Anda di halaman 1dari 26

BAGIAN ILMU MATA REFERAT

FAKULTAS KEDOKTERAN Maret 2019


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

RETINOPATI DIABETIK

Oleh :

Annisa Nur Mutia, S.Ked

10542 0366 13

Pembimbing :

dr. Miftahul Akhyar Latief, Ph.D, Sp.M, M.Kes

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN ILMU MATA

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2019

1
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb

Syukur alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah


memberikan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulisan referat ini dapat
diselesaikan. Shalawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada Baginda Besar
Nabi Muhammad SAW.

Referat berjudul “Retinopati Diabetik” ini dapat terselesaikan dengan baik dan
tepat pada waktunya sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan Kepaniteraan
Klinik di Bagian Ilmu Mata. Secara khusus penulis sampaikan rasa hormat dan terima
kasih yang mendalam kepada dr.Miftahul Akhyar Latief, Ph.D , Sp.M, M.Kes selaku
pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu dengan tekun dan sabar dalam
membimbing, memberikan arahan dan koreksi selama proses penyusunan tugas ini
hingga selesai.

Penulis menyadari bahwa penyusunan referat ini belum sempurna adanya dan
memiliki keterbatasan tetapi berkat bantuan dan dorongan dari berbagai pihak, baik
moral maupun material sehingga dapat berjalan dengan baik. Akhir kata, penulis
berharap agar laporan kasus ini dapat memberi manfaat kepada semua orang.

Makassar, Maret 2019

Penulis

2
LEMBAR PENGESAHAN

Yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan bahwa:


Nama : Annisa Nur Mutia, S.Ked
NIM : 10542 0366 12

Judul Referat : Retinopati Diabetik

Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada bagian

Ilmu Mata Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Makassar.

Makassar, Maret 2019

Pembimbing Mahasiswa

dr. Miftahul Akhyar Latief, Ph.D, Sp.M, M.Kes Annisa Nur Mutia, S.Ked

3
BAB I

PENDAHULUAN

Diabetes atau disebut sebagai penyakit kencing manis merupakan penyakit


yang terjadi karena pancreas tidak sanggup menghasilkan cukup insulin. Penderita
penyakit diabetes dalam waktu yang lama memiliki resiko terhadap berbagai kelainan
seperti hipoglikemia, ketoasidasis, dan komplikasi. Dampak yang cukup
membahayakan adalah komplikasi, komplikasi dibagi menjadi dua yaitu
komplikasi makrovaskular dan komplikasi mikrovaskular. Komplikasi
makrovaskular menyebabkan terjadinya penyumbatan pada pembuluh darah besar
seperti pada jantung dan otak. Sedangkan komplikasi mikrovaskular menyebabkan
penyumbatan pembuluh darah kecil seperti di ginjal dan mata yang dapat
mengakibatkan penderita mengalami gangguan penglihatan bahkan kebutaan.1

Retinopati diabetik adalah suatu kelainan mata pada pasien diabetes yang
disebabkan karena kerusakan kapiler retina dalam berbagai tingkatan, sehingga
menimbulkan gangguan penglihatan mulai dari yang ringan sampai terjadi kebutaan
total dan permanen. Prevalensi retinopati diabetik pada pasien diabetes tipe 1 setelah
10-15 tahun sejak terdiagnosis ditegakkan berkisar antara 25-50%. Sesudah 15 tahun
prevalensi meningkat menjadi 75-95 % dan setelah 30 tahun mencapai 100%. Pasien
diabetes tipe-2 ketika diagnosis diabetes ditegakkan sekitar 20% diantaranya sudah
ditemukan retinopati diabetik. Setelah 15 tahun kemudian prevalensi meningkat
menjadi lebih dari 60-85%.2

Retino diabetik merupakan penyebab kebutaan yang paling sering ditemukan


pada usia dewasa antara 20-74 tahun. Pasien diabtetes melitus memiliki risiko 25 kali
lebih mudah untuk mengalami retinopati dibanding non diabetes. Risiko mengalami
retinopati pada pasien diabetes meningkat sejalan dengan lamanya menderita
diabetes. Penyebab retinopati diabetik belum diketahui pasti, namun hiperglikemia
yang berlangsung lama diduga merupakan faktor risiko utama. Oleh sebab itu kontrol

4
glukosa darah sejak dini penting dalam mencegah timbulnya retinopati diabetik.
Metode pengobatan retinopati diabetik dewasa ini juga mengalami kemajuan yang
pesat sehingga resiko kebutaan banyak berkurang.2

BAB II

5
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Retinopati diabetik adalah suatu kelainan mata pada pasien diabetes yang
disebabkan karena kerusakan kapiler retina dalam berbagai tingkatan, sehingga
menimbulkan gangguan penglihatan mulai dari yang ringan sampai terjadi kebutaan
total dan permanen.2

B. Anatomi dan Fisiologi

1. Bola Mata

Bola mata merupakan salah satu bagian tubuh yang memiliki struktur
yang sangat istimewa. Bola mata berbentuk bulat dengan diameter 24 mm atau
lebih kurang 1 inci. Persarafan organ ini pun cukup unik karena saraf pada
mata merupakan satu-satunya saraf yang dapat dilihat (dengan oftalmoskop) secara
in vivo. mata dilapisi oleh 3 lapis jaringan, yaitu sclera, jaringan uvea dan retina.
Sklera merupakan bagian terluar dari bola mata. Sklera berwarna putih dan
tersusun atas kolagen. Sklera sebenarnya berhubungan langsung dengan kornea
pada bagian anteriornya. Kornea bersifat transparan dan memudahkan cahaya
masuk ke dalam mata. Jaringan uvea kaya akan vaskularisasi. Jaringan uvea
terdiri atas iris, badan siliar dan koroid. Lapisan paling dalam bola mata adalah
retina. Retina terdiri atas 10 lapisan dan bertanggung jawab merubah sinar yang
masuk menjadi rangsangan pada saraf optik untuk diinterpretasikan di otak.3

Bola mata penuh akan cairan. Ada dua cairan yang berebeda terdapat di
bola mata. Vitreous humourmengisi bagian posterior dari bilik vitreous. Cairan
ini merupakan suspense jelly yang menyerupai Jell-O. Sedangakan aqueous
humour mengisi bilik mata depan dan bilik mata belakang. Cairan ini diproduksi di
bilik mata belakang dan mengalir ke bilik mata depan. Cairan ini kaya akan nutrisi

6
dan membantu komponen avaskular kornea dan lensa untuk teteap mendapat
asupan nutrisi.

2. Retina

Retina merupakan bagian mata yang mengandung reseptor penerima


rangsangan cahaya. Perbatasan antara retina dan koroid adalah sel epitel retina.
Lapisan pigmen epithelium (RPE) terletak di permukaan dalam bulbus. Selama ini,
RPE dipercaya hanya memiliki satu fungsi yaitu menyerap cahaya yang masuk ke
mata sehingga dapat meningkatkan kualitas penglihatan mata. Namun, telah banyak
ditemukan fungsi lain dari lapisan ini. RPE ternyata dapat menjaga integritas struktur
dari retina dengan cara mengfagosit sel-sel fotoresptor yang rusak akibat pajanan dari
radikal bebas, photo-oxidative , dan energi cahaya. Proses fagositosis ini
bertujuan untuk memperbarui sel-sel fotoreseptor yang rusak.3

Jika dianalogikan dengan kamera, retina mata berfungsi sebagai film. Retina
tersusun atas lapisan-lapisan sel saraf. Retina tersusun atas 9 lapisan. Lapisan-
lapisan tersebut adalah membran limitan interna, membran limitan interna

7
merupakan membrane hialin antara retina dan badan kaca, lapis serabut saraf, lapis
serabut saraf merupakan lapis akson sel ganglion yang menuju kea rah saraf optik.
Pada lapisan ini terdapat sebagian besar pembuluh darah retina, lapis sel
ganglion, lapis pleksiform dalam, lapis nukleus dalam, lapis pleksiform luar, lapis
pleksiform luar merupakan lapisan aselular yang menjadi tempat sinapsis sel
fotoreseptor dengansel bipolar dan sel horizontal, lapis nukleus luar, lapis
nukleus luar merupakan susunan lapisan sel kerucut dan sel batang. Lapisan ini
bersama lapisan limitan eksterna dan fotoreseptor merupakan lapisan avaskular
dan mendapat metabolisme dari kapiler koroid, membran limitan eksterna, lapis
fotoreseptor. Lapisan fotoreseptor adalah lapisan yang berperan sangat besar
dalam penglihatan gelap dan terang. Integritas lapisan ini dapat menentukan
proses penglihatan yang baik. Pada bagian tengah retina terdapat bagian pucat
yang kaya akan xantofil. Bagian ini disebut makula.3

8
3. Makula

Makula merupakan bagian neurosensori yang ada di retina. Makula


terletak di bagian posterior dari retina dan mengandung banyak xantofil
sehingga bagian ini biasa disebut dengan bintik kuning (yellow spot). Secara
histology, makula tersusun atas dua lapis atau lebih sel ganglion yang berdiameter
5-6 mm dan terletak di antara arcus vaskularisasi temporal. Oksigenisasi
karetenoid, lutein dan zeaxantin, berakumulasi di bagian tengah dari makula
menyababkan makula berwarna kuning. Karatenoid ini merupakan antioksidan
dan memiliki kemampuan untuk menyaring gelombang cahaya sehingga dapat
melindungi mata dari kerusakan akibat cahaya yang masuk.3

Bagian tengah makula adalah fovea sentralis yang secara anatomis tersusun atas
sel-sel fotoreseptor yang bertanggung jawab atas penglihatan warna dan
ketajaman spasial. Terdapat dua jenis sel fotoreseptor, yaitu sel batang dan sel
kerucut. Sel kerucut berbentuk seperti kerucut yang berbatasan dengan lapisan
limitan eksterna retina dan bagian dalam dan luarnya menonjol ke arah lapisan
epithelium retina. Sel kerucut memiliki pigmen iodopsin. Berdasarkan struktur dari
iodopsin, sel kerucut paling maksimal dalam menangkap gelombang cahaya
penajang (cahaya merah), gelombang menengah (cahaya hijau) atau gelombang
pendek (cahaya biru). Berdasarkan keanekaragaman gelombang cahaya yang
dapat ditangkapnya ini, sel kerucut menjadi dasar penentu untuk penglihatan
warna. Berbeda dengan sel kerucut, sel batang berbentuk batang dengan segmen
dalam dan luarnya terdapat di sekitar sel kerucut dan sel pigmen epithelium retina.
Sel batang merupakan sel fotoreseptor yang mengandung pigmen penglihatan,
yaitu rodopsin. Sel batang sangat sensitive terhadap cahaya hijau-biru dengan
gelombang 500 nm. Sel batang memiliki peran besar dalam penglihatan gelap
dikarenakan sensitivitasnya dalam menangkap gelombang cahaya.3

9
Di dalam fovea sentralis terdapat pembuluh retina yang disebut dengan fovea
avascular zone (FAZ). Pusat geometri dari FAZ ini sering digunakan sebagai
pusat dari makula sehingga titik fiksasi dari FAZ menjadi tanda penting dalam
uji fluoreisens. Di dalam fovea juga terdapat foveola. Foveola merupakan
daerah berdiameter 0,35 mm yang padat akan sel kerucut. Foveola memiliki
bagian kecil yang terdepresi sehingga membentuk suatu umbo. Fovea dikelilingi
oleh cincin kecil berdiameter 0.5mm yang dikenal sebagai daerah parafoveal.3

C. Epidemiologi

Prevalensi retinopati diabetik pada pasien diabetes tipe 1 setelah 10-15 tahun
sejak terdiagnosis ditegakkan berkisar antara 25-50%. Sesudah 15 tahun prevalensi
meningkat menjadi 75-95 % dan setelah 30 tahun mencapai 100%. Pasien diabetes
tipe-2 ketika diagnosis diabetes ditegakkan sekitar 20% diantaranya sudah ditemukan
retinopati diabetik. Setelah 15 tahun kemudian prevalensi meningkat menjadi lebih
dari 60-85%. Retino diabetik merupakan penyebab kebutaan yang paling sering
ditemukan pada usia dewasa antara 20-74 tahun. Pasien diabtetes melitus memiliki
risiko 25 kali lebih mudah untuk mengalami retinopati dibanding non diabetes. Risiko
mengalami retinopati pada pasien diabetes meningkat sejalan dengan lamanya
menderita diabetes. 2

D. Etiopatogenesis

1. Aldose Reductase

Aldose reductase mengubah gula menjadi alkohol. Sebagai contoh, glukosa


diubah menjadi sorbitol dan galaktosa diubah menjadi galaktitol. Namun, sorbitol dan
galaktitol tidak dapat dengan mudah berdifusi keluar sel, menyebabkan peningkatan
konsentrasi intraseluler. Kekuatan osmotik kemudian menyebabkan air berdifusi ke
dalam sel. Kerusakan yang dihasilkan sel epitel lensa, yang memiliki konsentrasi

10
tinggi aldose reductase, bertanggung jawab atas katarak yang terlihat pada anak-anak.
Karena reduktase aldosa juga ditemukan dalam konsentrasi tinggi dalam pericytes
retina dan sel Schwann, beberapa peneliti menduga bahwa retinopati diabetikum dan
neuropati dapat disebabkan oleh kerusakan yang dimediasi aldosa reduktase. Terlepas
dari manfaat teoretis ini, uji klinis sejauh ini gagal menunjukkan penurunan insiden
retinopati diabetik atau neuropati oleh inhibitor aldosa reduktase, mungkin karena
inhibitor aldosa reduktase yang efektif dengan beberapa efek samping sistemik belum
dikembangkan. 2

2. Vasoproliferative Factors

Retina dan epitel pigmen retina melepaskan faktor vasoproliferatif, seperti


Vascular Endothelial Growth Factor (VEGF), yang menginduksi neovaskularisasi.
VEGF memiliki peran langsung dalam kelainan vaskular retina proliferatif yang
ditemukan pada diabetes. percobaan pada hewan telah menunjukkan bahwa ekspresi
VEGF berkorelasi dengan perkembangan dan regresi neovaskularisasi. Konsentrasi
VEGF dalam humour aqueous dan humour vitreus berkorelasi dengan keparahan
retinopati. VEGF adalah faktor vasopermeabilitas yang kuat dan bertanggung jawab
untuk Diabetic Macular Edema (DME). Beberapa uji klinis terkontrol acak telah
menunjukkan kemanjuran pengobatan anti-VEGF untuk DME. Terdapat sitokin
vasoaktif lain yang dilepaskan pada mata penderita diabetes, yaitu tissue growth
factor beta dan connective tissue growth factor. Komponen inflamasi dihasilkan dari
makrofag dan aktivasi komplemen. Diyakini bahwa aktivasi komplemen
menghasilkan peningkatan neutrofil, yang kemudian menyebabkan kerusakan
endotel. Lipid dan protein bocor keluar dari kapiler. Endapan matriks ekstraseluler
dapat dipicu oleh efek kaskade komplemen pada sel-sel dengan adanya beberapa
reaksi peradangan diatas dianggap berperan dalam terjadinya edema makula dan
retinopati diabetik. Diyakini bahwa DME yang sudah lama berlangsung mungkin

11
memiliki lebih banyak komponen inflamasi dan lebih responsif terhadap
kortikosteroid, yang juga bersifat antiangiogenik. 2

3. Platelet dan viskositas darah

Diabetes dikaitkan dengan kelainan fungsi trombosit. kelainan trombosit atau


perubahan dalam viskositas darah pada penderita diabetes dapat berkontribusi pada
retinopati diabetik dengan menyebabkan oklusi kapiler fokal dan area fokus iskemia
di retina. 2

E. Klasifikasi

Klasifikasi retinopati diabetik umumnya berdasarkan atas beratnya perubahan yang


terjadi pada mikrovaskular retina dan ada atau tidak adanya pembentukan pembuluh
darah baru. Early Treatment Diabetic Retinopathy Research Study Group (ETDRS)
membagi retinopati diabetik atas dua stadium yaitu nonproliferatif dan proliferatif.

1. Retinopati diabetik non proliferatif

Retinopati diabetik nonproliferatif merupakan bentuk retinopati yang paling


ringan dan sering tidak memperlihatkan gejala. Stadium ini sulit dideteksi hanya
dengan pemeriksaan oftalmoskopi langsung maupun tidak langsung. Cara
pemeriksaan paling baik ialah dengan menggunakan foto warna fundus atau dengan
FFA. Mikroaneurisma yang terjadi pada kapiler retina merupakan tanda awal yang
dapat ditemukan pada retinopati diabetik non proiliferatif. Dengan oftalmoskopi atau
foto warna fundus, mikroaneurisma tampak berupa bintik merah dan sering kelihatan
pada bagian posterior. Penyebab timbulnya mikroaneurisma masih belum jelas. 2

Diduga ada hubungan dengan faktor vasoproliferatif yang dihasilkan endotel,


kelemahan dinding kapiler akibat berkurangnya sel perisit, serta meningkatnya
tekanan intra lumen kapiler. Kelainan morfologi yang lain ialah penebalan membrana

12
basalis, perdarahan ringan, eksudat keras yang tampak sebagai bercak warna kuning
dan eksudat yang tampak sebagai bercak halus (cotton wool spot). Perdarahan terjadi
akibat kebocoran eritrosit, eksudat terjadi akibat kebocoran dan deposisi lipoprotein
plasma, sedangkan edema terjadi akibat kebocoran plasma. Dalam waktu 1-3 tahun
retinopati diabetik nonproliferatif yang berat sering berkembang menjadi retinopati
diabetik proliferatif baik disertai mapun tidak disertai dengan edema makula. 2

Perubahan mikrovaskuler retina yang terjadi pada Diabetik Retinopati Non


Proliferatif terbatas pada retina dan tidak melampaui internal limiting membrane.
Temuan karakteristik dalam Diabetik Retinopati Non Proliferatif termasuk
perdarahan intraretinal, mikroaneurisma, cotton-wool spots, intraretinal
microvascular abnormalities (IRMAs), dan pelebaran dan pengerasan pembuluh
darah retina. Berdasarkan derajatnya Retinopati diabetik nonproliferatif diabagi
dalam kategori derajat ringan, sedang, dan berat berdasarkan karakteristik berikut : 4

 Retinopati nonproliferatif minimal : terdapat satu atau lebih tanda berupa


dilatasi vena, mikroaneurisma, perdarahan intraretina yang kecil atau eksudat
keras.

• Retinopati nonproliferatif ringan sampai sedang : terdapat satu atau lebih


tanda berupa dilatasi vena derajat ringan, perdarahan, eksudat keras, eksudat
lunak atau IRMA

• Retinopati nonproliferatif berat : terdapat satu atau lebih tanda berupa


perdarahn dan mikroaneurisma pada 4 kuadran retina, dilatasi vena pada 2
kuadran, atau IRMA ekstensif minimal pada 1 kuadran.

• Retinopati nonploriferatif sangat berat : ditemukan dua atau lebih tanda pada
retinopati non priliferatif berat.5

13
Gambar 3. Pada pemeriksaan funduskopi tampak perdarahan intraretinal yang difus
(panah) dan mikroaneurisma pada mata penderita NPDR.4

14
Foto 4. Pada pemeriksaan funduskopi tampak venous beading pada mata penderita
NPDR (panah). 4

15
Foto 5. Pada pemeriksaan funduskopi tampak intraretinal microvascular
abnormalities (IRMAs) (panah) pada mata penderita NPDR. 4

2. Retinopati diabetik proliferatif

Retinopati diabetik proliferatif ditandai dengan pembentukan pembuluh darah


baru. Dinding pembuluh darah baru tersebut hanya terdiri dari satu lapis sel endotel
saja tanpa sel perisit dan membrana basalis sehingga sangat rapuh dan mudah
mengalami perdarahan. Pembentukan embuluh darah baru tersebut sangat berbahaya
karena dapat tumbuh secara abnormal keluar dari retina meluas sampai ke vitreus,
menyebabkan perdarahan disana dan dapat menimbulkan kebutaan. Perdarahan dalam
vitreus akan menghalangi transmisi cahaya ke dalam mata dan pada lapangan
penglihatan memberi penampakan berupa bercak warna merah, abu-abu atau hitam.
Apabila perdarahan terus berulang, dapat terbentuk jaringan fibrosis atau sikatriks

16
pada retina. Oleh karena retina hanya berupa lapisan tipis yang terdiri dari beberapa
lapis sel saja, maka sikatriks dan jaringan fibrosis yang terbentuk dapat menarik
retina sampai terlepas sehingga terjadi ablasio retina (retinal detachment). Pembuluh
darah baru dapat juga terbentuk dalam stroma dan iris dan bersama-sama ke chamber
anterior. Keadaan tersebut dapat menghambat aliran keluar dari aqueous humor
sehingga menimbulkan glaukoma neovaskular yang ditandai dengan meningkatnya
tekanan intraokular. Kebutaan bisa terjadi apabila ditemukan pembuluh darah baru
yang meliputi satu per empat daerah diskus, adanya perdarahan pre retina, pembuluh
darah baru yang terjadi di mana saja yang disertai perdarahan, atau terdapat
perdarahan di lebih dari separuh pada daerah diskus atau vitreus. Proliferasi
neovaskular dikategorikan berdasarkan lokasinya: baik pada diskus optikus (NVD,
neovascularization of the disc) atau di tempat lain (NVE, neovascularization
elsewhere). Pasien Retinopati Diabetik Proliferatif dengan derajat berapapun
sebaiknya menerima pengobatan. Namun, pengobatan biasanya dianggap wajib
setelah mata telah berkembang ke arah karakteristik risiko tinggi.2,9

 Retinopati proliferative ringan (tanpa risiko tinggi) : bila ditemukan minimal


adanya neovaskular pada diskus (NVD) yang mencakup lebih dari ¼ daerah
diskus tanpa disertai perdarahan preretina atau vitreus atau neovaskular
dimana saja (NVE) tanpa disertai perdarahan preretina atau vitreus.

• Retinopati proliferative risiko tinggi : apabila ditemukan 3 atau 4 faktor risiko


sebagai berikut :

1. Ditemukan pembuluh darah baru dimana saja di retina

2. Ditemukan pembuluh darah baru pada atau dekat diskus optikus

3. Ditemukan pembuluh darah baru yang tergolong sedang atau berat yang
mencakup lebih dari ¼ daerah diskus.

4. Ditemukan perdarahan vitreus.

17
Adanya pembuluh darah baru yang jelas pada diskus optikus atau setiap adanya
pembuluh darah baru yang disertai perdarahan, merupakan dua gambaran yang
paling sering ditemukan pada retinopati proliferative dengan resiko tinggi.4

Foto 6. Pada pemeriksaan funduskopi pada mata kiri tampak neovaskularisasi pada
diskus optikus (NVD, Panah) disertai sedikit perdarahan vitreus.4

18
Foto 7. Pada pemeriksaan funduskopi mata kanan tampak cotton-wool spots and
moderate neovascularization elsewhere (NVE) disertai perdarahan preretinal.4

F. Gejala klinik

Perubahan dini atau apa yang disebut nonproliferative diabetic retinopathy


(NPDR) umumnya tidak memberikan gejala ataupun gangguan penglihatan.
Perubahan dini yang reversible dan tidak mengakibatkan ganguan penglihatan sentral
dinamakan retinopati simpleks atau background retinopathy. Bila pembuluh darah
rusak dan bocor dan masuknya lipid ke makula, maka akan terjadi edema makula dan
pada keadaan inilah muncul keluhan gangguan penglihatan.6,8

G. Pemeriksaan penunjang dan Diagnosis

Dalam hampir semua kasus, retinopati diabetes didiagnosis dengan mudah


melalui pemeriksaan oftalmoskopik. Lesi-lesi khasnya adalah mikroaneurisma, yang
biasanya berkembang di kutub posterior. Tanpa mikroaneurisma, diagnosis retinopati

19
diabetik diragukan. Tes gula darah puasa, tes toleransi glukosa, dan penentuan
HbA1C semua dapat digunakan untuk mengkonfirmasi keberadaan hiperglikemia
sistemik. Angiografi fluorescein intravena adalah tes tambahan yang diberikan secara
luas dan bermanfaat untuk menilai keparahan retinopati diabetik, untuk menentukan
lokasi kebocoran pada edema makula, untuk menilai tingkat nonperfusi kapiler, dan
untuk mengkonfirmasi neovaskularisasi. Ini adalah tes pra operasi yang berguna
untuk mengevaluasi tingkat retinopati pada pasien yang menjalani operasi katarak
dan memiliki opacity media. OCT semakin banyak digunakan sebagai tes noninvasif
pada retinopati diabetik untuk memvisualisasikan nonperfusi kapiler dan
neovaskularisasi. OCT banyak digunakan untuk menilai dan mengevaluasi edema
makula.7

H. Diagnosa Banding

• Radiation retinopathy

• Hypertensive retinopathy

• Retinal venous obstruction (central retinal vein occlusion [CRVO],

branch retinal vein occlusion [BRVO])

• The ocular ischemic syndrome

• Anemia

• Leukemia

• Coats’ disease

• Idiopathic juxtafoveal retinal telangiectasia

• Sickle cell retinopathy.7

I. Penatalaksanaan

20
1. Non Farmakologis

 Fotokoagulasi

Pengobatan fotokoagulasi dengan sinar laser apabila dilakukan tepat pada


waktunya, sangat efektif untuk pasien dengan retinopati diabetik proliferatif dan
edema makula. Indikasi terapi fotokoagulasi dengan sinar laser ialah retinopati
diabetik proliferatif, edema makula dan neovaskular yang terletak pada sudut
anterior chamber. 2

 Vitrektomi

Vitrektomi dini perlu dilakukan pada pasien yang mengalami kekeruhan


(opacity) vitreus, perdarahan dan yang mengalami neovaskularisasi aktif.
Vitrektomi dapat juga membantu bagi pasien dengan neovaskularisasi yang
ekstensif atau yang mengalami proliferasi fibrovaskular. Selain itu vitrektomi juga
diindikasikan pada ablasi retina, perdarahan vitreus pasca fotokoagulasi, RDP
berat, dan perdarahan vitreus yang tidak mengalami perbaikan.2

2. Farmakologis

 Kontrol gula darah


 Inhibitor aldose reduktase

Penggunaan aminoguanidin pada hewan percobaan terbukti daapt


menghambat timbulnya dan memburuknya retinopati diabetik. Namun pada
manusia penggunaan aminoguanidin tersebut ternyata tidak memberikan hasil
yang memuaskan. 2

 Inhibitor protein kinase c

Penelitian pada hewan menunjukkan penggunaan ruboxistaurin mesilat yaitu


suatu inhibitor selektif dan kuat terhadap PKC-B isoform, potensial mencegah
timbulnya retinopati diabetic. Suatu uji klinik fase III pemberian ruboxistaurin 32
mg/hari dengan control placebo menunjukkan angka kejadian hilangnya visus
pada kelompok yang mendapat terapi ruboxistaurin hanya 5.5 %, sedangkan pada
kelompok placebo 9.1 %. Setelah dilakukan pengamatan selama 3 tahun ternyata
40% dari pasien dengan RDNP sedang,dapat dicegah perkembangannya menjadi
RDNP berat. 2

 Anti VEGF.

21
Beberapa uji klinik membuktikan bahwa VEGF berperan penting dalam
timbulnya retinopati diabetik. Efek biologis VEGF terjadi melalui ikatannya terhadap
reseptor permukaan sel yang spesifik. Suatu uji klinik fase Il menunjukkan pasien
retinopati diabetik yang mendapat suntikan anti VEGF pegaptanib setiap 6 minggu
mengalami perbaikan visus sehingga tidak lagi memerlukan terapi fotokoagulasi.23
Suntikan anti VEGF bevacizumab intravitreal juga menyebabkan regresi neovaskular
pada RDP. Anti VEGF lain yang juga cukup potensial ialah ranibizumab. Suntikan
intravitreal ranibizumab 4 dosis selama 6 minggu pada 10 pasien diabetes dengan
penurunan visus menunjukkan 85% diantaranya mengalami perbaikan visus secara
bermakna. 2

 Analog somatostatin.

Hipofisektomi merupakan salah satu cara yang dilakukan zaman dulu untuk
pengobatan RDP Metode pengobatan tersebut sekarang dikembangkan dengan
menggunakan analog somatostatin kerja panjang untuk mencegah RDP. Suatu uji
klinik terapi octreotide (suatu analog somatostatin kerja panjang) berskala kecil pada
23 pasien diabetes dengan RDNP berat atau RDP menunjukkan penurunan jumlah
pasien yang memerlukan terapi fotokoagulasi dibanding dengan yang mendapat
terapi konvensional. Namun dalam skala besar penggunaan terapi octreotide ternyata
pengaruhnya terhadap progresifitas retinopati tidak dapat disimpulkan meskipun
secara klinik terjadi perbaikan visus. Sekarang sedang dicoba dengan menggunakan
analog somatostatin yang lebih selektif.2

 Anti inflamasi.

Dua studi mengenai penggunaan aspirin pada pasien retinopati diabetik yaitu
Joint French-UK Aspirin and Dipyridamole Trial dan ETDRS. Studi yang pertama
menggunakan aspirin 330mg tiga kali sehari dengan atau tanpa kombinasi

22
dipiridamol. Setelah 5 tahun dievaluasi ternyata hanya sedikit yang mengalami
pembentukan mikroaneurisma baru. Meskipun temuan tersebut secara statistik
bermakna, namun manfaatnya hanya sedikit. Hasil penelitian dalam skala yang lebih
besar dari ETDRS menunjukkan penggunaan aspirin 650 mg sehari pada 3711 pasien
dengan retinopati yang lebih berat, tidak memberikan efek. Sejauh ini, penelitian-
penelitian yang dilakukan dengan menggunakan aspirin dosis tinggi hanya
bermanfaat untuk mencegah timbulnya retinopati diabetik. Penggunaan kortikosteroid
seperti triamsinolon asetonida intravitreal dilaporkan cukup efektif untuk pengobatan
retinopati diabetik namun dapat menimbulkan komplikasi peningkatan tekanan
intraokuler dan infeksi. 2

I. Prognosis

Pasien RDNP minimal yang hanya ditandai mikroaneurisma yang sedikit,


memiliki prognosis baik sehingga cukup dilakukan pemeriksaan ulang setiap 1 tahun.
Pasien yang tergolong RDNP sedang tanpa disertai edema makula, perlu dilakukan
pemeriksaan ulang setiap 6-12 bulan oleh karena bersifat progresif. Pasien RDNP
derajat ringan sampai sedang dengan disertai edema macula yang secara klinik tidak
signifikan, perlu diperiksa kembali dalam waktu 4-6 bulan oleh karena memiliki
risiko besar untuk berkembang menjadi edema makula yang secara
klinik signifikan (CSME). Untuk pasien RDNP dengan CSME harus dilakukan terapi
fotokoagulasi. 2

Pasien RDNP berat memiliki risiko tinggi menjadi RDP. Separuh dari pasien
RDNP berat akan berkembang menjadi RDP dalam 1 tahun di mana 15% diantaranya
tergolong RDP dengan risiko tinggi. Pasien RDNP sangat berat, risiko menjadi RDP
dalam 1 tahun adalah 75% dimana 45% diantaranya tergolong RDP risiko tinggi.
Oleh sebab itu pasien RDNP yang sangat berat perlu dilakukan pemeriksaan ulang
setiap 3-4 bulan. Pasien dengan RDP risiko tinggi harus segera diterapi dengan
fotokoagulasi. Teknik yang dilakukan ialah dengan scatter photocoagulation. Pasien

23
RDP risiko tinggi yang disertai CSME, terapi fotokoagulasi dimulai dengan
menggunakan metode fokal dan panretinal (scatter). Oleh karena metode
fotokoagulasi panretinal dapat menimbulkan eksaserbasi dari edema makula, maka
untuk terapi dengan metode panretinal (scatter) perlu dibagi dalam 2 tahap atau
lebih.2

BAB III

24
KESIMPULAN

Retinopati diabetik adalah suatu kelainan mata pada pasien diabetes yang
disebabkan karena kerusakan kapiler retina dalam berbagai tingkatan, sehingga
menimbulkan gangguan penglihatan mulai dari yang ringan sampai terjadi kebutaan
total dan permanen. Prevalensi retinopati diabetik pada pasien diabetes tipe 1 setelah
10-15 tahun sejak terdiagnosis ditegakkan berkisar antara 25-50%. Sesudah 15 tahun
prevalensi meningkat menjadi 75-95 % dan setelah 30 tahun mencapai 100%. Pasien
diabetes tipe-2 ketika diagnosis diabetes ditegakkan sekitar 20% diantaranya sudah
ditemukan retinopati diabetik. Retinopati diabetik umumnya diklasifikasikan
berdasarkan atas beratnya perubahan yang terjadi pada mikrovaskular retina dan ada
atau tidak adanya pembentukan pembuluh darah baru. Early Treatment Diabetic
Retinopathy Research Study Group (ETDRS) membagi retinopati diabetik atas dua
stadium yaitu nonproliferatif dan proliferatif.2

Pasien RDNP berat memiliki risiko tinggi menjadi RDP. Separuh dari pasien
RDNP berat akan berkembang menjadi RDP dalam 1 tahun di mana 15% diantaranya
tergolong RDP dengan risiko tinggi. Pasien RDNP sangat berat, risiko menjadi RDP
dalam 1 tahun adalah 75% dimana 45% diantaranya tergolong RDP risiko tinggi.
Oleh sebab itu pasien RDNP yang sangat berat perlu dilakukan pemeriksaan ulang
setiap 3-4 bulan. Pasien dengan RDP risiko tinggi harus segera diterapi dengan
fotokoagulasi. Teknik yang dilakukan ialah dengan scatter photocoagulation. Pasien
RDP risiko tinggi yang disertai CSME, terapi fotokoagulasi dimulai dengan
menggunakan metode fokal dan panretinal (scatter). Oleh karena metode
fotokoagulasi panretinal dapat menimbulkan eksaserbasi dari edema makula, maka
untuk terapi dengan metode panretinal (scatter) perlu dibagi dalam 2 tahap atau
lebih..2,4

DAFTAR PUSTAKA

25
1. Candradewi Ika. Sistem Klasifikasi Tingkat Keparahan Retinopati Diabetik
Menggunakan Support Vector Machine. Ijeis. 2018
2. Seliati S, dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Interna Publishing. 2014
3. Septadina I. Perubahan Anatomi Mata Pada Penderita Diabetes Melitus.
Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya. 2015
4. Collins Beth, dkk. Retina And Vitreus. American Academy of Ophhtalmology.
2018
5. Augsburger J. Vaughan & Asbury’s General Ophthalmology19 th edition.
Lange. 2018
6. Ilyas sidaryati. Ilmu Penyakit Mata Edisi ke-5. Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. 2015
7. Yanoff Myron. Ophthalmology Fifth Edition. Elsevier. 2019
8. Eva PR., Whitcher JP. 2009. Vaughan & Asbury's General Ophthalmology. 17th Edition. New
York: The McGraw-Hill Companies

9. Ehlers JP., Shah CP. 2008. Wills Eye Manual, The: Office and Emergency
Room Diagnosis and Treatment of Eye Disease. 5th Edition. New York:
Lippincott Williams & Wilkins.
10. Bhavsar AR., Drouilhet JH. 2009. Background Retinopathy Diabetik. Diunduh dari:
www.e-medicine.com

26

Anda mungkin juga menyukai