Anda di halaman 1dari 26

2.

1 Anatomi dan fisiologi sistem urinaria


Organ urinaria terdiri atas ginjal beserta salurannya, ureter, buli-buli dan uretra; sedangkan organ
reproduksi pria terdiri atas testis, epididimis, vas deferens, vesikula seminalis, prostat dan penis.
Kecuali testis, epididimis, vas deferens, penis, dan uretra, sistem urogenitalia terletak di rongga
retroperitoneal dan terlindung oleh organ lain yang mengelilinginya.(1)
A. Ginjal
Sepasang organ saluran kemih yang terletak di rongga retroperitoneal bagian atas. Bentuknya
menyerupai kacang dengan sisi cekungnya menghadap ke medial. Pada sisi ini terdapat hilus
ginjal yaitu tempat struktur-struktur pembuluh darah, sistem limfatik, sistem saraf, dan ureter
menuju dan meninggalkan ginjal.
Ginjal dibungkus oleh kapsula fibrosa dan di luar kapsul ini terdapat jaringan lemak
perirenal. Di kranial ginjal terdapat glandula adrenal / supra-renal yang berwarna kuning.
Kelenjar adrenal bersama ginjal dan jaringan lemak perirenal dibungkus oleh fasia Gerota. Fasia
ini berfungsi sebagai barier yang menghambat meluasnya perdarahan dari parenkim ginjal serta
mencegah ekstravasasi urine pada saat terjadi trauma ginjal. Selain itu fasia Gerota dapat pula
berfungsi sebagi barier dalam menghambat penyebaran infeksi metastasis tumor ginjal ke organ
di sekitarnya. Di luar fasia Gerota terdapat jaringan lemak retroperitoneal atau disebut jaringan
lemak pararenal.(1)

Gambar 1. Rongga perirenal dan pararenal yang membatasi ginjal

Secara anatomis struktur ginjal terbagi menjadi 2 bagian yaitu korteks dan medulla. Di
dalam korteks terdapat berjuta nefron sedangkan di dalam medula terdapat banyak duktuli ginjal.
Nefron adalah unit fungsional terkecil dari ginjal yang terdiri atas, tubulus kontortus proksimalis,
tubulus kontortus distalis, dan ductus kolegentes.
Darah yang membawa sisa-sisa hasil metabolisme tubuh difiltrasi di glomeruli kemudian di
tubuli ginjal, zat yang masih diperlukan mengalami reabsobsi dan zat-zat hasil sisa metabolisme
mengalami sekresi bersama air membentuk urine. Setiap hari tidak kurang 180 liter cairan tubuh
difiltrasi di glomerulus dan menghasilkan urine 1-2 liter. Urine yang terbentuk di dalam nefron
disalurkan melalui piramida ke sistem pelvikalises ginjal untuk kemudian disalurkan ke dalam
ureter. Sistem pelvikalises ginjal terdiri atas kaliks minor, infundibulum, kaliks major, dan
pielum/pelvis renalis. Mukosa sistem pelvikalises terdiri atas epitel transisional dan dindingnya
terdiri atas otot polos yang mampu berkontraksi untuk mengalirkan urine sampai ke ureter.(1)

Gambar 2. Nefron merupakan unit terkecil ginjal


Vaskularisasi ginjal didapatkan dari arteri renalis yang merupakan cabang dari aorta
abdominalis, sedangkan darah vena dialirkan melalui vena renalis yang bermuara ke dalam vena
kava inferior. Sistem arteri ginjal adalah end arteries, sehingga jika terdapat kerusakan pada
salah satu cabang arteri ini, berakibat timbulnya iskemia/nekrosis pada daerah yang dilayaninya.
(1)
Gambar 3. Vaskularisasi ginjal
Selain membuang sisa-sisa metabolisme tubuh melalui urine, ginjal berfungsi juga dalam (1)
mengontrol sekresi hormon-hormon aldosteron dan ADH (anti diuretic hormone) dalam
mengatur jumlah cairan tubuh, (2) mengatur metabolisme ion kalsium dan vitamin D, (3)
menghasilkan beberapa hormon, antara lain: eritropoetin yang berperan dalam pembentukan sel
darah merah, renin yang berperan dalam mengatur tekanan darah, serta hormon prostaglandin.(1)

Gambar 4. A. Irisan longitudinal ginjal, B. Sistem pelvikalises ginjal


B. Ureter
Ureter adalah organ yang berbentuk tabung kecil berfungsi mengalirkan urine dari pielum
ginjal ke vesica urinaria. Pada orang dewasa panjangnya kurang lebih 20 cm. Dindingnya terdiri
atas mukosa yang dilapisi oleh sel-sel transisional, otot-otot polos sirkuler dan longitudinal yang
dapat melakukan gerakan peristaltik (berkontraksi) guna mengeluarkan urine ke vesika urinaria.
(1)

Sepanjang perjalanan ureter dari pielum menuju vesika urinaria, secara anatomis terdapat
beberapa tempat yang ukuran diameternya relatif lebih sempit daripada di tempat lain, sehingga
batu atau benda-benda lain yang berasal dari ginjal seringkali tersangkut di tempat itu. Tempat-
tempat penyempitan itu antara lain adalah: (1) uretropelvic junction, (2) pelvic inlet, dan (3)
entrance to bladder. Ureter masuk ke vesika urinaria dalam posisi miring dan berada di dalam
otot vesika urinaria (intramural); keadaan ini dapat mencegah terjadinya aliran balik urine dari
vesika urinaria ke ureter atau refluks vesikoureter pada saat vesika urinaria berkontraksi.(1)

Gambar 5. Anatomi ureter


C. Vesika Urinaria
Vesika urinaria adalah organ berongga yang terdiri atas 3 lapis otot detrusor yang saling
beranyaman. Di sebelah dalam adalah otot longitudinal, di tengah otot sirkuler, dan paling luar
otot longitudinal. Pada dasar vesika urinaria kedua muara ureter dan meatus uretra internum
membentuk suatu segitiga yang disebut trigonum vesika urinaria.

Gambar 6. Struktur vesika urinaria dan uretra


Vesika urinaria berfungsi menampung urine dari ureter dan kemudian dikeluarkan melalui
uretra dalam mekanisme miksi (berkemih). Vesika urinaria yang terisi penuh memberi
rangsangan pada saraf aferen dan menyebabkan aktivasi pusat miksi di medula spinalis segmen
sacral S2-S4. Hal ini akan menyebabkan kontraksi otot detrusor, terbukanya leher vesika
urinaria, dan relaksasi sfingter uretra sehingga terjadilah proses miksi.(1)

Gambar 7. Proses miksi

D. Uretra
Uretra merupakan tabung yang menyalurkan urine ke luar dari vesika urinaria melalui proses
miksi. Secara anatomis uretra dibagi menjadi 2 bagian yaitu uretra posterior dan uretra anterior.
Pada pria, organ ini berfungsi juga dalam menyalurkan cairan mani. Uretra diperlengkapi dengan
sfingter uretra interna yang terletak pada perbatasan vesika urinaria dan uretra, serta sfingter
uretra eksterna yang terletak pada perbatasan uretra anterior dan posterior. Sfingter uretra interna
terdiri atas otot polos yang dipersarafi oleh sistem simpatik sehingga pada saat vesika urinaria
penuh, sfingter ini terbuka. Sfingter uretra eksterna terdiri atas otot bergaris dipersarafi oleh
sistem somatik yang dapat diperintah sesuai dengan keinginan seseorang. Pada saat kencing
sfingter ini terbuka dan tetap tertutup pada saat menahan kencing.
Panjang uretra wanita kurang lebih 3-5 cm, sedangkan uretra pria dewasa kurang lebih 23-
25 cm. Perbedaan panjang inilah yang menyebabkan keluhan hambatan pengeluaran urine lebih
sering terjadi pada pria.
Uretra posterior pada pria terdiri atas uretra pars prostatika yaitu bagian uretra yang
dilingkupi oleh kelenjar prostat, dan uretra pars membranasea. Di bagian posterior lumen uretra
prostatika, terdapat suatu tonjolan verumontanum, dan di sebelah proksimal dan distal dari
verumontanum ini terdapat krista uretralis. Bagian akhir dari vas deferens yaitu kedua duktus
ejakulatorius terdapat di pinggir kiri dan kanan verumontanum, sedangkan sekresi kelenjar
prostat bermuara di dalam duktus prostatikus yang tersebar di uretra prostatika. Uretra anterior
adalah bagian uretra yang dibungkus oleh korpus spongiosum penis. Uretra anterior terdiri atas
(1) pars bulbosa, (2) pars pendularis, (3) fossa navikularis, dan (4) meatus uretra eksterna. Di
dalam lumen uretra anterior terdapat beberapa muara kelenjar yang berfungsi dalam proses
reproduksi, yaitu kelenjar Cowperi berada di dalam diafragma urogenitalis dan bermuara di
uretra pars bulbosa, serta kelenjar Littre yaitu kelenjar parauretralis yang bermuara di uretra pars
pendularis.

Gambar 8. A. Pembagian uretra pria, B. Uretra prostatika


Uretra wanita berada di bawah simfisis pubis dan bermuara di anterior vagina. Di dalam
uretra bermuara kelenjar periuretra, di antaranya adalah kelenjar Skene. Kurang lebih sepertiga
medial uretra, terdapat sfingter uretra eksterna yang terdiri atas otot bergaris. Tonus otot sfingter
uretra eksterna dan tonus otot Levator ani berfungsi mempertahankan agar urine tetap berada di
dalam buli-buli pada saat perasaan ingin miksi. Miksi terjadi jika tekanan intravesika melebihi
tekanan intrauretra akibat kontraksi otot detrusor, dan relaksasi sfingter uretra eksterna.(1)
Gambar 9. Anatomi uretra wanita
2.2 Definisi hematuria
Hematuria adalah didapatkannya sel darah merah di dalam urin. Hematuria dapat dibagi
menjadi dua, yaitu makrohematuria dan mikrohematuria. Makrohematuria adalah terlihatnya darah
dalam urin. Mikrohematuria mengacu pada terdeteksinya darah pada urinalisis atau mikroskopi
urin. Hematuria didefinisikan sebagai setidaknya terdapat 3 sel darah merah/LPB dalam 3 dari 3
spesimen sentrifugasi berturut-turut yang diperoleh setidaknya dalam jarak 7 hari atau +1 tes
dipstik.(2) Hematuria dapat asimtomatik atau simtomatik dan mungkin berhubungan dengan kelainan
saluran kemih lainnya.(3)
2.3 Epidemiologi hematuria
Hematuria terlihat pada 2% sampai 30% dari populasi orang dewasa. Pada sekitar 50%
kasus, penyebabnya dapat diidentifikasi. Ketika hematuria muncul dengan proteinuria, ini biasanya
menandakan penyakit ginjal sedang hingga berat. Pada bayi dan anak kecil, hematuria dapat
menandakan tumor Wilms, sedangkan glomerulonefritis pasca infeksi dan keganasan lebih sering
terjadi pada orang yang lebih tua.(4) Hematuria asimtomatik dianggap jauh lebih umum daripada
hematuria simtomatik. Pasien dengan usia lanjut dan perokok memiliki tingkat risiko hematuria
yang lebih tinggi.(3)
2.4 Etiologi hematuria
Hematuria biasanya disebabkan oleh penyakit genitourinari meskipun penyakit sistemik
juga dapat bermanifestasi dengan terdapatnya darah dalam urin. Hematuria dibagi menjadi
hematuria glomerulus dan non-glomerulus untuk membantu dalam evaluasi dan manajemen.(3)

Glomerular Non-glomerular
 Alport syndrome  Febrile illness
 Thin basement membrane disease  Exercise
 Post-streptococcal  Menstruasi
glomerulonephritis  Nefrolitiasis
 IgA nephropathy  Cystitis, urethritis, prostatitis
 Pauci immune glomerulonephritis  Keganasan: karsinoma sel ginjal,
 Lupus nephritis kanker kandung kemih, kanker
 Membranoproliferative prostat
glomerulonephritis  Cedera mukosa genitourinari oleh
 Goodpasture syndrome instrumentasi
 Nephrotic syndrome  Trauma
 Polycystic kidney disease  Kecenderungan perdarahan:
trombositopenia, koagulopati,
penggunaan pengencer darah,
gangguan hematologi seperti
anemia sel sabit.

2.5 Klasifikasi hematuria


2.5.1 Makrohematuria
Pasien dengan makrohematuria akan datang dengan keluhan terdapatnya perubahan
warna urin. Makrohematuria adalah hematuria yang secara kasat mata dapat dilihat dengan
urin berwarna merah. Kondisi ini selalu membutuhkan pemeriksaan penunjang berupa
urinalisis dan pemeriksaan mikroskop dari sedimen urin. Warna dan intensitas warna
berkorelasi dengan jumlah kandungan darah: darah arteri segar (merah terang, mulai dari
merah muda hingga berwarna saus tomat) dapat dibedakan dari darah vena (merah tua, merah
Bordeaux) dan dari darah tua (coklat tua atau hitam).(5)
2.5.2 Mikrohematuria
Pada mikrohematuria, terdapat peningkatan mikroskopis kandungan sel darah merah di
atas ambang fisiologis.(6) Definisi yang direkomendasikan untuk menyelidiki mikrohematuria
berdasarkan rekomendasi pedoman internasional adalah sebagai berikut:

Parameter Japan Horie et al. 2014(2) AUA Davis et al. 2012(7)


Definisi mikrohematuria 5 SDM/LPB atau >3 SDM/LPB
20 SDM/µL
=
+1 tes dipstik
Kriteria pengecualian Aktivitas olahraga berat ISK, menstruasi, perawatan
urologi baru-baru ini,
aktivitas olahraga yang
sangat intensif, trauma,
penyakit ginjal, penyakit
virus
Rujukan Nefrologi Semua pasien dengan eGFR, kreatinin, urea, sel
proteinuria dan darah merah dismorfik,
mikrohematuria, perbedaan proteinuria, sel darah merah,
yang tidak pasti antara dan/atau gagal ginjal
hematuria glomerulus dan
nonglomerulus
Ambang usia (tahun) >40 >35
Stratifikasi risiko Laki-laki, perokok, paparan (Mantan) perokok, riwayat
bahan kimia, riwayat kemoterapi dengan agen
penyakit urologi, pasien alkilasi seperti
gawat darurat, riwayat ISK, siklofosfamid, paparan
sering menggunakan bahan kimia atau pewarna
NSAID, pengobatan (benzena, amina aromatik),
siklofosfamid kelainan atau penyakit
urologis, ISK kronis

Gambar 10. Morfologi sel darah merah pada pasien dengan hematuria glomerular

2.6 Patofisiologi hematuria


Hematuria sering terjadi sebagai akibat dari perubahan struktural karena cedera, infeksi atau
massa. Integritas membran basal glomerulus dapat rusak oleh proses imunologi dan/atau inflamasi.
Beberapa obat, batu, dan bahan kimia dapat menyebabkan erosi permukaan mukosa saluran kemih,
yang menyebabkan hematuria.(3)
2.7 Diagnosis hematuria
Harus diyakinkan dahulu, benarkah seorang pasien menderita hematuria, pseudo hematuria,
atau perdarahan per-uretra. Pseudo atau false hematuria adalah urine yang berwarna merah atau
kecoklatan yang bukan disebabkan sel-sel darah merah. Keadaan ini dapat disebabkan oleh karena
hemoglobinuria, mioglobinuria, konsentrasi asam urat yang meningkat, sehabis makan/minum bahan
yang mengandung pigmen tumbuh-tumbuhan yang berwarna merah, atau setelah mengkonsumsi
beberapa obat-obatan tertentu antara lain: fenotiazina, piridium, porfirin, rifampisin, dan fenolftalein.
Perdarahan per-uretra adalah keluarnya darah dari meatus uretra eksterna tanpa melalui proses miksi,
hal ini sering terjadi pada trauma uretra atau tumor uretra.(1)
2.7.1 Anamnesis
Dalam mencari penyebab hematuria perlu digali data yang terjadi pada saat episode
hematuria, antara lain:
 Bagaimanakah warna urine yang keluar?
 Apakah diikuti dengan keluarnya bekuan-bekuan darah?
 Di bagian manakah pada saat miksi urine berwarna merah?
 Apakah diikuti dengan perasaan sakit ?
Karakteristik suatu hematuria dapat dipakai sebagai pedoman untuk memperkirakan lokasi
penyakit primernya, yaitu apakah warna merah terjadi pada awal miksi, semua proses miksi, atau
pada akhir miksi. Kualitas warna urine dapat juga menolong menentukan penyebab hematuria. Darah
baru yang berasal dari buli-buli, prostat, dan uretra berwarna merah segar sedangkan darah lama atau
yang berasal dari glomerulus berwarna lebih coklat dengan bentuk seperti cacing (vermiform). Nyeri
yang menyertai hematuria dapat berasal dari nyeri di saluran kemih bagian atas berupa kolik atau
gejala iritasi dari saluran kemih bagian bawah berupa disuria atau stranguria.(1)

Gambar 10. Porsi hematuria pada saat miksi


2.7.2 Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan diperhatikan adanya hipertensi yang mungkin merupakan manifestasi
dari suatu penyakit ginjal. Syok hipovolemik dan anemia mungkin disebabkan karena banyak
darah yang keluar. Ditemukannya tanda-tanda perdarahan di tempat lain adalah petunjuk
adanya kelainan sistem pembekuan darah yang bersifat sistemik.
Palpasi bimanual pada ginjal perlu diperhatikan adanya pembesaran ginjal akibat tumor,
obstruksi, ataupun infeksi ginjal. Massa pada suprasimfisis mungkin disebabkan karena retensi
bekuan darah pada buli-buli. Colok dubur dapat memberikan informasi adanya pembesaran
prostat benigna maupun karsinoma prostat.(1)
2.7.3 Pemeriksaan penunjang
 Pemeriksaan darah yang dilakukan yakni penentuan kadar kreatinin, ureum dan elektrolit
untuk mengetahui faal ginjal; fosfatase asam yang mungkin meningkat pada metastase
prostat, dan fosfatase alkali yang dapat meningkat pada setiap jenis metastase tulang. Kadar
kalsium, fosfat, asam urat dan hormon paratiroid ditentukan bila terdapat kemungkinan
urolithiasis.(1)
 Urinalisis adalah tes awal dan paling berguna untuk dilakukan. Meskipun dipstik urin
tersedia secara luas dan dapat dilakukan dengan cepat, namun dapat memberikan hasil
positif palsu atau negatif palsu sehingga dipstik urin yang positif (sedarah atau lebih) harus
segera dilakukan evaluasi mikroskopis urin. Pemeriksaan urinalisis dapat mengarahkan kita
kepada hematuria yang disebabkan oleh faktor glomeruler ataupun non glomeruler.
o Hematuria glomerulus: urin berwarna coklat, cetakan sel darah merah, dan sel darah
merah dismorfik (kecil, cacat, cacat, kadang terfragmentasi) dan proteinuria
o Hematuria nonglomerular: urin kemerahan atau merah muda, penggumpalan darah,
dan eritrosit eumorfik (berukuran normal, berbentuk bikonkaf).
Kehadiran 3 atau lebih SDM/LPB dari spesimen urin tunggal yang dikumpulkan dengan
benar didefinisikan sebagai hematuria mikroskopis meskipun tidak ada batas bawah
hematuria yang "aman". Penampilan urin, pH, adanya protein, leukosit, nitrit, leukosit
esterase, kristal, dan gips sangat membantu. Pada pemeriksaan pH urine yang sangat
alkalis menandakan adanya infeksi organisme pemecah urea di dalam saluran kemih,
sedangkan pH urine yang sangat asam mungkin berhubungan dengan batu asam urat.
Spesimen makrohematuria dengan leukosit yang signifikan dan nitrit positif dan esterase
leukosit menunjukkan infeksi saluran kemih dan kemungkinan penyebab hematuria.
Kehadiran protein yang berlebihan dengan hematuria mendukung glomerulonefritis.
Sitologi urin dilakukan untuk mendeteksi sel-sel ganas atau untuk mendeteksi karsinoma
urothelial.(1,3,7,8)
 PIV (Pyelografi Intravena) adalah salah satu pemeriksaan radiografi sistem urinaria untuk
menegakan diagnosa pada kasus hematuria. Pemeriksaan ini dapat mengungkapkan adanya
batu saluran kemih, kelainan bawaan saluran kemih, tumor-tumor urotelium, trauma saluran
kemih, serta beberapa penyakit infeksi saluran kemih. Adanya bekuan darah atau tumor
urotelium sering kita jumpai sebagai gambaran filling defect yang bisa dilihat pada sistem
pelvikaliseal, ureter, dan buli-buli. (1)
 Pemeriksaan USG berguna untuk melihat adanya massa yang solid atau kistus, adanya batu
non opak, bekuan darah pada buli-buli/pielum, dan untuk mengetahui adanya metastasis
tumor di hepar.(3)
 CT scan Abdominopelvic dengan atau tanpa kontras adalah modalitas pilihan untuk
mendeteksi batu ginjal dan kelainan morfologi ginjal lainnya. MRI perut dan panggul
adalah modalitas lain yang berguna jika CT scan dikontraindikasikan atau tidak membantu.
(3)

 Sistoskopi atau sisto-uretero-renoskopi dikerjakan jika pemeriksaan penunjang di atas


belum dapat menyimpulkan penyebab hematuria. Dapat mendeteksi karsinoma urothelial,
peradangan dinding kandung kemih atau penebalan mukosa. Ini juga bisa menjadi terapi
untuk menghilangkan batu kandung kemih.(1,3)
 Biopsi ginjal merupakan gold standard untuk mendiagnosis penyebab glomerulus
hematuria. Adanya sel darah merah dismorfik dan gips sel darah merah harus diikuti
dengan biopsi ginjal. Karena ini adalah tes invasif, sehingga dapat menyebabkan
komplikasi seperti pendarahan yang mengancam jiwa, tetapi frekuensi kejadiannya rendah.
Sampel ginjal yang memadai adalah 2-3 inti biopsi dengan jumlah glomeruli yang cukup.
Mikroskop cahaya, mikroskop elektron, dan imunofluoresensi dilakukan untuk melihat
struktur glomerulus untuk mendiagnosis glomerulonefritis dan mendeteksi tipe tertentu.(1,3)
Gambar 11. Algoritma evaluasi mikrohematuria
2.8 Diagnosis banding
Diagnosis banding mikrohematuria mencakup berbagai kondisi urologi, nefrologi, serta
ginekologi.(9) Di antara penyebab paling umum dari hematuria adalah infeksi saluran kemih bagian
bawah, terutama kandung kemih. Penyebab lain yang perlu dipertimbangkan adalah batu
(urolitiasis) dan, terutama pada pasien yang lebih tua, tumor atau benign prostatic hyperplsia. Di
antara pasien dengan mikrohematuria nonglomerular asimtomatik, 80% memiliki "mikrohematuria
konstitusional idiopatik" tanpa signifikansi klinis; sisanya menunjukkan temuan yang membutuhkan
pengobatan. Karena prevalensinya yang tinggi dan karena diagnosis bandingnya, mikrohematuria
menghadirkan tantangan terbesar secara klinis. Pada pasien yang lebih muda, mikrohematuria
persisten dikaitkan dengan peningkatan risiko gagal ginjal terminal; peningkatan risiko diyakini
karena penyakit glomerulus primer.(6,10)
Gambar 11. Penyakit penyebab hematuria berdasarkan organ urogenital
A. Benign Prostatic Hyperplasia (BPH)
i. Definisi
Benign prostatic hyperplasia (BPH) mengacu pada pertumbuhan non-maligna
atau hiperplasia jaringan prostat dan merupakan penyebab umum gejala saluran kemih
bagian bawah pada pria.(11)
ii. Etiologi
Etiologi BPH dipengaruhi oleh berbagai faktor risiko selain efek hormonal
langsung testosteron pada jaringan prostat.
Meskipun mereka tidak menyebabkan BPH secara langsung, androgen testis
diperlukan dalam pengembangan BPH dengan dihidrotestosteron (DHT) berinteraksi
langsung dengan epitel prostat dan stroma. Testosteron yang diproduksi di testis diubah
menjadi DHT oleh 5-alpha-reductase 2 di sel stroma prostat dan menyumbang 90% dari
total androgen prostat. DHT memiliki efek langsung pada sel stroma di prostat, efek
parakrin pada sel prostat yang berdekatan, dan efek endokrin dalam aliran darah, yang
memengaruhi proliferasi seluler dan apoptosis (kematian sel).
BPH muncul sebagai akibat dari hilangnya homeostasis antara proliferasi sel dan
kematian sel, menghasilkan ketidakseimbangan yang mendukung proliferasi sel. Hal ini
mengakibatkan peningkatan jumlah sel epitel dan stroma di daerah periuretra prostat dan
dapat dilihat secara histopatologis.(11)
Faktor risiko
Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi dan dapat dimodifikasi berkontribusi
terhadap perkembangan BPH:(11)
 Sindrom metabolik: sindrom metabolik memiliki volume prostat yang jauh lebih
tinggi.
 Obesitas: Obesitas kemungkinan bersifat multifaktorial karena merupakan salah satu
aspek dari sindrom metabolik. Peningkatan kadar hemoglobin glikosilasi (Hba1c)
telah menunjukkan peningkatan risiko LUTS.
 Predisposisi genetik: kerabat tingkat pertama menunjukkan peningkatan empat kali
lipat risiko BPH
iii. Epidemiologi
BPH mengenai hampir 50% laki-laki Indonesia di atas usia 50 tahun dan
sebanyak 20% laki-laki dengan LUTS dinyatakan menderita BPH.(12)
iv. Patofisiologi

Gejala saluran kemih bagian bawah dan obstruksi saluran keluar kandung kemih
pada pria dengan BPH dapat disebabkan oleh komponen statis dan dinamis. Obstruksi
statis merupakan akibat langsung dari pembesaran prostat yang mengakibatkan kompresi
periuretra dan obstruksi saluran keluar kandung kemih. Kompresi periuretra
membutuhkan peningkatan tekanan berkemih untuk mengatasi hambatan aliran; selain
itu, pembesaran prostat mendistorsi saluran keluar kandung kemih yang menyebabkan
obstruksi aliran.(13)

Komponen dinamis termasuk ketegangan otot polos prostat (maka penggunaan


inhibitor 5-alpha reductase untuk mengurangi volume prostat dan alpha-blocker untuk
mengendurkan otot polos). Hal ini dijelaskan oleh penurunan elastisitas dan kolagen
pada uretra prostat pada pria dengan BPH, yang selanjutnya dapat memperburuk
obstruksi outlet kandung kemih karena hilangnya kepatuhan dan peningkatan resistensi
terhadap aliran.(14)

Retensi urin kronik dengan tekanan yang tinggi mengakibatkan kerusakan pada
jaringan kandung kemih dan dapat mengakibatkan perdarahan intravesical.
Gambar. Patogenesis dan temuan klinis BPH
v. Diagnosis

Anamnesis(1) 1. Keluhan pada saluran kemih bawah (LUTS)


 Terdapat gejala obstruksi dan iritasi

 Sistem skoring I-PSS terdiri atas tujuh pertanyaan yang


berhubungan dengan keluhan miksi (LUTS) dan satu pertanyaan
yang berhubungan dengan kualitas hidup pasien. Setiap
pertanyaan yang berhubungan dengan keluhan miksi diberi nilai
dari 0 – 5, keluhan yang menyangkut kualitas hidup pasien
diberi nilai dari 1 – 7. Dari skor I-PSS gejala LUTS
dikelompokkan dalam 3 derajat, yaitu (1) ringan: skor 0 – 7, (2)
sedang: skor 8 – 19, dan (3) berat: skor 20 – 35.

 LUTS merupakan manifestasi kompensasi otot vesika urinaria


untuk mengeluarkan urin. Saat otot vesika urinaria fatigue, maka
masuk dalam fase dekompensasi dalam bentuk retensi urin akut.

 Faktor pencetus dekompensasi vesika urinaria:

o Volume vesika urinaria tiba-tiba terisi penuh: cuaca dingin,


menahan kencing terlalu lama, konsumsi obat atau minuman
yang mengandung diuretikum (alkohol, kopi), dan minum
air dalam jumlah yang berlebihan
o Massa prostat tiba-tiba membesar: setelah melakukan
aktivitas seksual, infeksi prostat akut
o Setelah konsumsi obat yang dapat menurunkan kontraksi
otot detrusor atau mempersempit leher vesika urinaria, yaitu
golongan antikolinergik atau adrenergik alfa.

2. Keluhan pada saluran kemih atas

 Gejala obstruksi: nyeri pinggang, benjolan di pinggang (tanda


hidronefrosis), demam (tanda infeksi atau urosepsis)

3. Keluhan di luar saluran kemih

 Pasien mengeluh adanya hernia inguinalis atau hemoroid yang


diakibatkan karena sering mengejan pada saat miksi sehingga
meningkatkan tekanan intraabdominal.

Pemeriksaan  Mungkin didapatkan vesika urinaria yang terisi penuh dan teraba
massa kistus di daerah supra simfisis akibat retensi urine.
Fisik(1)
 Kadang-kadang didapatkan urine yang selalu menetes tanpa
disadari oleh pasien yaitu merupakan pertanda dari
inkontinensia paradoksa
 Colok dubur diperhatikan: (1) tonus sfingter ani/refleks bulbo-
kavernosus untuk menyingkirkan adanya kelainan buli-buli
neurogenik, (2) mukosa rektum, dan (3) keadaan prostat, antara
lain: kemungkinan adanya nodul, krepitasi, konsistensi prostat,
simetri antar lobus dan batas prostat.
 Colok dubur pada pembesaran prostat benigna menunjukkan
konsistensi prostat kenyal seperti meraba ujung hidung, lobus
kanan dan kiri simetris dan tidak didapatkan nodul; sedangkan
pada karsinoma prostat, konsistensi prostat keras/teraba nodul
dan mungkin di antara lobus prostat tidak simetri.

Pemeriksaan  Sedimen urin: mencari kemungkinan adanya proses infeksi atau


inflamasi pada saluran kemih
Penunjang(1)
 Kultur urin: mencari jenis kuman yang menyebabkan infeksi dan
sekaligus menentukan sensitifitas kuman terhadap beberapa
antimikroba yang diujikan.
 Faal ginjal: mencari kemungkinan adanya penyulit yang mengenai
saluran kemih bagian atas
 Pemeriksaan gula darah: mencari kemungkinan adanya penyakit
diabetes melitus yang dapat menimbulkan kelainan persarafan
pada buli-buli (buli- buli neurogenik)
 Kadar penanda tumor PSA: jika dicurigai adanya keganasan
prostat
 Foto polos perut: mencari adanya batu opak di saluran kemih,
adanya batu/kalkulosa prostat dan kadangkala dapat menunjukkan
bayangan buli-buli yang penuh terisi urine, yang merupakan tanda
dari suatu retensi urine
 USG transrektal atau TRUS: untuk mengetahui: besar atau volume
kelenjar prostat, adanya kemungkinan pembesaran prostat maligna,
sebagai guidance (petunjuk) untuk melakukan biopsi aspirasi
prostat, menentukan jumlah residual urine, dan mencari kelainan
lain yang mungkin ada di dalam buli-buli.
 USG transabdominal: mendeteksi adanya hidronefrosis ataupun
kerusakan ginjal akibat obstruksi BPH yang lama.

B. Urolithiasis (Batu Saluran Kemih)


i. Definisi
Urolitiasis adalah batu yang terbentuk atau terletak di mana saja di sistem kemih,
termasuk ginjal dan kandung kemih.(13)
ii. Etiologi

Pembentukan batu dapat diklasifikasikan berdasarkan etiologi, yaitu infeksi, non-infeksi,


kelainan genetik, dan obat-obatan.(14)

Gambar. Batu saluran kemih berdasarkan etiologi


Faktor risiko terjadinya pembentukan batu antara lain, terjadinya BSK di usia muda, faktor
keturunan, batu asam urat, batu akibat infeksi, hiperparatiroidisme, sindrom metabolik, dan obat-
obatan.(14)

Gambar. Faktor risiko tinggi pembentukan batu

iii. Epidemiologi

Di Indonesia, masalah batu saluran kemih masih menduduki kasus tersering di


antara seluruh kasus urologi. Belum terdapat data angka prevalensi batu saluran kemih
nasional di Indonesia. Di beberapa negara di dunia berkisar antara 1-20%. Laki-laki lebih
sering terjadi dibandingkan perempuan yaitu 3:1 dengan puncak insiden terjadi pada usia
40-50 tahun.(14)

iv. Patofisiologi

Urolitiasis terjadi akibat hipersaturasi urin karena konsentrasi tinggi sehingga dan
mengkristal dalam parenkim ginjal, membentuk batu ginjal. Kristal ini akan berkumpul
bersama dan terus membesar dengan potensi untuk bermigrasi ke ureter dan menjadi
simtomatik. Jika batu menyebabkan obstruksi dan tidak memungkinkan keluarnya urin
melalui ureter, hidronefrosis dapat terjadi sekunder akibat dilatasi ureter dan pelvis ginjal
di bagian hulu. Lokasi batu yang paling sering menyumbat adalah di dekat ureteropelvic
junction (UPJ) karena di daerah ini diameter ureter sangat sempit. Ada dua area
penyempitan ureter lainnya, yang pertama adalah di mana ureter melintasi pembuluh
iliaka dan yang kedua di ureterovesical junction (UVJ). Hematuria sering kali dikeluhkan
oleh pasien akibat trauma pada mukosa saluran kemih yang disebabkan oleh batu.
Kadang-kadang hematuria didapatkan dari pemeriksaan urinalisis berupa hematuria
mikroskopik.(1,15)

Gambar. Patogenesis pembentukan batu kalsium oksalat

v. Diagnosis

Anamnesis(14)  Keluhan bervariasi, tanpa keluhan, sakit pinggang ringan


hingga berat (kolik), disuria, hematuria, retensi urine, dan
anuria.
 Dapat disertai penyulit seperti demam dan tanda gagal ginjal
 Riwayat penyakit dahulu yang berhubungan dengan penyakit
batu saluran kemih seperti obesitas, hiperparatiroid primer,
malabsorbsi gastrointestinal, penyakit usus atau pankreas.
 Riwayat pola makan: asupan kalsium, cairan yang sedikit,
garam yang tinggi, buah dan sayur kurang, serta makanan
tinggi purin yang berlebihan, jenis minuman yang dikonsumsi,
jumlah dan jenis protein yang dikonsumsi.
 Riwayat pengobatan dan suplemen: probenesid, inhibitor
protease, in- hibitor lipase, kemoterapi, vitamin C, vitamin D,
kalsium, dan inhibitor karbonik anhidrase.
Pemeriksaan Bervariasi mulai tanpa kelainan fisik sampai adanya tanda sakit berat,
Fisik(14) tergantung letak batu dan penyulit yang timbul (komplikasi).
Pemeriksaan fisik yang dapat ditemukan:
 Pemeriksaan fisik umum : Hipertensi, demam, anemia, syok
 Pemeriksaan fisik urologi
- Sudut kostovertebra: Nyeri tekan, nyeri ketok, dan pembesaran
ginjal
- Supra simfisis: Nyeri tekan, teraba batu, buli kesan penuh
- Genitalia eksterna: Teraba batu di uretra
- Colok dubur: Teraba batu di buli-buli (palpasi bimanual)
Pemeriksaan  Pemeriksaan darah: hemoglobin, hematokrit, leukosit,
penunjang(14) trombosit, dan hitung jenis darah, jika direncanakan intervensi
perlu dilakukan pemeriksaan ureum, kreatinin, uji koagulasi
(activated partial thromboplastin time/aPTT, international
normalised ratio/INR), natrium, dan kalium. Bila diperlukan
lakukan pemeriksaan kalsium dan atau C-reactive protein
(CRP)
 Pemeriksaan urine rutin: eritrosuria, leukosuria, bakteriuria,
nitrit, pH urine, dan atau kultur urine.
 Pemeriksaan analisis batu: menggunakan sinar X terdifraksi
atau spektroskopi inframerah.
 Foto polos abdomen (kidney-ureter-bladder/KUB
radiography): membedakan batu radiolusen dan radioopak,
membandingkan saat follow-up

 USG: identifikasi batu yang berada di kaliks, pelvis, dan UPJ


 CT- Scan non kontras: mengikuti USG pada pasien dengan
nyeri punggung bawah akut, dapat menentukan ukuran dan
densitas batu, dapat mendeteksi batu asam urat dan xantin
 IVP: apabila CT-Scan non kontras tidak memungkinkan.

C. Tumor urogenitalia

i. Definisi

Keganasan yang dapat timbul pada sistem urogenitalia mulai dari ginjal beserta
salurannya, ureter, buli-buli, prostat, uretra, testis, dan penis.(1)

ii. Etiologi

Diduga kejadian tumor urogenital berhubungan dengan predisposisi genetik,


pengaruh hormonal, diet (kopi) , obat-obatan (analgetika), pengaruh lingkungan
(induksi bahan karsinogen pada tumor kandung kemih), infeksi, trauma, maldesensus
testis pada tumor testis, kurangnya higenitas pada tumor penis.(1)

iii. Epidemiologi
Tumor traktus urogenitalia merupakan keganasan yang sering dijumpa di tempat
praktek sehari-hari yang mungkin terlewatkan karena kekurangwaspadaan dokter dalam
mengenali penyakit ini. Di antara keganasan urogenitalia, karsinoma kelenjar prostat
merupakan keganasan yang angka kejadiannya paling banyak, kemudian disusul oleh
keganasan buli- buli.(1)

iv. Diagnosis

Gejala penting dan sering dianggap remeh oleh pasien adalah hematuria yang
berulang. Hematuria ini seringkali sembuh sendiri sehingga pasien enggan untuk
mencari pengobatan, padahal tumor tetap tumbuh makin membesar dan mengadakan
penyebaran. Keadaan ini menyebabkan pasien datang dalam stadium lanjut.

Anamnesis(1)  Gambaran/manifestasi klinis tergantung letak tumor, stadium,


dan penyulit yang disebabkan oleh tumor.
 Tumor primer di saluran kemih  hematuria. Membentuk
bekuan darah, dan menimbulkan keluhan retensi urine
 Nyeri pinggang: tumor ginjal, tumor ureter
 Teraba massa: tumor ginjal
 Nyeri kolik jika membuntu di ureter
 Manifestasi klinis sesuai dengan gejala organ yang terkena
metastasis

Pemeriksaan  Febris: nekrosis tumor atau terbebasnya pirogen endogen oleh


Fisik(1) tumor ginjal
 Hipertensi: oklusi vaskuler akibat penekanan oleh tumor ginjal,
terjadinya A-V (artei-venous) shunting pada massa tumor, atau
hasil produksi subtansi pressor oleh tumor.
 Anemi karena terjadinya perdarahan intra tumoral
 Colok dubur: tumor prostat
 Pembesaran testis, transluminasi: tumor testis
 Pembesaran kelenjar limfe inguinal yang nyeri karena infeksi
atau pembesaran kelenjar limfe subklavia: tumor penis

Pemeriksaan  Pemeriksaan urin rutin


Penunjang(1)  Pemeriksaan patologi: sitopatologi dan histopatologi
 Pencitraan: PIV, CT-Scan, USG, MRI
 Tumor marker

D. Sistisis akut

i. Definisi
Sistitis akut adalah inflamasi akut pada mukosa buli-buli yang sering disebabkan
oleh infeksi oleh bakteria.(1)

ii. Etiologi

Mikroorganisme penyebab infeksi ini terutama adalah E coli, Enterococci,


Proteus, dan Stafilokokus aureus yang masuk ke buli-buli terutama melalui uretra. Sistitis
akut mudah terjadi jika pertahanan lokal tubuh menurun, yaitu pada diabetes mellitus
atau trauma lokal minor seperti pada saat senggama. Inflamasi pada buli-buli juga dapat
disebabkan oleh bahan kimia, seperti pada detergent yang dicampurkan ke dalam air
untuk rendam duduk, deodorant yang disemprot kan pada vulva, atau obat-obatan yang
dimasukkan intravesika untuk terapi kanker buli-buli (siklofosfamid).(1)

iii. Epidemiologi

Wanita lebih sering mengalami serangan sistitis daripada pria karena uretra
wanita lebih pendek daripada pria. Disamping itu getah cairan prostat pada pria
mempunyai sifat bakterisidal sehingga relatif tahan terhadap infeksi saluran kemih.
Diperkirakan bahwa paling sedikit 10-20% wanita pernah mengalami serangan sistitis
selama hidupnya dan kurang lebih 5% dalam satu tahun pernah mengalami serangan ini.
(1)

iv. Patofisiologi

Reaksi inflamasi menyebabkan mukosa buli-buli menjadi kemerahan (eritrema),


edema, dan hipersensitif sehingga jika buli-buli terisi urine, akan mudah terangsang
untuk segera mengeluarkan isinya; hal ini menimbulkan gejala frekuensi. Kontraksi buli-
buli akan menyebabkan rasa sakit/nyeri di daerah suprapubik dan eritema mukosa buli-
buli mudah berdarah dan menimbulkan hematuria.(1)

v. Diagnosis
Anamnesis  Urgency, frekuensi, dysuria, hematuria, urin keruh, berbau
 Nyeri suprapubik
 Jarang disertai demam, mual, muntah, badan lemah, dan
kondisi umum yang menurun. Jika disertai demam dan
nyeri pinggang pikirkan adanya penjalaran infeksi ke
saluran kemih sebelah atas.

Pemeriksaan  Febris
fisik  Nyeri tekan suprapubik

Pemeriksaan  Urinalisis: pyuria, hematuria, bakteriruia


penunjang  Kultur urin
 PIV, USG atau sistoskopi: kelainan lain pada buli-buli
(keganasan, urolitiasis)

Anda mungkin juga menyukai