Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN DENGAN

GANGGUAN KEBUTUHAN CAIRAN DAN ELEKTROLIT

DISUSUN OLEH:

1. ADE PUTRI KUSUMA DEWI


2. EVI SUZANNA
3. OCVALIANDINY
4. YUNITA HANDAYANI

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BINA HUSADA
PALEMBANG
2022
BAB I
KONSEP KEBUTUHAN PADA PASIEN DENGAN
KETIDAKSEIMBANGAN CAIRAN DAN ELEKTROLIT

I.1 Pengertian
Kebutuhan cairan dan elektrolit adalah suatu proses dinamik karena
metabolisme tubuh membutuhkan perubahan yang tetap dalam berespons
terhadap stresor fisiologis dan lingkungan. Cairan dan elektrolit sangat
diperlukan dalam rangka menjaga kondisi tubuh tetap sehat. Keseimbangan
cairan dan elektrolit di dalam tubuh merupakan salah satu bagian dari
fisiologi homeostatis. Keseimbangan cairan dan elektrolit melibatkan
komposisi dan perpindahan berbagai cairan tubuh. Cairan tubuh adalah
larutan yang terdiri dari air (pelarut) dan zat tertentu (zat terlarut). Elektrolit
adalah zat kimia yang mengjasilkan partikel-partikel bermuatan listrik yang
disebut ion jika berada dalam larutan. Cairan dan elektrolit masuk ke dalam
tubuh melalui makanan, minuman, dan cairan intervena (IV) dan distribusi ke
seluruh bagian tubuh. Keseimbangan cairan dan elktrolit berarti adanya
distribusi yang normal dari air tubuh total dan elektrolit ke dalam seluruh
bagian tubuh. Keseimbangan cairan dan elektrolit saling bergantung satu
dengan yang lain. Dalam keadaan normal kebutuhan cairan adalah 35
cc/KgBB/hr, namun bila dirata-ratakan, kebutuhan intake (masukan) air pada
orang dewasa adalah ingesti liquid 1500 cc, dari makanan 700 cc, air dari
oksidasi 200 cc sehingga totalnya menjadi 2400 cc/hari. Berikut merupakan
kebutuhan air berdasarkan umur dan berat badan (Aziz Alimul, 2015).
Umur Jumlah air dalam 24 ml/kg berat
jam badan
3hari 250-300 80-100
1tahun 1150-1300 120-135
2tahun 1350-1500 115-125
4 tahun 1600-1800 100-110
10 tahun 2000-2500 70-85
14 tahun 2200-2700 50-60
18 tahun 2200-2700 40-50
Dewasa 2400-2600 20-30
Dalam tubuh air menempati posisi yang besar dalam tubuh dimana terbagi
menjadi dua :
1. Cairan Intraseluler (CIS) adalah cairan yang terdapat di dalam sel tubuh dan
menyusun sekitar 70% total cairan tubuh (TBW) CIS merupakan tempat
terjadinya aktivitas sel kimia.
2. Cairan Ekstraseluler (CES) merupakan cairan yang terdapat diluar sel dan
menyusun sekitar 30% dari total cairan tubuh. CES meliputi cairan
intravaskuler, cairan interstitial (terdapat dalam ruang antar sel, plasma
darah dan cairan serebrospinal, limfe serta cairan rongga serosa serta sendi),
dan cairan transeluler.

Fungsi cairan tubuh :


1. Sebagai sarana transportasi dalam tubuh
2. Sebagai pelarut elektrolit dan non elektrolit
3. Sebagai bahan dalam metabolisme
4. Untuk membentuk struktur tubuh
5. Memelihara suhu tubuh.

Masalah-Masalah Gangguan Keseimbangan Cairan dan Elektrolit


1. Hipovolemik
Hipovolemik adalah suatu kondisi akibat kekurangan volume cairan
ekstraseluler (CES) dan dapat terjadi karena kehilangan melalui kulit, ginjal,
gastrointestinal, pendarahan sehingga menimbulkan syok hipovolemik.
Mekanismenya adalah peningkatan rangsangan saraf simpatis (peningkatan
frekuensi jantunng, kontraksi jantung dan tekanan vaskuler), rasa haus,
pelepasan hormone ADH dan adosteron.
Gejala: pusing, lemah, letih, anoreksia, mual, muntah, rasa haus, gangguan
mental, konstipasi dan oliguri, penurunan TD, HR meningkat, suhu
meningkat, turgor kulit menurun, lidah terasa kering dan kasar, mukosa
mulut kering. Tanda-tanda penurunan berat badan dengan akut, mata
cekung, pengosongan vena jugularis. Pada bayi dan anak adanya penurunan
jumlah air mata. Pada pasien syok tampak pucat, HR cepat dan halus.
Hipotensi dan oliguri.
2. Hipervolemi
Hipervolemi adalah penambahan atau kelebihan volume CES dapat
terjadi pada saat :
 Stimulasi kronis ginjal untuk menahan natrium dan air
 Fungsi ginjal abnormal, dengan penurunan eksresi natrium dan air
 Kelebihan pemberian cairan
 Perpindahan cairan interstitial ke plasma
Gejala : sesak napas, peningkatan dan penurunan tekanan darah, nadi
kuat, asites, edema, adanya ronchi, kulit lembap, distensi vena leher, dan
irama gallop.

I.2 Fisiologi Sistem Cairan dan Elektrolit


Cairan tubuh dibagi dalam dua kelompok besar yaitu :
1. Cairan Intraseluler (CIS)
Cairan intraseluler yaitu cairan yang berada di dalam sel di seluruh tubuh
(Abdul H, 2008). Cairan ini menyusun sekitar 70% dari total cairan tubuh
(total body water[TBW]). CIS merupakan media tempat terjadinya
aktivitas kimia sel (Taylor, 1989). Pada orang dewasa, CIS menyusun
sekitar 40% berat tubuh atau ⅔ dari TBW, contoh: pria dewasa 70kg CIS
25liter. Sedangkan pada bayi 50% cairan tubuhnya adalah cairan
intraseluler.
2. Cairan Ekstraseluler (CES)
Cairan Exstraseluler adalah cairan yang berada di luar sel dan menyusun
sekitar 30% dari total cairan tubuh. Pada orang dewasa CES menyusun
sekitar 20% berat tubuh (Price & Wilson, 1986). CES terdiri dari tiga
kelompok yaitu (Abdul H, 2008) :
a. Cairan intravaskuler (plasma) yaitu cairan di dalam sistem vaskuler.
b. Cairan intersitial yaitu cairan yang terletak diantara sel.
c. Cairan transeluler adalah cairan sekresi khusus seperti cairan
serebrospinal, cairan intraokuler, dan sekresi saluran cerna.
Guna mempertahankan keseimbangan kimia dan elektrolit tubuh serta
mempertahankan pH yang normal, tubuh melakukan mekanisme pertukaran
dua arah antara CIS dan CES. Elektrolit yang berperan yaitu: anion dan kation.
Mekanisme pergerakan cairan tubuh berlangsung dalam empat proses
(proses transport) yaitu :
1) Difusi
Yaitu perpindahan larutan dari area berkonsentrasi tinggi menuju area
berkonsentrasi rendah dengan melintasi membrane semipermiabel.
Kecepatan difusi dipengaruhi oleh tiga hal, yakni ukuran molekul,
konsentrasi larutan, dan temperatur larutan
2) Filtrasi
Yaitu pergerakan cairan dan zat terlarut dari area dengan tekanan
hidrostatik tinggi ke area dengan tekanan hidrostatik rendah. Filtrasi
penting dalam mengatur cairan keluar dari arteri ujung kapiler. Ini
memungkinkan kekuatan yang memungkinkan ginjal untuk memfilter 180
liter/hari.
3) Transport Aktif
Yaitu proses pengangkutan yang digunakan oleh molekul untuk berpindah
melintasi membrane sel melewati gradien konsentrasinya (gerakan partikel
dari konsentrasi satu ke konsentrasi lain tanpa memandang tingkatannya.
4) Osmosis
Yaitu perpindahan cairan melintasi membran semipermiabel dari area
berkonsentrasi menuju area yang berkonsentrasi tinggi. Osmosis dapat
melewati semua membran bila konsentrasi yang terlarut keduanya berubah.

I.3 Faktor-Faktor Keseimbangan Cairan dan Elektrolit


Faktor-faktor yang berpengaruh pada keseimbangan cairan dan elektrolit
tubuh antara lain :
1. Umur
Kebutuhan intake cairan bervariasi tergantung dari usia, karena usia akan
berpengaruh pada luas permukaan tubuh, metabolisme, dan berat badan.
Infant dan anak-anak lebih mudah mengalami gangguan keseimbangan
cairan dibanding usia dewasa. Pada usia lanjut sering terjadi gangguan
keseimbangan cairan dikarenakan gangguan fungsi ginjal atau jantung.
2. Iklim
Orang yang tinggal di daerah yang panas (suhu tinggi) dan kelembaban
udaranya rendah memiliki peningkatan kehilangan cairan tubuh dan
elektrolit melalui keringat. Sedangkan seseorang yang beraktifitas di
lingkungan yang panas dapat kehilangan cairan sampai dengan 5 L per hari.
3. Diet
Diet seseorang berpengaruh terhadap intakecairan dan elektrolit. Ketika
intake nutrisi tidak adekuat maka tubuh akan membakar protein dan lemak
sehingga akan serum albumin dan cadangan protein akan menurun padahal
keduanya sangat diperlukan dalam proses keseimbangan cairan sehingga hal
ini akan menyebabkan edema.
4. Stress
Stress dapat meningkatkan metabolisme sel, glukosa darah, dan pemecahan
glikogen otot. Mekanisme ini dapat meningkatkan natrium dan retensi air
sehingga bila berkepanjangan dapat meningkatkan volume darah.
5. Kondisi Sakit
Kondisi sakit sangat berpengaruh terhadap kondisi keseimbangan cairan dan
elektrolit tubuh Misalnya :
a. Trauma seperti luka bakar akan meningkatkan kehilangan air melalui
IWL.
b. Penyakit ginjal dan kardiovaskuler sangat mempengaruhi proses Pasien
dengan penurunan tingkat kesadaran.
c. Pasien dengan penurunan tingkat kesadaran akan mengalami gangguan
pemenuhan intake cairan karena kehilangan kemampuan untuk
memenuhinya secara mandiri.

Pengatur utama intake cairan adalah melalui mekanisme haus. Pusat haus
dikendalikan berada di otak Sedangkan rangsangan haus berasal dari kondisi
dehidrasi intraseluler, sekresi angiotensin II sebagai respon dari penurunan
tekanan darah, perdarahan yang mengakibatkan penurunan volume darah.
Perasaan kering di mulut biasanya terjadi bersama dengan sensasi haus
walupun kadang terjadi secara sendiri. Sensasi haus akan segera hilang setelah
minum sebelum proses absorbsi oleh tractus gastrointestinal. Kehilangan cairan
tubuh melalui empat rute (proses) yaitu :
a. Urine
Proses pembentukan urine oleh ginjal dan ekresi melalui tractus urinarius
merupakan proses output cairan tubuh yang utama. Dalam kondisi normal
outputurine sekitar 1400-1500 ml per 24 jam, atau sekitar 30-50 ml per jam
pada orang dewasa. Pada orang yang sehat kemungkinan produksi urine
bervariasi dalam setiap harinya, bila aktivitas kelenjar keringat meningkat
maka produksi urine akan menurun sebagai upaya tetap mempertahankan
keseimbangan dalam tubuh.
b. IWL (Invisible Water Loss)
IWL terjadi melalui paru-paru dan kulit, melalui kulit dengan mekanisme
difusi. Pada orang dewasa normal kehilangan cairan tubuh melalui proses ini
adalah berkisar 300-400 mL per hari, tapi bila proses respirasi atau suhu
tubuh meningkat maka IWL dapat meningkat.
c. Keringat
Berkeringat terjadi sebagai respon terhadap kondisi tubuh yang panas,
respon ini berasal dari anterior hypotalamus, sedangkan impulsnya
ditransfer melalui sumsum tulang belakang yang dirangsang oleh susunan
syaraf simpatis pada kulit.
d. Feces
Pengeluaran air melalui feces berkisar antara 100-200 mL per hari, yang
diatur melalui mekanisme reabsorbsi di dalam mukosa usus besar (kolon).

I.4 Macam-Macam Gangguan yang Terjadi pada Ketidakseimbangan


Cairan dan Elektrolit
1. Hipovolemia (Kekurangan Volume cairan)
Kekurangan Volume cairan (FVD) terjadi jika air dan elektrolit
hilang pada proporsi yang sama ketika mereka berada pada cairan tubuh
normal sehingga rasio elektrolit serum terhadap air tetap sama (Brunner &
suddarth, 2002), pengertian hipovolemia yaitu sebagai berikut:
a. Hipovolemia adalah suatu kondisi akibat kekurangan volume cairan
ekstraseluler (CES).
b. Hipovolemia adalah penipisan volume cairan ekstraseluler (CES).
c. Hipovolemia adalah kekurangan cairan di dalam bagian-bagian
ekstraseluler (CES).
Etiologi
Hipovolemia ini terjadi dapat disebabkan karena :
a. Penurunan masukkan.
b. Kehilangan cairan yang abnormal melalui : kulit, gastro intestinal, ginjal
abnormal, dll.
c. Perdarahan.
Patofisiologi:
Kekurangan volume cairan terjadi ketika tubuh kehilangan cairan
dan elektrolit ekstraseluler dalam jumlah yang proporsional (isotonik).
Kondisi seperti ini disebut juga hipovolemia. Umumnya, gangguan ini
diawali dengan kehilangan cairan intravaskuler, lalu diikuti dengan
perpindahan cairan interseluler menuju intravaskuler sehingga
menyebabkan penurunan cairan ekstraseluler. Untuk untuk
mengkompensasi kondisi ini, tubuh melakukan pemindahan cairan
intraseluler. Secara umum, defisit volume cairan disebabkan oleh beberapa
hal, yaitu kehilangan cairan abnormal melalui kulit, penurunan
asupancairan , perdarahan dan pergerakan cairan ke lokasi ketiga (lokasi
tempat cairan berpindah dan tidak mudah untuk mengembalikanya ke
lokasi semula dalam kondisi cairan ekstraseluler istirahat). Cairan dapat
berpindah dari lokasi intravaskuler menuju lokasi potensial seperti pleura,
peritonium, perikardium, atau rongga sendi. Selain itu, kondisi tertentu,
seperti terperangkapnya cairan dalam saluran pencernaan, dapat terjadi
akibat obstruksi saluran pencernaan.
Manifestasi klinis
Tanda dan gejala klinik yang mungkin didapatkan pada klien dengan
hipovolemia antara lain : pusing, kelemahan, keletihan, sinkope, anoreksia,
mual, muntah, haus, kekacauan mental, konstipasi, oliguria. Tergantung
jenis kehilangan cairan hipovolemia dapat disertai ketidak seimbangan
asam basa, osmolar/elektrolit. Penipisan (CES) berat dapat menimbulkan
syok hipovolemik. Mekanisme kompensasi tubuh pada kondisi hipolemia
adalah dapat berupa peningkatan rangsang sistem syaraf simpatis
(peningkatan frekwensi jantung, inotropik (kontraksi jantung) dan tahanan
vaskuler), rasa haus, pelepasan hormon antideuritik (ADH), dan pelepasan
aldosteron. Kondisi hipovolemia yang lama menimbulkn gagal ginjal akut.
Komplikasi
Akibat lanjut dari kekurangan volume cairan dapat mengakibatkan :
a. Dehidrasi (Ringan, sedang berat).
b. Renjatan hipovolemik.
c. Kejang pada dehidrasi hipertonik.

2. Hipervolemia (kelebihan Volume Cairan)


Hipervolemia (FVE) yaitu Keadaan dimana seorang individu
mengalami atau berisiko mengalami kelebihan cairan intraseluler atau
interstisial. (Carpenito, 2000). Kelebihan volume cairan mengacu pada
perluasan isotonok dari CES yang disebabkan oleh retensi air dan natrium
yang abnormal dalam proporsi yang kurang lebih sama dimana mereka
secara normal berada dalam CES. Hal ini selalu terjadi sesudah ada
peningkatan kandungan natrium tubuh total, yang pada akhirnya
menyebabkan peningkatan air tubuh total. (Brunner & Suddarth. 2002).
Etiologi
Hipervolemia ini dapat terjadi jika terdapat :
a. Stimulus kronis pada ginjal untuk menahan natrium dan air.
b. Fungsi ginjal abnormal, dengan penurunan ekskresi natrium dan air.
c. Kelebihan pemberian cairan intra vena (IV).
d. Perpindahan interstisial ke plasma.
Patofisiologi
Terjadi apabila tubuh menyimpan cairan elektrolit dalam kompartemen
ekstraseluler dalam proporsi seimbang. Karena adanya retensi cairan
isotonik, konsentrasi natrium dalam serum masih normal. Kelebihan cairan
tubuh hampir selalu disebabkan oleh peningkatan jumlah natrium dalam
serum. Kelebihan cairan terjadi akibat overload cairan/adanya gangguan
mekanisme homeostatis pada proses regulasi keseimbangan cairan.
Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala klinik yang mungkin didapatkan pada klien dengan
hipervolemia antara lain: sesak nafas, ortopnea. Mekanisme kompensasi
tubuh pada kondisi hiperlemia adalah berupa pelepasan Peptida Natriuretik
Atrium (PNA), menimbulkan peningkatan filtrasi dan ekskresi natrium dan
air oleh ginjal dan penurunan pelepasan aldosteron dan ADH.
Abnormalitas pada homeostatisiselektrolit, keseimbangan asam-basa dan
osmolalitas sering menyertai hipervolemia. Hipervolemia dapat
menimbulkan gagal jantung dan edema pulmuner, khususnya pada pasien
dengan disfungsi kardiovaskuler.
Komplikasi
Akibat lanjut dari kelebihan volume cairan adalah :
a. Gagal ginjal, akut atau kronik, berhubungan dengan peningkatan
preload, penurunan kontraktilitas, dan penurunan curah jantung.
b. Infark miokard.
c. Gagal jantung kongestif.
d. Gagal jantung kiri.
e. Penyakit katup.
f. Takikardi/aritmia berhubungan dengan hipertensi porta, tekanan
osmotik koloid plasma rendah, etensi natrium.
g. Penyakit hepar : Sirosis, Asites, Kanker, berhubungan dengan
kerusakan arus balik vena.
h. Varikose vena.
i. Penyakit vaskuler perifer.
j. Flebitis kronis
Sedangkan gangguan lainya meliputi :
Gangguan Ketidak Seimbangan Elektrolit yaitu:
1. Hyponatremia dan hypernatremia
Hyponatremia yaitu kekurangan sodium pd cairan extrasel maksudnya
terjadi perubahan tekanan osmotic sehingga cairan bergerak dari extrasel
ke intrasel mengakibatkan sel membengkak. Sedangkan hypernatremia
yaitu kelebihan sodium pada cairan extrasel sehingga tekanan osmotic
extrasel meningkat mengakibatkan cairan intrasel keluar maka sel
mengalami dehidrasi.
2. Hipokalemia dan hiperkalemia
Hipokalemia adalah kekurangan kadar potasium dalam cairan extrasel
sehingga potasium keluar dari sel mengakibatkan hidrogen dan sodium
ditahan oleh sel maka terjadi gangguan (perubahan) pH plasma. Sedangkan
hyperkalemia yaitu kelebihan kadar potasium pada cairan ektrasel, hal ini
jarang terjadi, kalaupun ada hal ini sangat membahayakan kehidupan sebab
akan menghambat transmisi impuls jantung dan menyebabkan serangan
jantung.
3. Hipokalsemia dan hiperkalsemia
Hipokalsemia yaitu kekurangan kadar calcium di cairan ekstrasel, bila
berlangsung lama, kondisi ini dapat manyebabkan osteomalasia sebab
tubuh akan berusaha memenuhi kebutuhan calcium dengan mengambilnya
dari tulang. Hiperkalsemia yaitu kelebihan kadar calcium pada cairan
extrasel, kondisi ini menyebabkan penurunan eksitabilitas otot dan saraf
yang pada akhirnya menimbulkan flaksiditas.
4. Hipokloremia dan hiperkloremia
Hipokloremia yaitu penurunan kadar ion klorida dalam serum, kondisi ini
disebabkan oleh kehilangan sekresi gastrointestinal yang berlebihan.
Hiperkloremia yaitu peningkatan kadar ion klorida dalam serum, kondisi
ini kerap dikaitkan dengan hipernatremia, khususnya saat terdapat
dehidrasi dan masalah ginjal.
5. Hipofosfatemia dan hiperfosfatemia
Hipofosfatemia yaitu penurunan kadar fosfat di dalam serum, kondisi ini
dapat muncul akibat penurunan absorbsi fosfat di usus, peningkatan
ekskresi fosfat dan peningkatan ambilan fosfat untuk tulang.
Hiperfosfatemia yaitu peningkatan kadar ion fosfat dalam serum, kondisi
ini dapat muncul pada kasus gagal ginjal atau saat kadar hormon paratiroid
menurun.

Gangguan Ketidak Seimbangan Asam Basa yaitu :


1. Asidosis Respiratorik
Yaitu gangguan keseimbangan asam basa yang disebabkan oleh retensi
CO2 akibat kondisi hiperkapnia. Karena jumlah CO 2 yang keluar melalui
paru berkurang, terjadi peningkatan H2CO2 yang kemudian menyebabkan
peningkatan [H+]. Tanda dan gejala klinisnya meliputi :
a. Napas dangkal, gangguan pernapasan yang menyebabkan hipoventilasi
b. Adanya tanda-tanda depresi susunan saraf pusat, gangguan kesadaran,
dan disorientasi.
c. pH plasma <7,35; pH urine <6
d. PCO2 tinggi (>45 mm Hg)
2. Asidosis Metabolik
Yaitu gangguan yang mencakup semua jenis asidosis yg bukan disebabkan
oleh kelebihan CO2 dalam cairan tubuh. Tanda dan gejala klinisnya :
a. Pernapasan kussmaul (pernapasan cepat dan dalam)
b. Kelelahan (malaise)
c. Disorientasi
d. Koma
e. pH plasma <3,5
f. PCO2 normal atau rendah jika sudah terjadi kompensasi
g. Kadar bikarbonat rendah (anak-anak <20mEq/l, dewasa <21 mEq/l)
3. Alkalosis Respiratorik
Yaitu dampak utama pengeluaran CO2 berlebih akibat hiperventilasi. Tanda
dan gejala klinisnya :
a. Penglihatan kabur
b. Baal dan kesemutan pada ujung jari tangan dan kaki
c. Kemampuan konsentrasi terganggu
d. Tetani, kejang, aritmia jantung (pada kasus yang gawat)
e. pH >7,45
4. Alkalosis Metabolik
Yaitu penurunan H+ plasma yang disebabkan oleh defesiensi relatif asam-
asam nonkarbonat. Tanda dan gejala klinisnya :
a. Apatis
b. Lemah
c. Gangguan mental
d. Kram
e. pusing
BAB II
RENCANA ASUHAN KLIEN DENGAN GANGGUAN KEBUTUHAN
CAIRAN DAN ELEKTROLIT

2.1 Pengkajian
1. Riwayat Kesehatan
a. Asupan cairan dan makanan (oral dan Parental).
b. Tanda dan gejala gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit.
c. Proses penyakit yang menyebabkan gangguan homeostatis cairan dan
elektrolit.
d. Pengobatan tertentu yang dijalani yang dapat mengganggu status cairan.
e. Status perkembangan (usia atau kondisi sosial).
f. Faktor psikologis (perilaku emosional).
2. Pengukuran Klinik
a. Berat Badan (BB)
Peningkatan atau penurunan 1 kg BB setara dengan penambahan atau
pengeluaran 1 liter cairan, ada 3 macam masalah keseimbangan cairan yang
berhubungan dengan berat badan :
1) Ringan : ± 2%
2) Sedang : ± 5%
3) Berat : ±10%
Pengukuran berat badan dilakukan setiap hari pada waktu yang sama dengan
menggunakan pakaian yang beratnya sama.
b. Keadaan Umum
Pengukuran tanda-tanda vital seperti suhu, nada, pernapasan, dan tekanan
darah serta tingkat kesadaran.
c. Asupan cairan
Asupan cairan meliputi:
1) Cairan oral : NGT dan oral
2) Cairan parental : termasuk obat-obat intravena
3) Makanan yang cenderung mengandung air
4) Iritasi kateter
d. Pengukuran keluaran cairan
1) Urin : volume, kejernihan/kepekatan
2) Feses : jumlah dan konsistensi
3) Muntah
4) Tube drainage dan IWL
e. Ukuran keseimbangan cairan dengan akurat : normalnya sekitar 200cc.
3. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik difokuskan pada :
a. Integument : keadaan turgor kulit, edema, kelelahan, kelemahan otot, tetani
dan sensasi rasa.
b. Kardiovaskuler : distensi vena jugularis, tekanan darah, hemoglobin dan
bunyi jantung.
c. Mata : cekung, air mata kering.
d. Neurology : reflek, gangguan motorik dan sensorik, tingkat kesadaran.
e. Gastrointestinal : keadaan mukosa mulut, mulut dan lidah, muntah-muntah
dan.
4. Pemeriksaan Laboratorium
a. Pemeriksaan elektrolit serum
Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui kadar natrium, kalium, klorida,
ion bikarbonat.
b. Pemeriksaan darah lengkap
Pemeriksaan ini meliputi jumlah sel darah merah, hemoglobin (Hb), hematrokit
(Ht).
Ht naik : adanya dehidrasi berat dan gejala syok.
Ht turun : adanya perdarahan akut, masif, dan reaksi hemolitik.
Hb naik : adanya hemokonsentrasi
Hb turun : adanya perdarahan habat, reaksi hemolitik.
c. pH dan berat jenis urine
Berat jenis menunjukkan kemampuan ginjal untuk mengatur konsentrasi urine.
Normalnya, pH urine adalah 4,5-8 dan berat jenisnya 1,003-1,030.
d. Analisa gas darah
Biasanya, yang diperiksa adalah pH, PO2, HCO3-, PCO2,dan saturasi O2.
Nilai normal PCO2 : 35 – 40 mmHg; PO2 : 80 – 100 mmHg; HCO3- : 25 – 29
mEq/l. Sedangkan saturasi O2 adalah perbandingan oksigen dalam darah
dengan jumlah oksigen yang dapat dibawa oleh darah, normalnya di arteri (95 –
98 %) dan vena (60 – 85 %).
2.1 Rencana Keperawatan

No Standar Diagnosa Keperawatan Standar Luaran Keperawatan Indonesia Standar Intervensi Keperawatan Indonesia
Indonesia (SDKI) (SLKI) (SIKI)
1 Hipovolemia ( L.03028) Manajemen hypovolemia
Setelah diberikan intervensi selama …x…. Observasi
jam maka status cairan membaik, dengan  Periksa tanda dan gejala
Penyebab : kriteria hasil : hypovolemia (mis. Frekuensi nadi
 Kehilangan cairan aktif  Kekuatan nadi meningkat meningkat, nadi terba lemah, tekanan
 Kegagalan mekanisme regulasi  Turgor kulit meningkat darah menurun, tekanan nadi
 Peningkatan permiabelitas  Ortopnea menurun menyempit, turgor kulit menurun,
kapiler  Dyspnea menurun membrane mukosa kering, volume
 Kekurangan intake cairan  Frekuensi nadi membaik urin menurun, hematocrit meningkat,
 Evaporasi  Tekanan darah membaik haus, lemah)

 Tekanan nadi membaik  Monitor intake dan output cairan


Gejala dan tanda Terapeutik
 Membrane mukosa membaik
Mayor  Hitung kebutuhan cairan
 Kadar hb membaik
Subjektif (tidak tersedia)  Berikan posisi mified tredelenburg
 Kadar ht membaik
Objektif  Berikan asupan cairan oral
 Intake cairan membaik
 Frekuensi nadi meningkat Edukasi
 Nadi teraba lemah  Anjurkan memperbanyak asupan
 Tekanan darah menurun cairan oral
 Tekanan darah menyempit  Anjurkan menghindari perubahan
 Turgor kulit menurun posisi mendadak
 Membrane mukosa kering Kolaborasi
 Volume urin menurun  Kolaborasi pemberian cairan IV
 Hematocrit meningkat isotonis (mis. NaCl, RL)
Minor  Kolaborasi pemberiancairan IV
Subjektif hipotonis (mis. Glukosa 2,5%, NaCl
 Merasa lemah 0,4%)

 Mengeluh haus  Kolaborasi pemberian cairan koloid


Objektif (mis. Albumin, plasmanate

 Pengisian vena menurun  Kolaborasi pemberian produk darah

 Status mental berubah


Manajemen syok hypovolemia
 Suhu tubuh meningkat
Observasi
 Konsentrasi urine meningkat
 Monitor status
 Berat badan turun tiba-tiba
kardiopulmogonal (frekuensi dan
kekuatan nadi, frekuensi nafas,
Kondisi klinis terkait
TD, MAP)
 Penyakit adison
 Monitor status oksigenasi (oksimetri
 Trauma (pendarahan)
nadi, AGD)
 Luka bakar
 Monitor status cairan (masukan dan
 AIDS
haluaran, turgor kulit, CRT)
 Penyakit crohn
 Periksa tingkat kesadarajndan respon
 Muntah
pupil
 Periksa seluruh permukaan tubuh
 Diare terhadap adanya DOTS (deformity/
 Colitis ulseratif deformitas, open wound/luka terbuka,

 Hipoalbuminemia tenderness/nyeri tekan,


swelling/bengkak
Terapeutik
 Pertahankan jalan nafas paten
 Berikan oksigen untuk
mempertahankan saturasi oksigen
>94%
 Persiapkan intubasi dan ventilasi
mekanis, jika perlu
 Lakukan penekanan langsung (direct
pressure) pada perdarahan eksternal
 Berikan posisi syok
(modified tredelenberg)
 Pasang jalur IV berukuran besar (mis.
14 atau 16)
 Pasang kateter urine untuk
menilai produksi urine
 Pasang selang nasogastric untuk
dekompresi lambung
 Ambil sampel darah untuk
pemeriksaan darah lengkap dan
elektrolit
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian infus cairan
kristaloid 1-2 L pada dewasa
 Kolaborasi pemberian infus cairan
kristaloid 20 mL/kgBB pada anak
 Kolaborasi pemberian transfuse darah,
jika perlu
2 Risiko hypovolemia ( L.03028 ) Manajemen hypovolemia
Faktor risiko Setelah diberikan intervensi selama …x…. Observasi
 Kehilangan cairan secara aktif jam maka status cairan membaik, dengan  Periksa tanda dan gejala
 Gangguan absorbs cairan kriteria hasil : hypovolemia (mis. Frekuensi nadi
 Usia lanjut  Kekuatan nadi meningkat meningkat, nadi terba lemah, tekanan

 Kelebihan berat badan  Turgor kulit meningkat darah menurun, tekanan nadi

 Status hipermetabolik  Ortopnea menurun menyempit, turgor kulit menurun,


 Dyspnea menurun membrane mukosa kering, volume
 Kegagalan mekanisme regulasi
 Frekuensi nadi membaik urin menurun, hematocrit meningkat,
 Evaporasi
 Tekanan darah membaik haus, lemah)
 Kekurangan intake cairan
 Tekanan nadi membaik  Monitor intake dan output cairan
 Efek agen farmakologis
Terapeutik
 Membrane mukosa membaik
 Hitung kebutuhan cairan
Kondisi klinis terkait  Kadar hb membaik
 Berikan posisi mified tredelenburg
 Penyakit Addison  Kadar ht membaik  Berikan asupan cairan oral
 Trauma/perdarahan  Intake cairan membaik Edukasi
 Luka bakar  Anjurkan memperbanyak asupan
 AIDS cairan oral
 Penyait Crohn  Anjurkan menghindari perubahan
 Muntah posisi mendadak
 Diare Kolaborasi
 Colitis ulseratif  Kolaborasi pemberian cairan IV
isotonis (mis. NaCl, RL)
 Kolaborasi pemberiancairan IV
hipotonis (mis. Glukosa 2,5%, NaCl
0,4%)
 Kolaborasi pemberian cairan koloid
(mis. Albumin, plasmanate
 Kolaborasi pemberian produk darah

Pemantauan cairan
Observasi
 Monitor rekuensi dan kekuatan nadi
 Monitor frekuensi napas
 Monitor tekanan darah
 Monitor berat badan monitor waktu
pengisian kapiler
 Monitor turgor kulit
 Monitor jumlah, warna dan berat jenis
urine
 Monitor kadar albumin dan protein
total
 Monitor hasil pemeriksaan urine
 Monitor intake dan output cairan
 Identifikasi tanda-tanda hypovolemia
 Identifikasi factor risiko
ketidakseimbangan
cairan
Terapeutik
 Atur interval waktu pemantauan sesuai
dengan kondisi pasien
 Dokumentasikan hasil pemantauan
Edukasi
 Jelaskan tujuan dan prosedur
pemantauan
 Informasikan hasil pemantauan, jika
perlu
3 Hipervolemia ( L.05020 ) Manajemen hypervolemia
Penyebab Setelah diberikan intervensi selama …x…. Observasi
 Gangguan mekanisme regulasi jam maka keseimbangan cairan meningkat,  periksa tanda dan gejala hypervolemia
 Kelebihan asupan cairan dengan kriteria hasil :  identifikasi penyebab hypervolemia
 Kelebihan asupan natrium  asupan cairan meningkat  monitor status hemodinamik
 Gangguan aliran balik vena  haluaran urine meningkat  monitor intake dan output cairan
 Efek agen farmakologis  kelembaban membrane mukosa  monitor tanda hemokonsentrasi
Gejala dan tanda mayor meningkat  monitor tanda peningkatan tekanan
Subjektif  edema menurun onkotik plasma
 Ortopnea  dehidrasi menurun  monitor kecepatan infus secara ketat
 Dyspnea  tekanan darah membaik  monitor efek samping diuretic
 Paroxysmal nocturnal dyspnea  denyut nadi membaik Terapeutik
Objektif  membrane mukosa membaik  timbang berat badan setiap hari pada
 Edema anasarka dan/atau edema  berat badan membaik waktu yang sama
perifer  batasi asupan cairan dan garam
 Berat badan meningkat dalam  tinggikan keoala tempat tidur 30-40o
waktu sinngkat edukasi
 JVP atau CVP  anjurkan melapor jika haluaran urine
 Reflek hepatojugular positif <0,5 mL/kg/jam dalam 6 jam
Gejala dan Tanda Minor  anjurkan melapor jika BB bertambah
Subjektif (tidak tersedia) >1 kg dalam sehari
Objektif  ajarkan cara mengukur dan mencatat
 Distensi vena jugularis asupan dan haluaran cairan
 Terdengar suara nafas tambahan  ajarkan cara membatasi
 Hepaotomegali cairan Kolaborasi
 Kadar Hb/Ht turun  kolaborasi pemberian diuretic
 Oliguria  kolaborasi penggantian kehilangan
 Intake lebih banyak dari output kalium akibat diuretic

 Kongesti paru  kolaborasi pemberian CRRT, bila

Kondisi klinis terkait perlu

 Penyakit ginjal
Pemantauan cairan
 Hipoalbuminemia
Observasi
 GJK
 Monitor rekuensi dan kekuatan nadi
 Kelainan hormone
 Monitor frekuensi napas
 Penyakit hati
 Monitor tekanan darah
 Penyakit vena perifer
 Monitor berat badanmonitor waktu
 imobilitas
pengisian kapiler
 Monitor turgor kulit
 Monitor jumlah, warna dan berat jenis
urine
 Monitor kadar albumin dan protein
total
 Monitor hasil pemeriksaan urine
 Monitor intake dan output cairan
 Identifikasi tanda-tanda hipervolemia
 Identifikasi factor risiko
ketidakseimbangan
cairan
Terapeutik
 Atur interval waktu pemantauan sesuai
dengan kondisi pasien
 Dokumentasikan hasil pemantauan
Edukasi
 Jelaskan tujuan dan prosedur
pemantauan
Informasikan hasil pemantauan, jika perlu
DAFTAR PUSTAKA

Kozier, Barbara. 2010. Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep,


Proses, dan Praktik. Jakarta: EGC.
Potter&Perry. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan volume.2 Konsep
Proses dan Praktik Edisi 4.Jakarta:EGC.
Tarwoto&Wartonah. 2006. Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses
Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta:
Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai