Anda di halaman 1dari 32

BAB 1

PENDAHULUAN

Tubuh manusia terdiri dari dua bagian utama yaitu bagian yang padat dan

bagian yang cair. Bagian padat terdiri dari tulang, kuku, otot, dan jaringan yang

lain. Sedangkan bagian yang cair berupa cairan intraselular dan ekstraselular.

Cairan ekstraseluler dibagi menjadi plasma darah dan cairan interstitial. Dalam

cairan ekstraseluler dan intraseluler, terdapat elektrolit-elektrolit utama yang

berbeda. Elektrolit utama dalam cairan ekstraseluler adalah natrium dan klorida,

sedangkan elektrolit utama dalam cairan intraseluler adalah kalium, magnesium,

kalsium, dan fosfat.1,2

Cairan dan elektrolit di dalam tubuh merupakan satu kesatuan yang tidak

terpisahkan. Komposisi cairan dan elektrolit di dalam tubuh sudah diatur

sedemikian rupa agar keseimbangan fungsi organ vital dapat dipertahankan.

Keseimbangan cairan dan elektrolit berarti adanya distribusi yang normal dari air

tubuh total dan elektrolit ke dalam seluruh bagian tubuh. Keseimbangan cairan

dan elektrolit saling bergantung satu dengan yang lainnya, jika salah satu

terganggu maka akan berpengaruh pada yang lainnya. Gangguan keseimbangan

cairan dan elektrolit dalam tubuh dapat terjadi pada keadaan diare, muntah-

muntah, sindrom malabsorbsi, ekskresi keringat yang berlebih pada kulit,

pengeluaran cairan yang tidak disadari (insesible water loss) secara berlebihan

oleh paru-paru, perdarahan, berkurangnya kemampuan pada ginjal dalam

mengatur keseimbangan cairan dan elektrolit dalam tubuh. Dalam keadaan

1
tersebut, pasien perlu diberikan terapi cairan agar volume cairan tubuh yang

hilang, dengan segera dapat digantikan.3

Terapi cairan merupakan terapi yang sangat mempengaruhi keberhasilan

penanganan pasien kritis. Selain dapat mengganti cairan yang hilang, terapi cairan

dapat dilakukan untuk mengganti kehilangan cairan yang sedang berlangsung,

mencukupi kebutuhan per hari, mengatasi syok, dan mengatasi kelainan akibat

terapi lain. Administrasi terapi cairan melalui intravena adalah salah satu rute

terapi yang paling umum dan penting dalam pengobatan pasien bedah, medis dan

sakit kritis.4

Cedera kepala merupakan salah satu jenis cedera yang terbanyak di Unit

Gawat Darurat rumah sakit. Banyak pasien cedera kepala berat meninggal

sebelum tiba di rumah sakit, dan sekitar 90 % kematian sebelum pasien ke rumah

sakit disebabkan karena cedera kepala. Pasien yang dapat bertahan hidup dari

cedera kepala seringkali menderita kecacatan neurofisiologis yang akan

menyebabkan ketidakmampuan untuk bekerja atau aktifitas sosial

lainnya.Beberapa Rumah sakit di Amerika tercacata sekitar 51.000 orang amerika

meninggal setiap tahunnya karena cedera kepala. Cedera kepala sedang terjadi

sekitar 80-90% dari kejadian yang ditemui di UGD. Pada tahun 2007 sekitar 10

juta orang atau lebih menderetia cedera kepala setiap tahunnya.5,6

BAB II

2
TINJAUAN PUSTAKA

I. Cairan Tubuh.

A. Kebutuhan Cairan Tubuh bagi Manusia.

Kebutuhan cairan merupakan bagian dari kebutuhan dasar manusia

secara fisiologis kebutuhan ini memiliki proporsi besar dalam bagian tubuh

dengan hampir 90% dan total berat badan. Sementara itu, sisanya merupakan

bagian padat dari tubuh. Tubuh manusia dibagi menjadi 2 komponen, yaitu

intacellular space (ICS) dan extracellular space (ECS). Extracellular space

dibagi lagi menjadi 3 kompartemen, yaitu intavascular space, interstitial

space, dan transcellular space. Secara keseluruhan, persentase cairan tubuh

berbeda berdasarkan usia.7

Total Body Water (TBW) bayi baru lahir (neonatus) sekitar 90% dari

total berat badan, pria dewasa 57% dari total berat badan, wanita dewasa 55%

dari total berat badan, dan dewasa tua 45% dari total berat badan. TBW akan

menurun signifikan selama 6 bulan awal kehidupan dan pada usia dewasa

mencapai 60 %. Extacellular fluid mencermainkan sebagian dari TBW dan

menurun dari 40% pada neonatus menjadi 20-25% pada dewasa. ICF tidak

banyak bervariasi selama masa bayi, dari 30% saat lahir menjadi 40% di usia

dewasa. Komposisi ECF atau plasma sama pada neonatus, anak-anak, dan

dewasa tetapi dehidrasi terjadi lebih cepat pada anak-anak karena

membutuhkan lebih banyak cairan. Selain itu, persentase jumlah cairan tubuh

yang bervariasi juga bergantung pada lemak dalam tubuh dan jenis kelamin.

Jika lemak dalam tubuh sedikit, maka cairantubuh pun lebih besar.7

3
Kebutuhan air
Usia
Jumlah air dalam 24 jam ml/kg berat badan

3 hari 250-300 80-100

1 tahun 1150-1300 120-135

2 tahun 1350-1500 115-125

4 tahun 1600-1800 100-110

10 tahun 2000-2500 70-85

14 tahun 2200-2700 50-60

18 tahun 2200-2700 40-50

Dewasa 2400-2600 20-30

Tabel 1. Kebutuhan air berdasarkan usia dan beret badan.7

B. Pengaturan kebutuhan cairan dan elektrolit dalam tubuh.

Pengaturan kebutuhan cairan dan elektrolit dalam tubuh diatur oleh

ginjal, kulit, paru-paru dan gastrointestinal.

1. Ginjal

4
Ginjal merupakan organ yang memiliki peran cukup besar dalam

pengaturan kebutuhan cairan dan elektrolit. Hal ini pada fungsi ginjal yakni

sebagai pengatur air, pengatur konsentrasi garam dalam darah, pengatur

keseimbangan asam basa darah, dan pengaturan eksresi bahan buangan atau

kelebihan garam.7

Fungsi ginjal terkait dengan pematangan dan ukuran nefronyang

memiliki kemampuan untuk menyaring darah dan mengumpulkan filtrat. Saat

lahir, ginjal masih belum berkembang dan daerah reabsorptif dari sel-sel

tubular kecil. Dengan demikian, neonatus tidak dapat memekatkan urin secara

efektif seperti orang dewasa, dan mereka tidak dapat mengeluarkan banyak

garam. Setelah satu bulan, ginjal mencapai sekitar 60% dari pematangan

mereka tetapi area reabsorptif dari sel tubular masih kecil dan juga kapasitas,

misalnya, untuk reabsorpsi glukosa atau ekskresi kalium lebih rendah

daripada orang dewasa. Dalam dua tahun pertama, kematangan dan fungsi

ginjal meningkat pesat dan mencapai tingkat dewasa.7

Proses pengaturan kebutuhan keseimbangan air ini diawali oleh

kemampuan bagian ginjal seperti glomerulus sebagai penyaring cairan. Rata-

rata setiap satu liter darah mengandung 500 cc plasma yang mengalir melalui

glomerulus, 10 persennya disaring keluar. Cairan yang tersaring (filtrate

glomerulus), kemudian mengalir melalui tubuli renalisyang sel-selnya

menyerap semua bahan yang dibutuhkan. Jumlah urine yang diproduksi ginjal

dapat dipengaruhi oleh ADH dan aldosteron dengan rata-rata 1

ml/kg/bb/jam.1

5
2. Kulit

Kulit merupakan bagian penting dalam pengaturan cairan yang terkait

dengan proses pengaturan panas. Proses ini diatur oleh pusat pengatur panas

yang disarafi oleh vasomotorik dengan kemampuanmengendalikan

arteriolakutan dengan cara vasodilatasi dan vasokontriksi. Banyak darah yang

mengalir melalui pembuluh darah dalam kulit mempengaruhi jumlah keringat

yang dikleluarkan. Proses pelepasan panas kemudian dapat dilakukan dengan

cara penguapan.8

Keringat merupakan sekresi aktif dari kelenjar keringat di bawah

pengendalian saraf simpatis. Melalui kelenjar keringat ini suhu dapat

diturunkan dengan melepaskan air yang jumlahnya kurang lebih setengah liter

sehari. Perangsangan kelenjar keringat dapat diperoleh dari aktivitas otot,

suhu lingkungan dan melalui kondisi tubuh yang panas.8

Proses pelepasan panas lainnya dilakukan melalui cara pemancaran

yaitu dengan melepaskan panas ke udara sekitarnya. Cara tersebut beupa cara

konduksi dan konveksi, cara konduksi yaitu pengalihan panas ke benda yang

disentuh, sedangkan cara konveksi yaitu emngalirkan udara yang panas ke

permukaan yang lebih dingin.8

3. Gastrointestinal

6
Gastrointestinal merupakan organ saluran pencernaan yang berperan

dalam mengeluarkan cairan melalui proses penyerapan dan pengeluaran air.

Selain itu, pengaturan keseimbangan cairan dapat melalui mekanisme rasa

haus dikontrol oleh sistem endokrin (hormonal), yakni anti diuretik hormon

(ADH), sistem aldosteron, prostaglandin, dan glukokortikoid.8

a. ADH

Hormon ini memiliki peran dalam meningkatkan reabsorpsi air

sehingga dapat mengendalikan keseimbangan air dalam tubuh. Hormon ini

dibentuk oleh hipotalamus yang ada di hipofisis posterior yang mensekresi

ADH dengan meningkatkan osmolaritas dan menurunkan cairan

ekstrasel.1ADH adalah hormon kelenjar pituitari posterior, dan memiliki

peran penting dalam mengatur ekskresi air ginjal. Biasanya, ADH

disekresikan sebagai respons terhadap peningkatan osmolalitas plasma.

Namun, sekresi ADH juga meningkat sebagai respons terhadap beberapa

rangsangan non osmotik, seperti hipovolemia, stres, nyeri, mual, dan

muntah. Banyak dari faktor-faktor ini umum terjadi pada periode

perioperatif dan berkontribusi terhadap peningkatan kadar ADH pada

anak-anak yang menjalani operasi. Peningkatan kadar ADH menyebabkan

retensi air bebas dalam tubuh dan kemudian menurunnya kadar natrium.8,9

b. Aldosteron

` Hormon steroid aldosteron disintesis di lapisan terluar (zona

glomerulosa) dari korteks adrenal, yaitu di tubulus ginjal. Aldosteron

adalah mineralokortikoid penting, yang efek utamanya adalah untuk

7
meningkatkan reabsorpsi Na+ di bagian distal nefron. Sekitar 500 dari

24.000 mmol Na+ yang disaring setiap hari di ginjal diperkirakan di bawah

kontrol oleh aldosteron.Proses pengeluaran aldosteron ini diatur oleh

adanya perubahan konsentrasi kalium, natrium, dan sistem angiotensin

renin.8,9,10

c. Prostaglandin

Prostagladin merupakan asam lemak yang terdapat pada jaringan

yang berfungsi merespons radang, pengendalian tekanan darah, kontraksi

uterus, dan pengaturan pergerakan gastrointestinal. Pada ginjal, asam

lemak ini berperan dalam mengatur sirkulasi ginjal.8

d. Glukokortikoid

Hormon ini berfungsi mengatur peningkatan reabsorpsi natrium dan

air yang menyebabkan volume darah meningkat sehingga terjadi retensi

natrium.

Mekanisme rasa haus diatur dalam rangka memenuhi kebutuhan

cairan dengan merangsang pelepasan renin. Pelepasan renin tersebut dapat

menimbulkan produksi angiotensin II yang merangsang hipotalamus,

sehingga menimbulkan rasa haus.8

4. Kardiovaskular

Jantung neonatus yang baru lahir memiliki kepadatan yang lebih

rendah dari elemen kontraktil dan karena itu cadangan kurang sehingga

tidak merespon stres seperti sebaik jantung dewasa. Persentase yang lebih

tinggi dari unsur-unsur non-kontraktil menghasilkan penurunan kepatuhan

8
ventrikel dan kurang responsif terhadap perubahan tonus pembuluh darah

dan preload. Curah jantung sangat erat dengan konsumsi oksigen yang

beberapa kali lebih tinggi pada neonatus dan bayi dibandingkan pada

orang dewasa. Stroke volume jantung kecil terbatas.Akibatnya, output

jantung yang tinggi sangat bergantung pada denyut jantung yang tinggi.

Biasanya, jantung memompa semua vena balik / venous return (VR) yang

diterimanya dan dalam banyak kondisi VR adalah penentu utama output

jantung pada semua kelompok umur. Karena VR sangat bergantung pada

volume intravaskular, pemeliharaan normovolemia sangat penting dalam

kelompok usia muda untuk menjaga fungsi sirkulasi dan untuk

menstabilkan perfusi jaringan tinggi yang diperlukan.7

Tabel 2. Komposisi cairan kompartemen cairan extracellular dan


intracellular.9

C. Cara Perpindahan Cairan

9
1. Difusi

Difusi merupakan bercampurnya molekul-molekul dalam cairan,

gas, atau zat padat secara bebas atau acak. Proses difusi dapat terjadi bila

dua zat bercampur dalam sel membran. Dalam tubuh, proses difusi air,

eiektrolit, dan zat-zat lain terjadi melalui membran kapiler yang

permeabel. Kecepatan proses difusi bervariasi bergantung pada faktor

ukuran molekul, konsentrasi cairan, dan temperatur cairan.8

Zat dengan molekul yang besar akan bergerak lambat dibanding

molekul kecil. Molekul akan lebih mudah berpindah dari larutan

berkonsentrasi tinggi ke larutan berkonsentrasi rendah. Larutan dengan

konsentrasi yang tinggi akan mempercepat pergerakan molekul, sehingga

proses difusi berjalan lebih cepat.8

2. Osmosis

Osmosis adalah proses perpindahan pelarut murni (seperti air)

melalui membran semipermeabel, biasanya terjadi dari larutan dengan

konsentrasi yang kurang pekat ke larutan dengan konsentrasi lebih pekat,

sehingga larutan yang berkonsentrasi rendah volumenya akan berkurang,

sedangkan larutan yang berkonsentrasi lebih tinggi akan bertambah

volumenya. Solute adalah zat terlarut, sedangkan solvent adalah

pelarutnya. Garam adalah solute; sedangkan air merupakan soluent. Proses

osmosis ini penting dalam pengaturan keseimbangan cairan ekstra dan

intrasel. Osmolaritas adalah cara untuk mengukur kepekatan larutan

dengan menggunakan satuan mol.8

10
3. Transpor aktif

Proses perpindahan cairan tubuh dapat menggunakan mekanisme

transpor aktif. Transport aktif merupakan gerak zat yang akan berdifusi

dan berosmosis yang memerlukan aktivitas metabolik dan pengeluaran

energi untuk menggerakkan berbagai materi guna menembusmemran sel.

Proses ini dapat menerima/memindahkan molekul dari konsentrasi rendah

ke konsentrasi tinggi. Proses ini penting untuk mempertahankan natrium

dalam cairan intra dan ekstrasel. Sebagai contoh natrium dan kalium, di

mana natrium dipompa keluar sel dan kalium dipompa masuk di dalam

sel.8

D. Prinsip – Prinsip Fisiologis Cairan dan Elektrolit.

Air merupakan komponen terbesar dan pelarut terpenting dari

tubuh kita,dinyatakan dalam persen berat badan dan besarnya berubah

menurut umur. Padasaat menjelang dan segera setelah lahir, air meliputi 90

% berat badan kemudianjumlahnya menurun secara bertahap. Cairan tubuh

terbagi dalam dua kompartemen yaitu intraseluler dan ekstraseluler.

Ekstraseluler terbagi dalam ruang interstisial danintravaskuler. Pada fetus,

cairan ekstraseluler lebih banyak dari intraseluler danjumlah cairan

ekstraseluler menurun seiring bertambahnya usia, seperti yangditunjukkan

gambar 1. 11

11
]]]]]]]]]]

Gambar 1. Grafik hubungan antara umur dengan total cairan tubuh, cairan
intraseluler dan cairan ekstraseluler sebagai persen dari berat badan. 10

Cairan tubuh juga terdapat pada dua ruang lain yaitu ruang transeluler

danruang slowly exchangeable. Sebenarnya ini juga merupakan cairan

ekstraselulertetapi mempunyai karakteristik tersendiri dan dalam keadaan

normal tidak terlalupenting. Komposisi elektrolit berbagai kompartemen tidak

sama. Natriummerupakan kation utama ekstraseluler dan aktif secara osmotik

menjaga volumeintravaskuler dan interstisial. Kalium merupakan kation

utama intraseluler berperanmenjaga osmolalitas intrasel dan memelihara

volume sel. Kalium penting untukmembangkitkan sel‐sel saraf dan otot serta

bertanggung jawab terhadapkontraktilitas otot (bercorak maupun polos)

terutama otot jantung.11

Asupan air dirangsang oleh rasa haus sebagai respon terhadap

kekurangan air (hipertonik) melalui osmoreseptor di mid‐hipotalamus,

pankreas, dan vena porta hepatika. Hipovolemia dan hipotensi juga

merangsang haus melalui baroreseptor di atrium dan pembuluh darah besar

12
atau melalui peningkatan angiotensin II. Ekskresi atau pengeluaran air dapat

berupa kehilangan cairan insensible (+30%), urin (+60%), dan sedikit cairan

tinja (+10%). Hal ini menggambarkan jumlah yang harus diminum perhari

untuk mempertahankan keseimbangan cairan. Kehilangan cairan insensible

bisa melalui kulit (2/3) dan paru (1/3), tergantung faktor‐faktor yang

mempengaruhi energy expenditure (tidak tergantung keadaan cairan tubuh).

Ini berbeda dengan kehilangan cairan melalui keringat (sensible water

andelectrolyte losses) yang biasanya terjadi bila suhu tubuh dan/atau

lingkungan meningkat. Kehilangan cairan melalui keringat ini diatur oleh

sistem saraf otonom. Pengeluaran urin penting untuk mengatur osmolalitas

dan komposisi cairan ekstraseluler. Jumlah dan kadar urin dikendalikan oleh

aksis neurohypophyseal‐renal, yaitu anti diuretic hormone (ADH). Distribusi

antar kompartemen dipengaruhi permeabilitas membran dan gradien

osmolalitas, tetapi keseimbangannya menganut hukum iso‐osmolaritas,

neutralitas elektron, dan keseimbangan asam basa.11

E. Penatalaksanaan Cairan.

1. Jenis Cairan Infus

a. Cairan hipotonik

Cairan hipotonik osmolaritasnya lebih rendah dibandingkan

serum (konsentrasi ion Na+ lebih rendah dibandingkan serum),

sehingga larut dalam serum, dan menurunkan osmolaritas serum.

Maka cairan “ditarik” dari dalam pembuluh darah keluar ke jaringan

sekitarnya (prinsip cairan berpindah dari osmolaritas rendah ke

13
osmolaritas tinggi), sampai akhirnya mengisi sel-sel yang dituju.

Digunakan pada keadaan sel “mengalami” dehidrasi, misalnya pada

pasien cuci darah (dialisis) dalam terapi diuretik, juga pada pasien

hiperglikemia (kadar gula darah tinggi) dengan ketoasidosis diabetik.

Komplikasi yang membahayakan adalah perpindahan tiba-tiba cairan

dari dalam pembuluh darah ke sel, menyebabkan kolaps

kardiovaskular dan peningkatan tekanan intrakranial (dalam otak)

pada beberapa orang. Contohnya adalah NaCl 45% dan Dekstrosa

2,5%.1

b. Cairan Isotonik

Cairan Isotonik osmolaritas (tingkat kepekatan) cairannya

mendekati serum (bagian cair dari komponen darah), sehingga terus

berada di dalam pembuluh darah. Bermanfaat pada pasien yang

mengalami hipovolemi (kekurangan cairan tubuh, sehingga tekanan

darah terus menurun). Memiliki risiko terjadinya overload

(kelebihan cairan), khususnya pada penyakit gagal jantung kongestif

dan hipertensi. Contohnya adalah cairan Ringer-Laktat (RL), dan

normal saline/larutan garam fisiologis (NaCl 0,9%).1

c. Cairan hipertonik

Cairan hipertonik osmolaritasnya lebih tinggi dibandingkan

serum, sehingga “menarik” cairan dan elektrolit dari jaringan dan sel

ke dalam pembuluh darah. Mampu menstabilkan tekanan darah,

meningkatkan produksi urin, dan mengurangi edema (bengkak).

14
Penggunaannya kontradiktif dengan cairan hipotonik. Misalnya

Dextrose 5%, NaCl 45% hipertonik, Dextrose 5%+Ringer-Lactate,

Dextrose 5%+NaCl 0,9%, produk darah (darah), dan albumin.1

2. Pembagian Cairan

a. Kristaloid

Kristaloid bersifat isotonik, maka efektif dalam mengisi

sejumlah volume cairan (volume expanders) ke dalam pembuluh

darah dalam waktu yang singkat (relatif sebentar di intravaskuler),

dan berguna pada pasien yang memerlukan cairan segera. Misalnya

Ringer-Laktat dan NaCl 0,9%.4,8Cairan ini mempunyai komposisi

mirip cairan ekstraseluler (CES = CEF). Keuntungan dari cairan ini

antara lain harga murah, tersedia dengan mudah di setiap pusat

kesehatan, tidak perlu dilakukan cross match, tidak menimbulkan

alergi atau syok anafilaktik, penyimpanan sederhana dan dapat

disimpan lama. Cairan kristaloid bila diberikan dalam jumlah cukup

(3-4 kali cairan koloid) ternyata sama efektifnya seperti pemberian

cairan koloid untuk mengatasi defisit volume intravaskuler. Waktu

paruh cairan kristaloid di ruang intravaskuler sekitar 20-30 menit.4,11

Karena perbedaan sifat antara koloid dan kristaloid dimana

kristaloid akan lebih banyak menyebar ke ruang interstitiel

dibandingkan dengan koloid maka kristaloid sebaiknya dipilih untuk

resusitasi defisit cairan di ruang interstitiel. Larutan Ringer Laktat

merupakan cairan kristaloid yang paling banyak digunakan untuk

15
resusitasi cairan walau agak hipotonis dengan susunan yang hampir

menyerupai cairan intravaskuler. Laktat yang terkandung dalam

cairan tersebut akan mengalami metabolisme di hati menjadi

bikarbonat. Cairan kristaloid lainnya yang sering digunakan adalah

NaCl 0,9%, tetapi bila diberikan berlebih dapat mengakibatkan

asidosis hiperkloremik (delutional hyperchloremic acidosis) dan

menurunnya kadar bikarbonat plasma akibat peningkatan klorida.11

Laruta Tonisitas Na+ Cl- K+ Ca2+ Glukos Laktat

n a
(mosml/L (mEq/L (mEq/L (mEq/L (mEq/L (mEq/L

) ) ) ) ) (mEq/L )

D5 Hipotonis - - - - 50 -

(253)

Norma Isotonis 154 154 - - - -

l
(308)
Saline

D5 ¼ Isotonis 38,5 38,5 - - 50 -

NS (330)

D5 ½ Hipertoni 77 77 - - 50 -

NS s (407)

16
D5 NS Hipertoni 154 154 - - 50 -

s (561)

Ringer Isotonis 130 109 4 3 - 28

s (273)

Laktat

D5 RL Hipertoni 130 109 4 3 50 28

s (525)

Tabel 3. Daftar Cairan Kristaloid

b. Koloid

Koloid ukuran molekulnya (biasanya protein) cukup besar

sehingga tidak akan keluar dari membran kapiler, dan tetap berada

lama dalam pembuluh darah, maka sifatnya hipertonik, dan dapat

menarik cairan dari luar pembuluh darah. Contohnya adalah albumin

dan steroid.11

Disebut juga sebagai cairan pengganti plasma atau biasa

disebut “plasma substitute” atau “plasma expander”. Di dalam

cairan koloid terdapat zat/bahan yang mempunyai berat molekul

tinggi dengan aktivitas osmotik yang menyebabkan cairan ini

cenderung bertahan agak lama (waktu paruh 3-6 jam) dalam ruang

intravaskuler. Oleh karena itu koloid sering digunakan untuk

resusitasi cairan secara cepat terutama pada syok

17
hipovolemik/hermorhagik atau pada penderita dengan

hipoalbuminemia berat dan kehilangan protein yang banyak (misal

luka bakar).Kerugian dari plasma expander yaitu mahal dan dapat

menimbulkan reaksi anafilaktik (walau jarang) dan dapat

menyebabkan gan]gguan pada “cross match”.10,11

II. Cedera Kepala

Fokus utama dalam penanganan pasien dengan kecurigaan cedera kepala,

terutama cedera kepala berat adalah harus mencegah cedera otak sekunder.

Tindakan pemberian oksigen yang adekuat dan mempertahankan tekanan darah

yang cukup untuk perfusi otak merupakan langkah paling penting untuk

menghindarkan terjadinya cedera otak sekunder, yang pada akhirnya akan

meningkatkan tingkat kesembuhan pasien.5

18
Sistim triase bagi pasien cedera kepala tergantung pada beratnya cedera

dan fasilitas yang ada di tempat pertolongan pertama. Pada kondisi dimana

tidak terdapat fasilitas bedah saraf, diharapkan tenaga medis setempat

mempunyai kompetensi yang baik dalam penanganan awal sebelum melakukan

rujukan, bahkan dapat merawat pasien-pasien yang dapat ditangani secara non

operatif, untuk mengurangi rujukan pada kasus yang seharusnya dapat

ditangani di daerah dengan tetap memperhatikan keselamatan pasien dan

outcome yang baik. Konsultasi dengan ahli bedah saraf harus dilakukan seawal

mungkin, terutama bila pasien mengalami koma atau dicurigai mengalami

cedera kepala dengan perdarahan intrakranial.5

Definisi yang digunakan oleh kelompok pengembangan pedoman

didasarkan pada definisi luas oleh Jennettdan MacMillan dan termasuk pasien

dengan 'riwayat pukulan pada kepala atau adanya luka kulit kepala atau pasien

dengan bukti kesadaran yang berubah setelah cedera yang relevan'. Tingkat

kesadaran yang dinilai oleh Glasgow Coma Scale telah digunakan untuk

mengkategorikankeparahan cedera kepala.12

Tabel 5. Klasifikasi Cedera Kepala berdasarkan Glasgow Coma Scale.12


]

A. Penatalaksanaan

19
Secara umum, setiap pasien dengan cedera kepala ditangani dengan prinsip-

prinsip berikut :

1. Primary survey

Lakukan primary survey pada seluruh pasien cedera kepala, terutama

pasien dengan penurunan kesadaran, meliputi pemeriksaan dan

penatalaksanaan :

a) Airway

Manajemen jalan napas adalah salah satu komponen utama

perawatan darurat. Tujuan utamanya adalah untuk mendiagnosis jalan

napas yang terhambat atau berpotensi terhambat, untuk membersihkan

obstruksi dan mempertahankan jalan napas. Tidak ada kedaruratan

medis, serangan jantung, lebih cepat mengancam nyawa daripada

kehilangan jalan napas yang memadai. Kegagalan untuk mengelola

patensi jalan nafas dan ventilasi telah diidentifikasi sebagai penyebab

utama kematian yang dapat dicegah dalam trauma.13

Ini termasuk peralatan dan keterampilan untuk manajemen jalan

nafas dasar, termasuk jalan napas oral atau hidung, suction, bag valve

mask. Ini dianggap penting di fasilitas tingkat rumah sakit. Peluang

sukses dalam manajemen jalan napas adalah semakin meningkat

dengan penyediaan peralatan dan keterampilan untuk manajemen jalan

napas lanjut, termasuk intubasi endotrakeal dan cricothyroidotomy. Ini

dianggap penting di rumah sakit dengan staf spesialis.13

b) Breathing

20
Kemampuan untuk menilai pasien untuk gangguan pernapasan

dan kecukupan ventilasi sangat penting di semua tingkatan sistem

perawatan kesehatan. Ini berlaku untuk yang awalnyamengevaluasi

pasien dan mereka yang memberikan perawatan definitif. Satu-satunya

sumber daya yang diperlukan untuk fungsi ini adalah pelatihan dan

stetoskop. Jika tidak ada sumber daya lain yang tersedia di tingkat

yang dimaksud, diperkirakan bahwa gangguan pernapasan biasanya

merupakan dasar untuk rujukan ke tertinggi berikutnyatingkat sistem.13

Kemampuan untuk pemberian oksigen pada pasien trauma

dalam kesulitan pernapasan sangat penting di semua fasilitas rumah

sakit. Ini akan berguna di semua tingkatan sistem kesehatan.

Kemampuan untuk pemberian oksigen menyiratkan penyedia layanan

kesehatan yang mampu memahami indikasi untuk penggunaannya dan

peralatan serta persediaan untuk memberikannya secara tepat waktu

kepada pasien trauma dalam kesulitan pernapasan. Penilaian

kecukupan oksigen tambahan didasarkan terutama pada pemeriksaan

klinis. Pengukuran laboratorium tambahan (konsentrasi gas darah

arteri) dan pemantauan (saturasi oksigen melalui oksimetri nadi)

memberikan informasi berguna lebih lanjut.13

c) Circulation

Jenis cairan apa yang harus digunakan pada pasien yang cedera

kepala?Jawabannya tidak mudah. Cairan yangmempertahankan atau

menambah volume intravaskular dan tidak meningkatkan edema

21
serebral sangat ideal adalah upaya menuju tujuan tersebut. Tapi mari

kita lihat cairan intravenayang tersedia untuk kita dan umumnya

digunakan.14

Saat ini, terdapat dua teori yang menjelaskan konsep terapi pada

cedera kepala, yaitu ICP (intracranial pressure) directed therapy

(terapi dengan target TIK), dan CPP (cerebral perfusion pressure)

directed therapy (terapi dengan target tekanan perfusi serebral).

Penerapan klinik CPP directed therapy berdasarkan pada anggapan

bahwa pemeliharaan aliran darah otak (cerebral blood flow/CBF) yang

optimal penting untuk memenuhi kebutuhan metabolik otak yang

cedera. Target terapi ini adalah untuk memelihara penumbra iskemik

dan mencegah eksaserbasi cedera sekunder.15

CPP tinggi berkaitan dengan berbagai macam komplikasi begitu

pula dengan CPP rendah. Saat ini, pemahaman yang banyak beredar

adalah memperoleh CPP yang seimbang dan menentukan CPP yang

optimal. Dalam batas autoregulasi, CPP rendah berhubungan dengan

peningkatan TIK akibat mekanisme respon kompensasi vasodilatasi

terhadap penurunan tekanan perfusi. Iskemia otak dilaporkan saat CPP

di bawah 50 mmHg dan peningkatan CPP di atas 60 mmHg akan

mencegah desaturase oksigen serebral. “Lund therapy” merupakan

pendekatan terapeutik yang berfokus pada penurunan TIK dengan

menurunkan volume intrakranial. Teori ini menunjukkan bahwa

dengan menurunkan CPP, akan diperoleh penurunan risiko edema

22
vasogenik dan dengan demikian menurunkan risiko peningkatan

TIK.12 Konsep Lund menggunakan CPP rendah (hingga 50) demi

mencapai penurunan tekanan hidrostatik kapiler, Cerebral Blood

Volume/CBV (volume darah serebral), sambil memelihara tekanan

osmotic.15

Kristaloid umumnya digunakan untuk resusitasi cairan

intravena pasien hipovolemik. Ringer Laktat merupakan cairan yang

baik, tetapi dalam pengaturan cedera kepala itu sedikit hypo-osmolar

dengan osmolalitas 270mOsmol / L dan dengan demikian dapat

meningkatkan edema serebral. Cairan Isotonik glukosa (glukosa 5%)

dengan cepat menjadi hiposmolar setelahnya pemanfaatan glukosa dan

akan memperparah edema serebral,sehingga meningkatkan 1CP. Ini

juga dapat berkontribusi dalam hal memberika efek mengganggu

seperti hiperglikemia pada pasien yang mengalami cedera kepala berat.

Panduan ATLS saat ini menganjurkan resusitasi cairan yang agresif

yang dimulai dengan bolus dua liter kristaloid pada orang dewasa, dan

sebaiknya dengan larutan Ringer Laktat (RL). Kristaloid terutama

mengisi cairan interstisiel, akibatnya edema merupakan luaran yang

sudah terduga setelah resusitasi menurut ATLS.2

Untuk memperbaiki volume plasma, aksioma klasik menyatakan

bahwa diperlukan tiga kali atau lebih volume kritaloid dari volume

darah yang hilang. 14,15

23
Saline isotonik adalah pilihan yang baik untuk pasien cedera

kepalakarena memiliki osmolaritas 308 mOsmol / L dan karenanya

sangatsedikit potensi untuk menimbulkan edema otak.14

Namun jumlah kristaloid yang dibutuhkan adalah 3 kali jumlah

kehilangan cairan (aturan 3: 1) untuk jumlah defisit cairan interstitial.

Tetapi karena cairan ini murah dan mudah didapat dan di antara

mereka saline isotonik adalah pilihan yang baik.14

Saline hipertonik akhir-akhir ini terbukti efektif menjadi cairan

untuk resusitasi cedera otak traumatis sesuai penelitian eksperimental

dan klinis. Karena jika osmolalitasnya lebih tinggi (514 mOsmol / L) ia

mengeluarkan cairan jaringan dan meningkatkan volume intravaskular

dan mungkin membantu mencegah edema otak dan meningkatkan ICP

dengan menciptakan gradien yang menguntungkan untuk air bebas dari

pembuluh darah ekstra ke kompartemen intravaskular. Ia juga dikenal

untuk meningkatkan curah jantung, sehingga meningkatkan tekanan

arteri sistolik yang menghasilkan perfusi otak yang lebih baik. Karena

efek vasodilatornya juga meningkatkan sirkulasi mikro. Ia juga dikenal

memiliki efek modulasi pada respon trauma imun, yang mungkin juga

berkontribusi pada hasil yang lebih baik dengan saline hipertonik.14

Saline hipertonik telah digunakan sebagai terapi bolus

tunggaldan kontinu serta dalam berbagai konsentrasi(dari 1,8-7,5%)

dengan hasil yang baik. Namun 3%saline umumnya tersedia dan

dengan demikian dapat dengan mudah digunakan. Meskipun

24
kualitasnya baik untuk resusitasi pasien cedera kepala tetap ada

kekhawatiran dengan hipernatremia,hiperosmalalitas dan gagal ginjal.

Oleh karena itu pemantauan ketat natrium serum, osmolalitas dan

fungsi ginjal.14

Bila menggunakan salin hipertonik, larutan 3% dibolus sekitar

150 ml, larutan 7,5% dibolus 75 ml, atau larutan 23,4% dibolus 30 ml

tiap 2,4,6 jam atau lebih. Salin hipertonik tidak boleh diberikan bila

kadar natrium serum lebih dari 160 mmol/liter. Pada pasien cedera

kepala temuan terbaru masih belum cukup kuat dalam

merekomendasikan penggunaan, panduan konsentrasi, serta metode

pemberian salin hipertonik untuk terapi hipertensi intracranial.Bila

menggunakan salin hipertonik, larutan 3% dibolus sekitar 150 ml, larutan

7,5% dibolus 75 ml, atau larutan 23,4% dibolus 30 ml tiap 2,4,6 jam atau

lebih. Salin hipertonik tidak boleh diberikan bila kadar natrium serum lebih

dari 160 mmol/liter. Pada pasien cedera kepala temuan terbaru masih

belum cukup kuat dalam merekomendasikan penggunaan, panduan

konsentrasi, serta metode pemberian salin hipertonik untuk terapi

hipertensi intrakranial15

Harus dilihat bahwa natrium serum tidak naik melebihi 155 mEq

/ L dan osmolalitas serum tidak melebihi 320 mOsmol meskipun nilai

yang lebih tinggi juga telah dilaporkan tanpa efek samping.

Demyelinasi pontine sentral, yang telah dilaporkan dengan koreksi

hiponatremia, belum dilaporkan dengan resusitasi salin hipertonik pada

25
pasien cedera kepala, namun ini masih tetap menjadi masalah

serius.Penggunaan cairan hiperosmolar seperti salin hipertonik telah

banyak menarik perhatian karena sama sekali tidak memiliki sifat yang

menyebabkan dehidrasi pada pasien dan bahkan memiliki manfaat lain

pada pasien dengan cedera kepala. Cairan ini mencegah perubahan

elektrolit dalam darah. Tidak hanya mengembalikan fungsi

kardiovaskuler, namun juga menurunkan tekanan intrakranial (TIK).

Cairan salin hipertonik telah dilaporkan menurunkan TIK pada pasien

cedera kepala yang disertai ICH, menurunkan edema serebral, dan

memperbaiki aliran darah otak regional

Penggunaan cairan hiperosmolar seperti salin hipertonik telah

banyak menarik perhatian karena sama sekali tidak memiliki sifat yang

menyebabkan dehidrasi pada pasien dan bahkan memiliki manfaat lain

pada pasien dengan cedera kepala. Cairan ini mencegah perubahan

elektrolit dalam darah. Tidak hanya mengembalikan fungsi

kardiovaskuler, namun juga menurunkan tekanan intrakranial (TIK).

Cairan salin hipertonik telah dilaporkan menurunkan TIK pada pasien

cedera kepala yang disertai ICH, menurunkan edema serebral, dan

memperbaiki aliran darah otak regional

Koloid tidak keluar dari kompartemen intra vaskularkarena

ukuran molekulnya yang besar, sehingga terlihat baik untuk resusitasi

pasien yang cedera kepala karena mereka akan membantu stabilisasi

tekanan darah sistolik dengan menarik cairan ke kompartemen

26
intravaskular dan pada saat yang sama waktu tidak akan memperparah

edema serebral, diperlukan juga Volume yang kecil (1: 1 sama dengan

jumlah kehilangan cairan). Tapi sekitar 40-80 kali lebih mahal

daripada kristaloid. Selain itu ada beberapa efek samping potensial

seperti reaksi alergi, efek samping anti koagulasi. Ini lebih kecil

kemungkinannya dengan hidroksil dari dekstan. Meskipun secara

teoritis Munculnya keunggulan koloid terbatas tersedia secara ilmiah

data tidak memberikan kesimpulan yang pasti. Sebuah meta-analisis

dari beberapa penelitian menunjukkan angka kematian yang sedikit

lebih rendah dengan kristaloid.Berdasarkan temuan yang menunjukkan

bahwa koloid juga dapat menyebabkan edema otak dan paru-paru yang

signifikan, mereka yang mendukung penggunaan koloid menyatakan

bahwa dengan menggunakan volume yang lebih sedikit dan

kemampuan untuk meningkatkan tekanan osmotik-koloid, maka koloid

dapat menurunkan edema disbanding kristaloid. Strategi cairan

berdasarkan-kristaloid lebih dipilih pada protokol resusitasi-trauma,

meskipun temuan yang menunjang hal ini dalam kasus cedera otak

masih terbatas. Osmolaritas lebih berperan dibanding tekanan onkotik

plasma dalam menentukan perpindahan cairan antara kompartemen

vaskuler dan ekstravaskuler bila sawar darah otak intak.14,15

Baru-baru ini albumein juga telah dianggap sebagaicairan

resusitasi untuk pasien cedera kepala dalam studi SAFE(saline versus

Albumen fluid evaluation).Diharapkan begitu cairan tertarik ke

27
kompartemen intravaskular seperti koloid.Namun itu tidak

menunjukkan manfaat apa pun dan ditemukan bahwa penggunaan

tersebut meningkatkan kematian bahkan ketika biayanya

mahal.penelitian Saline and Albumin Fluid Evaluation (SAFE) yang

membandingkan kristaloid (salin 0,9%) dan koloid (albumin 4%),

dimana luaran yang kurang baik (mortalitas 28hari yang lebih tinggi)

pada pasien cedera kepala yang diterapi dengan albumin 4%.14,15

Darah merupakan pengganti yang ideal untuk kehilangan darah,

namun dibutuhkan beberapa waktu untuk ketersediaannya. Ini adalah

fakta yang diketahui bahwa kehilangan darah hingga 20% dari volume

darah dapat diobati dengan kristaloid dan koloid, tetapi kehilangan

30% atau lebih membutuhkan penggantian darah. Kehilangan darah

40% lebih mengancam jiwa dan membutuhkan transfusi segera.14

Hemoglobin kurang dari 10 gm% juga menurunkan kapasitas

oksigen dan dengan demikian akan merusak substrat pengiriman

(oksigen) ke otak. Karena itu kehilangan darah lebih dari 20%, volume

darah harus diperbaiki untuk meningkatkan penyebaran oksigen ke

otak.14

Rekomendasi terkini menganjurkan penggunaan larutan isotonik

pada pasien dengan cedera otak berat, dengan menggunakan natrium

klorida/NaCl (larutan salin 0,9%) sebagai terapi pilihan utama. Namun

demikian, larutan NaCl dapat menyebabkan asidosis hiperkloremik dan

28
memiliki efek samping seperti gangguan hemostatik, disfungsi

kognitif, dan ileus.15

d) Disability

Pada primary survey ini dilakukan pemeriksaan status

neurologis dasar yang disebut AVPU ( Alert, Verbal stimuli response,

Painful stimuli response or unresponsive). Evaluasi neurologis yang

cepat dan berulang dilakukan setelah selesai primary survey, meliputi

derajat kesadaran, ukuran dan reaksi pupil, tanda-tanda lateralisasi dan

gejala cedera spinal. GCS adalah metode yang cepat untuk

menentukan level kesadaran dan dapat memprediksi outcome pasien.5

e) Exposure

Seluruh tubuh pasien diekspose untuk pemeriksaan dan penanganan


Tabel 6. Glasgow Coma Scale5
menyeluruh, dengan memperhatikan faktor suhu dan lingkungan.5

29
2. Secondary Survey

Setelah primary survey selesai, tanda vital pasien sudah normal,

maka dimulai secondary survey, mengevaluasi head to toe (seluruh tubuh

pasien), meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan

penunjang yang dibutuhkan.5

BAB III

KESIMPULAN

30
Terapi cairan merupakan terapi yang sangat mempengaruhi keberhasilan

penanganan pasien kritis. Selain dapat mengganti cairan yang hilang, terapi cairan

dapat dilakukan untuk mengganti kehilangan cairan yang sedang berlangsung,

mencukupi kebutuhan per hari, mengatasi syok, dan mengatasi kelainan akibat

terapi lain. Administrasi terapi cairan melalui intravena adalah salah satu rute

terapi yang paling umum dan penting dalam pengobatan pasien bedah, medis dan

sakit kritis.4

Cedera kepala merupakan salah satu jenis cedera yang terbanyak di Unit

Gawat Darurat rumah sakit. Banyak pasien cedera kepala berat meninggal

sebelum tiba di rumah sakit, dan sekitar 90 % kematian pra rumah sakit

disebabkan karena cedera kepala. Pasien yang dapat bertahan hidup dari cedera

kepala seringkali menderita kecacatan neurofisiologis yang akan menyebabkan

ketidakmampuan untuk bekerja atau aktifitas sosial lainnya. Beberapa Rumah

sakit di Amerika tercacata sekitar 51.000 orang amerika meninggal setiap

tahunnya karena cedera kepala. Cedera kepala sedang terjadi sekitar 80-90% dari

kejadian yang ditemui di UGD. Pada tahun 2007 sekitar 10 juta orang atau lebih

menderetia cedera kepala setiap tahunnya.5,6

Saline hipertonik akhir-akhir ini terbukti efektif menjadi cairan untuk

resusitasi cedera otak traumatis sesuai penelitian eksperimental dan klinis. Karena

jika osmolalitasnya lebih tinggi (514 mOsmol / L) ia mengeluarkan cairan

jaringan dan meningkatkan volume intravaskular dan mungkin membantu

mencegah edema otak dan meningkatkan ICP dengan menciptakan gradien yang

31
menguntungkan untuk air bebas dari pembuluh darah ekstra ke kompartemen

intravaskular. Ia juga dikenal untuk meningkatkan curah jantung, sehingga

meningkatkan tekanan arteri sistolik yang menghasilkan perfusi otak yang lebih

baik. Karena efek vasodilatornya juga meningkatkan sirkulasi mikro. Ia juga

dikenal memiliki efek modulasi pada respon trauma imun, yang mungkin juga

berkontribusi pada hasil yang lebih baik dengan saline hipertonik.14

32

Anda mungkin juga menyukai