Anda di halaman 1dari 117

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. ANATOMI
Sistem perkemihan merupakan sistem ekskresi utama dan terdiri atas : 2

ginjal (untuk menyekresi urin), 2 ureter (mengalirkan urin dari ginjal ke

kandung kemih), kandung kemih (tempat urin dikumpulkan dan disimpan

sementara), uretra (mengalirkan urin dari kandung kemih ke luar tubuh).4


Gambar 2.1. menunjukan gambar sistem perkemihan. Sistem perkemihan

berperan penting dalam mempertahankan homeostasis konsentrasi air dan

elektrolit di dalam tubuh. Ginjal menghasilkan urin yang mengandung produk

sisa metabolism, meliputi nitrogen yang merupakan senyawa urea dan asam

urat, kelebihan ion, serta beberapa obat.4


Urin terdiri atas air (96%), urea (2%), dan sisanya 2% terdiri atas asam

urat, kreatinin, ammonium, natrium, kalium, klorida, fosfat, sulfat, dan

oksalat.4
Urin berwarna kuning jernih karena adanya urobilin, atau suatu pigmen

empedu yang diubah di usus, direabsorpsi, kemudian diekskresikan oleh

ginjal. Jumlah urin yang dihasilkan dan berat jenisnya bergantung pada asupan

cairan dan julah larutan yang diekskresi. Produksi urin berkurang saat tidur

dan latihan.4

1
Gambar 2.1. Bagian sistem perkemihan (kecuali uretra) dan struktur yang

membatasinya4

2.1.1. Ginjal
Ginjal (Gambar 2.2.) terletak di dinding abdomen posterior, masing-

masing satu buah disisi kiri dan kanan kolum vertebra, di belakang

peritoneum dan di bawah diafragma. Tinggi ginjal adalah dari vertebra

toraksik ke-12 sampai lumbar ke-3, dan dilindungi oleh sangkar iga. Ginjal

kanan biasanya sedikit lebih pendek daripada ginjal kiri, mungkin karena

diatas ginjal kanan terdapat ruang yang ditempati hati.4


Ginjal merupakan organ berbentuk kacang, yang panjangnya sekitar 11

cm, lebar 6 cm, tebal 3 cm, serta beratnya 150g. ginjal melekat pada

posisinya karena berikatan dengan suatu massa lemak. Selubung fasa renal

fibroelastik membungkus ginjal dan lemak ginjal. 5

Gambar 2.2. Anterior ginjal yang menunjukan struktur yang

membatasinya4
2.1.1.1. Struktur makroskopik ginjal
Ada tiga area jaringan yang dapat dibedakan saat bagian

longutidinal dilihat dengan mata telanjang (gambar 2.3.)4

2
(a) Kapsul fibrosa, mengelilingi ginjal
(b) Korteks, lapisan jaringan yang berwarna coklat kemerahan

tepat di bawah kapsul dan diluar pyramid.


(c) Medulla, lapisan terdalam ginjal yang terdiri atas striasi (gars-

garis) berbentu kerucut yang pucat (pyramid renal)


(d) Pelvis, struktur berbentuk corong yang bekerja sebagai wadah

penampung urin yang dibentuk oleh ginjal. Pelvis renal

memiliki sejumlah cabang-cabang di bagian distal yang disebut

kaliks, dan masing-masing kaliks mengelilingi apeks pyramid

renal. Urin dibentuk di ginjal melalui papila di apeks pyramid

ke kaliks minor, kemudian ke kaliks mayor sebelum melalui

pelvis ke ureter.

Gambar 2.3. bagian longitudinal ginjal4

2.1.1.2. Struktur mikroskopik Ginjal


Ginjal terdiri atas sekitar 1 juta unit fungsional nefron dan sejumlah

kecil duktus kolektivus. Duktus kolektivus mengangkut urin melalui

pyramid ke pelvis renal menyebabkan pyramid ini tampak bergaris-garis.

3
Tubulus ditunjang oleh sejumlah kecil jaringan ikat, yang berisi pembuluh

darah, pembuluh limfe, serta saraf.4


2.1.2. Ureter
Ureter adalah saluran yang menyalurkan urin dari ginjal ke kandung kemih

(gambar 2.4.). panjangnya sekitar 23-30 Cm dengan diameter sekitar 3

mm.4

Gambar 2.4. Ureter dan hubungannya dengan ginjal dan kandung kemih.4
Ureter terhubung dengan pelvis renal yang berbentuk corong. Bagian

bawah ureter terhubung dengan rongga abdomen di belakang peritoneum

yang berada di depan otot psoas menuju rongga pelvis, dan terletak obliq

di dinding posterior kandung kemih. Karena susunan ini, saat urin

terakumulasi dan tekanan kandung kemih meningkta, ureter tertekan dan

pintunya tersumbat. Hal ini mencegah refluks urin ke ureter (menuju

ginjal) ketika kandung kemih terisi dan saat berkemih (mikturisi, serta saat

tekanan meningkat karena kontraksi otot kandung kemih.4


2.1.3. Kandung kemih
Kandung kemih merupakan penampung (reservoir) urin. Kandung kemih

berada di rongga pelvis dimana ukuran serta posisinya bervariasi,

4
bergantung pada volume urin didalamnya. Saat mengalami distensi,

kandung kemih naik ke rongga abdomen.4


Kandung kemih tampak menyerupai buah pir, tetapi menjadi semakin

oval saat terisi urin. Permukaan posterior disebut basal. Kandung kemih

terhubung dengan uretra di bagian terbawahnya (leher kandung kemih).4


Peritoneum hanya menutupi permukaan superior sebelum menutupi

bagian peritoneum parietal, yang melapisi dinding abdomen anterior. Pada

wanita, di bagian posterior kandung kemih dikelilingi uterus, sedangkan

pada pria dikelilingi rektum.4


Saat kandung kemih kosong, lapisan bagian dalam tersusun dalam

lipatan atau rugae, yang perlahan-lahan menghilang saat terisi urin.

Kandung kemih dapat elebar (distensi), tetapi saat berisi 300-400 ml uri

akan muncul keinginan untuk berkemih. Kapasitas total jarang melebihi

dari 600 ml.4

Gambar 2.5. organ pelvis yang berbatasan dengan kandung kemih dan uretra pada

wanita dan pria.4

2.1.4. Uretra
Uretra merupakan saluran yang membawa urine keluar dari vesica urinaria

menuju lingkungan luar. Terdapat beberapa perbedaan uretra pada pria dan

wanita. Uretra pada pria memiliki panjang sekitar 20 cm dan juga

berfungsi sebagai organ seksual (berhubungan dengan kelenjar prostat),

sedangkan uretra pada wanita panjangnya sekitar 3.5 cm. selain itu, Pria

memiliki dua otot sphincter yaitu m.sphincter interna (otot polos terusan

5
dari m.detrusor dan bersifat involunter) dan m.sphincter externa (di uretra

pars membranosa, bersifat volunter), sedangkan pada wanita hanya

memiliki m.sphincter externa (distal inferior dari kandung kemih dan

bersifat volunter). 5, 6, 7
Pada pria, uretra dapat dibagi atas pars pre-prostatika, pars

prostatika, pars membranosa dan pars spongiosa.



Pars pre-prostatika (1-1.5 cm), merupakan bagian dari collum

vesicae dan aspek superior kelenjar prostat. Pars pre-prostatika

dikelilingi otot m. sphincter urethrae internal yang berlanjut

dengan kapsul kelenjar prostat. Bagian ini disuplai oleh

persarafan simpatis.

Pars prostatika (3-4 cm), merupakan bagian yang

melewati/menembus kelenjar prostat. Bagian ini dapat lebih

dapat berdilatasi/melebar dibanding bagian lainnya.



Pars membranosa (12-19 mm), merupakan bagian yang

terpendek dan tersempit. Bagian ini menghubungkan dari prostat

menuju bulbus penis melintasi diafragma urogenital. Diliputi otot

polos dan di luarnya oleh m.sphincter urethrae eksternal yang

berada di bawah kendali volunter (somatis).



Pars spongiosa (15 cm), merupakan bagian uretra paling panjang,

membentang dari pars membranosa sampai orifisium di ujung

kelenjar penis. Bagian ini dilapisi oleh korpus spongiosum di

bagian luarnya. 5, 6, 7

6
Gambar 2.6. Uretra laki- laki8

Sedangkan uretra pada wanita berukuran lebih pendek (3.5 cm)

dibanding uretra pada pria. Setelah melewati diafragma urogenital, uretra

akan bermuara pada orifisiumnya di antara klitoris dan vagina (vagina

opening). Terdapat m. spchinter urethrae yang bersifat volunter di bawah

kendali somatis, namun tidak seperti uretra pria, uretra pada wanita tidak

memiliki fungsi reproduktif. 5, 6, 7

Gambar 2.7. Uretra pada perempuan8

2.2. FISIOLOGI
Ginjal melaksanakan tiga proses dasar dalam menjalankan fungsi

regulatorik dan ekskretorik yaitu :9


2.2.1. filtrasi glomerulus
Terjadi filtrasi plasma bebas protein menembus kapiler glomerulus ke

dalam kapsula Bowman melalui tiga lapisan yang membentuk membran

7
glomerulus yaitu dinding kapiler glomerulus, lapisan gelatinosa aseluler

yang dikenal sebagai membran basal dan lapisan dalam kapsula bowman.
Dinding kapiler glomerulus, yang terdiri dari selapis sel endotel

gepeng, memiliki lubang-lubang dengan banyak pori-pori besar atau

fenestra, yang membuatnya seratus kali lebih permeabel terhadap H2O

dan zat terlarut dibandingkan kapiler di tempat lain.


Membran basal terdiri dari glikoprotein dan kolagen dan terselip di

antara glomerulus dan kapsula bowman. Kolagen menghasilkan

kekuatan struktural,sedangkan glikoprotein menghambat filtrasi

protein plasma kecil. Walaupun protein plasma yang lebih besar tidak

dapat difiltrasi karena tidak dapat melewati pori – pori diatas,

pori – pori tersebut sebenarnya cukup besar untuk melewatkan

albumin dan protein plasma terkecil. Namun, glikoprotein karena

bermuatansangat negatif akan menolak albumin dan pritein plasma

lain, karena yang terakhir juga bermuatan negatif. Dengan demikian,

protein plasma hampir seluruhnya tidak dapat di filtrasi dan kurang

dari 1% molekul albumin yang berhasil lolos untuk masuk ke kapsula

bowman.
Lapisan dalam kapsula bowman terdiri dari podosit, sel mirip

gurita yang mengelilingi berkas glomerulus. Setiap podosit memiliki

banyak tonjolan memanjang seperti kaki yang saling menjalin dengan

tonjolan podosit didekatnya. Celah sempit antara tonjolan yang

berdekatan dikenal sebagai celah filtrasi, membentuk jalan bagi cairan

untuk keluar dari kapiler glomerulus dan masuk ke dalam lumen

kapsula bowman.

8
Tekanan yang berperan dalam proses laju filtrasi glomerulus adalah

tekanan darah kapiler glomerulus, tekanan onkotik koloid plasma, dan

tekanan hidrostatik kapsula bowman. Tekanan kapiler glomerulus

adalah tekanan cairan yang ditimbulkan oleh darah di dalam kapiler

glomerulus. Tekana darah glomerulus yang meningkat ini mendorong

cairan keluar dari glomerulus untuk masuk ke kapsula bowman di

sepanjang kapiler glomerulus dan merupakan gaya utama yang

menghasilkan filtrasi glomerulus.


GFR dapat dipengaruhi oleh jumlah tekanan hidrostatik osmotik

koloid yang melintasi membran glomerulus. Tekanan onkotil plasma

melawan filtrasi, penurunan konsentrasi protein plasma, sehingga

menyebabkan peningkatan GFR. Sedangkan tekanan hidrostatik dapat

meningkat secara tidak terkontrol dan dapat mengurangi laju filtrasi.

Untuk mempertahankan GFR tetap konstan, maka dapat dikontrol oleh

otoregulasi dan kontrol simpatis ekstrinsik.


Mekanisme otoregulasi ini berhubungan dengan tekanan darah

arteri, karena tekanan tersebut adalah gaya yang mendorong darah ke

dalam kapiler glomerulus. Jika tekanan darah arteri meningkat, maka

akan diikuti oleh peningkatan GFR. Untuk menyesuaikan aliran darah

glomerulus agar tetap konstan, maka ginjal melakukannya dengan

mengubah kaliber arterial aferen, sehingga resistensi terhadap aliran

darah dapat disesuaikan. Apabila GFR meningkat akibat peningkatan

tekanan darah arteri, maka GFR akan kembali menjadi normal oleh

9
konstriksi arteriol aferen yang akan menurunkan aliran darah ke dalam

glomerulus.

Gambar 2.8. Filtrasi Glomerulus9

2.2.2. Reabsorpsi tubulus


Kemampuan ginjal untuk mempertahankan air dan elektrolit melalui

reabsorpsi) juga sagat penting dalam kelangsungan hidup seseorang. Tana

kemampuan ini, seseorang dapat mengalami kekurangan elektrolit dalam

3-4 menit.

Gambar 2.9. Reabsorpsi tubulus9

10
Proses ini meupakan transport aktif dan pasif karena sel – sel

tubulus yang berdekatan dihubungkan oleh tight junction. Glukosa dan

asam amino direabsorpsi seluruhnya disepanjang tubulus proksimal

melalui transport aktif. Kalium dan asam urat hampir seluruhnya

direabsorpsi secara aktif dan di sekresi ke dalam tubulus distal. Reabsorpsi

natrium terjadi secara aktif di sepanjang tubulus kecuali pada ansa henle

pars descendens. H2O, Cl-, dan urea di reabsorpsi ke dalam tubulus

proksimal melalui transpor pasif. Berikut ini merupakan zat – zat yang

direabsorpsi di ginjal7 :
2.2.2.1. Reabsorpsi Glukosa
Glukosa direabsorpsi secara transpor aktif di tubulus proksimal. Proses

reabsorpsi glukosa ini bergantung pada pompa Na ATP-ase, karena

molekul Na tersebut berfungsi untuk mengangkut glukosa menembus

membran kapiler tubulus dengan menggunakan energi.


2.2.2.2. Reabsorpsi Natrium
Natrium yang difiltrasi seluruhnya di glomerulus, 98 – 99% akan

direabsorpsi secara aktif ditubulus. Sebagian natrium 67% direabsorpsi di

tubulus proksimal, 25% di reabsorpsi di lengkung henle dan 8% ditubulus

distal dan tubulus pengumpul. Natrium yang direabsorpsi sebagian ada

yang kembali ke sirkulasi kapiler dan dapat juga berperan penting untuk

reabsorpsi glukosa, asam amino, air dan urea.

2.2.2.3. Reabsorpsi Air


Air secar apasif direabsorpsi melalui osmosis di sepanjang tubulus.Dari

H2O yang difiltrasi, 80% akan direabsorpsi di tubulus proksimal dan ansa

11
henle. Kemudian sisa H2O sebanyak 20% akan di reabsorpsidi tubulus distal

dan duktus pengumpul dengan kontrol vasopressin.


2.2.2.4. Reabsorpsi Klorida
Ion klorida yang bermuatan negatif akan di reabsorpsi secara

pasif mengikuti penurunan gradien reabsorpsi aktif dan natrium yang

bermuatan positif. Jumlah Klorida yang di reabsorpsikan ditentukan oleh

kecepatan reabsorpsi Na.


2.2.2.5. Reabsorpsi Kalium
Kalium difiltrasi seluruhnya di glomerulus, kemudian akan direabsorpsi

secara difusi pasif di tubulus proksimal sebanyak 50%,40% kalium akan

dirabsorpsi di ansa henle pars assendens tebal, dansisanya direabsorpsi di

duktus pengumpul.
2.2.2.6. Reabsorpsi Urea
Urea merupakan produk akhir dari metabolisme protein. Ureum akan

difiltrasi seluruhnya di glomerulus, kemudian akan direabsorpsisebagian di

kapiler peritubulus, dan urea tidak mengalami proses sekresi. Sebagian

ureum akan direabsorpsi di ujung tubulus proksimal karena tubulus

kontortus proksimal tidak permeabel terhadap urea. Saat mencapai duktus

pengumpul urea akan mulai direabsorpsikembali.

2.2.2.7. Reabsorpsi Fosfat dan Kalsium


Ginjal secara langsung berperan mengatur kadar kedua ion fosfat dan

kalsium dalam plasma. Kalsium difiltrasi seluruhnya di glomerulus,40%

direabsorpsi di tubulus kontortus proksimal dan 50% direabsorpsidi ansa

henle pars assendens. Dalam reabsorpsi kalsium dikendalikan oleh homon

paratiroid. Ion fosfat yang difiltrasi, akan direabsorpsi sebanyak 80% di

tubulus kontortus proksimal kemudian sisanya akan dieksresikan ke dalam

urin.

12
2.2.3. Sekresi tubulus
Proses perpindahan selektif zat – zat dari darah kapiler peritubulus ke

dalam lumen tubulus. Proses sekresi terpenting adalah sekresi H+, K+dan

ion – ion organik. Proses sekresi ini melibatkan transportasi transepitel. Di

sepanjang tubulus, ion H+ akan disekresi ke dalam cairan tubulus sehingga

dapat tercapai keseimbangan asam basa. Asam urat dan K +disekresi ke dalam

tubulus distal.Sekitar 5% dari kalium yang terfiltrasi akan dieksresikan ke

dalam urin dan kontrol sekresi ion K + tersebut diatur oleh hormon

antidiuretik.
Kemudian hasil dari ketiga proses tersebut adalah terjadinya

eksresi urin, dimana semua konstituen plasma yang mencapai tubulus,

yaitu yang difiltrasi atau disekresi tetapi tidak direabsorpsi, akan tetapi

berada di dalam tubulus dan mengalir kepelvis ginjal untuk eksresikan

sebagai urin.

Fungsi spesifik yang dilakukan oleh ginjal, yang sebagian besar ditujukan untuk

mempertahankan kestabilan lingkungan cairan eksternal :

1) Mempertahankan keseimbangan H2O dalam tubuh


2) Mengatur jumlah dan konsentrasi sebagian besar ion CES termasuk Na +, Cl-,

K +,HCO3-, Ca++, Mg++, SO4=, PO4=dan H+


3) Memelihara volume plasma yang sesuai, sehingga sangat berperan dalam

pengaturan jangka panjang tekanan darah arteri. Fungsi ini dilaksanakan

melalui peran ginjal sebagai pengatur keseimbangan garam dan H2O


4) Membantu memelihara keseimbangan asam – basa tubuh, dengan menyesuaikan

pengeluaran H+ dan HCO 3-melalui urin

13
5) Memelihara osmolaritas (konsentrasi zat terlarut) berbagai cairan tubuh,

terutama melalui pengaturan keseimbangan H2O


6) Mengeksresikan (eliminasi) produk – produk sisa (buangan) dari metabolism

tubuh. Misalnya urea, asam urat, dan kreatinin. Jika dibiarkan menumpuk,

zat – zat sisa tersebut bersifat toksik, terutama bagi otak


7) Mengeksresikan banyak senyawa asing. Misalnya obat, zat penambah pada

makanan, pestisida, dan bahan– bahan eksogen non-nutrisi lainnya yang berhasil masuk

ke dalam tubuh
8) Mensekresikan eritropoietin, suatu hormon yang dapat merangsang

pembentukan sel darah merah


9) Mensekresikan renin, suatu hormon enzimatik yang memicu reaksi berantai

yang penting dalam proses konservasi garam oleh ginjal


10) Mengubah vitamin D menjadi bentuk aktifnya
2.3. DEFINISI
Urolithiasis adalah suatu kondisi dimana dalam saluran kemih individu

terbentuk batu berupa kristal yang mengendap dari urin. Pembentukan batu

dapat terjadi ketika tingginya konsentrasi kristal urin yang membentuk batu

seperti zat kalsium, oksalat, asam urat dan/atau zat yang menghambat

pembentukan batu (sitrat) yang rendah. Urolithiasis merupakan obstruksi

benda padat pada saluran kencing yang terbentuk karena faktor presipitasi

endapan dan senyawa tertentu .10


Urolithiasis merupakan kumpulan batu saluran kemih, namun secara rinci

ada beberapa penyebutannya. Berikut ini adalah istilah penyakit batu

bedasarkan letak batu antara lain:


i) Nefrolithiasis disebut sebagai batu pada ginjal
ii) Ureterolithiasis disebut batu pada ureter
iii) Vesikolithiasis disebut sebagai batu pada vesika urinaria/ batu buli
iv) Uretrolithisai disebut sebagai batu pada ureter.10

2.4. EPIDEMIOLOGI

14
Batu ginjal merupakan merupakan penyebab tersering pada saluran kemih. Di

negara maju seperti amerika serikat, eropa, australia, batu seluran kemih

banyak dijumpai di saluran kemih bagian atas, sedangkan di negara

berkembang seperti india, thailand dan indonesia lebih banyak dijumpai batu

saluran kemih bagian bawah.3,11


Urolitiasis diperkirakan terjadi sekitar 102 per 100.000 penduduk New

Zealend, Di Amerika serikat, sekitar 250.000 sampai 750.000 penduduknya

menderita urolitiasis setiap tahun, dimana 15% terjadi pada laki- laki dan 6%

terjadi pada perempuan. Di Jerman terjadi 750.000 kasus per tahun, dimana

25% diantaranya mengalami rekuren. Kejadian pada pria empat kali lebih

tinggi dari pada wanita , kecuali untuk batu amonium magnesium fosfat

(struvit), lebih sering terdapat pada wanita. Usia rata-rata terjadinya urolitiasis

30 sampai 50 tahun.11
Di Indonesia penyakit batu saluran kemih masih menempati porsi terbesar

dari jumlah pasien di klinik urologi. Insidensi dan prevalensi yang pasti dari

penyakit ini di Indonesia belum dapat ditetapkan secara pasti. Dari data dalam

negeri yang pernah dipublikasi didapatkan peningkatan jumlah penderita batu

ginjal yang mendapat tindakan di RSUPN-Cipto Mangunkusumo dari tahun

ke tahun mulai 182 pasien pada tahun 1997 menjadi 847 pasien pada tahun

2002. Hardjoeno dkk di Makassar (1977–1979) menemukan 297 kasus.

Sementara Rusfan dkk (Makassar, 1997–1998) melaporkan adanya 50 kasus.1,2


2.5. ETIOLOGI
Penyebab terjadinya urolithiasis secara teoritis dapat terjadi atau terbentuk

diseluruh salurah kemih terutama pada tempat-tempat yang sering mengalami

hambatan aliran urin (statis urin) antara lain yaitu sistem kalises ginjal atau

15
buli-buli. Adanya kelainan bawaan pada pelvikalis (stenosis uretro-pelvis),

divertikel, obstruksi intravesiko kronik, seperti Benign Prostate Hyperplasia

(BPH), striktur dan buli-buli neurogenik merupakan keadaan-keadaan yang

memudahkan terjadinya pembentukan batu.12


Teori dalam pembentukan batu saluran kemih adalah sebagai berikut:13
(1) Teori Nukleasi
Teori ini menjelaskan bahwa pembentukan batu berasal dari inti

batu yang membentuk kristal atau benda asing. Inti batu yang

terdiri dari senyawa jenuh yang lama kelamaan akan mengalami

proses kristalisasi sehingga pada urin dengan kepekatan tinggi

lebih beresiko untuk terbentuknya batu karena mudah sekali untuk

terjadi kristalisasi.
(2) Teori Matriks Batu
Matriks akan merangsang pembentukan batu karena memacu

penempelan partikel pada matriks tersebut. Pada pembentukan urin

seringkali terbentuk matriks yang merupakan sekresi dari tubulus

ginjal dan berupa protein (albumin, globulin dan mukoprotein)

dengan sedikit hexose dan hexosamine yang merupakan kerangka

tempat diendapkannya kristal-kristal batu.


(3) Teori Inhibisi yang Berkurang
Batu saluran kemih terjadi akibat tidak adanya atau berkurangnya

faktor inhibitor (penghambat) yang secara alamiah terdapat dalam

sistem urinaria dan berfungsi untuk menjaga keseimbangan serta

salah satunya adalah mencegah terbentuknya endapan batu.

Inhibitor yang dapat menjaga dan menghambat kristalisasi mineral

yaitu magnesium, sitrat, pirofosfat dan peptida. Penurunan

senyawa penghambat tersebut mengakibatkan proses kristalisasi

16
akan semakin cepat dan mempercepat terbentuknya batu (reduce of

crystalize inhibitor).

Batu terbentuk dari traktus urinarius ketika konsentrasi subtansi tertentu

seperti kalsium oksalat, kalsium fosfat, dan asam urat meningkat. Batu juga

dapat terbentuk ketika terdapat defisiensi subtansi tertentu, seperti sitrat

yang secara normal mencegah kristalisasi dalam urin. Kondisi lain yang

mempengaruhi laju pembentukan batu mencakup pH urin dan status cairan

pasien (batu cenderung terjadi pada pasien dehidrasi).13

Penyebab terbentuknya batu dapat digolongkan dalam 2 faktor antara

lain faktor endogen seperti hiperkalsemia, hiperkasiuria, pH urin yang

bersifat asam maupun basa dan kelebihan pemasukan cairan dalam tubuh

yang bertolak belakang dengan keseimbangan cairan yang masuk dalam

tubuh dapat merangsang pembentukan batu, sedangkan faktor eksogen

seperti kurang minum atau kurang mengkonsumsi air mengakibatkan

terjadinya pengendapan kalsium dalam pelvis renal akibat

ketidakseimbangan cairan yang masuk, tempat yang bersuhu panas

menyebabkan banyaknya pengeluaran keringat, yang akan mempermudah

pengurangan produksi urin dan mempermudah terbentuknya batu, dan

makanan yang mengandung purin yang tinggi, kolesterol dan kalsium yang

berpengaruh pada terbentuknya batu.13

2.5.1. Faktor resiko

17
Secara epidemiologis terdapat beberapa faktor yang mempermudah

terjadinya batu saluran kemih pada seseorang. Faktor itu meliputi faktor

intrinsic, yaitu keadaan yang berasal dari tubuh seseorang dan faktor

ekstrinsik, yaitu pengaruh yang berasal dari lingkungan di sekitarnya.14,15


2.5.1.1. Faktor intrinsik antara lain adalah:14, 15
1. Herediter (keturunan)
Salah satu penyebab batu ginjal adalah faktor keturunan misalnya

Asidosis tubulus ginjal (ATG). ATG menunjukkan suatu gangguan

ekskresi H+ dari tubulus ginjal atau kehilangan HCO3 dalam air

kemih, akibatnya timbul asidosis metabolik. Riwayat BSK bersifat

keturunan, menyerang beberapa orang dalam satu keluarga.


Penyakit-penyakit heriditer yang menyebabkan BSK antara lain:
a. Dent’s disease yaitu terjadinya peningkatan 1,25

dehidroksi vitamin D sehingga penyerapan kalsium di

usus meningkat, akibat hiperkalsiuria, proteinuria,

glikosuria, aminoasiduria dan fosfaturia yang akhirnya

mengakibatkan batu kalsium oksalat dan gagal ginjal.


b. Sindroma Barter, pada keadaan ini terjadi poliuria, berat

jenis air kemih rendah hiperkalsiuria dan

nefrokalsinosis.
2. Umur: penyakit paling sering didapatkan pada usia 30-50 tahun.
3. Jenis kelamin
Kejadian BSK berbeda antara laki-laki dan wanita. Pada laki-laki

lebih sering terjadi dibanding wanita 3:1. Khusus di Indonesia

angka kejadian BSK yang sesungguhnya belum diketahui, tetapi

diperkirakan paling tidak terdapat 170.000 kasus baru per tahun.


Serum testosteron menghasilkan peningkatan produksi

oksalat endogen oleh hati. Rendahnya serum testosteron pada

18
wanita dan anak-anak menyebabkan rendahnya kejadan batu

saluran kemih pada wanita dan anak-anak.


2.5.1.2. Faktor ekstrinsik
Beberapa faktor ekstrinsik di antaranya adalah:14 , 15
1. Geografi
Prevalensi BSK tinggi pada mereka yang tinggal di daerah

pegunungan, bukit atau daerah tropis. Letak geografi menyebabkan

perbedaan insiden batu saluran kemih di suatu tempat dengan

tempat yang lain. Faktor geografi mewakili salah satu aspek

lingkungan seperti kebiasaan makan di suatu daerah, temperatur,

kelembaban yang sangat menentukan faktor intrinsik yang menjadi

predisposisi BSK.
2. Iklim dan cuaca.
Faktor iklim dan cuaca tidak berpengaruh secara langsung namun

ditemukan tingginya batu saluran kemih pada lingkungan bersuhu

tinggi. Selama musim panas banyak ditemukan BSK. Temperatur

yang tinggi akan meningkatkan keringat dan meningkatkan

konsentrasi air kemih. Konsentrasi air kemih yang meningkat akan

meningkatkan pembentukan kristal air kemih. Pada orang yang

mempunyai kadar asam urat tinggi akan lebih berisiko terhadap

BSK.
3. Asupan air
Dua faktor yang berhubungan dengan kejadian BSK adalah jumlah

air yang diminum dan kandungan mineral yang berada di dalam air

minum tersebut. Pembentukan batu juga dipengaruhi oleh faktor

hidrasi. Pada orang dengan dehidrasi kronik dan asupan cairan

kurang memiliki risiko tinggi terkena BSK. Dehidrasi kronik

19
menaikkan gravitasi air kemih dan saturasi asam urat sehingga

terjadi penurunan pH air kemih. Pengenceran air kemih dengan

banyak minum menyebabkan peningkatan koefisien ion aktif setara

dengan proses kristalisasi air kemih. Banyaknya air yang diminum

akan mengurangi rata-rata umur kristal pembentuk batu saluran

kemih dan mengeluarkan komponen tersebut dalam air kemih.

Diusahakan agar keseimbangan air dalam tubuh seperti tabel di

bawah ini.
Tabel 2.1 Keseimbangan Air14

Masukan air (ml/hari) Keluaran (ml/hari)


Air minum 1900 Air kemih 2000
Air dalam makanan dan 850 Keringat 500

buah
Air hasil oksidasi 350 Nafas 400
Tinja
Jumlah 3100 Jumlah 3100

Kandungan mineral dalam air salah satu penyebab BSK. Air

yang

mengandung sodium karbonat seperti pada soft drink penyebab

terbesar timbulnya batu saluran kemih.


Air sangat penting dalam proses pembentukan BSK. Apabila

seseorang kekurangan air minum maka dapat terjadi supersaturasi

bahan pembentuk BSK. Hal ini dapat menyebabkan terjadinya

BSK. Pada penderita dehidrasi kronik pH air kemih cenderung

turun, berat jenis air kemih naik, saturasi asam urat naik dan

menyebabkan penempelan kristal asam urat.

20
Dianjurkan minum 2500 ml air per hari atau minum 250 ml

tiap 4 jam ditambah 250 ml tiap kali makan sehingga diharapkan

tubuh menghasilkan 2000 ml air kemih yang cukup untuk

mengurangi terjadinya BSK. Banyak ahli berpendapat bahwa yang

dimaksud minum banyak untuk memperkecil kambuh yaitu bila air

kemih yang dihasilkan minimal 2 liter per 24 jam39. Berbagai jenis

minuman berpengaruh berbeda dalam mengurangi atau menambah

risiko terbentuknya batu saluran kemih. Hal ini dapat dilihat pada

tabel di bawah ini.


Tabel 2.2 Macam minuman dan Risiko terbentuknya Batu Saluran

Kemih14

Jenis minuman Laki-laki Perempuan


The -14 -8
Kopi -10 -10
Susu -13 -10
Jus jeruk -6 -6
Coca-cola +6 +6
Jus apel +35 +6
Jus anggur +37 +44
Jus tomat +41 +28
(+) kenaikan (-) penurunan
Alkohol banyak mengandung kalsium oksalat dan guanosin

yang pada metabolisme diubah menjadi asam urat. Peminum

alkohol kronis biasanya menderita hiperkalsiuria dan

hiperurikosuria akan meningkatkan kemungkinan terkena batu

kalsium oksalat.
4. Diet/pola makan
Diperkirakan diet sebagai faktor penyebab terbesar terjadinya batu

saluran kemih. Diet berbagai makanan dan minuman

mempengaruhi tinggi rendahnya jumlah air kemih dan substansi

21
pembentukan batu yang berefek signifikan dalam terjadinya BSK.

Bila dikonsumsi berlebihan maka kadar kalsium dalam air kemih

akan naik, pH air kemih turun, dan kadar sitrat air kemih juga

turun. Diet yang dimodifikasi terbukti dapat mengubah komposisi

air kemih dan risiko pembentukan batu.


Kebutuhan protein untuk hidup normal per hari 600 mg/kg BB,

bila berlebihan maka risiko terbentuk batu saluran kemih akan

meningkat. Protein hewani akan menurunkan keasaman (pH) air

kemih sehingga bersifat asam, maka protein hewani tergolong

“acid ash food”, Akibat reabsorbsi kalsium dalam tubulus

berkurang sehingga kadar kalsium air kemih naik. Selain itu hasil

metabolism protein hewani akan menyebabkan kadar sitrat air

kemih turun, kadar asam urat dalam darah dan air kemih naik.

Konsumsi protein hewani berlebihan dapat juga menimbulkan

kenaikan kadar kolesterol dan memicu terjadinya hipertensi, maka

berdasarkan hal tersebut diatas maka konsumsi protein hewani

berlebihan memudahkan timbulnya batu saluran kemih.


Karbohidrat tidak mempengaruhi terbentuknya batu kalsium

oksalat, sebagian besar buah adalah alkali ash food (Cranberry dan

kismis). Alkasi ash food akan menyebabkan pH air kemih naik

sehingga timbul batu kalsium oksalat.


Sayur bayam, sawi, daun singkong menyebabkan

hiperkalsiuria.

Sayuran yang mengandung oksalat sawi bayam, kedele, brokoli,

asparagus, menyebabkan hiperkalsiuria dan resorbsi kalsium

22
sehingga menyebabkan hiperkalsium yang dapat menimbulkan

batu kalsium oksalat. Sebagian besar sayuran menyebabkan pH air

kemih naik (alkali ash food) sehingga menguntungkan, karena

tidak memicu terjadinya batu kalsium oksalat. Sayuran

mengandung banyak serat yang dapat mengurangi penyerapan

kalsium dalam usus, sehingga mengurangi kadar kalsium air kemih

yang berakibat menurunkan terjadinya BSK. Pada orang dengan

konsumsi serat sedikit maka kemungkinan timbulnya batu kalsium

oksalat meningkat.
Serat akan mengikat kalsium dalam usus sehingga yang diserap

akan berkurang dan menyebabkan kadar kalsium dalam air kemih

berkurang. Sebagian besar buah merupakan alkali ash food yang

penting untuk mencegah timbulnya batu saluran kemih. Hanya

sedikit buah yang bersifat acid ash food seperti kismis dan

cranberi. Banyak buah yang mengandung sitrat terutama jeruk

yang penting sekali untuk mencegah timbulnya batu saluran kemih,

karena sitrat merupakan inhibitor yang paling kuat. Karena itu

konsumsi buah akan memperkecil kemungkinan terjadinya batu

saluran kemih. Beberapa studi telah dilakukan untuk mengetahui

hubungan antara tingginya asupan makanan dengan ekskresi

kalsium dalam air kemih. Pengaruh diet tinggi kalsium hanya 6%

pada kenaikan kalsium air kemih.1,7,8,9

23
5. Pekerjaan: penyakit ini sering dijumpai pada orang yang

pekerjaannya banyak duduk atau kurang aktifitas atau sedentary

life.
6. Stres
Diketahui pada orang-orang yang menderita stres jangka panjang,

dapat meningkatkan kemungkinan terjadinya batu saluran kemih.

Secara pasti mengapa stres dapat menimbulkan batu saluran kemih

belum dapat ditentukan secara pasti. Tetapi, diketahui bahwa

orang-orang yang stres dapat mengalami hipertensi, daya tahan

tubuh rendah, dan kekacauan metabolisme yang memungkinkan

kenaikan terjadinya BSK.


7. Olah raga
Secara khusus penelitian untuk mengetahui hubungan antara olah

raga dan kemungkinan timbul batu belum ada, tetapi memang telah

terbukti BSK jarang terjadi pada orang yang bekerja secara fisik

dibanding orang yang bekerja di kantor dengan banyak duduk.


8. Kegemukan (obesitas)
Obesitas didefinisikan sebagai suatu keadaan peningkatan lemak

tubuh baik diseluruh tubuh maupun di bagian tertentu. Obesitas

dapat ditentukan dengan pengukuran antropometri seperti IMT,

distribusi lemak tubuh/ persen lemak tubuh melalui pengukuran

tebal lemak bawah kulit. Dikatakan obes jika IMT ≥ 25 kg/m 2.

Pada penelitian kasus batu kalsium oksalat yang idiopatik

didapatkan 59,2% terkena kegemukan. Hal ini disebabkan pada

orang yang gemuk pH air kemih turun, kadar asam urat, oksalat

dan kalsium naik.


9. Kebiasaan menahan buang air kemih

24
Kebiasaan menahan buang air kemih akan menimbulkan stasis air

kemih yang dapat berakibat timbulnya Infeksi Saluran Kemih

(ISK). ISK yang disebabkan kuman pemecah urea sangat mudah

menimbulkan jenis batu struvit. Selain itu dengan adanya stasis air

kemih maka dapat terjadi pengendapan kristal.


10. Tinggi rendahnya pH air kemih
Hal lain yang berpengaruh terhadap pembentukan batu adalah pH

air kemih ( pH 5,2 pada batu kalsium oksalat).

2.5.2. Co-Morbidit
Hipertensi berhubungan dengan adanya hipositraturia dan hiperoksalauria

kalsium oksalat (34,8%), asam urat (25%) dan magnesium (42,9%) pada

pasien hipertensi dapat menjadi penyebab terjadinya urolithiasis dan pada

umumnya diderita pada perempuan (69%).16


Prevalensi pasien diabetes mellitus yang mengalami urolithiasis

meningkat dari tahun 1995 sebesar 4,5% menjadi 8,2% pada tahun 2010.

Urolithiasis yang dikarenakan diabetes mellitus terjadi karena adanya

resiko peningkatan asam urat dan kalsium oksalat yang membentuk batu

melalui berbagai mekanisme patofisiologi. Selain itu, diabetes mellitus

juga dapat meningkatkan kadar fosfat (25%) dan magnesium (28,6%) yang

menjadi alasan utama terjadinya renal calculi atau urolithiasis pada pasien

diabetes mellitus.16
2.6. PATOGENESIS
Banyak faktor yang menyebabkan berkurangnya aliran urin dan menyebabkan

obstruksi, salah satunya adalah statis urin dan menurunnya volume urin akibat

dehidrasi serta ketidakadekuatan intake cairan, hal ini dapat meningkatkan

resiko terjadinya urolithiasis. Rendahnya aliran urin adalah gejala abnormal

25
yang umum terjadi, selain itu, berbagai kondisi pemicu terjadinya urolithiasis

seperti komposisi batu yang beragam menjadi faktor utama bekal identifikasi

penyebab urolithiasis.17
Batu yang terbentuk dari ginjal dan berjalan menuju ureter paling mungkin

tersangkut pada satu dari tiga lokasi berikut a) sambungan ureteropelvik; b)

titik ureter menyilang pembuluh darah iliaka dan c) sambungan ureterovesika.

Perjalanan batu dari ginjal ke saluran kemih sampai dalam kondisi statis

menjadikan modal awal dari pengambilan keputusan untuk tindakan

pengangkatan batu. Batu yang masuk pada pelvis akan membentuk pola

koligentes yang disebut batu staghorn.17

2.7. JENIS-JENIS BATU SALURAN KEMIH


Komposisi kimia yang terkandung dalam batu ginjal dan saluran kemih dapat

diketahui dengan menggunakan analisis kimia khusus untuk mengetahui

adanya kalsium, magnesium, amonium, karbonat, fosfat, asam urat oksalat dan

sistin.18,19
2.7.1. Batu kalsium oksalat
Kalsium oksalat adalah yang paling banyak menyebabkan batu saluran

kemih (70- 75%), batu terdiri dari kalsium oksalat, laki-laki 2 kali lebih

sering daripada wanita. Angka kejadian tertinggi usia 30-50 tahun. Batu

kalsium oksalat terjadi karena proses multifaktor, kongenital dan gangguan

metabolik sering sebagai faktor penyebab. Dua bentuk yang berbeda yaitu:
18,19

1) Whewellite (Ca Ox Monohidrate), berbentuk padat, warna cokat/

hitam dengan konsentrasi asam oksalat yang tinggi pada air kemih.

26
2) Kombinasi kalsium dan magnesium menjadi weddllite (Ca Ox

Dihidrat): batu berwarna kuning, mudah hancur daripada

whewellite, namun tipe ini memiliki angka residif yang tinggi.


Batu kalsium oksalat dapat dianalisis melalui darah dan air kemih.

Sering terjadi gangguan metabolisme kalsium seperti hiperkalsiuria dan

hiperkalsemia atau keduanya (normal >2,5mmol/l). 18,19


Gangguan metabolisme urat merupakan tanda pembentukan batu

kalsium oksalat, sehingga perlu diperhatikan bila kadar asam urat >6,4

mg/100 ml. Peningkatan ekskresi asam oksalat terjadi pada 20-50% pasien

dengan batu oksalat. Tingginya ekskresi oksalat berhubungan dengan

pembentukan batu rekuren. 18,19


Sitrat dan magnesium merupakan unsur penting yang dapat

menghambat terjadinya kristalisasi. Ekskresi yang rendah dari sitrat akan

meningkatkan risiko pembentukan batu kalsium oksalat. 18,19


2.7.2. Batu asam urat
Lebih dari 15% batu saluran kemih dengan komposisi asam urat. Pasien

biasanya berusia 60 tahun. Pada pasien berusia lebih muda biasanya juga

menderita kegemukan. Laki-laki lebih sering daripada wanita. Batu asam

urat dibentuk hanya oleh asam urat. Diet menjadi risiko penting terjadinya

batu tersebut. Diet dengan tinggi protein dan purin serta minuman

beralkohol meningkatkan ekskresi asam urat sehingga pH air kemih

menjadi rendah. 18,19


Sebanyak 20-40% pasien pada Gout akan membentuk batu, oleh

karena itu tingginya asam urat yang berakibat hiperurikosuria. Batu asam

urat ini adalah tipe batu yang dapat dipecah dengan obat-obatan. Sebanyak

90% akan berhasil dengan terapi kemolisis. Analisis darah dan air kemih

27
pada batu asam urat:asam urat >380 µmol/dl (6,4 mg/100 ml), pH air

kemih ≤ 5,832. 18,19


2.7.3. Batu kalsium fosfat
Dua macam batu kalsium fosfat terjadi tergantung suasana pH air kemih.

Karbonat apatite (dahllite) terbentuk pada pH>6,8 dengan konsentrasi

kalsium yang tinggi dan sitrat rendah. Seperti pada batu kalsium oksalat,

batu kalsium fosfat juga merupakan batu campuran. Terjadi pada suasana

air kemih yang alkali atau terinfeksi. Terjadi bersama dengan CaOx atau

struvit. Brushite (kalsium hydrogen fosfat) terbentuk pada pH air kemih

6,5-6,8 dengan konsentrasi kalsium dan fosfat yang tinggi. 18,19


Batu ini mempunyai sifat keras dan sulit dipecah dengan

lithotripsy, cepat terbentuk dengan angka kekambuhan yang tinggi.

Sebanyak 1,5% monomineral, 0,5% campuran bersama dengan CaOx. 18,19


Analisa darah dan air kemih menunjukkan hiperkalsemia(>2-2,5

mmol/l). Penyebab terbentuknya batu kalsium oksalat renal tubular

asidosis dan infeksi saluran kemih. Kalsium dalam air kemih>2,5

mmol/liter dan pH air kemih>6,8). 18,19


2.7.4. Batu struvit (magnesium-amonium fosfat)
Disebabkan karena infeksi saluran kemih oleh bakteri yang memproduksi

urease (proteus, providentia, klebsiella dan psedomonas). Frekuensi 4-6%,

batu struvit lebih sering terjadi pada wanita daripada laki-laki. Infeksi

saluran kemih terjadi karena tingginya konsentrasi ammonium dan pH air

kemih>7. Pada kondisi tersebut kelarutan fosfat menurun yang berakibat

terjadinya batu struvit dan kristalisasi karbon apatite, sehingga batu struvit

sering terjadi bersamaan dengan batu karbonat apatite. Pada batu struvit

volume air kemih yang banyak sangat penting untuk membilas bakteri dan

28
menurunkan supersaturasi dari fosfat. Di samping pengobatan terhadap

infeksinya, membuat suasana air kemih menjadi asam dengan methionine

sangat penting untuk mencegah kekambuhan. 18,19


Analisis darah dan air kemih didapatkan pH air kemih >7, juga

didapatkan infeksi pada saluran kemih dan kadar ammonium dan fosfat air

kemih yang meningkat. 18,19


2.7.5. Batu Cystine
Batu Cystine terjadi pada saat kehamilan, disebabkan karena gangguan

ginjal. Frekuensi kejadian 1-2%. Reabsorbsi asam amino, cystine, arginin,

lysin dan ornithine berkurang, pembentukan batu terjadi saat bayi,

walaupun manifestasi paling banyak terjadi pada dekade dua. Disebabkan

faktor keturunan dengan kromosom autosomal resesif, terjadi gangguan

transport amino cystine, lysin, arginin dan ornithine. Memerlukan

pengobatan seumur hidup. Diet mungkin menyebabkan pembentukan batu,

pengenceran air kemih yang rendah dan asupan protein hewani yang tinggi

menaikkan ekskresi cystine dalam air kemih. Penting apabila produksi air

kemih melebihi 3 liter/hari. Alkalinisasi air kemih dengan meningkatkan

pH 7,5-8 akan sangat bermanfaat untuk menurunkan ekskresi cystine

dengan tiopron dan asam askorbat. 18,19


Analisis darah dan air kemih menunjukkan cystein darah dalam

batas normal, cystine air kemih ≥0,8 mmol/hari. Kalsium, oksalat dan urat

meningkat. 18,19

2.8. DIAGNOSIS

Batu yang berada pada sistem saluran kemih dapat memperlihatkan keadaan

kolik renal yang akut atau suatu proses penyakit kronis yang berdasarkan

29
mikroskopis terdapat hematuria, terjadinya infeksi dari sistem kemih atau

gagal ginjal.17

Kolik renal berbeda dengan nyeri akut abdomen. Dimana terjadi secara

klasik berupa nyeri alih pada alat kelamin luar dan daerah inguinal. Adanya

keluhan mual dan muntah.

Diagnosa kerja sebelumnya harus di tunjang dengan anamnesa dan klinis

yang memperlihatkan kemungkinan faktor resiko terbentuknya

batu.diantaranya :

2.8.1. Pemeriksaan Klinis

2.8.1.1. Anamnesis

Keluhan yang sering dikeluhkan oleh pasien :20

1) Nyeri kolik yg disebabkan aktivitas peristaltik otot polos sistem

kaliks ataupun ureter meningkat karena usaha pengeluaran batu

2) Bisa juga ditemukan nyeri non kolik apabila terjadi peregangan

kapsul ginjal dan terjadi hidronefrosis

3) Batu yang terdapat di distal ureter dirasakan oleh pasien saat

kencing

4) Hematuria juga sering dikeluhkan oleh pasien akibat trauma pada

saluran kemih yang diakibatkan batu

Adanya riwayat yang berhubungan dengan peningkatan faktor resiko:


20

30
1) Pernah mengalami penyakit akibat sumbatan batu sebelumnya atau

adanya riwayat keluarga yang mempunyai keluhan yang sama

2) Diet (tinggi garam dan oxalat)

3) Konsumsi cairan yang tidak mencukupi kebutuhan tubuh

4) Obat- obatan

5) Penyakit lainnya (seperti gout, diabetes)

6) Operasi saluran kemih atau digestive.

2.8.1.2. Pemeriksaan fisik

Keluhan yang disampaikan pasien tergantung pada letak batu, besar batu

dan penyulit yang telah terjadi. Pada pemeriksaan fisik mungkin

didapatkan: 21

1) Jika terdapat demam juga difikirkan adanya urosepsis

2) Nyeri ketok di daerah kosto-vertebra

3) Teraba ginjal pada sisi yang sakit akibat hidronefrosis

4) Ditemukan tanda-tanda gagal ginjal, retensi urine dan jika disertai

infeksi didapatkan demam/menggigil.

2.8.2. Pemeriksaan Radiologi


Radiografi diperlukan untuk :
1) Menegakan diagnosis pasti
2) Mengetahui letak batu dan ukuran dari batu
3) Untuk memprediksi tindakan medis apa yang harus dilakukan

Diagnosa klinis seharusnya di dukung oleh prosedur pencitraan yang

sesuai. Hal ini akan banyak membantu untuk pendekatan atau penting jika

31
ada penatalaksanaan lain yang harus dipertimbangkan bagi pasien dengan

demam dan satu ginjal dan ketika diagnosa batu masih meragukan.

Pencitraan berperan sebagai :

1) Pemastian diagnosis klinis

2) Menilai lokasi batu, memastikan ukuran dan densitas batu

3) Penatalaksanaan selanjutnya

Diagnosis semua pasien dengan simptom batu di traktus urinarius

membutuhkan teknik pencitraan yang dapat mendukung. Pada kasus nyeri

kolik akut, excretory urography (intravenous pyelography , IVP)

merupakan gold standar. Beberapa tahun ini, pemeriksaan computed

tomography (CT) telah diperkenalkan sebagai alternatif yang cepat dalam

diagnosa dan bebas kontras.21

Pada kasus tertentu, informasi tambahan mengenai fungsi ginjal

mungkin diperoleh dengan mengkombinasikan CT dengan pemakainan

kontras. Keuntungan dari CT adalah memperlihatkan batu uric acid dan

batu xanthine yang terlihat radiolusen pada foto polos. Keuntungan

lainnya dari pencitraan non kontras adalah menyeimbangkan terhadap

resiko radiasi dosis tinggi yang diberikan ketika pemeriksaan CT.21

Sebuah metode alternatif dan banyak digunakan untuk

mengevaluasi pasien dengan nyeri pinggang akut dengan foto polos

abdomen yang dikombinasi dengan ultrasonography. Ada pengalaman

yang memperlihatkan bahwa 2 metode tersebut cukup untuk menegakkan

diagnosis dari batu saluran kemih. Pemeriksaan khusus dilakukan pada

32
kasus tertentu diantaranya retrograde pyelography, antegrade pyelography

and scintigraphy.21

Tabel 2.3. Modalitas Radiologi dalam Diagnosis Batu Saluran Kemih

Modalitas Sensitivitas (%) Spesifisitas (%) Kelebihan Kekurangan


1.Terjangkau 1.Kurang baik

2.Baik untuk dalam

USG 19 97 melihat visualisasi

hidronefrosis batu ureter

3.Tidak meradiasi
1.Terjangkau dan 1.Kurang baik

murah untuk

BNO 45-59 71-77 2.Digunakan melihat batu

sebagai di ureter

pemeriksaan media dan

awal batu

radiolusen
1.Terjangkau 1.Kualitas foto

2.Memberikan bervariasi

IVP 64-87 92-94 informasi yang 2.Butuh

adekuat tentang persiapan

batu (lokasi, dan

radiodensitas, & penggunaan

ukuran), kontras

anatomi, dan

fungsi kedua

33
ginjal

1.Paling definitif 1.Mahal dan

CT Scan 95-100 94-96 dan spesifik kurang

2.Memberikan terjangkau

informasi 2.Tidak

tentang kondisi mengukur

selain sistem fungsi ginjal

genitourinari

Pemeriksaan radiologi dalam penegakkan diagnosa urolitiasis ini

meliputi pemeriksaan BNO, ultrasonografi, dan CT- Scan.21

2.8.2.1. Pemeriksaan Foto BNO

BNO merupakan pemeriksaan foto polos abdomen dengan persiapan yang

sebaiknya dibuat terlebih dahulu. ini merupakan foto skrining untuk

pemeriksaan kelainan-kelainan urologi. Foto polos ini dapat menentukan

bayangan, besar (ukuran), posisi kedua ginjal. Dapat pula dilihat

kalsifikasi dalam kista dan tumor, batu radiopak dan perkapuran dalam

ginjal. Batu-batu jenis kalsium oksalat dan kalsium fosfat bersifat radio-

34
opaque dan paling sering dijumpai diantara batu jenis lain, sedangkan batu

asam urat bersifat radiolusen.

BNO mempunyai sensitifitas antara 44%-77% dalam diagnosa

urolithiasis dan BNO dapat membedakan antara batu radiolusen dan

radioopak dan juga untuk perbandingan dalam follow up.21

Gambar 2.10. Renal Staghorn Calculus21

Gambar 2.11. Batu multiple pada renal21

35
Gambar 2.12. Gambaran batu ureter pada foto BNO21

Gambar 2.13. Gambaran batu vesica urinaria pada foto BNO21

Gambar 2.14. Gambaran batu berukuran besar pada vesica urinaria pada foto

BNO.21

36
Gambar 2.15. Gambaran batu multiple pada vesica urinaria pada foto BNO.21

2.8.2.2. Pemeriksaan Intravenous Pyelography (IVP)


Pielografi Intra Vena (PIV) atau intravenous Pyelography (IVP) atau

dikenal dengan Intra Venous Urography atau urografi merupakan suatu

tipe X-ray yang dapat menggambarkan keadaan system urinaria melalui

bahan kontras radio-opak. Pencitraan ini dapat menunjukkan adanya

kelainan anatomi dan kelainan fungsi ginjal.22


Bahan kontras yang dipakai biasanya adalah jodium dengan dosis 300

mg/kg berat badan atau 1 ml/kg berat badan (sediaan komersial).Pada

menit-menit pertama tampak kontras mengisi glomeruli dan tubuli ginjal

sehingga terlihat pencitraan dari parenkim (nefrogram) ginjal. Fase ini

disebut sebagai fase nefrogram. Selanjutnya kontras akan mengisi system

pelvikalises pada fase pielogram.22


Perlu diwaspadai bahwa pemberian bahan kontras secara intravena

dapat menimbulkan reaksi alergi berupa urtikaria, syok anafilaktik, sampai

timbulnya laringospasmus. Disamping itu foto PIV tidak boleh dikerjakan

pada pasien gagal ginjal, karena pada keadaan ini bahan kontras tidak

dapat diekskresi oleh ginjal dan menyebabkan kerusakan ginjal yang lebih

parah karena bersifat nefrotoksik.22

2.8.2.1.1. Indikasi IVP :


 Nyeri pinggang
 Hematuria
 Frequency (sering miksi)
 Dysuria
 Suspected renal calculus
 Tumor ginjal

37
2.8.2.1.2. Kontras yang digunakan

 Conray (Meglumine iothalamat 60%)

 Urografin 60 (76mg%)

 Urografin 60-70 mg%

2.8.2.1.3. Risiko pemeriksaan

 Risiko paparan radiasi sangat rendah

 Paparan radiasi selama kehamilan dapat menyebabkan

kecacatan

 Dapat menyebabkan alergi terhadap kontras

 Dapat menyebabkan gagal ginjal, terutama jika pasien

mengkonsumsi glucophage (obat diabetik)

 Komplikasi lain yang berkaitan dengan kontras.

2.8.2.1.4. Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil pemeriksaan

 Feces atau udara di colon

 Aliran darah yang sedikit ke ginjal

 Barium disaluran cerna dari prosedur sebelumnya.

2.8.2.1.5. Persiapan

 Pemeriksaan ureum kreatinin (kreatinin maksimum 2)

38
 Malam sebelum pemeriksaan pasien diberi laksansia untuk

membersihkan kolon dari feses yang menutupi daerah

ginjal

 Pasien tidak diberi minum mulai jam 22.00 malam sebelum

pemeriksaan untuk mendapatkan keadaan dehidrasi ringan.

 Keesokan harinya pasien puasa, mengurangi bicara dan

merokok (untuk menghindari gangguan udara usus saat

pemeriksaan)

 Pada bayi dan anak diberi minum yang mengandung

karbonat untuk mendistensikan lambung dengan gas

 Pada pasien rawat inap dapat dilakukan lavement

 Skin test subkutan.

2.8.2.1.6. Pelaksanaan

 Pasien diminta mengosongkan kandung kemih

 Dilakukan foto BNO

 Injeksi kontras IV ( setelah cek tensi dan cek alergi),

beberapa saat dapat terjadi flushing, rasa asin di lidah, sakit

kepala ringan, gatal, mual/muntah.

 Diambil foto pada menit ke-5, 15. 30, dan 45.

Tabel 2.4. Tahapan Pembacaan Foto PIV

Menit Uraian
0 Foto Polos Perut

39
5 Melihat fungsi ekskresi ginjal. Pada ginjal normal system pelvikaliseal

sudah tampak

15 Kontras sudah mengisi ureter dan buli-buli

30 Foto dalam keadaan berdiri, dimaksudkan untuk menilai kemungkinan

terdapat perubahan posisi ginjal (ren mobilis)

60 Melihat keseluruhan anatomi saluran kemih, antara lain: filling

defect,hidronefrosis, double system, atau kelainan lain.

Pada buli-buli diperhatikan adanya identasi prostat, trabekulasi,

penebalan otot detrusor, dan sakulasi buli-buli.

Pasca Menilai sisa kontras (residu urine) dan divertikel pada buli-buli.

miksi

Gambar 2.16. Pada menit ke 5 kontras sudah mengisi system pelvikaliseal ginjal

kanan namun kontras belum mengisi system pelvikaliseal ginjal kiri.23

40
Gambar 2.17. Pada menit ke 15 kontras sudah mengisi system ureter kanan

namun kontras belum mengisi system ureter kiri.23

Gambar 2.18. Pada menit ke 30 kontras sudah mengisi system vesica urinaria.23

41
Gambar 2.19. Pada menit ke 60 kontras sudah mengisi seluruh system vesica

urinaria23

Gambar 2.20. Pada keadaan post miksi tidak ada residu urin.23

2.8.2.1.7. Pemakaian Kontras :

2.8.2.1.7.1.1. Alergi Terhadap Media Kontras (Guidline)

42
Diperlukan perhatian pemakaian kontras terhadap

pasien yang diketahui mengalami reaksi alergi

atau yang punya resiko:21

 Selalu gunakan medium kontras low-

molecular non-ionic

 Berikan kortikosteroid diantara 12- 2 jam

sebelum menyuntikkan kontras, seperti

prednison 30 mg

 Penatalaksanaan ini dapat dikombinasi dnegan

anti histamin intramukular seperti clemastine

2 mg, berikan 1 jam sebelum kontras

dimasukkan.

2.8.2.1.7.1.2. Metformin
Pemakaian metformin dapat meningkatkan

asidosis pada penggunaan kontras. Ini komplikasi

yang disebabkan oleh retensi dimetilhylbiguanide.

Kadang- kadang, asidosis laktat dihubungkan

dengan angka kematian yang tinggi dan

dibutuhkan perhatian ketika penggunaan kontras

pada pasien ini.Sebagai penilaian fungsi ginjal

makan nilai serum kreatinin harus normal saat

penggunaan metformin. Kontras dapat diberikan

43
ketika penggunaan metformin dihentikan 48 jam

sebelum pemeriksaan radiologi.21


2.8.2.1.7.1.3. Reduced renal function
Penggunaan medium kontras intravena dapat

mengurangi perfusi ginjal dan berefek toxic pada

sel tubulus. Terjadinya vasokonstriksi dari arteriol

glomerulus dapat menurunkan glomerular

filtration Rate (GFR) dan meningkatkan resistensi

vaskular ginjal.21
Perhatian khusus terhadap penggunaan

kontras ini harus dilakukan ketika tidak ada

pemeriksaan alternatif dengan menilai faktor

resiko seperti peningkatan serum kreatinin,

dehidrasi, usia lanjut, diabeter, gagal jantung.

Hindari penyuntikan ulang media kontras dalam

interval kecil dari 48- 72 jam.21

2.8.2.1.7.1.4. Hipertiroid tanpa pengobatan

Pasien yang dicurigai hipertiroid level TSH

sebaiknya dinilai sebelum menggunakan

kontras. Seharusnya kontras tidak diberikan

kecuali pasien telah diobati dengan tepat.21

2.8.2.3. Pemeriksaan USG (Ultrasonografi)


Ultrasonografi merupakan teknik imaging dengan menggunakan

gelombang suara (ultrasound). Gelombang suara ultrasound memiliki

44
frekuensi lebih dari 20.000 Hz, tapi yang dimanfaatkan dalam teknik

ultrasonografi (kedokteran) hanya gelombang suara dengan frekuensi 1-10

MHz. (WHO).24
USG merupakan prosedur primer. USG termasuk pemeriksaan

yang aman (tanpa radiasi) sehingga bisa dilakukan berkali- kali. USG

dapat membedakan antara massa padat (hiperekoik) dengan massa kistus

(hipoekoik), sedangkan batu non opak yang tidak dapat dideteksi dengan

foto rontgen akan terdeteksi oleh USG sebagai echoic shadow.USG dpat

mendeteksi adanya batu di kaliks, pelvis, pyelo-ureteric junction dan

vesikoureter junction dan juga dapat melihat pelebaran sistem traktur

urinarius bagian atas. Untuk batu ginjal yang berukuran >5mm, ultrasound

memiliki sensitifitas 95% dan dengan spesifitas hampir 100%, sedangkan

nuntuk batu yang lain, sensivitas dan spesifitasnya berkurangmenjadi

masing- masing 78% dan 31%. (WHO).24


2.8.2.3.1. Indikasi
 Kolik renal atau ureter
 Suspek masa pada ginjal (ginjal yang besar)
 Ginjal yang tidak berfungsi pada urografi
 Hematuria
 Infeksi kemih yang rekuren
 Trauma
 Suspek penyakit polikistik
 Pireksia dengan penyebab yang tidak diketahui atau komplikasi

pascabedah
 Gagal ginjal dengan penyebab yang tidak diketahui
 Skistosomiasis

2.8.2.3.2. Persiapan

45
 Persiapan pasien, tidak ada persiapan yang diperlukan, jika

yang diperiksa adalah kandung kemih pasien harus minum air

terlebih dahulu.
 Posisi pasien, pemeriksaan USG dimulai dengan pasien

berbaring pada bagian punggungnya (telentang). Oleskan jeli

pada abdomen kanan atas.


 Pemilihan transduser, untuk orang dewasa digunakan

transduser kurvilnier 3,5 MHz. Untuk anak-anak atau orang

dewasa kurus, gunakan transduser 5 MHz.


 Penyetelan gain yang benar, pemeriksaan dimulai dengan

meletakkan transduser pada abdomen kanan atas. Arahkan

berkas ultrasound secara menyudut, jika diperlukan dan atau

gain untuk mendapatkan gambar USG parenkim ginjal yang

paling jelas.
USG akurat untuk mendeteksi batu ginjal, terutama jika yang

berukuran dari 5 mm. USG sukar untuk mendeteksi kalkuli ureter, karena

gas usus di atasnya, kecuali kalkuli dalam ureter distal, di mana kandung

kemih penuh bertindak sebagai akustik window (lihat bagian ureter

bawah). Pada USG , kalkuli tampak echogenic, dengan bayangan bersih.

Jika batu berukuran kurang dari 5 mm, akustik shadow posterior mungkin

tidak hadir.24
Gambar 2.21. Batu pada ginjal24

46
Gambar 2.22. Batu pada pelvis ginjal pada USG.24

Gambar 2.23. Batu di ureteropelvic junction pada USG.24

Gambar 2.24. Batu di vesica urinaria pada USG.24

2.8.2.4. Pemeriksaan CT-Scan


CT Scan merupakan pencitraan yang akurat. Namun pemeriksaan ini

mahal dan tidak tersedia pada setiap daerah. Alternatif yang digunakan

adalah USG KUB yang seharusnya dipertimbangkan.25

47
Gambar 2.25. staghorn stone pelvocalic ginjal kiri. 25

Gambar 2.26. Batu ginjal pada foto CT Scan. 25

Gambar 2.27. Batu ureter pada foto CT Scan. 25

2.8.2.5. MRI
MRI tidak mengungkapkan batu kemih dengan baik dan bukan tes lini

pertama yang digunakan untuk mengevaluasi saluran kemih. Pada pasien

yang tidak dapat mentoleransi CT scan dengan kontras, MRI dengan

gadolinium dapat dilakukan untuk mengungkapkan adanya peningkatan

lesi ginjal.26
MRI berguna dalam menggambarkan bidang jaringan khusus untuk

perencanaan bedah, serta dalam mengevaluasi keberadaan atau tingkat

48
trombus dalam vena ginjal atau vena kava inferior pada kasus tumor

ginjal. 26

Gambar 2.28. T2-weighted MRI, potongan coronal, tampak obstruksi

pada sisi kanan 26

49
Gambar 2.29. T2-weighted MRI, potongan coronal, tampak obstruksi pada

ureteropelvic junction sinistra. 26

2.8.2.6. Kedokteran Nuklir


Ilmu kedokteran nuklir adalah cabang ilmu kedokteran yang menggunakan

sumber radiasi terbuka berasal dari inti radionuklida buatan untuk

mempelajari perubahan fisiologik dan biokimia sehingga dapat digunakan

untuk tujuan diagnostik, terapi, dan penelitian.26

Gambar 2.30. Renografi diuretik protokol F+0.26

Gambar 2.31. Pemeriksaan renografi menggunakan 99mTc-DMSA.26

50
2.8.3. Pemeriksaan lain
2.8.3.1. Pemeriksaan sedimen urine
Pemeriksaan sedimen urine menunjukan adanya lekosit, hematuria dan

dijumpai kristal-kristal pembentuk batu. Pemeriksaan kultur urine

mungkin menunjukkan adanya adanya pertumbuhan kuman pemecah

urea.21

Gambar 2.32. Kristal asam urat.27

Gambar 2.33. Kristal sodium urat.27

Gambar 2.34 Kristal Ammonium Magnesium Fosfat.27

51
Gambar 2.35. Kristal Kalsium Oxalat.27

Gambar 2.36 Kristal Cystin.27

Gambar 2.37. Kristal Kolesterol.27

52
2.8.3.2. Analisa komposisi batu
Pada setiap pasien seharusnya dilakukan analisis batu. Analisis ulangan

diindikasikan ketika terjadi banyak perubahan pada komposisi urin karena

pengobatan, kebiasaan diet, lingkungan atau penyakit. 21

2.8.3.3. Pemeriksaan faal ginjal

Pemeriksaan faal ginjal bertujuan mencari kemungkinan terjadinya

penurunan fungsi ginjal dan untuk mempersipkan pasien menjalani

pemeriksaan foto PIV. Perlu juga diperiksa kadar elektrolit yang diduga

sebagai penyebab timbulnya batu saluran kemih (kadar kalsium, oksalat,

fosfat maupun urat dalam darah dan urine).11

2.9. PENATALAKSANAAN28
2.9.1. Managemen pasien dengan batu ginjal atau ureter

53
2.9.1.1. Kolik ginjal
Pain relief
Nyeri adalah langkah terapi pertama pada pasien dengan episode batu

akut.
Obat anti-inflamasi non-steroid (NSAID) termasuk metamizole

(dipyrone), NSAID pirazolon, efektif pada pasien dengan kolik batu akut,

dan analgesia yang lebih efektif daripada opioid.


Penambahan antispasmodik ke NSAIDS tidak menghasilkan

kontrol nyeri yang lebih baik dan data pada jenis lain non-opioid, obat

non-OAINS langka. Pasien yang menerima NSAID cenderung tidak

memerlukan analgesia lebih lanjut dalam jangka pendek. Ini harus

dipertimbangkan bahwa penggunaan diklofenak dan ibuprofen

meningkatkan kejadian utama koroner. Diklofenak dikontraindikasikan

pada pasien dengan gagal jantung kongestif (Asosiasi Jantung New York

kelas II-IV), penyakit jantung iskemik dan penyakit arteri perifer dan

serebrovaskular. Pasien dengan faktor risiko yang signifikan untuk

kejadian kardiovaskular harus diobati dengan diklofenak setelah

pertimbangan seksama. Ketika risiko meningkat dengan dosis dan durasi,

dosis efektif terendah harus digunakan untuk durasi terpendek.


Opioid, terutama petidin, berhubungan dengan tingginya tingkat

muntah dibandingkan dengan NSAID, dan membawa kemungkinan lebih

besar dari analgesia lebih lanjut diperlukan (lihat di bawah). Jika opioid

digunakan, dianjurkan bahwa itu bukan pethidine.

Pencegahan kolik ginjal berulang

54
Fasilitasi pengalihan batu ureter dibahas dalam Bagian 2.9.3.1.2.

Untuk pasien dengan batu ureter yang diperkirakan akan lewat secara

spontan, tablet NSAID atau supositoria (misalnya, natrium diklofenak,

100-150 mg / hari, 3-10 hari) dapat membantu mengurangi peradangan

dan risiko nyeri berulang. Meskipun diklofenak dapat mempengaruhi

fungsi ginjal pada pasien dengan fungsi yang sudah berkurang, tidak

memiliki efek fungsional pada pasien dengan fungsi ginjal normal.

Dalam percobaan double-blind, plasebo-terkontrol, episode nyeri berulang

kolik batu secara signifikan lebih sedikit pada pasien yang diobati dengan

NSAID (dibandingkan dengan tidak ada NSAID) selama tujuh hari

pertama pengobatan. Bertentangan dengan temuan sebelumnya, α-blocker

tidak mengurangi rasa sakit berulang atau analgesia pada pasien dengan

batu ureter distal dalam dua penelitian berkualitas tinggi baru-baru ini. SR

terbaru dan meta-analisis oleh Hollingsworth et al. ditujukan pengurangan

nyeri sebagai hasil sekunder dan menyimpulkan bahwa MET tampaknya

berkhasiat dalam mengurangi episode rasa sakit pasien dengan batu ureter

dengan manajemen konservatif. Pasien yang paling diuntungkan mungkin

adalah mereka dengan batu yang lebih besar (distal).

Jika analgesia tidak dapat dicapai secara medis, drainase,

penggunaan stenting atau nefrostomi perkutan atau pemindahan batu,

harus dilakukan.

55
2.9.1.2. Manajemen sepsis dan/atau anuria pada ginjal yang mengalami

obstruksi

Ginjal yang tersumbat dengan semua tanda infeksi saluran kemih (ISK)

dan / atau anuria adalah keadaan darurat urologi.

Dekompresi darurat sering diperlukan untuk mencegah komplikasi lebih

lanjut pada hidronefrosis yang terinfeksi pada obstruksi ginjal yang

disebabkan oleh batu, unilateral atau bilateral.

Dekompresi

Saat ini, ada dua opsi untuk dekompresi darurat dari sistem pengumpulan

terhalang:

 penempatan stent ureter;

 pemasangan perkutan dari tabung nefrostomi.

Ada sedikit bukti untuk mendukung superioritas neprostomi perkutan

dengan stenting retrograde untuk perawatan primer hidronefrosis yang

terinfeksi. Tidak ada bukti menunjukkan bahwa stent ureter memiliki lebih

banyak komplikasi daripada nefrostomi perkutan.

Hanya satu RCT dibandingkan modalitas dekompresi akut

terinfeksi yang berbeda hidronefrosis. Komplikasi insersi nephrostomy

perkutan telah dilaporkan secara konsisten, tetapi insersi stent ureter

kurang dijelaskan dengan baik. Pembuangan batu definitif harus ditunda

sampai infeksi dibersihkan setelah terapi antimikroba lengkap. RCT kecil

menunjukkan kelayakan pemindahan batu ureteroskopi segera

56
dikombinasikan dengan rejimen antibiotik yang tepat; Namun, dengan

biaya tinggal di rumah sakit lebih lama dan persyaratan analgesik yang

lebih tinggi.

Pada anak-anak, stent ureter mungkin memiliki beberapa

keunggulan dibandingkan dengan PCN dalam kasus anuria akut.

Tindakan lebih lanjut

Setelah dekompresi yang mendesak pada sistem pengumpulan urin

yang terhalang dan terinfeksi, kedua sampel urin dan darah harus dikirim

untuk uji sensitivitas kultur-antibiogram, dan antibiotik harus dimulai

segera setelahnya atau dilanjutkan jika dimulai sebelum pengujian.

Regimen harus dievaluasi kembali dalam tes kultur-antibiogram.

Meskipun secara klinis diterima dengan baik, dampak dari tes antibiogram

kedua pada hasil pengobatan belum dievaluasi. Perawatan intensif

mungkin diperlukan.

2.9.1.3. Rekomendasi umum dan tindakan pencegahan untuk pemindahan

batu

2.9.1.3.1. Terapi antibiotik

57
Infeksi saluran kemih harus selalu diobati jika pemindahan batu

direncanakan. Pada pasien dengan infeksi dan obstruksi yang

bermakna secara klinis, drainase harus dilakukan selama beberapa hari,

melalui nefrostomi stent atau perkutan, sebelum memulai pemindahan

batu.

Profilaksis antibiotik perioperatif

Untuk pencegahan infeksi setelah ureterenoscopy dan penghapusan

batu perkutan, tidak ada bukti yang jelas. Dalam penelitian, pasien

yang menjalani nefrolitotomi perkutan, ditemukan bahwa pada pasien

dengan kultur urin baseline awal negatif, antibiotik profilaksis secara

signifikan mengurangi tingkat demam pasca operasi dan komplikasi

lainnya. Pemberian dosis tunggal ditemukan cukup.

2.9.1.3.2. Terapi antitrombotik dan perawatan batu

Pasien dengan diatesis perdarahan, atau menerima terapi

antitrombotik, harus dirujuk ke internis untuk tindakan terapeutik yang

tepat sebelum memutuskan pada manajemen batu. Pada pasien dengan

58
diatesis perdarahan yang tidak dikoreksi, berikut ini pada risiko tinggi

perdarahan perinefrik haematoma (PNH) (prosedur berisiko tinggi):

o Shock wave lithotripsy (SWL) (rasio hazard PNH hingga 4.2

selama pengobatan antikoagulan / antiplatelet);

o nefrolitotomi perkutan;

o nefrostomi perkutan;

o operasi laparoskopi;

o operasi terbuka.

Shock wave lithotripsy baik dan aman setelah koreksi koagulopati

yang mendasari. Dalam kasus gangguan perdarahan yang tidak

dikoreksi atau terapi antitrombotik lanjutan, ureterorenoscopy (URS),

berbeda dengan SWL dan PNL, mungkin menawarkan pendekatan

alternatif karena berhubungan dengan morbiditas yang lebih sedikit.

Hanya data pada ureterorenoskopi fleksibel yang tersedia yang

mendukung keunggulan URS dalam pengobatan batu ureter proksimal.

Tabel 2.5. Stratifikasi risiko untuk perdarahan

Prosedur perdarahan berisiko Cystoscopy

rendah Flexible cystoscopy

Ureteral catheterization

Extraction of ureteric

stentUreternoscopy
Prosedur perdarahan berisiko Shock wave lithotripsy

59
tinggi Percutaneous nephrostomy

Percutaneous nephrolithotripsy

Tabel 2.6. Strategi yang disarankan untuk terapi antitrombotik pada

pemindahan batu

(Bekerja sama dengan ahli jantung / internis mempertimbangkan risiko

dan manfaat penghentian terapi dibandingkan menunda prosedur

bedah elektif.)

Resiko Resiko tromboemboli


Low risk Intermediat High risk
perdarahan
e risk
dari

prosedur

yang

direncanaka

n
Warfarin Prosedur Mungkin Terapi Terapi

Dabigatran resiko dilanjutkan bridging bridging

Rivaroxaban rendah

60
Apixaban Prosedur Dapat Terapi Terapi

resiko dihentikan bridging bridging

tinggi sementara

pada

interval

yang tepat.

Terapi

bridging

sangat

dianjurkan
Aspirin Prosedur dilanjutkan dilanjutkan Operasi

resiko elektif:

rendah menunda.

Pembedaha

n non

pembedaha

n: lanjutkan

61
Prosedur Tidak Elective Operasi

resiko dilanjutkan surgery: elektif:

tinggi postpone. menunda.

Non- Pembedaha

deferrable n non

surgery: pembedaha

continue, if n: lanjutkan

is possible.
Thienopyridi Prosedur Discontinu Dilanjutkan Operasi

ne agents berisiko e five days elektif:

(P2Y12 rendah before menunda.

receptor interventio Pembedaha

inhibitors) n. n non

Resume pembedaha

within 24- n: lanjutkan

72 hours

with a

loading

dose.

62
Prosedur Discontinu Elective Elective

beresiko e five days surgery: surgery:

tinggi before postpone. postpone.

interventio Non- Non-

n. deferrable deferrable

Resume surgery: surgery:

within 24- discontinue discontinue

72 hours five days five days

with a before before

loading procedure procedure

dose. and resume and resume

within 24- within 24-

72 hours 72 hours,

with a with a

loading loading

dose. dose.

Bridging Bridging

therapy - therapy -

GPIIb/IIIa GPIIb/IIIa

inhibitors if inhibitors

aspirin is

discontinue

d.

63
2.9.1.3.3. Obesitas

Obesitas dapat menyebabkan risiko yang lebih tinggi karena

persyaratan anestesiologis, dan tingkat keberhasilan yang lebih rendah

setelah SWL dan PNL.

2.9.1.3.4. Komposisi batu

Batu terdiri dari brushite, kalsium oksalat monohidrat, atau sistin

sangat keras serta batu dengan kepadatan tinggi pada NCCT.

Nefrolitotomi perkutan atau ureterorenoskopi (RIRS) dan URS adalah

alternatif untuk menghilangkan batu-batu besar yang tahan terhadap

SWL.

64
2.9.1.3.5. Steinstrasse

Steinstrasse adalah akumulasi fragmen batu atau kerikil batu di ureter,

dapat mengganggu perjalanan urin. Steinstrasse terjadi pada 4-7%

kasus SWL, dan faktor utama dalam perkembangan pembentukan

steinstrasse adalah ukuran batu.

Masalah utama steinstrasse adalah obstruksi ureter, yang mungkin

diam dalam hingga 23% kasus. Sebuah metaanalisis termasuk delapan

RCT (n = 876) menunjukkan manfaat dari stenting sebelum SWL

dalam hal formasi steinstrasse, tetapi tidak menghasilkan manfaat pada

tingkat bebas batu (SFRs) atau kurang perawatan tambahan.

Ketika steinstrasse tidak menunjukkan gejala, pengobatan

konservatif adalah pilihan awal. Terapi ekspulsi medis secara

signifikan meningkatkan pengusiran batu dan mengurangi kebutuhan

akan intervensi endoskopik.

2.9.2. Manajemen batu khusus di batu ginjal

65
Riwayat alami batu baik tanpa basa kecil yang tidak mengganggu tidak

terdefinisi dengan baik, dan risiko pengembangan tidak jelas. Belum ada

konsensus mengenai durasi tindak lanjut, waktu dan jenis intervensi.

Pilihan pengobatan adalah chemolysis atau penghilangan batu aktif.

2.9.2.1. Jenis perawatan

2.9.2.1.1. Perawatan konservatif (Observasi)

Pengamatan batu ginjal, terutama dalam kaliks, tergantung pada

riwayat alaminya. Rekomendasi yang diberikan tidak didukung oleh

literatur tingkat tinggi. Ada uji coba prospektif yang mendukung

observasi tahunan untuk batu kaliks inferior asimptomatik, <10 mm.

Dalam hal pertumbuhan batu terdeteksi interval tindak lanjut harus

diturunkan. Intervensi disarankan untuk batu yang tumbuh> 5 mm.

2.9.2.1.2. Chemolysis

2.9.2.1.2.1. Chemolysis irigasi perkutan

66
Chemolysis perkutan jarang digunakan saat ini. Chemolysis irigasi

perkutan dapat menjadi pilihan untuk batu asam infeksi dan asam urat.

Untuk pelarutan batu struvite, larutan G Suby (10% hemiacidrin; pH

3,5-4) dapat digunakan.

2.9.2.1.2.2. Chemolysis oral

Batu-batu yang tersusun dari asam urat, tetapi bukan natrium atau

amonium urat, dapat dilarutkan dengan chemolysis oral. Analisis batu

sebelumnya dapat memberikan informasi tentang komposisi batu.

Pengukuran pH urin dan karakteristik X-ray dapat memberikan

informasi tentang jenis batu.

Chemolitholysis oral didasarkan pada alkalinisasi urin dengan

aplikasi alkalin sitrat atau natrium bikarbonat. PH harus disesuaikan

dengan 7.0-7.2.

Dalam kasus obstruksi asam urat dari sistem pengumpulan,

chemolysis oral dalam kombinasi dengan drainase urin diindikasikan.

Kombinasi alkalinisasi dengan tamsulosin dapat meningkatkan

frekuensi perjalanan spontan batu asam urat ureter distal.

67
2.9.2.1.3. Extracorporeal shock wave lithotripsy (ESWL)

Keberhasilan tergantung pada kemanjuran lithotripter dan faktor-faktor

berikut:

 ukuran, lokasi (ureter, pelvic atau calyceal), dan komposisi

(kekerasan) batu;

 kebiasaan pasien;

 kinerja SWL (praktik terbaik, lihat di bawah).

Masing-masing faktor ini secara signifikan mempengaruhi tingkat retensi

dan hasil akhir dari SWL.

2.9.2.1.3.1. Kontraindikasi ESWL

Ada beberapa kontraindikasi penggunaan ESWL, termasuk:

 kehamilan, karena efek potensial pada janin;

 perdarahan diatesis, yang harus dikompensasi setidaknya 24

jam sebelum dan 48 jam setelah pengobatan;

 Urinary Tract Infection (UTI) yang tidak terkontrol;

 malformasi skeletal berat dan obesitas berat, yang mencegah

penargetan batu;

 aneurisma arterial di sekitar batu;

 Obstruksi anatomis distal ke batu

2.9.2.1.3.2. Praktik klinis terbaik

Stenting

68
Penggunaan rutin stent internal sebelum SWL tidak meningkatkan

SFR, atau menurunkan jumlah perawatan tambahan. Namun, ini dapat

mengurangi pembentukan steinstrasse.

Pacemaker

Pasien dengan alat pacu jantung dapat diobati dengan SWL, asalkan

tindakan pencegahan teknis yang tepat diambil; pasien dengan

defibrillator cardioverter implan harus dikelola dengan perawatan

khusus (mode tembak sementara diprogram ulang selama pengobatan

SWL). Namun, ini mungkin tidak diperlukan dengan lithotripters

generasi baru.

Tingkat gelombang kejut

Menurunkan frekuensi gelombang kejut dari 120 menjadi 60-90

gelombang kejut / menit meningkatkan SFR. Kerusakan jaringan

meningkat dengan frekuensi gelombang kejut.

Jumlah gelombang kejut, pengaturan energi dan sesi perawatan

berulang

Jumlah gelombang kejut yang dapat disampaikan pada setiap sesi

tergantung pada jenis lithotripter dan kekuatan gelombang kejut. Tidak

ada konsensus mengenai jumlah maksimum gelombang kejut.

Memulai SWL pada pengaturan energi yang lebih rendah dengan

kekuatan stepwise (dan urutan SWL) dapat mencapai vasokonstriksi

selama perawatan, yang mencegah cedera ginjal.

69
Tidak ada data konklusif pada interval yang diperlukan antara sesi

SWL yang berulang. Namun, pengalaman klinis menunjukkan bahwa

sesi berulang layak (dalam 1 hari untuk batu ureter).

Peningkatan kopling akustik

Kopling akustik yang tepat antara bantalan kepala pengobatan dan

kulit pasien adalah penting. Cacat (kantong udara) di gel kopling

membelokkan 99% gelombang kejut. Gel ultrasound mungkin adalah

agen yang paling banyak digunakan untuk digunakan sebagai

lithotripsy coupling agent.

Kontrol prosedural

Hasil perawatan bergantung pada operator, dan hasil yang lebih baik

diperoleh oleh dokter berpengalaman. Selama prosedur, kontrol

pencitraan yang cermat terhadap lokalisasi berkontribusi pada kualitas

hasil.

Kontrol nyeri

70
Kontrol rasa sakit yang hati-hati selama pengobatan diperlukan untuk

membatasi gerakan yang disebabkan oleh rasa sakit dan kunjungan

pernapasan yang berlebihan.

Antibiotik profilaksis

Tidak ada profilaksis antibiotik standar sebelum SWL

direkomendasikan. Namun, profilaksis dianjurkan dalam kasus

penempatan stent internal sebelum perawatan yang diantisipasi dan di

hadapan peningkatan beban bakteri (misalnya, kateter yang berdiam di

dalam tubuh, tabung nefrostomi, atau batu infeksi).

Terapi medis setelah extracorporeal shock wave lithotripsy

Terlepas dari hasil yang bertentangan, sebagian besar RCT dan

beberapa meta-analisis mendukung MET setelah SWL untuk batu

ureter atau ginjal sebagai tambahan untuk memperlancar ekspulsi dan

meningkatkan SFRs. Terapi ekspulsi medis mungkin juga mengurangi

kebutuhan analgesik.

71
2.9.2.1.3.3. Komplikasi lithotripsy ESWL

Dibandingkan dengan PNL dan URS, ada lebih sedikit komplikasi

keseluruhan dengan SWL.

2.9.2.1.4. Teknik endourologi untuk pengangkatan batu ginjal

2.9.2.1.4.1. Nefrolitotomi perkutan (PNL)

Nephrolithotripsy perkutan merupakan prosedur standar untuk batu

ginjal besar. Endoskopi yang kaku dan fleksibel tersedia dan pemilihan

terutama didasarkan pada preferensi ahli bedah sendiri. Saluran akses

standar adalah 24-30 F. Selubung akses yang lebih kecil, <18 French,

awalnya diperkenalkan untuk penggunaan pasien pediatri, tetapi

sekarang semakin populer pada orang dewasa.

Ada beberapa bukti bahwa saluran yang lebih kecil menyebabkan

komplikasi perdarahan lebih sedikit, tetapi penelitian lebih lanjut perlu

72
mengevaluasi masalah ini. Instrumen yang lebih kecil menanggung

risiko peningkatan tekanan panggul intra-ginjal.

2.9.2.1.4.1.1. Kontraindikasi

Pasien yang menerima terapi antikoagulan harus dipantau secara

hati-hati sebelum dan sesudah operasi. Terapi antikoagulan harus

dihentikan sebelum PNL.

Kontraindikasi penting lainnya termasuk:

 UTI yang tidak diobati;

 Tumor di area traktus akses dugaan;

 tumor ginjal ganas yang potensial;

 kehamilan.

2.9.2.1.4.1.2. Praktik klinis terbaik

Litotripsi intracorporeal

Beberapa metode untuk lithotripsy intracorporeal tersedia (dibahas

dalam Bagian 3.4.1.2.1.1.5).

Selama PNL, sistem ultrasonik dan pneumatik paling sering

digunakan untuk nefroskopi. Ketika menggunakan instrumen

miniatur, laser lithotripsy dikaitkan dengan migrasi batu yang lebih

rendah dibandingkan dengan lithotripsy pneumatik. Endoskopi

fleksibel membutuhkan laser lithotripsy untuk mempertahankan

73
defleksi tip dan laser Holmium : Yttrium-Aluminium-Garnet

(YAG) telah menjadi standar.

Pencitraan pra-operasi

Secara khusus, PNL, US atau CT ginjal dan struktur sekitarnya

dapat memberikan informasi mengenai organ interposisi dalam

jalur perkutan yang direncanakan (misalnya, limpa, hati, usus

besar, pleura, dan paru-paru).

Untuk terapi antibiotik - lihat Rekomendasi umum dan tindakan

pencegahan untuk pemindahan batu (Bagian 3.4.1.4.1).

Posisi pasien

Posisi rawan dan terlentang sama amannya.

Meskipun posisi terlentang memberikan beberapa keuntungan, itu

tergantung pada peralatan yang tepat yang tersedia untuk

memposisikan pasien dengan benar, misalnya, perangkat X-ray dan

meja operasi. Sebagian besar penelitian tidak dapat menunjukkan

74
keuntungan dari terlentang PNL dalam hal ruang operasi (OR)

waktu. Dalam beberapa seri, SFR lebih rendah daripada untuk

posisi tengkurap meskipun waktu OR yang lebih lama. Posisi

tengkurap menawarkan lebih banyak pilihan untuk tusukan dan

karena itu lebih disukai untuk tiang atas atau beberapa akses. Di

sisi lain, posisi terlentang memungkinkan akses retrograde

simultan ke sistem pengumpulan, menggunakan ureteroscope

fleksibel. The Urolithiasis Panel Panduan bertujuan untuk

menyiapkan SR untuk menilai topik ini.

Puncture

Meskipun fluoroskopi adalah metode pencitraan intraoperatif yang

paling umum, penggunaan (tambahan) AS mengurangi paparan

radiasi.

Colon interposisi di saluran akses PNL dapat menyebabkan

cedera usus besar. CT pra operasi atau US intra-operatif

memungkinkan identifikasi jaringan antara kulit dan ginjal dan

menurunkan insiden cedera usus. Tusukan kaliks dapat dilakukan

di bawah visualisasi langsung menggunakan ureterenoskopi

fleksibel simultan.

Pelebaran

Dilatasi saluran akses perkutan dapat dicapai dengan menggunakan

teleskop metalik, dilator tunggal (seri), atau dilator balon.

75
Meskipun ada makalah yang menunjukkan bahwa pelebaran

langkah tunggal sama efektifnya dengan metode lain, perbedaan

hasil kemungkinan besar terkait dengan pengalaman ahli bedah

daripada ke teknologi yang digunakan.

Pilihan instrumen

Panel Urolithiasis melakukan SR menilai hasil PNL menggunakan

ukuran saluran yang lebih kecil (<22 Fr, mini-PNL) untuk

menghilangkan batu ginjal [5]. Tarif bebas batu sebanding dalam

prosedur PNL miniatur dan standar. Prosedur yang dilakukan

dengan instrumen kecil cenderung dikaitkan dengan kehilangan

darah secara signifikan lebih rendah, sementara durasi prosedur

cenderung jauh lebih lama. Komplikasi lain tidak terlalu berbeda

antara tipe PNL. Namun, kualitas bukti buruk, diambil terutama

dari penelitian kecil, yang sebagian besar adalah seri kasus lengan

tunggal, dan hanya dua di antaranya adalah RCT. Selanjutnya,

ukuran saluran yang digunakan, dan jenis batu yang dirawat

bersifat heterogen. Oleh karena itu, risiko bias dan pembauran

tinggi.

Nefrostomi dan stent

76
Keputusan apakah atau tidak untuk menempatkan tabung

nefrostomi pada akhir prosedur PNL tergantung pada beberapa

faktor, termasuk:

 kehadiran batu sisa;

 kemungkinan prosedur pemeriksaan kedua;

 kehilangan darah intraoperatif yang signifikan;

 ekstravasasi urin;

 obstruksi saluran kemih;

 potensi bakteriuria persisten karena batu yang terinfeksi;

 ginjal soliter;

 diatesis perdarahan;

 chemolitholysis perkutan yang direncanakan.

Nefrostomi kecil bore tampaknya memiliki keuntungan dalam hal

rasa sakit pasca operasi. Tubeless PNL dilakukan tanpa tabung

nefrostomi. Ketika tidak ada tabung nefrostomi atau stent ureter

yang diperkenalkan, prosedur ini dikenal sebagai PNL yang benar-

benar tanpa tuba. Dalam kasus yang tidak rumit, prosedur terakhir

menghasilkan rawat inap yang lebih singkat di rumah sakit, tidak

ada kerugian yang dilaporkan.

77
2.9.2.1.4.1.3. Komplikasi

Komplikasi pasca-operasi yang paling umum yang terkait dengan

PNL adalah demam dan perdarahan, kebocoran kemih, dan

masalah karena batu sisa.

Demam perioperatif dapat terjadi, bahkan dengan kultur kemih pra

operasi yang steril dan antibiotik profilaksis peri-operatif, karena

batu ginjal sendiri dapat menjadi sumber infeksi. Kultur batu ginjal

intra-operatif karena itu dapat membantu untuk memilih antibiotik

pasca operasi. Tekanan irigasi intra-operatif <30 mmHg dan

drainase urin pasca-operasi yang tidak terhalang dapat menjadi

faktor penting dalam mencegah sepsis pasca operasi. Pendarahan

setelah PNL dapat diobati dengan penjepitan singkat dari tabung

nefrostomi. Oklusi emboli superselektif dari cabang arteri mungkin

diperlukan dalam kasus perdarahan hebat.

2.9.2.1.4.2. Ureterorenoscopy untuk batu ginjal (RIRS)

Perbaikan teknis termasuk miniaturisasi endoskopi, mekanisme

defleksi yang diperbaiki, peningkatan kualitas dan alat optik, dan

pengenalan sekali pakai telah menyebabkan peningkatan penggunaan

URS untuk batu ginjal dan ureter. Kemajuan teknologi utama telah

dicapai untuk RIRS. Sebuah SR baru-baru ini menangani batu ginjal>

2 cm menunjukkan SFR kumulatif 91% dengan 1,45 prosedur / pasien;

4,5% dari komplikasi adalah ≥ Clavien 3 [219-221]. Lingkup digital

78
menunjukkan waktu operasi lebih pendek karena peningkatan kualitas

gambar. Untuk praktik klinis terbaik, lihat Bagian 3.4.3.1.4.1.2 - Batu

Ureter-URS.

Batu yang tidak dapat diekstraksi secara langsung harus

dihancurkan. Jika sulit untuk mengakses batu yang membutuhkan

disintegrasi pada kutub ginjal bawah, mungkin membantu untuk

memindahkannya ke dalam kelopak yang lebih mudah.

2.9.2.1.4.3. Operasi terbuka dan laparoskopi untuk menghilangkan batu ginjal

Kemajuan dalam SWL dan bedah endourological (URS dan PNL)

telah secara signifikan menurunkan indikasi untuk operasi batu terbuka

atau laparoskopi. Ada konsensus bahwa batu paling kompleks,

termasuk batu staghorn parsial dan lengkap, harus didekati terutama

dengan PNL. Selain itu, pendekatan gabungan dengan PNL dan RIRS

juga dapat menjadi alternatif yang tepat. Namun, jika sejumlah

pendekatan perkutan yang wajar tidak mungkin berhasil, atau jika

beberapa pendekatan endourologis telah dilakukan tidak berhasil;

operasi terbuka atau laparoskopi mungkin merupakan pilihan

pengobatan yang valid.

2.9.2.2. Indikasi untuk pemindahan batu ginjal secara aktif

79
 pertumbuhan batu;

 batu pada pasien berisiko tinggi untuk pembentukan batu;

 obstruksi yang disebabkan oleh batu;

 infeksi;

 batu bergejala (misalnya, nyeri atau hematuria);

 batu> 15 mm;

 batu <15 mm jika observasi bukan the option of choice.

 preferensi pasien;

 komorbiditas;

 situasi sosial pasien (misalnya, profesi atau perjalanan);

 pilihan perawatan.

Risiko episode gejala atau kebutuhan untuk intervensi pasien dengan

batu ginjal tanpa gejala tampaknya 10-25% per tahun, dengan

probabilitas kejadian lima tahun kumulatif 48,5%. Sebuah RCT

prospektif dengan> 2 tahun follow-up klinis melaporkan tidak ada

perbedaan yang signifikan antara SWL dan observasi ketika

membandingkan asymptomatic calyceal stones <15 mm dalam hal

SFR, gejala, kebutuhan untuk perawatan tambahan, kualitas hidup

(QoL), fungsi ginjal, atau masuk rumah sakit. Meskipun beberapa telah

merekomendasikan profilaksis untuk batu-batu ini untuk mencegah

kolik ginjal, hematuria, infeksi, atau pertumbuhan batu, data yang

bertentangan telah dilaporkan. Dalam periode tindak lanjut hampir

lima tahun setelah SWL, dua seri telah menunjukkan bahwa hingga

80
25% pasien dengan fragmen sisa kecil membutuhkan perawatan.

Meskipun pertanyaan apakah batu calyceal harus dirawat masih belum

terjawab, pertumbuhan batu, obstruksi de novo, infeksi terkait, dan

nyeri akut dan / atau kronis merupakan indikasi untuk pengobatan.

2.9.2.3. Pemilihan prosedur untuk menghilangkan batu ginjal secara aktif

Untuk rekomendasi umum dan tindakan pencegahan, lihat Bagian 3.4.1.3.

2.9.2.3.1. Batu di pelvis ginjal atau kaliks atas/tengah

Gelombang kejut lithotripsy, PNL dan RIRS tersedia modalitas

pengobatan untuk batu ginjal. Sementara efektivitas PNL hampir tidak

dipengaruhi oleh ukuran batu, SFR setelah SWL atau URS berbanding

terbalik dengan ukuran batu. Gelombang kejut lithotripsy mencapai

SFR baik untuk batu hingga 20 mm, kecuali untuk mereka yang berada

di kutub bawah. Endourologi dianggap sebagai alternatif karena

berkurangnya kebutuhan prosedur berulang dan akibatnya waktu yang

lebih singkat sampai status bebas batu tercapai. Batu> 20 mm harus

dirawat terutama oleh PNL, karena SWL sering memerlukan beberapa

81
perawatan, dan dikaitkan dengan peningkatan risiko obstruksi ureter

(kolik atau steinstrasse) dengan kebutuhan untuk prosedur tambahan

(Gambar 3.4.1). Bedah retrograd renal tidak dapat direkomendasikan

sebagai pengobatan lini pertama untuk batu> 20 mm pada kasus yang

tidak rumit karena penurunan SFR, dan prosedur bertahap akan

diperlukan. Namun, ini mungkin merupakan pilihan lini pertama pada

pasien di mana PNL bukan merupakan pilihan atau kontraindikasi.

2.9.2.3.2. Batu di kutub ginjal bawah

Tingkat pembersihan batu setelah SWL tampaknya lebih rendah untuk

batu di kaliks inferior daripada untuk lokasi intra-ginjal lainnya.

Meskipun keampuhan disintegrasi SWL tidak terbatas dibandingkan

dengan lokasi lain, fragmen sering di kaliks dan menyebabkan

pembentukan batu berulang. SFR dari SWL yang dilaporkan untuk

kalkulus kutub bawah adalah 25-95%. Preferensi penggunaan prosedur

endoskopi didukung oleh beberapa laporan saat ini, bahkan untuk batu

yang lebih kecil dari 1 cm.

Berikut ini dapat merusak perawatan batu yang sukses oleh SWL [260,

266-269]:

 sudut infundibular-pelvis yang curam;

 kaliks panjang;

 jarak kulit ke batu yang panjang;

 infundibulum sempit (Tabel 2.7.).

82
Parameter anatomi lebih lanjut belum dapat ditentukan. Langkah-

langkah pendukung seperti inversi, getaran atau hidrasi dapat

memfasilitasi pembersihan batu.

Tabel 2.7. Faktor-faktor yang tidak menguntungkan untuk

keberhasilan SWL untuk batu kaliks yang lebih rendah

Faktor-faktor yang membuat SWL kurang dipakai


Batu tahan gelombang kejut (kalsium oksalat monohidrat, kuas, atau sistin)
Steep infundibular-sudut panggul.
Long lower pole calyx (> 10 mm).
Infundibulum sempit (<5 mm).
Jarak antara kulit ke batu (> 10 cm)
Jika ada prediktor negatif untuk SWL, PNL dan RIRS mungkin

alternatif yang masuk akal, bahkan untuk bate yang lebih kecil. Bedah

ginjal retrograd tampaknya memiliki khasiat yang sebanding dengan SWL.

Pengalaman klinis terbaru telah menyarankan SFR dari RIRS yang lebih

tinggi dibandingkan dengan SWL, tetapi dengan mengorbankan invasi

yang lebih besar. Tergantung pada keterampilan operator, batu hingga 3 cm

dapat dirawat oleh RIRS. Namun, prosedur bertahap sering diperlukan.

Dalam kasus batu yang kompleks, pendekatan terbuka atau laparoskopi

adalah kemungkinan alternatif (lihat bab yang sesuai).

Gambar 2.38. Algoritma pengobatan untuk batu ginjal

83
*The term ‘Endourology’ encompasses all PNL and URS interventions.

PNL = percutaneous nephrolithotomy;

RIRS = retrograde renal surgery;

SWL = shock wave lithotripsy;

URS = ureterorenoscopy

84
2.9.3. Pengelolaan batu ureter

2.9.3.1. Jenis perawatan

2.9.3.1.1. Perawatan/pengamatan konservatif

Hanya ada data terbatas mengenai lintasan batu spontan sesuai dengan

ukuran batu. Diperkirakan bahwa 95% batu hingga 4 mm dilewatkan

dalam 40 hari.

Observasi layak dilakukan pada pasien yang tidak mengalami

komplikasi (infeksi, nyeri refrakter, kerusakan fungsi ginjal).

Berdasarkan analisis dari bukti yang tersedia, ukuran cut-off yang tepat

untuk batu yang kemungkinan akan lewat secara spontan tidak dapat

diberikan; <10 mm dapat dianggap sebagai perkiraan terbaik. Oleh

karena itu, Panel memutuskan untuk tidak memasukkan ukuran batu

tetapi merekomendasikan "kecil", menyarankan <6 mm. Panel

menyadari fakta bahwa pengusiran batu secara spontan menurun

dengan meningkatnya ukuran batu dan bahwa ada perbedaan antara

masing-masing pasien.

2.9.3.1.2. Perawatan farmakologis, Medical Expulsive Therapy

Medical Expulsive Therapy (MET) hanya boleh digunakan pada

pasien yang mendapat informasi. Perawatan harus dihentikan jika

komplikasi berkembang (infeksi, nyeri refrakter, kerusakan fungsi

85
ginjal). Beberapa zat sedang dibahas untuk MET. Ketika menggunakan

α-blocker untuk MET kemungkinan efek samping termasuk retrograde

ejaculation dan hipotensi.

Meta-analisis telah menunjukkan bahwa pasien dengan batu ureter

yang diobati dengan α-blocker atau nifedipine lebih mungkin untuk

melewati batu dengan episode colic yang lebih sedikit daripada yang

tidak menerima terapi. Namun, ada bukti yang kontradiktif antara

penelitian ini dan beberapa penelitian acak, multisenter, plasebo-

terkontrol, double-blinded yang menunjukkan terbatas, atau tidak,

manfaat menggunakan α-blocker, selain itu beberapa keuntungan

untuk batu ureter distal> 5 mm). Sebuah meta-analisis yang

diterbitkan, termasuk 55 uji coba dengan cut-off pencarian data pada 1

Juli 2015, termasuk publikasi yang dibahas di atas, bagian batu yang

dinilai sebagai hasil utama. Berdasarkan analisis sensitivitas yang

dirancang dengan baik dari meta-analisis ini, α-blocker

mempromosikan pengusiran batu secara spontan dari batu-batu besar

yang terletak di bagian manapun dari ureter.

Panel menyimpulkan bahwa MET tampaknya berkhasiat dalam

pengobatan pasien dengan batu ureter yang setuju dengan manajemen

konservatif. Manfaat terbesar mungkin di antara mereka dengan batu

yang lebih besar (distal).

86
Berdasarkan penelitian dengan jumlah pasien yang terbatas, tidak ada

rekomendasi untuk penggunaan kortikosteroid yang dikombinasikan

dengan α-blocker dalam MET dapat dibuat.

2.9.3.1.2.1. Durasi pengobatan terapi Medical Expulsive Therapy

Sebagian besar penelitian memiliki durasi satu bulan. Tidak ada data

yang tersedia untuk mendukung interval waktu lainnya.

2.9.3.1.3. Gelombang kejut lithotripsy

Untuk praktik klinis terbaik, lihat Bagian 2.9.2.1.4.1.2 (Batu ginjal).

Stenting

Stenting tidak direkomendasikan sebagai bagian dari SWL, karena

tidak meningkatkan SFR. Ketika stent dimasukkan, pasien sering

menderita frekuensi, disuria, urgensi, dan nyeri suprapubik.

87
2.9.3.1.4. Teknik endourologi

2.9.3.1.4.1. Ureterorenoscopy

Standar saat ini untuk ureterorenoscopes kaku adalah diameter ujung

<8 F. Rigid URS dapat digunakan untuk seluruh ureter. Namun,

perbaikan teknis, serta ketersediaan lingkup digital juga mendukung

penggunaan ureteroscopes fleksibel dalam ureter.

2.9.3.1.4.1.1. Kontraindikasi

Terlepas dari masalah umum, misalnya, dengan anestesi umum

atau UTI yang tidak diobati, URS dapat dilakukan pada semua

pasien tanpa kontraindikasi spesifik.

2.9.3.1.4.1.2. Praktik klinis terbaik dalam ureterorenoscopy (URS)

Akses ke saluran kemih bagian atas

Sebagian besar intervensi dilakukan di bawah anestesi umum,

meskipun anestesi lokal atau spinal dimungkinkan. Sedasi

intravena cocok untuk pasien wanita dengan batu ureter distal.

Antegrade URS adalah pilihan untuk bate ureter proksimal yang

besar dan terkena dampak (Bagian 2.9.3.1.4.2).

Aspek keselamatan

Peralatan fluoroskopi harus tersedia di OR. Kami

merekomendasikan penempatan kawat pengaman, meskipun

beberapa kelompok telah menunjukkan bahwa URS dapat

dilakukan tanpanya.

88
Dilator balon dan plastik harus tersedia, jika perlu.

Ureteroskopi kaku sebelumnya dapat membantu untuk

dilatasi optik diikuti oleh URS fleksibel, jika diperlukan. Jika akses

ureter tidak memungkinkan, penyisipan JJ stent diikuti oleh URS

setelah tujuh hingga empat belas hari menawarkan prosedur

alternatif. Bilateral URS selama sesi yang sama adalah layak

menghasilkan SFR serupa, tetapi sedikit lebih tinggi secara

keseluruhan (kebanyakan kecil) tingkat komplikasi.

Selubung akses ureter

Selubung akses ureter hidrofilik yang dilapisi, yang tersedia dalam

kaliber berbeda (diameter dalam dari 9 F ke atas), dapat

dimasukkan melalui kawat panduan, dengan ujung yang

ditempatkan di ureter proksimal.

Selubung akses uretra memungkinkan mudah, banyak,

akses ke saluran kemih bagian atas dan karena itu secara signifikan

memfasilitasi URS. Penggunaan selubung akses ureter

meningkatkan penglihatan dengan membentuk aliran keluar yang

kontinu, menurunkan tekanan intra-ginjal, dan berpotensi

mengurangi waktu operasi.

Penyisipan selubung akses ureter dapat menyebabkan

kerusakan saluran kemih, sedangkan risikonya paling rendah pada

sistem pra-stented. Tidak ada data tentang efek samping jangka

89
panjang yang tersedia. Penggunaan akses saluran kemih selubung

tergantung pada preferensi ahli bedah.

Ekstraksi batu

Tujuan dari URS adalah pemindahan batu yang lengkap. Strategi

“Dust and go” harus dibatasi pada perawatan batu besar (ginjal).

Batu dapat diekstraksi dengan forsep endoskopi atau

keranjang. Hanya keranjang yang terbuat dari nitinol yang dapat

digunakan untuk URS fleksibel.

Litotripsi intracorporeal

Sistem lithotripsy yang paling efektif adalah laser Ho: YAG, yang

saat ini merupakan standar optimal untuk ureterenoskopi dan

nefroskopi fleksibel (Bagian 2.9.2.1.4.1.2), karena efektif dalam

semua jenis batu. Sistem pneumatik dan AS dapat digunakan

dengan efikasi disintegrasi tinggi dalam URS rigid.

Namun, migrasi batu ke ginjal adalah masalah umum, yang

dapat dicegah dengan penempatan alat anti-migrasi khusus

proksimal dari batu. Terapi ekspulsi medis mengikuti Ho: YAG

laser lithotripsy meningkatkan SFR dan mengurangi episode kolik

(LE: 1b).

Stenting sebelum dan sesudah URS

90
Pemasangan rutin tidak diperlukan sebelum URS. Namun, pra-

stenting memfasilitasi pengelolaan batu ureteroskopi,

meningkatkan SFR, dan mengurangi komplikasi intra-operatif.

Uji coba prospektif acak telah menemukan bahwa stenting

rutin setelah URS tanpa komplikasi (penghilangan batu komplit)

tidak diperlukan; stenting mungkin berhubungan dengan

morbiditas pasca operasi yang lebih tinggi. Kateter ureter dengan

waktu tinggal yang lebih pendek (satu hari) juga dapat digunakan,

dengan hasil yang sama.

Stent harus dimasukkan pada pasien yang berisiko tinggi

mengalami komplikasi (mis., Trauma ureter, pecahan sisa,

perdarahan, perforasi, ISK, atau kehamilan), dan dalam semua

kasus yang meragukan, untuk menghindari keadaan darurat yang

menimbulkan stres. Durasi stenting yang ideal tidak diketahui.

Kebanyakan ahli urologi mendukung 1-2 minggu setelah URS.

Alpha-blockers mengurangi morbiditas stent ureter dan

meningkatkan tolerabilitas. Baru-baru ini diterbitkan meta-analisis

memberikan bukti untuk peningkatan tolerabilitas stent ureter

dengan tamsulosin.

MET setelah ureterenoscopy

MET mengikuti Ho: YAG laser lithotripsy mempercepat bagian

spontan dari fragmen dan mengurangi episode kolik.

91
2.9.3.1.4.1.3. Komplikasi

Tingkat komplikasi keseluruhan setelah URS adalah 9-25%.

Kebanyakan kecil dan tidak memerlukan intervensi. Avulsi reter

dan striktur jarang terjadi (<1%). Perforasi sebelumnya merupakan

faktor risiko paling penting untuk komplikasi.

2.9.3.1.4.2. Kateterasi ureterenoskopi perkutaneus

Penghilangan anterior perkutan batu ureter merupakan pertimbangan

dalam kasus tertentu, yaitu besar, berdampak pada ureter ureter

proksimal dengan sistem pengumpulan ginjal melebar, atau ketika

ureter tidak dapat menerima manipulasi retrograde.

2.9.3.1.5. Penghapusan batu ureter Laparoskopi

Beberapa penelitian telah melaporkan penghapusan batu laparoskopi

(Bagian 3.4.2.1.4.3). Prosedur-prosedur ini biasanya disediakan untuk

kasus-kasus khusus. Ketika keahlian tersedia, ureterolithotomy

laparoskopi dapat dilakukan untuk batu ureter proksimal besar sebagai

alternatif untuk URS atau SWL. Prosedur yang lebih invasif ini telah

menghasilkan SFRs yang tinggi dan menurunkan tingkat prosedur

tambahan.

92
2.9.3.2. Indikasi untuk penghilangan batu ureter aktif

Indikasi untuk penghapusan batu ureter aktif adalah:

 batu dengan kemungkinan lintasan spontan yang rendah;

 nyeri terus-menerus meskipun obat analgesik adekuat;

 obstruksi persisten;

 insufisiensi ginjal (gagal ginjal, obstruksi bilateral, atau ginjal

tunggal).

Untuk rekomendasi umum dan tindakan pencegahan, lihat Bagian 3.4.1.3.

Obesitas dapat menyebabkan tingkat keberhasilan yang lebih rendah

setelah SWL dan PNL dan dapat mempengaruhi pilihan perawatan.

2.9.3.2.1. Gangguan pendarahan

Ureterorenoskopi dapat dilakukan pada pasien dengan kelainan

perdarahan, dengan peningkatan komplikasi yang sedang (lihat juga

Bagian 3.4.1.3).

2.9.3.3. Pemilihan prosedur untuk menghilangkan batu ureter secara aktif

Secara keseluruhan SFR setelah URS atau SWL untuk batu ureter

sebanding. Namun, batu yang lebih besar tercapai status bebas batu

sebelumnya dengan URS. Meskipun URS efektif untuk batu ureter, ini

memiliki potensi komplikasi yang lebih besar. Namun, pada era

endourological saat ini, tingkat komplikasi dan morbiditas

ureterenoskopi telah berkurang secara signifikan. Telah ditunjukkan

93
bahwa URS adalah pilihan aman pada pasien obesitas (BMI> 30 kg /

m2) dengan SFR dan tingkat komplikasi yang sebanding. Namun, pada

pasien obesitas yang tidak sehat (BMI> 35 kg / m2) tingkat komplikasi

keseluruhan dua kali lipat.

Panel melakukan SR untuk menilai manfaat dan bahaya URS

dibandingkan dengan SWL. Dibandingkan dengan SWL, URS

dikaitkan dengan SFR yang secara signifikan lebih besar hingga empat

minggu, tetapi perbedaannya tidak signifikan pada tiga bulan dalam

studi yang disertakan. Ureterorenoscopy dikaitkan dengan lebih sedikit

perawatan ulang dan kebutuhan untuk prosedur sekunder, tetapi dengan

kebutuhan yang lebih tinggi untuk prosedur tambahan, tingkat

komplikasi yang lebih besar dan lebih lama tinggal di rumah sakit.

Penyeimbangan untuk SFR URS yang lebih tinggi, SWL dikaitkan

dengan morbiditas terkecil. Komplikasi grade Clavien-Dindo, jika

dilaporkan, lebih jarang pada pasien yang diobati dengan SWL.

94
2.9.4. Pengelolaan pasien dengan batu sisa

Masalah klinis sisa batu ginjal terkait dengan risiko berkembang:

 batu baru dari nidi tersebut (nukleasi heterogen);

 UTI persisten;

 dislokasi fragmen dengan / tanpa obstruksi dan gejala.

95
Risiko rekurensi pada pasien dengan sisa fragmen setelah pengobatan batu

infeksi lebih tinggi daripada batu lainnya. Untuk semua komposisi batu,

21-59% pasien dengan batu sisa membutuhkan perawatan dalam lima

tahun. Fragmen > 5 mm lebih mungkin daripada yang lebih kecil

membutuhkan intervensi. Ada bukti bahwa fragmen > 2 mm lebih

mungkin tumbuh, meskipun ini tidak terkait dengan peningkatan tingkat

intervensi ulang pada satu tahun tindak lanjut.

3.4.4.1. Terapi

Indikasi untuk penghilangan aktif batu sisa dan pemilihan prosedur

didasarkan pada kriteria yang sama seperti untuk perawatan batu utama

(Bagian 2.9.2.4) dan termasuk pengulangan SWL.

Jika intervensi tidak diperlukan, terapi medis menurut analisis batu,

kelompok risiko pasien, dan evaluasi metabolik dapat membantu

mencegah pertumbuhan kembali sisa fragmen.

96
2.9.5. Pengelolaan kelompok pasien tertentu

2.9.5.1. Pengelolaan batu kemih dan masalah terkait selama kehamilan

Penatalaksanaan klinis pasien urolitiasis yang hamil adalah kompleks dan

menuntut kerja sama erat antara pasien, ahli radiologi, ahli kandungan dan

ahli urologi.

Jika bagian spontan tidak terjadi, atau jika komplikasi berkembang

(misalnya, induksi persalinan prematur), penempatan stent ureter atau

tabung nefrostomi perkutan diperlukan. Sayangnya, terapi temporer ini

sering dikaitkan dengan toleransi yang buruk, dan mereka membutuhkan

pertukaran ganda selama kehamilan, karena potensi untuk encrustasi cepat.

Ureteroskopi telah menjadi alternatif yang masuk akal dalam situasi ini.

Meskipun penghapusan endoskopi dan perkutan batu ginjal yang dapat

dilakukan secara retrograd selama kehamilan tetap merupakan keputusan

individu dan harus dilakukan hanya di pusat yang berpengalaman.

Kehamilan tetap merupakan kontraindikasi mutlak untuk SWL.

2.9.5.2. Pengelolaan batu pada pasien dengan diversi urin

2.9.5.2.1. Etiologi

Pasien dengan diversi urin berisiko tinggi untuk pembentukan batu di

sistem pengumpulan ginjal dan saluran kencing atau di waduk saluran

atau benua. Faktor-faktor metabolik (hypercalciuria, hyperoxaluria dan

hypocitraturia), infeksi dengan bakteri penghasil urease, benda asing,

97
sekresi lendir, dan stasis urin bertanggung jawab untuk pembentukan

batu. Satu penelitian telah menunjukkan bahwa risiko batu-batu traktus

atas berulang pada pasien dengan diversi urin yang dikenai PNL adalah

63% pada lima tahun.

2.9.5.2.2. Manajemen

Batu-batu traktus atas yang lebih kecil dapat diperlakukan secara

efektif dengan SWL. Dalam mayoritas, endourologis teknik diperlukan

untuk mencapai status bebas batu. Pada individu dengan saluran

panjang, berliku atau dengan lubang ureter yang tidak terlihat,

pendekatan endoskopi retrograde mungkin sulit atau tidak mungkin.

Untuk batu di saluran, pendekatan trans-stomal dapat digunakan

untuk menghilangkan semua bahan batu (bersama dengan benda asing)

menggunakan teknik standar, termasuk litotripsi intracorporeal dan

endoskopi fleksibel. Manipulasi transstomal dalam diversi urin benua

harus dilakukan dengan hati-hati untuk menghindari gangguan dari

mekanisme kontinensia.

Sebelum mempertimbangkan pendekatan perkutan dalam kasus ini,

CT harus dilakukan untuk menilai keberadaan usus di atasnya, yang

bisa membuat pendekatan ini tidak aman, dan jika ada, pendekatan

bedah terbuka harus dipertimbangkan.

2.9.5.2.3. Pencegahan

98
Risiko rekurensi tinggi pada pasien ini. Evaluasi metabolik dan tindak

lanjut dekat diperlukan untuk mendapatkan parameter risiko untuk

pencegahan jangka panjang yang efektif. Tindakan pencegahan

termasuk manajemen medis kelainan metabolik, terapi yang tepat

untuk infeksi saluran kencing, dan hyperdiuresis atau irigasi reguler

dari waduk benua.

2.9.5.3. Pengelolaan batu pada pasien dengan kandung kemih neurogenik

2.9.5.3.1. Etiologi, presentasi klinis dan diagnosis

Pasien dengan kandung kemih neurogenik mengembangkan batu

saluran kemih karena faktor risiko tambahan seperti bakteriuria,

pelvisaliektasis, VUR, jaringan parut ginjal, rekonstruksi saluran

kemih bawah, dan defek tulang belakang toraks. Penyebab paling

umum adalah stasis urin dan infeksi. Kateter dan bedah yang berdiam

interposisi segmen usus untuk pengobatan disfungsi kandung kemih

baik memfasilitasi ISK. Meskipun batu dapat terbentuk pada setiap

tingkat saluran kemih, mereka lebih sering terjadi di kandung kemih;

terutama jika pembesaran kandung kemih telah dilakukan.

Diagnosis batu mungkin sulit dan tertunda tanpa adanya gejala

klinis karena gangguan sensorik dan disfungsi vesicourethral.

Kesulitan dalam self-kateterisasi harus mengarah pada kecurigaan dari

batu kandung kemih. Studi pencitraan diperlukan (US, CT) untuk

mengkonfirmasi diagnosis klinis sebelum intervensi bedah.

99
2.9.5.3.2. Manajemen

Di Pasien MMC (myelomeningocele), alergi lateks adalah umum, oleh

karena itu, tindakan yang tepat harus diambil tanpa perawatan. Setiap

operasi pada pasien ini harus dilakukan di bawah anestesi umum

karena ketidakmungkinan menggunakan anestesi spinal. Deformitas

tulang sering memperumit posisi di meja operasi. Risiko pembentukan

batu setelah pembesaran cystoplasty pada pasien immobile dengan

gangguan sensorik dapat dikurangi secara signifikan oleh protokol

irigasi.

Untuk pencegahan batu jangka panjang yang efisien pada pasien

dengan kandung kemih neurogenik, koreksi gangguan metabolik,

pengendalian infeksi yang tepat, dan pemulihan fungsi penyimpanan /

void yang normal dari kandung kemih diperlukan.

2.9.5.4. Pengelolaan batu ginjal yang ditransplantasikan

2.9.5.4.1. Etiologi

Pasien transplantasi bergantung pada ginjal soliter mereka untuk fungsi

ginjal. Gangguan yang menyebabkan stasis / obstruksi urin karena itu

memerlukan intervensi segera atau drainase ginjal yang

ditransplantasikan. Faktor risiko pada pasien ini berlipat ganda:

100
 imunosupresi meningkatkan risiko infeksi, menghasilkan UTI

berulang;

 filtrasi hipertrofi, urin yang berlebihan alkali, asidosis tubulus

ginjal, dan peningkatan kalsium serum yang disebabkan oleh

hiperekatiroidisme tersier yang persisten merupakan faktor

risiko biokimia.

Batu di allografts ginjal memiliki kejadian 0,2-1,7%.

2.9.5.4.2. Manajemen

Memilih teknik yang tepat untuk menghilangkan batu di ginjal yang

ditransplantasikan itu sulit, meskipun prinsip-prinsip manajemennya

mirip dengan yang diterapkan pada unit ginjal tunggal lainnya. Faktor

tambahan seperti fungsi transplantasi, status koagulatif, dan hambatan

anatomi karena posisi iliaka organ, secara langsung mempengaruhi

strategi bedah.

Untuk batu besar atau ureter, akses perkutan yang hati-hati dan

endoskopi antegrade berikutnya lebih menguntungkan. Pengenalan

ureteroscopes kecil yang fleksibel dan laser holmium telah menjadikan

ureterenoskopi sebagai pilihan pengobatan yang valid untuk

transplantasi batu. Namun, orang harus menyadari potensi cedera ke

101
organ yang berdekatan. Akses retrograde ke ginjal yang

ditransplantasikan sulit karena lokasi anterior dari anastomosis ureter,

dan tortilla ureter.

2.9.5.4.3. Masalah khusus dalam pemindahan batu

Tabel 2.8. Masalah khusus dalam pemindahan batu

Calyceal diverticulum stones • Shock wave lithotripsy (SWL),

nefrolitotomi perkutan (PNL) (jika

mungkin) atau operasi ginjal

retrograde (RIRS).

• Dapat juga diangkat

menggunakan bedah

retroperitoneal laparoskopi.

• Pasien dapat menjadi asimtomatik

karena disintegrasi batu (SWL),

sementara material batu yang

hancur baik tetap berada di posisi

semula untuk mempersempit leher

kelopak mata.
Horseshoe kidneys • Dapat diperlakukan sesuai dengan

opsi yang dijelaskan di atas.

• Bagian fragmen setelah SWL

mungkin buruk.

• SFR yang dapat diterima dapat

dicapai dengan ureteroskopi

102
fleksibel
Batu di pelvis ginjal • Operasi SWL, RIRS, PNL atau

laparoskopi.

• Pada pasien obesitas, pilihannya

adalah RIRS, PNL atau operasi

terbuka.
Stones formed in a continent • Lihat Bagian 3.4.4.

reservoir • Setiap batu harus

dipertimbangkan dan diperlakukan

secara individual
Patients with obstruction of the • Ketika kelainan aliran keluar

ureteropelvic junction membutuhkan koreksi, batu dapat

diangkat oleh PNL bersama dengan

endometrielotomi perkutan atau

bedah rekonstruksi terbuka /

laparoskopi.

• Ureterorenoskopi bersama dengan

endopelotomi dengan laser

holmium: yttriumaluminium-

garnet.

• Insisi dengan kateter balon

Acucise® dapat dipertimbangkan,

sediakan

batu dapat dicegah agar tidak jatuh

ke dalam insisi pelvi-ureter.

103
• Operasi terbuka dengan koreksi

obstruksi UPJ (pyeloplasty) dan

pemindahan batu adalah pilihan

yang layak.

2.9.6. Pengelolaan urolitiasis pada anak-anak

Tingkat urolithiasis telah meningkat di negara maju, dan telah terjadi

pergeseran pada kelompok usia yang mengalami episode batu pertama.

Lebih dari 1% dari semua batu kemih terlihat pada pasien berusia <18

tahun. Sebagai akibat dari malnutrisi dan faktor rasial, urolitiasis pediatrik

tetap merupakan penyakit endemik di beberapa area (misalnya, Turki dan

Timur Jauh); di tempat lain, angka ini mirip dengan yang diamati di negara

maju.

2.9.6.1. Penghapusan batu

Beberapa faktor harus dipertimbangkan ketika memilih prosedur

perawatan untuk anak-anak. Dibandingkan dengan orang dewasa, anak-

anak melewatkan fragmen lebih cepat setelah SWL. Untuk prosedur

endourological, organ yang lebih kecil pada anak-anak harus

dipertimbangkan ketika memilih instrumen untuk PNL atau URS.

Komposisi batu harus diambil ke dalam akun ketika memilih prosedur

yang tepat untuk pemindahan batu (batu sistin lebih tahan terhadap SWL).

2.9.6.1.1. MET pada anak-anak

104
Terapi ekspulsif medis telah dibahas dalam Bagian 2.9.3.1.2 tetapi

tidak menangani anak-anak. Meskipun penggunaan α-blocker sangat

umum pada orang dewasa, ada data yang terbatas untuk menunjukkan

keamanan dan kemanjuran mereka pada anak-anak; Namun,

tamsulosin tampaknya mendukung jalan batu.

2.9.6.1.2. Extracorporeal shock wave lithotripsy

Extracorporeal shock wave lithotripsy tetap merupakan prosedur

paling invasif untuk pengelolaan batu pada anak-anak.

Tingkat bebas batu dari 67-93% dalam jangka pendek dan 57-92%

dalam studi tindak lanjut jangka panjang telah dilaporkan. Pada anak-

anak, dibandingkan dengan orang dewasa, SWL dapat mencapai

disintegrasi batu-batu besar yang lebih efektif, bersama dengan

limpahan yang lebih cepat dan tidak rumit dari fragmen besar. Seperti

pada orang dewasa, laju pengiriman gelombang kejut yang lambat

dapat meningkatkan tingkat pembersihan batu. Batu-batu yang terletak

dalam kalis, serta di ginjal yang tidak normal, dan batu-batu besar,

lebih sulit dihancurkan dan jernih. Kemungkinan obstruksi saluran

kemih lebih tinggi dalam kasus seperti itu, dan anak-anak harus diikuti

dengan seksama untuk risiko berkemih berkepanjangan saluran

obstruksi. Tingkat retensi adalah 13,9-53,9%, dan kebutuhan untuk

prosedur tambahan dan / atau tambahan Intervensi adalah 7-33%.

Kebutuhan anestesi umum selama SWL tergantung pada usia

pasien dan lithotripter yang digunakan. Anestesi umum atau disosiatif

105
diberikan pada sebagian besar anak usia <10 tahun, untuk mencegah

pasien dan gerakan batu dan kebutuhan untuk reposisi. Dengan

lithotripters modern, sedasi intravena atau analgesia yang dikontrol

pasien telah digunakan pada anak-anak kooperatif yang lebih tua. Ada

kekhawatiran mengenai keamanan dan efek biologis potensial dari

SWL pada ginjal yang belum matang dan organ-organ sekitarnya pada

anak-anak. Namun, selama follow-up jangka pendek dan jangka

panjang, tidak ada efek samping fungsional atau morfologis ireversibel

dari gelombang kejut highenergy yang telah ditunjukkan. Selain itu,

ketika potensi kerusakan fungsi ginjal diperhitungkan (walaupun

sementara), membatasi jumlah gelombang kejut dan energi yang

digunakan selama setiap sesi pengobatan membantu melindungi ginjal.

Jika beban batu membutuhkan stent ureter, prosedur alternatif

harus dipertimbangkan. Ureteral stent jarang diperlukan setelah SWL

dari batu saluran atas, ureter pre-stenting menurunkan SFR setelah

perawatan awal.

2.9.6.1.3. Prosedur endourologis

Peningkatan perangkat lithotripsy intracorporeal dan pengembangan

instrumen yang lebih kecil memfasilitasi PNL dan URS pada anak-

anak.

2.9.6.1.3.1. Nefrolitotomi perkutan

106
Evaluasi pre-operatif dan indikasi untuk PNL pada anak-anak serupa

dengan pada orang dewasa. Dengan memberikan instrumen ukuran

yang sesuai dan panduan US digunakan, usia bukanlah faktor

pembatas, dan PNL dapat dilakukan dengan aman oleh operator yang

berpengalaman, dengan paparan radiasi yang lebih sedikit, bahkan

untuk batu besar dan kompleks. Tarif bebas-batu adalah antara 68%

dan 100% setelah satu sesi, dan meningkat dengan langkah-langkah

tambahan, seperti PNL, SWL dan URS yang kedua.

Untuk orang dewasa, tubeless PNL aman pada anak-anak, dalam

kasus-kasus yang dipilih dengan baik.

2.9.6.1.3.2. Ureteroskopi

Meskipun SWL masih merupakan pengobatan lini pertama untuk

kebanyakan batu ureter, kemungkinan tidak akan berhasil untuk batu

berdiameter> 10 mm, atau untuk batu yang terkena dampak, kalsium

oksalat monohidrat atau batu sistin, atau batu pada anak-anak dengan

anatomi yang tidak baik dan pada siapa lokalisasi sulit.

Jika SWL tidak menjanjikan, ureterenoskopi dapat digunakan.

Dengan pengenalan klinis instrumen smallercalibre, modalitas ini telah

107
menjadi pengobatan pilihan untuk batu ureter distal menengah dan

besar pada anak-anak.

Teknik lithotripsy yang berbeda, termasuk ultrasonik, pneumatik

dan laser lithotripsy, semuanya aman dan efektif.

Flexible URS

Meskipun ada kekhawatiran tentang potensi risiko dan komplikasi

yang terkait dengan pembedahan endoskopi sistem ureter dan

pengumpul halus anak-anak, dengan pengembangan endoskopi ukuran

yang lebih kecil, ureterenoskopi fleksibel (RIRS) telah menjadi

modalitas pengobatan yang berkhasiat untuk batu ginjal dan ureter dan

mungkin menjadi pilihan pengobatan yang sangat efektif untuk batu

kaliks yang lebih rendah di hadapan faktor yang tidak menguntungkan

untuk SWL.

Mirip dengan orang dewasa, pemasangan rutin tidak diperlukan

sebelum URS. Namun, meninggalkan stent ureter untuk sesi

berikutnya harus dipertimbangkan dalam kasus kegagalan

ureterenoskopi. Pre-stenting memfasilitasi URS, meningkatkan SFR

dan menurunkan tingkat komplikasi.

Untuk batu ginjal besar dan kompleks, PNL memiliki SFR yang

lebih tinggi dibandingkan dengan RIRS, tetapi RIRS dikaitkan dengan

108
paparan radiasi berkurang, tingkat komplikasi lebih rendah dan masa

inap di rumah sakit lebih pendek. Pengalaman tim bedah sangat

penting untuk keberhasilan kedua teknik endourological.

2.9.6.1.3.3. Operasi terbuka atau laparoskopi

Sebagian besar batu pada anak-anak dapat dikelola oleh SWL dan

teknik endoskopi. Oleh karena itu, tingkat prosedur terbuka telah

menurun secara signifikan. Indikasi untuk operasi meliputi: kegagalan

terapi primer untuk pemindahan batu; anak-anak yang sangat muda

dengan batu-batu yang rumit; obstruksi kongenital yang membutuhkan

koreksi bedah simultan; deformitas ortopedi berat yang membatasi

posisi untuk prosedur endoskopi; dan posisi ginjal yang abnormal.

Operasi terbuka dapat diganti dengan prosedur laparoskopi di tangan

yang berpengalaman.

2.9.6.1.3.4. Pertimbangan khusus tentang pencegahan

kekambuhan

Semua pembentuk batu anak membutuhkan evaluasi metabolik dan

pencegahan kekambuhan sehubungan dengan jenis batu yang

terdeteksi. Dalam batu radiolusen, kemolysis oral dapat dianggap

sebagai alternatif untuk SWL. Dalam kasus patologi obstruktif dalam

hubungan dengan kelainan metabolik yang ditetapkan, pengobatan

109
tidak boleh ditunda. Anak-anak berada dalam kelompok risiko tinggi

untuk kekambuhan batu.

2.10. PENCEGAHAN
Tindakan selanjutnya yang tidak kala penting setelah batu dikeluarkan dari

saluran kemih adalah pencegahan atau menghindari terjadinya

kekambuhan. Angka kekambuhan batu saluran kemih rata-rata 7% per

tahun atau kurang lebih 50% tahun dalam 10 tahun.11


Pencegahan dilakukan berdasarkan kandungan dan unsur yang

menyusun batu saluran kemih dimana hasil ini didapat dari analisis batu.

Tindakan pencegahan yang dapat dilakukan dengan pengaturan diet

makanan, cairan dan aktivitas serta perawatan pasca operasi untuk

mencegah terjadinya komplikasi pasca operasi.11


Beberapa tindakan gaya hidup yang dapat dimodifikasi dalam

upaya pencegahan kekambuhan urolithiasis adalah:11


1) Cairan
Strategi pengobatan yang umum digunakan pada urolithiasis yang

bukan disebabkan karena infeksi bakteri adalah dengan

meningkatkan konsumsi air. Peningkatan konsumsi air setiap hari

dapat mengencerkan urin dan membuat konsentrasi pembentuk

urolithiasis berkurang. Selain itu, saat mengkonsumsi makanan

yang cenderung kering hendaknya mengkonsumsi air yang banyak.

Konsumsi air sebanyak-banyaknya dalam satu hari minimal 8 gelas

atau setara dengan 2-3 liter per hari .41


Pencegahan lain dapat dilakukan dengan mengkonsumsi air

jeruk nipis atau jeruk lemon yang berfungsi sebagai penghambat

pembentukan batu ginjal jenis kalsium dengan mekanisme

110
utamanya yaitu menghambat pembentukan batu kalsium melalui

reaksi pemutusan ikatan antara kalsium oksalat maupun kalsium

posfat oleh sitrat, sehingga pada akhir reaksi akan terbentuk

senyawa garam yang larut air, endapan kalsium tidak terbentuk dan

tidak tidak terbentuk batu saluran kemih jenis batu kalsium.

Asupan jeruk nipis yang rendah dapat menyebabkan hipositraturia

dimana kemungkinan dapat meningkatkan resiko terbentuknya

batu.11,17
2) Makanan11,17
a. Konsumsi makanan seperti ikan dan kurangi konsumsi

oksalat (seperti daging) untuk menurunkan oksalat dalam

urin dan resiko pembentukan batu oksalat.


b. Mengurangi diet protein hewani dan purin lainnya untuk

menurunkan kadar asam urat dalam urin dan resiko

pembentukan batu asam urat.


c. Mengurangi makanan yang mengandung tinggi kadar

garam karena dapat meningkatkan rasa haus, selain itu

garam akan mengambil banyak air dari dalam tubuh

sehingga tubuh akan mengalami dehidrasi tanpa disadari.

Disarankan jika terlalu banyak mengkonsumsi garam

hendaknya anda imbangi dengan mengkonsumsi banyak

air yang berfungsi untuk melarutkan garam yang ada di

dalam tubuh
d. Meningkatkan diet kalsium untuk mengikat oksalat di

usus dan dengan demikian akan menurunkan kadar

oksalat dalam urin.

111
3) Aktivitas
Aktivitas fisik sangat dianjurkan untuk mencegah terjadinya

urolithiasis. Tingginya aktivitas yang dilakukan dengan

diimbangi asupan cairan yang seimbang maka ada kemungkinan

akan memperkecil resiko terjadinya pembentukan batu, latihan

fisik seperti treadmill atau aerobic ini dapat dilakukan selama 1

jam/ hari selama 5 hari atau anda dapat melakukan olahraga lari

selama 20 meter/ menit selama 5 hari.17

Aktivitas fisik dapat menyebabkan kehilangan banyak

cairan sehingga memungkinkan untuk berada dalam kondisi

dehidrasi tanpa disadari maka dari itu disarankan untuk

mempertahankan hidrasi (cairan) dalam tubuh sebanyak-

banyaknya selama melakukan aktivitas, khususnya aktivitas

berat seperti latihan fisik (treadmill) untuk mengganti ciaran

tubuh yang hilang saat melakukan aktivitas.17

4) Dukungan sosial
Dukungan sosial merupakan salah satu indikator yang dapat

mempengaruhi kualitas hidup seseorang. Dukungan sosial dapat

diberikan dari keluarga dan lingkungan sekitar dapat

meningkatkan keoptimisan pada diri sendiri untuk sembuh dari

penyakit dan memiliki kehidupan yang lebih baik. Dukungan

yang dapat diberikan berupa memberikan dukungan kepada

orang lain untuk beradaptasi dengan kondisinya saat ini.17


2.11.KOMPLIKASI

112
Batu mungkin dapat memenuhi seluruh pelvis renalis sehingga dapat

menyebabkan obstruksi total pada ginjal, pasien yang berada pada tahap

ini dapat mengalami retensi urin sehingga pada fase lanjut ini dapat

menyebabkan hidronefrosis dan akhirnya jika terus berlanjut maka dapat

menyebabkan gagal ginjal yang akan menunjukkan gejala-gejala gagal

ginjal seperti sesak, hipertensi, dan anemia. Selain itu stagnansi batu pada

saluran kemih juga dapat menyebabkan infeksi ginjal yang akan berlanjut

menjadi urosepsis dan merupakan kedaruratan urologi, keseimbangan

asam basa, bahkan mempengaruhi beban kerja jantung dalam memompa

darah ke seluruh tubuh.17

2.12. PROGNOSIS
Prognosis batu saluran kemih tergantung dari besar batu,letak batu,adanya

infeksi dan adanya obstruksi.Makin jaringan dan adanya infeksi karena

faktor obstruksi akan dapat menyebabkan penurunan fungsi ginjal

sehingga prognosis menjadi jelek.27

113
BAB III
KESIMPULAN

1. Urolithiasis adalah suatu kondisi dimana dalam saluran kemih individu


terbentuk batu berupa kristal yang mengendap dari urin.
2. Prevalensi seumur hidup penyakit batu ginjal diperkirakan 1% hingga
15%, bervariasi menurut usia, jenis kelamin, ras, dan lokasi geografis.
3. Faktor intrisik terjadinya batu saluran kemih yaitu herediter (keturunan),
umur dan jenis kelamin. sedangkan faktor ekstrinsik meliputi
geografi,iklim dan cuaca, asupan air, diet/pola makan, pekerjaan, stress,
olahraga , kegemukan, kebiasaan menahan BAK, dan tinggi rendahnya pH
air kemih.
4. Manifestasi klinik batu saluran kemih antara lain nyeri , hematuri, infeksi ,
demam serta mual dan muntah.
5. Batu saluran kemih pada umumnya mengandung unsure kalsium oksalat
atau kalsium fosfat, asam urat, magnesium-amonium-fosfat (MAP),
xanthin, dan sistin, silikat, dan senyawa lainnya.
6. Penegakkan diagnosis batu saluran kemih dengan anamnesis dimana
menemukan faktor resiko, pemeriksaan fisis, dan pemeriksaan penunjang
(ultrasonografi dan pemeriksaan radiograf, urogram) , serta investigasi
biokimiawi (pemeriksaan laboratorium rutin, sampel dan air kemih).
7. Batu dapat dikeluarkan dengan cara medikamentosa, dipecahkan dengan
ESWL, melalui tindakan endoroulugi, bedah laparoskopi, atau pembedahn
terbuka.

114
DAFTAR PUSTAKA

1. Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. Buku Ajar Ilmu

Penyakit Dalam. Jilid I. Edisi IV. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu

Penyakit Dalam FKUI. Jakarta. 2006.


2. Ratu G, Badji A. Profil analisis batu saluran kemih di laboratorium

patologi klinik. Indonesian Journal of Clinical Pathology and Medical

Laboratory, Vol. 12, No. 3, Juli 2006: 114-117. Makassar


3. M. Sya’bani, Syakib Bakri, Pudji Rahardjo. Batu Saluran Kemih. Dalam :

Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 2 Ed 4. Balai Penerbit FKUI Jakarta

2006 ; 377-379
4. Anne W., Allison Grant. Dasar-dasar Anatomi dan Fisiologi. Salemba

Medika. Hal 224-42.


5. Netter FH. Atlas of Human Anatomy. 4th ed. US: Saunders; 2006.
6. Scanlon VC, Sanders T. Essential of anatomy and physiology. 5th ed. US:

FA Davis Company; 2007.


7. Van de Graaf KM. Human anatomy. 6th ed. US: The McGraw-Hill

Companies; 2001.
8. Guyton dan Hall. 2007. Buku Ajar FISIOLOGI KEDOKTERAN Edisi II.

EGC: Jakarta

9. Sherwood, Lauralee. 2001. Fisiologi Manusia: dari Sel ke Sistem. Edisi 2.


Jakarta : EGC.
10. Mehmed, M.M., & Ender O., (2015). Effect of urinary stone disease and

it’s treatment on renal function. World J Nephrol: 4(2): 271-276


11. Prabowo, E., & Pranata, A.E. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Sistem

Perkemihan Pendekatan NANDA, NIC dan NOC. Yogyakarta: Nuha

Medika. 2014

115
12. Colella, J., Kochis, E., Galli, B., & Manuver, R. Urolithiasis/

Nephrolithiasis: What’s It Alla About?. Urology Nursing. Vol. 24. No. 6:

427-449. 2005
13. Basuki B Purnomo. Batu Saluran Kemih dalam Dasar-dasar Urologi,

Malang, Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya, 2015, 87-101.


14. Nur Lina. 2008. Faktor-faktor risiko kejadian batu saluran kemih pada

laki-laki [tesis]. Semarang(ID) : Univesitas Diponegoro Semarang.


15. Retno S., dkk. 2013. Faktor risiko yang berhubungan dengan kejadian

Kristal batu saluran kemih di Desa Mrisi Kecamatan Tanggungharjo

Kabupaten Grobongan. Jurnal Kesehatan Lingkungan Indonesia. Volume

12 No.2: 100-5.
16. Langston C, Gisselman K, Palma D, McCue J. Diagnosis of

Urolithiasis.Available from

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/18833542. Di akses pada tanggal 17

Mei 2018.
17. Fwu, C.W., Eggers, P.W., Kimmel, P.L., Kusek, J.W., & Kirkali, Z.

Emergency department visits, use of imaging, and drugs for urolithiasis

have incerased in the United States. Kidney International: 83, 479-486.

2013
18. Smith RD., Urinary Stones in General Urology, 10th ed, California, Lange

Medical Publications, Los Altes, 94022: 222–31.


19. Hardjoeno, dkk. Profil Analisis Batu Saluran Kemih di Laboratorium

Patologi Klinik.
20. Tiselius HG, Ackerman D, Alken P, dkk. Guidelines on urolithiasis. Dalam

: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/entrez/query.fcgi?cmd=pubmed&dopt.

www.google.com .Di akses pada tanggal 17 Mei 2018.

116
21. Bruno Muzio dan Jeremy Jones, Urolithiasis Available from :

http://radiopaedia.org/articles/urolithiasis. www.google.com .Accessed at

May 17 2018.
22. J Kevin Smith,Chief Editor: Eugene C Lin, Urinary Calculi

Imaging,Availablefromhttp://emedicine.medscape.com/article/381993

overview.www.google.com . Accessed at May 18 2018.


23. W Schrier, Robert. Manual of Nephrology: Diagnosis and Therapy. 5th

Edition. Lippincott Williams & Wilkins Publishers. October 1999. hal 12


24. Lesmana L. Batu Empedu dalam Buku Ajar Penyakit Dalam Jilid 1. Edisi

IV. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

2007.479 – 481.
25. Anonym. https://emedicine.medscape.com/article/438890-workup#c5.

Accessed at May 18 2018.


26. Wiharto K. Kedokteran Nuklir dan Aplikasi Teknik Nuklir dalam

Kedokteran. PSPKR-Batan. 1996 Agustus 20-21: 9.


27. Sjamsuhidayat R, de Jong W. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta:

Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2005. 570-9.

28. Turk C, Knoll, dkk. 2017. Guadlines on Urolithiasis. European Association


of Urology. Hal 13-36.

117

Anda mungkin juga menyukai