone.
Depresi
Banyak pria mengalami depresi setelah terdiagnosa menderita
kanker prostate atau setelah melakukan terapi, akibat efek terapi.
Terapi konseling dan obat anti depresan dapat mengatasinya.
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN
GANGGUAN BPH

B. KONSEP ASKEP
1. Pengkajian
Pre Operatif
a. Persepsi kesehatan: Penampilan umum, kebersihan tubuh,
gaya hidup,dll
b. Nutrisi metabolik: Kebiasaan diet, anoreksia,intoleransi makanan,
berat badan
c. Eliminasi: Apakah klien mengalami kesulitan BAK, konsistensi
urin, keragu-raguan pada berkemih awal, ketidakmampuan
mengosongkan kandung kemih dengan lengkap, nokturia, disuria,
hematuria, duduk untuk berkemih, perubahan pada poal defekasi,
darah pada feses, nyeri pada defekasi, nyeri atau rasa terbakar saat
berkemih, ISK berulang
d. Aktivitas-latihan: Kelemahan dan/atau keletihan, keterbatasan
partisipasi dalam latihan, pekerjaan atau profesi dengan pemajanan
karsinogen lingkungan, pengaruh penyakit terhadap aktivitas
e. Istirahat-tidur: Lamanya istirahat, kualitas tidur tidak bisa nyenyak,
pengaruh penyakit terhadap istirahat, jam kebiasaan tidur pada malam
hari, adanya faktor-faktor yang mempengaruhi tidur mis., nyeri,
ansietas, berkeringat malam
f. Pola persepsi kognitif sensori: Pusing, sinkop,
Keterbatasan aktifitas/mobilitas tidak bisa melakukan secara bebas
P: Klien merasakan nyeri saat melakukan aktifitas yang termasuk
berat
Q: Nyeri tajam, kuat, seperti ada sumbatan
R: Nyeri pada area suprapubik,panggul atau punggung
S: Skala nyeri 1-10
T: Nyeri saat BAK
Post Operasi
a) Persepsi diri: Klien merasa sendiri atau ditolak karena tidak
berguna, merasa dirinya lemah,dll
b) Peran hubungan: Status perkawinan, hubungan dalam masyarakat,
interaksi keluarga, komunikasi
c) Seksualitas: Perubahan tingkat kepuasan, kemampuan seksual,
takut inkontinensia atau menetes selama hubugan intim, penurunan
kekuatan kontraksi ejakulasi
d) Koping: Faktor stres (keuangan, pekerjaan, perubahan peran), cara
mengatasi stres (merokok, minum alkohol), menyangkal diagnosis,
putus asa, kehilangan kontrol, depresi, marah, menarik diri,dll
e) Keyakinan nilai dan kepercayaan: Apakah penyakit mempengaruhi
dalam beribadah

Post Operatif
Persepsi kesehatan: Pengetahuan terhadap penyakitnya, kepatuahan
terahadap pengobatan, harapan terhadap penyakitnya
a. Nutrisi metabolik: Klien minum cukup banyak, diit ketat
terhadap alkohol, kopi, teh
b. Eliminasi: Klien merasa kesakitan saat miksi, selalu merasa
berkemih tidak tuntas, konsistensi urin
c. Aktivitas dan latihan: Klien terlalu lemah untuk melakukan
aktivitas, mobilitas dibatasi
d. Istirahat-tidur: Terbangun malam hari karena nyeri, tidak
bisa tidur karena cemas
e. Kognitif sensori: Sudah bisa melakukan aktivitas walaupun
masih terasa nyeri setelah operasi/pembedahan
P: Klien merasa nyeri saat melakukan aktivitas-aktivitas yang berat
Q:Ketidaknyamanan adanya balutan yang terlalu basah, apakah
nyeri berat, tajam
R: Nyeri masih terasa di daerah punggung
S: Skala nyeri 1-10
T: Sering terasa nyeri walaupun setelah tirah baring selam 24 jam
f.Persepsi diri: Klien merasa tidak berguna, klien merasa
penyakitnya tidak bisa sembuh
g.Peran hubungan: Pengaruh interaksi dengan masyarakat dan
keluarga terhadap penyakitnya
h.Seksualitas: Perubahan aktivitas seksual karena penyakit
i.Koping: Klien menarik diri, sters, depresi, marah,dll
j.Keyakinan dan nilai: Klien menyalahkan Tuhan atas penyakit yang
di derita

2. Diagnosa
a. Pre Operatif
1) Nyeri akut berhubungan dengan iritasi mukosa.
2) Retensi urine berhubungan dengan pembesaran prostate.
3) Kelemahan berhubungan dengan kondisi fisik kurang.
4) Kurang pengetahuan berhubungan dengan tidak familiar dengan
sumber informasi.

b. Post Operatif
1) Nyeri akut berhubungan dengan refleks spasme otot sehubungan dengan
prosedur bedah.
2) Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan kemungkinan
malignasi.
3) Kekurangan volume cairan; risiko tinggi terhadap kesulitan mengontrol
perdarahan.

3. Intervensi
1) Pre Operatif
Diagnosa : Nyeri berhubungan dengan iritasi mukosa.

Tujuan :
a) Tingkat kenyamanan : perasaan senang secara fisik dan psikologis.
b) Perilaku mengendalikan nyeri.
c) Nyeri hilang/terkontrol.

Kriteria Hasil:
a) Menunjukkan nyeri: Efek merusak, dibuktikan dengan
indicator (5 tidak ada).
b) Menunjukkan tingkat nyeri, dibuktikan dengan indicator
(5 tidak ada).
c) Pasien akan melaporkan kesejahteraan fisik dan psikologis.
d) Pasien akan menunjukkan teknik relaksasi secara individual
yang efektif untuk mencapai kenyamanan.
e) Pasian akan mengenali factor penyebab dan menggunakan
tindakan untuk mencegah nyeri.

Intervensi :
a) Minta pasien untuk menilai nyeri/ketidaknyamanan pada
skala 0-10 (0: tidaka ada nyeri, 10 nyeri sangat).
Rasional: memeberikan informasi dalam menentukan
pilihan/ketidakefektifan intervensi.
b) Bantu pasien untuk mengidentifikasi tindakan memenuhi
kebutuhan rasa nyaman yang telah berhasil dilakukannya seperti
relaksasi/kompres hangat.
Rasional: meningkatkan relaksasi; memfokuskan kembali
perhatian, dan dapat meningkatkan kemampuan koping.
c) Dorong menggunakan rendam duduk, sabun hangat untuk
perineum.
Rasional: meningkatkan relaksasi otot.
d) Masukkan kateter dan dekatkan untuk kelancaran drainase.
Rasional: pengaliran kandung kemih menurunkan tegangan dan
kepekaan kelenjar.

Diagnosa : Retensi urin akut berhubungan dengan pembesaran prostat.


Tujuan : Pola berkemih normal.
Kriteria Hasil:
a) Berkemih dengan jumlah yang cukup tak teraba distensi
kandung kemih.
b) Menunjukkan residu pasca berkemih kurang dari 50 mL;
dengan tak ada tetesan/kelebihan aliran.
Intervensi :
a) Dorong pasien untuk berkemih tiap 2-4 jam dan bila tiba-
tiba dirasakan .
Rasional: meminimalkan retensi urine distensi berlebihan pada
kandung kemih.
b) Berikan rendam duduk sesuai indikasi.
Rasional: Meningkatkan relaksasi otot.
c) Dorong masukan cairan sampai 3000 mL sehari, dalam
toleransi jantung bila diindikasikan .
Rasional: Peningkatan aliran cairan mempertahankan perfusi ginjal
dan membersihkan ginjal dan kandung kemih dari pertumbuhan
bakteri.
d) Berikan/dorong kateter lain dalam perawatan perineal.
Rasional: Menurunkan risiko infeksi asandan.
e) Perkusi/palpasi area suprapubik.
Rasional: Distensi kandung kemih dapat dirasakan di area
suprapubik.
Diagnosa : Kelemahan berhubungan dengan kondisi fisik kurang.
Tujuan : melaporkan tingkat energi yang memampukan seseorang untuk
beraktivitas.
Kriteria Hasil:
a) Pasien akan menunjukkan mengungkapkan secara verbal
pemahaman tentang kebutuhan oksigen, pengobatan dan/atau peralatan
yang dapat meningkatkan toleransi terhadap aktivitas.
b) Pasien akan menampilkan aktivitas kehidupan sehari-hari dengan
beberapa bantuan.
c) Menunjukkan penghematan energi, ditandai dengan indicator
(3sedang).
Intervensi :
a. Rencanakan aktifitas pada periode pasien mempunyai energi paling
banyak .
Rasional: perencanaan akan memungkinkan pasien menjadi aktif
selama waktu dimana tingkat energi lebih tinggi, yang dapat
memperbaiki perasaan sejahtera dan rasa kontrol.
b. Hindari menjadwalkan aktivitas perawatan selama periode
istirahat.
Rasional: Periode istirahat sering diperlukan untuk
memperbaiki/menghemet energi.
c. Buat tujuan aktivitas realistis dengan pasien.
Rasional: Memberikan rasa control dan perasaan mampu
menyelesaikannya.
d. Pantau respon fisiologis terhadap aktivitas, mis., perubahan pada
TD atau frekuensi jantung/pernapasan.
Rasional: Toleransi sangat bervariasi tergantung pada tahap proses
penyakit, status nutrisi, keseimbangan cairan, dan reaksi terhadap
aturan terapeutik.
e. Penggunaan peralatan, seperti oksigen selama aktivitas.
Rasional: Adanya anemia/hipoksemia menurunkan ketersediaan O2
untuk ambilan selular dan memperberat keletihan.
f. Rujuk pada ahli gizi untuk merencanakan makanan untuk
meningkatkan asupan makanan yang tinggi energi.
Rasional: Masukan/penggunaan nutrisi adekuat perlu untuk memenuhi
kebutuhan energi untuk aktivitas.

Diagnosa : Kurang pengetahuan berhubungan dengan tidak familiar


dengan sumber informasi.
Tujuan : Mengungkapkan informasi akurat tentang diagnosa dan
aturan pengobatan pada tingkat kesiapan diri sendiri.
Kriteria Hasil:
a) Pasien akan melakukan dengan benar prosedur yang
diperlukan dan alasan tindakan.
b) Melakukan perubahan gaya hidup yang perlu dan
berpartisipasi dalan aturan pengobatan.
c) Mengidentifikasi/menggunakan sumber yang tersedia.
Intervensi :
a) Tinjau ulang dengan pasien/orang terdekat pemahaman
diagnosa khusus, alternatif pengobatan, dan sifat harapan.
Rasional: memvalidasi tingkat pemahaman saat ini,
mengidentifikasi kebutuhan belajar, dan memberikan dasar
pengetahuan dimana pasien membuat keputusan berdasarkan
informasi.
b) Minta pasien untuk umpan balik verbal, dan perbaiki
kesalahan konsep tentang tipe kanker individu dan
pengobatannya.
Rasional: Kesalahan konsep tentang kanker lebih mengganggu
daripada kenyataan dan mempengaruhi pengobatan/penurunan
penyembuhan.
c) Beritahu kebutuhan perawatan khusus di rumah, mis.,
kemampuan untuk hidup sendiri, melakukan
pengobatan/prosedur yang diperlukan, dan bahan yang
dibutuhkan.
Rasional: memberikan informasi mengenai perubahan yang
diperlukan dalam rencana memenuhi kebutuhan terapeutik.
d) Rujuk pada sumber-sumber komunitas sesuai indikasi,
mis., pelayanan sosial.
Rasional: Meningkatkan kompeten perawatan diri dan
kemandirian optimal. Mempertahankan pasien dalam situasi
yang diinginkan/dirumah.
e) Beri buku masak yang didesain untuk pasien kanker.
Rasional: Membantu dalam memberikan menu/ide bumbu
khusus.

2)Post Operatif
Diagnosa :Nyeri akut berhubungan dengan reflek spasme otot
sehubungan dengan prosedur bedah.
Tujuan : Melaporkan nyeri hilang/terkontrol.
Kriteria Hasil :
a) Pasien akan menunjukkan teknik relaksasi secara individual
yang efektif untuk mencapai kenyamanan.
b) Pasien akan melaporkan kesejahteraan fisik dan psikologis.
c) Pasien akan mengenali faktor penyebab dan menggunakan
tindakan untuk mencegah nyeri.
Intervensi :
a. Berikan tindakan kenyamanan dan aktivitas terapeutik.
Rasional: Menurunkan tegangan otot, memfokuskan kembali
perhatian, dan dapat meningkatkan kemampuan koping.
b. Berikan rendam duduk/lampu penghangat bila diindikasikan.
Rasional: Meningkatkan perfusi jaringan dan perbaikan edema,
dan meningkatkan penyembuhan (pendekatan perineal).
c. Berikan antipasmodik, contoh: Oksibutinin Klorida (Ditropan).
Rasional: Merilekskan otot polos, untuk memberikan
penurunan spasme dan nyeri.
d. Berikan informasi yang akurat tentang kateter, drainase,
dan spasme kandung kemih.
Rasional: Menghilangkan ansietas dan meningkatkan kerjasama
dengan prosedur tertentu.

Diagnosa : Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan


kemungkinan malignasi.
Tujuan : Menunjukkan kemampuan untuk menghilangkan atau
mengurangi perasaan khawatir dan tegang dari suatu sumber yang
tidak dapat diidentifikasi.

Kriteria Hasil :
a) Pasien akan merencanakan strategi koping untuk situasi-situasi
yang membuat stres.
b) Pasien akan melaporkan tidak ada gangguan persepsi sensori.
c) Pasien akan melaporkan tidak ada manifestasi kecemasan secara
fisik.
d) Pasien akan mengkomunikasikan kebutuhan dan perasaan negatif
secara tepat.
Intervensi :
1. Berikan dorongan kepada pasien untuk mengungkapkan pikiran
dan perasaan untuk mengeksternalisasikan ansietas.
Rasional: Memberikan kesempatan untuk memeriksa rasa takut
realistis serta kesalahan konsep tentang diagnosis.
2. Pertahankan kontak sering dengan pasien, bicara dengan
menyentuh pasien bila tepat.
Rasional: Memberikan keyakinan bahwa pasien tidak sendiri atau
ditolak; berikan respek dan penerimaan individu, mengembangkan
kepercayaan.
3. Izinkan ekspresi marah, kecewa tanpa konfrontasi. Berikan
informasi dimana perasaan adalah normal dan di ekspresikan secara
tepat.
Rasional: Penerimaan perasaan memungkinkan pasien mulai
menghadapi situasi.
4. Berikan pemberi perawatan primer atau konsisten kapanpun
mungkin.
Rasional: Membantu menurunkan ansietas dengan mengembangkan
hubungan terapeutik dan memudahkan perawatan kontinue.
5. Tingkatkan rasa tenang dan lingkungan tenang.
Rasional: Memudahkan istirahat, menghemat energi, dan
meningkatkan kemampuan koping.
6. Libatkan orang terdekat sesuai indikasi bila keputusan mayor akan
dibuat.
Rasional: Menjamin sistem pendukung untuk pasien dan
memungkinkan orang terdekat terlibat dengan tepat.

Diagnosa : Kekurangan volume cairan risiko tinggi terhadap


kesulitan mengontrol perdarahan.
Tujuan : Keadekuatan zat gizi yang dikonsumsi tubuh.
Kriteria Hasil :
Pasien akan menyatakan keinginan untuk mengikuti diet.
Pasien akan toleransi terhadap diet yang dianjurkan.
Pasien akan mempertahankan massa tubuh dan berat badan
dalam batas normal.
Pasien akan melaporkan keadekuatan tingkat energi.
Intervensi :
a) Evaluasi warna, konsistensi urin, co: merah terang dengan
bekuan merah.
Rasional: Biasanya mengindikasikan perdarahan arterial dan
memerlukan terapi cepat.
b) Awasi pemasukan dan pengeluaran.
Rasional: Indikator keseimbangan cairan dan kebutuhan
penggantian.
c) Hindari pengukuran suhu rektal dan menggunakan selang
rektal/enema.
Rasional: Dapat menyebabkan penyebaran iritasi terhadap dasar
prostat dan peningkatan tekanan kapsul prostat dengan risiko
perdarahan.
d) Berikan pelunak feses, laksatif sesuai indikasi.
Rasional: Pencegahan konstipasi/mengejan untuk defekasi
menurunkan risiko perdarahan rektal-perineal.

4. Pendidikan Kesehatan
a. Masukkan pada instruksi saat pemulangan pasien mengenai pengobatan
khusus yang harus dikonsumsi, frekuensi pemberian, kemungkinan efek
samping, kemungkinan interaksi obat, kewaspadaan khusus saat mengonsumsi
obat tersebut (misal, pembatasan aktivitas fisik, pembatasan diet), dan nama
orang yang harus dihubungi bila dijumpai nyeri yang tak tertahankan.
b. Instruksikan pasien untuk menginformasikan kepada perawat jika
pengurang nyeri tidak dapat dicapai.
c. Instruksikan pasien untuk melaporkan tanda dan gejala infeksi saluran
kemih (misalya, demam, menggigil, nyeri pinggang, hematuria, perubahan
konsistensi, dan bau urin).
d. Instruksikan pasien/keluarga untuk mencatat haluaran urin, bila
diperlukan.
e. Jelaskan hubungan antara keletihan dan proses/kondisi penyakit.
f. Ajarkan pengaturan aktivitas dan teknik mengatur waktu untuk mencegah
keletihan.
g. Berikan informasi tentang anatomi dasar seksual.
h. Beri penguatan pentingnya evaluasi medik untuk sedikitnya 6 bulan 1
tahun, termasuk pemeriksaan rektal,urinalisa.
i. Instruksikan pasien tentang penggunaan teknik relaksasi.
j. Ajarkan pasien/keluarga tentang makanan yang bergizi dan tidak mahal.

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN


GANGGUAN BENIGNA PROSTAT HIPERTROFI

Disusun Oleh :

1. Dyah Ismianifatun (1.08.017)


2. Maya Cobalt Angio S. (1.08.040)
3. Muhammad Suherly (1.08.048)

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN TELOGOREJO


PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
SEMARANG
2009

DAFTAR PUSTAKA

Dongoes, M.E, 2002. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3. Jakarta : EGC.


Purnomo, Basuki, 2003 Dasar Dasar Urologi, CV. Infomedika : Jakarta
Smeltzer Suzane C Dan Bare Brenda G, 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah,
EGC : Jakarta
Nursalam, 2006 Askep Pada Pasien Dengan Gangguan Sistem Perkemihan. Selemba
Medika : Jakarta
Robbins, 2007 Buku Ajar Patologi Edisi 7. EGC : Jakarta
Nanda, 2006 Diagnosa Keperawatan, Prima Medika : Jakarta
Irianto. Kus, 2004 Struktur Dan Fungsi Tubuh Manusia Untuk Paramedis CV. Yrama
Widya. Bandung
Pearce, Evelyn C. 2004 Anatomi Dan Fisiologi Untuk Paramedis. PT. Gramedia Pustaka
Utama : Jakarta
Syaifudin, 2001. Fungsi Sistem Tubuh Manusia. Widya Medika : Jakarta
http://yayanakhyar. Wordpress.com/2008/04/25/bening-prostatic-hyperplassa-bph-
pembesaran-prostat-jinak-PPJ
http://medicastore.com/penyakit/557/pembesaran_prostat_jinak_BPH_bening_prostatic_
hyperplasia_.html

Anda mungkin juga menyukai