DISKUSI
fase laten dikonsulkan oleh sejawat obstetri untuk dilakukan operasi seksio sesarea
emergensi. Akan tetapi setelah dilakukan pemeriksaan ulang oleh spesialis obstetri,
dinyatakan bahwa pasien dapat partus secara normal sehingga pertolongan partus
dilakukan di ICU. Pasien dengan kejang sebanyak 2 kali di kapal, disertai nyeri
kepala, pandangan kabur, dan nyeri ulu hati. Berdasarkan gejala tersebut, maka
pasien didiagnosis dengan eklampsia. Hal ini sesuai dengan kepustakaan yang
kejang tiba-tibayang dapat disusul dengan koma pada wanita hamil, persalinan atau
yangjarang, eklampsia terjadi pada usia kehamilan kurang dari 20 minggu. Sektar
postpartum.8,9Pasien ini mengalami kejang pada saat inpartu kala 1 fase laten
1
didefinisikan sebagai peningkatan tekanan darahsistolik ≥ 140 mmHg atau tekanan
dengan kadar 300 mg/dldalam urin tampung 24 jam atau dengan pemeriksaan
padakehamilan < 34 minggu, dan onset lanjut, yang terjadi pada kehamilan ≥
maternal ringan, keterlibatan janin dengan tingkat yang lebihringan, dengan hasil
disebut tanda prodromal. 2,8,9 Preeklampsia yangdisertai tanda prodoma ini disebut
dibagi menjadi ringan dan berat. Pre-eklampsi berat didefinisikan sebagai pre-
eklampsia dengan hipertensi berat tekanan darah diastolik ≥110 mmHg, tekanan
darah sistolik ≥ 160 mmHg dan/atau dengan gejala, dan/atau gangguan biokimia
Sidhu
dan/atau hematologis. Hal yang sama dialami oleh pasien sesuai dengan
180/100 mmHg. Selain itu, ditemukan adanya pembengkakan pada daerah wajah
2
khususnya sekitar mata dan ekstremitas. Keluhan yang dialami pasien sebelum
kejang seperti nyeri kepala dan nyeri ulu hati juga sesuai dengan kepustakaan
adaah sakit kepala yang berat dan menetap (50-70%), gangguan penglihatan (20-
sementara (5-10%).8,11
Beberapa saatkemuadian seluruh tubuh menjadi kaku karena kontraksi otot yang
3
menyeluruh,fase ini dapat berlangsung 10 sampai 15 detik. Pada saat yang
bersamaan rahangakan terbuka dan tertutup dengan keras, demikian juga hal ini
akan terjadi padakelopak mata, otot-otot wajah yang lain dan akhirnya seluruh
otot mengalamikontraksi dan relaksasi secara bergantian dalam waktu yang cepat.
penderitaterlempar dari tempat tidurnya, bila tidak dijaga. Lidah penderita dapat
tergigitoleh karena kejang otot-otot rahang. Fase ini dapat berlangsung sampai
normal.Apabila tidak ditangani dengan baik, kejang pertama ini akan diikuti
kematian tanpa sempat pulih kesadarannya. Padakasus yang jarang, kejang yang
terjadi hanya sekali namun dapat diikuti dengankoma yang lama bahkan
kematian.9,12
4
Frekuensi pernapasan biasanya meningkat setelah kejang eklampsia
dandapat mencapai 50 kali per menit. Hal ini dapat menyebabkan hiperkarbia
pusat.12
signifikan dari bentuk penyakit ginjal primer lainnya. Protein glomerulus dengan
ukuran sedang, seperti albumin, diidentifikasi terdapat dapat urin, dengan atau
tanpa protein tubular lain dengan berbagai ukuran, seperti B2-mikroglobulin, yang
berat.13Setelah persalinan urin output akan meningkat dan ini merupakan tanda
vaskulerkronis.
5
Etiologi pre-eklampsia tidak diketahui secara pasti. Diketahui, ada
obesitas II. Insiden pre-eklampsia terjadi sekitar 3 – 7 % pada nullipara sehat dan
kehamilan pertama.Hal ini diduga berkaitan dengan paparan pertama ibu terhadap
6
histoinkompabilitas placenta. Preeklampsia terdapat pada 3-8% ibu hamil,
perfusi plasenta dan sindrom maternal. Tahap pertama terjadi selama 20 minggu
terjadinya sindrom maternal. Tahap ini merupakan tahap kedua atau disebut juga
fase sistemik. Fase ini merupakan fase klinis preeklampsia, dengan elemen pokok
7
Gambar 2. Patofisiologi pre-eklampsia2
8
menyebabkan arteri menjadi nekrosis dan gangguan sawar darah otak, yang
distalsirkulasi mikro. Pada tekanan arteri yang tinggi, pembuluh darah halusotot
dapat mencapai batas kekuatannya dan kemudian melebar. Segmen yang pendek
edema fokal, dan peningkatan pasif darah otakmengalir. Akan tetapi, tidak
%). Selain itu, terdapat peningkatan enzim hati yati SGOT dan SGPT
masing0masing 95 U/L dan 41 U/L. Hal ini sesuai dengan kepustakaan yang
multisistemik yaitu:15
a. Neurologis : Ensefalopati hipertensif dan / atau iskemik karena vasokonstriksi
9
sebagai penglihatan kabur, skotoma, kebutaan sementara dan sakit kepala
eklampsia dibuat jika tekanan darah >140/90 mmHg pada dua kali pengukuran
10
preeklampsia, tidak lagi digunakan sebagai dasar diagnosis karena sensitivitas
protein urin, dan kreatinin serum dapat membantu mengetahui derajat kerusakan
target organ, tetapi tidak ada yang spesifik untuk diagnosis preeklampsia.16
Pada 20% wanita preeklampsia berat didapatkan sindrom HELLP
(Hemolysis, Elevated Liver Enzyme, Low Platelet Count) yang ditandai dengan
sistem koagulasi. Angka kejadian sindrom HELLP ini sekitar 1 dari 1000
trauma pada pasien pada waktu kejang, mengandalikan tekanan darah, khususnya
pada waktu krisis hipertensi, serta melahirkan janin pada waktu dan cara yang
pasien sendirian tetapi minta bantuan, termasuk tenaga ahli yang sesuai seperti
spsesialis anestesi dan spesialis obstetri yang senior. Posisikan ibu lateral kiri dan
berikan oksigen. Nilai jalan napas dan pernapasan, serta periksa denyut nadi dan
11
tekanan darah. Penggunaan oksimetri sangat membantu. Perawatan dilakukan di
rangan yang cukup terang, tidak di kamar gelap, sehingga jika terjadi sianosis
dapat segera diketahui. Penderita dibaringkan di tempat tidur yang lebar, dengn
rail tempat tidur yang dipasang dan dikunci rapat. Selanjutnya masukkan sudap
lidah ke dalam mulut penderita dan jangan mencoba melepas sudap lidah tersebut
karena dapat memeatahkan gigi. Kepala direndahkan dan orofaring diisap. Fiksasi
pada pada tempat tidur harus cukup longgar, untuk mencegah terjadinya fraktur.
diterima,dengan asumsi bahwa tidak ada masalah akut pada janin seperti
pernapasan >16 kali per menit, harus tersediaantidotum yaitu Kalsium Glukonat
dengan jalur intravena dapat diberikan dengan loading dose 4 gram diencerkan
Selanjutnya dapat memulai dosis rumatan MgSO4 6 gram dalam 500 mL cairan
Ringer laktat dengan kecepatan dosis 1gram/jam atau sekitar 28 tetes makro
diberikan injeksi Kalsium Glukonat 10% (1 gram dalam 10 cc) dansetelah 24 jam
12
pasca persalinan. Bila terjadi refrakterterhadap pemberian MgSO4 maka bisa
fenitoin.8,18Kejangmasihmungkinakanterjadiwalautatalaksana MgSO4
ini dapat diatasi dengan pemberian 2gram bolus MgSO4 atau dapat diberikan
akibat peningkatan jumlah MgSO4 tidak diikuti dengan peningkatan kadar Mg2+
total dan yang terionisasisehingga efek inhibisi terhadap ion Ca2+ tidak terjadi.
Ca2+ yang terionisasi tidak mengalami peningkatan yang signifikan. Hal ini
Magnesium berperan dalam proses pelepasan ion Ca2+, Na+ dan K+ trans
membran pada fase depolarisasi dan repolarisasi, melalui aktivitas enzim Ca-
13
dalam sel dan meningkatkan konsetrasi Na+ dan Ca2+ dalam sel yang pada
stabilisator dari berbagai kanal ion tidak berfungsi, dalam keadaan ini penurunan
jumlah ion Mg2+ akan meningkatkan ambang batas eksitasi sehingga dapat
menyebabkan kejang.18,19
Selain penggunaan magnesium sulfat, beberapa obat yang dapat
sulfat lebih baik daripada diazepamtentang kematian ibu yang kritis dan
kekambuhan kejang. Akan tetapi, tidak ada perbedaan statistik antara kedua obat
tersebut untuk terjadinya morbiditas ibu yang serius. Sama halnya dengan
kejang berulang.5
Seluruh kejang eklampsia didahului dengan preeclampsia yang salah
tekanan darah sistolik >170 mmHg atau diastolik >110 mmHg pada wanita hamil
14
jika respons diuresis kurang adekuat.Morfin intravena2-3 mg dapat diberikan untuk
tekanan darah tidak terkontrol diulangi tiap 20 menit, jika tidak berhasil
sampingnya adalah sakit kepala, denyut jantung cepat dan perasaan gelisah,
perifer dan tidak menurunkan aliran darah ke otak, jantung dan ginjal. Obat
ini dapat diberikan secara peroral maupun intravena yang dimulai dengan 20
kemudian, penggunaan maksimal 220 mg, jika level penurunan tekanan darah
“dihindari pemberian Labetalol untuk wanita dengan asma atau gagal jantung
kongestif”, jika diberikan secara intravena efeknya terlihat dalam 2-5 menit
dan mencapai puncaknya setelah 15 menit, obat ini bekerja selama 4 jam.
labetolol dan hidralazin pada wanita dengan hipertensi berat, tidak ditemukan
15
c. Beta-bloker (Atenolol, Metoprolol, Nadolol, Pindolol, Propranolol), obat-obat
16
Bagan 1. Algoritma tatalaksana hipertensi pada pre-eklamsia/eklampsia
pengalaman dokter, misalnya 8mg intravena (IV)/8 jam atau 10mg IV/12h, yang
tujuannya adalah untuk memberikan ≥ 20mg dalam 24 jam selama 2 hari atau
trombosit > 50.000/mm3, kecuali dalam penurunan cepat atau hemolisis penting.15
17
Kortikosteroid telah digunakan dalam sindrom HELLP. Bukti saat ini
biokimia dan hematologis yang lebih cepat tetapi tidak ada bukti obat tersebut
plasebo atau tidak mendapat perawatan dan dua percobaan (76 wanita)
dibandingkan dengan plasebo atau tanpa perawatan untuk wanita dengan Sindrom
HELLP, tidak ada perbedaan statistik dalam hasil terkait terjadinya eklampsia.5
mengalami ketuban pecah dini. Antibiotik yang digunakan pada pasien ini adalah
mengalami lisis akibat aktivitas enzim autolisis dinding sel ketika penyusunan
yang bekerja dengan berinteraksi dengan DNA setelah proses difusi ke dalam
18
organisme sehingga DNA akan kehilangan struktur helix dan kerusakan untai.
Akibatnya terjadi inhibisi sintesis protein dan kematian sel organisme sasaran.21
allopurinol untuk mengatasi peningkatan asam urat (11,8 mg/dl), ketorolac yang
inflamasi. Efek ini membantu mengurangi bengkak, nyeri, atau demam, dan
ranitidin untuk mengatasi nyeri ulu hati serta mencegah efek samping dari
dan postpartum. Dalam keadaan biasa, total cairan harus dibatasi hingga 80
ml/jam atau 1 ml/kg/jam. Selama 20 tahun terakhir, edema paru telah menjadi
sesak nafas mendadak, dapat disertai agitasi, dan merupakan manifestasi klinis
proses penyakit yang berat. Hal ini terjadi dikaitkan dengan manajemen cairan
yang tidak tepat. Tidak ada bukti manfaat cairan ekspansi dan pembatasan cairan
dikaitkan dengan hasil klinis yang baik pada ibu. Terapi meliputi oksigenasi,
menurun beberapa jam setelah persalinan, meskipun resiko komplikasi masih ada
19
setelah beberapa jam pasca persalinan.11Keputusan untuk melahirkan harus dibuat
setelah kondisi ibu stabil dan spesialis senior telah ada. Jika janin kurang dari 34
sangat dini dapat meningkatkan hasil perinatal tetapi harus tetap memantau
Pada kasus ini, pasien datang dengan kala 1 fase laten. Pada
dilakukan pemeriksaan ulang dan dengan kondisi ibu yang stabil maka
20
kehamilan lewat waktu, oligohidramnion, korioamnionitis, preeklampsi
diperlukan untuk menyelamatkan janin dari lingkungan intra uteri yang potensial
berbahaya pada kehamilan lanjut untuk berbagai alasan atau karena kelanjutan
morbiditas utama pada bayi. Pada eklampsia, hipoksemia ibu dan hiperkarbia
menyebabkan denyut jantung janin dan aktivitas uterus berubah selama dan segera
setelah kejang akibat berkurangnya aliran darah uterus. Pelacakan detak jantung
dan koreksi hipoksemia ibu. Ini bukan saatnya untuk melahirkan janin secara
darurat. Interval waktu optimal antara kejang dan persalinan belum diklarifikasi.
dipantau ketat, asupan dan keluaran cairan, serta gejala selama setidaknya 48 jam.
Magnesium sulfat intravena umumnya berlanjut selama 24-48 jam, dan obat
21
antihipertensi tetap digunakan digunakan jika TD sistolik setidaknya 155mm Hg
atau jika diastolik setidaknya 105mm Hg. Selama periode postpartum, terdapat
risiko kematian ibu akibat perdarahan post partum. Panduan dari World Health
sebelum 3 jam. Rekomendasi ini dianjurkan untuk segala jenis perdarahan post
untuk kasus trauma jalan lahir atau atonia uteri yang tidak berhenti dengan obat
golongan uterotonik.23
22
KESIMPULAN
23
Preeklampsia/eklampsia merupakan penyebab utama morbiditas dan
utama adalah terapi suporting untuk stabilisasi fungsi vital, yang meliputi Airway,
hipoksemia, dan asidemia mencegah trauma pada pasien pada waktu kejang,
DAFTAR PUSTAKA
1. Motiang M. Obstetric patients admitted to theintensive care unit ofDr George
Mukhari cademic Hospital, Ga-Rankuwa,South Africa.S Afr J Crit
Care2017;33(1):12-14.
2. Myrtha R. Penatalaksanaan Tekanan Darah pada Preeklampsi. CDK,
2015:42(4):262-66.
3. Saphiro J.M. Critical Care of Obstetric Patient. Sage, Augs 2006:278-86.
24
4. Fatmawati L, Sulistyono A, Notobroto HB. Pengaruh Stratus Kesehatan Ibu
Terhadap Derajat Preeklampsia/Eklpampsia di Kabupaten Gresik. Buletin
Penelitian Sistem Kesehatan, 2017:20(2);52-58
5. World Health Organization. WHO Recommendation for Prevention and
Treatment fo Pre-eclampsia and Eclampsia. 2011
6. Kansaria J, Parulekar S. Critical Care in Preeclampsi – Eclampsia. Bombay
Hospital Journal, 2008:50(1);19-25
7. Roberts J et all. Hypertension in Pregnancy. The American Collage and
Obstetrician and Gynecologyst. 2013
8. Gasnier R. Eclampsia: an Overview Clinical Presentation, Diagnosis, and
Managemant. MOJ Women’s Health, 2016:3(2);182-7.
9. Prawirohardjo S. Ilmu Kebidanan Edisi Keempat. Jakarta: PT Bina Pustaka.
2010
10. Sidhu H, Harper A, Atamney MC, et all. Managemant of Severe Pre-
eclampsia and Eclampsia. Gain, 2012.
11. Uzan J, Carbonnel M, Piconne O, Asmar R, Ayoubi J. Pre-Eclampsia:
Patophysiology, Diagnosis, and Management. Vaskular Health and Risk
Managemant 2011:7;467-74
12. Cunningham, F.G.et al. Hipertensive Disorder in Pregnancy. In: Williams
Obstetrics-22nd Edition. USA: Mc Graw Hill co. 2005.
13. Hladunewich M, Karumanchi A, Lafayette R. Pathophysiology of The
Clinical Manifestations of Preeclampsi. Clin J Am Soc Nephrol, 2007:2;543-
49.
14. Williams KP, Galarneau F. Patophysiology of Eclampsia. Clinics Mother
Child Health, 2015:12(4).
15. Soto JAV, Narváes CMV, Vega CB, et all. Severe Pre-Eclampsia: Obstetrics
Critical Care Unit of Hospital General De Mexico. Experience During 2014.
Obstet Gynecol Int J. 2015:2(6).
16. Powe CE, Levine RJ, Karumanchi SA. Pre-eclampsia, A Disease of the
Maternal Endothelium: The Role of Antiangiogenic Factors and Implications
for Later Cardiovascular Disease. Circulation 2011:123;2856-69.
17. RCOG. The Management of Severe Preeclmpsia/Eclampsia. RCOG Guidline,
2010:10(A)
18. Andalas M, Ramadhan A, Rudiyanto. Eklampsia Post Partum: Sebuah
Tinjauan Kasus. Jurnal Kedokteran Syiah Kuala, 2017:17(1);33-37.
25
19. ACOG. ACOG Practice Bulletin: Diagnosis and Management of
Preeclampsia and Eclampsia. The American College of Obstetricians and
Gynecologists Number 33.2002:1
20. Dennis AT, Solnordal CB. Acute Pulmonary Oedema in Pregnant Women.
Anaesthesia. 2012;67:646-59.
21. Zazuli Z, Sukandar E, Lisni I. Evaluasi Penggunaan Obat Pada Pasien Bedah
2015:4(2);87-97.
22. Nyoman N, Weking JM, Fauziah N. Kajian Penggunaan Misoprostol dan
26